BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kepustakan Yang Relevan

advertisement
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Kepustakan Yang Relevan
Kajian pustaka ialah paparan atau konsep-konsep yang mendukung
pemecahan masalah dalam suatu penelitian. Paparan atau konsep-konsep tersebut
bersumber dari pendapat para ahli, empirisme (pengalaman penelitian),
dokumentasi, dan data penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan.
Buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang,
“Kearifan Lokal (hakikat, peran, dan metode tradisi lisan),” (Sibarani 2014). Buku
ini menjelaskan tentang tradisi lisan yang ada pada masyarakat indonesia yang
memiliki nilai dan norma budaya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi setiap
persoalan yang ada pada masyarakat. Dengan ini, tradisi lisan manjadi pedoman
kearifan lokal untuk menata dan mensejahterakan kehidupan masyarakat. Kearifan
lokal adalah nilai gagasan-gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, dan berbudi luhur yang dimiliki,
dipedomani, dan dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Kearifan lokal harus
saling
beriringan
dengan
potensi
masyarakat
untuk
menerapkan
dan
memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki.
Universitas Sumatera Utara
Kearifan lokal dapat digunakan sebagai pedoman hidup untuk membina
krakter bangsa. Oleh karena itu rakyat mengharapkan krakter atau tindakan yang
bersumber dari kearifan lokal dan nilai budaya yang masih dapat diterapkan dan
digunakan secara arif pada masa kini untuk menciptakan kedamaian ataupun nilai
budaya untuk meningkatkan hidup masyarakat yang lebih baik.
Buku sumber lainnya yaitu, “Kearifan Lokal Gotong-Royong Pada Upacara
Adat Etnik Batak Toba,” (Sibarani 2014). Buku ini menjelaskan konsep gotongroyong yang terdapat dalam perumpamaan Batak Toba sebagai memori Kolektif,
bahkan sebagai penyimpanan kegotong- royongan dalam masyarakat Batak Toba.
Melalui ingatan yang kolektif tersebut, struktur kegotong-royongan mencakup
nilai gotong-royong, namun harus saling mendukung, saling menyetujui, saling
mengiakan, saling bekerja sama, dan saling memahami.
Almaysah
(1984)
dalam
bukunya,
“Sistem
Gotong-Royong
Dalam
Masyarakat Pedesaan Propinsi Daerah Istimewah Aceh,” buku ini menjelaskan
bahwa gotong-royong sangat dominan dalam struktur sosial dan sistem
kepercayaan yang dianut oleh penduduknya.
Sibarani (2014) dalam bukunya, “Sistem Gotong-Royong Pada Masyarakat
Batak Toba di Kawasan Danau Toba,” buku ini menjelaskan bahwa gotongroyong harus dilakukan secara kompak, serempak, dan bersama-sama bekerja
untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahterah.
Soebadio (1983)dalam bukunya, “Sistem Gotong-Royong Dalam Masyarakat
Pedesaan Daerah Sumatera Barat,” juga menjadi bagian dari sumber penulis untuk
melengkapi data-data yang penulis butuhkan, buku ini menyatakan bahwa sistem
Universitas Sumatera Utara
gotong-ronyong
pada
masyarakat
pedesaan
Sumatera
Barat
ini,
lebih
memperhatikan dalam faktor yang ada di Sumatera Barat dengan melakukan
gotong-royong dengan asas timbal balik yang mengujudkan adanya keteraturan
sosial didalam masyarakat, yang artinya ketika melakukan Sitem gotong-royong
dengan asas timbal balik ini bukan untuk hanya kepentingan perseorangan
melainkan setiap orang ingin menerima balasan dari pemberian tersebut. Jadi
sikap memberi, menerima dan kerja sama itulah yang terlihat dalam masyarakat
tersebut.Sibarami (2015) dalam bukunya pembentukan krakter: Langkah-langkah
berbasis keariarfan lokal,” buku ini menjelalaskan bahwa gotong-royong harus
dilakukan secara kerja sama atau bekerja bermitra dengan melakukan hubungan
antara dua belah pihak untuk melakukan pekerjaan yang saling menguntungkan.
Selain saling menguntungkan, gotong-royang juga harus bekerja bersama-sama
untuk melakukan suatu kegiatan seperti suatu tim yang terdiri atas beberapa orang
untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan tertentu.
Soebadio (1983) dalam bukunya,“Sistem Gotong-Royong Dalam Masyarakat
Pedesaan Derah Istimewa Yogyakarta,”menjelaskan bahwa gotong-royong terjadi
pada masayarakat Daerah IstimewahYogyakarta, lebih mengutamakan pada
struktur sosial, yang artinya terbentuknya sistem gotong-royong pada masyarakat
tersebut, dapat kita lihat ketika warga sekitarnya mendirikan rumah, dan
mengelolah tanah.
Kemudian Makmur dan Brutu (2013) dalam bukunya, “Sistem GotongRoyong Pada Masyarakat Pakpak Bharat di Sumatera Utara,” buku ini
memaparkan
didalam kehidupan masyarakat Pakpak Bharat banyak bentuk
gotong -royong yang dilakukan oleh masyarakat, baik dalam tolong-menolong
Universitas Sumatera Utara
dan juga dalam upacara adat (merunggu, merkebbas, toktok ripe, muat makan
peradupen), dalam aktivitas ekonomi (rimpah-rimpah, abin-abin, mangurupi,
merkua page kongsi, marbellah, memakan, jampalen, bendar kongsi), aktivitas
religi, (membangun gereja, mesjid) dan berbagai aktivitas sosial lainnya. Untuk
keperluan lainnya, masyarakat masih memperlihatkan secara langsung dalam
kehidupan mereka sehari-hari, seperti,
kerja bakti jalan, perbaikan jembatan,
menciptakan pemandian umum, dan saling tolong-menolong dalam melakukan
upacara adat serta hari-hari kebesaran Republik Indonesia. Masyarakat melakukan
gotong-royong untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan juga bertujuan untuk
kepentingan bersama.
2.1.1 Pengertian Tradisi lisan
Secara etimologi tradisi merupakan satu kata yang mengarah pada tindakan
yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya sendiri baik dalam upacara adat
maupun dalam hal lainnya. Kebiasaan ini datang dari nenek moyang kita yang
diwariskan secara turun-temurun untuk diteruskan para generasi muda masa kini.
Tradisi dapat disamakan sebagai “Budaya” karena bagaimanapun juga kedua kata
tersebut merujuk pada hasil karya atau tindakan masyarakat yang mampu
merubah pola tingkah laku masyarakat tersebut. Tradisi dan Budaya adalah dua
kata yang tidak tertulis dalam ilmu hukum tetapi tetapi kedua kata tersebut dapat
dijadikan menjadi cerminan untuk menata kehidupan masyarakat kearah yang
lebih baik.
Tradisi berasal dari kata traditio (diteruskan) masa lalu yang menjadi bagian
dari kehidupan masyarakat dimasa yang akan datang, biasanya dari suatu bangsa,
Universitas Sumatera Utara
budaya, agama, yang dianut komunitasnya. Dengan demikian tradisi dapat kita
artikan sebagai informasi yang perlu diwariskan dari generasi ke generasi lainnya
baik secara lisan maupun tulisan. Karena tanpa adanya tindakan seperti ini sebuah
tradisi dapat rusak atau punah.
Sibarani (2014:47) tradisi lisan merupakan kegiatan tradisonal suatu
komunitas yang diwariskan secara turun-temurun dengan media lisan dari satu
generasi kegenerasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal)
maupun tradisi lisan yang bukan lisan (non-verbal) .
Menurut Pudenta (Sibarani 2014:11-15) bahwa tradisi memiliki cakupan
hubungan dengan sastra, sejarah, biografi dan jenis pengetahuan dan kesenian
yang dituturkan dari mulut ke telinga. Tradisi lisan juga tidak hanya mencakup
cerita rakyat, peribahasa, dongeng, legenda, teka-teki, hikayat,mite dan puisi
tetapi juga berkaitan dengan kognitif budaya masyarakat, hukum adat dan
pengobatan tradisonal. Namun, tradisi masa sekarang tidak sama dengan tradisi
sebelumnya karena adanya pengaruh zaman modern dan penyesuaian dengan
konteks perkembangan zaman yang kita lihat saat ini, akan tetapi nilai dan
normaya dapat kite terapkan dalam masa kini. Nilai dan norma tradisi lisan dapat
dipergunakan untuk mendidik anak-anak untuk memperkokoh identitas dan
krakter mereka untuk menghadapi masa depan sebagai generasi penerus. Tradisi
lisan merupakan kegiatan leluhur masa lalu yang berkaitan dengan masa
mendatang untuk mempersiapkan masa depan generasi mendatang.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Pengertian Kearifan Lokal
Kearifan Lokal terdiri dari dua kata yaitu, kearifan (wisdem) yang artinya
kebijaksanaan, sedangkan kata lokal (local) artinya setempat. Oleh sebab itu,
kearifan lokal atau kearifan setempat (local wisdem) dapat kita diartikan sebagai
gagasan-gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh
kerifan, bernilai baik, berbudaya, berbudi luhur yang dimiliki, dipedomani, dan
dilakukan oleh anggota masyarakat. Kearifan lokal dapat dilihat atau diperoleh
melalui tradisi budaya atau tradisi lisan, karena kearifan lokal merupakan bagian
dari tradisi lisan atau tradisi budaya yang diwarisi secara turun-temurun dan
dimanfaatkan untuk menata kehidupan sosial masyarakat dalam segala bidang
untuk mengatur struktur sosial kehidupan komunitasnya.
Sibarani
(2014:114)
mengatakan
bahwa,
kearifan
lokal
adalah
kebijaksanaan atau pengetahuan asli yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya
untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Dalam arti lain keariafan lokal
merupakan nilai budaya lokal yang dimanfaatkan untuk mengatur kehidupan
masyarakat secara arif dan bijaksana. Maka kearifan lokal ini dapat dimanfaatkan
sebagai cerminan masyarakat untuk meningkatkan kehidupan masyarakat yang
damai dan sejahterah.
Menurut Balitbangsos Depsos RI (Sibarani 2004:115) Kearifan lokal (lokal
wisdem)merupakan kematangan masyarakat ditingkat komunitas lokal yang
menggambarkan sikap, perilaku dan cara pandang masyarakat yang kondusif
untuk mengembangkan potensi dan sumber lokal (material maupun nonmaterial)
yang digunakan sebagai benteng untuk mewujudkan perubahan kearah yang lebih
Universitas Sumatera Utara
baik dan positif. Dalam arti lain kearifan lokal merupakan bagian dari tradisi lisan
atau tradisi budaya yang diwariskan secara turun-temurun dan dimanfaatkan
untuk menata kehidupan sosial masyarakat dalam segala bidang kehidupannya.
Kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur
tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana.
Sibarani (2015:79) kearifan lokal merupakan milik manusia yang bersumber
dari nilai budayanya sendidri dengan menggunakan segenap akal budi,
pikiran,hati,dan pengetahuan untuk melaksanakan dan bersikap terhadap
lingkungan alam dan lingkungan sosialnya.
Sibarani (2015:50) kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan
asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur
tatanan kehidupan masyarakat.
2.1.3 Pengertian Marsirumpa (Gotong –Royong)
Marsirumpa (gotong-royong) merupakan suatu kegiatan sosial
dilaksanakan secara bersama-sama yang melibatkan
yang
beberapa orang untuk
menyelesaikan dengan tujuan untuk mencapai tujuan yang sama. Sebelum
melakukan gotong- royong masyarakat terlebih dahulu mengadakan musywarah
untuk memastikan kapan dimulai marsirumpa (gotong-royong) tersebut,
perlengkapan apa yang dibutuhkan pada saat bekerja, serta menetukan darimana
awalnya yang akan dikerjakan marsirumpa (gotong-royong) tersebut. Namun
perlu kita ketahui selain sebagai tradisi atau kebiasaan bagi kehidupan
bermasyarakat dan juga mereka merasa senasib dan seperjuangan yang merupakan
milik bersama baik dalam pribadi maupun berbentuk umum, untuk itu tidak ada
Universitas Sumatera Utara
terjadi perbedaan yang kaya dan yang sederhana karena semuanya ikut
mengambil bagian dalam melaksanakan marsirumpa (gotong-royong) tersebut.
Melalui tatanan konsep kearifan lokal gotong-royong tersebut, konsep
marsirumpa “kompak, serempak, bersama-sama” sangat diutamakan bagi
masyarakat khusunya bagi orang yang ikut melakukan gotong-royong sehingga
ketiga kaidah tersebut dapat berjalan dengan lancar. Ketentuan awal yang harus
dimiliki oleh masyarakat yang ingin menerapkan ketiga kaidah gotong-royong
dilandasi oleh “ kekompakan, keserempakan, dan kebersamaan ” untuk dapat
mewujudkan
saling
memahami,
menyepakati,
dan
saling
mendukung
(marsiantusan, sadaroha, marsiaminaminan), saling membantu (marsiurupan)
dan bekerja sama (rampak mangulahon) sibarani (2015-283-301).
Contoh gotong-royong yang dimaksud dalam marsirumpa adalah ketika
masyarakat membuat kelompok kerja kurang lebih delapan orang. Kelompok
kerja yang kurang lebih dari delapan orang ini, membuat suatu keputusan yaitu
pertama, kelompok kerja akan terlebih dahulu memutuskan tempat atau cara kerja
yang harus mereka lakukan, yang kedua menentukan dimana titik kumpul dan
siapa yang menyediakan logistik, dan makanan tambahan untuk para kelompok
kerja. Apakah setiap rumah tangga memberi secara suka rela berupa uang yang
akan digunakan untuk makan bersama dengan tujuan untuk menjalin kekompakan
atau disiapkan masing-masing, setelah disetujui bersama maka dimulailah bekerja
sesuai dengan kesepekatan atau ketentuan yang telah disepakati bersama.
Universitas Sumatera Utara
Pekerjaan yang akan dilakukan oleh para kelompok masyarakat akan
menetukan dari daerah mana yang akan dikerjakan. Kelompok masyarakat
tersebut tidak boleh saling berbeda pendapat agar tercipta etos kerja yang lebih
baik, baik itu dalam pekerjaan yang ringan maupun pekerjaan yang berat. Para
kelompok masyarakat harus siap bekerja tanpa ada perintah dari siapapun dalam
arti masyarakat harus bisa bekerja dengan kesadaran sendiri, dengan demikian
terciptalah etos kerja yang baik dan berkualitas.
Menurut
KBI(Sibarani
2014:8)
bahwa
bergotong-royong
telah
dikembangkan dan telah diperlihatkan didalam kehidupan masyarakat Indonesia
dan merupakan hal paling penting bagi kehidupan masyarakat demi meningkatkan
kebersamaan dengan jiwa yang membangun.
Menurut Kartodirjo (Sibarani 2014 :8) menyatakan bahwa gotong-royong
itu bukan hanya khas Indonesia, tetapi merupakan
pranata suatu bentuk
solidaritas khas masyarakat agraris.
Menurut Pranadji (Sibarani 2014:8) merupakan kekayaan adat istiadat dan
inti modal sosial budaya bangsa, yang didalamnya terkandung nilai budaya (adat
istiadat) komposit sosial budaya dari berbagai suku, daerah masyarakat yang
tersebar diseluruh penjuru nusantara.
Sibarani (2014) mebagi tiga jenis gotong royong yang dikenal pada
masyarakat Batak Toba:
1) Gotong-royong dalam tolong-menolong seperti marhobas, manumpahi,
mangulosi, mamboan boras sipir ni tondi, marria raja, maranggap, dan
marsiurupan.
Universitas Sumatera Utara
2) Gotong-royong dalam kerja bergantian seperti marsiadapari, marjulajula, dan mangindahani, margugu.
3) Gotong-royong dalam bekerja bersama-sama atau kerja bakti seperti
mangalelang dan pauli dalan, pauli mual, pauli bondar
Koentjaraningrat (Sibarani 2014:8) membagi dua jenis gotong -royong yang
dikenal oleh masyarakat Indonesia yakni:
1) Gotong –royong dalam bentuk kerja bakti, wujud gotong-royong ini
dapat kita lihat pada saat melakukan pekerjaan yang bersifat umum
yang dibagiatas duajenis yang pertama, kerja bakti aktivtas sosial (jalan,
irigasi, gereja, pekarangan,dan penanggulangan bencana) yang kedua
kerja bakti karenadipaksakan atau karena diperintah.
2) Gotong-royong berbentuk tolong menolong, wujud dari gontong-royong
tolong- menolong ini dapat kita lihat pada sistem pertanian, aktivitas
rumah tangga, aktivitas pada pesta dan peristiwa bencana dan kematian.
Dalam buku Almaysah (1984) sistem gotong-royong dalam bentuk tolonmenolong ada empat jenis yaitu:
1) Tolong menolong dalam bidang sterifikasi sosial
2) Tolong menolong dalam sistem mata pencaharian
3) Tolong menolong dalam bidang kesatuan hidup setempat
4) Tolong menolong dalam sistem kekerabatan
Dalam aktifitas sterifikasi sosial seperti halnya sangat berkerkaitan dengan
lingkungan yang mencakup beberapa macam kegiatan diadalamnya, memperbaiki
jalan, irigasi, sumur, untuk melakukan kegiatan seperti ini hanya sebagian orang
saja yang ikut berperan dalam kegiatan tersebut, dalam sistem mata pencaharian
berkaitan dengan bercocok tanam, orang dapat melakukan ini karena mengalami
sibuk, dan ada dilakukan pada saat tenang, dan dalam bentuk lain dalam bidang
kesatuan hidup setempat, arisan, pesta, upacara kematian dalam aktivitas ini bagi
para pelayan bersifat langsung , ikut melengkapi apa yang dibutuhkan oleh
Universitas Sumatera Utara
pemilik acara dan juga ikut serta menikmati hidangan yang sudah disiapkan.
Kemudian tolong menolong dalam sistem kekerabantan ini, kalau ada keluarga
yang tidak mampu, untuk biaya berobat, melahirkan, dalam aktivitas ini keluarga
ikut serta memberi dana secara suka rela atau pinjaman agar orang tersebut dapat
menutupi biaya yang dibutuhkan.
Menurut Berutu dalam jurnal Antropologi Sosial Budaya (Sibarani 2014:10)
bahwa, gotong-royong dapat didefinisikan sebagai suatu model kerja sama yang
disetujui bersama.
Menurut Makmur dan Berutu (Sibarani 2014 :10) memiliki tiga definisi yakni.
1) Gotong-royong sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat Indonesia ummnya dan masyarat Pakpak Bharat sebagai
suatu solusi pemecahan masala hidup yang dihadapi.
2) Sebagai bagian dari kebudayaan yang bersifat dinamis, bentuk struktur
sistem gotong-royong di Pakpak Bharat telah terjadi perubahan sesuai
dengan perkembangan zaman.
3) Salah satu petensi sosial, gotong-royong yang terdapat di Pakpak Bharat
yang
dapat dijadikan untuk mengembangkan fisik, strata budaya,
maupun stratasosial ekonomi lainya
Berdasarkan penjelasan diatas gotong-royong dapat diartikan sebagai
pekerjaan bersama-sama, serta berusaha bersama dan sama-sama breusaha
sekelompok orang
dalam
bentuk
tolong
menolong
kerja bakti untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat.
Sebagaimana kegiatan sosial budaya, gotong-royong tidak hanya dilakukan
dipedesaan namun dapat juga dipraktikkan diperkotaan dalam hal siklus sosia
(kerja
bakti
untukfasilitas
umum
seperti
perbaikan
jalan
pekarangan,
rumahibadah, penanggulangan bencana, tali air) dalam upacara adat (kelahiran,
Universitas Sumatera Utara
perkawinan, dan kematian) dalam bentuk pertanian (membibit, mananam,
merawat, dan memanen).
Menurut koentjaraningrat (Sibarani 2014:11) ada lima alasan utama untuk
melakukan gotong- royong, yaitu:
1) Seseorang tidak dapat hidup sendiri tanpa berada dalam suatu komunitas
lingkungan alamnya. Karena setiap manusia membutuhkan orang lain
untuk bertukar pikiran untuk menghadapi lingkungannya.
2) Sebagaimana manusia lainnya, yang memiliki kelamahan dan kelebihan
yang menyebabkan harus bekerja sama dengan orang lain.
3) Dengan demikian, keberadaannya, sangat ketergantungan terhadap orang
lain,
4) Atas dasar itu, masyarakat harus menjaga hubungan baik dengan sesama,
dan
5) Menyesuaikan diri dengan harapan-harapan orang lain.
Gotong-royong dapat menggambarkan tingkah laku masyarakat yang
bekerja untuk membangun kebersamaan tanpa menerima imbalan. Untuk lebih
luas, sebagai suatu tradisi yang mengakar meliputi aspek-aspek dominan dalam
kehidupan sosial, gotong-royong dapat dikatakan sebagai aktivitas sosial yang
dilakukan secara bersama-sama dengan cara suka rela agar pekerjaan lebih
mudah, lancar, ringan, dan dapat kita maknai menjadi suatu filosopi budaya
Indonesia, bukan hanya filosopi kelompok. Misalnya pekerjaan yang dapat
dilakukan dengan cara gotong-royong dalam siklus kehidupan sosial seperti
perbaikan jalan, irigasi, pembuatan air minum, dalam siklus mata pecaharian
seperti menanam kopi dan padi. Tindakan gotong-royong ini harus dimiliki dan
dilestarikan oleh generasi muda atau lapisan masyarakat yang ada di Kecamatan
Palipi, karena dengan tingkat kesadaran masyarakat akan tercipta kegiatan dengan
Universitas Sumatera Utara
cara gotong-royong. Oleh karena itu, segala kegiatan dapat dikerjakan dengan
ringan dan tidak memakan waktu yang cukup lama untuk menyalesaikannya dan
juga akan menambah tingkat kemajuan daerah. Dalam hal lain, dengan adanya
kesadaran
masyarakat
menanamkan
jiwa
bergotong-royong
maka
akan
memperkuat tali persaudaraan yang semakin erat.
2.2Teori Yang Digunakan
Teori merupakan hal yang sangat penting dalam menganalisis data tradisi
marsirumpa yang diajukan sebagai objek peneliti. Teori adalah landasan atau
pondasi untuk melihat persoalan-persoalan yang terdapat dalam tradisi
marsirumpa. Untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam proposal skripsi
ini, penulis menggunakan teori tradisi lisan.
2.2.1Teori Tradsisi Lisan
Sibarani (2014:2) Tradisi lisan adalah satu cara untuk menyampaikan
sejarah lisan melalui tutur/lisan dari generasi ke generasi selanjutnya. Teori tradisi
lisan
adalah
suatu
teori
yang
berusaha
menggali,
menjelaskan,
dan
menginterprestasi secara ilmiyah warisan-warisan budaya leluhur pada masa
lampau untuk membentuk karakter generasi masa kini demi mempersiappkan
kehidupan yang damai dan sejahtera untuk generasi masa mendatang.
2.2.2 Performansi
Performansi adalah suatu kajian tradisi lisan yang dimulai dari unsur-unsur
nonverbal yang dapat dijelaskan melalui pemahaman struktur sosial dan situasi.
Dalam arti lain performansi adalah suatu ilmu yang mempelajari konteks sosial,
Universitas Sumatera Utara
konteks situasi trasdisi lisan dan bertujuan untuk menemukan formula yang
dirumuskan dalam struktur konteks tradisi lisan untuk menggali nilai, norma, dan
kearifan lokal serta berupaya berupaya merumuskan model penghidupan kembali,
pengelolaan, dan proses pewarisan (revitalisasi) tradisi lisan, dirujuk dari tesis
Sibarani (Rolan 2015:21).”
Menurut Duranti(Rolan 2015:22-23) performansi merupakan penggunaan
bahasa secara nyata dalam penyampaian komunikasi yang sebenarnya yang
merupakan gambaran dari sistem yang ada pada penutur dan menyangkut konsep
partisipasi dalam bentuk tuturan secara lisan.
Sibarani (2014:43) performansi merupakan kegiatan atau peristiwa
pengguna konteks untuk membedakan tradisi lisan dengan sastra lisan. Tradisi
lisan harus memiliki peristiwa tertentu dan oleh karena itu harus dikaitkan atau
tergantung pada konteks peristiwa tersebut. Tradisi lisan memiliki
tempat
kejadian, dan prosedur dalam pelaksanaannya, oleh sebab itu performansi
digunakan untuk memahami tradisi lisan tersebut. Contoh objek kajian tradisi
lisan dalam bentuk tradisi lisan dalam bentuk marsirumpa (gotong-royong ),
(diambil dari Sibarani 2014:248)
Tradisi Marsirumpa
Performansi
• Siklus Mata
pencaharian
• Upacara adat
• Pekerjaan Umum
Isi
• Makna Dan Fungsi
• Nilai Dan Norma
• Kearifan Lokal
Universitas Sumatera Utara
Download