korelasi antara kemampuan guru mengelola kelas dengan

advertisement
NILAI –NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM SURAT AL HUJURAT AYAT 2
SKIRIPSI
Diajukan Pada Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Imam Ghozali
(IAIIG) Cilacap Sebagai salah Satu Syarat Memperoleh Gelar sarjana Strata
Satu (S-I ) Dalam Pendidikan Agama Islam
Disusun Oleh :
Nama
; ENI SA’DIYAH
NIM
: 072322184
Program Study
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM IMAM GHOZALI ( IAIIG )
KESUGIHAN CILACAP
2010
i
SURAT PERNYATAAN KEORISINALAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :
1. Nama
:
ENI SA’DIYAH
2. NIM
:
072322184
3. Fak/Prodi
:
Tarbiyah PAI
4. Tahun Akademik
:
2010
5. Judul Skripsi
:
NILAI-NILAI
PENDIDIKAN
AKHLAK
DALAM SURAT AL HUJURAT AYAT 2
Menyatakan bahwa skripsi saya benar-benar orisinil/ asli buatan sendiri,
tidak ada unsur menjimplak atau dibuatkan. Jika dikemudian hari ditemukan
adanya indikasi salah satu dari 2 unsur diatas, maka saya bersedia untuk dicabut
gelar kesarjanaanya.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan kesadaran penuh dan tanpa
unsur pemaksaan.
Cilacap, 2 JUNI
2010
Yang menyatakan,
MATERAI Rp. 6000 Eni sa’diyah
ii
Nama : ENI SA’DIYAH
NIM
: 072322184
Judul
: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM QS AL
HUJURAT AYAT 2
Pesan pertama yang disampaikan dalam ayat Al Hujuart ayat 2 ini
adalah tentang Makna keimanan secara total dengan larangan berbuat ego/
takabur kepada Allah dan RasulNya. dapat dikatakan bahwa ayat ini
mengindikasikan adanya penanaman rasa menghargai atau syukur kepada
sesama manusia meskipun syukur kepada manusia dibatasi norma-norma
Illahi yang tidak boleh dilanggar. Sebab, kecintaan yang berlebihan kepada
seseorang bisa menjerumuskan kepada kemusyrikan yang disebut dengan alghuhv. Untuk mengetahui nilai Pendidikan Akhlak yang terkandung dalam
surat, Al Hujuart ayat 2, di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di antara ada
peristiwa untuk menghilangkan sangat jelas bahwa dalam mengajarkan nilainilai kebenaran, membutuhkan waktu yang amat panjang, sebagaimana kisah
umat terdahulu tersebut, dan hal ini dapat dijadikan pembelajaran dalam
mengajari umat Islam juga jelas membutuhkan waktu yang panjang pula,
apalagi kalau dilihat dari aspek perwujudan sikap . arti mengikat dari sikap
ketauhidan dari sikap pendustaan Agama, yang tidak dapat dialpakan dari sifat
sifat penerimaan atas Islam sebagai ajaran dan tuntunan hidup dalam aspek
penerimaan Islam yang rahmatan lil ”alamin. Maka baginya disisi Allah ada
pahala yang agung. Dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan serta
menumbuhkan akhlak pada pribadi setiap muslim, maka secara umum seorang
adalah sosok individu yang memiliki sikap cinta damai, mampu bertutur kata
yang lemah lembut, tidak saling menyinggung, tidak menyakiti dan apalagi
mau menghujat orang lain. Lebih dari itu hatinya pun senantiasa dipelihara
agar tidak tumbuh rasa iri, pemarah, dengki, dendam dan sebagainya. Dengan
menjaga diri untuk tidak melakukan hal-hal yang demikian, diharapkan
seorang anak dan manusia lain disekitarnya akan terpelihara. Tidak terusik
oleh gangguan tangan, katakata maupun hatinya. Sehingga nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam keluarga mempunyai arti penting bagi pembentukan
kepribadian anak yang baik, yaitu merupakan kebutuhan ideal sebagai
pedoman dan pegangan dalam mengarungi kehidupannya mencapai tingkat
kedewasaan yang Islami. Karenanya nilai-nilai pendidikan akhlak harus
ditanamkan kepada setiap benerasi muslim, khususnya pada anak-anak sedini
mungkin untuk dapat dipahami, dihayati dan diamalkan. Sebab permasalahan permasalahan yang dihadapinya sangatlah kompleks sehingga persiapan
mental spiritual harus dipersiapkan. Tanpa landasan mental spiritual ini
manusia tidak mampu mewujudkan keseimbangan antara dua kekuatan yang
saling bertentangan yaitu kekuatan kebaikan dan kejahatan
Tambak 30 Juni 2010
iii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua Orang Tuaku, yang telah Ikhlas membimbingku dalam
kegelapan..
2. Kepada segenap Guru dan pendidik yang telah mendidikku.
3. Kepada pendamping setiaku beserta anak-anaku, dorongan dan
tanggungjawabku untuk selalu bersamamu..
4. Almamaterku Fakultas Tarbiyah IAIIG Cilacap
iv
MOTTO
∩⊇∪ ÉΟŠÏm§9$# Ç⎯≈uΗ÷q§9$# «!$# ÉΟó¡Î0
y7În/u‘ y‰ΖÏã îöyz àM≈ysÎ=≈¢Á9$# àM≈uŠÉ)≈t7ø9$#uρ ( $u‹÷Ρ‘‰9$# Íο4θuŠysø9$# èπuΖƒÎ— tβθãΖt6ø9$#uρ ãΑ$yϑø9$#
∩⊆∉∪ WξtΒr& îöyzuρ $\/#uθrO
“ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalanamalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu
serta lebih baik untuk menjadi harapan” (QS Al Kahfi: 46)
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa
shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, yang selalu kita nanti-nantikan safaatnya dan juga kepada keluarga dan
para sahabatnya.
Penulis menyadari tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak,
penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis
menyampaikan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kepada yang terhormat:
1.
Drs. KH. Nasrullah, Rektor Institut Agama Islam Imam Ghazali Kesugihan
Cilacap beserta Pembantu Rektor.
2.
K .Lumaur Ridlo,S.Psi., Dekan Fakutas Tarbiyah Institut Agama Islam
Imam Ghazali Kesugihan Cilacap beserta Pembantu Dekan.
3.
Drs. Yudino, M.Pd.I Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyusunan skripsi ini.
4.
Muniriyanto S.Ag MM. Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan
dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Seluruh Dosen Institut Agama Islam Imam Ghazali Kesugihan Cilacap yang
telah memberikan ilmu selama masa perkuliahan
6.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
vi
Semoga bantuan Bapak / Ibu dan semua pihak dicatat sebagai amal baik
oleh Allah SWT, dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Semoga skripsi yang sederhana ini dapat memberikan darma baktinya
demi perkembangan pendidikan, ilmu pengetahuan dan ketrampilan serta
kemajuan bangsa Indonesia.
Cilacap,
30 Juni 2010
Penulis
ENI SA’DIYAH
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………..
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING …………………………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….
iii
HALAMAN MOTTO …………………………………………………..
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………..
v
KATA PENGANTAR ………………………………………………….
vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………..
viii
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………….
1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………..
1
B. Definisi Operasional ……………………………………
4
C. Rumusan masalah …………………………………….
6
D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian……………
6
E. Telaah Pustaka ………………………………………….
7
F. Sistematika Penulisan……………………………………
9
KAJIAN TEORI ………………..
13
A. Pendidikan Akhlak …………………………………….
13
1.Pengertian Pendidikan Akhlak ………………………
13
2.Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak …… …………..
21
3.Dasar Pendidikan Akhlak …………………………….
26
4.Tujuan Pendidikan Akhlak……………. ……………
29
5.Urgensi Pendidikan Akhlak …………………………..
30
6.Metode Pendidikan Akhlak …………………………..
34
7.Pokok-pokok Pendidikan Akhlak……………………..
36
BAB II
B. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak…… ………………....
40
C. Pengertian Surat Al Hujurat Ayat: 2…………………….
43
1.Azbabun Nuzul ………………………………………
46
2.Munasabah Ayat ………………………….
47
viii
3.Pandangan Ahli Tafsir ………………………
BAB III
BAB IV
BAB V
54
METODE PENELITIAN …………………………………..
64
A. Jenis Penelitian ………………………………………...
64
B. Obyek Penelitian………………………………………..
64
C. Sumber Data ……………………………………………
64
D. Analisis Data ……………………………………………
66
Hasil Penelitian dan Pembahasan ………………………….
68
A. Al qur’an Surat Al Hujurat Akhlak ……………………
68
1.Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak …………….
68
2.Analsisis Surat Al hujurat ayat 2 …………………..
73
PENUTUP …………………………………………………
82
A. Kesimpulan…………………………………………….
82
B. Saran-saran……………………………………………..
83
C. Kata Penutup……………………………………………
84
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia
sebagai
makhluk
individu
dan
mahluk
social,
yang
keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, sebab dalam lingkungan
tersebut, hakekatnya manusia
dimungkinkan untuk mau
mengembangkan
kreatifitas dan aktifitasnya, sehingga kehadirannyapun diharuskan menguasai
berbagai pranata pengetahuan dan memahami peradaban. Untuk memfungsikan
fitrah itulah setiap individu mempunyai kewajiban untuk tetap belajar baik dari
lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, sebagaimana mengutip
pandangan Hery noer Aly MA, menyebutkan kewajiban bagi setiap orang tua
atau orang yang sudah dewasa untuk mendidik dan membimbing anak-anaknya
sebagai
generasi muda, harapan itulah yang senantias menjadi fenomena
manusia, dengan segenap
kemampuan
untuk mampu mendirikan dan
mengelola institusi atau unit-unit pendidikan, yang diperuntukan bagi peserta
didik.
1
Adalah wajar kemajuan peradaban dan pengetahuan manusia
hakekatnya adalah reaksi dari kebutuhan manusia dalam proses pendidikannya.
Untuk itulah memahami berbagai fenomene perubahan dan dinamika peradaban
manusia sebagai makhluk social, penulis akan menfokuskan pada bagaimana
mansuai ketika akan mengeambangkan keratifitas memahami pada satu isyarat
dalam Al Qur’an, sebagai landasan bagi dinamika peradaban manusia isyarat
1
Hery Noer Ali, Manusia dan pendidikan, Lentera Jakarta, 2000,hlm. 1
1
2
Allah Swt, sebagaimana dalam firmanNya, surat Al Hujurat ayat 2 : sebagai
berikut ;
…çμs9 (#ρãyγøgrB Ÿωuρ Äc©É<¨Ψ9$# ÏNöθ|¹ s−öθsù öΝä3s?≡uθô¹r& (#þθãèsùös? Ÿω (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ
∩⊄∪ tβρâßêô±s? Ÿω óΟçFΡr&uρ öΝä3è=≈yϑôãr& xÝt7øtrB βr& CÙ÷èt7Ï9 öΝà6ÅÒ÷èt/ Ìôγyfx. ÉΑöθs)ø9$$Î/
Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu,
melebihi suara Nabi SAW, dan janganlah kamu berkata kepadanya
dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian dari
kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus pahala/ amalanmu,
sedangkan kamu tidak menyadarinya “ 2
Memahami terjemah surat di atas, menurut Dr. H. Hamzah Yakub, dalam buku
Etika Islam, menyebutkan ada tiga istilah yang sepadan dengan kandungan ayat
diatas , yakni :
1.
Etika, yakni ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk
dengan memperhatikan amal perbuatan
manusia sejauh yang dapat
diketahui oleh akal pikiran (Yakub,13).
2.
Moral, yakni sesuai dengan ide-ide yang umum di terima tentang tindakan
manusia mana yang baik dan wajar.(Yakub, 14)
3.
Kesusilaan, yakni membimbing manusia agar hidup sopan sesuai dengan
norma-norma tata susila.(yakub,15).
Untuk mengupas isi kandungan ayat di atas, penulis mengutip dari
sebagaian buku dari ulama-ulama
ahli tafsir
menyebutkan setiap manusia
sebagai mahluk beriman selalu menyandarkan setiap tindakan dan perbuatan
2
Depag RI , Al Qur’an dan terjemah, PT Toha Putra, Semarang, 2004, hlm. 217
3
pada Nabi Muhammad SAW. Manusia bertugas untuk mengajarkan nilai-nilai
kesopanan. Aktifitas manusia selalu berhubungan dengan kebaikan untuk selalu
mau beramal. Maksud kandungan ayat diatas berisi :
1. Larangan bersikap takabur/ ego.
Pesan pertama yang disampaikan pada ayat ini adalah tentang
keimanan secara total dengan larangan berbuat ego/ takabur kepada Allah dan
RasulNya. Menurut Ibnu Manzhur, kata laa tarfangu ( terdiri dari empat
huruf: la, tar-faa dan ngu. Kata yang dibangun oleh keempat huruf tadi
mempunyai makna dasar bercampur. Dari kata-kata tersebut terbentuk kata:
pertama, laa yang berarti janganlah, Kedua, tafangu, yang berarti
meninggikan /melebihi, ketiga, laa tarfangu berarti , janganlah meninggikan
keempat,
As faatakum, yang berarti suaramua, ucapanmu seperti dalam
ungkapan orang Arab, "Sauffa," (keras suaramu). kelima syauta nabi, berarti
suaranya n abi besar Muhammmad Saw. Dari makna dasar ini, Saleh Fauzan
mendefinisikan syauti Nabii dengan penyimpangan dalam ibadah kepada
Allah dan Rasulnya. Selanjutnya, Fauzan membagi keras menjadi dua ma
cam: pertama, syati akbar yakni yang dapat mengeluarkan suara seseorang
siluara ajaran Islam; dan kedua, syati ashgar, yakni bersuara menyimpang
dalam perilaku beribadah. Takabur/ ego yang disertai kekerasan merupakan
keharusan hanya dalam ketaatan bertauhid kepada Allah. Jika ayat larangan
takabur/ego
dikaitkan dengan konsep pendidikan akhlak, maka dapat
dipahami bahwa ego/ takabur berarti ketika manusia tunduk kepada alam
4
atau dikuasai alam; dan jika manusia dikuasai alam, maka bisa diidentikan
dengan kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.
Dari segi redaksi, ayat tersebut diawali dengan kata yaa
Ayyuhalladzina A’manu . Dalam bahasa Arab ini termasuk at-tasghir lilisyfaq wa tahabbub, panggilan kesayangan yang menunjukkan rasa cinta
amat Dari Allah Swt kepada Hamba yang mau beriman. Ayat ini
mengindikasikan bahwa seorang mu’min yang baik harus memahami
karakteristik pribadinya serta menghargainyadirinya dengan baik. Larangan
berbuat
takabur/
ego
diungkapkan
dengan
fi'lul-mudhari'
yang
mengindikasikan lil-istimrar, dalam arti, sejak dini orang mu’min harus
menciptakan lingkungan yang kondusif agar terbebas dari situasi dan suasana
yang menjerumuskan pada kemusyrikan, serta mendorong keimana
agar
terus menerusmeningkat disertai dengan mencari ilmu. 3
2. Selalu berbuat baik kepada Allah dan Rasul Nya.
Keharusan berbuat baik kepada Allah dan Rasulnya mulai dari zaman
Nabi Adam As sampai Ummat Muhammad SAW. Keharusan berbuat baik
kepada Allah Swt dan Rasul Nya, juga dibatasi oleh aturan-aturan Allah dan
dalam kondisi yang paling pahit. jika ada orang yang paling berjasa dalam
hidup mengajak untuk tidak taat kepada Allah, maka ajakan tersebut harus
ditolak, dengan catatan tetap menjaga hubungan baik. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa ayat ini mengindikasikan adanya penanaman rasa
menghargai atau syukur kepada sesama manusia meskipun syukur kepada
3
Dr. Nurwadjah Ahmad E.Q, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Marja : Bandung, 2007, hlm 166
5
manusia dibatasi norma-norma Illahi yang tidak boleh dilanggar. Sebab,
kecintaan yang berlebihan kepada seseorang bisa menjerumuskan kepada
kemusyrikan yang disebut dengan al-ghuhv.
Dari sisi redaksi, pesan berbuat baik kepada Allah dan RasulNya
menggunakan gaya bahasa ithnab, yakni diungkapkan dengan redaksi cukup
panjang dengan penjelasan-penjelasan rasional, sehingga dapat menyentuh
kalbu dan diakhiri dengan kesimpulan pendek ilayy al-mashir. Kalimat itu
merupakan suatu ungkapan yang mengindikasikan bahwa semua pengabdian
dan pengorbanan hidup tidak akan sia-sia, sebab Allah akan membalasnya
sesuai dengan perbuatan tersebut. Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan,
hal memberi gambaran bahwa dalam kegiatan pembelajaran harus diciptakan
iklim saling hormat-menghormati, baik kepada Sang Pencipta, sesama dan
lingkungannya.
3. Nilai Keimanan
Setelah menjelaskan Laa tarfangu dan bahayanya dalam kehidupan,
Rasulluloh mengajarkan keimanan atau sifat-sifat Allah kepada umatnya
dengan gaya bahasa mum'at nazhir, ilustrasi. pendidikan mengilustrasikan,
kalaulah ada aktivitas yang setara dengan biji sawi atau biji yang paling kecil
berlokasi di bukit batu, di langit maupun di bumi atau di mana pun, maka
Allah Maha Sensitif dan Maha Mengetahui. Sifat lathif menunjukkan sesuatu
yang tidak bisa terdeteksi oleh panca indra manusia, sedangkan khabir
menginformasikan
sesuatu
yang
tidak
nampak
menjadi
nampak.
Penggandengan kedua asma' ul-husna mengindikasikan adanya keikhlasan
dalam melaksanakan berbagai aktivitas. Jika dikaitkan dengan pendidikan,
evaluasi pendidikan semestinya bukan hanya dilaksanakan di akhir kegiatan,
tetapi harus dilaksanakan sejak awal proses sampai akhir kegiatan dan
6
menyangkut seluruh aspek kehidupan, baik yang nampak ataupun yang tidak.
Seperti halnya Allah mencatat, sekecil apapun amal yang dilaksanakan
manusia, ia akan mendapat penghargaan atau sanksi.
4. Nilai akhlak/Etika
Untuk melaksanakan aktifitas bagi seorang Mu’min perlu dibarengi
akhlak mulia, yakni saling menghargai dan menghormati sesama manusia
yang dilandasi taat kepada Allah. Akhlak terhadap sesama manusia tersebut
diungkapkan dengan gaya bahasa kindyah. Dalam ayat 1 diungkapkan Yaa
Ayyuhallazina Amanu
Laa tuqodhimu Menurut Wahbah Zuhayli, ayat
tersebut mengandung larangan terhadap sifat sombong dihadapan orang lain,
lantaran sikap tersebut merupakan wujud manusia takabur dan musyrik,
bukan hamba yang syukur. Pada ayat ke- 3 diungkapkan
Innalazina
Yaghzhunz Asywatahum, golongan yang mau dan bersedia merendahkan
dihadapan rasul Nya lebih ditekankan kepada hati, dikandung maksud mau/
bersedia merendahkan diri dalam hal perkataan, perbuatan serta bertindak,
Dari sisi redaksi, ayat 2 surat Al Hujurat secara keseluruhan, berisi nasihatnasihat Rasulluloh Saw, yang berisi enam perintah, tiga larangan dan dua
ta'lilah (pertimbangan).
Enam perintah tersebut adalah:
a. Berbuat baik kepada Allah dan RasulNya.
b. Menghormati kepada segenap ciptaan Allah swt.
c. Berkomunikasi dengan baik kepada Sesama Orang.
d. Mengikuti pola hidup anbiya' dan shalihin
e. Sederhana dalam berkata, bertindak dalam kehidupan
7
f. Bersikap sopan santun dalam bertindak.
Adapun yang berbentuk larangan adalah:
a. Larangan bersikap Ego/ takabur baik dalam setiap Ucapan dan perbuatan.
b. Larangan bersikap sombong dalam kehidupannya.
c. Larangan berlebihan dalam kehidupan 4
Dalam ta’lillah, juga menyebutkan Aspek-aspek ahlak :
a. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong.
b. Sesungguhnya sejelek-jeleknya suara adalah suara keledai. 5
Dari gambaran makna yang terkandung dalam ayat ini sesuai dengan
aspek pendidikan ahlak, dapat diformulasikan dengan beberapa konsep, dimana
aspek akhlaq (akhlak). Secara etimologis, akhlak adalah perbuatan yang
mempunyai sangkut paut dengan khaliq (Pencipta). Akhlak ini mencakup akhlak
manusia terhadap khaliknya dan akhlak manusia terhadap makhluk. Aspek ini
jelas memberikan pembelajaran dalam ibadah, muamalah dan akhlak yang
bertitik tolak dari aspek akidah. Hubungan korelatif di atas penulis berusaha
akan mengangkat kajian Nilai-nilai Pendidikan Akhlak , dalam surat Al Hujurat
ayat 2, menjadi kajian skripsi.
B. Definisi Operasional
Untuk memudahkan pemahaman penelitian ini penulis mengelompokkan
menjadi tema sesuai judul diatas, diantaranya :
4
5
Dr. Abudinnata, Tafsir ayat-ayat pendidikan, PT raja Grafindo, Jakarta, 2005, hlm. 12
Dr. Nurwadjah Ahmad E.Q, Op Cit., hlm 170
8
1. Nilai-Nilai
Nilai dalam kamus bahasa Indonesia, adalah muatan materi atau kandungan
yang dapat dihargai 6 dalam hal ini, berupa kajian tentang penghargaan baik
dan buruk dalam bidang akhlak.
2. Pendidikan Akhlak
Hakekat pendidikan adalah sebagai proses setiap aktifitas manusia sadar,
terencana, yang menyangkut proses pembalajaran, yang memiliki tujuan
mulia, di mana Akhlak sebagai satu aspek dalam ajaran Islam yang
berhubungan dengan tata cara berbuat baik . intisari kajian ini, adalah
mengkolaborasi
dua makna dalam satu variable 7 , dalam hal ini adalah
variable pendidikan , sebagai proses dan variabel Akhlak sebagai materi.
Kedua makna diatas menjadi satu ungkapan proses untuk selalu berbuat baik.
3. Surat Al Hujurat Ayat 2, dalam kelompok surat Madaniyyah, masuk dalam
surat ke 49 , dari 18 ayat, Juz 26, berisi tentang akhlak kepada pemimpin,
serta pada orang lain, yang memiliki nilai penting dalam kehidupan setiap
mu’min, sebagai hamba yang baik dan sopan. dan dalam kajian ini
Penafsiaran ayat ini mengkaitkan beberapa kajian tafsir.
Dari definisi operasional di atas , penulia akan mengangkat aspek pendidikan
akhlak, sesuai dengan maksud dan kandungan makna tersebut, serta akan
dipertegas dalam rumusan masalah.
6
7
Purwadarminto Kamus umum Bahasa Indonesia, Tinta Mas : Jakarta, 1987, hlm 88
Purwodarminto, ibid, , hlm 113
9
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Bagaimana Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang terkandung dalam Surat Al
Hujurat ayat 2 ?
D. Tujuan dan manfaat Penelitian:
1. Tujuan Penelitian, antara lain :
a.
Untuk Mengetahui Nilai-nilai
Pendidikan Akhlak yang terkandung
dalam surat Al Hujurat ayat 2.
2. Sedangkan Manfaat Penelitian :
a.
Memberikan informasi kepada orang tua tentang proses membimbing
Akhlak kepada anak-anaknya, sesuai Surat al Hujurat ayat 2.
b.
Memberikan
nilai
tambah
terhadap
dalam
ilmu
AgamaMengungkap espek-aspek pendidikan ahlak bagi
pengetahuan
umat Islam
sendiri, dan untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan tugas akhir
akademik.
E. Telaah Pustaka
Skripsi yang berjudul "Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam surat Al
Hujurat ayat 2 " sengaja penulis angkat mengingat konsep pendidikan akhlak
sekarang ini masih hanya menjadi wacana di beberapa lembaga pendidikan
formal, di mana realisasinya belum sesuai dengan dasar tuntunan ajaran Islam
bahkan banyak orang tua yang menganggap, bahwa pendidikan akhlak yang
bertanggung jawab , hanyalah pihak lembaga pendidikan berupa
sekolah,
10
sehingga sekarang ini pendidikan akhlak baik dalam keluarga, sering mereka
tidak menghiraukan aturan atau konsep dalam aturan Islam.
1.
Buku : Pengantar Studi akhlak, karya dr. Asmaran As, MA, memberikan
landasan terhadap pengertian ahlak baiksecara bahasa maupun secara
istilah.
2.
Buku : Etika Islam. Karangan Dr.H. Hamzah Ya’qub, yang memberikan
gambaran secara sistematik, terhadap bagaimana pembinaan akhlakul
karimah, dan beberapa langkah dalam proses pembimbingan anak disertai
beberapa landasan bagi unsur tauladan kehidupan umat manusia .
3.
Buku : Tahapan mendidik Anak teladan Rasululloh SAW, hasil terjemahan,
mengungkap beberapa langkah-langkah prefentif bagaiaman mendidik
anak sesuai tuntunan nabi SAW.
4.
Buku : Etika Sosial, karya Drs. H. Burhanudin Salam, menguipas beberapa
langkah-langkah dalam merespon azas moral dalam kehidupan manusia.
5.
Buku : Islam, Etika dan Kesehatan, karya Dr.Ahmad Watiq Pratiknyo,
yang memberikan resensi tentang sumbangan Islam dalam menghadapi
problematika kesehatan sesuai ajaran Islam.
6.
Buku : Membumikan
Al Qur’an , karya dr. Quraish shihab, mA,
memberikan rangsangan umat islam untuk memahami Al Qur’an seacara
utuh sebagai pelita hati.
Sebagai bahan refrensi, penulis mengambil / mengutip beberapa buku
rujuksn untuk penelitian khususnya kajian Tafsir Al Qur’an, seperti Tafsir ibnu
Katsir, Tafsir Al Misbah,dan Tafsir Al Azhar.
11
Dalam skripsi ini penulis akan menggambarkan tentang konsep dan
tahapan pendidikan akhlak sesuai dengan tuntunan Al Qur'an khususnya QS. Al
Hujurat ayat 2 , di mana sudah banyak para ahli tafsir mengkaji permasalahan
pendidikan akhlak terhadap anak-anaknya dalam keluarga yang kemudian
dikembangkan sesuai dengan perubahan zaman sekarang ini, sehingga dapat
diaktualisasikan dalam kehidupan berkeluarga sesuai dengan Al Qur'an.
Dengan memahami beberapa buku dan hasil skripsi yang ada
relevansinya dengan penulisan skripsi ini, misalnya dengan skripsi Saudara
Sarno ( IAIIG, 2008) yang mengupas tentang penidikan Anak, dalamsurat At
Tahrim ayat 6, kemudian skripsi saudara Ma’muron ( IAIIG 2008) yang
mengambil rujukan surat Lukman ayat 13- 19, sehingga secara substantive
sangat beda namun pada metodologinya hamper ada persamaan yang dekat, di
mana yang dapat penulis pahami begitu pentingnya konsep Al Qur'an tentang
pendidikan Akhlak bagi anak guna menciptakan generasi Islam yang berahlak
Al Qur'an. Untuk itu peran orang tua sangat dominan dan diutamakan agar
pendidikan Islam dapat diaktualisasikan secara mendalam dan mengakar pada
anak.
F. Matode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian yang akan penulis lakukan adalah penelitian deksriptif
(Descriptive research). Pada prakteknya, penulis tidak menggunakan semua
jenis penelitian deskriptif, tetapi penulis melakukan penelitian dengan
pendekatan penelitian analisis dokumen. Penelitian ini menurut Yatim
12
Rianto adalah penelitian yang dilakukan secara sistematis terhadap catatancatatan atau dokumen sebagai sumber data. 8
2. Sumber Data Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian yang penulis gunakan ialah deskriptif
analitik maka sumber data dari penelitian yang penulis lakukan adalah
dokumen. Dokumen dalam pandangan Lexy J.Moleong berarti setiap bahan
tertulis ataupun tidak tertulis, selain dari catatan/ record, yang tidak
dipersiapkan karena adanya permintaan penyidik. 9
Referensi sebagai data primer antara lain :
a. Al Quran dan Terjemahan, Baik yang ditahsis oleh Depag RI maupun
penerbit lain yang terstandar.
b. Tafsir Al Azhar
c. Tafsir Al Maraghi
d. Tafsir Al Mishbah
Referensi penunjang sebagai data Sekunder antara lain :
a. Wawasan Al Qur’an Karya Prof. Dr. HM. Qurais Syihab.
b. Membumikan Al Qur’an Karya Prof. HM. Quraiah Syihab.
c. Hermeneutik Agama karya Prof. Dr.
d. Etika Islam karya Drs. Sudarsono, SH.
3. Metode Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis penelitian dan sumber data yang tersedia maka
metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah metode
8
9
Dr. Suharsimi Arikunto. Metodologi Penelitian Sebuah Pendekatan. Garsindo :Jakarta hlm 19-21
Lexy J. Moelong. Metodologi Pendidikan Kualitatif. (Bandung, PT Remaja Rosdakarya,2004)
cet.XIV hlm 161
13
dokumentasi. Seperti yang dikatakan Yatim Riyanto metode dokumentasi
berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah
ada. 10
Cara ini penulis gunakan selain karena hal di atas juga karena cara/
metode ini mudah dilakukan sehingga dapat sebagai cara dalam
mengumpulkan data- data yang sesuai dengan apa yang penulis butuhkan.
4. Metode Analisis Data
Teknik analisis data yang penulis gunakan adalah content analysis
atau kajian isi. Kajian isi sendiri didefinisikan oleh Weber sebagai
metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk
menarik kesimpulan yang sahih dan sebuah buku atau dokumen. Data –data
mapu memberikan definisi sebagai tehnik apapun yang digunakan untuk
menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan
dilakukan secara objektif dan sistematis. 11
Adapun kerangka berfikir yang penulis gunakan dalam menganalisis
data adalah kerangka berfikir induktif, dan
deduktif, Metode induktif
penulis gunakan-untuk menyimpulkan sekian data yang telah terkumpul.
Dan bilamana terdapat data tunggal (tidak diperoleh data yang
sejenis atau data-data yang saling menguatkan) maka penulis dalam
menjelaskan permasalahan melakukannya secara deduktif. Artinya penulis
cukup dan satu data/pernyataan untuk menjelaskan banyak hal. Metode
deduktif juga penulis gunakan untuk menjelaskan kembali kesimpulan yang
10
11
Dr. Suharsimi Arikunto. Op.Cit. hlm 83
LexyJ. Moelong. Op.Cit. hal 163-164
14
diperoleh dan hasil induksi data. Sedangkan metode analisisnya penulis
gunakan sesaui deskrisi isi masing-masing kandungan ahli tafsir. Dari
analisis terhadap hasil induksi atau terhadap beberapa data yang ada. 12
Kemudian langkah-Iangkah anailisis yang penulis lakukan adalah:
a.
Pemrosesan
Satuan (unitizing) Dalam melakukan pemrosesan satuan ini
(Unitizing) penulis mengikuti tipologi dan penyusunan satuan dengan
teliti terhadap data-data yang penulis peroleh.
b.
Kategorisasi
Setelah proses unitizing maka langkah berikutnya adalah
proses kategorisasi dengan selalu mempertimbangkan fungsi, prinsip,
dan langkah-Iangkah kategorisasi secara sistematis.
c.
Penafsiran data
Langkah berikutnya seteiah melakukan kategorisasi adalah
proses penafsiran data. Dalam proses ini dilakukan proses umum
penafsiran data yang dilanjutkan dengan interogasi terhadap data-data
tersebut sehingga dapat memperoleh suatu kesimpulan.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Agar pemahaman skripsi ini lebih spesifik, terarah dan mudah difahami,
maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut :
12
LIHAT Lois O Kattdoff. Element of Philosophy (Pengantar Filsafat) terj.Drs Soejono
Soemaryono. (Yogya : Tiara Wacana, 1996) cet. VIII hlm 27-32
15
BAB I
:
Pendahuluan
Meliputi :Latar Belakang Masalah, Definisi Operasional,
Rumusan Masalah, Tujuan dan Mafaat Penelitian, kajian
pustaka, Metode Penelitian ,sistematika penulisan Skripsi.
BAB II
: Konsep Pendidikan Akhlak
Meliputi, Pengertian Pendidikan Akhlak dalam pendidikan
Islam, Ruang lingkup , materi, metode dan tujuan pendidikan
ahlak, Nilai-nilai Pendidikan Akhlak .
BAB
III
Deskripsi Surat Al Hujurat ayat 2 .
Berisikan tentang Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
surat Al
hujurat ayat 2, kandungan surat , Nilai dan tujuan. Kajian tafsir
surat Al Hujurat ayat 2, menurut Tafsir Al Azhar, Al Misbah
dan Al maroghi.
BAB IV
Analisis Kajian Surat Al Hujurat tentang Pendidikan Ahlak
berisikan
analisis dan pembahasanannya pendidikan Akhlak
dalam Al Qur'an, Analisis Nilai-nilai Akhlak Dalam Surat
Hujurat 2 Analisis Pendidikan Akhlak, menurut kajian tafsir.
BAB V
Penutup ; berisikan tentang kesimpulan, saran-saran dan Penutup
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
16
$pκš‰r'¯≈tƒ t⎦⎪Ï%©!$# (#θãΖtΒ#u™ Ÿω (#þθãèsùös? öΝä3s?≡uθô¹r& s−öθsù ÏNöθ|¹ Äc©É<¨Ψ9$# Ÿωuρ (#ρãyγøgrB …çμs9 ÉΑöθs)ø9$$Î/
Ìôγyfx. öΝà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 βr& xÝt7øtrB öΝä3è=≈yϑôãr& óΟçFΡr&uρ Ÿω tβρâßêô±s? ∩⊄∪ $pκš‰r'¯≈tƒ t⎦⎪Ï%©!$#
(#θãΖtΒ#u™ Ÿω (#þθãèsùös? öΝä3s?≡uθô¹r& s−öθsù ÏNöθ|¹ Äc©É<¨Ψ9$# Ÿωuρ (#ρãyγøgrB …çμs9 ÉΑöθs)ø9$$Î/ Ìôγyfx.
öΝà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 βr& xÝt7øtrB öΝä3è=≈yϑôãr& óΟçFΡr&uρ Ÿω tβρâßêô±s? ∩⊄∪ $pκš‰r'¯≈tƒ t⎦⎪Ï%©!$# (#θãΖtΒ#u™ Ÿω
17
(#þθãèsùös? öΝä3?s ≡uθô¹r& s−öθsù ÏNöθ|¹ Äc©É<¨Ψ9$# Ÿωuρ (#ρãyγøgrB …çμs9 ÉΑöθs)ø9$$Î/ Ìôγyfx. öΝà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9
βr& xÝt7øtrB öΝä3è=≈yϑôãr& óΟçFΡr&uρ Ÿω tβρâßêô±s? ∩⊄∪ $pκš‰r'¯≈tƒ t⎦⎪Ï%©!$# (#θãΖtΒ#u™ Ÿω (#þθãèsùös? öΝä3s?≡uθô¹r&
s−öθsù ÏNöθ|¹ Äc©É<¨Ψ9$# Ÿωuρ (#ρãyγøgrB …çμs9 ÉΑöθs)ø9$$Î/ Ìôγyfx. öΝà6ÅÒ÷èt/ CÙ÷èt7Ï9 βr& xÝt7øtrB öΝä3è=≈yϑôãr&
óΟçFΡr&uρ Ÿω tβρâßêô±s? ∩⊄∪
B A B II
KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan Ahlak
Menurut Sidi Gazalba yang di kutip oleh Chabib Thoha , Akhlak
adalah sesuatu yang bersifat abstrak ia ideal nilai bukan benda kongkrit,
bukan fakta. Bahkan menurutnya, Akhlak berarti nilai, yang tidak hanya
persoalan benar atau salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan
juga soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi
dan tidak disenangi. 1
Secara esensi, maka nilai itu tidak memiliki eksistensi, namun ada
dalam kenyataan. Nilai dapat dikatakan mmendasari sesuatu barang dan
bersifat tetap. Jika orang mengatakan ” Perdamaian merupakan sesuatu
yang bernilai”, maka ia memahami bahwa di dalam hakekat perdamaian
itu sendiri terdapat nilai yang mendasari.
Dan nilai juga dapat dipahami sebagai apa yang dapat memberi
manfaat, sesuatu yang lebih dari suatu ide, norma atau karya manusia yang
dapat direalisasikan dan dikembangkan di kehidupan sehari-hari, sehingga
menjadi realitas kehidupan manusia, baik dalam aspek sosial, agama,
budaya dan lainnya.
Sangatlah jarang mendapatkan pengertian akhlak secara sempurna,
kebanyakan penulis mendefinisikan pendidikan akhlak mulai dari
1
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Yogyakarta,Pustaka Pelajar, 1996), hlm.61
13
pengertian pendidikan dahulu, kemudian pengertian akhlak. Dari kedua
pengertian tersebut kemudian dikombinasikan sehingga akan ditemukan
pengertian pendidikan ahlak.
Secara etiomologis pendidikan berasal dari kata dasar didik yang
berarti memelihara dan memberi latihan ( ajaran, tuntunan, pimpinan ).
Sedangkan secara terminologi pengertian pendidikan adalah proses
bimbingan dari si pendidik kepada si terdidik, menuju ke arah
pendewasaan. Kata dewasa mempunyai arti bahwa si terdidik mampu
mengetahui siapa dirinya dan apa yang diperbuat, baik atau buruk dan
dapatdi
pertanggungjawabkan
keadaannya
serta
segala
perbuatannya. 2 Sedangkan pengertian pendidikan juga dikemukakan oleh
ahmadi, yang menyatakan bahwa pendidikan ialah tindakan yang
dilakukan secara sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan
fitrah secara potensi ( sumber daya ) insani menuju terbentuknya manusia
seutuhnya. 3 Sedangkan definisi pndidikan menurut beberapa pendapat
diantaranya :
a. Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani
dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 4
b. Pendidikan adalah proses untuk mempersiapkan anak-anak untuk hidup
di dalam masyarakat yang disebut sosialisasi, dan setiap kebudayaan
2
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan teoritis dan Praktis, ( Bandung PT. Remaja Rosdakarya,
2000 ).hlm.14.
3
Ahmadi, Islam sebagai Paradigma ilmu Pendidikan ( Yogyakarta, Aditya Media 1992),hlm.16
4
D. Marimba, Pengantar Filsafat pendidikan Islam ( Bandung Al Ma’arif, 1989), hlm. 19
14
mmpunyai
beberapa
rencana
yang
sesuai
dengan
agamnya,
ahlak,ekonomi dan nilai-nilai lain untuk memenuhi tujuan itu. 5
c. Sedangkan mengutip pandangan Frederc J. Mc. Donald
dalam
marimba menyebutkan :Pendidikan dalam pengertian yang digunakan
disini adalah sebuah proses atau aktifitas yang menunjukan pada proses
perubahan yang diinginkan dalam tingkah laku.
Dari definisi pendidikan di atas, dapat di ambil pemahaman
bahwa yang dimaksud dengan pendidikan adalah segala usaha yang
dilakukan secara sadar oleh orang yang bertanggung jawab untuk
membawa anak atau peserta didik ke tingkat kedewasaan dalam rangka
mewujudkan kepribadian yang mampu bertanggung jawab secara moral
atas segala perbuatannya. Dan pendidikan merupakan proses perubahan
atau pengembangan diri anak dalam segala aspek kehidupan, sehingga
terbentuklah suatu kepribadian yang utuh ( insan kamil ) baik sebagai
makhluk sosial, maupun sebagai mahluk individu, sehingga dapat
beradaptasi dan hidup dalam masyarakat luas dengan baik, termasuk
bertanggung jawab kepada diri sendiri, orang lain dan Tuhannya. 6
Perkataan akhlak dalam bahas Indonesia, berasal dari bahasa Arab
akhlaq, bentuk jamak dari khuluq atau al khulk, yang secara etimologis
berati budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Dalam kepustakaan,
ahlak diartikan juga sikap yang melahirkan perbuatan ( perilaku, tingkah
5
Charles E. Skinner, Esentials of educational Psychology, ( Tokyo, Maruzen Company, LTD,
1958) , hlm.3
6
Sugarda Purbakawatja dan harahap, Ensiklopedi Pendidikan ( Jakarta, Gunung Agung, 1982)
hlm.257.
15
laku ) mungkin baik, mungkin buruk. 7 Sedangkan definisi ahlak menurut
beberapa pendapat adalah :
a. Ahlak menurut Imam Al Ghazali :
Ahlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia,
yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa melalui
proses pemikiran dan pertimbangan. Jika keadaan itu menimbulkan
perbuatan-perbuatan yang indah dan terpuji menurut akal dan syara,
maka keadaan tersebut dinamakan ahlak yang baik, dan jika
menimbulkan perbuatan-perbuatan yang jelek maka dinamakan ahlak
yang buruk. 8
b. Menurut Asmaran As.
Menyatakan bahwa pada hakekatnya khulk ( budi pekerti ) atau
akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan
menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam
perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa di buat-buat dan tanpa
memerlukan pemikiran. Apabila dari tadi timbul kelakuan yang baik
dan terpuji menurut pandangan syariat dan akal pikiran, maka ia
dinamakan budi pekerti mulia dan sebaliknya apabila yang lahir
kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi pekerti yang tercela. 9
c. Menurut Zainudin yang menyimpulkan pendapat al ghazali, setidaknya
ahlak itu, harus mencakup dua syarat :
1) Perbuatan itu harus
konstan, yaitu dilakukan berulangkali,
kontinyu dalam bentuk yang sama, sehingga dapat menjadi
kebiasaan ( habit forming ).
2) Perbuatan yang konstan itu harus tumbuh dengan mudah sebagai
wujud refleksi dari jiwanya, tanpa pertimbangan dan pemikiran,
yakni bukan karena adanya tekanan-tekanan, paksaan-paksaan dari
orang lain, atau pengaruh-pengaruh dan bujukan-bujukan yang
indah dan sebagainya. 10
d. Sedangkan Menurut Elizabeth B. Hurlock, dalam Asmaran As :Tingkah
laku ( moral ) dikontrol oleh konsep-konsep moral, peraturan-peraturan
7
Ali Muhamad Daud, Pendidikan Agama Islam ( Jakarta .Raja Grafindo Persada,2002) hlm.346
Imam Al ghazali, Ihya Ulummadin Juz III ( Al Arobiyah Isa Al babi al Halabi tt ). hlm.58
9
Asmaran, As. Pengantar Studi Ahlak, ( Jakarta PT. Raja Grafindo Persada,1994), Cet.III, hlm.3
10
Zaunudin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al ghazali ( Jakarta, Bumi Aksara,tt ) hlm.102.
8
16
tindakan ( tingkah laku ) dan anggota dari kebiasaan dan menentukan
pola-pola tingkah laku yang diharapkan dari anggota suatu kelompok.
Dari keempat definisi yang di kutip di atas, sepakat menyatakan
bahwa akhlak atau khuluk itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
manusia. Sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana
diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih
dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. 11 Ukuran akhlak
bukanlah dari segi lahiriyah saja, tetapi yang lebih penting adalah dari
segi batiniyah, yakni dorongan hati, Apabila kehendak jiwa itu
melakukan perbuatan atau kebiasaan jelek maka di sebut akhlak tercela
dan sebaliknya.
Disamping istilah ahlak, juga dikenal istilah etika dan moral.
Menurut etimologi etika berasal dari bahasa yunani, Ethos yang berarti
watak atau adat. Adapun etika dari segi stilah telah dikemukana oleh
para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda, sesuai dengan sudut
pandangnya. Ahmad Amin misalnya mengartikan etika adalah ilmu
yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang harus
dilakukan oleh manusia. Menyatakan tujuan yang harus dituju oleh
manusia, di dalam perbuatan yang menunjukan jalan untuk melakukan
apa yang seharusnya diperbuat. 12
11
Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Ahlak, ( Surabaya, Bina Ilmu,1990) hlm. 16
Ahmad Amin, Etika ( Ilmu Akhlak ), terjemah KH. Farid Ma’ruf dari judul asli Al ahlak,
( Jakarta, Bulan Bintang, 1983 ) Cet.III, hlm. 3
12
17
Selanjutnya Soegarda Poerbakawatja, mengartikan etika sebagai
filsafat nilai, kesusilaan, tentang baik buruk, serta usaha mempelajarai
nilai-nilai dan juga merupakan tentang nilai-nilai itu sendiri. 13
Adapun moral berasal dari bahasa latin mores, jamak kata mos berarti
dapat kebiasaan. Sedangkan menurut istilah moal adalah istilah yang
digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah,
baik dan buruk. 14
Jadi sangat jelas bahwa etika lebih bersifat teoritis, dimana etika
hanya berbicara mengenai nilai perbuatan baik dan buruknya manusia
dengan tolok ukur akal pikiran. Sedangkan moral adalah bersifat
praktis. Moral hanya berbicara mengenai norma-norma yang sudah
terjadi di masyarakat. Dapat dikatakan etika menjelaskan ukuran
sedangkan moral menyatakan ukuran itu.
Ketiga kata tersebut diatas ( Ahlak, etika dan moral ), secara
harfiyah tidak ada perbedaan, di mana ketiganya mempunyai arti yang
sama tentang baik dan buruk, di samping sumber asalnya juga berasal
dari bahasa yang berbeda.
Untuk
membahas
kajian
skripsi
ini,
penulis
memilih
penggolongan yang didasarkan macam-macam ahlak dalam pendidikan
Islam. Yakni :
a)
13
14
Akhlak Dlarury
Sugarda, op cit, hlm. 82
M. Daud ali, Op Cit, hlm. 353.
18
Akhlak dlarury adalah akhlak yang asli, dalam arti akhlak
tersebut sudah secara otomatis yang merupakan pemberian dari
tuhan secara langsung. Oleh karena itu akhlak ini tanpa
memerlukan latihan kebiasaan atu didikan. Ahlak Dlarury ini
hanya di miliki oleh manusia-manusia pilihan tuhan di mana
keadaannya terpelihara dari perbuatan – perbuatan maksiat dan
juga terjaga dari melanggar perintah tuhan. Tentunya manusiamanusia tersebut adalah para Nabi dan Rasul.
b)
Akhlak Muhtasaby.
Akhlak Muhtasaby adalah merupakan akhlak atau budi
pekerti yang harus dicari dan diusahaklan dengan jalan melatih,
mendidik dan membiasakan. 15
Setelah mengetahui masing-masing dari pengertian pendidikan
dan akhlak, maka selanjutnya akan dijelaskan mengenai pengertian dari
pendidikan akhlak. Jadi Pendidikan ahlak adalah suatu usaha,
bimbingan, pengenalan nilai-nilai ajaran agama Islam yang dijadikan
sebagai pedoman, dasar dalam bertindak atau bertingkah laku yang
harus dimiliki dan dibiasakan oleh setiap manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Agar memiliki kehendak jiwa yang bisa mengembangkan
perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk.
Perumusan istilah pendidikan akhlak di atas pada prinsipnya
mempunyai dimensi dasar tentang disiplin ilmu yang mempelajari
15
M. Zain Yusuf. Ahlak Tasawuf ( Semarang Nawa Kartika, 1993 ) hlm. 20.
19
tentang baik danburuk dengan memperhatikan amal dan perbuatan
manusia, sejauh mana yang diketahui oleh akal pikiran. Dimensi yang
demikian tidak sepenuhnya salah, karena dataran baik dan buruk
merupakan dimensi akhlak dalam batasan kemanusiaan. Dalam Islam
ahlak selain berdimensi horisontal juga akhlak kepada Allah SWT.
Tolok ukur yang dipakai adalah benar sesuatu yang tidak benar ,
betapapun performance nya simpatik, rasa sosialnya menakjubkan, ia
dengan serta merta akan jatuh tanpa nilai. Berbicara mengenai Akhlak
tidak akan lepas dengan syakhsiyatul Muslim ( kepribadian Muslim )
yang pembentukannya iman, Islam dan Ihsan.
Pendidikan ahlak berkaitan erat dengan pendidikan keimanan,
tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam
pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
pendidikan keimanan. Seseorang yang baik imannya, maka akan pula
baik pula akhlaknya. Karena tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah
mendidik jiwa dan akhlak. 16 Dari pengertian tersebut dapat dikatakan
bahwa iman adalah sebagai konsep dasar, sedangkan akhlak sebagai
aplikasi dari konsep dalam hubungannya dengan sikap dan perilaku
sehari-hari.
2. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Aspek Akhlak dalam agama Islam ialah suatu ilmu yang di
dalamnya mempelajari tingkah laku manusia, atau sikap hidup manusia
16
Maimunah Hasan. Rumah Tangga Muslim ( Yogyakarta, Bintang Cemerlang,2000) hlm.164.
20
dalam pergaulan hidup. Yakni meliputi hubungan dengan Allah dan
dengan sesama makhluk. Dengan ajaran akhlak merupakan indikator kuat
bahwa prinsi-prinsip ajaran Islam sudah mencakup semua aspek dan segi
kehidupan manusia lahir maupun batin dan mencakup semua bentuk
komunikasi vertilkal dan horisontal. 17
Pendidikan dalam rangka pembinaan akhlak menyangkut nilainilai keutamaan dan dalam konsepsi yang lebih disempurnakan dengan
nilai-nilai akhlakul karimah. Dan nilai-nilai kebajikan itu bersifat universal
yang dapat digunakan dalam pembinaan akhlak setiap individu tanpa batas
cakupan waktu dan wilayah. 18
Secara umum menurut al-Ghazali, akhlak dapat dibagi dua, yakni
akhlak yang baik (al-mahmudah) dan akhlak buruk (al-Madzmumah).
Akhlak yang baik adalah yang serasi dengan akan dan syari'at, sedangkan
akhlak yang buruk adalah akhlak yang bertentangan dengan akal pikiran
dan agama (syariat). 19
Muhammad Abdullah Dar membagi akhlak kepada lima hal:
a. Akhlak
pribadi
(al-Akhlaq
al-Fardiyah).
Terdiri
dan
yang
diperintahkan (al-Awamir), yang dilarang (al-Nuhi), yang dibolehkan
(al-Mubahat) dan akhlak dalam keadaan darurat). (al-Mukhalafah bi
al-Idhthira)
17
Zuhairini et al. filsafah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hlm. 51
Sudarsono, op.cit., hlm. 151-152
19
Zainuddin, dkk., op.cit., hlm. 103
18
21
b. Akhlak berkeluarga (al-Akhluk al-Usariyah). Terdiri dari kewajiban
timbal balik orang tua dan anak, kewajiban suami isteri dan kewajiban
terhadap karib kerabat.
c. Akhlak bermasyarakat (al-Akhlak al-Ijtima’iyyah) terdiri dari yang
dilarang (al-Muhzurat), yang diperintahkan (al-Awamir) dan kaidahkaidah adab (Quwaid al-adab).
d. Akhlak bernegara (akhlak al-daulah). Terdiri dari huhungan antara
pemimpin dan rakyat, serta hubungan luar negeri.
e. Akhlak beragama (al-akhlak al-diniyyah) yaitu kewajiban kepada
Allah SWT. 20
Diantara kewajiban (akhlak) manusia dalam rangka pelaksanaan
taqwa antara lain :
a. Akhlak kepada Khalik
Manusia selalu berinteraksi dengan pihak di luarnya. Ketika
akhlak dimanifestasikan ke dalam dataran aplikasi. Maka akhlak
terkait kepada siapa saja ditujukan. Seperti akhlak kepada Allah SWT
merupakan suatu pembuktian terhadap iman kepada-Nya. Takwa
merupakan kata yang tepat sebagai bukti taat kepada Allah SWT
dengan cara tunduk kepada peraturan-peraturan akhlak dan berbuat
menurut peraturamiya, kurena Allah SWT pencipta alam ini. Allah
perintah yang bisa mengantarkan pada kebahagiaan dan mencegah apa
yang menarik kesengsaraan. Peraturan-peraturan akhlak itu adalah
20
H. yunahar Ilyas. Kuliah Akhlak. (Yogyakarta : LPPT, 2004), hlm. 5
22
perintah-perintah Allah SWT,niscaya akan timbul perbuatan-perbuatan
dengan kekuatan yang menjadi lebih banyak gunanya. 21 Bentuk-bcntuk
lainnya seperti ikhlas, raja', syukur, taubat, dan sebagainya.
Bahwa kepatuhan manusia berarti kesetiaan dan mau mentaati
peraturan. Jiwa kepatuhan pada peraturan terbentuk dari dua unsur
yaitu kepekaan untuk taat pada peraturan, dan kepekaan untuk
merasakan adanya tuntutan moral. peran pendidikan akhlak adalah
mengembangkan dua kepckaan ini agar jiwa menjadi patuh kepada
peraturan. Menjadi tugas para pendidik untuk menanamkan akhlak
pada anak didik untuk patuh pada aturan.
b. Akhlak terhadap diri sendiri
Kewajiban kedua dalam rangka pelaksanaan takwa adalah
kewajiban terhadap diri sendiri, menjaga dan memelihara diri, agar
tidak melakukan sesuatu yang dilarang Allah. Misalnya mencari rizki
dengan berjudi, meminum minuman keras dan perbuatan-perbuatan
lain yang mcrendahkan martabat manusia sebagai makhluk yang
dimuliakan Allah,
c. Akhlak terhadap masyarakat
Kewajiban
terhadap
masyarakat
merupakan
salah
satu
dimensi pelaksanaan taqwa. Kewajiban ini dimulai dan kewajiban
21
Ahmad Amin. Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta : Bulan Bintang, 1988), hlm. 198
23
terhadap keluarga, terhadap tetangga, dan masyarakat luas termasuk
kewajiban tcrhadap negara.
d. Akhlak terhadap lingkungan hidup
Secara umum kewajiban tcrhadap lingkungan hidup dapat
disimbolkan dalam al-Qur'an yang menggambarkan kerusakan yang
telah terjadi di daratan dan di lautan karcna ulah manusia yang tidak
mensyukuri nikmat Allah. Maka wajib meinelihara kelestarian
lingkungan hidup. 22
Konsekuensi dari empat pemeliharaan hubungan dalam rangka
ketakwaan tersebut adalah bahwa manusia harsu selalu menumbuhkan
dan mengembangkan empat kesadaran tanggung jawab yaitu
tangggung jawab kepada Allah, kcpada hati nurani sendiri, kepada
manusia lain dan untuk memelihara kekayaan alam ciptaan Allah.
Demikian Ajaran Islam yang selalu memelihara empat jalur
hubungan dengan baik. Dan mampu memepertanggungjawabkan
perbuatannya. Sehingga orang yang takwa adalah orang yang
senantiasa memenuhi kewajiban dalam rangka melaksanakan perintah
Allah.
Adapun materi pendidikan akhlak yang harus diajarkan
sebagaimana akhlak-akhlak mulia yang diperintahkan oleh Rasullullah
Beliau dalam kehidupan sehari-hari di antaranya :
1) Jujur
22
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Grafmdo Persada, 2000), hlm. 377.
24
Sifat jujur termasuk salah satu akhlak mulai yang
menunjukkan iman seseorang. Lawan dari jujur adalah dusta.
Sesungguhnya mendidik masyarakat terutama dalam keluarga
menuntut adanya latihan bagi masing-masing untuk jujur dalam
setiap ucapan dan perbuatan. Wajib bagi orang tua, pendidik unluk
memberi contoh masalah ini dan mengajaarkannya sejak kecil.
Firman Allah Swt :
|=÷ƒu‘ Ÿω Ïπyϑ≈uŠÉ)ø9$# ÏΘöθtƒ 4’n<Î) öΝä3¨Ψyèyϑôfu‹s9 4 uθèδ ωÎ) tμ≈s9Î) Iω ª!$#
∩∇∠∪ $ZVƒÏ‰tn «!$# z⎯ÏΒ ä−y‰ô¹r& ô⎯tΒuρ 3 ÏμŠÏù
Tuhan (yang berhak disembah) selam Dia. Sesungguhnya Dia akan
mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada kcraguan
tcrjadinya. Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(Nya)
dan pada Allah" (QS. an-Nisa': 87)
2) Amanah
Sifat amanah merupakan perkara penting. Sifat ini dijadikan
tanda adanya iman di dalam diri seseorang dan sebaliknya tanda
orang munafik tidak adanya sifat amanah. Wajib melatih diri dan
anak-anak untuk bersifat amanah dan menghindari sifat khianat
beserta akibat yang akan ditimbulkannya. Sehingga terjagalah hakhak manusia dan harta bendanya. 23
3) Sabar
Sabar artinya tahan menderita, tabah, sikap menerima dan
tenang. Sabar merupakan akhlak mahmudah baik di saat sedang
23
Majalah as-Sunnah, “Mendidik Anak Dengan Akhlak” Edisi 03/th VI/1423 H/2002, hlm.59
25
mengalami
bahagia
maupun
menderita.
Sehingga
manusia
terhindar dari hawa nafsunya.
4) Malu (al-Haya')
Seorang muslim seyogyanya menjauhkan diri dari hal-hal
yang tidak baik dan meinpunyai sifat main, karcna main itu
sebagian dari iman. Sifat main merupakan salah satu unsur
pendorong yang kuat bagi seseorang untuk berkelakuan baik dan
menjauhi yang buruk. Begitulah diantara point penting yang perlu
diperhatikan untuk mewujudkan generasi Islam yang senantiasa
mendapat bimbingan al-Quran dan as-Sunnah. Bahwa sifat-sifat di
atas merupakan materi yang harus diajarkan kopada anak-anak
dalam pcndldikan akhlak agar mcnjadi anak-anak yang solch dan
solehah, schingga sasaran pcndldikan agama islam dapat tcrcapai.
3. Dasar Pendidikan Akhlak
Agama Islam adalah agama yang universal. Yang mengajarkan
kepada umat manusia berbagai aspek kehidupan, baik dunia maupun
ukhrowi. Salah satu di antara ajaran Islam adalah mewajibkan kepada
umat Islam untuk belajar Akhlak. Karena menurut ajaran Islam, belajar
Akhlak juga merupakan kebutuhan hidup manusia, yang mutlak yang
harus dipenuhi, demi mencapai kesejahteraan dan kebahagiaaan dunia dan
akherat. 24
24
Zuharini, Filsafat Pendidikan Islam ( Jakarta, Bumi Aksara, 1991). Hlm. 98
26
Adapun suatu bidang ilmu pengetahuan yang paling banyak
mendapat perhatian, pengkajian dan penelitian oleh Al Ghazali adalah
lapangan ilmu akhlak, karena selaku berkaitan dengan perilaku manusia.
Disamping sebagai pendorong tercapainya
tujuan dalam pendidikan
Islam, Aspek akhlak sebahai roh atau jiwa pendidikan Islam. Dalam
penjelasannya jelas membutuhkan dasar yang kokoh sebagai pijakan yang
dapat mengantarkan pada tercapainya tujuan yang dicita-citakan. Untuk itu
ada bebarapa hal yang menjadi landasan dalam Aspek akhlak ,yakni :
a. Landasan Al Qur’an dan Al Hadits
Landasan
ahlak adalah Al Qur’an dan al Hadits, yang
merupakan dasar pokok ajaran Islam. Al Qur’an memberi petunjuk
kepada
jalan
yang
benar,
mengarahkan
kepada
pencapaian
kesejahateraan hidup, baik di dunia maupun di akherat.
Sebagaimana dalam Al Qur’an, seperti :
∩⊆∪ 5ΟŠÏàtã @,è=äz 4’n?yès9 y7¯ΡÎ)uρ
Artinya : sesungguhnya kamu benar-benar budi pekerti yang agung. 25
Berdasarkan dalam Tafsir Al Maroghi, dijelaskan, sesungguhnya
norma yang tertinggi dan teladan yang baik telah berada di kalian,
seandainya
kalian
menghendakinya,
yakni
hendaknya
kalian
mencontoh Rasulullah SAW, di dalam amal perbuatannya, dan
hendaknya kalian berjalan sesuai dengan petunjuknya, seandainya
kalian benar-benar menghendaki pahala dari Allah serta takut akan
25
Depag RI, Al Qur’an dan terjemah ( edisi terbaru 2007) Toha Putra Semarang, hlm. 960.
27
azab Nya di hari yang mana semua orang memikirkan dirinya sendiri
dan pelindung serta penolong ditiadakan, kecuali hanya perbuatan baik
yang pernah dikerjakan sewaktu masih di dunia ( pada hari kiamat).
Hanya orang-orang yang selalu ingat dengan
ingatan yang
banyak, maka sesungguhnya ingat kepada Allah itu seharusnya
membimbing kamu untuk taat kepadanya dan mencontoh perbuatanperbuatan Rasul Nya. 26 Sebagai panutan umat, Rasululloh telah
dibekali akhlak yang agung dan tinggi.
b. Kepribadian Rasululloh yang sangat mulia dan beliau patut dicontoh
dalam segala bidang, terutama dalam masalah akhlak beliau. Bahkan
diperkuat dalam hadits Nabi SAW, yang artinya :Dari Abu Hurairah
berkata : Rasulullah SAW, bersabda, Sesungguhnya aku di utus untuk
memperbaiki akhlak ( HR. Ahmad ). 27
Misi kerasulan menunjukan akan pentingnya akhlak. Juga dapat
diambil sebuah hikmah bahwa penyempurnaan akhlak memerlukan
bimbingan, pengarahan dan contoh. Hal ini dapat diperankan oleh Nabi
dengan baik. Artinya untuk menyempurnakan akhlak yang baik dan
menunjukan bahwa ahlak tidak dapat berubah dengan sendirinya tanpa
adanya bimbingan, arahan dan teladan.
26
Mustafa Al Maroghi, Tafsir Al Maroghi. Terj.K. Anshori Umar Sitanggal, et al ( Semarang CV.
Toha putra , 1998) Juz.VIII, hlm. 504.
27
Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hambal, Juz II ( Beirut, Dar al Kutub, al ilmiyah,
1993 ), hlm. 504.
28
4. Tujuan Pendidikan Akhlak
Bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah agar setiap orang berbudi
pekerti ( berakhlak ), bertingkah laku ( tabiat ), berperangai adar beradat
istiadat yang baik yang sesuai dengan syariat Islam. 28
Mengacu pada tujuan pendidikan tersebut dapat diketahui bahwa
jiwa dari pendidikan Islam adalah pendidikan akhlak, yang bertujuan
menciptakan manusia sebagai makhluk yang tertinggi, memiliki amal dan
tingkah laku yang baik terhadap sesame manusia, sesama makhluk,
maupun terhadap Tuhannya untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akherat.
5. Urgensi Pendidikan Akhlak.
Pendidikan akhlak merupakan salah satu hak anak sesuai dengan
apa yang diperintahkan Rasulullah SAW, bahwa di antara hak anak
terhadap ayah adalah mendapatkan pendidikan yang baik. Akhlak anak
sangat dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia hidup, khususnya di masa
awal pendidikan dan pembinaan anak dalam keluarga. Pada mulanya anak
mendapatkan pengaruh dari orang disekitarnya, yakni ayah, ibu dan
seluruh anggota keluarga.
Pendidikan merupakan suatu usaha investasi manusia yang
sangat berharga bagi pembinaan dan kelangsungan bangsa dan Negara.
Pendidikan sesungguhnya merupakan pembimbitan generasi penerus yakni
persemaian tunas bangsa yang pada waktunya akan ditebarkan dalam
28
M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, ( Jakarta Bulan Bintang, 1992) hlm. 14.
29
masyarakat sebagai pemegang tongkat tanggung jawab dalam membangun
bangsa dan Negara. Pendidikan ialah bagian terpenting dalam kehidupan
yang harus ditangani dan menjadi tanggung jawab bersama, baik
pemerintah maupun swasta, pajabat maupun rakyat, masyarakat maupun
orang tua.
Dalam Al Qur’an Surat Az Zumar ayat : 9, Firman Allah Swt;
∩®∪ É=≈t7ø9F{$# (#θä9'ρé& ã©.x‹tGtƒ $yϑ¯ΡÎ) 3 tβθßϑn=ôètƒ Ÿω t⎦⎪Ï%©!$#uρ tβθçΗs>ôètƒ t⎦⎪Ï%©!$# “ÈθtGó¡o„ ö≅yδ ôö≅è%
Artinya :
“ Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
mengetahui. Bahwasanya orang yang ingat adalah orang-orang
yang berakal ( QS. As Zumar: 9 ). 29
Terkait dengan hal tersebut, aspek pendidikan akhlak atau
pmbentukan akhlak menempati urutan yang sangat diutamakan dalam
pendidikan, bahkan harus menjadi tujuan prioritas yang harus di capai. Hal
ini karena dalam dinamika kehidupan akhlak merupakan cermin dari
keadaan jiwa dan sekaligus gerak gerik, perilaku atau tindakan manusia,
karena memang tak seorangpun yang manusia dapat terlepas dari pada
akhlak. Sehingga manusia akan di nilai berakhlak mulia sekiranya jiwa
dan tindakannya menunjukan kepada hal-hal yang baik, yang dipandang
mulia. Demikian pula manusia akan di nilai berakhlak rendah atau buruk
sekiranya jiwa dan tindakannya menunjukan kepada perbuatan-perbuatan
yang di pandang tercela. 30 Agama merupakan pedoman dan pegangan
dalam hidup manusia, karena manusia dididik atau di bina sejak kecil
29
30
Depag RI, op Cit. hlm. 747.
M. Zain Yusuf, op Cit, hlm. 22
30
hingga dewasa, kemudian setiap individu berhasil dibimbing oleh agama,
apabila dalam hidupnya tercermin nilai-nilai agama. Agama adalah tempat
penolong orang yang susah. Hal ini dikarenakan agama sebagai
penyeimbang kehidupan dunia dan akherat, baik lahir maupun batin.
Sedangkan dengan penghayatan agama, seseorang akan menemukan
kebahagiaan yang damai dan sejahtera.
Sebagai landasan hidup, Akhlak harus di tanamkan mulai sejak dini
pada diri anak-anak, tanpa disadari akan menjadi bagian dari unsure-unsur
kepribadian Anak yang sudah tertanam nilai-nilai Islam tersebut, secara
langsung akan dapat mengndalikan keinginan-keinginan atau dorongandorongan yang timbul dalam dirinya. Karena keyakinan akan agama
merupakan modal yang dapat mengatur sikap dan tingkah laku seseorang
secara otomatis dari dalam, sekalipun dia hidup dalam serba modern
sekalipun. Tanggung jawab ini maksudnya adalah bahwa pendidikan dan
pembinaan mengenai dasar-dasar moral ( Akhlak ) dan keutamaan
perangai, tabiat yang harus di milikii anak sejak masih kecil, hingga ia
dewasa atau mukallaf.
Menurut Al Ghazali, melatih anak berakhlak yang baik pada dasarnya
adalah tanggung jawab orang tua mereka, pendapat ini ia diperkuat dengan
mengutip ayat Al Qur’an yang artinya : Hai orang-orang yang beriman
selamatkan diri dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu “. Melatih anak untuk berakhlak baik adalah
kewajiban yang mengikat orang tua. Mendidik dan melatih serta mengajari
31
akhlak yang baik mencegah berteman dengan orang-orang atau anak-anak
jahat, tidak membiasakan memanjakannya, dan tidak menyediakan
perhiasaan atau sarana untuk kenyamanan hidup yang disukai, kalau tidak
demikian, anak itu jika bertambah usianya akan menghabiskan waktunya
mencari kesenangan tersebut dan oleh sebab itu akan rusaklah jiwanya
sepanjang masa. 31
Ada beberapa kewajiban keluarga terutama orang tua dalam memberikan
pendidikan akhlak kepada anak, yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
Memberi contoh yang baik bagi anak-anaknya dalam berpegang teguh
pada akhlak yang mulia.
Menyediakan peluang-peluang dan suasana praktis di mana mereka
dapat mempraktekan akhlak yang diterima dari orang tuannya.
Memberi tanggung jawab yang sesuai kepada anak-anaknya supaya
mereka merasa bebas memilih dalam tindak tanduknya.
Menunjukan bahwa keluarga selalu mengawasi mereka dengan sadar
dan bijaksana.
Menjaga mereka dari teman-temannya yang nyeleweng dari tempattempat kerusakan, dan lain-lain lagi cara di mana keluarga dapat
mendidik akhlak anak-anaknya. 32
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa akhlak adalah
implementasi dari iman dalam segala bentuk perilakunya. Pendidikan dan
pembinaan akhlak anak dalam keluarga dilaksanakan dengan contoh dan
teladan dari orang tua. Contoh yang terdapat pada perilaku dan sopan santun
orang tua terhadap anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap
orang lain di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. 33
Akhlak harus mampu menjadi alternative bagi masyarakat dalam
menghadapi berbagai krisis multi dimensial. Melalui upaya aktualisasi nilai31
Muh. Abdul Qasem, Etika al Ghazali, ( Bandung, Pustaka,1975), hlm.103
Hasan langgulung, Manusia dan Pendidikan, ( Jakarta, Husna Zikra, 1995 ) hlm. 374-375.
33
A.Tafsir, dkk, op cit, hlm. 116.
32
32
nilai pendidikan Akhlak, di harapkan akan melahirkan kesadaran dari dalam
untuk merealisasikan nilai-nilai pendidikan Islam itu.
6. Metode Pendidikan Akhlak
Metode-metode pendidikan yang secara garis besar
ditemukan
dalam Al-Quran sebagai bukti ketinggian dan keagungan serta
keistimewaannya menuntut pengamalan yang sungguh-sungguh kepada
pendidik muslim dalam melaksanakan kewajiban edukatifnya, sehingga
dapat mencapai tujuan pendidikan demi kejayaan Islam.
Beberapa metode pendidikan akhlak yang diajarkan oleh Islam
antara lain : melalui : Pendidikan akhlak secara langsung yaitu cara-cara
tertentu yang ditunjukkan langsung kepada pembentukan kepribadian
(akhlak) melalui pembiasaan, yaitu :
1) Teladan
Tingkah laku perbuatan Rasulullah mcrupakan suatu contoh yang baik.
Pribadinya adalah al-Qur'an, beliau merupakan teladan universal bagi
seluruh manusia dan seluruh generasi.
∩⊇⊃∠∪ š⎥⎫Ïϑn=≈yèù=Ïj9 ZπtΗôqy‘ ωÎ) š≈oΨù=y™ö‘r& !$tΒuρ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta” (QS. Al Anbiya’ : 107)
Beliau seorang pendidik yang memberi petunjuk kepada
manusia, cahaya itu mengalir kedalam hati dan ke dalam alam yang
menerangi jalan manusia sampai pada lujuan hidupnya. 34
34
Muhhamad Qutb, Sistem Pendidikan Islam. terj. Salman Harun. (Bandung Al Ma’arif, 1984).
hlm. 326.
33
∩⊆∉∪ #ZÏΨ•Β %[`#uÅ ρu ⎯ÏμÏΡøŒÎ*Î/ «!$# ’n<Î) $·ŠÏã#yŠuρ
"dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya
dan untuk jadi cahaya yang menerangi." (QS. al-Ahzab : 46)
2) Kebersamaan
dalam sikap dan pembentukan kepribadian bagi
terwujudnya seseorang untuk berakhlak mulia (akhlak al-mahmudah)
dan mengeliminasi akhlak tercela (akhlak al-madzmumah) sebagai
manifestasi akidahnya dalam perilaku hidup seseorang dalam berakhlak
kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, kepada diri sendiri, kepada sesama
manusia, dan kepada alam serta makhluk lain.
Berdasarkan beberapa metode yang biasa diperankan dalam
mengarahkan pada sistem nilai, yang menjadi nilai tersebut, memiliki
pemaknaan nilai dan konsepsi abstrak yang didasarkan pada pengalaman
empiris.
Noeng Muhajir berpendapat bahwa ditinjau dari hirarki tata nilai,
maka sumber nilai dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Nilai-nilai Ilahiyah yang terdiri dari nilai ubudiyah dan nilai
mu’amalah.
b. Nilai-nilai insaniyah yang terdiri dari nilai rasional, nilai sosial, nilai
individual, nilai biofisik, nilai ekonomik, nilai politik dan nilai
aestetik. 35
35
Ibid., hlm. 65.
34
Sedangkan untuk sumber nilai insaniyah dan alamiah yang muncul
dari pikiran, adat istiadat dan faktor lainnya, menurut an-Nahlawi, ”hanya
boleh digunakan jika tidak bertentangan dan menyimpang dari nilai
llahiyah.” 36 Hal ini merujuk pada perintah Allah agar mengikuti jalan-Nya
yang lurus dan larangan mengikuti jalan lain yang mencerai-beraikan
manusia dari jalan-Nya yang lurus. (QS. 6 : 153) 37
Menurut Endang Saefuddin Anshari, Islam ditinjau dari sisi materi
pendidikan Islam dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu :
a. Aqidah
b. Syari’ah
c. Akhlak. 38
Hal ini diperkuat oleh pendapat Munir Mulkhan bahwa Islam
secara dimensif ada yang berkaitan dengan iman atau aqidah dan ada yang
berkaitan aspek ibadah, akhlak dan mu’amalah. 39
Dari berbagai pemaparan kerangka teoritik di atas, maka dalam
penulisan skripsi ini penulis mendasarkan pada nilai-nilai yang bersumber
pada al-Qur’an dan al-Hadits dengan kategori materi pendidikan Islam dari
sisi aqidah, syari’ah dan akhlak dengan kerangka pemikiran yang
didasarkan pada materi pendidikan Islam.
7. Pokok-pokok Pendidikan Akhlak
36
Ibid.
37
Ibid.
38
Endang Saefudin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta : Raja Grafika Persada, 1993),
39
Abdul Munir Mulkhan, Runtuhnya Mitos Politik Santri, (Yogyakarta : Sipress, 1992),
hlm. 27.
hlm. 90.
35
Yang dimaksud dengan pokok-pokok pendidikan Akhlak di sini
adalah pokok-pokok nilai yang merupakan materi pendidikan Akhlak
yaitu akhlak mahmudah dan akhlak mazdmumah
pemikiran
dalam
bimbingan
pendidikan
yang
40
sebagai kerangka
tujuannya
adalah
terbentuknya kepribadian utama. 41 Bimbingan yang dimaksud berupa
bimbingan yang didasarkan pada ajaran Islam untuk memiliki kepribadian
utama berupa nilai-nilai agama Islam sebagai landasan untuk memutuskan,
berbuat dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. 42
Kerangka pemikiran aqidah, syari’ah dan akhlak yang di tempuh
dalam penulisan skripsi ini, sebagaimana pendapat Hasan Langgulung
yaitu mendasarkan pada al-Qur’an dan as-Sunnah, kemudian menerima
sumbangan yang baru dari ahli-ahli Islam. 43
1. Aqidah
Aqidah adalah kepercayaan akan ke-Esaan Allah Yang Maha
Esa, yang merupakan inti ajaran Islam. 44
40
Endang Saefudin Anshari, Op. Cit., hlm. 27.
41
Ahmad D. Marimba, Op. Cit., hlm. 20.
42
Ibid., hlm. 23.
Kesadaran manusia sebagai
43
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam, Demokrasi dan Masa Depan Bangsa,
(Yogyakarta : Makalah Lokakarya Nasional, 1994), hlm. 1.
44
Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung : Mizan, 1989), hlm. 178.
36
makhluk ciptaan Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi dan untuk
beribadah hanya kepada Allah tersebut, menempatkan posisi manusia
sebagai Khalifah dan sekaligus sebagai Abid yang akan melahirkan
sifat-sifat sebagai orang beriman, 45 yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Apabila disebut (sifat-sifat keagungan dan kemuliaan) Allah
gemetar hatinya.
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah
imannya.
Dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal.
Mendirikan shalat.
Senang berbuat baik dan menyesali perbuatan buruk (HR. Thabrani
dari Abi Musa) 46
Mampu mengendalikan diri sendiri
Memberikan kesejahteraan terhadap alam
Dan memberikan infaq sekalipun dalam keadaan membutuhkan
(HR. Muslim)
Membantu tetangga yang lapar (kekurangan), (HR. Thabrani dan
Ibnu Abbas)
Mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri (HR.
Muttafaq’alaih) 47
2. Syari’ah
Syari’ah secara etimologi berarti jalan. Syari’at Islam ialah
sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan,
manusia dengan manusia dan manusia dengan alam lainnya. 48
45
Ibid., hlm. 52.
46
Ibid., hlm. 34.
47
Ibid., hlm. 55.
37
Ibadah inilah bangunan Islam yang kokoh dengan mengesakan
Allah atau syahadat, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan dan haji. (HR. Muslim). 49
Dalam arti luas ibadah dapat berwujud sikap, gerak-gerik,
tingkah-laku dan perbuatan asal di mulai dengan niat yang ikhlas,
menuju keridhaan Allah dan merupakan amal shaleh. 50 Qaidah
mu’amalah yang berupa tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan
manusia dengan sesama manusia dan benda. 51 Kaitannya inilah
manusia dapat ibadah dan membina pribadinya, karena manusia
diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. 95 : 4) sebagai
bekal saat ia kembali kepada Allah (QS. 64 : 3) dengan
mengembangkan
dan
meningkatkan
potensi
intelektual
berupa
pendengaran, penglihatan dan hati (QS. 23 : 78) lewat berfikir (QS. 23 :
78) dan bertanya pada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan (QS.
16 : 43). 52
3. Akhlak
48
Ibid., hlm. 28.
49
Ibid., hlm. 120.
50
Endang Saefudin Anshari, Op. Cit., hlm. 28.
51
Ibid., hlm. 29.
52
Abdul Mujieb, Loc. Cit., hlm. 191 – 197.
38
Akhlak berarti perbuatan. 53 Sumbernya yaitu al-Qur’an, alSunnah dan Ijtihad (HR. Abu Daud dari Muadz bin Jabal). 54 Ahmad
Azhar Basyir menelusuri bahwa kata akhlak jama dari kata khuluq yang
berarti tabi’at, watak perangai dan budi pekerti, 55 yang sumbernya
adalah al-Qur’an, teladan Nabi (QS. 68 : 4) dan hati nurani yang
disucikan (QS. 91 : 7 - 10). 56 Ciri-ciri akhlak Islami menurutnya yaitu
bahwa akhlak Islami adalah akhlak rabbani yang Allah telah
menunjukkan jalan yang lurus (QS. 6: 153), akhlak manusiawi yang
sesuai dan sejalan dengan diri manusia yang indah (QS. 95 : 4) dan suci
sejak dilahirkan (HR. Muslim), akhlak yang universal yang
kesalehannya
berpusat
pada
keimanan
(QS.
2:
177),
akhlak
keseimbangan yang menuju kebaikan dunia dan akhirat (QS. 2: 201),
akhlak realistik yang memperhatikan kenyataan hidup dengan cermin
hidup al-Qur’an sebagai pegangan, diri sebagai hamba Allah, tidak
menganiaya diri sendiri, mengikuti jalan tengah dan berbuat baik (QS.
35: 32). 57 Sedangkan aspek-aspek akhlak Islami dalam kehidupan
mencakup aspek akhlak pribadi (QS. 7 : 31), akhlak keluarga (QS. 17 :
23 - 24), akhlak bertetangga (QS. 4 : 36) dan tolong menolong (QS. 5 :
53
Endang Saifudin Anshari, Loc. Cit., hlm. 29.
54
Ibid., hlm. 34.
55
Ahmad Azhar Basyir, Refleksi atas Persoalan Ke-Islaman, (Bandung : Mizan, 1996),
hlm. 222.
56
Ibid., hlm. 223.
57
Ibid., hlm. 223 – 226.
39
2), akhlak ekonomi, tidak curang serta makan dari makanan yang halal
dan baik (QS. 2 : 168), akhlak politik untuk bersikap kasih sayang dan
lembut kepada rakyat (QS. 3: 159) dengan memegang azas-azas
musyawarah dalam memecahkan masalah (QS. 3 : 159), akhlak profesai
agar menjadi orang yang berbuat adil dan ikhsan (QS. 16 : 90), akhlak
lingkungan agar tidak membuat kerusakan di muka bumi (QS. 2 : 60)
dan akhlak terhadap Allah untuk selalu bertaqwa yang menentukan
ukuran kemuliaan bagi manusia (QS. 49: 13). 58
B. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
Secara garis besar Nilai-nilai dalam pendidikan akhlak berisi nilai
yang ada dalam materi pokok sebagai berikut :
a. Hubungan manusia dengan Allah, hubungan vertical antara manusia
dengan Khaliqnya mencakup segi akidah, meliputi : iman kepada Allah,
iman kepada malaikat, iman kepada kitab, iman kepada Rasul, iman
kepada hari akhir, iman kepada qodho dan qodar.
b. Hubungan manusia dengan alam lingkungan, materi yang dipelajari
meliputi : akhlak manusia terhadap alam lingkungan, baik lingkungan
dalam arti luas maupun terhadap makhluk hidup selain manusia, yaitu
binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Strategi transinternalisasi dalam Akhlak akan terwujud dalam
kontek antara wahyu sebagai berita gembira dan pemberi peringatan dan
58
Ibid., hlm. 227 – 231.
40
misi sentral Nabi Muhammad yang menujukkan keteladanan sebagai
pendidik utama manusia lahir bathin. 59
Sedangkan pendekatan penghayatan juga contohkan oleh Nabi
dalam hal ibadah, dakwah dalam pemerintahan, perkembangan keagamaan
Islam masyarakat Madinah. 60
Upaya pendekatan dalam pendidikan akhlak terhadap anak
tersebut harus mendapatkan perhatian, karena mempunyai peranan penting
dalam segala kehidupan. Dan akhlak merupakan dasar pembentukan sikap
dan watak yang baik bagi anak yang sedang masa pertumbuhan. Orang tua
harus benar-benar memperhatikan, membimbing dan mengarahkan
pendidikan akhlak anak-anak agar mereka mempunyai budi pekerti yang
mulai dalam kehidupannya. Sebab orang tua merupakan Pembina pribadi
pertama dalam kehidupan anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara
hidup merupakan unsure-unsur pendidikan yang tidak langsung yang
dengan sendirinya akan masuk dalam pribadi anak yang sedang
bertumbuh. 61
Oleh karena itu, orang tua mempunyai peran penting dalam
memberikan pengajaran kepada anak dalam hal akhlak, di mana keluarga
sebagai institusi yang mula-mula sekali berinteraksi dengannya, dengan
interaksi itu, anak-anak memperoleh pengaruh dari orang tua atas segala
59
Azyumadi Azra, Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 2000), hlm. 56.
60
61
Ibid.
Zakiyah darajat, Ilmu Jiwa Agama, ( Jakarta, Bulan Bintang,1976 ), hlm. 71
41
tingkah lakunya. Orang tua harus mengajari mereka akhlak mulia yang
sesuai dengan ajaran agama Islam, melatih anak membiasakan hal-hal
yang baik, menghormati kepada orang tua, bertingkah laku yang sopan,
baik dalam perilaku keseharian maupun dalam bertutur kata. Kepribadian
anak yang utuh itulah yang nantinya akan membentuk kepribadian muslim,
yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya, yakni baik tingkah laku,
kegiatan-kegiatan jiwanya maupun filsafat hidupnya dan kepercayaaannya
menunjukan pengabdian kepada Tuhan penyerahan diri kepadanya.
Pendapat Noeng Muhajir di atas sejalan dengan pendapat AM.
Saefuddin sumber nilai dan norma bagi muslim adalah :
a. Nilai Ilahiyah yang diambil dari al-Qur’an dan al-Hadits.
b. Nilai Insaniyah dan Alamiyah yang diambil dari pikirah, adat istiadat
dan kenyataan atau realitas hidup. 62
Sumber nilai bagi muslim di atas juga dikuatkan oleh pendapat
Abdurrahman an-Nahlawi.63 An-Nahlawi mendasarkan pendapatnya pada
firman Allah surat al-Jumu’ah ayat 2 bahwa ”Dialah yang mengutus
kepada kaum yang buta huruf, seorang Rosul diantara mereka dan
mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah.” 64
62
Ahmad Muflih Saefudin, Kualitas Akademik Lulusan Tarbiyah, (Yogyakarta : Makalah
Seminar Nasional Mahasiswa Tarbiyah SMF Rt. UII, Januari 1992), hlm. 2.
63
Abdurdahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,
(Jakarta : Gema Insani Press, 1995), hlm. 28.
64
Ibid., hlm. 32.
42
43 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatannya
library research, dengan
lebih menekankan
penelitian dengan pendekatan analisis dokumen. Penelitian ini menurut Yatim
Rianto adalah penelitian yang dilakukan secara sistematis terhadap catatancatatan atau dokumen sebagai sumber data.. 1
B. Waktu penelitian
Penelitian ini, dilaksakanan pada bulan di mulai awal bulan
Februari sampai dengan Mei 2010.
C. Subjek Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian yang penulis gunakan ialah deskriptif
dokumen maka sumber data dari penelitian yang penulis lakukan adalah
penelitian terhadap dokumen- Dokumen dalam pandangan Lexy J.Moleong
berarti setiap bahan tertulis ataupun tidak tertulis dalam bentuk catatan, lain
dari record, dan apabila mungkin yang tidak dipersiapkan karena adanya
permintaan peneliti . 2
1
Yatim, R.Metode Penelitian social, Rajawali Preees Jakarta, 2001, hlm. 19-21 2
Moeleong, Penelitian Kualitatif, Rake Rasakin, Yogyakarta , 2004, hlm. 161 44 D. Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi sasaran penelitian adalah kajian
Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat Al Hujurat ayat 2
dihubungkan dengan implemntasinya dalam dinamika pendidikan Islam.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis penelitian dan sumber data yang tersedia maka
pengumpulan data yang penulis gunakan adalah metode dokumentasi. Seperti
yang dikatakan Yatim Riyanto tekhnik
dokumentasi berarti cara
mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah ada. 3
Teknik ini penulis gunakan selain karena hal di atas juga karena
tekhnik ini mudah dilakukan dan dapat mengumpulkan data yang sangat
banyak yang penulis butuhkan.
Sumber primer , sebagai berikut :
1)
Al Qur’an dan Terjemah, Depag RI
Sumber Sekunder antara lain :
3
1.
Pengantar studi Akhlak. Karya Dr. Asmaran as. MA.
2.
Teori- teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur’an.
3.
Tafsir Ayat-ayat Tarbawi Dr. Abudinnata
4.
Tafsir Al Azhar karya Prof.HAMKA
5.
Tafsir ayat-ayat Pendidikan karya Dr. Nurwadjah Nadwah, MA.
6.
Etika Islam Karya Dr. Hamzah Yakub..
7.
Lentera hati, Kisah dan Hikmah Karya Prof. Quraish Suhab.
Yatim, Op Cit hlm. . 83 ). 45 8.
Membumikan Al Qur’an karya Dr. KH. Qurais Shihab.
9.
Sejarah pendidikan Islam karya Prof. Zakiyah darajat.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang penulis gunakan adalah content analysis
atau kajian isi. Kajian isi sendiri didefinisikan oleh Weber sebagai metodologi
penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik
kesimpulan yang sahih dan sebuah buku atau dokumen. Dokumentasi
memberikan definisi sebagai tehnik yang digunakan untuk menarik
kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan
secara objektif dan sistematis. 4
Adapun kerangka berfikir yang penulis gunakan dalam menganalisis
data adalah mendeskripsikan isi pesan dari nilia-nilai pendidikan akhlak
dalam surat Al Hujurat ayat 2
beserta data-data yang mendukungnya..
Kemudian langkah berikut adalah langkah analisis yang penulis lakukan
,melalui :
1.
Langkah Pemrosesan hasil penelitian
Langkah dalam satuan (unitizing) dalam melakukan pemrosesan
ini penulis mengikuti tipologi dan penyusunan data/ bahan-bahan yang
sudah terkumpul kemudian di proses dalam identifikasi satuan dengan
berpedoman menjaga tingkat ketelitian terhadap data-data yang penulis
kumpulkan.kemudian dilanjutkan langkah berikutnya.
4
Moeloeng, Op Cit ,hlm. 163-04). 46 2.
Langkah kategorisasi data satuan.
Setelah
berikutnya
proses
adalah
unitizing dianggap cukup, maka
proses
mengkategorisasi
dengan
langkah
selalu
mempertimbangkan fungsi, prinsip, dan langkah-Iangkah kategorisasi
secara sistematis., guna menjaga keakurasian data.
3.
Langkah menafsirkan data
Langkah berikutnya setelah melakukan kategorisasi data satuan
adalah proses penafsiran data. Dalam proses ini dilakukan proses umum
penafsiran data , kemudian dilanjutkan dengan langkah penyeleksian
Data (interogasi)
terhadap data-data tersebut sehingga dapat
memperoleh suatu kesimpulan.
Ketiga komponen berinteraksi sampai didapat suatu kesimpulan
yang benar. Dan ternyata kesimpulannya tidak memadai, maka perlu
diadakan pengujian ulang, yaitu dengan cara mencari beberapa data lagi di
lapangan, dicoba untuk diinterpretasikan dengan fokus yang lebih terarah.
Dengan begitu, analisis data tersebut merupakan proses interaksi antara ke
tiga komponan analisis dengan pengumpulan data, dan merupakan suatu
proses siklus sampai dengan aktivitas penelitian selesai
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian Surat Al Hujurat ayat 2
Surat Al Hujurat
keseluruhan kandungan dapat diketahui, baik
masalah ,hukum dll. Surat Al Hujurat termasuk golongan surat Madaniyah
atau setelah nabi Muhammad Saw hijrah ke kota Madinah. Surat ini, masuk ke
urut surat ke 49, yang memiliki : 18 Ayat diturunkan setelah surat Al Fath dan
terdiri dari 29 ayat. Di namai surat Al Hujurat karena di ambil dari kata ” Al
Hujurat ” yang terdapat pada ayat ke-1 yang artinya orang-orang mukmin
tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan
Rasulnya. 1
Surat Al Hujurat mengandung ajaran keimanan, hukum, maupun
tentang akhlak. Yaitu masalah keimanan terdapat ajaran tentang kekuasaan
Allah SWT serta keluasan ilmu-Nya; penegasan bahwa semua yang terjadi
dalam alam ini adalah atas izin Allah SWT. Surat Al Hujurat juga terdapat
hukum yang mengajarkan tentang perintah taat kepada Allah dan Rasul-Nya. 2
Sebagaimana bunyi surat Al Hujurat ayat : 2
…çμs9 (#ρãyγøgrB Ÿωuρ Äc©É<¨Ψ9$# ÏNöθ|¹ s−öθsù öΝä3s?≡uθô¹r& (#þθãèsùös? Ÿω (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ
2
∩⊄∪ tβρâßêô±s? Ÿω óΟçFΡr&uρ öΝä3è=≈yϑôãr& xÝt7øtrB βr& CÙ÷èt7Ï9 öΝà6ÅÒ÷èt/ Ìôγyfx. ÉΑöθs)ø9$$Î/
:
1
2
Dep.Agama RI., al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya, Mahkota 2002), hlm. 743.
Ibid, hlm. 939.
47
48
Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan
suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata
kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara
sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus
(pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.(Al
Hujurat,ayat :2). 3
Maksud dari pernyataan, meninggikan suara lebih dari suara Nabi
atau bicara keras terhadap Nabi adalah suatu perbuatan yang menyakiti Nabi.
karena itu terlarang melakukannya dan menyebabkan hapusnya amal perbuatan.
Menurut Syaikh ’Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah
berkata: ”Ini merupakan peringatan dari Allah SWT kepada kaum mukminin
agar tidak tepat apabila setiap perbuatan, perkataan dan juga aktifitas lainnya
melalmpui hak-hak Allah Swt dan Rasulullah SAW, karena sebagian dari
orang Islam kadang melampui batas, pergaulan dan batas kesopanan. Yang
namanya melampui dari setiap aktifitas dan perilaku Nabi, maka tugas orang
beriman adalah berhati-hati dari orang yang bersifat demikian. Sementara
untuk belajar tidak melalpui batas kesopanan inilah, melalui pesan Ayat ini.
Maka Allah SWT menasehati hamba-hamba-Nya agar derajat kesopanan itu
tidak sampai membuat mereka tidak mendapatkan apa-apa dari amalnya,
sementara tuntutan dan ajaran itu mengandung perkara yang dilarang secara
syar’i. Allah SWT menekankan mereka untuk berpegang dengan perintah
perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya, dengan menjanjikan apa yang
ada di sisi-Nya berupa pahala yang besar yang mencakup tuntutan yang tinggi
3
Dep.Agama RI, Ibid, hlm.743
49
terhadap etika kesopanan. Hal ini juga agar mereka lebih mementingkan
akhirat dari pada dunia yang fana yang akan berakhir.
Meninggikan suara melebihi suara Nabi SAW, menimbulkan
kemudaratan bagi seorang hamba dan adanya peringatan dari hal tersebut, bisa
jadi memunculkan anggapan bahwa pernyataan ayat ini hendaknya disikapi
secara tulus, serta harus di sertai dengan berbagai limpahan pahala kepada
mereka. Akan tetapi Allah SWT hanya memerintahkan untuk berhati-hati dan
selalu menghormati perintah itu, hakekatnya pesan ayat ini tidak mengarah
pada tindakan menghukum kepada mereka. Karena dalam rangkaian sebelum
ayat ini. 4 Allah SWT berfirman:
( ⎯Ï&Î!θß™u‘uρ «!$# Ä“y‰tƒ t⎦÷⎫t/ (#θãΒÏd‰s)è? Ÿω (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ
∩⊇∪ ×Λ⎧Î=tæ ìì‹Ïÿxœ ©!$# ¨βÎ) 4 ©!$# (#θà)¨?$#uρ
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah
dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.(Al Hujurat;1).
Maksudnya orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu
hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya.
Dapat digambarkan secara umum ayat 2
ini termasuk ayat yang
khusus mengajarkan umat Islam tentang nilai-nilai akhlak yang baik. Untuk
itu, apabila dihubungkan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak, tentu saja ayat
tersebut sangat sesuai. Tiga ajaran tentang sikap Jangan meninggikan
4
Dep.Agama RI, Ibid hlm. 743
Abdur Rahman Ibn Nasir as-Sa’adi, Taisirul Karim ar-Rahman, Juz II, (Libanon:
Jam’iyyah ihya’ at-Turas al-Islami, ttd), hlm. 1209.
50
suaramua ( Takabur) ,jangan berkata keras ( Lantang/Ego) , dan menjaga
kesopanan sehingga dapat dijadikan pedoman dalam usaha mendidik umat
Islam agar memiliki akhlak yang karimah.
1.
Azbabun nuzul
Meninggikan suara melebihi suara Nabi SAW, menimbulkan kemudaratan
bagi seorang hamba dan adanya peringatan dari hal tersebut, bisa jadi
memunculkan anggapan bahwa pernyataan ayat ini hendaknya disikapi
secara tulus, serta harus di sertai dengan berbagai limpahan pahala kepada
mereka. Akan tetapi Allah SWT hanya memerintahkan untuk berhati-hati
dan selalu menghormati perintah itu, hakekatnya pesan ayat ini tidak
mengarah pada tindakan menghukum kepada mereka. Karena dalam
rangkaian sebelum ayat ini. 5 Allah SWT berfirman:
©!$# ¨βÎ) 4 ©!$# (#θà)¨?$#uρ ( ⎯Ï&Î!θß™u‘uρ «!$# Ä“y‰tƒ t⎦÷⎫t/ (#θãΒÏd‰s)è? Ÿω (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ
∩⊇∪ ×Λ⎧Î=tæ ìì‹Ïÿxœ
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah
dan Rasulnya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Maksudnya orang-orang
mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada
ketetapan dari Allah dan RasulNya. 6
Dapat digambarkan secara umum ayat 2 ini termasuk ayat yang khusus
mengajarkan umat Islam tentang nilai-nilai akhlak yang baik. Untuk itu,
apabila dihubungkan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak, tentu saja ayat
5
Abdur Rahman Ibn Nasir as-Sa’adi, Taisirul Karim ar-Rahman, Juz II, (Libanon: Jam’iyyah ihya’
at-Turas al-Islami, ttd), hlm. 1209.
6
Dep.Agama RI, Ibid hlm. 743
51
tersebut sangat sesuai. Tiga ajaran tentang sikap Jangan meninggikan
suaramua ( Takabur) ,jangan berkata keras ( Lantang/Ego) , dan menjaga
kesopanan sehingga dapat dijadikan pedoman dalam usaha mendidik umat
Islam agar memiliki akhlak yang karimah.
2. Munasabah Ayat
Seperti halnya pengetahuan tentang Asbab al-Nuzul yang
mempunyai pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat,
maka pengetahuan tentang munasabah atau korelasi antara ayat dengan
ayat dan surat dengan surat juga membantu dalam pentakwilan dan
pemahaman ayat dengan baik dan cermat. 7
Secara etimologi, munasabah berarti al-musyakalah (
al-mugharabah (
) dan
) yang berarti ”saling menyerupai dan saling
mendekati”. 8 Selain arti itu, berarti pula ”persesuaian, hubungan atau
relevansi”.
9
Adapun secara terminologi munasabah ialah segi-segi
hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara
satu ayat dengan ayat lain dalam banyak ayat, atau satu surat dengan surat
lain.
10
Menurut Abdul Djalal mendefinisikan munasabah dengan
hubungan persesuaian antar ayat atau surat yang satu dengan surat yang
lain atau ayat yang satu dengan yang lain sebelum atau sesudahnya. 11
Hubungan tersebut bisa berbentuk keterikatan makna, ayat-ayat, dan
macam-macam hubungan atau keniscayaan dalam pikiran, seperti
7
Ibid, hlm. 137.
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 91.
9
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 154.
10
Manna Khlil al-Qattani, Op. Cit., hlm. 138.
11
Abdul Djalal, Op.Cit., 154.
8
52
hubungan sebab musabab, hubungan kesetaraan dan hubungan perlawanan.
Munasabah juga dapat dalam bentuk penguatan, penafsiran dan
penggantian. 12
Munasabah sangat penting peranannya dalam penafsiran alQur’an, di antaranya: 1) untuk menemukan makna yang tersirat dalam
susunan dan urutan kalimat-kalimat atau ayat-ayat dan surat-surat alQur’an, sehingga bagian dari al-Qur’an saling berhubungan dan tampak
menjadi satu dalam rangkaian yang utuh dan integral, 2) mempermudah
pemahaman al-Qur’an, 3) memperkuat keyakinan atas kebenaran wahyu
Allah SWT, 4) menolak tuduhan bahwa susunan al-Qur’an kacau.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, mengenai munasabah,
para mufassir mengingatkan agar dalam memahami atau menafsirkan ayatayat al Qur’an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran ilmiah,
seorang dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa al-Qur’an serta
korelasi antar ayat. Karena seperti diketahui penyusunan ayat-ayat alQuran tidak didasarkan pada kronologi masa turunnya ayat, tetapi pada
korelasi makna ayat-ayatnya, sehingga kandungan ayat terdalulu selalu
berkaitan dengan kandungan ayat kemudian.
Adapun munasabah yang ada dalam surat Al Hujurat ayat 1,2
dan 3 itu berupa munasabah antar ayat, yaitu munasabah atau
persambungan antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Dalam konteks
12
Ramli Abdul Wahid, Op. Cit., 94-95.
53
©!$# ¨βÎ) 4 ©!$# (#θà)¨?$#uρ ( ⎯Ï&Î!θß™u‘uρ «!$# Ä“y‰tƒ t⎦÷⎫t/ (#θãΒÏd‰s)è? Ÿω (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# $pκš‰r'¯≈tƒ
t⎦⎪Ï%©!$# y7Íׯ≈s9'ρé& «!$# ÉΑθß™u‘ y‰ΖÏã öΝßγs?≡uθô¹r& tβθ‘Òäótƒ z⎯ƒÏ%©!$# ¨βÎ) ∩⊇∪ ×Λ⎧Î=tæ ìì‹Ïÿxœ
∩⊂∪ íΟŠÏàtã íô_r&uρ ×οtÏøó¨Β Οßγs9 4 3“uθø)−G=Ï9 öΝåκu5θè=è% ª!$# z⎯ystGøΒ$#
Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului
Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui “.(1)
“ Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi
Rasulullah mereka Itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka
oleh Allah untuk bertakwa. bagi mereka ampunan dan pahala yang
besar.”(3).
Dan Juga surat Attaghabun, juga menjelaskan, yang artinya : ”
Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, jika kamu berpaling
maka sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan
(amanat Allah) dengan terang. Dialah (Allah), tidak ada Tuhan selain Dia.
Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakal kepada Allah saja.” (QS.
at-Taghabun: 12-13). 13
Di dalam ayat tersebut, Allah SWT menjelaskan bahwa
perpalingan orang-orang kafir dari Rasul itu tidak akan membahayakan
sedikitpun, sebab Rasul sudah menyampaikan risalah-Nya dan dia
memang hanya ditugaskan untuk menyampaikan saja. Orang mukmin
harus bertawakal hanya kepada Allah sendiri, karena Dialah yang akan
13
Dep.Agama RI., Op. Cit., 743.
54
menjaminnya dari kejahatan yang ditakutinya. Adapun munasabah dengan
ayat sebelumnya, yakni surat At Taghabun yaitu ayat 14, dalam ayat
tersebut di atas.
Setelah menerangkan berbagai pernyataan yang mungkin datang
melalui kebiasaan kurang sopan maka dalam ayat di atas, menjelaskan
bahwa Allah SWT menegaskan bahwa sesungguhnya Etika kesopanan
merupakan tuntunan hidup supaya tidak terjerumus bagi kaum mukminin
ke dalam perbuatan dosa tanpa terasa. Dosa yang dimaksud adalah
kecenderungan untuk membatasi diri dari sifat, sikap dan juga aktifitas
manusia untuk tidak mengabaikan Allah SWT.
Menurut
M.
Quraish
Shihab,
kata
”meninggikan”
yang
diterjemahkan dengan ujian, dipahami oleh Thahir ibnu ’Asyur dalam
arti ”keberanian dan ketololan serta keakuan dirinya akibat adanya situasi
yang tidak sejalan dengan siapa yang menghadapi situasi itu.” Karena itu
ulama ini menambahkan makna sebab (penyebab) sebelum kata
Meninggikan yakni sikap yang dapat menggoncangkan hati seseorang. 14
Inilah yang dimaksud dengan ujian yang Allah untuk tidak melewati hakhak Rasul, karena dianggap meninngikan sebagai ancaman kaum mukmin
dalam arti umat yang hanya bisa menyibukkan diri atau memalingkan diri
dan menjadi penghalang seseorang Umat Islam dari mengingat dan
mengerjakan amal taat kepada Allah.
14
M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 279.
55
Ungkapan yang paling mendasar bagi umat Islam dalam arti bisa
mengganggu orang lain dan membatasi
aktivitas seseorang pernah
dirasakan juga oleh Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa ketika Rasulullah Saw sedang
menyampaikan khutbahnya kepada kaum, tiba-tiba lewatlah kedua
cucunya Hasan dan Husein mengenakan baju merah sambil berlari dan
saling kejar mengejar. Begitu melihat kedua cucunya, Rasulullah kontan
turun dari mimbar dan mengangkat keduanya seraya mengatakan, ”Maha
Benar Allah dengan firman-Nya, ”Sesungguhnya harta dan anak-anak
kamu adalah fitnah”. Aku tidak sabar melihat keduanya sampai aku
menghentikan ceramah dan mengangkat keduanya. 15 Hal ini dinisbatkan
bahwa mengikuti perilaku Nabi Muhammad SAW, adalah sebuah aturan,
sedangkan bagi mereka yang tidak sejalan dengan aturan syariat, berarti
melanggar Syariat Islam.
Sedangkan dalam tafsir al-Quranul Majid an-Nur disebutkan
bahwa hubungan antara surat Al Hujurat dengan surat al-Fath dan surat
Qaf adalah sebagai berikut :
a.
Hubungan surat Al Hujurat dengan surat al-Fath.
Dalam
Al Fath menjelaskan keadaan kaum Mu’min dan
menghadapkan firman-Nya kepada para mukmin. Adapun ayatnya
adalah :
15
Imam al-Hafizd ibn Kasir, Op. Cit., hlm. 725-726.
56
öΝßγ1ts? ( öΝæηuΖ÷t/ â™!$uΗxqâ‘ Í‘$¤ä3ø9$# ’n?tã â™!#£‰Ï©r& ÿ…çμyètΒ t⎦⎪Ï%©!$#ρu 4 «!$# ãΑθß™§‘ . Ó‰£ϑpt’
.b
ÌrOr& ô⎯ÏiΒ ΟÎγÏδθã_ãρ ’Îû öΝèδ$yϑ‹Å™ ( $ZΡ≡uθôÊÍ‘uρ «!$# z⎯ÏiΒ WξôÒsù tβθäótGö6tƒ #Y‰£∨ß™ $Yè©.â‘
…çμt↔ôÜx© ylt÷zr& ?íö‘t“x. È≅ŠÅgΥM}$# ’Îû ö/àSè=sVtΒuρ 4 Ïπ1u‘öθ−G9$# ’Îû öΝßγè=sVtΒ y7Ï9≡sŒ 4 ÏŠθàf¡9$#
y‰tãuρ 3 u‘$¤ä3ø9$# ãΝÍκÍ5 xáŠÉóu‹Ï9 tí#§‘–“9$# Ü=Éf÷èム⎯ÏμÏ%θß™ 4’n?tã 3“uθtFó™$$sù xán=øótGó™$$sù …çνu‘y—$t↔sù
∩⊄®∪ $Jϑ‹Ïàtã #·ô_r&uρ ZοtÏøó¨Β Νåκ÷]ÏΒ ÏM≈ysÎ=≈¢Á9$# (#θè=Ïϑtãuρ (#θãΖtΒ#u™ t⎦⎪Ï%©!$# ª!$#
Artinya :
” Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka
ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas
sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifatsifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman
itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas
pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanampenanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orangorang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan
pahala yang besar. 16
Dalam surat al-Fath, Allah telah mewasiatkan supaya umat
Islam mencegah kita terlalu menyibukkan diri dengan banyaknya
amaliyah, sehingga lupa kepada Allah SWT. Sedang dalam surat Al
Fath Allah menerangkan bahwa Orang-orang iman harus menegakan
syariat Islam, sebagaimana : .
∩⊄⊂∪ WξƒÏ‰ö7s? «!$# Ïπ¨ΖÝ¡Ï9 y‰ÅgrB ⎯s9uρ ( ã≅ö6s% ⎯ÏΒ ôMn=yz ô‰s% ©ÉL©9$# «!$# sπ¨Ζß™
Artinya : “
Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu,
kamu sekali-kali tiada akan menemukan peubahan bagi
16
Ibid,hlm.742
57
sunnatullah itu. Sunnatullah Yaitu hukum Allah yang telah
ditetapkannya.
Dalam surat al-Fath, juga Allah telah memberikan gambaran kabar
gembira, kepada Umat Islam, hal itu diulangi lagi.
È⎦⎪Ïd‰9$# ’n?tã …çνtÎγôàã‹Ï9 Èd,ysø9$# È⎦⎪ÏŠuρ 3“y‰ßγø9$$Î/ …ã&s!θß™u‘ Ÿ≅y™ö‘r& ü”Ï%©!$# uθèδ
∩⊄∇∪ #Y‰‹Îγx© «!$$Î/ 4’s∀.x uρ 4 ⎯Ï&Íj#ä.
Artinya : “ Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa
petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua
agama. dan cukuplah Allah sebagai saksi. Al Fath, 28) 17
c. Hubungan surat Al Hujurat dengan Al Qaf
Dalam surat Al Hujurat ayat 1-3, Allah menjelaskan bahwa di
antara sifat-sifat sombong, egois serta tidak menjaga kesopanan
Sedangkan dalam surat Al Qaf, Allah menjelaskan tentang kabar
gembira kepada kaum mu’min karena sudah datangnya sang
Pemimpin :. Sedangkan ayatnya yaitu:
∩⊄∪ ë=‹Ågx” í™ó©x« #x‹≈yδ tβρãÏ≈s3ø9$# tΑ$s)sù óΟßγ÷ΨÏiΒ Ö‘É‹Ψ•Β Νèδu™!%y` βr& (#þθç6Ågx” ty ö≅t/
Artinya :
(mereka tidak menerimanya) bahkan mereka tercengang karena telah
datang kepada mereka seorang pemberi peringatan dari (kalangan)
mereka sendiri, Maka berkatalah orang-orang kafir :"Ini adalah suatu
yang Amat ajaib".
Dari kedua rangkaian ayat yang saling terkait antara teks surat
Al Fath, Al Hujurat dan juga surat Al Qaf.
Maksudnya orang-orang
mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan
dari Allah dan RasulNya.
17
Ibid., hlm. 742.
58
3. Pandangan Ahli Tafsir
Pada umumnya, manusia cenderung berpaling dari ketekunannya
mengabdikan diri kepada Allah SWT, karena kesombongan, egois serta
takabur. Mereka lebih senang menghabiskan untuk mencari keridhaan
dari segala amal ibadahnya, sebagaimana yang telah menjadi rujukan
dalam surat Al Hujurat ayat : 2 (dua) di atas. Sesungguhnya bagi mereka
yang berakal tidaklah layak berbuat seperti itu, akan tetapi seharusnya
mereka justru mawas diri dan waspada agar tidak menurunkan martabat
agama demi kehidupan duniawi yang fana. 18 Sikap-sikap negatif, yang
kadang
tanpa disadari banyak mengganggu aktifitas . Betapa banyak
orang mu’min bermusuhan sesama Muslim, demi mengakui tidak mau
kalah. Betapa banyak Umat Islam sampai menyeberangi batasan-batasan
syariat karena terlalu menuruti keinginan hawa nafsunya. Hingga karena
kebodohannya dirinya, artinya sikap ego, sikap takabur dan juga sikap mau
menang sendiri, adalah sifat-sifat yang tidak baik, sehingga dalam kajian
ini bagaimana sikap kita sebagai umat Islam siap memusuhi setiap perilaku
yang menandakan kesombongan tersebut, sebagaimana
Allah SWT
berfirman:
Ÿ≅ö6s%ρu ħôϑ¤±9$# Æíθè=èÛ Ÿ≅ö6s% y7În/u‘ ωôϑpt¿2 ôxÎm7y™uρ šχθä9θà)tƒ $tΒ 4’n?tã ÷É9ô¹$$sù
∩⊂®∪ É>ρãäóø9$#
Artinya :
18
Imam al-Hafizd ibnu Kasir, Op. Cit., hlm. 901.
59
“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan
bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan
sebelum terbenam(nya) 19 ”.
Menurut Hamka dalam tafsirnya al-Azhar menerangkan “Di
pangkal ayat diterangkan dengan memakai Wa’ashbir yang berarti
bersabarlah, tegasnya, bukanlah semua kesabaran butuh kesadaran dan
ketulusan, hal inilah yang diperankan oleh Rasulullah SAW, terhadap
sikap ketulusan tersebut.
Menurut Ahmad Musthafa Maraghi dalam kitabnya Tafsir alMaraghi dijelaskan “sesungguhnya sikap ketulusan itu adalah sikap positif,
dari seorang anak dengan orang tuanya, dan sebaliknya dari seorang tua
kepada anaknya, karena kalau kurang adanya ketulusan
maka akan
menghalangi antara kamu dengan ketaatan yang mendekatkan kamu
kepada Tuhanmu, menghalangi kamu dengan amal saleh yang bermanfaat
bagimu di akhiratmu, dan mungkin juga mendorongmu untuk melakukan
yang haram dan melakukan dosa demi kepentingan mereka sendiri”. 20
Mujahid mengatakan, yang dimaksud ayat: “Sesungguhnya di
antara sikap ketulusan dan kebersamaan yang dibangun secara periodic,
akan menjadikan komunikasi dengan/ kepada Tuhannya tidak terganjal/
lebih cepat diterimanya. Satu ungkapan yang paling dalam bagi umat
19
Dep.Agama R.I : Ibid, Hlm.750
20
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, penerj. Anshori Umar Sitanggal, dkk.,
(Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1974), hlm. 218-219.
60
Islam adalah bertasbihlah, baik factor yang ada pada dirinya selain juga
menuruti yang diinginkannya. 21
Menurut Hasbi ash-Shiddiqi yang dimaksud ayat tersebut “Mereka
melakukan tindakan-tindakan yang biasanya dilakukan oleh musuhmusuhmu. Mereka menghalangi kamu mengerjakan kebajikan yang
mendekatkan kamu kepada Allah SWT dan amal-amal shaleh, yang
memberi manfaat kepadamu di akhirat nanti. Bahkan kadang-kadang
mendorongmu
untuk
mengerjakan
dosa
agar
mereka
menerima
keuntungan. Oleh karena itu berhati-hatilah kepada mereka”. 22
Musuh di sini dalam arti kesombongan, kekhosongan jiwanya.
Sehingga dapat melalaikan ibadah dari melakukan amal shalih. Selain itu,
sikap dan perilaku yang dapat memalingkan mereka dari jalan Allah SWT
dan membuat mereka lamban untuk taat kepada Allah SWT. Setelah
mengingatkan
keberadaan
mereka
sebagai
musuh,
Allah
SWT
memerintahkan: “maka hati-hati/waspadalah kalian dari mereka”. Berhatihati di sini, kata Ibnu Zaid, adalah berhati-hati menjaga agama kalian. 23
Al-Imam Al-Qurthubi mengatakan: “Berhati-hatinya kalian dari
menjaga diri kalian disebabkan dua hal. Bisa jadi karena mereka akan
membuat kemudaratan/bahaya pada jasmani, bisa pula kemadharatan pada
agama.
21
Kemudaratan
tubuh
berkaitan
dengan
dunia,
sedangkan
Imam al-Hafizd Ibn Kasir, Tafsir al-Qur’an al-Azdim, Jilid IV, Penerj. Syihabuddin,
9Jakarta: Gema Insani, 2005), hlm. 725.
22
Muhammad Hasbi ash-Shiddiqi, Tafsir al-Quranul Majid an-Nur, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2000), hlm. 4250.
23
Al-Hafizd Ibn Kasir, Op. Cit., hlm. 725.
61
kemudaratan pada agama berkaitan dengan akhirat. 24 Lantas, bagaimana
bisa seorang mu’min yang tulus , karena faktor dari pihak luar, misalnya :
menemani dan mendampingi, dinyatakan sebagai musuh?
Al-Qadhi Abu Bakar ibnu ’Arabi telah menerangkan: ”Yang
namanya kesombongan hati,
tidaklah mesti diri/individunya sebagai
musuh. Namun dia menjadi musuh karena perbuatannya. Apabila ada
kaum mu’min berperilaku kurang baik, seperti larangan antara manusia
dengan manusia lainnya, jadilah ia sebagai musuh. Dan tidak ada
perbuatan yang lebih jelek daripada menghalangi seorang hamba dan
ketaatan kepada Allah SWT”. 25
Menurut M. Quraish Shihab dalam tafsirnya al-Misbah, bahwa
sebagian kaum mu’min merupakan musuh dapat dipahami dalam arti
musuh yang sebenarnya, yang mengarah kebencian dan ingin memisahkan
diri dari kelompok gerakan yang dimobilisir secara komprehensif.. 26
Sikap kesombongan dan keegoan dapat menimbulkan kemudaratan
bagi seorang hamba, dan adanya peringatan dari hal tersebut, bisa jadi
memunculkan anggapan bahwa ancaman itu hendaknya disikapi secara
jujur, serta harus diberikan balasan kepada mereka yang sesuai. Akan
tetapi Allah SWT hanya memerintahkan untuk berhati-hati dari mereka,
memaafkan mereka, tidak menghukum mereka. Sebab dalam aspek
kemaslahatan/kebaikan yang tidak terbatas. Allah SWT berfirman:
24
Al-Imam al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, Juz XVII, (Kairo: Dar al-Katib al‘Arabi, 1967), hlm. 143.
25
Al-Qadhi Abu Bakar ibn al-‘Arabi, Ahkam al-Qur’an, Juz IV, (Beirut: Dar al-Kutub alIlmiah, t.th), hlm. 264.
26
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 279.
62
Ìôγyfx. ÉΑöθs)ø9$$Î/ …çμs9 (#ρãyγøgrB Ÿωuρ Äc©É<¨Ψ9$# ÏNöθ|¹ s−öθsù öΝä3s?≡uθô¹r& (#þθãèsùös? Ÿω
∩⊄∪ tβρâßêô±s? Ÿω óΟçFΡr&uρ öΝä3è=≈yϑôãr& xÝt7øtrB βr& CÙ÷èt7Ï9 öΝà6ÅÒ÷èt/
Artinya :
(1)Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi,
dan(2) janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang
keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap (3)
sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu
sedangkan kamu tidak menyadari.
Ayat tersebut akan dibahas secara rinci dan jelas oleh para
mufasir selanjutnya:
1) Laa Tarfangu (meninggikan )
Laa tarfangu merupakan arti laa amar berarti jangalah atau
larangan yang memaksa. 27 Menurut M. Quraish Shihab, “dan jika
kamu melanggar dengan sengaja, maka mereka tidak dapat
ditoleransi”.
28
Maksudnya memaksa ialah perasaan jiwa yang
bersikap kersa meski lawannya orang zalim dan melampaui batas pada
saat ia mampu membalas dendam bila ia menghendakinya karena
sikap keras sebenarnya jiwa dari ajaran agama dan kesucian Islam.
Di dalam al-Qur’an ditegaskan:
∩⊇∇∪ Ó‰ŠÏGtã ë=‹Ï%u‘ Ïμ÷ƒy‰s9 ωÎ) @Αöθs% ⎯ÏΒ àáÏù=tƒ $¨Β
Artinya :
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di
dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir.
27
Imam Qusyairi al-Naisaburi, Al-Tahbir fi al-Tadzkir, penerj. Sulaiman al-Kumayi,
(Jakarta: Media Grafika, 2003), hlm. 226.
28
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: lentera Hati, 2002), hlm. 278.
63
Menurut Imam Baidhawi, ”ucapan yang tinggi/ keras mereka
dengan mengukur kekuatan bagi mereka”. 29 Maksudnya walaupun
mereka berbuat lemah lembut sekalipun terhadap siapapun bukan
berarti tidak tercatat , melainkan semauanya akan sangat rapi tercatat.
Menurut al-Maraghi, ”dan jika diantara kamu mau
memaafkan perilaku kasar yang mereka lakukan dengan menanggung
hukuman”, 30 maka Allah SWT akan memberikan balasan yang sesuai
dengan apa yang diperbuat dan lakukan yang bersangkutan dengan
balasan yang sesuai.
Menurut Qamaruddin Shaleh, dkk., ”dan jika diantara kamu
tidak marah serta memarahi ketika terlanjur berbuat salah” maksudnya
ialah yang bersangkutan mengakui kesalahan dari dosa yang pantas
dimaafkan, baik dosa yang berkenaan dengan dengan dunia semata
atau pun persoalan keagamaan. 31 Memaafkan termasuk perasaan jiwa
seseorang untuk bersikap toleran terhadap orang yang zalim,
pendengki dan pendendam. Ketika seseorang memaafkan kesalahan
orang lain, maka secara tidak langsung, dia telah rela menghilangkan
haknya pada orang tersebut dan membebaskan tanggungannya
sehingga tidak menimbulkan permusuhan. Memaafkan berarti
menekan atau menahan sifat egois dan emosi kepada orang lain.
29
Sulaiman Ibn Umar al-‘Ujailiy, al-Futuhat al-Ilahiyah, Juz VII, (Mesir: Dar al-Fikr
t.th), hlm. 24.
30
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, penerj. Anshori Umar Sitanggal, dkk.,
Juz XXVIII, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 219.
31
Qamaruddin Shaleh, dkk., Ayat-ayat Larangan dan Perintah Dalam al-Qur’an,
(Bandung: Diponegoro, 2004), hlm. 902.
64
2) Wa laa Tajhar (sifat keras)
Menurut M. Quraish Shihab, ”sikap keras atau marah atas
perilaku sadar mereka” 32 maksudnya sifat emosional harus dijauhi
karena sifat yang demikian akan menjadi faktor kegagalan dalam
penanaman nilai-nilai akhlak terhadap individu peserta didik. Maka
ketika ada orang yang meminta Nabi agar tidak bersikap keras seperti
kerasnya suara nabi, niscaya pesan kesejukan semakin jauh, dan
secara khusus, tiga kali beliau memintanya agar tidak suka marah.
Menurut Imam Baidhawi, ”berpaling dan tidak berlaku kasar
dan keras bagi mereka”. 33 Dalam Islam, Sikap dan bertindak lemah
lembut mempunyai posisi yang amat signifikan, karena sikap keras
serta dengan sikap pemarah mungkin, akan menjadikan seseorang
sanggup menahan diri untuk tidak melakukan tindakan yang tercela
dalam bentuk apapun.
Menurut Musthafa al-Maraghi, ”tidak berlaku sombong
dengan meninggikan caci maki karenanya” 34 maksudnya bahwa
agama bukan menghendaki hilangnya sifat keras dalam prinsip, sama
sekali, hanya mencela sifat kasar/ keras
yang melampaui batas.
Dengan kata lain agama melarang setiap individu
untuk
melaksanakan kehendak keras, karena bukansaja, sikap keras identik
sengan sifat marah itu sendiri. Rasulullah Saw banyak mendorong
para sahabatnya untuk mengendalikan rasa marah, sebagaimana
32
M. Quraish Shihahb, Op. Cit., hlm. 278.
Sulaiman Ibn Umr al-‘Ujailiy, Op. Cit., hlm. 24.
34
Ahmad Musthfa al-Maraghi, Op. Cit., hlm. 219.
33
65
tertera dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud.
Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabatnya, ”Menurut kalian,
siapakah orang yang paling kuat?” Para sahabat menjawab, ”Orang
yang tidak dapatkan oleh orang lain”. Beliau menjawab, ”Bukan.
Orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya sendiri saat
marah”.
Rasulullah saw merupakan teladan yang paling baik dalam hal
mengendalikan rasa marah. Beliau tidak marah jika disakiti orang,
bahkan beliau membalasnya dengan senyuman, beliau mudah
memaafkan dan berbuat baik kepada orang yang membencinya. 35
Artinya ”
”Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali lmran: l34) 36
Seseorang yang dapat menahan amarahnya merupakan salah
satu karakteristik orang yang mempunyai ketaqwaan dihadapan yang
Allah SWT. Ini bisa diartikan bahwa ketaqwaan seseorang dapat
dilihat dari kemampuannya menahan amarah yang dapat meninggikan
orang lain. Orang yang bisa mengendalikan diri saat ia marah berarti
35
Muhammad Usman Najati, al-Hadis an-Nabawi wa ‘Ilm an-Nafs, penerj Hedi Fajar:
Psikologi Nabi, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2005), hlm. 127.
36
Soenarjo, dkk., Op. Cit., hlm. 98.
66
ia telah mampu meleburkan dirinya ke dalam diri orang lain dan mau
memaafkan orang lain.
3) Laa Tasngurun (tidak Memahami)
Menurut M. Hasbi ash-Shiddieqy, oleh karena mereka adalah
bagian dari keberadaan manusia, dari segala aspek kehidupan maka
hendaklah kamu mau belajar memahami kepada mereka atas dosadosa yang telah mereka kerjakan dan hendaklah kamu berpaling diri.
Bahkan, hendaklah kamu menyembunyikan kesalahan kesalahan
mereka. 37
Menurut Imam Mawardi, yang dimaksud adalah ketidak
tahuan ini adalah
dari sikap
kedlaliman, ketidak tahuan karena
kebodohan dan ketidak pahaman dari kesalahan.
38
Sedangkan
menurut Imam Abi Ja’far Ahmad bin Muhammad an-Nahas,
Mengetahui tingkat kesalahannya, mau menahan emosi dan amarah
merupakanmanifestasi sikap kita karena ketidak tahuan maksud yang
dikandung.
Ahmad Musthafa al-Maragi menerangkan: ”jika kamu
memaafkan dosa-dosa yang mereka lakukan dengan meninggalkan
hukuman, tidak memarahi dengan meninggalkan caci maki karenanya,
dan mengampuni dengan menutupinya dan menerima alasan mereka,
maka yang demikian itu lebih baik bagimu. Allah maha kasih
37
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an al-Majid an-Nur, Juz XXVIII, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2003), hlm. 4251.
38
Imam Mawardi, an-Nukatu wa al-‘Uyun Tafsir al-Mawardi, Juz VI, (Beirut: Dad alKutub al-Ilmiyah, t.t), hlm. 25.
67
kepadamu dan kepada mereka, dan Dia akan berlaku terhadapmu
seperti apa yang kamu lakukan serta menyayangimu:
Menurut Imam Abi Ja’far Ahmad bin Muhammad an-Nahas,
Allah SWT akan menyayangi orang yang bertaubat maksudnya
menghapusnya
setelah
bertaubat.
Sedangkan
menurut
Imam
Ibnu ’Arabi, maksud dari ayat di atas adalah surga, karena tidak ada
pahala yang lebih agung daripada surga itu sendiri
Beberapa pendapat para mufasir tentang surat Al Hujurat ayat
2 di atas, dapat pahami, bahwa di antara kewajiban umat Islam adalah
setiap sikap dan perilaku yang bernuansa kesombongan, kedirian,
ketidak tahuan serta ketidak pahaman atas seruan agama. Untuk itu,
Allah SWT memerintahkan untuk berhati-hati dari mereka. Jika setiap
individu ingin mengindari kesalahan maka dapat ditolerir karena ada
kemaslahatan atau kebaikan yang tidak terbatas, tidak menghukum
mereka dengan cara melupakan kesalahan yang pernah diperbuat dan
mengampuninya. Maka baginya disisi Allah ada pahala yang agung.
Akhlak merupakan dasar yang utama dalam pembentukan kepribadian
manusia yang seutuhnya. Pendidikan yang mengarah pada terbentuknya
kepribadian berakhlak merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan,
sebab akan melandasi kestabilan kepribadian secara keseluruhan.
Untuk terciptanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan
Tuhannya, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya,
68
maka perlu adanya pendidikan. Dan pendidikan yang dimaksud adalah
pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak memang sangat penting dalam
kehidupan manusia, baik secara individu maupun keluarga. Dalam hal ini
yang pertama kali menentukan adalah pendidikan akhlak yang diterima
seseorang dalam keluarga.
Oleh sebab itu, penting sekali diciptakan lingkungan keluarga yang
baik, dalam arti menguntungkan bagi kemajuan dan perkembangan pribadi
anak serta mendukung tercapainya tujuan yang dicita-citakan. Pergaulan anak
sehari-hari dengan lingkungan keluarganya itu akan membentuk sebuah
karakter, watak dan sikap serta kepribadian anak.
Sebelum anak dapat berpikir logis dan memahami hal-hal yang abstrak,
serta belum sanggup menentukan yang baik dan mana yang buruk (tamyiz)
mana yang benar dan mana yang salah, maka contoh-contoh, latihan-latihan
dan pembiasaan-pembiasaan (habit forming) mempunyai peranan yang sangat
penting dalam pembinaan pribadi anak, karena masa kanak-kanak adalah masa
yang paling baik untuk menanamkan dasar-dasar pendidikan akhlak. 39
Anak yang tidak pernah disayangi dan diberi pendidikan akhlak yang
baik, maka dampaknya akan bisa dirasakan langsung oleh orang tua. Tepat
sekali kalau Rasulullah Saw menganjurkan kepada orang tua agar memberi
contoh tingkah laku yang baik pada anaknya, seperti berbakti kepada orang
tua. Memberikan pendidikan akhlak kepada anak harus diajarkan sejak kecil,
agar mereka terbiasa berlaku sopan dan punya kepribadian luhur. Penanaman
39
hlm. 106.
Zainuddin, dkk., Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
69
akhlakul karimah sejak kanak-kanak merupakan dasar bagi pembentukan
kepribadian anak.
Oleh karena itu, Islam menekankan akhlak baik dan menyeru kaum
muslimin untuk senantiasa membinanya serta menanamkannya di dalam jiwa
anak dan akhlak menempati posisi yang paling penting setelah orang beriman.
Ajaran Islam sangat mengutamakan terbinanya akhlak yang baik pada
manusia. Setiap orang Islam wajib rnembentuk pribadinya dengan hiasan
akhlak al-karimah.
Berhubungan dengan hal tersebut, maka apabila manusia khususnya
keluarga dapat menanamkan sifat-sifat yang terpuji dalam kehidupan
masyarakat,
maka
akan
terbentuk
kepribadian
yang
baik
dengan
memperhatikan unsur-unsur pendidikan akhlak yang sesuai dengan dasar dan
tujuan pendidikan akhlak. Dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan serta
menumbuhkan akhlak pada pribadi anak, maka secara umum seorang anak
adalah sosok individu yang cinta damai, bertutur kata yang lemah lembut,
tidak menyinggung, tidak menyakiti dan menghujat orang lain.
Lebih dari itu hatinya pun senantiasa dipelihara agar tidak tumbuh rasa
iri, pemarah, dengki, dendam dan sebagainya. Dengan menjaga diri untuk
tidak melakukan hal-hal yang demikian, diharapkan seorang anak dan manusia
lain disekitarnya akan terpelihara. Tidak terusik oleh gangguan tangan, katakata maupun hatinya. Sehingga nilai-nilai pendidikan akhlak dalam keluarga
mempunyai arti penting bagi pembentukan kepribadian anak yang baik, yaitu
merupakan kebutuhan ideal sebagai pedoman dan pegangan dalam
70
mengarungi kehidupannya mencapai tingkat kedewasaan yang Islami.
Karenanya nilai-nilai pendidikan akhlak harus ditanamkan kepada anak sedini
mungkin untuk dapat dipahami, dihayati dan diamalkan. Sebab permasalahanpermasalahan yang dihadapinya sangatlah kompleks sehingga persiapan
mental spiritual harus dipersiapkan. Tanpa landasan mental spiritual ini
manusia tidak mampu mewujudkan keseimbangan antara dua kekuatan yang
saling bertentangan yaitu kekuatan kebaikan dan kejahatan.
Oleh karena itu, keluarga harus membentuk dan menumbuhkan
kepribadian anak ke arah yang kuat dengan memberikan pengalaman atau
kebiasaan yang baik, nilai-nilai akhlak yang tinggi serta kebiasaan yang sesuai
dengan ajaran agama (Islam). Nilai-nilai akhlak yang ditanamkan dalam
keluarga sejak dini pada anak-anak dengan sendirinya akan menjadi bagian
dari unsur-unsur kepribadiannya.
Apabila jiwa anak dididik untuk mengutamakan kemuliaan, mencintai
kebajikan, dan membenci kejelekan, maka akan lahir darinya perbuatanperbuatan yang lebih baik dan tidak sulit melakukan apa yang disebut akhlak
baik seperti pemurah, lemah lembut, sabar, bertanggung jawab dan perbuatan
yang mencerminkan kemuliaan akhlak. Sebaliknya jika jiwa ditelantarkan,
tidak dibina dengan unsur yang baik dan membenci kebaikan, maka akan
muncul perkataan-perkataan dan perbuatan yang hina dan cacat yang disebut
akhlak buruk, seperti: hianat, berdusta, rakus dan sebagainya. Begitu
pentingnya akhlak dan penanamannya dalam jiwa anak, maka Rasulullah Saw
71
jauh-jauh hari telah menganjurkan kepada orang tua agar mendidik anaknya
dengan akhlak mulia.
Berhubungan dengan hal tersebut, maka apabila manusia khususnya
keluarga dapat menanamkan sifat-sifat yang terpuji dalam kehidupan
masyarakat, maka akan terbentuk kepribadian yang harmonis dengan
memperhatikan unsur-unsur pendidikan akhlak yang sesuai dengan dasar dan
tujuan pendidikan akhlak.
Dengan menanamkan nilai-nilai akhlak yang mulia pada pribadi anak
maka secara umum seorang anak akan menjadi seorang individu yang
mempunyai sifat Kesopanan dapat menghormati tokoh, dan dapat membantu
orang lain.
Anak yang telah tertanami nilai-nilai akhlak yang mulia tersebut secara
langsung akan dapat mengontrol gejolak yang timbul di dalam dirinya. Karena
keyakinan akan agama merupakan modal untuk dapat mengatur sikap dan
tingkah laku seseorang secara otomatis dari dalam, sekalipun dia hidup dalam
alam yang serba modern sekalipun. Pendek kata apabila seseorang telah
mendapatkan didikan agama sejak dini, agama dapat memberikan bimbingan
hidup dari yang sekecil-kecilnya sampai yang sebesar-besar-besarnya, mulai
dari hidup pribadi, keluarga, masyarakat, hubungan dengan Tuhan dan
hubungan dengan alam semesta.
Manusia dalam hidupnya tidak sedikit mengalami kesulitan dan
problema yang harus dihadapi. Bagi orang yang beragama tentunya
diharapkan secara langsung dapat mengatasi, walaupun problem yang
72
dihadapi itu sangat besar dan berat. Begitu juga keadaan-keadaan bathin yang
mengganggu manusia seperti gelisah yang luar biasa, bagi seseorang yang
telah mendapatkan siraman nilai-nilai Islam diharapkan nilai-nilai Islam
tersebut mampu menentramkan bathinnya.
Proses seorang anak menjadi seorang yang berperilaku Islam atau
berkepribadian
Islam
tersebut
tidak
lepas
dari
lingkungan
yang
mendukungnya, teladan yang baik dan pendidikan akhlak, agar si anak dapat
hidup bermoral dalam kehidupannya ketika dewasa.
B. Analisis Terhadap Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Menurut Al-Qur’an
Surat Al Hujurat ayat 2
Orientasi untuk membahas, mengkaji, dan menelaah teks-teks AlQur’an adalah untuk merealisasikan antara teks tersebut dengan keadaan,
situasi, dan waktu yang terus berjalan. Tanpa adanya upaya tersebut, maka
keberhasilan untuk merealisasikan atau menghidupkan teks-teks tersebut tidak
akan dapat diterima, baik di luar Islam maupun Islam sendiri. Ajaran tersebut
tidak bisa menyesuaikan dan mengikuti perkembangan zaman. Untuk itu
dibutuhkan adanya penafsiran tentang teks-teks Al-Qur’an tersebut, karena
dengan adanya tafsiran ayat akan menjkadikan suatu teks bisa menjadi hidup
dan tidak stagnan.
Selain itu kebutuhan akan penafsiran atas ayat-ayat Allah SWT dirasa
sangat penting dan diperlukan dalam segala aspek kehidupan, baik masa lalu,
sekarang maupun masa datang. Dengan kata lain, al-Qur’an adalah petunjuk
73
bagi seluruh manusia ke jalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat.
Al-Qur’an memberikan petunjuk dalam berbagai persoalan hidup, baik
masalah aqidah, akhlak maupun muamalah, sebagaimana menurut Al-Qur’an
surat Al Hujurat ayat 2 yang menjelaskan tentang keutamaan-keutamaan
akhlaq yang mulia, yang harus diajarkan dan diaplikasikan oleh peserta didik.
Walaupun dalam pendidikan tidak menafikan aspek aqidah dan syariah, akan
tetapi dalam kajian ini (dalam surat Al Hujurat ayat 2) lebih menfokuskan
kepada akhlaq atau keutamaan akhlaq.
Khusus dalam kaitannya dengan pengembangan pendidikan akhlak, alQur’an banyak menyinggung sifat sopan, santun, menghormati para tokoh dan
sebagainya. Persoalannya adalah bagaimana pemahaman anak didik terhadap
ajaran-ajaran yang ada, khususnya mengenai pendidikan akhlak dan
bagaimana mengaplikasikan ajaran-ajaran tersebut dalm kehidupan keseharian.
Namun demikian dalam usaha aktualisasi ajaran-ajaran nilai-nilai
pendidikan akhlak memerlukan juga kajian tafsir yang mendalam, agar ayatayat al-Qur’an yang termasuk dalam sinar ilahi dapat tersosialisasi, bahkan
dapat menjadi acuan berperilaku dalam masyarakat. Di antara ayat al-Qur’an
yang memerlukan penjelasan sebagai contoh yaitu surat Al Hujurat ayat 2.
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an surat Al Hujurat
ayat 2 :
74
1. Laa Tarfangu ( jangan berlaku sombong)
Orang yang mampu mengendalikan perilaku sombong tentu ia
telah menyadari atas kelemahannya. Oleh karena itu, untuk menyikapi atau
merespon hal tersebut maka sikap yang paling baik dalam merespon
kelebihan orang lain adalah dengan menghormati sebelum orang tersebut
minta di hormati. Apalagi kalau sudah merasa besar biasanya memiliki
sikap sombong. Jangan ada perasaan sombong
untuk dirinya/
kelompoknya, karena sombong adalah milik Allah Swt semata,
yang
apabila sikap sombong sudah menghinggapi setiap individu, jelas dilarang
oleh semua ajaran agama, disamping bagi si pelaku berdosa dan juga bagi
yang melakukannya, juga dapat merusak dan merugikan diri sendiri.
Merasa lemah adalah sikap yang dapat mengukur, kelemahan diri
sendiri, juga terhadap kesalahan orang lain tanpa ada rasa merasa besar,
kuat ataupun berkuasa. Dalam bahasa Arab sifat sombong tersebut disebut
dengan taqabur yang secara etimologis berarti berlebih-lebihan atau
kelewat lebih. Sebagaimana disebutkan di dalam Surat Al Baqarah ayat
219.
Artinya :
”Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: Yang lebih dari keperluan”. (Q.S. Al-Baqarah 2 :
219) 40
40
,Departemen Agama RI ” Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta:, 1989 , hlm.5 53.
75
Yang berlebih seharusnya diberikan agar keluar. Dari pengertian
mengeluarkan yang berlebih itu, kata taqabur kemudian berkembang
maknanya menjadi mengubur Dalam konteks bahasa ini bersikap lemah
lembut berarti menghapus kesombongan atau bekas-bekas luka yang ada
di dalarn hati.
Kata taqabur terulang dalam AI-Quran sebanyak 34 kali. Selain
satu kali berarti kelebihan, sebagaimana dalam Surat Al-Baqarah ayat 219
di atas selebihnya berarti menganggap kecil pihak lain, , dan tidak
sekalipun berarti kurang mau menghargai pihak/ orang lain. Tapi ayat ini
menganjurkan kepada umat manusia untuk tidak menjadi alasan orang
yang kelewat takabur untuk minta dimaklumi, sekaligus minta dihindari
dari perbuatan tersebut, juga bagi orang yang telah berbuat kesalahan
kepadanya atau mendloliminya.
Sifat sifat yang berhubungan dengan sikap sikap tersebut, yakni,
kasar, sombong, tidak menghargai orang lain, disamping
merusak
pergaulan bermasyarakat, tapi juga merugikan dirinya sendiri. Energi akan
terkuras dalam memelihara dan berusaha untuk melampiaskan sikapnya.
Oleh sebab itu, Allah SWT menyuruh untuk menjauhi tersebut kecil
apapun. Tindakan kesombongan tersebut sebaiknya diikuti dengan
tindakan bertaubat. Di dalam beberapa ayat Al-Qur’an perintah bertaubat
diikuti dengan perintah berlapang dada seperti pada ayat berikut :
Artinya :
76
Maafkanlah mereka dan berlapang dadalah, sesungguhnya Allah
senang kepada orang-orang yang berbuat kebajikan terhadap
orang yang melakukan kesalahan kepadanya”. (Q.S. Al-Maidah :
l3) 41
Untuk lebih memahami maksud lemah lembut tersebut, ada
baiknya dilakukan tinjauan kebahasaan. Sebab lemah lembut dalam arti
sikap berlapang dada dalam bahasa Arab disebut dengan ash-shafhu yang
secara etimologis berarti lapang. Halaman pada sebuah buku dinamai
shafhah karena kelapangan dan keluasannya. Dari sini ash-shafhu dapat
diartikan kelapangan dada. Berjabat tangan dinamai mushafahah karena
melakukannya menjadi pertanda kelapangan dada.
Ibarat menulis di selembar kertas, jika terjadi kesalahan tulis,
kesalahan itu akan dihapus dengan alat penghapus. Tapi serapi-rapinya
menghapus tentu akan tetap meninggalkan bekas. Bahkan kemungkinan
kertas yang dipakaipun akan menjadi kusut. Supaya lebih baik dan lebih
rapi, sebaiknya diganti saja kertasnya dengan lembaran yang baru.
Menghapus kesalahan itulah yang disebut memaafkan. Sedangkan
berlapang dada adalah menukar lembaran yang salah dengan lembaran
yang baru sama sekali. Jadi berlapang dada menuntut seseorang untuk
membuka lembaran baru hingga suatu hubungan tidak sedikitpun tampak
ternodai, tidak kusut dan tidak seperti halaman yang telah dihapus
kesalahannya.
41
Ibid., hlm. 160.
77
2. Walaa tajhar
Parbuatan dosa atau kesalahan yang pernah dilakukan orang lain
jangan sampai di respon dengan emosi yang tidak terkendali. Karena
emosi yang tidak terkendali akan cenderung mendatangkan tindakan
negatif berikutnya yang tidak jarang kemudian akan disesali. Nabi pernah
memberi nasehat kepada seseorang yang datang meminta nasehat kepada
beliau ”Jangan kamu marah”. Nabi mengulangi nasehat itu sampai
beberapa kali. (H.R. Bukhari).
Dalam hadits tersebut ada larangan untuk tidak boleh marah akan
tetapi bukan berarti membiarkan suatu kesalahan dan kemungkaran terjadi.
Perintah nahi munkar dan mengoreksi kesalahan yang dilakukan orang lain
adalah amal baik yang diperintahkan Islam. Orang yang mudah marah
lebih banyak dikendalikan oleh emosinya dari pada akal sehatnya,
sehingga kadang-kadang berlaku seperti orang bodoh. Di mana alat-alat
rumah tangga, benda-benda berharga kadang-kadang menjadi sasaran
pelampiasannya.
Sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat,
betapa berbahayanya kalau segala persoalan yang muncul disikapi dengan
marah yang tidak terkendali, baik dalam persoalan kriminal maupun
politik. Dalam kriminal misalnya, betapa mudahnya masyarakat
melampiaskan kemarahannya kepada pencuri atau orang-orang yang baru
dituduh mencuri dengan memukulinya hingga babak belur. Bahkan tidak
jarang terjadi hingga ke arah tindakan membakar hidup-hidup tanpa ada
78
rasa belas kasihan sedikitpun. Sudah tentu, sekalipun dia bersalah,
hukuman yang diterimanya sama sekali tidak setimpal dengan
kesalahannya. Apalagi menurut agama ataupun hukum positif, main hakim
sendiri adalah perbuatan yang tercela. Begitu juga dalam dunia politik,
dalam menyikapi perbedaan pendapat atau sikap politik atau kekalahan
dalam pilkada misalnya, tidak sedikit anggota masyarakat yang
menghadapinya dengan kemarahan dalam bentuk tindakan-tindakan
anarkisme/destruktif seperti halnya melempar batu, membakar kantor,
merusak gedung-gedung sekolah, memblokir jalanan hingga menimbulkan
kemacetan dan sebagainya.
Seseorang tidak dapat menguasai amarahnya segera kepada orang
lain yang menyakiti atau menyinggung perasaannya, langkah yang lebih
baiknya yang ditempuh adalah dengan cara menghindarinya supaya
jiwanya tenang dan bisa menstabilkan amarahnya.
Segala sesuatu sudah ada aturan dan mekanismenya masingmasing. Jika seseorang dituduh melakukan tindakan kriminal, laporkan ke
polisi dan diproses secara hukum. Jika terjadi perbedaan pendapat maka
jalan yang ditempuh yaitu dengan bermasyawarah. Akan tetapi betapapun
bagusnya sebuah aturan dan betapapun rapinya sebuah mekanisme, dengan
kemarahan semuanya jadi tidak berguna. Oleh sebab itu, agama melarang
sifat marah yang berlebihan dan menganjurkan langkah yang lebih baik,
yaitu sikap menahan amarah.
79
3. Laa tasngurun
Pada posisi seseorang yang pernah berbuat salah atau belum pada
hakekatnya sedang mengumpulkan amal perbuatan
yang sebanyak
banyaknya, dan merupakan akhlak yang mahmudah. Yaitu akhlak terpuji
yang dianjurkan oleh agama dan dipraktekkan langsung oleh baginda Nabi
Saw dengan teladan yang bagus (uswatunhasanah).
Artinya :
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangann hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah”. (Q.S. al-Ahzab: 21). 42
Bagaimana cara orang yang telah pernah berbuat salah. Dalam bab
II telah dijelaskan, bahwa cara yang paling baik untuk menyadari diri
sendiri dan mengakui kesalahan seseorang adalah dengan menutupi
kesalahannya dan tidak menyebarluaskan kesalahan yang pernah ia
lakukan.
42
Ibid., hlm. 670.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis mengadakan penelitian
dari litaeratur serta
pembahasan dari hasil analisis data berdasarkan pengamatan serta menurut
kemampuan penulis dalam mengungkap gambaran tentang Nilai nilai
Pendidikan Akhlak dalam surat Al Hujurat ayat 2, , maka dari beberapa
sumber rujukan dalam skripsi ini dapat penulis simpulkan sebagai berikut :
1. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam surat Al Hujurat ayat :2
Adanya
upaya
untuk
terus
memberikan
makna
yang
sesungguhnya, maka setiap bentuk perbaikan ke arah akhlak mulia bagi
bagi peserta didik khususnya, dan umat Islam pada umumnya , maka
keberhasilan untuk merealisasikan atau menghidupkan teks-teks tersebut
tidak akan dapat diterima, baik di luar Islam maupun Islam sendiri. Ajaran
tersebut tidak bisa menyesuaikan dan mengikuti perkembangan zaman.
Untuk itu dibutuhkan adanya penafsiran tentang teks-teks al-Qur’an
tersebut, karena dengan adanya tafsiran ayat akan menjkadikan suatu teks
bisa menjadi hidup dan tidak stagnan.
2. Nilai-nilai pendidikan Akhlak Menurut Islam,
Bahwa tujuan pendidikan Akhlak ada dua. Pertama, tujuan akhir
atau permanen. Pada tujuan akhir ini ialah memberdayakan manusia untuk
bisa mengabdi kepada Tuhan yang haq. Kedua, tujuan kontekstual. Dalam
80 tujuan ini Akhlak di artikan dengan terbentuknya pribadi-pribadi muslim
yang mampu mengatasi persoalan dan problema yang terjadi di lingkungan
masyarakat
yang
kemudian
dapat
mencari
solusi
untuk
dapat
menyelesaikannya yang sesuai dengan syariat Islam.
3. Pandangan ahli tafsir dalam Nilai-niali Pendidikan Akhlak
Implementasi pemikiran para
ahli tafsir dalam pendidikan
Akhlak. Pertama, pendidikan Akhlak, hendaknya dikembalikan pada
hakikatnya yakni, sesuai
konsep pendidikan Islam yang utuh,
komprehensif dan berkelanjutan. Artinya yang berkelanjutan tiada henti di
mana masing-masing individu bertanggung jawab penuh untuk berbuat
baik pada dirinya. Kedua jika pendidikan akhlak tersebut ditarik dalam
dunia pendidikan formal, maka dituntut adanya pembenahan di beberapa
hal. Proses pendidikan Akhlak harus bersifat partisipatif, melibatkan
semua individu, semua orang yang belajar, agar terjadi interaksi antara
pengajar dan pembelajar dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman
praktek dalam kehidupan nyata. Para pelajar harus tergugah dan
berkembang
menjadi
mampudan
punya
keyakinan
diri
untuk
menyongsong masa depan yang lebih baik. Setiap manusia dewasa yang
bertanggung jawab untuk membangun hubungan interdependen dalam
lingkungan masyarakat. Singkatnya, setiap ulama, tokoh masyarakat,
pendidik
harus menempatkan diri agar menjadi role model, menjadi
panutan, menjadi teladan, sebagai orang-orang yang terus belajar dan
harus mau memaksakan atau memutlakkan pendapat dan pandangannya,
81 demi memberdayakan nilai-nilai akhlakul karimah dan akhlak mulia
menjadi instrument membentuk anak bangsa yang mandiri, utuh dan
berwawasan Islam rahmatan lil ‘alamin
B. Saran-Saran
Pertama,. adanya tuntutan dan tantangan secara
akademika ,bagi
segenap individu muslim untuk selalu melakukan pengembangan keilmuan
secara maksimal hal ini merupakan peranan umat Islam dalam mengembalikan
peran umat terdahulu dari aspek pemikiran-pemikiran Islam yang komprehnsif
dan menyeluruh.
Kedua, kepada para penggali khasanah keilmuan Islam hendaknya
selalu mau menggali khasanah dan wacana pemikiran Keislaman sehingga
mampu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman ajaran Islam dan sesuai
tujuan pendidikan Islam yang salah satunya adalah untuk membimbing
manusia menjadi manusia yang seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa, berilmu dan sebagainya.
Ketiga kepada seluruh umat Islam, supaya mulai serius mengkaji dan
menggali seluruh aset dari wahyu Allah ( baik Al Qur’an maupun al hadits )
Umat Islam secara komprehensif, untuk mendapatkan pengalaman belajar
dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran khususnya bidang mata
pelajaran PAI.
82 C. Penutup
Dengan mengucapkan Alhamdulillahirabbil'alamiin, penulis merasa
sangat bersyukur kepada Allah SWT, karena walaupun dengan bersusah payah
dan bentuan dari berbagai pihak, ternyata skripsi ini dapat terselesaikan
walaupun masih banyak kekurangannya di sana sini, oleh karena itu saran
serta kritik yang membangun dari para pembaca yang budiman senantiasa
penulis harapkan.
Akhirnya penulis hanya dapat berharap semoga semua amal baik kita
mendapat ridla Allah SWT, serta semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak terutama bagi perkembangan dunia Pendidikan Agama Islam.
Amin Ya Rabbal 'Alamiin
Tambak ,
83 13 Juli
2010
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, H , 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Edisi Baru. Gaya Media Pratama :
Jakarta.
Al Ghazali ,(2001) Al mungkid Minad Dholal (Terj), Pustaka Progresif : Surabaya
--------------.(2002) Mukhtasor Ihya Ulummadin( Terj) Mizan Bandung
Musa Asy’arie (2002). Filsafat Islam Sunah Nabi dalam berfikir, LESFI .Bandung
Badri Yatim ( 2001) Sejarah Peradaban Islam II, Penerbit Ghalia Indonesia,Jakarta
Didin Saefudin ( 2002) Zaman Keemasan Islam , Grasindo Jakarta
Hasan Langgulung ( 1992) Azas-azas Pendidikan Islam, Pustaka Al Husna,Jkt.
Departemen Agama RI (2002) Al Quran dan Terjemah. Lajnah Pentafsir AlQuran, CV. Mahkota, Surabaya
…………………………(2003) Memahami UU SISDIKNAS, Binbagais, Jakarta
Kamiso (2007) , Kamus Lengkap Bahasa Inggris Indonesia, Karya Agung
Surabaya,
Fathiyah Hasan Sulaiaman ( 1990). Ba’ats fi’il Madzhab al Tarbawi ‘indal Ghazali
(terj). P3M Jakarta
Zakiyah Darajat. (1996). Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Panjimas, Jakarta
Saefudin Aswar,( 2007) Metode Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta
Muhaimin. (2002). Paradigma Pendidikan Islam. Rosda Karya. Bandung
William F.Oneil.( 2002). Idiologi Pendidikan (Terj). Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Berling (2003) Inleiding tot de wetenchasper ( terj) Tiara Wacana Yogyakarta.
Pillip K. Hitti ( 2002) History Of Arabs ( Terj) Serambi, Jakarta
Karen Amstrong (2003) Islam, Jendela Yogyakarta
Musrifah Suminto (2004) Sejarah Islam Klasik,Perkembanagan Ilmu Pengetahuan
Islam, Prenada Media, Jakarta
Ahmad Hasmy, (1993), Sejarah Kebudayaan Islam , Bulan Bintang Jakarta
Ali Mufrodi,( 1997) Islam dikawasan Kebudayaan Arab, Logos, Jakarta.
Yoesoef Sou’yb ,(1977) Sejarah Daulat Abbasiyah, Bulan Bintang Jakarta
Ahmad Salabi, (1983) Sejarah dan Kebudayaan Islam, Pustaka panjimas,Jakarta
Amir Hasan Sidiq, (1987) Studies Islamic History, Al ma’arif Bandung.
Mat Solikhin ( 2005) Sejarah Peradaban Islam, Rasail Semarang
Depdikbud,(1991) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia
Zahara Idris (1992) Pengantar Pendidikan , Remaja Karya, Jakarta
Ngalim Purwanto,( 2008) Ilmu Pendidikan Teori dan Praktek, Rosda karya Jakarta
Suwarno, ( 1982). Pengantar Umum Pendidikan, Aksara Baru, Jakarta
Redja Mudyaharjo. (2001) Filsafat Ilmu Pendidikan, Rosda Karya Bandung
M. Arifin( 1996) ,Filsafat pendidikan Islam,Remaja Rosda Karya. Jakarta
Al Attiyah Al Abrosi,(1997)
Panjimas Jakarta
Filsafat Pendidikan Islam ( Terj)
CV. Pustaka
Abdurahaman An Nahlawi,(1976) Pendidikan Islam, Al Kautsar Jakarta
Hasan Ibrohim Mitsan (1989) Sejarah dan Kehidupan Nabi, Kota kembang Yogya
Harun Nasution,(2001) Islam ditinjau dari berbagai Aspek, UI Press,Jakarta
Van Hove,( 1978) Dunia Baru Islam, Ikhtiyar Bandung
W. Monteregemtry,(1987) Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, P3M Jakarta.
Hasan As’ari, (1998) Pendidikan Tinggi dalam Islam, Logos Jakarta
Suharsimi Arikunto, (2006) Prosedur Penelitian suatu Pendekatan, Rineka Cipta
Jakarta
Mehdi Nakoteen,(1996) Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat, Risalah
Surabaya
DAFTAR PUSTAKA
Aam Amiruddin (2006) Tafsir Al Qur’an, CV. Khazanah Intelektual, Bandung
Abuddin Nata, ( 2005.) Tafsir ayat-ayat Pendidikan. PT Rajagrafindo, Pratama :
Jakarta.
----------------------2002). Akhlak Tasawuf, CV.Rajagrafindo, Jakarta
Abdul Wahib Ramli (2002). Ulumul Qur’an I (Raja grafindo Persada, Jakarta
Ahmadi .(1992) Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Adita Media
Yogyakarta
Asmaran AS (1994) Pengantar Studi Akhlak, PT Rajagrafindo Persada Jakarta
Chabib Toha (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar Yogya
Departemen Agama RI (2002) Al Quran dan Terjemah. Lajnah Pentafsir AlQuran, CV. Mahkota, Surabaya
Ibnu Katsir. (tt). Tafsir Ibnu katsir. Al ma’arif . Bandung
Kamiso (2007) , Kamus Lengkap Bahasa Inggris Indonesia, Karya Agung
Surabaya.
Marimba (1989) Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Penerbit Al Ma’arif Bandung
M .Quraish Shihab (2006) Wawasan Al-Qur’an, Penerbit Mizan, Bandung.
Ngalim Purwanto ( 2000) Ilmu Pendidikan ,teori dan Praktek , Remaja Rosda Karya.
Nurwadjah Ahmad , (2007) Tafsir ayat-ayat Pendidikan Marja : Bandung
Nurul Zuhriyah (2007) Pendidikan Moral dan Budi Pekerti, dalam Perubahan , CV
Bumi Aksara, Jakarta
Saefudin Azwar, (2007) Metode Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta
Tafsir Al Maraghi (1992) Terjemah Tafsir Al Maroghi , PT Karya Toha Putra,
Semarang
Zuhairini (2004), Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta
. Zakiyah Darajat. (1996). Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Panjimas, Jakarta
.
.
Abuddin Natta, (2002) Akhlak tasawuf, CV. Rajagrafindo, Jakarta,
William F.Oneil.( 2002). Idiologi Pendidikan (Terj). Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Charles E. Skinerr (1958) Esential of Education Psykologi ( terj) Tiara Wacana
Yogyakarta.
Sugarda Purbakawaca ( 1982) Ensiklopedi Pendidikan ( Gunung Agung, Jakarta
Zaenudin (TT ) Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghozali, Bumi Aksara Jakarta.
Al Ghozali (tt) Ihya Ulumadin Juz III ( Al Halabi Al Arobiah.)
Humaidi Tatangpangarsa (1990) Pengantar Kuliah Akhlak, Bina Ilmu Surabaya
Ahmad Amin ( 1983) Etika (Ilmu Akhlak) Terj. KH.Farid Ma’ruf, Bulan Bintang
Jakarta,
M.Zain Yusuf (1993) Akhlak tasawuf, Nawa Kartika Semarang
Maemunah Hasan(2000) Rumah Tanga Muslim, Bintang Cemerlang, Yogyakarta
Zuharini (1995) Filsafat Pendidikan Islam , Bumi Aksara Jakarta
Yunahar Ilyas,(2004) Kuliyah Akhlak, LPPT Yogyakarta
Majalah Assunah (2002) Mendidik Anak dengan Akhlak, Edisis 03/VI/1423
Mustofa Al Maroghi (1998) Tafsir Al Maroghi ( terj) K. Ansori umar Sitanggal
Toha Putra Semarang
Imam Ahmad Bin Hanbal,(1993) Musnad Ahmad Bin Hanbal Juz II, Beirut
M. Ali Hasan (1992) Tuntunan Akhlak, Bulan Bintang Jakarta
Muh. Abdul Qasem, (1975) Etika Al Ghozali, Pustaka Bandung
Muhamad Qutub ( 1984) Sistem Pendidikan Islam ( Terj) Salman Harun Al Ma’arif
Bandung.
Endang Saefudin Ansori (1993) Wawasan Islam, Raja grafaindo Persada Jakarta
Abdul Munir Mulkan (1992) Runtuhnya Mitos Politik Santri,Sipress Yogyakarta
Jamaludion Rahmat (1989) Islam Alternatif, Mizan Bandung
Ahmad Azhar Basyir(1996) Reflkesi atas Persolan KeIslaman, Mizan bandung
DAFTAR PUSTAKA
Dep. Agama. RI (2003) Memahami UU SISDIKNAS, Binbagais, Jakarta
Badan Standar Nasional ( BSN),(2005) Standar Penilaian pendidikan, Depdiknas.
Johar, MS ( 2006) Guru Pendidikan dan pembinaannya, Sesusi dengan UU Guru_,
CV. Grafika Indah Yogyakarta.
Farida Yusuf Tayibnapis (2008) Pendidikan dan Penelitian, CV, Rineka Cipta
Jakarta.
Nanang Fatah (2006) Landasan Manajemen dan Evaluasi Pendidikan, Rosda
Karya Bandung.
M.Uzer Usman, (1995) Menjadi Guru Profesional, CV Rosda Karya Bandung,
Hasan Langgulung,(1995) Manusia dan Pendidikan Jakarta Huzna Zikra.
Hari Noer Ali ( 2000) Manusia dan Pendidikan , Grasindo Jakarta
Muhammad Ali Daud (2002) Pendidikan Agama Islam, Raja grafindo Persada
Media, Jakarta
Azumardi Azra (2000) Pendidikan Islam PT.Logos Wacana Ilmu, Jakarta
Mudyaharjo, Redja, ( 2002) Filsafat Ilmu Pendidikan ,Suatu Pengantar, Jakarta,
Naim Ngainun, A. Patoni,( 2007) Materi Penyusunan Desain Pembelajaran PAI
Wojowasito (2002) Wulangreh , Sinar Aditama, Yogyakarta
Muhaimin ( 2007 ), Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta
PT. Raja Grafindo.
Budiningsih, Asri ( 2005 ) Belajar dan Pembelajaran ,Jakarta Rineka Cipta
Darajat Zakiyah. ( 1996 ) Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta Bumi Aksara
Arifin, Muzayyin, (2005 ) Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta Bumi Aksara
Arikunto Suharsimi.( 2005 )
Jakarta Bina Aksara
Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek
Akbar,Usman .(2006) Metode Penelitian Sosial, Jakarta, PT Bina Aksara
Download