BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 STRATEGI PUBLIC RELATIONS 2.1.1 Pemahaman tentang Public Relations 2.1.1.1 Definisi Strategi Menurut J L Thompson (1995) yang dikutip dari Oliver (2007, p.2) mendefinisikan strategi sebagai cara untuk mencapai sebuah hasil akhir: hasil akhir menyangkut tujuan dan sasaran organisasi dan strategi kompetitif untuk masing-masing aktivitas. Menurut penulis definisi strategi adalah sebuah cara atau taktik dalam mencapai sebuah tujuan dan sasaran pada obyek aktivitas yang ingin dicapai. 2.1.1.2 Definisi Public Relations Menurut Public Relations Society Of America (PRSA) yang dikutip dari Lattimore, Baskin, Heiman dan Toth (2010, p.4) bahwa Public Relations merupakan sebuah fungsi kepemimpinan dan manajemen yang membantu pencapaian tujuan sebuah organisasi, membantu mendefinisikan filosofi, serta memfasilitasi perubahan organisasi. Para praktisi Public Relations berkomunikasi dengan 9 10 masyarakat internal dan eksternal yang relevan untuk mengembangkan hubungan yang positif serta menciptakan konsistensi antara tujuan organisasi dengan harapan masyarakat. Mereka juga mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi program organisasi yang mempromosikan pertukaran pengaruh serta pemahaman diantara konstituen organisasi dan masyarakat. Menurut kamus Institut of Public Relations (IPR) terbitan bulan November 1978 yang dikutip dari Edy Sahputra dan Faulina (2011, p.3) disebutkan keseluruhan bahwa “Praktik humas atau Public Relations adalah upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya”. Penulis juga menambahkan definisi Public Relations menurut Frank Jefkin yang dikutip dari Edy Sahputra dan Faulina (2011, p.3) bahwa Public Relations adalah sesuatu yang merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam atau ke luar, antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya dalam rangka mencapai tujuantujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Menurut penulis definisi Public Relations adalah sebuah fungsi kepemimpinan dan manajemen yang membantu pencapaian tujuan sebuah organisasi, serta memfasilitasi perubahan organisasi. Sehingga 11 upaya yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya sehingga dapat mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. 2.1.1.3 Tujuan Public Relations Menurut Kusumastuti (2002, p.20-p.21) yang dikutip dari Ardianto (2009, p.27-p.28) menjelaskan bahwa taktik PR serupa dengan tujuan komunikasi, yakni adanya penguatan dan perubahan pengetahuan, perasaan, dan perilaku komunikan (penerima pesan). Praktik PR juga bertujuan untuk membentuk dan mempertahankan perasaan, serta perilaku positif masyarakat luas terhadap organisasi, lembaga, atau perusahaan. Tujuan praktik PR adalah membuat publik dan organisasi, lembaga, atau perusahaan saling mengenal baik kebutuhan, kepentingan, harapan, maupun budaya masing-masing. Menurut Scott M. Cultip & Allen H. Center (1932, p.139) yang dikutip dari Edy Sahputra dan Faulina (2011, p.47-p.48) bahwa dari sekian banyak hal yang dijadikan tujuan PR sebuah perusahaan, beberapa hal yang pokok diantaranya, antara lain : 12 1. Untuk mengubah citra umum di mata khalayak sehubungan dengan adanya kegiatan-kegiatan baru yang dilakukan oleh perusahaan. 2. Untuk meningkatkan bobot kualitas para calon pegawai. 3. Untuk menyebarluaskan suatu cerita sukses yang telah dicapai oleh perusahaan kepada masyarakat dalam rangka memperoleh pengakuan. 4. Untuk memperkenalkan perusahaan kepada masyarakat luas, serta membuka pasar-pasar baru. 5. Untuk mempersiapkan dan mengkondisikan masyarakat bursa saham atas rencana perusahaan untuk menerbitkan saham baru atau saham tambahan. 6. Untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan itu dengan khalayaknya, sehubungan telah terjadinya suatu peristiwa yang mengakibatkan kecaman, kesangsian, atau salah paham di kalangan khalayak terhadap niat baik perusahaan. 7. Untuk mendidik para pengguna atau konsumen agar mereka lebih efektif dan mengerti dalam memanfaatkan produkproduk perusahaan. 13 8. Untuk meyakinkan khalayak bahwasannya perusahaannya mampu bertahan atau bangkit kembali setelah terjadinya suatu krisis. 9. Untuk meningkatkan kemampuan dan ketahanan perusahaan dalam menghadapi resiko pengambilalihan (take over) oleh pihak lain. 10. Untuk menciptakan identitas perusahaan yang baru. 11. Untuk menyebarluaskan informasi mengenai aktivitas dan partisipasi para pemimpin perusahaan, organisasi dalam kehidupan sosial sehari-hari. 12. Untuk mendukung keterlibatan suatu perusahaan sebagai sponsor dari suatu acara. 13. Untuk memastikan bahwasannya para politisi benar-benar memahami kegiatan-kegiatan atau produk perusahaan yang positif, agar perusahaan yang bersangkutan terhindar dari peraturan, undang-undang, dan kebijakan pemerintah yang merugikan. 14. Untuk menyebarluaskan kegiatan-kegiatan riset yang telah dilakukan perusahaan agar masyarakat luas mengetahui betapa perusahaan itu mengutamakan kualitas dalam berbagai hal. 14 Menurut penulis bahwa tujuan Public Relations adalah membuat publik dan organisasi, lembaga, atau perusahaan saling mengenal baik kebutuhan, kepentingan, harapan, maupun budaya masing-masing sehingga mampu meningkatkan citra perusahaan/lembaga yang bersangkutan dengan kepentingan perusahaan dan publik dapat berjalan secara harmonis. 2.1.1.4 Peran Public Relations Menurut Broom dan Smith (Dozier, 1992) yang dikutip dari Edy Sahputra dan Faulina (2011, p.25-p.27) Peran PR merupakan salah satu kunci penting untuk pemahaman fungsi PR dan komunikasi organisasi. Ada beberapa fungsi dominan yang harus dilaksanakan seorang PR sejati antara lain berperan sebagai: 1. Technician Communication Kebanyakan praktisi masuk ke bidang ini sebagai teknisi komunikasi. Deskripsi kerja dalam lowongan pekerjaan biasanya menyebutkan keahlian komunikasi dan jurnalistik, sebagai syarat. Teknisi komunikasi disewa untuk menulis dan mengedit newsletter karyawan, menulis news release, dan feature, mengembangkan isi web dan menangani kontak media. Praktisi yang melakukan peran ini biasanya tidak hadir di saat manajemen mendefinisikan problem dan memilih solusi. Mereka baru bergabung untuk melakukan komunikasi dan 15 mengeimplementasikan program, terkadang tanpa mengetahui secara menyeluruh motivasi atau tujuan yang diharapkan. Meskipun merek tidak hadir saat diskusi tentang kebijakan baru, atau keputusan manajemen baru, merekalah yang diberi tugas untuk menjelaskannya kepada karyawan dan pers. 2. Expert Prescriber Communications Ketika para praktisi mengambil peran sebagai pakar atau ahli orang lain akan menganggap mereka sebagai otoritas dalam persoalan PR dan solusinya. Manajemen puncak menyerahkan PR di tangan para ahli dan manajemen biasanya mengambil peran pasif saja. Praktisi yang beroperasi sebagai praktisi pakar bertugas untuk mendefinisikan problem, mengembangkan program, dan bertanggung jawab penuh atas implementasinya. 3. Communication Facilitator Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi adalah sebagai pendengar yang peka dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator komunikasi bertindak sebagai perantara (liason), interpreter, dan mediator antara oragnisasi dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah dan memfasilitasi percakapan dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi informasi yang dibutuhkan oleh baik itu 16 manajemen maupun publik untuk membuat keputusan demi kepentingan bersama. Praktisi yang berperan sebagai fasilitator komunikasi ini bertindak sebagai sumber informasi dan agen kontak resmi antara organisasi dan publik. Mereka menengahi interaksi, menyusun agenda mendiagnosis dan memperbaiki kondisi-kondisi yang mengganggu hubungan komunikasi diantara kedua belah pihak. Fasilitator komunikasi menempati peran di tengah-tengah dan berfungsi sebagai penghubung antara organisasi dan publik. 4. Fasilitator Pemecah Masalah Ketika praktisi melakukan peran ini, mereka berkolaborasi dengan manajer lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dari tim perencanaan strategis. Kolaborasi dan musyawarah dimulai dengan persoalan pertama dan kemudian sampai program final. Praktisi pemecah masalah membantu manajer lain untuk dan organisasi untuk mengaplikasikan PR dalam proses manajemen bertahap yang juga dipakai untuk memecahkan problem organisasional lainnya. Menurut penulis bahwa peran Public Relations adalah sebagai: 1. Technician Communication Karena PR bertugas untuk menulis dan mengedit newsletter karyawan, menulis news release, dan feature, mengembangkan isi 17 web dan menangani kontak media. Praktisi yang melakukan peran ini biasanya tidak hadir di saat manajemen mendefinisikan problem dan memilih solusi. Mereka baru bergabung untuk melakukan komunikasi dan mengeimplementasikan program, terkadang tanpa mengetahui secara menyeluruh motivasi atau tujuan yang diharapkan. 2. Fasilitator Pemecah Masalah Karena secara praktisnya, PR itu berkolaborasi dengan manajer lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dari tim perencanaan strategis. Kolaborasi dan musyawarah dimulai dengan persoalan pertama dan kemudian sampai program final. Praktisi pemecah masalah membantu manajer lain untuk dan organisasi untuk mengaplikasikan PR dalam proses manajemen bertahap yang juga dipakai untuk memecahkan masalahmasalah dalam organisasi. 2.1.1.5 Fungsi Public Relations Menurut Cultip, Centre dan Canfield (1992) yang dikutip dari Edi Sahputra dan Faulina (2011, p.31) merumuskan fungsi Public Relations sebagai berikut: 1. Menunjang aktivitas utama manajemen dalam mencapai tujuan bersama (fungsi melekat pada manajemen lembaga/organisasi). 18 2. Membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publiknya yang merupakan khalayak sasaran. 3. Mengidentifikasi segala sesuatu yang berkaitan dengan opini, persepsi dan tanggapan masyarakat terhadap organisasi yang diwakilinya atau sebaliknya. 4. Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbang saran kepada pimpinan manajemen demi tercapainya tujuan dan manfaat bersama. 5. Menciptakan komunikasi dua arah dan timbal balik, dan mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari organisasi ke publiknya atau sebaliknya, demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak. Menurut pendapat penulis bahwa fungsi Public Relations, sebagai berikut: a. Menunjang aktivitas utama manajemen dalam mencapai tujuan bersama. b. Melayani keinginan publiknya dan menyumbangkan saran kepada pimpinan / atasan dari pihak manajemen demi tercapainya tujuan dan manfaat bersama. c. Menciptakan komunikasi dua arah dan timbal balik yang baik dan mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari organisasi ke 19 publiknya atau sebaliknya sehingga dapat menciptakan citra positif bagi keduanya. 2.1.1.6 Strategi Public Relations Public Relations profesional dalam pengelolaan sasaran/target yang hendak dicapainya melakukan pengadopsian tehnik-tehnik Management of Objective (MBO) dan Management by Objective of Result (MOR) untuk membantu kualitas nilai Public Relations dalam suatu organisasi. MBO dapat memberikan profesional Public Relations dengan sumber umpan yang sangat kuat. MBO dan MOR berhubungan dengan hasil-hasil Public Relations untuk penentuan target awal manajemen. Adapun poin-poin dalam MBO menurut Sholeh Soemirat dan Elvinaro Ardianto (2003, p.98) adalah sebagai berikut: 1. Spesifikasi tujuan-tujuan organisasi dengan mencapai target penampilan organisasi. 2. Konferensi antara superior dan subordinate (bawahan) untuk menyepakati terhadap pencapaian tujuan. 3. Kesepakatan antara atasan dan bawahan pada target yang konsisten dengan tujuan-tujuan organisasi. 4. Pengkajian secara periodik oleh atasan dan bawahan untuk menilai kemajuan pencapaian tujuan. 20 Adapun kunci penggunaan MBO secara efektif dalam tugas Public Relations dapat di pecah ke dalam tujuan tahap secara kritis: 1. Memiliki batasan dan misi kerja. 2. Menetapkan kunci areal keberhasilan (hasil) dalam jangka waktu tertentu, berupaya dan berkepribadian. 3. Identifikasi faktor-faktor menentukan tindakan pada target yang telah ditentukan. 4. Meletakan target/menetapkan hasil yang akan dicapai. 5. Persiapan perencanaan secara taktis untuk mencapai target khusus, termasuk: • Pemrograman untuk memantapkan suatu rangakaian tindakan untuk mengikutinya. • Penjadwalan waktu yang dibutuhkan bagi setiap tahapan • Penganggaran untuk menugaskan sumber daya yang dperlukan bagi pencapaian tujuan • Pemantapan pertanggung jawaban secara individu untuk pencapaian target/sasaran • Pengkajian dan rekonsiliasi (perdamaian) melalui suatu prosedur testing untuk membawa kemajuan. 6. Pemantapan keputusan dan peraturan untuk mengikutinya. 7. Pemantapan prosedur untuk menangani pekerjaan 21 Menurut penulis, strategi yang tepat untuk dijalankan oleh seorang Public Relations antara lain: membuat spesifikasi tujuan-tujuan organisasi dengan mencapai target penampilan organisasi, konferensi antara superior dan subordinate (bawahan) untuk menyepakati terhadap pencapaian tujuan., membuat kesepakatan antara atasan dan bawahan pada target yang konsisten dengan tujuan-tujuan organisasi, mengkaji secara periodik oleh atasan dan bawahan untuk menilai kemajuan dari tujuan yang ingin dicapai. 2.1.2 Pengertian Brand Menurut Kotler dan Amstrong (2008, p.275) bahwa merek (brand) adalah sebuah nama, istilah, tanda, lambang atau desain, atau kombinasi semua ini, yang menunjukkan identitas pembuat atau penjual produk atau jasa. Konsumen memandang merek sebagai bagian penting dari produk, dan penetapan merek bisa menambah nilai bagi suatu produk. Menurut Shimp (2003, p.298-p.299) bahwa sebuah merek adalah rancangan unik perusahaan, atau merek dagang (trademark), yang membedakan penawarannya dari kategori produk pendatang lain. Nama merek yang baik dapat membangkitkan perasaan berupa kepercayaan, keyakinan, keamanan, kekuatan, kecepatan, status dan asosiasi lain yang diinginkan. Nama yang dipilih untuk suatu merek: (1) mempengaruhi kecepatan konsumen menyadari suatu merek, (2) mempengaruhi citra merek, sehingga (3) memainkan peran penting dalam pembentukan ekuitas merek. Meraih kesadaran konsumen atas suatu merek adalah aspek awal yang kritikal dari peningkatan ekuitas merek. nama 22 Menurut penulis, definisi brand atau merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, lambang atau desain, atau kombinasi semua ini, yang membedakan identitas pembuat atau penjual produk atau jasa dengan penjual produk atau jasa lainnya. Nama merek biasanya dapat membangkitkan perasaan berupa kepercayaan, keyakinan, keamanan, kekuatan, kecepatan, status dan bentuk asosiasi lain yang diinginkan. 2.1.3 Pengertian Ekuitas Merek Menurut Kotler dan Amstrong (2008, p.282) bahwa ekuitas merek (brand equity) adalah pengaruh diferensial positif bahwa jika pelanggan mengenal nama merek, pelanggan akan merespons produk atau jasa. Menurut Supranto dan Limakrisna (2011, p.132) bahwa “brand equity” merupakan nilai yang ditentukan oleh konsumen pada suatu merek di atas dan diluar karakteristik/atribut fungsional dari produk. “Brand equity” juga disebut reputasi merek.“Brand equity” didasarkan pada posisi produk dari merek. Seorang konsumen yang percaya bahwa suatu merek menunjukkan penampilan/kinerja superior, sangat menyenangkan untuk dipergunakan dan diproduksi oleh perusahaan yang sangat memperhatikan masalah sosial, kemungkinan besar akan bersedia membayar harga yang tinggi (premium price), bisa menjadi loyal dengan membeli berkali-kali, mengajak orang lain membeli dan memberitahukan kepada orang lain tentang kebaikan merek tersebut. Jadi salah satu sumber nilai ekonomi dari citra merek yang positif sebagai akibat 23 perilaku konsumen terhadap item yang tersedia dengan nama merek yang terkenal. Menurut penulis, ekuitas merek adalah nilai yang ditentukan oleh konsumen pada suatu merek di atas dan diluar karakteristik/atribut fungsional dari produk. Brand equity” merupakan reputasi merek yang didasarkan pada posisi produk dari merek tertentu. 2.1.4 Elemen dari Ekuitas Merek Dalam model Aaker yang dikutip dari Tjiptono (2011, p.97-p.98), brand equity diformulasikan dari sudut pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen. Aaker menjabarkan aset merek yang berkontribusi pada penciptaan brand equity ke dalam empat dimensi: brand awareness, perceived quality, brand associations, dan brand loyalty. (Lihat Gambar 2.1) Gambar 2.1 Elemen Brand Equity Versi David Aaker Brand Equity Brand Awareness Perceived Quality Brand Associations Brand Loyalty 24 Dalam model Aaker, Brand Equity diformulasikan dari sudut pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen. Aaker menjabarkan aset merek yang berkontribusi pada penciptaan brand equity ke dalam empat dimensi: brand awareness, perceived quality, brand associations, brand loyalty . a. Brand Awareness : kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu. b. Perceived Quality : merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. Oleh sebab itu, perceived quality didasarkan pada evaluasi subyektif konsumen (bukan manajer atau pakar) terhadap kualitas produk. c. Brand Associations : segala sesuatu yang terkait dengan memori terhadap sebuah merek. Brand associations berkaitan erat dengan dengan brand image, yang didefinisikan sebagai serangkaian asosiasi merek dengan makna tertentu dan akan semakin kuat seiring dengan bertambahnya pengalaman konsumsi atau eksposur dengan merek spesifik. d. Brand Loyalty : “The attachment that a customer has to a brand” Sementara itu, model Keller lebih berfokus pada perspektif perilaku konsumen. Ia mengembangkan model ekuitas merek berbasis pelanggan (CBBE = Customer-Based Brand Equity). Asumsi pokok model ini adalah bahwa kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat 25 dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil dari pengalamannya sepanjang waktu. Berdasarkan model ini, sebuah merek dikatakan memiliki customer-based brand equity. Apabila pelanggan bereaksi secara lebih positif terhadap sebuah produk dan cara produk tersebut dipasarkan manakala mereknya diidentifikasi, dibandingkan bila nama mereknya tidak teridentifikasi (misalnya, jika nama fiktif atau versi produk tanpa merek digunakan). 2.1.5 Brand Loyalty 2.1.5.1 Definisi Brand Loyalty Menurut Tjiptono (2011, p.110) Brand strength atau brand loyalty, yaitu ukuran menyangkut seberapa kuat konsumen “terikat” dengan merek tertentu. Ukuran ini sekaligus merefleksikan permintaan relatif konsumen terhadap sebuah merek. (SCMS Journal of Indian Management, April-June, 2011 : 113). According to Aaker (1991) brand loyalty reflects how likely a customer will be to switch to another brand, especially when that brand makes a change, either in price or product features. David Aaker also suggests that brand loyalty leads to brand equity, which leads to business profitability. Aaker divides brand equity into five major asset categories: brand name awareness, perceived quality, brand associations, brand loyalty and other proprietary brand assets. 26 Definisi di atas diterjemahkan sebagai berikut, menurut Aaker (1991) loyalitas merek mencerminkan seberapa besar kemungkinan pelanggan akan beralih ke merek lain, terutama ketika merek yang membuat perubahan, baik dalam harga atau fitur produk. David Aaker juga menunjukkan bahwa loyalitas merek mengarah ke ekuitas merek, yang menyebabkan profitabilitas bisnis. Aaker membagi ekuitas merek menjadi lima kategori aset utama: kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, loyalitas merek dan aset merek eksklusif. Menurut penulis bahwa definisi dari brand loyalty adalah seberapa besar kemungkinan pelanggan akan beralih ke merek lain, terutama ketika merek yang membuat perubahan, baik dalam harga atau fitur produk. Pada umumnya loyalitas merek akan berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen, tingkat frekuensi pembelian dan kepuasan konsumen terhadap suatu produk. 2.1.5.2 Manfaat Brand Loyalty Menurut Surachman (2008, p.10-p.11) bahwa merek perusahaan dengan basis pelanggan yang loyal terhadap sesuatu dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk mempertahankan pelanggan jauh lebih murah daripada mendapatkan pelanggan baru. Keuntungan kedua, loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan. Loyalitas yang kuat akan meyakinkan pihak 27 pengecer di garis depan untuk memajang produk merek tersebut dibagian paling depan raknya karena mereka mengetahui bahwa para pelanggan akan mencantumkan merek-merek tersebut dalam daftar belanjanya. Keuntungan ketiga, dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek terkenal minimal dapat mengurangi resiko. Keuntungan keempat, loyalitas merek memberikan waktu kepada perusahaan pemegang merek untuk cepat merespon gerakan-gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul maka pelanggan yang loyal akan memberi waktu pada perusahaan tersebut agar memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralkannya. (SCMS Journal of Indian Management, April-June, 2011 : 114 ). There are many advantages of brand loyalty. According to DelgadoBallester and Munuera-Aleman (2001) the interest in brand loyalty derives from the value that loyalty generates to companies in terms of: ♦ A substantial entry barrier to competitors, ♦ An increase in the firm’s ability to respond to competitive threats, ♦ Greater sales and revenue, and ♦ A customer base less sensitive to the marketing efforts of competitors. 28 Further, Rowley (2005) identifies the benefits of brand loyalty as: ♦ Lower customer price sensitivity, ♦ Reduced expenditure on attracting new customers, and ♦ Improved organizational profitability. Definisi di atas diterjemahkan sebagai berikut, bahwa ada banyak keuntungan dari loyalitas merek. Menurut Delgado-Ballester dan MunueraAleman (2001) bagian perusahaan loyalitas merek berasal dari nilai yang menghasilkan loyalitas kepada perusahaan dalam hal: • Sebuah penghalang yang cukup besar masuk ke pesaing, • Peningkatan kemampuan perusahaan untuk merespon ancaman kompetitif, • Lebih penjualan dan pendapatan, dan • Sebuah basis pelanggan kurang sensitif terhadap upaya pemasaran kompetitor. Selanjutnya, Rowley (2005) mengidentifikasi manfaat dari loyalitas merek sebagai: • Menurunkan harga sensitivitas bagi pelanggan, • Mengurangi pengeluaran untuk menarik pelanggan baru, dan • Peningkatan profitabilitas organisasi 29 Menurut penulis, manfaat dari mengetahui brand loyalty antara lain: bahwa dengan loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan. Loyalitas yang kuat akan meyakinkan pihak pengecer di garis depan untuk memajang produk merek tersebut dibagian paling depan raknya karena mereka mengetahui bahwa para pelanggan akan mencantumkan merek-merek tersebut dalam daftar belanjanya. Loyalitas merek juga dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek terkenal minimal dapat mengurangi resiko. 2.1.5.3 Tingkatan Brand Loyalty (SCMS Journal of Indian Management, April-June, 2011 : 113). Figure 1 shows a general overview of how brand equity spawns value and provides the different ways in which the brand equity assets create value. Moreover, brand equity creates value not only for the customer but also for the firm. Finally, for assets or liabilities to inspire brand equity, they must be linked to the name and symbol of the brand, and if there is a change in name or symbol, this may cause some or all assets and liabilities to be affected. Customer-based brand equity is defined as the discrepancy effect of brand knowledge on consumer reaction to the marketing of the brand. Definisi di atas diterjemahkan sebagai berikut, bahwa gambaran umum tentang bagaimana menumbuhkan nilai ekuitas merek dan menyediakan cara yang berbeda dimana aset ekuitas merek yang menciptakan nilai. Selain itu, ekuitas merek menciptakan nilai tidak hanya untuk pelanggan tetapi juga bagi 30 perusahaan. Akhirnya, untuk aktiva atau kewajiban untuk menginspirasi ekuitas merek, mereka harus dikaitkan dengan nama dan simbol merek, dan jika ada perubahan nama atau simbol, ini dapat menyebabkan beberapa atau semua aktiva dan kewajiban akan terpengaruh. Pelanggan berbasis ekuitas merek didefinisikan sebagai efek perbedaan pengetahuan merek pada reaksi konsumen terhadap pemasaran merek. Menurut Aaker yang dikutip dari Nugroho (2002, p.53) yang menjelaskan tentang tingkatan dari brand loyalty, yang masing-masing tingkatan menunjukkan perbedaan tantangan pemasaran yang berbeda untuk ditangani dan dimanfaatkan. Loyalitas konsumen terhadap suatu merek seringkali merupakan tolak ukur utama dari ekuitas merek yang bersifat sentral dalam pemasaran, karena secara langsung berkaitan dengan fungsi keuntungan. Menggambarkan tentang mungkin tidaknya konsumen beralih ke merek lain. Aaker juga membedakan lima tingkap sikap pelanggan terhadap suatu merek dari terendah sampai tertinggi yaitu: 1. Switcher (berpindah-pindah) Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi untuk memindahkan pembelinya dari suatu merek ke merekmerek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama 31 sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini, merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusannya pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka yang membeli suatu produk karena harganya murah. 2. Habitual Buyer (Pembeli yang berdasarkan kebiasaan) Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini, dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengonsumsi merek produk tersebut. Pada tingkatan ini, pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah merek terutama ketika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun sebagai pengorbanan lain, Dapat disimpulkan, bahwa pembeli ini dalam memilih suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. 3. Satisfied Buyer (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan) Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja merek memindahkan pembelinya ke merek lain dengan menanggung switching cost atau (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko, kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. 32 Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar kompensasinya (switching cost loyal). 4. Liking The Brand (Pembeli yang menyukai merek) Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini, dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja disadari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian, pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh karena kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun demikian, seringkali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan dalam sesuatu yang spesifik. 5. Committed Buyer (Pembeli yang setia) Pada tahapan ini, pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi 33 mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan merek tersebut kepada pihak lain. (Adi Nugroho (Jakarta, Studio Press) 2002 halaman 53) Menurut penulis bahwa tingkatan brand loyalty yang paling sesuai dengan penelitian ini bahwa satisfied buyer karena pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja merek memindahkan pembelinya ke merek lain dengan menanggung switching cost atau (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko, kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar kompensasinya (switching cost loyal). Pada tahapan committed buyer, pada umumnya pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup dari mereka. 34 Commit ted Buyer Liking The Brand Satisfied Buyer Habitual Buyer Switcher Gambar 2.2 David A. Aaker, Managing Brand Equity, Capitalizing on the value of a brand name, hal 40. 35 Gambar 2.3 “Figure 1: How Brand Equity generates Value (Adapted from Aaker)” 36 Brand Loyalty : 1. Reduced marketing cost 2. Trade leverage 3. Attracting new customer 4. Time to respond competitive threats Penjelasan tentang loyalitas merek sebagai berikut ini: Loyalitas Merek: 1. Mengurangi biaya pemasaran 2. Memanfaatkan dagang 3. Menarik pelanggan baru 4. Waktu untuk merespon ancaman kompetitif 2.2 Hubungan Public Relations dengan Brand Loyalty 2.2.1 Public Relations dengan Brand Loyalty Menurut Luky S dan Sumarto (2010, p.57-p.58) yang dikutip dari Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis Vol.10 No. 1 Maret 2010, menyatakan bahwa hubungan Public Relations dengan brand loyalty yaitu pelanggan akan terus menerus mencoba berbagai macam merek sebelum menemukan merek yang benar-benar cocok. Kepuasan pelanggan akan tetap merupakan bagian yang sangat penting dalam kesetiaan merek. 37 Kesetiaan merek biasanya mengakibatkan repeat buying dan recommended buying. Jika pelanggan puas akan performance suatu merek maka akan membeli terus merek tersebut, menggunakannya bahkan memberitahukan pada orang lain akan kelebihan merek tersebut berdasarkan pengalaman pelanggan dalam memakai merek tersebut. Jika pelanggan puas akan suatu merek tertentu dan sering membeli produk tersebut maka dapat dikatakan tingkat kesetiaan merek itu tinggi, sebaliknya jika pelanggan tidak terlalu puas akan suatu merek tertentu dan cenderung untuk membeli produk dengan merek yang berbeda-beda maka tingkat kesetiaan merek rendah. Kepuasan pelanggan perlu dipelihara dan ditingkatkan agar dapat menciptakan dan mempertahankan kesetiaan terhadap merek. Bila pelanggan memperoleh kepuasan dari pembeliannya akan suatu produk maka hal tersebut akan menciptakan sikap positif terhadap merek tersebut sehingga pelanggan akan melakukan pembelian. Menurut penulis bahwa dari kesetiaan merek biasanya mengakibatkan repeat buying dan recommended buying. Jika pelanggan puas akan performance suatu merek maka akan membeli terus merek tersebut, menggunakannya bahkan memberitahukan pada orang lain akan kelebihan merek tersebut berdasarkan pengalaman pelanggan dalam memakai merek tersebut. Apabila pelanggan memperoleh kepuasan dari 38 pembelian suatu produk, tentunya akan menciptakan sikap positif terhadap merek tersebut sehingga pelanggan akan melakukan pembelian. 2.2.2 Strategi Manajemen Kualitas Pelayanan Hotel Menurut Sulastiyono (2008, p.13-p.14) menjelaskan bahwa strategi manajemen dan strategi persaingan pada dasarnya bertujuan untuk dapat meningkatkan kinerja hotel. Adapun strategi manajemen dan persaingan akan berkaitan dengan upaya-upaya berikut: 1. Peningkatan kemampuan pengelola untuk menggunakan teknik-teknik manajemen pengelolaan yang dapat meningkatkan volume penjualan, mengurangi tingkat kegagalan produksi (seperti tingkat pembatalan pemesanan kamar atau no-show) 2. Meningkatkan produktivitas pelayanan yang mana pelayanan pada dasarnya adalah suatu aktivitas ekonomi yang menghasilkan waktu, tempat, bentuk, dan kebutuhan-kebutuhan psikologis yang diperlukan oleh seseorang. Perubahan terhadap kebutuhan-kebutuhan dan keinginankeningan tamu, harus diikuti dengan perubahan-perubahan cara bekerja individu-inidividu dalam organisasi. Suatu kultur kerja baru perlu diciptakan untuk mengantisipasi perubahan melalui: peningkatan keterlibatan karyawan dalam proses pembuatan keputusan, menetapkan standar pelayanan yang tinggi, dan meningkatkan komunikasi intern dan ekstern. Menciptakan atau membangun kelompok-kelompok kerja adalah 39 cara yang tepat. Karena melalui pembentukan kelompok kerja tersebut, setiap anggota kelompok akan selalu berusaha untuk menjaga kerjasamanya, dan sesama anggota akan selalu mempertanggungjawabkan pekerjaannya masing-masing. 3. Memperluas penetrasi pasar, kemudian memberikan harga jual produk yang kompetitif dengan tujuan peningkatan dan memelihara penjualan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan yield management. Menurut Sulastiyono (2008, p.42) yang menyatakan bahwa usaha dalam meningkatkan standar pelayanan berarti juga meningkatkan kualitas pelayanan, untuk meningkatkan standar pelayanan lebih dari yang diinginkan oleh tamu dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: 1. Meningkatkan standar pelayanan dengan meningkatkan atau menambah komponen-komponen produk-produk nyata yang berarti juga akan meningkatkan biaya, 2. Adalah dengan cara meningkatkan komponen-komponen produk tidak nyata, yang dapat dikatakan tanpa adanya penambahan biaya. Hal tersebut, dapat dilakukan dengan melalui peningkatan sopan santun, sifat penuh perhatian dan bersahabat, memberikan suatu yang berkenaan dengan meningkatkan harga diri ataupun status tamu, mengantisipasi 40 kebutuhan-kebutuhan atau keluhan-keluhan tamu dengan cepat, menawarkan sesuatu untuk dikerjakan dan sebagainya. Menurut penulis, bahwa penulis setuju dengan pendapat dari teori yang dikemukakan oleh Sulastiyono: bahwa strategi manajemen dan strategi persaingan pada dasarnya bertujuan untuk dapat meningkatkan kinerja hotel, antara lain: dengan meningkatkan kemampuan pengelola untuk menggunakan teknik-teknik manajemen pengelolaan yang dapat meningkatkan volume penjualan, mengurangi tingkat kegagalan produksi meningkatkan produktivitas pelayanan yang mana pelayanan pada dasarnya adalah suatu aktivitas ekonomi yang menghasilkan waktu, tempat, bentuk, dan kebutuhan-kebutuhan psikologis yang diperlukan oleh seseorang dan memperluas penetrasi pasar. 41 Gambar 2.4 Kerangka Teori 42 Gambar 2.5 Kerangka Pikir Strategi Public Relations 1. Spesifikasi tujuantujuan organisasi dengan mencapai target penampilan organisasi. Tingkatan Brand Loyalty 1. Switcher. 2. Habitual Buyer. 3. Satisfied Buyer. 2. konferensi antara superior dan subordinate (bawahan) untuk menyepakati terhadap pencapaian tujuan.. 3. kesepakatan antara atasan dengan bawahan pada target yang konsisten dengan tujuan-tujuan organisasi. 4. pengkajian secara periodik oleh atasan dan bawahan untuk menilai kemajuan pencapaian tujuan . 4. Liking The Brand. 5. Commited Buyer.