Hubungan Antara Financial Management Behavior dan Kecemasan

advertisement
HUBUNGAN ANTARA FINANCIAL MANAGEMENT BEHAVIOR DAN
KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA KARYAWAN PT.
NOJORONO TOBACCO INTERNATIONAL
Ovi Prita Yulia
Ratriana Y.E. Kusumiati
Enjang Wahyuningrum
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara financial management
behavior dan kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan PT. Nojorono
Tobacco International. Penelitian ini dilakukan pada 42 karyawan PT. Nojorono
Tobacco International yang akan pensiun 5 tahun mendatang, berstatus bulanan, serta
tidak memiliki penghasilan tambahan. Pemilihan subjek dipilih dengan menggunakan
metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala
financial management behavior dan skala kecemasan menghadapi masa pensiun.
Hubungan antara financial management behavior dan kecemasan menghadapi masa
pensiun diuji dengan korelasi Pearson’s Product Moment. Koefisien korelasi yang
diperoleh sebesar -0,472 dengan nilai signifikansi 0,002. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara financial management behavior
dan kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan PT. Nojorono Tobacco
International. Artinya semakin tinggi tingkat financial management behavior akan
menuntun pada menurunnya tingkat kecemasan menghadapi masa pensiun dan begitu
pula sebaliknya.
Kata kunci : financial management behavior, kecemasan menghadapi masa
pensiun, pensiun karyawan.
i
Abstract
The purpose of this study was to examine correlation between financial management
behavior and anxiety toward retirement of PT. Nojorono Tobacco International’s
employees. This study was conducted on 42 employees of PT. Nojorono Tobacco
International who will retire next 5 years, monthly status, and have no additional
income. Subject were selected using purposive sampling method. Data collected by
using financial management behavior scale and anxiety toward retirement scale. The
relationship between financial management behavior and anxiety toward retirement
analysed with Pearson’s Product Moment. The result of correlation coefficient is at 0,472 with significance 0,002 (p < 0,05). In conclusion there is negative significant
correlation between financial management behavior and anxiety toward retirement of
PT. Nojorono Tobacco International’s employees. That means that increases in
financial management behavior will lead the decreases of anxiety toward retirement
and vice versa.
Keywords : financial management behavior, anxiety toward retirement, retired
employees
ii
1
PENDAHULUAN
Pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang dinamis, dimana manusia mengalami
pertumbuhan didalam rentang kehidupannya. Tugas perkembangan manusia yang
terakhir adalah menjadi lanjut usia. Pada tugas perkembangan ini, kondisi fisik manusia
tidaklah sekuat ketika berada pada tahap perkembangan sebelumnya. Hal ini biasanya
memicu pandangan negatif tentang peran lansia didalam kehidupan sehari-hari.
Havighurst (dalam Soetjiningsih, 2005) menyebutkan tugas perkembangan masa lanjut
usia sebagai berikut: Penyesuaian terhadap kekuatan fisik yang menurun, kematian
pasangan hidup, menjalin relasi dengan teman sebaya, memenuhi kewajiban sosial
sebagai warga negara, meyesuaikan diri dengan gaji yang menurun dan masa pensiun,
serta merealisasikan kehidupan fisik yang sesuai.
Pensiun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak lagi bekerja
karena masa tugasnya telah selesai. Sedangkan definisi pensiun menurut Kail &
Cavanaugh (dalam Imama, 2011) adalah proses yang kompleks yang dialami oleh
orang-orang yang menarik diri atau lepas dari pekerjaan atau jabatan yang dimiliki.
Sebagai proses yang kompleks, pensiun menuntut individu untuk dapat menyesuaikan
dirinya dengan kondisi yang ada. Kondisi tersebut adalah hilangnya interaksi dan
pertemanan dengan rekan sekerja yang biasanya bertemu saat masih bekerja,
merosotnya kondisi finansial keluarga, hilangnya rutinitas bekerja yang berarti
bertambahnya waktu luang dan lain sebagainya. Pada individu tertentu, kondisi ini
dapat memicu timbulnya kecemasan dalam menghadapi masa pensiun.
Raymond mendefinisikan kecemasan sebagai meresapnya perasaan tidak
menyenangkan terhadap ketegangan, ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, perasaan
akan terjadinya bencana (dalam Martins & Idowu, n.d). Kecemasan sendiri berbeda
2
dengan ketakutan. Ketakutan merupakan respon terhadap bahaya yang sedang terjadi
dan bersifat jelas. Sedangkan, kecemasan merupakan respon terhadap ancaman yang
tidak terdefinisi atau tidak diketahui yang mungkin berasal dari konflik internal,
perasaan tidak aman, atau impuls/dorongan yang tersembunyi. Alloy (dalam Fitria,
2007) mendefinisikan kecemasan sebagai ketakutan yang sangat terhadap ancamanancaman dan kesulitan-kesulitan yang samar-samar dan tidak jelas dimasa mendatang
sehingga dapat membahayakan kesejahteraan seseorang. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kecemasan menghadapi masa pensiun sebenarnya timbul oleh adanya ketakutan
individu terhadap masa yang akan datang yang sifatnya tidak jelas dan mengancam,
menimbulkan konflik internal sehingga membuat individu tidak nyaman dan terganggu
kesejahteraan hidupnya yang berkaitan dengan gambaran masa pensiunnya.
Penyebab terjadinya kecemasan menghadapi masa pensiun atau pre-retirement anxiety
terdiri dari beberapa faktor. Pertama, menurut Brill & Hayes (dalam Imama, 2011)
faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan menghadapi masa pensiun, antara lain:
menurunnya pendapatan atau penghasilan termasuk didalamnya gaji, tunjangan,
fasilitas, serta masih ada anak yang belum mandiri atau tanggungan dalam keluarga,
hilangnya status atau jabatan serta penghormatan dari orang lain sebagai simbol
kesuksesannya, hilangnya interaksi sosial dengan rekan sekerja (karena kondisi fisik
dan ekonomi yang tidak memungkinkan), dan datangnya masa tua (menua dan
penurunan kondisi fisik). Selanjutnya, Ode (dalam Dada & Idowu, n.d.) menyebutkan
beberapa penyebab utama dari kecemasan menghadapi masa pensiun adalah uang yang
tidak mencukupi, perencanaan menghadapi masa pensiun yang tidak mencukupi
termasuk didalamnya kecemasan finansial, ketergantungan dengan gaji masa sekarang,
serta kurangnya pengetahuan penggunaan dana pensiun. Dalam penelitian ini faktor
3
finansial yang akan diteliti adalah mengenai pengelolaan atau perilaku keuangan dari
individu yang akan memasuki masa pensiun.
Pada dasarnya perilaku keuangan setiap individu berbeda satu dengan yang lain.
Foster (2008) menyebutkan bahwa perilaku pengelolaan keuangan merupakan motivasi
seseorang terhadap uang yang dimiliki atau berarti akan digunakan untuk apakah uang
yang dimiliki. Motivasi yang berbeda pada tiap individu merupakan pemicu adanya
perbedaan perilaku pengelolaan keuangan. Motivasi tersebut meliputi perbedaan
kebutuhan yang harus dipenuhi pada masing-masing individu. Definisi lain dari perilaku
keuangan atau financial management behavior menurut Zakaria, Jaafar & Marican
(dalam Petra, 2013) adalah bagaimana individu atau rumah tangga mengelola sumber
daya keuangan yang meliputi perencanaan, anggaran tabungan, asuransi, dan investasi.
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Lim dan Teo (dalam
Handi & Mahastanti, 2012), yang menyebutkan bahwa anxiety atau kecemasan
merupakan salah satu indikator yang dipengaruhi oleh perilaku pengelolaan uang.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Petra (2013), yang mengangkat perilaku
pengelolaan keuangan atau financial management behavior juga menyebutkan bahwa
buruknya seseorang atau individu dalam mengelola keuangan mereka akan berdampak
pada stres atau depresi keuangan yang merupakan tanda awal kebangkrutan keuangan.
Hasil penelitian lain oleh Joo & Grable; Lea, Webley & Walker yang menyebutkan
bahwa individu (orang dewasa) yang mengaplikasikan pelatihan pengelolaan keuangan
yang direkomendasikan oleh ahli dilaporkan mengalami tingkat kesulitan keuangan dan
stres yang rendah (dalam Dowling, Corney & Hoiles, 2009). Selanjutnya penelitian oleh
Dowling et al. (2009) yang menyebutkan lebih lagi, tingginya tingkat penilaian dan
4
kecemasan berhubungan dengan tingginya tingkat permasalahan finansial atau
keuangan.
Namun juga terdapat penelitian yang hampir serupa dan hasilnya berbeda.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh MacEwen, Barling, Kelloway & Higginbottom
(2011) menyebutkan bahwa masalah kesejahteraan keuangan dengan kecemasan
pensiun memiliki nilai beta tiga kali lebih kecil dibandingkan dengan nilai beta dari
hubungan antara kepuasan yang diharapkan dengan aktivitas dan kecemasan pensiun.
Hal ini disebabkan karena partisipan penelitian memiliki rata-rata penghasilan yang
tinggi.
Dengan dukungan dari penelitian terdahulu penulis juga melakukan wawancara
dengan beberapa subjek yang akan pensiun dari PT. Nojorono Tobacco International
(NTI) yang akan pensiun dan berstatus bulanan. Hasilnya, karyawan yang akan
memasuki masa pensiun merasa permasalahan finansial merupakan kendala terbesar
mereka. PT. NTI merupakan salah satu perusahaan rokok yang besar di Indonesia. Latar
belakang pemilihan karyawan PT. NTI sebagai subjek penelitian adalah karena
kesejahteraan karyawan (khususnya yang berstatus bulanan) PT. NTI tergolong baik
(meliputi tunjangan kesehatan untuk karyawan, istri dan anak karyawan yang berusia
dibawah usia 22 tahun, tunjangan hari raya, serta kenaikan gaji setiap tahun).
Sedangkan untuk pemberian gaji pensiun karyawan diberikan secara langsung (sekali)
dan bukan diberikan secara bertahap setiap bulannya. Sehingga, ketrampilan
pengelolaan keuangan sangatlah dibutuhkan untuk mengelola pesangon pensiun yang
diterima sebagai modal menjalani hari tua.
5
Hipotesis :
H0 : rxy ≤ 0
Tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara financial management
behavior dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan
PT. Nojorono Tobacco International
H1 : rxy > 0
Ada hubungan negatif yang signifikan antara financial management
behavior dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan
PT. Nojorono Tobacco International
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
Raymond mendefinisikan kecemasan sebagai meresapnya perasaan tidak
menyenangkan terhadap ketegangan, ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, serta
perasaan akan terjadinya bencana (dalam Martins & Idowu, n.d.). Sementara itu,
definisi kecemasan menurut Wright dalam Pradono dan Esterlita (2010) adalah
ketidaknyamanan pikiran yang menakutkan dan menyerang sebagian peristiwa yang
akan datang. Kecemasan juga membuat tubuh memberikan respon-respon seperti
berkeringat, ketegangan otot, detak jantung yang cepat, serta nafas yang cepat. Dari
beberapa pendapat tokoh diatas kecemasan dapat disimpulkan sebagai perasaan tidak
menyenangkan akan kejadian atau peristiwa yang akan datang yang menimbulkan
ketegangan, tidak diketahui jelas penyebabnya dan menimbulkan respon-respon dari
tubuh seperti detak jantung yang cepat, nafas yang tidak teratur, serta berkeringat.
Walaupun begitu menurut Semiun (dalam Ariyani & Bachtiar, 2008) kecemasan
6
bersifat subyektif, yang artinya suatu peristiwa yang menimbulkan kecemasan pada satu
individu belum tentu membuat individu yang lain merasa cemas.
Hal berbahaya yang mengancam individu dalam kasus ini adalah datangnya
masa pensiun. Pensiun pada dasarnya adalah kondisi dimana individu mencapai batas
akhir masa bekerja. Artinya pada kondisi pensiun individu keluar dari rutinitas bekerja,
kehilangan status sosial, relasi sosial dengan rekan sekerja, serta kemerosotan finansial.
Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Ross & Drentea (1998) yang
mengatakan bahwa pensiun menjauhkan individu dari komunitas, terputus dari
produktivitas kerja, terisolasi secara sosial dari rekan yang lainnya, merasa kosong,
bosan, tidak berguna, dan kehilangan rutinitas kehidupan.
Schawrz memandang masa pensiun sebagai akhir pola hidup atau transisi pada
pola hidup baru (Soetjiningsih, 2005). Masa transisi yang dimaksud adalah perubahan
dari kondisi individu yang semula bekerja menjadi tidak bekerja. Definisi lain dari
pensiun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak bekerja lagi karena masa
tugasnya sudah selesai. Artinya pada saat kelompok usia lanjut memasuki fase pensiun
ini mereka kehilangan rutinitas bekerja yang selama ini telah dijalaninya, yang pada
beberapa individu merasa ada yang hilang dalam dirinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa
bekerja merupakan bagian dari ciri individu yang sehat mentalnya. Selain itu bekerja
pada masa ini sering pula dipandang sebagai aktivitas dasar manusia. Sedangkan
manfaat lain yang diperoleh dalam bekerja adalah individu mendapatkan fungsi sosial,
status sosial, dan relasi sosial yang menghubungkan individu satu dengan yang lainnya
ditengah masyarakat (Kartono, 2000).
Menurut bahasan diatas, maka secara ringkas kecemasan menghadapi masa
pensiun adalah kondisi tidak menyenangkan, sifatnya mengancam namun tidak jelas
7
dan kabur mengenai gambaran masa pensiun yang mengganggu kesejahteraan individu
yang akan menghadapi masa pensiun.
2. Gejala-gejala Kecemasan
Gejala kecemasan menurut American Psychiatric Association (dalam Neville &
Teri, 2011) meliputi khawatir, merenung, cemas terhadap sesuatu hal tanpa alasan yang
jelas, merasa tegang, ketidakmampuan untuk tenang, mudah tersinggung, gelisah,
konsentrasi buruk, terlalu waspada, mengalami refleks kejut yang akut, peningkatan
ketegangan otot yang dikaitkan dengan rasa sakit dan nyeri, tremor halus/gemetar,
pergolakan psikomotor, ditandai dengan gangguan tidur, dan kelelahan.
Reaksi kecemasan dapat berbeda pada masing-masing individu yang akan
menghadapi masa pensiun, namun dapat dikatakan reaksi kecemasan yang timbul tidak
jauh berbeda dengan reaksi kecemasan yang timbul pada umumnya (Fletcer & Hanson,
dalam Pradono & Esterlita, 2010). Oleh karena itu untuk mengukur tingkat kecemasan,
gejala-gejala kecemasan (gejala fisiologis dan gejala psikologis) akan dijadikan sebagai
aspek pengukuran.
3. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab kecemasan menghadapi masa
pensiun menurut Ode (dalam Dada dan Idowu, n.d.):
a. Uang atau pendapatan yang tidak mencukupi
b. Tantangan dalam mengelola kesehatan mental
c. Tantangan dalam mengelola penurunan status sosial yang baru
8
d. Perencanaan persiapan menghadapi masa pensiun yang tidak mencukupi (termasuk
didalamnya perencanaan finansial)
e. Kesulitan dalam mengatur waktu
f. Ketergantungan penuh terhadap gaji yang didapatkan saat ini
g. Persoalan menjaga kediaman yang telah disediakan
h.Ketidaktahuan akan penggunaan uang pensiun yang didapatkan
i. Sikap dari teman dan keluarga
j.Tantangan akan pensiun yang datang secara tiba-tiba
Atamimi (dalam Pradono & Esterlita, 2010) membagi penyebab kecemasan
menghadapi masa pensiun kedalam beberapa faktor, sebagai berikut:
a. Faktor Fisik
kekuatan dan daya ingat yang semakin menurun membuat individu merasa dirinya tidak
dibutuhkan lagi sehingga timbul kecemasan.
b. Faktor Sosial
tidak adanya dukungan dari masyarakat perihal penghargaan terhadap kerjanya
membuat individu merasa tidak berguna.
c. Faktor Ekonomi
Berkurangnya penghasilan pokok dan tambahan yang biasanya diperoleh dianggap
sebagai beban sehingga muncul reaksi kecemasan pada individu tersebut.
Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi timbulnya kecemasan dapat
ditarik kesimpulan: faktor penyebab kecemasan dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor
yang berasal dari luar dan dalam individu. Faktor yang berasal dari luar meliputi
dukungan sosial, sedangkan faktor yang berasal dari dalam meliputi keadaan pribadi
9
individu, perencanaan masa pensiun yang kurang, berubahnya status sosial, faktor
ekonomi termasuk didalamnya permasalahan finansial.
B. Financial Management Behavior
1. Definisi Financial Management Behavior
Financial management behavior dapat didefinisikan sebagai setiap perilaku
manusia yang berkaitan atau relevan dengan pengelolaan keuangan. Perilaku
pengelolaan secara umum meliputi penganggaran, pemanfaatan kredit, dan menyimpan
atau menabung (Copur, n.d).
Financial Management Behavior berhubungan dengan tanggung jawab
keuangan individu mengenai cara pengelolaan uangnya. Tanggung jawab keuangan
sendiri didefinisikan sebagai proses pengelolaan uang dan aset lainnya dengan cara
yang dianggap produktif. Sedangkan pengelolaan uang atau manajemen uang diartikan
sebagai proses menguasai penggunaan aset atau uang. Ada beberapa elemen yang
terkandung didalam manajemen uang yang dianggap efektif, yaitu: pengaturan
penganggaran dan menilai perlunya pembelian serta hutang pensiun dalam kerangka
waktu yang wajar. Tanggung jawab utama dalam manajemen keuangan adalah
pengaturan anggaran, yang bertujuan untuk memastikan individu dapat mengelola dan
mengatur kewajiban keuangan secara tepat waktu dengan penghasilan yang diterima
pada periode waktu yang sama (Ida & Dwinta, 2010).
2. Aspek Financial Management Behavior
Terdapat lima dimensi dalam Financial Management Behavior (Dew & Xiao,
2011), yaitu:
a. Consumption Management atau pengaturan pemakaian atau konsumsi
10
b. Cash Flow atau aliran dana
c. Credit (piutang)
d. Saving and Investment
e. Insurance (asuransi)
Hilgert, Hogarth & Beverly (2003) menyebutkan bahwa ada empat aktivitas
pengelolaan keuangan, yaitu :
a. Cash Flow Management
Pengelolaan arus kas ini meliputi membayar tagihan tepat waktu, memeriksa
rekening, mencatat daftar pembelanjaan, mencocokkan buku cek setiap bulan, serta
menggunakan rencana pengeluaran atau anggaran.
b. Credit Management
Meliputi kepemilikan kartu kredit, membayar saldo kartu kredit secara penuh
setiap bulan, memeriksa laporan penggunaan kartu kredit, serta membandingkan
penawaran-penawaran yang diberikan sebelum mendaftar untuk kepemilikan kartu kredit.
c. Saving
Meliputi kepemilikan akun tabungan atau rekening tabungan, memiliki dana
simpanan darurat, menyimpan atau menginvestasikan uang dari setiap gaji yang diterima,
menabung untuk tujuan jangka panjang, dan memiliki sertifikat deposito.
d. Investment
Memiliki uang yang tersebar diberbagai jenis investasi, memiliki beberapa
rekening investasi, memiliki reksa dana, memiliki perencanaan atau program pensiun dari
perusahaan, memiliki IRA (Investment Retirement Account) atau rekening pensiun,
menghitung kekayaan bersih selama dua tahun terakhir, berpartisipasi dalam program
perencanaan masa pensiun pegawai, memiliki saham publik, memasukkan uang ke
11
perencanaan masa pensiun yang lain seperti IRA atau rekening pensiun, serta
kepemilikan obligasi.
C. Hubungan antara Financial Management Behavior dan Kecemasan Menghadapi
Masa
Pensiun
Perilaku keuangan pada setiap individu berbeda antara satu dengan yang lainnya,
hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kebutuhan pada masing-masing individu.
Individu dengan perilaku keuangan yang baik tentu dapat mengatur dan memenuhi
kebutuhannya dengan baik. Individu dengan perilaku pengelolaan keuangan yang baik
dapat membawa kesejahteraan hidup baik secara psikologis maupun finansial. Begitu
pula sebaliknya, individu dengan perilaku pengelolaan keuangan yang buruk dapat
mengganggu kesejahteraan hidup seseorang dan memungkinkan timbulnya kecemasan
atau stress (Krishnna & Rofaida, 2009). Terlebih dalam kondisi individu yang berada
pada fase menghadapi masa pensiun. Pada fase menghadapi masa pensiun ini, umumnya
para karyawan akan mulai berpikir kondisi masa setelah pensiun. Salah satu aspek yang
menjadi perhatian penting dari para karyawan yang akan menghadapi masa pensiun ini
adalah aspek finansial atau keuangan yang mengalami kemrosotan (Owen & Wu, 2006).
Maka tidak jarang para karyawan yang akan memasuki masa pensiun merasa
cemas dengan kemerosotan finansial yang akan mereka hadapi. Maka dapat disimpulkan
bahwa financial management behavior atau perilaku pengelolaan keuangan memiliki
kaitan dengan kecemasan dalam menghadapi masa pensiun. Pernyataan ini didukung oleh
penelitian (Sages, Britt & Cumbie, 2013) yang mengatakan bahwa kecemasan memiliki
hubungan yang tinggi dengan perilaku seseorang dalam mengelola keuangannya.
12
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel-variabel pada penelitian ini dirumuskan sebagai:
Variabel bebas : financial management behavior
Variabel terikat : kecemasan menghadapi masa pensiun
Partisipan
Partisipan penelitian ini merupakan karyawan PT. NTI yang berstatus bulanan dan
akan memasuki masa pensiun 5 tahun yang akan datang dengan rentang usia 50-60 tahun
serta tidak memiliki penghasilan tambahan diluar gaji yang diterima dari PT. NTI.
Populasi pada penelitian ini berjumlah 406 jiwa, dan sampel penelitian berjumlah 42 jiwa
dan semuanya digunakan sebagai subjek penelitian karena memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan penulis (purposive sampling).
Pengukuran
Dalam penelitian ini penulis menggunakan angket sebagai alat pengambilan data.
Terdapat dua angket yang digunakan, yaitu angket financial management behavior yang
disusun oleh Dew&Xiao (2011).
Tabel 1
Komposisi Item Financial Management Behavior
Variabel
Financial
management
behavior
Indikator
Item
Jumlah
Favorabel
Unfavorabel
Cash flow
management
1, 2, 3, 4
-
4
Credit
management
5
6, 7
3
Saving and
investment
8, 9, 10, 11,
12
-
5
13
Insurance
Jumlah
13, 14, 15
-
3
13
2
15
Sedangkan angket kecemasan menghadapi masa pensiun yang disusun oleh
penulis yang mengacu pada aspek yang diukur salam Zung anxiety self-assessment scale.
Tabel 2
Komposisi Item Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
Variabel
Kecemasan
menghadapi
masa pensiun
Indikator
Item
Jumlah
Favorabel
Unfvorabel
Gejala
Fisiologis
6, 8, 11,15
13
5
Gejala
Psikologis
1, 2, 3, 4, 7,
12, 16, 17,20
5, 9, 10, 14,
18, 19
15
13
7
20
Jumlah
Alternatif pilihan jawaban untuk setiap item skala financial management
behavior dan kecemasan menghadapi masa pensiun yang tersedia, yaitu: Hampir Tidak
Pernah (HTP), Kadang-Kadang (KK), Sering (S) dan Sangat Sering (SS). Adapun
skoring skala pada item-item yang favorable adalah skor 4 untuk (SS), skor 3 untuk (S),
skor 2 untuk (KK) dan skor 1 untuk (HTP). Sebaliknya pada item-item unfavorable
adalah skor 4 untuk (HTP), skor 3 untuk (KK), skor 2 untuk (S) dan skor 1 untuk (SS).
14
HASIL PENELITIAN
Uji Validitas dan Reliabilitas
Dalam penelitian ini pengukuran validitas dan reliabilitas menggunakan
program SPSS 16.0 for windows. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik
Pearson Product Moment. Penulis menggunakan batasan koefisien korelasi yang
dianggap memuaskan dan memberikan kontribusi yang baik dalam menentukan valid
atau tidaknya item, yaitu sebesar r ≥ 0,30 (Azwar, 2012). Maka setelah ditentukan
batasan, dilakukan uji validitas pertama pada skala Financial Management Behavior
(FMB) dan terdapat 2 item yang dinyatakan gugur. Kemudian dilakukan uji validitas
kedua dengan membuang 2 item yang gugur, hasilnya terdapat 1 lagi item yang
dinyatakan gugur. Hingga pada pengujian validitas ketiga tidak terdapat item yang
gugur, sehingga jumlah item yang valid pada penelitian ini sebanyak 12 item, koefisien
validitasnya berkisar antara 0,329 sampai 0,755 dengan koefisien reliabilitas yang
diukur menggunakan teknik Alpha Cronbach senilai α = 0,869.
Selanjutnya dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas untuk skala
Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun. Pada penghitungan pertama tidak ada item yang
dinyatakan gugur yang artinya terdapat 20 item yang valid. Koefisien validitasnya
tergolong cukup tinggi, yaitu berkisar antara 0,532 sampai 0,875 dengan koefisien
reliabilitasnya sebesar α = 0,959.
Uji Normalitas
Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan metode Kolmogorof Smirnov.
Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p > 0,05 yang didapatkan dari
penghitungan menggunakan SPSS 16.0 sebagai berikut.
15
Tabel 3
Tabel Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
FMB
N
KECEMASAN
42
42
Mean
28.71
34.55
Std. Deviation
Absolute
6.429
11.017
.116
.193
Positive
Negative
.116
-.100
.193
-.123
Kolmogorov-Smirnov Z
.751
1.249
Asymp. Sig. (2-tailed)
.625
.088
Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil bahwa financial management behavior
berdistribusi normal. Pernyataan ini ditunjukkan oleh tabel diatas yang menunjukkan
besarnya nilai K-S-Z sebesar 0,751 dengan nilai sign. = 0,625 (p > 0,05). Begitu pula
dengan data kecemasan dalam menghadapi masa pensiun juga berdistribusi normal, hal
ini ditunjukkan oleh nilai K-S-Z sebesar 1.249 dengan nilai sign. = 0,088 (p > 0,05).
Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang
linear signifikan antara dua variabel (antara variabel bebas dan variabel tergantung).
Kedua variabel dapat dikatakan linier bila nilai signifikansinya > 0,05. Hasil uji
linearitas dapat dilihat pada tabel berikut.
16
Tabel 4
Tabel Uji Linearitas
ANOVA Table
Sum of
Squares
KECEMASAN * Between
FMB
Groups
Mean
Square
df
(Combined)
2957.405
17
Linearity
1109.907
1
Deviation from
Linearity
1847.498
16
115.469
Within Groups
2019.000
24
84.125
Total
4976.405
41
173.965
F
Sig.
2.068
.050
1109.907 13.194
.001
1.373
.235
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara financial
management behavior dengan kecemasan menghadapi masa pensiun memiliki
hubungan yang linear, karena dari hasil uji linearitas diperoleh F = 1,373 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,235 (p > 0,05).
Analisis Deskriptif
1. Variabel Financial Management Behavior
Tabel 5
Kriteria Skor Financial Management Behavior
No
Interval
Kategori
F
(%)
1.
39 ≤ x ≤ 48
Sangat Tinggi
3
7,1%
2.
30 ≤ x < 39
Tinggi
17
40,5%
3.
21 ≤ x < 30
Rendah
18
42,9%
4.
12 ≤ x < 21
Sangat Rendah
4
9,5%
Mean
Standar
deviasi
28,71
6,429
17
Data diatas menunjukkan tingkat financial management behavior dari 42 subjek
yang berbeda, mulai dari tingkat rendah hingga tingkat yang sangat tinggi. Presentase
untuk kategori sangat rendah adalah 9,5%, kategori rendah 42,9%, kategori tinggi
sebesar 40,5% dan kategori sangat tinggi sebesar 7,1%. Mean atau rata-rata yang
diperoleh adalah 28,71 dengan standar deviasi sebesar 6,429. Maka dapat disimpulkan
bahwa tingkat financial management behavior pada karyawan PT. Nojorono Tobacco
International berada pada tingkat yang rendah.
2. Variabel Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
Tabel 6
Kriteria Skor Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun
No
Interval
Kategori
F
(%)
1.
65≤ x ≤ 80
Sangat Tinggi
0
0%
2.
50 ≤ x < 65
Tinggi
6
14,3%
3.
35 ≤ x < 50
Rendah
`10
23,8%
4.
20 ≤ x < 35
Sangat Rendah
26
61,9%
Mean
Standar
deviasi
34,55
11,017
Tabel di atas menunjukkan presentase tiap kategori yang ada. Kategori
pertama yaitu kategori sangat rendah sebesar 61,9%, kategori rendah 23,8%, kategori
tinggi 14,3% dan kategori sangat tinggi sebesar 0% dengan perolehan rata-rata atau
mean sebesar 34,55 dengan standar deviasi 11,017. Kesimpulannya tingkat kecemasan
menghadapi masa pensiun pada karyawan PT. Nojorono Tobacco International berada
pada tingkat yang sangat rendah, yaitu sebesar 61,9%.
18
Uji Korelasi
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi product moment-Pearson dengan
bantuan SPSS 16.0 didapatkan hubungan sebesar – 0,472 dengan sig. = 0,002 (p <
0,05). Hal ini menunjukkan adanya korelasi negatif yang signifikan antara financial
management behavior dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan PT.
Nojorono Tobacco International. Pada perhitungan uji korelasi ini selain untuk
menghitung korelasi antar variabel juga dapat digunakan untuk menunjukkan berapa
besar sumbangan variabel prediktor (x) terhadap variabel kriterium (y). Nilai koefisiensi
determinasi (r2) pada penelitian ini adalah 22,28%, dimana hasil tersebut menunjukkan
bahwa pola financial management behavior memiliki sumbangan sebesar 22,28%
terhadap munculnya kecemasan menghadapi masa pensiun. Hasil analisis data dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 7
Tabel Uji Korelasi
Correlations
FMB
FMB
Pearson Correlation
KECEMASAN
1
Sig. (2-tailed)
N
KECEMASAN
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
-.472
**
.002
42
42
**
1
-.472
.002
42
42
PEMBAHASAN
Hasil perhitungan korelasi Product Momment antara variabel financial
management behavior dengan kecemasan menghadapi masa pensiun menunjukkan
19
korelasi (r) = -0,472 dengan signifikansi sebesar 0,002 (p < 0,05). Data tersebut dapat
diartikan bahwa antara variabel financial management behavior dengan kecemasan
menghadapi masa pensiun memiliki hubungan negatif yang signifikan. Artinya,
semakin tinggi tingkat financial management behavior pada karyawan PT. Nojorono
maka semakin rendah tingkat kecemasannya dalam menghadapi masa pensiun.
Demikian sebaliknya, jika tingkat financial management behavior semakin rendah
maka tingkat kecemasan menghadapi masa pensiun akan semakin tinggi. Dengan kata
lain financial management behavior berperan dalam munculnya kecemasan menghadapi
masa pensiun.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa karyawan PT. Nojorono Tobacco
International memiliki tingkat financial management behavior yang tergolong rendah
(42,9%) dan tingkat kecemasan menghadapi masa pensiunnya berada pada tingkat yang
sangat rendah (61,9%). Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa H1 diterima dan H0
ditolak. Karena berarti semakin tinggi tingkat financial management behavior semakin
rendah tingkat kecemasan dalam menghadapi masa pensiun.
Hasil analisis data juga mengungkapkan bahwa financial management behavior
meniliki sumbangan sebanyak 22,28% terhadap munculnya kecemasan menghadapi
masa pensiun, dan sisanya sebanyak 77,72% dipengaruhi oleh berbagai faktor lain
seperti dukungan sosial,keadaan pribadi individu, serta perencanaan masa pensiun. Hal
ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Sages, Britt & Cumbie (2013) yang
menyebutkan bahwa kecemasan memiliki hubungan yang signifikan terhadap financial
behavior pada mahasiswa yang hadir di Universitas besar Midwestern. Kemudian
dukungan terhadap penelitian ini juga diberikan oleh Vento (2014) yang mengatakan
bahwa cara terbaik mengurangi kecemasan dan kekhawatiran terhadap uang adalah
20
dengan bekerja sama dengan konsultan keuangan. Dengan kata lain untuk mengurangi
kecemasan adalah dengan memperbaiki perilaku finansial atau keuangan individu.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Terdapat
hubungan
negatif
yang signifikan
antara
variabel
financial
management behavior dengan variabel kecemasan menghadapi masa pensiun
pada karyawan PT. Nojorono Tobacco International.
2. Financial management behavior atau perilaku pengelolaan keuangan pada
karyawan PT. Nojorono Tobacco International tergolong pada kategori rendah
dengan rata-rata sebesar 28,71.
3. Kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan PT. Nojorono Tobacco
International tergolong pada kategori sangat rendah dengan rata-rata 34,55.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh serta mengingat banyaknya
keterbatasan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
Bagi PT. Nojorono Tobacco International
Agar pihak perusahaan mengadakan pelatihan pra-pensiun yang bertujuan untuk
membekali para karyawan yang akan pensiun dengan ketrampilan untuk mengelola
keuangan menjelang masa pensiun serta memberikan pelatihan atau seminar
berwiraswasta bagi para karyawan yang ingin membuka lapangan pekerjaan sendiri
pasca pensiun.
21
Saran bagi karyawan PT. Nojorono Tobacco International
1. Agar para karyawan dapat meningkatkan kemampuan pengelolaan keuangan
pribadinya sehingga timbulnya kecemasan menghadapi masa pensiun dapat
diminimalisir.
2. Diharapkan para karyawan telah melakukan persiapan masa pra-pensiun
meliputi perencanaan tabungan masa pensiun, rumah tinggal, maupun kesiapan
mental menghadapi masa pensiun.
Bagi peneliti selanjutnya
1. Penelitian ini masih terbatas hanya kepada variabel financial management
behavior dan kecemasan menghadapi masa pensiun. Artinya masih banyak
variabel lain yang turut serta dalam mempengaruhi timbulnya kecemasan
menghadapi masa pensiun. Variabel-variabel lain yang direkomendasikan oleh
penulis meliputi dukungan sosial, perencanaan masa pensiun, penghasilan, serta
kondisi fisik individu.
2. Peneliti selanjutnya juga dapat memperluas sampel penelitian tidak terbatas pada
karyawan pra-pensiun tapi meluas kepada karyawan yang sudah pensiun
sehingga dapat memperkaya hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, N., & Bachtiar, M. (2008). Hubungan antara kecemasan dengan penyesuaian
diri dalam menghadapi masa pensiun pada pegaawai negeri sipil. Naskah
Publikasi. Universitas Islam Indonesia.
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psokologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______. (2012). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bungin, B. (2011).Metodologi Penelitian Kuantitatif edisi 2. Jakarta: Kencana Prenada
Media.
Copur, Z. Financial Management practices of college students from states with varying
financial education mandates. Final Draft. Retrieved November 7, 2014,from
http://www.nefe.org/Portals/0/WhatWeProvide/PrimaryResearch/PDF/Gutter_Fi
nMgtPracticesofCollegeStudents_Final.pdf
Dada, F.M., & Idowu, I.A.Counselling strategies for managing pre-retirement anxiety
among employees.Ilorin Journal of Education.
Danim, S. (2007).Metode penelitian untuk ilmu-ilmu perilaku. Jakarta: Bumi Aksara.
Dew, J., & Xiao, J.J. (2011).The financial management behavior scale: development
and validation. Journal of Financial Counseling and Planning, 3, 43.Retrieved
September
3,
2014,
from
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2061265
Dowling, N.A., Courney, T., & Hoiles, L. (2009). Financial management practices and
money attitudes as determinants of financial problems and dissatisfaction in
young male australian workers. Journal of Financial Counseling and Planning,
vol 20, 2.
Foster, T.W. (2008). Despression, anxiety, and attitide toward retirement as predictors
of wellness for workers nearing retirement. Dissertation. Kent State University
College and Graduate School of Education, Health, and Human Services.
Handi, A.K., & Mahastanti, L.A. (2012). Perilaku penggunaan uang: apakah berbeda
untuk jenis kelamin dan kesulitan keuangan.Universitas Kristen Satya Wacana.
Hilgert, M. A., Hogarth, J. M., & Beverly, S. G. (2003). Household financial
management: the connection between knowledge and behavior. Federal Reserve
Bulletin,89,
309.
Retrieved
May
6,
2014,
from
http://www.usc.edu/dept/chepa/IDApays/publications/household_financial.pdf
_____________________________________.(2003). Patterns of Financial Behaviors :
Implications for community educators and policy makers discussion
draft.Federal Reserve Bulletin. Retrieved November 7, 2014, from
http://www.federalreserve.gov/communityaffairs/national/ca_conf_suscommdev
/pdf/hogarthjeanne.pdf
Ida. & Dwinta, C.Y. (2010). Pengaruh locus of control, financial knowledge, income
terhadap
financial management behavior.Jurnal Bisnis dan Akutansi,
12,
131-144.
Diunduh
pada
26
Maret
2014,
dari
http://www.stietrisakti.ac.id/jba/JBA12.3Desember2010/1_artikel_JBA12.3Dese
mber2010.pdf
Imama, H. (2011). Hubungan kecerdasan emosi dan dukungan sosial dengan kecemasan
menghadapi masa pensiun. Diunduh 2 Desember, 2014, dari
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4123/1/HAZMI%20I
MAMA-FPS.PDF
Kartono, K. (2000). Hygiene mental. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Khrisna, A., Sari, M., & Rofaida, R. (2009). Analisis tingkat literasi keuangan di
kalangan mahasiswa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Artikel Finlit
Finansial.
MacEwen, K. E., Barling, J., Kelloway, E. K., & Higginbottom, S. F. (2001). The roles
of parental socialization and personal planning. The Journal Of Social
Psychology, 135(2), 203-213.
Neville, C., & Teri, L. (2011). Anxiety, anxiety symptoms, and associations among
older people with dementia in assisted-living facilities. International Journal of
Mental Health Nursing, 20, 195-201.
Owen, L. A., & Wu, S. (2006). Financial shock and worry about the future. Springer.
Pradono, G. S., & Purnamasari, S.E. (2009). Hubungan antara penyesuaian diri dengan
kecemasan dalam menghadapi masa pensiun pada pegawai negeri sipil di
propinsi daerah istimewa yogyakarta. Naskah publikasi. Fakultas Psikologi
Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Ross, C.E., & Drentea, P. (1998). Consequences of retirement activities for distress and
the senses of personal control. Journal of Health and Social Behavior.
Sages, R.A, Britt, S.L., & Cumbie, J.A. (2013). Correlation between anxiety and money
management. College Student Journal, vol 1,1,1.
Sandjaja, B. & Heriyanto, A. (2006). Panduan penelitian. Jakarta: Prestasi Pusaka
Sina, P. G. (2013). Analisis kesehatan keuangan suatu kajian pustaka. Jurnal Jibeka, vol
7(2), 52-57.
Soetjiningsih, H.C. (2005).Psikogerontologi.Salatiga: Widya Sari & Fakultas Psikologi
UKSW.
Vento, J. (2014). Financial planning: stop having those sleepless nights. HR.com, Inch.
Zung, W.W.K. (1971). A rating instrument for anxiety disorder. Psychosomatics, 12(6),
371-379.
Download