PEMBERIAN IMBALAN DALAM AKTIFITAS DAKWAH AGAMA ISLAM Studi Pemaknaan Ustadz atau Ustadzah Terhadap Pemberian imbalan dalam Aktifitas Dakwah Islam di Surabaya Moh. Aqim Askhabi Departemen sosiologi, Fakultas ilmu sosial dan politik Universitas airlangga ABSTRAK Pemberian imbalan dalam aktifitas dakwah sebenarnya bukanlah fenomena baru, sudah banyak terjadi dan sudah berlangsung lama, bahkan fenomena ini terjadi hampir disemua elemen masyarakat dan akitvitas keagamaan, baik itu aktifitas dakwah maupun aktifitas lain yang berhubungan dengan keagamaan. Hal ini sangat tampak dalam fenomena pengisian ceramah agama, baik itu dalam forum akademik maupun dalam forum ceramah agama umum di masyarakat, di dalamnya dapat ditemui banyak terjadi aktifitas pemberian imbalan dari pembuat acara kepada tokoh ustadz atau ustadzah yang mengisi ceramah tersebut. Fenomena dakwah ustad solmed yang beberapa saat lalu pernah mencuat ke publik adalah Da’I yang sudah menjadi selebritis dikesankan memasang tarif yang komersil, dan diharuskan membayar uang muka (DP) terlebih dahulu layaknya artis yang memperkuat adanya komodifikasi dalam kegiatan keagamaan. Jika fenomena ini telah berlangsung lama dan dilakukan secara terus menerus tidaklah menutup kemungkinan adanya proses komodifikasi dalam aktifitas dakwah agama Islam. Lalu bagaimanakah fenomena terjadinya fenomena tersebut di lingkup yang lebih kecil yaitu kota surabaya dan bagaimanakah ustadz sendiri memaknai fenomena tersebut. Studi kualitatif ini mencoba mendiskripsikan bagaimana pemaknaan ustadz atau ustadzah terhadap pemberian imbalan dalam aktifitas dakwah agama Islam di Surabaya dengan subyek penelitian yaitu empat orang ustadz dan satu orag ustadzah yang ada di surabaya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pemberian imbalan dalam kegiatan dakwah ustadz atau ustadzah pada hakikatnya berkaitan dengan proses pertukaran sosial dimana ustadz dan ustadzah memaknai pemberian imbalan yang dilakukan oleh masyarakat kepada para pendakwah sebagai sebuah reward yang dalam konteks ini bermakna sebuah penghargaan terhadap aktifitas dakwahnya. Akan tetapi pemaknaan imbalan bagi ustadz atau ustadzah yang cangkupan dakwahnya meliputi berbagai wilayah diluar domisili kota tempat tinggalnya memaknai i pemberian imbalan sebagai sebuah hal yang wajar karena sebagai jaminan untuk biaya akomodasi dan transportasi ustadz dan ustadzah tersebut. Pemberian imbalan dalam kegiatan dakwah merupakan refleksi dari prinsip-prinsip pertukaran sosial dimana kegiatan dakwah yang merupakan sebuah penyampaian nilai keagamaan yang dibutuhkan oleh masyarakat menjadi sebuah stimulus sehingga muncul pemberian imbalan sebagai bentuk penghargaan terhadap aktifitas dakwah dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Keyword : pemberian, imabalan, ii aktifitas, Dakwah islam PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pemberian imbalan dalam aktifitas dakwah sebenarnya bukanlah fenomena baru, sudah banyak terjadi dan sudah berlangsung lama, bahkan fenomena ini terjadi hampir disemua elemen masyarakat dan akitvitas keagamaan, baik itu aktifitas dakwah maupun aktifitas lain yang berhubungan dengan keagamaan. Hal ini sangat tampak dalam fenomena pengisian ceramah agama, baik itu dalam forum akademik maupun dalam forum ceramah agama umum di masyarakat, di dalamnya dapat ditemui banyak terjadi aktifitas pemberian imbalan dari pembuat acara kepada tokoh ustadz atau ustadzah yang mengisi ceramah tersebut. Hal ini menarik jika kita amati dalam perspektif sosiologi, jika fenomena ini telah berlangsung lama dan dilakukan secara terus menerus tidaklah menutup kemungkinan adanya proses komodifikasi dalam aktifitas dakwah agama Islam. Lalu bagaimanakah ustadz sendiri memaknai fenomena tersebut. Pada hakikatnya ustadz adalah orang yang sangat ahli dalam suatu bidang. Secara umum ustad adalah seseorang yang mempunyai wawasan mengenai keagamaan dan menjadi teladan bagi masyarakatnya. Hal tersebut sangat sederhana dan dapat dijangkau oleh siapapun bahwa ustadz adalah seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan tentang kealaman dan keagamaan. Artinya dalam perspektif masyarakat Indonesia bahwa setiap orang yang memiliki wawasan mengenai kealaman dan keagamaan, berpotensi menjadi ustadz selagi wawasan keilmuannya dapat menimbulkan rasa takut kepada Allah dan mengakui 3 kebesaran-Nya. Ustadz memiliki posisi yang sangat penting dan dijadikan suri tauladan umat dalam kehidupan sehari-hari. Bergersernya peran ustadz dalam menjalankan dakwahnya dikarenakan dengan adanya komodifikasi dalam agama1. Komodifikasi agama adalah komersialisasi agama atau mengubah keimanan dan simbol-simbolnya menjadi komoditas yang dapat diperjual belikan untuk mendapat keuntungan. Potensi pasar ummat beragama di Surabaya lebih khusus lagi ummat Islam yang sangat menjanjikan, menjadikan peluang bisnis baru dalam menjual nilai-nilai agama, tentunya dengan tampilan yang mudah diterima. Akan tetapi tidak semua pendakwah dalam prakteknya menjadi komersil hal tersebut berada di ranah kyaikyai tradisional hal tersebut sesuai dengan paper yang ditulis Dr.H.Muchtar Ali yang mengambil masalah mengenai adanya komersialisasi dakwah sebagai bentuk komodifikasi agama. Pemberian imbalan dalam aktifitas dakwah hal ini bisa terjadi karena motif sebuah pertukaran sosial atau bisa jadi merupakan sebuah komodifikasi agama, jika memandang dari sudut pandang komodifikasi terhadap agama hal ini seperti penelitian yang pernah dilakukan yaitu tentang Komersialisasi dakwah Sebagai bentuk Komodifikasi agama2, dimana didalam penelitian tersebut menyebutkan bahwasanya ustadz atau ustadzah saat ini mengalami disfungsi peran dan menjadikan dakwah sebagai sebuah komoditas ekonomi, sedangkan jika fenomena pemberian imbalan ini dipandang dari sudut pandang pertukaran sosial 1 Greg Fealy and Sally White. 2008. Consuming Islam : Commodified Religion and Aspiration Pietsm in Contemporary Indonesia 2 Ristiana, Juliana:2012 : Komersialisasi dakwah Sebagai bentuk Komodifikasi agama 4 hal ini dapat dilihat seperti penilitian yang pernah dilakukan yaitu tentang Pemberian Hadiah terhadap Dosen dalam Perspektif Sosiologi3 dengan subjek yang agak berbedaakan tetapi bentuk pemberian imbalan atau hadiah yang sejenis, dari referensi tersebut penelitian ini menekankan pada bagaimana ustadz atau ustadzah memaknai pemberian imbalan dalam aktifitas dakwahnya. Dari sini fokus penelitian yang diambil adalah bagaimana pemaknaan ustadz atau ustadzah terhadap pemberian imbalan dalam aktifitas pendakwah agama Islam, sehingga nantinya bisa diketahui apakah pemberian imbalan tersebut merupakan sebuah proses komodifikasi aktifitas keagamaan atau sebuah pertukaran sosial. I.2 Fokus Penelitian Bagaimana pemaknaan ustadz atau ustadzah terhadap pemberian imbalan dalam aktifitas dakwah agama Islam di Surabaya? I.3 Tujuan M engetahui pemaknaan ustadz atau ustadzah terhadap pemberian imbalan dalam melakukan aktifitas dakwah di masyarakat Surabaya I.4 Manfaat Secara akademis: Manfaat penelitian ini secara akademis diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan terhadap perkembangan kajian sosiologi agama. Secara praktis 3 sari, Yuliana W : 2010 : Pemberian Hadiah terhadap Dosen dalam Perspektif Sosiologi 5 Manfaat secara praktis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pemerintah atau MUI dalam pengambilan kebijakan terhadap kontain yang diampaikan alam aktifitas dakwah. I.5 Kerangka Teori 1.5.1 Teori Pertukaran Sosial George Homans Dalam teori pertukaran sosial dari George Homans yang terfokus pada pertukaran sosial yang menjelaskan perilaku sosial elementer di dalam kerangka penghargaan dan kerugian4 dan didalam teori pertukaran sosialnya Homans berusaha menjelaskan perilaku manusia yang terkategori berdasarkan beberapa proposisi, antara lain: Proposisi sukses Dalam konteks ini, Homans menjelaskan bahwa tindakan akan semakin sering dilakukan ketika tindakan tersebut diberikan sebuah apresiasi atau penghargaan dari sinilah akan terlihat bahwa pemberian imbalan kepada ustadz dan ustadzah dalam setiap aktifitas dakwah merupakan bentuk apresiasi sukses dalam pemenuhan kebutuhan kebutuhan manusia terhadap agama yang inheren di dalam dirinya, sehingga masyarakat atau individu yang mengundang ustadz dalam aktifitas dakwah maupun ceramah tersebut memberikan sebuah apresissasi berupa imbalan walaupun ustadz tersebut tidaklah pernah meminta. Disisi lain, pemberian imbalan secara terus menerus tersebut akan menjadi sebuah kebiasaan dan menjadi perilaku yang teratur yang akan dilakukan kepada ustadz dalam setiap aktifitas dakwahnya. 4 Ritzer, 2012: 716 6 Proposisi Stimulus Pada masa lampau pemberian stimulus berupa imbalan kepada ustdaz dalam aktifitas dakawah merupakan serangkaian stimulus yang terjadi dimasa kini, dan akan mendapatkan respon berupa relasi yang baik antara masyarakat yang memiliki hajat dalam sebuah acara keagamaan dengan ustadz yang mengisi dalam acara tersebut. Hal ini jika dilakukan terus menerus dimasa yang akan datang pemberian stimulus ini akan terus berlangsung dan penerimaan imbalan oleh ustadz ini merupaka juga bentuk stimulus dari sudut pandang ustadz, dimana masyarakat akan memandang baik dan memberi respon terus menerus berupa imbalan dalam setiap acara keagamaan lainnya. Proposisi Nilai Ketika penerimaan imbalan oleh ustadz ini akan menghasilkan repon dan pengharagaan berupa relasi yang baik, berarti pemberian imbalan dalam aktifitas dakwah ini bukanlah lagi suatu hal yang negatif dan akan bertolak belakang dengan hukun penraikan imbalan dalam aktifitas dakwah yang jelas dilarang oleh agama islam, justru akan mengandung nilai positif berupa motif ekonomi yang diperoleh oleh ustadz dan nilai positif bagi pemberi imbalan berupa relasi yang baik dan mungkin dapat diartikan sedekah baginya. Proposisi Kejenuhan-Kerugian Ketika pemberian imbalan yang dilakukan di massa lampau dengan intensitas yang cukup sering maka nilai pemberian imbalan akan mencapai titik jenuh, dimana hal ini sangat berhubungan dengan jenis imbalan maupun nominal yang diberikan, sehingga jika dalam intensitas yang sering dalam pemberian 7 imbalan akan menimbulkan kejenuhan, sehingga diperlukan ciri khas dan keunikan imbalan yang diberikan akan menimbulkan respon dan berbeda dan efektifitas yang berbeda juga terhadap respon. Proposisi Persetujuan Agresi Dalam proposisi diatas ketika seorang ustdaz tidaklah mendapat respon berupa imbalan dalam aktifitas dakwahnya ustadz akan melakukakn tindakan efektif berupa sebuah bentuk kekecewaan hal ini dapat dilakukan secara beragam biasanya jika dalam sebuah ceramah dengan situasi yang santai beliau akan menyampaikan atau melakukan sindiran tentang imbalan atau imbalan yang biasa diperoleh. Sehingga dengan cara tersebut jika terkabulkannya keinginan ustadz walaupuan secara tidak langsung akan menjalin relasi yang baik dengan orang yang mengundangnya. Proposisi Rasionalitas Dalam proposisi rasionalitas pemberian imbalan dalam aktifitas dakwah ini, jika di respon oleh masyarakat menjadi hal wajar maka stimulus yang akan dilakukan oleh ustadz akan terus dilakukan dan akan terus menjalin relasi yang baik antara keduanya, akan tetapi jika respon yang diberikan ustad berupa penolakan akan pemberian isentif tersebut karena kesadarannya dalam pemahaman agama tentang larangan menerima imbalan dalam aktifitas dakwah, masyarakat nantinya tidak akan lagi memberikan stimulus berupa imbalan lagi dalam setiap aktifitas dakwahnya. I.6 Batasan Konsep 8 untuk mempertajam analisa data maka peneliti merumuskan beberapa batasan konsep permasalahan yang dikaji 1. Ustadz atau ustadzah Pada hakikatnya ustadz adalah orang yang sangat ahli dalam suatu bidang. Menurut pengertian ini, maka seseorang tidak pantas disebut Ustadz kecuali apabila dia memiliki keahlian dari 18 atau 12 ilmu atau bidang studi. Dalam sastra Arab seperti ilmu nahwu, shorof, bayan, badi', ma'ani, adab, mantiq, kalam, perilaku, ushul fiqih, tafsir dan hadits. Sedang di Indonesia, seperti disebut di muka, kata ustadz merujuk pada banyak istilah yang terkait dengan orang yang memiliki kemampuan ilmu agama dan bersikap serta berpakaian layaknya orang alim. Baik kemampuan riil yang dimilikinya sedikit atau banyak. Orang yang disebut ustadz antara lain: da'i, mubaligh, penceramah, guru ngaji Quran, guru madrasah diniyah, guru ngaji kitab di pesantren, pengasuh/pimpinan pesantren (biasanya pesantren modern). Sedangkan ustadzah dlam hal ini memiliki makna yang sama, hanya saja merupakan sebutan bagi perempuan. Dalam penelitian ini ustadz atau ustadzah yang dimaksud adalah da'i, mubaligh, atau penceramah yang biasa mengisi sebuah acara dalam sebuah aktifitas keagamaan. 2. Dakwah Pengertian dakwah menurut istilah adalah menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu, dengan proses yang berkesinambungan dan 9 ditangani oleh para pengembang dakwah. Hal ini dikarenakan Islam adalah dakwah, artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah 5 Dalam penelitian ini yang dimaksud dakwah adalah aktifitas penyebaran ajaran agama islam utamanya dalam bentuk ceramahceramah agama di berbagai forum kajian maupun peringatan hari besar tertentu. Dan dalam aktifitas ceramah inilah yang nantinya sering ditemukan fenomena pemberian imbalan yang akan diberikan oleh pihak yang mengadakan acara kajian tersebut kepada ustadz pengisi ceramah agama tersebut. 3. Pemberian imbalan Menurut kamus besar bahasa Indonesia arti kata imbalan yaitu imbalan n 1. Upah sebagai pembalas jasa; honorarium; 2. Balasan (berupa pujian, hukuman, dsb) atas tindakan yang sudah dilakukan6. Pemberian imbalan ini biasanya terjadi ketika seorang ustadz dalam beberapa kasus menerima imbalan setelah mengisi sebuah ceramah keagamaan maupun dalam aktifitas dakwahnya. Hal ini yang nantinya akan diteliti bagaimanakah ustadz tersebut memaknai imbalan yang diterima dalam setiap aktifitas dakwahnya. PEMBAHASAN 5 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Djambatan, 1992) 6 Kbbi 10 II.1 Pemberian Imbalan dalam kegiatan dakwah terhadap ustadz dan ustadzah sebagai Refleksi dari Prinsip-prinsip pertukaran sosial Kebiasan memberikan imbalan dalam kegiatan dakwah di masyarakat merupakan hal yang wajar bahkan sejak islam berada dimasa kepemimpinan khalifah berakhir,dimana tinggal para alim ulama besar yang menjadi panutan setiap kaum muslim, hal tersebut sudah mulai terjadi seperti yang dijelaskan dalam bab 2. Hal ini menjadi menarik ketika diera modern saat ini pemberian imbalan dalam kegiatan dakwah merupakan bibit dari munculnya istilah komersialisasi dakwah dalam islam karena hal tersebut jelas dilarang dalam hukum islam jika dakwah dijadikan sebagai komoditas untuk mencari uang. Jika akhir-akhir ini sering kali imbalan dalam kegiatan dakwah dianggap sebagai komersialisasi namun dalam penelitian ini menekankan pemberian imbalan dalam kegiatan dakwah secara sosiologis yang mengambil setting penelitian dikalangan ustadz dan ustadzah yang ada di Surabaya yang pernah menerima imbalan dalam kegiatan dakwahnya. Teori peretukaran sosial menjelaskan tentang perilaku pemberian imbalan dalam kegiatan dakwah yang dilakukan oleh masyarakat kepada ustadz atau ustadzah di Surabaya.interaksi antara masyarakat dengan ustadz dan ustadzah yang berperan sebagai pendakwah agama merupakan suatu interaksi dalam konteks hubungan sosial di masyarakat yang saling memiliki sebuah korelasi yang terbentuk untuk saling menghormati, dimana ustadz atau ustadzah dianggap memiliki derajat yang lebih tinggi dalam struktur sosial dimasayarakat. 11 Pemberian imbalan dalam kegiatan dakwah terhadap ustadz atau ustadzah merupakan salah sau bagian yang dari upaya untuk menjalin relasi antara masyarakat dengan ustadz atau ustadzah yang memang saling berkaitan dan saling membutuhkan. Berikut penjelasan proposisi-proposisi dari teori pertukaran sosial dalam menganalisa pemberian imbalan dalam kegiatan dakwah yang dilakukan oleh ustadz atau ustadzah yang terdiri dari beberapa proposisi 1. Proposisi Sukses Homans merinci tentang proposisi sukses, antara lain: - Asumsi I : Penghargaan yang diberikan dengan intensitas yang sering dapat menyebabkan suatu tindakan yang sering pula - Asumsi II : Semakin Singkat jarak diantara perilaku dan penghargaan, semakin sering seseorang mengulangi perilaku tersebut - Asumsi III : Penghargaan yang diberikan secara Tidak Teratur dapat mendatangkan perilaku yang teratur dan tidak mendatangkan kejenuhan atau kebosanan Imbalan yang diterima oleh ustadz atau ustadzah dalam berdakwah menurut ustadz atau ustadzah itu sendiri adalah sebuah penghargaan terhadap apa yang telah mereka lakukan dan bentuk dari penghargaan terhadap keilmuan yang telah mereka berikan, seperti yang disampaikan oleh informan AB, sehingga menurut informan kegiatan dakwah merupakan sebuah nilai kebaikan yang memang dibutuhkan oleh masyarakat dan disaat itu pula terjadi bentuk-bentuk penghargaan terhadap orang yang menyampaikan nilai tersebut. Bentuk-bentuk 12 penghargaan tersebut adalah imbalan atau imbalan yang diberikan oleh masyarakat terhadap pendakwah. Berdasarkan temuan data pada bab IV ustadz atau ustadzah mengaku sering sekali menerima imbalan atau imabalan dalam kegiatan dakwah yang mereka lakukan di berbagai tempat dan berbagai bentuk kegiatan. Informan AB secara rutin selalu menerima imbalan dari setiap kegiatan dakwah yang dilakukannya bahkan hal tersebut sudah ada patokan tertentu sesuai dengan kondisi letak dan jarak yang harus ditempuhnya. Begitu juga dengan informan AS, BM,YDK dan YS mereka mengaku selalu diberi imbalan dalam setiap aktifitas dakwah mereka dan itu dilakukan secara terus menerus setiap kali ada kegiatan dakwah yang dilakukannya. Meskipun ustadz AS dan YDK termasuk orang yang sering menolak pemberian imbalan akan tetapi mereka tetap selalu diberi berbagai bentuk imbalan atau imbalan yang diberikan oleh masyarakat. Pemaparan asumsi diatas memberikan penjelasan terkait pemberian imbalan dalam aktifitas dakwah, berikut bagan dari analisa teoritisnya Reaksi yang ditunjukkan oleh masyarakat ketika ustadz atau ustadzah menerima imbalan yang diberikan yaitu dengan mereproduksi perilaku pemberian imbalan yang sama disetiap kesempatan lain dalam kegiatan dakwah hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh semua informan. Asumsi yang kedua yaitu Semakin Singkat jarak diantara perilaku dan penghargaan, semakin sering seseorang mengulangi perilaku tersebut. Dari asumsi diatas dapat diketahui semakin sering informan (ustadz dan ustdzah) melakukan aktifitas dakwah semakin sering pula informan menerima imbalan sehingga 13 semakin singkat jarak agenda dakwah yang dilakuakan oleh informan. Hal ini tidak relevan karena intensistas aktiivitas dakwah yang dilakukan informan tidaklah didasarkan pada unsur penghargaan yang diterima oleh informan. 2. Proposisi Stimulus Proposisi stimulus memberikan penjelasan terkait dengan perilaku pemberian imbalan yang terjadi di masa lampau ketika perilaku tersebut menghasilkan reaksi yang positif maka tidak menutup kemungkinan terjadi perilaku pemberian hadiah yang dilakukan secara berulangkali. Proses pertukan sosial antara dakwah yang dilakukan ustadz dan ustadzah dengan masyarakat berlangsung karena adanya stimulus sehingga menimbulkan sebuah relasi yang terjalin antar keduanya. Asumsi dari Homans yang menyatakan bahwa stimulus tertentu di masa lampau ketika diberi penghargaan maka akan menghasilkan perilaku yang sama di masa yang akan datang. Refleksi dari penyataan diatas memang memiliki keterkaitan dengan proses dakwah yang dilakukan oleh ustdaz atau uztadzah dengan upaya pemberian imbalan oleh masyarakat. Identifikasi pemberian imbalan dalam aktifitas dakwah dapat ditinjau berdasarkan beberapa konsep antara lain: - Karakteristik ustadz dan ustadzah dalam menyampaikan dakwah - Bentuk-bentuk imbalan yang diterima Berdasarkan konsep penelitian tentang identifikasi pemberian imbalan maka dapat terlihat beberapa item dapat dianalisis menggunakan proposisi stimulus. 3. Proposisi Nilai 14 Proposisi nilai pada hakikatnya mengungkapkan perilaku yang mendatangkan reward dan punissment. Pemberian imbalan dalam kegiatan dakwah menurut ustadz dan ustadzah merupakan sebuah sebuah reward dari apa yang telah mereka lakukan dalam hal ini adalah aktifitas dakwahyang telah dilakukan. Sebelum dijelaskan secara mendetail. 4. Proposisi kejenuhan – kerugian Proposisi kejenuhan dan kerugian dapat tercipta jika perilaku yang berulang dilakukan dengan intensitas yang sering. Dalam konteks imbalan yang diterima oleh ustadz atau ustdzah dalam kegiatan dakwah terdapat suatu pemberian imbalan yang menimbulkan kejenuhan. Hal tersebut sebenarnya tidaklah dialami oleh semua ustadz dan utadzah karena pada dasarnya imbalan yag diterima dalam aktifitas dakwahnya merupakan sebuah bentuk pemberian sukarela dan tidak pernah diminta oleh utadz atau ustadzah tersebut, akan tetapi karena sudah menjadi sebuah kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat dan juga sebuah penghargaan terhadap ustadz. Meskipun begitu ada satu fenomena yang menarik terjadi pada informan BM, informan mengaku pernah merasa jenuh ketika sering menerima imbalan dalam bentuk parsel dan bingkisan makanan ketika diundang dalam kegiatan dakwah dikampus, informan pernah menyindir kepada panitia penyelenggara kegiatan dan menyarankan bentuk kenang-kenangan atau oleh-oleh yang diberikan kepada informan lebih baik jika berupa buku dengan alasan membisasakan iklim akademik dalam kehidupan kampus. 15 5. Proposisi Rasionalitas Proposisi rasionalitas merupakan proposisi terakhir dalam teori pertukaran sosial yang muncul dari persepsi individu atas perilaku yang dilakukan dalam kerangka mendatangkan reward atau memunculkan punishment. Berdasarkan asumsi teoritis ini terlihat bahwa pemberian imbalan dalam aktifitas dakwah menurut ustadz dan ustadzah merupakan suatu perilaku yang memiliki rangkaian dengan perilaku ustadz dan ustadzah itu sendiri dalam rangka mendatangkan sebuah reward berupa imbalan yang dierima oleh ustadz atau ustadzah dalam aktifitas dakwahnya. Proposisi rasional merupakan klimaks dari adanya perilaku yang dilakukan individu untuk menjalin interaksi dan interelasi dengan orang lain tak terkecuali pemberian imbalan dalam aktifitas dakwah itu sendiri. Ketika terjadi pemberian imbalan dalam aktifitas dakwah tersebut diterima baik oleh ustadz atau ustadzah sangat wajar jika pemberian imbalan dalam aktifitas dakwah akan dilakukan terus-menerus dalam aktifitas dakwah. 16 PENUTUP III.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemberian imbalan dalam kegiatan dakwah ustadz atau ustadzah pada hakikatnya berkaitan dengan proses pertukaran sosial dimana ustadz dan ustadzah memaknai pemberian imbalan yang dilakukan oleh masyarakat kepada para pendakwahse bagai sebuah reward yang dalam konteks ini bermakna sebuah penghargaan terhadap aktifitas dakwah yang dilakukan ustadz atau ustadzah tersebut. Pemberian imbalan dalam kegiatan dakwah merupakan refleksi dari prinsip-prinsip pertukaran sosial dimana kegiatan dakwah yang merupakan sebuah penyampaian nilai keagmaan yang dibutuhkan oleh masyarakat menjadi sebuah stimulus sehingga muncul pemberian imbalan sebagai bentuk penghargaan terhadap aktifitas dakwah dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Perspektif pertukaran sosial sendiri terdiri dari beberapa proposisi yaitu proposisi sukses, Stimulus, Nilai, Kejenuhan, Persetujuan dan Rasionalitas. Berdasarkan hasil temuan data di lapangan keenam proposisi diatas digunakan untuk melihat realitas pemberian hadiah yang dilakukan mahasiswa terhadap dosen. 17 DAFTAR PUSTAKA Buku Abdullah, Syamsuddin, 1997, Agama dan Masyarakat (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,cet.1) Abu Bakar Atjeh, 1979, Beberapa Catatan Mengenai Dakwah Islam (Semarang: Ramadani) A.Hasmy,1997, Dustur Dakwah menurut al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang) Amin, Rais 1991, Cakrawala Islam (Bandung,: Mizan) Amrullah, 1983, Ahmad,ed. Dakwah dan Perubahan sosial (Yogyakarta: Prima Duta) Arikunto, Suharsim,2002, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.(Jakarta: Rineka Cipta) Bryan S. Turner,2012, Relasi Agama Dan Teori Sosial Kontemporer. (Yogyakarta : IRCiSoD) Connolly (ed.) ,2002, Approach to the Study of Religion, diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia dengan judul, Aneka Pendekatan Agama¸terj, Imam Khoiri (Yogyakarta: LKIS) Dea, Thomas F O,1992, sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal,(Jakarta:Rajawali Press) Djojodigieno, MM,1960,.Asas asas Sosiologi (Yogyakarta: Badan Penerbit Gajah Mada) Farid Ahmad, Ilyas Ba-Yunus, 1996, Sosiologi Islam: Sebuah Pendekatan, terj. Hamid Ba-Syaib (Bandung: Mizan) Farid Ma’ruf Noor, 1981, Dinamika dan Akhlak Dakwah (Surabaya: Bina Ilmu) Hendropuspito,1983, Sosiologi Agama, (Jakarta:Penerbit Kanisius,cet.22) M Kholili,1991, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Psikologi (Yogya, UD. Rama) Norman K. Denzin, Yvona S. Licoln, 2010 Handbook of Qualitatif Research, (Jakarta : Pustaka Pelajar) Ritzer, George, and Goodman, Douglas, 2001, Post Modern Soacial Theory, diterjemahkan kedalam Bahasa indonesia dengan judul, Theori sosiologi Modern, terj. Ali Mandan (Jakarta : Kencana) Ruky, ahmad S ,2001, manajemen penggajian & pengupahan untuk karyawan perusahaan (Jakarta : IKAPI) Suyanto, Bagong, Sutinah, 2010, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan (Surabaya : Prenada Media Grup) IAIN Syarif Hidayatullah, Tim penulis, 1992, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Djambatan) Turner, jonathan, 2008, Social Theory Today, (Yogyakarta : Pustaka pelajar) Artikel Greg Fealy and Sally White. 2008. Consuming Islam : Commodified Religion and Aspiration Pietsm in Contemporary Indonesia Khoirul Amri, Romlah,2012, Pengambilan imbalan dalam dakwah 18 Ristiana, Juliana:2012 : Komersialisasi dakwah Sebagai bentuk Komodifikasi agam 19