HUBUNGAN ANTARA FINANCIAL MANAGEMENT BEHAVIOR DAN KECEMASAN MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA KARYAWAN PT. NOJORONO TOBACCO INTERNATIONAL Ovi Prita Yulia Ratriana Y.E. Kusumiati Enjang Wahyuningrum Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara financial management behavior dan kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan PT. Nojorono Tobacco International. Penelitian ini dilakukan pada 42 karyawan PT. Nojorono Tobacco International yang akan pensiun 5 tahun mendatang, berstatus bulanan, serta tidak memiliki penghasilan tambahan. Pemilihan subjek dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala financial management behavior dan skala kecemasan menghadapi masa pensiun. Hubungan antara financial management behavior dan kecemasan menghadapi masa pensiun diuji dengan korelasi Pearson’s Product Moment. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar -0,472 dengan nilai signifikansi 0,002. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara financial management behavior dan kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan PT. Nojorono Tobacco International. Artinya semakin tinggi tingkat financial management behavior akan menuntun pada menurunnya tingkat kecemasan menghadapi masa pensiun dan begitu pula sebaliknya. Kata kunci : financial management behavior, kecemasan menghadapi masa pensiun, pensiun karyawan. i Abstract The purpose of this study was to examine correlation between financial management behavior and anxiety toward retirement of PT. Nojorono Tobacco International’s employees. This study was conducted on 42 employees of PT. Nojorono Tobacco International who will retire next 5 years, monthly status, and have no additional income. Subject were selected using purposive sampling method. Data collected by using financial management behavior scale and anxiety toward retirement scale. The relationship between financial management behavior and anxiety toward retirement analysed with Pearson’s Product Moment. The result of correlation coefficient is at 0,472 with significance 0,002 (p < 0,05). In conclusion there is negative significant correlation between financial management behavior and anxiety toward retirement of PT. Nojorono Tobacco International’s employees. That means that increases in financial management behavior will lead the decreases of anxiety toward retirement and vice versa. Keywords : financial management behavior, anxiety toward retirement, retired employees ii 1 PENDAHULUAN Pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang dinamis, dimana manusia mengalami pertumbuhan didalam rentang kehidupannya. Tugas perkembangan manusia yang terakhir adalah menjadi lanjut usia. Pada tugas perkembangan ini, kondisi fisik manusia tidaklah sekuat ketika berada pada tahap perkembangan sebelumnya. Hal ini biasanya memicu pandangan negatif tentang peran lansia didalam kehidupan sehari-hari. Havighurst (dalam Soetjiningsih, 2005) menyebutkan tugas perkembangan masa lanjut usia sebagai berikut: Penyesuaian terhadap kekuatan fisik yang menurun, kematian pasangan hidup, menjalin relasi dengan teman sebaya, memenuhi kewajiban sosial sebagai warga negara, meyesuaikan diri dengan gaji yang menurun dan masa pensiun, serta merealisasikan kehidupan fisik yang sesuai. Pensiun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak lagi bekerja karena masa tugasnya telah selesai. Sedangkan definisi pensiun menurut Kail & Cavanaugh (dalam Imama, 2011) adalah proses yang kompleks yang dialami oleh orang-orang yang menarik diri atau lepas dari pekerjaan atau jabatan yang dimiliki. Sebagai proses yang kompleks, pensiun menuntut individu untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan kondisi yang ada. Kondisi tersebut adalah hilangnya interaksi dan pertemanan dengan rekan sekerja yang biasanya bertemu saat masih bekerja, merosotnya kondisi finansial keluarga, hilangnya rutinitas bekerja yang berarti bertambahnya waktu luang dan lain sebagainya. Pada individu tertentu, kondisi ini dapat memicu timbulnya kecemasan dalam menghadapi masa pensiun. Raymond mendefinisikan kecemasan sebagai meresapnya perasaan tidak menyenangkan terhadap ketegangan, ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, perasaan akan terjadinya bencana (dalam Martins & Idowu, n.d). Kecemasan sendiri berbeda 2 dengan ketakutan. Ketakutan merupakan respon terhadap bahaya yang sedang terjadi dan bersifat jelas. Sedangkan, kecemasan merupakan respon terhadap ancaman yang tidak terdefinisi atau tidak diketahui yang mungkin berasal dari konflik internal, perasaan tidak aman, atau impuls/dorongan yang tersembunyi. Alloy (dalam Fitria, 2007) mendefinisikan kecemasan sebagai ketakutan yang sangat terhadap ancamanancaman dan kesulitan-kesulitan yang samar-samar dan tidak jelas dimasa mendatang sehingga dapat membahayakan kesejahteraan seseorang. Jadi dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi masa pensiun sebenarnya timbul oleh adanya ketakutan individu terhadap masa yang akan datang yang sifatnya tidak jelas dan mengancam, menimbulkan konflik internal sehingga membuat individu tidak nyaman dan terganggu kesejahteraan hidupnya yang berkaitan dengan gambaran masa pensiunnya. Penyebab terjadinya kecemasan menghadapi masa pensiun atau pre-retirement anxiety terdiri dari beberapa faktor. Pertama, menurut Brill & Hayes (dalam Imama, 2011) faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan menghadapi masa pensiun, antara lain: menurunnya pendapatan atau penghasilan termasuk didalamnya gaji, tunjangan, fasilitas, serta masih ada anak yang belum mandiri atau tanggungan dalam keluarga, hilangnya status atau jabatan serta penghormatan dari orang lain sebagai simbol kesuksesannya, hilangnya interaksi sosial dengan rekan sekerja (karena kondisi fisik dan ekonomi yang tidak memungkinkan), dan datangnya masa tua (menua dan penurunan kondisi fisik). Selanjutnya, Ode (dalam Dada & Idowu, n.d.) menyebutkan beberapa penyebab utama dari kecemasan menghadapi masa pensiun adalah uang yang tidak mencukupi, perencanaan menghadapi masa pensiun yang tidak mencukupi termasuk didalamnya kecemasan finansial, ketergantungan dengan gaji masa sekarang, serta kurangnya pengetahuan penggunaan dana pensiun. Dalam penelitian ini faktor 3 finansial yang akan diteliti adalah mengenai pengelolaan atau perilaku keuangan dari individu yang akan memasuki masa pensiun. Pada dasarnya perilaku keuangan setiap individu berbeda satu dengan yang lain. Foster (2008) menyebutkan bahwa perilaku pengelolaan keuangan merupakan motivasi seseorang terhadap uang yang dimiliki atau berarti akan digunakan untuk apakah uang yang dimiliki. Motivasi yang berbeda pada tiap individu merupakan pemicu adanya perbedaan perilaku pengelolaan keuangan. Motivasi tersebut meliputi perbedaan kebutuhan yang harus dipenuhi pada masing-masing individu. Definisi lain dari perilaku keuangan atau financial management behavior menurut Zakaria, Jaafar & Marican (dalam Petra, 2013) adalah bagaimana individu atau rumah tangga mengelola sumber daya keuangan yang meliputi perencanaan, anggaran tabungan, asuransi, dan investasi. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Lim dan Teo (dalam Handi & Mahastanti, 2012), yang menyebutkan bahwa anxiety atau kecemasan merupakan salah satu indikator yang dipengaruhi oleh perilaku pengelolaan uang. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Petra (2013), yang mengangkat perilaku pengelolaan keuangan atau financial management behavior juga menyebutkan bahwa buruknya seseorang atau individu dalam mengelola keuangan mereka akan berdampak pada stres atau depresi keuangan yang merupakan tanda awal kebangkrutan keuangan. Hasil penelitian lain oleh Joo & Grable; Lea, Webley & Walker yang menyebutkan bahwa individu (orang dewasa) yang mengaplikasikan pelatihan pengelolaan keuangan yang direkomendasikan oleh ahli dilaporkan mengalami tingkat kesulitan keuangan dan stres yang rendah (dalam Dowling, Corney & Hoiles, 2009). Selanjutnya penelitian oleh Dowling et al. (2009) yang menyebutkan lebih lagi, tingginya tingkat penilaian dan 4 kecemasan berhubungan dengan tingginya tingkat permasalahan finansial atau keuangan. Namun juga terdapat penelitian yang hampir serupa dan hasilnya berbeda. Dalam penelitian yang dilakukan oleh MacEwen, Barling, Kelloway & Higginbottom (2011) menyebutkan bahwa masalah kesejahteraan keuangan dengan kecemasan pensiun memiliki nilai beta tiga kali lebih kecil dibandingkan dengan nilai beta dari hubungan antara kepuasan yang diharapkan dengan aktivitas dan kecemasan pensiun. Hal ini disebabkan karena partisipan penelitian memiliki rata-rata penghasilan yang tinggi. Dengan dukungan dari penelitian terdahulu penulis juga melakukan wawancara dengan beberapa subjek yang akan pensiun dari PT. Nojorono Tobacco International (NTI) yang akan pensiun dan berstatus bulanan. Hasilnya, karyawan yang akan memasuki masa pensiun merasa permasalahan finansial merupakan kendala terbesar mereka. PT. NTI merupakan salah satu perusahaan rokok yang besar di Indonesia. Latar belakang pemilihan karyawan PT. NTI sebagai subjek penelitian adalah karena kesejahteraan karyawan (khususnya yang berstatus bulanan) PT. NTI tergolong baik (meliputi tunjangan kesehatan untuk karyawan, istri dan anak karyawan yang berusia dibawah usia 22 tahun, tunjangan hari raya, serta kenaikan gaji setiap tahun). Sedangkan untuk pemberian gaji pensiun karyawan diberikan secara langsung (sekali) dan bukan diberikan secara bertahap setiap bulannya. Sehingga, ketrampilan pengelolaan keuangan sangatlah dibutuhkan untuk mengelola pesangon pensiun yang diterima sebagai modal menjalani hari tua. 5 Hipotesis : H0 : rxy ≤ 0 Tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara financial management behavior dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan PT. Nojorono Tobacco International H1 : rxy > 0 Ada hubungan negatif yang signifikan antara financial management behavior dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan PT. Nojorono Tobacco International TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun 1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Raymond mendefinisikan kecemasan sebagai meresapnya perasaan tidak menyenangkan terhadap ketegangan, ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, serta perasaan akan terjadinya bencana (dalam Martins & Idowu, n.d.). Sementara itu, definisi kecemasan menurut Wright dalam Pradono dan Esterlita (2010) adalah ketidaknyamanan pikiran yang menakutkan dan menyerang sebagian peristiwa yang akan datang. Kecemasan juga membuat tubuh memberikan respon-respon seperti berkeringat, ketegangan otot, detak jantung yang cepat, serta nafas yang cepat. Dari beberapa pendapat tokoh diatas kecemasan dapat disimpulkan sebagai perasaan tidak menyenangkan akan kejadian atau peristiwa yang akan datang yang menimbulkan ketegangan, tidak diketahui jelas penyebabnya dan menimbulkan respon-respon dari tubuh seperti detak jantung yang cepat, nafas yang tidak teratur, serta berkeringat. Walaupun begitu menurut Semiun (dalam Ariyani & Bachtiar, 2008) kecemasan 6 bersifat subyektif, yang artinya suatu peristiwa yang menimbulkan kecemasan pada satu individu belum tentu membuat individu yang lain merasa cemas. Hal berbahaya yang mengancam individu dalam kasus ini adalah datangnya masa pensiun. Pensiun pada dasarnya adalah kondisi dimana individu mencapai batas akhir masa bekerja. Artinya pada kondisi pensiun individu keluar dari rutinitas bekerja, kehilangan status sosial, relasi sosial dengan rekan sekerja, serta kemerosotan finansial. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Ross & Drentea (1998) yang mengatakan bahwa pensiun menjauhkan individu dari komunitas, terputus dari produktivitas kerja, terisolasi secara sosial dari rekan yang lainnya, merasa kosong, bosan, tidak berguna, dan kehilangan rutinitas kehidupan. Schawrz memandang masa pensiun sebagai akhir pola hidup atau transisi pada pola hidup baru (Soetjiningsih, 2005). Masa transisi yang dimaksud adalah perubahan dari kondisi individu yang semula bekerja menjadi tidak bekerja. Definisi lain dari pensiun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak bekerja lagi karena masa tugasnya sudah selesai. Artinya pada saat kelompok usia lanjut memasuki fase pensiun ini mereka kehilangan rutinitas bekerja yang selama ini telah dijalaninya, yang pada beberapa individu merasa ada yang hilang dalam dirinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa bekerja merupakan bagian dari ciri individu yang sehat mentalnya. Selain itu bekerja pada masa ini sering pula dipandang sebagai aktivitas dasar manusia. Sedangkan manfaat lain yang diperoleh dalam bekerja adalah individu mendapatkan fungsi sosial, status sosial, dan relasi sosial yang menghubungkan individu satu dengan yang lainnya ditengah masyarakat (Kartono, 2000). Menurut bahasan diatas, maka secara ringkas kecemasan menghadapi masa pensiun adalah kondisi tidak menyenangkan, sifatnya mengancam namun tidak jelas 7 dan kabur mengenai gambaran masa pensiun yang mengganggu kesejahteraan individu yang akan menghadapi masa pensiun. 2. Gejala-gejala Kecemasan Gejala kecemasan menurut American Psychiatric Association (dalam Neville & Teri, 2011) meliputi khawatir, merenung, cemas terhadap sesuatu hal tanpa alasan yang jelas, merasa tegang, ketidakmampuan untuk tenang, mudah tersinggung, gelisah, konsentrasi buruk, terlalu waspada, mengalami refleks kejut yang akut, peningkatan ketegangan otot yang dikaitkan dengan rasa sakit dan nyeri, tremor halus/gemetar, pergolakan psikomotor, ditandai dengan gangguan tidur, dan kelelahan. Reaksi kecemasan dapat berbeda pada masing-masing individu yang akan menghadapi masa pensiun, namun dapat dikatakan reaksi kecemasan yang timbul tidak jauh berbeda dengan reaksi kecemasan yang timbul pada umumnya (Fletcer & Hanson, dalam Pradono & Esterlita, 2010). Oleh karena itu untuk mengukur tingkat kecemasan, gejala-gejala kecemasan (gejala fisiologis dan gejala psikologis) akan dijadikan sebagai aspek pengukuran. 3. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab kecemasan menghadapi masa pensiun menurut Ode (dalam Dada dan Idowu, n.d.): a. Uang atau pendapatan yang tidak mencukupi b. Tantangan dalam mengelola kesehatan mental c. Tantangan dalam mengelola penurunan status sosial yang baru 8 d. Perencanaan persiapan menghadapi masa pensiun yang tidak mencukupi (termasuk didalamnya perencanaan finansial) e. Kesulitan dalam mengatur waktu f. Ketergantungan penuh terhadap gaji yang didapatkan saat ini g. Persoalan menjaga kediaman yang telah disediakan h.Ketidaktahuan akan penggunaan uang pensiun yang didapatkan i. Sikap dari teman dan keluarga j.Tantangan akan pensiun yang datang secara tiba-tiba Atamimi (dalam Pradono & Esterlita, 2010) membagi penyebab kecemasan menghadapi masa pensiun kedalam beberapa faktor, sebagai berikut: a. Faktor Fisik kekuatan dan daya ingat yang semakin menurun membuat individu merasa dirinya tidak dibutuhkan lagi sehingga timbul kecemasan. b. Faktor Sosial tidak adanya dukungan dari masyarakat perihal penghargaan terhadap kerjanya membuat individu merasa tidak berguna. c. Faktor Ekonomi Berkurangnya penghasilan pokok dan tambahan yang biasanya diperoleh dianggap sebagai beban sehingga muncul reaksi kecemasan pada individu tersebut. Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi timbulnya kecemasan dapat ditarik kesimpulan: faktor penyebab kecemasan dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor yang berasal dari luar dan dalam individu. Faktor yang berasal dari luar meliputi dukungan sosial, sedangkan faktor yang berasal dari dalam meliputi keadaan pribadi 9 individu, perencanaan masa pensiun yang kurang, berubahnya status sosial, faktor ekonomi termasuk didalamnya permasalahan finansial. B. Financial Management Behavior 1. Definisi Financial Management Behavior Financial management behavior dapat didefinisikan sebagai setiap perilaku manusia yang berkaitan atau relevan dengan pengelolaan keuangan. Perilaku pengelolaan secara umum meliputi penganggaran, pemanfaatan kredit, dan menyimpan atau menabung (Copur, n.d). Financial Management Behavior berhubungan dengan tanggung jawab keuangan individu mengenai cara pengelolaan uangnya. Tanggung jawab keuangan sendiri didefinisikan sebagai proses pengelolaan uang dan aset lainnya dengan cara yang dianggap produktif. Sedangkan pengelolaan uang atau manajemen uang diartikan sebagai proses menguasai penggunaan aset atau uang. Ada beberapa elemen yang terkandung didalam manajemen uang yang dianggap efektif, yaitu: pengaturan penganggaran dan menilai perlunya pembelian serta hutang pensiun dalam kerangka waktu yang wajar. Tanggung jawab utama dalam manajemen keuangan adalah pengaturan anggaran, yang bertujuan untuk memastikan individu dapat mengelola dan mengatur kewajiban keuangan secara tepat waktu dengan penghasilan yang diterima pada periode waktu yang sama (Ida & Dwinta, 2010). 2. Aspek Financial Management Behavior Terdapat lima dimensi dalam Financial Management Behavior (Dew & Xiao, 2011), yaitu: a. Consumption Management atau pengaturan pemakaian atau konsumsi 10 b. Cash Flow atau aliran dana c. Credit (piutang) d. Saving and Investment e. Insurance (asuransi) Hilgert, Hogarth & Beverly (2003) menyebutkan bahwa ada empat aktivitas pengelolaan keuangan, yaitu : a. Cash Flow Management Pengelolaan arus kas ini meliputi membayar tagihan tepat waktu, memeriksa rekening, mencatat daftar pembelanjaan, mencocokkan buku cek setiap bulan, serta menggunakan rencana pengeluaran atau anggaran. b. Credit Management Meliputi kepemilikan kartu kredit, membayar saldo kartu kredit secara penuh setiap bulan, memeriksa laporan penggunaan kartu kredit, serta membandingkan penawaran-penawaran yang diberikan sebelum mendaftar untuk kepemilikan kartu kredit. c. Saving Meliputi kepemilikan akun tabungan atau rekening tabungan, memiliki dana simpanan darurat, menyimpan atau menginvestasikan uang dari setiap gaji yang diterima, menabung untuk tujuan jangka panjang, dan memiliki sertifikat deposito. d. Investment Memiliki uang yang tersebar diberbagai jenis investasi, memiliki beberapa rekening investasi, memiliki reksa dana, memiliki perencanaan atau program pensiun dari perusahaan, memiliki IRA (Investment Retirement Account) atau rekening pensiun, menghitung kekayaan bersih selama dua tahun terakhir, berpartisipasi dalam program perencanaan masa pensiun pegawai, memiliki saham publik, memasukkan uang ke 11 perencanaan masa pensiun yang lain seperti IRA atau rekening pensiun, serta kepemilikan obligasi. C. Hubungan antara Financial Management Behavior dan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Perilaku keuangan pada setiap individu berbeda antara satu dengan yang lainnya, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kebutuhan pada masing-masing individu. Individu dengan perilaku keuangan yang baik tentu dapat mengatur dan memenuhi kebutuhannya dengan baik. Individu dengan perilaku pengelolaan keuangan yang baik dapat membawa kesejahteraan hidup baik secara psikologis maupun finansial. Begitu pula sebaliknya, individu dengan perilaku pengelolaan keuangan yang buruk dapat mengganggu kesejahteraan hidup seseorang dan memungkinkan timbulnya kecemasan atau stress (Krishnna & Rofaida, 2009). Terlebih dalam kondisi individu yang berada pada fase menghadapi masa pensiun. Pada fase menghadapi masa pensiun ini, umumnya para karyawan akan mulai berpikir kondisi masa setelah pensiun. Salah satu aspek yang menjadi perhatian penting dari para karyawan yang akan menghadapi masa pensiun ini adalah aspek finansial atau keuangan yang mengalami kemrosotan (Owen & Wu, 2006). Maka tidak jarang para karyawan yang akan memasuki masa pensiun merasa cemas dengan kemerosotan finansial yang akan mereka hadapi. Maka dapat disimpulkan bahwa financial management behavior atau perilaku pengelolaan keuangan memiliki kaitan dengan kecemasan dalam menghadapi masa pensiun. Pernyataan ini didukung oleh penelitian (Sages, Britt & Cumbie, 2013) yang mengatakan bahwa kecemasan memiliki hubungan yang tinggi dengan perilaku seseorang dalam mengelola keuangannya. 12 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Variabel-variabel pada penelitian ini dirumuskan sebagai: Variabel bebas : financial management behavior Variabel terikat : kecemasan menghadapi masa pensiun Partisipan Partisipan penelitian ini merupakan karyawan PT. NTI yang berstatus bulanan dan akan memasuki masa pensiun 5 tahun yang akan datang dengan rentang usia 50-60 tahun serta tidak memiliki penghasilan tambahan diluar gaji yang diterima dari PT. NTI. Populasi pada penelitian ini berjumlah 406 jiwa, dan sampel penelitian berjumlah 42 jiwa dan semuanya digunakan sebagai subjek penelitian karena memenuhi kriteria yang telah ditetapkan penulis (purposive sampling). Pengukuran Dalam penelitian ini penulis menggunakan angket sebagai alat pengambilan data. Terdapat dua angket yang digunakan, yaitu angket financial management behavior yang disusun oleh Dew&Xiao (2011). Tabel 1 Komposisi Item Financial Management Behavior Variabel Financial management behavior Indikator Item Jumlah Favorabel Unfavorabel Cash flow management 1, 2, 3, 4 - 4 Credit management 5 6, 7 3 Saving and investment 8, 9, 10, 11, 12 - 5 13 Insurance Jumlah 13, 14, 15 - 3 13 2 15 Sedangkan angket kecemasan menghadapi masa pensiun yang disusun oleh penulis yang mengacu pada aspek yang diukur salam Zung anxiety self-assessment scale. Tabel 2 Komposisi Item Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Variabel Kecemasan menghadapi masa pensiun Indikator Item Jumlah Favorabel Unfvorabel Gejala Fisiologis 6, 8, 11,15 13 5 Gejala Psikologis 1, 2, 3, 4, 7, 12, 16, 17,20 5, 9, 10, 14, 18, 19 15 13 7 20 Jumlah Alternatif pilihan jawaban untuk setiap item skala financial management behavior dan kecemasan menghadapi masa pensiun yang tersedia, yaitu: Hampir Tidak Pernah (HTP), Kadang-Kadang (KK), Sering (S) dan Sangat Sering (SS). Adapun skoring skala pada item-item yang favorable adalah skor 4 untuk (SS), skor 3 untuk (S), skor 2 untuk (KK) dan skor 1 untuk (HTP). Sebaliknya pada item-item unfavorable adalah skor 4 untuk (HTP), skor 3 untuk (KK), skor 2 untuk (S) dan skor 1 untuk (SS). 14 HASIL PENELITIAN Uji Validitas dan Reliabilitas Dalam penelitian ini pengukuran validitas dan reliabilitas menggunakan program SPSS 16.0 for windows. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik Pearson Product Moment. Penulis menggunakan batasan koefisien korelasi yang dianggap memuaskan dan memberikan kontribusi yang baik dalam menentukan valid atau tidaknya item, yaitu sebesar r ≥ 0,30 (Azwar, 2012). Maka setelah ditentukan batasan, dilakukan uji validitas pertama pada skala Financial Management Behavior (FMB) dan terdapat 2 item yang dinyatakan gugur. Kemudian dilakukan uji validitas kedua dengan membuang 2 item yang gugur, hasilnya terdapat 1 lagi item yang dinyatakan gugur. Hingga pada pengujian validitas ketiga tidak terdapat item yang gugur, sehingga jumlah item yang valid pada penelitian ini sebanyak 12 item, koefisien validitasnya berkisar antara 0,329 sampai 0,755 dengan koefisien reliabilitas yang diukur menggunakan teknik Alpha Cronbach senilai α = 0,869. Selanjutnya dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas untuk skala Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun. Pada penghitungan pertama tidak ada item yang dinyatakan gugur yang artinya terdapat 20 item yang valid. Koefisien validitasnya tergolong cukup tinggi, yaitu berkisar antara 0,532 sampai 0,875 dengan koefisien reliabilitasnya sebesar α = 0,959. Uji Normalitas Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan metode Kolmogorof Smirnov. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p > 0,05 yang didapatkan dari penghitungan menggunakan SPSS 16.0 sebagai berikut. 15 Tabel 3 Tabel Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test FMB N KECEMASAN 42 42 Mean 28.71 34.55 Std. Deviation Absolute 6.429 11.017 .116 .193 Positive Negative .116 -.100 .193 -.123 Kolmogorov-Smirnov Z .751 1.249 Asymp. Sig. (2-tailed) .625 .088 Normal Parameters a Most Extreme Differences a. Test distribution is Normal. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil bahwa financial management behavior berdistribusi normal. Pernyataan ini ditunjukkan oleh tabel diatas yang menunjukkan besarnya nilai K-S-Z sebesar 0,751 dengan nilai sign. = 0,625 (p > 0,05). Begitu pula dengan data kecemasan dalam menghadapi masa pensiun juga berdistribusi normal, hal ini ditunjukkan oleh nilai K-S-Z sebesar 1.249 dengan nilai sign. = 0,088 (p > 0,05). Uji Linearitas Uji linearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang linear signifikan antara dua variabel (antara variabel bebas dan variabel tergantung). Kedua variabel dapat dikatakan linier bila nilai signifikansinya > 0,05. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel berikut. 16 Tabel 4 Tabel Uji Linearitas ANOVA Table Sum of Squares KECEMASAN * Between FMB Groups Mean Square df (Combined) 2957.405 17 Linearity 1109.907 1 Deviation from Linearity 1847.498 16 115.469 Within Groups 2019.000 24 84.125 Total 4976.405 41 173.965 F Sig. 2.068 .050 1109.907 13.194 .001 1.373 .235 Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara financial management behavior dengan kecemasan menghadapi masa pensiun memiliki hubungan yang linear, karena dari hasil uji linearitas diperoleh F = 1,373 dengan nilai signifikansi sebesar 0,235 (p > 0,05). Analisis Deskriptif 1. Variabel Financial Management Behavior Tabel 5 Kriteria Skor Financial Management Behavior No Interval Kategori F (%) 1. 39 ≤ x ≤ 48 Sangat Tinggi 3 7,1% 2. 30 ≤ x < 39 Tinggi 17 40,5% 3. 21 ≤ x < 30 Rendah 18 42,9% 4. 12 ≤ x < 21 Sangat Rendah 4 9,5% Mean Standar deviasi 28,71 6,429 17 Data diatas menunjukkan tingkat financial management behavior dari 42 subjek yang berbeda, mulai dari tingkat rendah hingga tingkat yang sangat tinggi. Presentase untuk kategori sangat rendah adalah 9,5%, kategori rendah 42,9%, kategori tinggi sebesar 40,5% dan kategori sangat tinggi sebesar 7,1%. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 28,71 dengan standar deviasi sebesar 6,429. Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat financial management behavior pada karyawan PT. Nojorono Tobacco International berada pada tingkat yang rendah. 2. Variabel Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun Tabel 6 Kriteria Skor Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun No Interval Kategori F (%) 1. 65≤ x ≤ 80 Sangat Tinggi 0 0% 2. 50 ≤ x < 65 Tinggi 6 14,3% 3. 35 ≤ x < 50 Rendah `10 23,8% 4. 20 ≤ x < 35 Sangat Rendah 26 61,9% Mean Standar deviasi 34,55 11,017 Tabel di atas menunjukkan presentase tiap kategori yang ada. Kategori pertama yaitu kategori sangat rendah sebesar 61,9%, kategori rendah 23,8%, kategori tinggi 14,3% dan kategori sangat tinggi sebesar 0% dengan perolehan rata-rata atau mean sebesar 34,55 dengan standar deviasi 11,017. Kesimpulannya tingkat kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan PT. Nojorono Tobacco International berada pada tingkat yang sangat rendah, yaitu sebesar 61,9%. 18 Uji Korelasi Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi product moment-Pearson dengan bantuan SPSS 16.0 didapatkan hubungan sebesar – 0,472 dengan sig. = 0,002 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya korelasi negatif yang signifikan antara financial management behavior dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan PT. Nojorono Tobacco International. Pada perhitungan uji korelasi ini selain untuk menghitung korelasi antar variabel juga dapat digunakan untuk menunjukkan berapa besar sumbangan variabel prediktor (x) terhadap variabel kriterium (y). Nilai koefisiensi determinasi (r2) pada penelitian ini adalah 22,28%, dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa pola financial management behavior memiliki sumbangan sebesar 22,28% terhadap munculnya kecemasan menghadapi masa pensiun. Hasil analisis data dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 7 Tabel Uji Korelasi Correlations FMB FMB Pearson Correlation KECEMASAN 1 Sig. (2-tailed) N KECEMASAN Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N -.472 ** .002 42 42 ** 1 -.472 .002 42 42 PEMBAHASAN Hasil perhitungan korelasi Product Momment antara variabel financial management behavior dengan kecemasan menghadapi masa pensiun menunjukkan 19 korelasi (r) = -0,472 dengan signifikansi sebesar 0,002 (p < 0,05). Data tersebut dapat diartikan bahwa antara variabel financial management behavior dengan kecemasan menghadapi masa pensiun memiliki hubungan negatif yang signifikan. Artinya, semakin tinggi tingkat financial management behavior pada karyawan PT. Nojorono maka semakin rendah tingkat kecemasannya dalam menghadapi masa pensiun. Demikian sebaliknya, jika tingkat financial management behavior semakin rendah maka tingkat kecemasan menghadapi masa pensiun akan semakin tinggi. Dengan kata lain financial management behavior berperan dalam munculnya kecemasan menghadapi masa pensiun. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa karyawan PT. Nojorono Tobacco International memiliki tingkat financial management behavior yang tergolong rendah (42,9%) dan tingkat kecemasan menghadapi masa pensiunnya berada pada tingkat yang sangat rendah (61,9%). Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak. Karena berarti semakin tinggi tingkat financial management behavior semakin rendah tingkat kecemasan dalam menghadapi masa pensiun. Hasil analisis data juga mengungkapkan bahwa financial management behavior meniliki sumbangan sebanyak 22,28% terhadap munculnya kecemasan menghadapi masa pensiun, dan sisanya sebanyak 77,72% dipengaruhi oleh berbagai faktor lain seperti dukungan sosial,keadaan pribadi individu, serta perencanaan masa pensiun. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Sages, Britt & Cumbie (2013) yang menyebutkan bahwa kecemasan memiliki hubungan yang signifikan terhadap financial behavior pada mahasiswa yang hadir di Universitas besar Midwestern. Kemudian dukungan terhadap penelitian ini juga diberikan oleh Vento (2014) yang mengatakan bahwa cara terbaik mengurangi kecemasan dan kekhawatiran terhadap uang adalah 20 dengan bekerja sama dengan konsultan keuangan. Dengan kata lain untuk mengurangi kecemasan adalah dengan memperbaiki perilaku finansial atau keuangan individu. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara variabel financial management behavior dengan variabel kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan PT. Nojorono Tobacco International. 2. Financial management behavior atau perilaku pengelolaan keuangan pada karyawan PT. Nojorono Tobacco International tergolong pada kategori rendah dengan rata-rata sebesar 28,71. 3. Kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan PT. Nojorono Tobacco International tergolong pada kategori sangat rendah dengan rata-rata 34,55. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh serta mengingat banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: Bagi PT. Nojorono Tobacco International Agar pihak perusahaan mengadakan pelatihan pra-pensiun yang bertujuan untuk membekali para karyawan yang akan pensiun dengan ketrampilan untuk mengelola keuangan menjelang masa pensiun serta memberikan pelatihan atau seminar berwiraswasta bagi para karyawan yang ingin membuka lapangan pekerjaan sendiri pasca pensiun. 21 Saran bagi karyawan PT. Nojorono Tobacco International 1. Agar para karyawan dapat meningkatkan kemampuan pengelolaan keuangan pribadinya sehingga timbulnya kecemasan menghadapi masa pensiun dapat diminimalisir. 2. Diharapkan para karyawan telah melakukan persiapan masa pra-pensiun meliputi perencanaan tabungan masa pensiun, rumah tinggal, maupun kesiapan mental menghadapi masa pensiun. Bagi peneliti selanjutnya 1. Penelitian ini masih terbatas hanya kepada variabel financial management behavior dan kecemasan menghadapi masa pensiun. Artinya masih banyak variabel lain yang turut serta dalam mempengaruhi timbulnya kecemasan menghadapi masa pensiun. Variabel-variabel lain yang direkomendasikan oleh penulis meliputi dukungan sosial, perencanaan masa pensiun, penghasilan, serta kondisi fisik individu. 2. Peneliti selanjutnya juga dapat memperluas sampel penelitian tidak terbatas pada karyawan pra-pensiun tapi meluas kepada karyawan yang sudah pensiun sehingga dapat memperkaya hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA Ariani, N., & Bachtiar, M. (2008). Hubungan antara kecemasan dengan penyesuaian diri dalam menghadapi masa pensiun pada pegaawai negeri sipil. Naskah Publikasi. Universitas Islam Indonesia. Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psokologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (2012). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bungin, B. (2011).Metodologi Penelitian Kuantitatif edisi 2. Jakarta: Kencana Prenada Media. Copur, Z. Financial Management practices of college students from states with varying financial education mandates. Final Draft. Retrieved November 7, 2014,from http://www.nefe.org/Portals/0/WhatWeProvide/PrimaryResearch/PDF/Gutter_Fi nMgtPracticesofCollegeStudents_Final.pdf Dada, F.M., & Idowu, I.A.Counselling strategies for managing pre-retirement anxiety among employees.Ilorin Journal of Education. Danim, S. (2007).Metode penelitian untuk ilmu-ilmu perilaku. Jakarta: Bumi Aksara. Dew, J., & Xiao, J.J. (2011).The financial management behavior scale: development and validation. Journal of Financial Counseling and Planning, 3, 43.Retrieved September 3, 2014, from http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2061265 Dowling, N.A., Courney, T., & Hoiles, L. (2009). Financial management practices and money attitudes as determinants of financial problems and dissatisfaction in young male australian workers. Journal of Financial Counseling and Planning, vol 20, 2. Foster, T.W. (2008). Despression, anxiety, and attitide toward retirement as predictors of wellness for workers nearing retirement. Dissertation. Kent State University College and Graduate School of Education, Health, and Human Services. Handi, A.K., & Mahastanti, L.A. (2012). Perilaku penggunaan uang: apakah berbeda untuk jenis kelamin dan kesulitan keuangan.Universitas Kristen Satya Wacana. Hilgert, M. A., Hogarth, J. M., & Beverly, S. G. (2003). Household financial management: the connection between knowledge and behavior. Federal Reserve Bulletin,89, 309. Retrieved May 6, 2014, from http://www.usc.edu/dept/chepa/IDApays/publications/household_financial.pdf _____________________________________.(2003). Patterns of Financial Behaviors : Implications for community educators and policy makers discussion draft.Federal Reserve Bulletin. Retrieved November 7, 2014, from http://www.federalreserve.gov/communityaffairs/national/ca_conf_suscommdev /pdf/hogarthjeanne.pdf Ida. & Dwinta, C.Y. (2010). Pengaruh locus of control, financial knowledge, income terhadap financial management behavior.Jurnal Bisnis dan Akutansi, 12, 131-144. Diunduh pada 26 Maret 2014, dari http://www.stietrisakti.ac.id/jba/JBA12.3Desember2010/1_artikel_JBA12.3Dese mber2010.pdf Imama, H. (2011). Hubungan kecerdasan emosi dan dukungan sosial dengan kecemasan menghadapi masa pensiun. Diunduh 2 Desember, 2014, dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4123/1/HAZMI%20I MAMA-FPS.PDF Kartono, K. (2000). Hygiene mental. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Khrisna, A., Sari, M., & Rofaida, R. (2009). Analisis tingkat literasi keuangan di kalangan mahasiswa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Artikel Finlit Finansial. MacEwen, K. E., Barling, J., Kelloway, E. K., & Higginbottom, S. F. (2001). The roles of parental socialization and personal planning. The Journal Of Social Psychology, 135(2), 203-213. Neville, C., & Teri, L. (2011). Anxiety, anxiety symptoms, and associations among older people with dementia in assisted-living facilities. International Journal of Mental Health Nursing, 20, 195-201. Owen, L. A., & Wu, S. (2006). Financial shock and worry about the future. Springer. Pradono, G. S., & Purnamasari, S.E. (2009). Hubungan antara penyesuaian diri dengan kecemasan dalam menghadapi masa pensiun pada pegawai negeri sipil di propinsi daerah istimewa yogyakarta. Naskah publikasi. Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Ross, C.E., & Drentea, P. (1998). Consequences of retirement activities for distress and the senses of personal control. Journal of Health and Social Behavior. Sages, R.A, Britt, S.L., & Cumbie, J.A. (2013). Correlation between anxiety and money management. College Student Journal, vol 1,1,1. Sandjaja, B. & Heriyanto, A. (2006). Panduan penelitian. Jakarta: Prestasi Pusaka Sina, P. G. (2013). Analisis kesehatan keuangan suatu kajian pustaka. Jurnal Jibeka, vol 7(2), 52-57. Soetjiningsih, H.C. (2005).Psikogerontologi.Salatiga: Widya Sari & Fakultas Psikologi UKSW. Vento, J. (2014). Financial planning: stop having those sleepless nights. HR.com, Inch. Zung, W.W.K. (1971). A rating instrument for anxiety disorder. Psychosomatics, 12(6), 371-379.