peran bendesa adat di bali - Jurnal Online STAHN

advertisement
ISSN: 2089-7553
HUKUM HINDU : KEDUDUKAN, PERANAN DAN PENERAPAN
DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT HINDU DI DESA
BASARANG JAYA KECAMATAN BASARANG KABUPATEN
KAPUAS
Oleh : I Made Kastama*
Abstrak
Hukum Hindu diberlakukan untuk memberi petunjuk kepada
manusia bagaimana seseorang harus bertindak dalam masyarakat serta
perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankan dan perbuatanperbuatan mana pula yang harus dihindari. Sebagai masyarakat Hindu
aturan hukum yang diharapkan tentulah Hukum Hindu. Kedudukan
Hukum Hindu sangat menentukan arah, tujuan dan perjuangan
masyarakat Hindu untuk mencapai keadilan, ketentraman, keseimbangan
serta tujuan Dharma agama. Begitu juga peranan hukum Hindu sangat
penting karena hukum Hindu dapat mengatur seluruh tatanan kehidupan
masyarakat dan sebagai petunjuk dalam penyelesaian masalah. Hukum
Hindu diharapkan dapat tampil sesuai dengan kepentingan hukum umat
Hindu agar dapat mengatur interaksi sosial masyarakat pendukungnya
di dalam menciptakan ketertiban bersama.
Penerapan Hukum Hindu dalam Masyarakat ditentukan oleh
interaksi antar manusia dalam masyarakat, terjadinya kasus pelanggaran
Hukum Hindu merupakan tindakan di luar aturan atau adanya
perubahan tindakan yang sudah tidak sesuai dengan aturan. Untuk
memulihkan situasi kesituasi semula perlu diambil tindakan sosial oleh
lembaga Parisada dalam bentuk tindakan penerapan Hukum Hindu
sebagai kekuatan memulihkan tindakan tersebut.
Kata kunci : Hukum Hindu, Masyarakat Hindu dan kedudukan
*
Dosen pada Jurusan Dharma Sastra STAHN-TP Palangka Raya
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
9
I.
PENDAHULUAN
Sebagai masyarakat Indonesia, jujur kita akui bahwa sejak dulu
Bangsa Indonesia menginginkan masyarakatnya hidup damai dan
tentram, di bawah aturan-aturan yang mendasar pada Pancasila dan
Undang-Undang dasar 1945. Masyarakat yang sehat, damai, demokratis,
berkeadilan dan sejahtera menjadi harapan sepanjang masa, begitu juga
manusia Indonesia berakhlak mulia, cinta tanah air dan menguasai ilmu
pengetahuan serta berkesadaran hukum yang tinggi menjadi tujuan yang
ingin dicapai. Masyarakat Hindupun tidak mau ketinggalan terhadap
perkembangan jaman ingin damai, berkeadilan, berahklak mulia serta
cinta pada tanah air. Cinta terhadap tanah air tersebut diwujudkan
melalui kesadaran untuk adanya keseimbangan makhluk hidup di dunia,
sehingga setiap masyarakat Hindu mempunyai kesadaran hubungan
antara manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan alam sekitarnya,
keserasian hubungan antara manusia dengan sesamanya juga keselarasan
antara cita-cita hidup secara fisik material dengan mengejar kebahagiaan
rohani, karena kehidupan manusia dan masyarakat yang serba selaras
sesuai dengan tujuan pembangunan Nasional.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Hindu menginginkan
kehidupan yang tentram, damai dan adanya rasa kenyamanan dalam
aktivitas sehari-hari. Aturan hukum sangatlah diperlukan oleh
masyarakat Hindu sebagai payung, pedoman atau patokan yang
merupakan
petunjuk
hidup
untuk
menghindari
terjadinya
benturan/perselisihan mengingat berbagai macam ragam kepentingan
kebutuhan hidup manusia dalam bermasyarakat. Sebagai masyarakat
Hindu aturan hukum yang diharapkan tentulah Hukum Hindu. Hukum
Hindu diberlakukan dan ditaati oleh masyarakat Hindu untuk memberi
petunjuk kepada manusia bagaimana seseorang harus bertindak dalam
masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankan dan
perbuatan-perbuatan mana pula yang harus dihindari.
Penerapan Hukum Hindu sangat menentukan dalam penegakan
ketertiban, keamanan serta kepastian hukum bagi masyarakat Hindu
terutama masyarakat yang sering
mengalami permasalahanpermasalahan sebagai akibat kebutuhan hidup yang sangat memerlukan
perlindungan kepentingan manusia dalam masyarakat. Masyarakat sering
menemukan perubahan-perubahan dalam kehidupannya sebagai akibat
modernisasi sehingga diperlukan kaidah hukum Hindu yang mampu
menampung dan mengarahkan kebutuhan-kebutuhan yang sesuai
dengan kesadaran masyarakat Hindu.
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
10
Peranan hukum Hindu dalam menjaga ketertiban, ketenteraman
dan keamanan pergaulan hidup manusia ini memberi fungsi kepada
hukum Hindu untuk dapat mengontrol kehidupan sosial dan dapat
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat Hindu serta memberi
fungsi sebagai pembaharuan hukum Hindu dalam masyarakat untuk
melindungi kepentingan masyarakat Hindu
serta memberi dasar
kebenaran bertindak bagi para penegak hukum Hindu. Pada umumnya
kaidah hukum hadir di dalam masyarakat Indonesia dalam konsep
hukum yang normatif yaitu yang membebani hukum dengan tugas-tugas
untuk mewujudkan nilai-nilai, maka kehadiran hukum di dalam
masyarakat itu tidak hanya sekedar di dorong oleh karena keharusan
sosial, melainkan karena ada tugas-tugas yang harus dijalankan. (Satjipto
Rahardjo, 1986 : 80). Begitu juga kehadiran Hukum Hindu dijadikan dasar
dan pedoman bagi masyarakat Hindu dalam bertindak bertingkah laku
dalam masyarakat demi kenyamanan hidup bersama termasuk di Desa
Basarang jaya Kecamatan Basarang.
Kegiatan masyarakat Hindu terorganisir melalui Organisasi sosial
masyarakat Hindu di Kecamatan Basarang yang dikenal dengan nama
Banjar Adat yang tumbuh dan berkembang selama ini yang mempunyai
satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat secara
turun temurun kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan
harta kekayaan sendiri serta berhak mengatur rumah tangganya sendiri
telah memberikan kontribusi yang sangat berharga terhadap
kelangsungan kehidupan bermasyarakat. Banjar Adat sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang dijiwai oleh ajaran agama Hindu dan nilai-nilai
budaya yang hidup pada masyarakat Hindu sangat besar peranannya
dalam bidang agama dan sosial budaya sehingga perlu diayomi,
dilestarikan dan diberdayakan.
Kecamatan Basarang yang terletak di Kabuapten Kapuas
diperlukan waktu 3 – 4 jam jarak tempuh melalui jalan darat dari Kota
Palangka Raya, jika ditempuh melalui jalan darat yang istimewanya di
tengah perjalanan kita melalui jembatan yang dibangun oleh Pemerintah
Daerah sepanjang 11 kilometer yang berada di daerah Pulang Pisau. Di
Kecamatan Basarang terdiri dari 7 (tujuh) Banjar Adat yaitu Banjar Merta
Sari Desa Batu Nindan, Banjar Dharma Santi Desa Basarang Jaya, Banjar
Kerta Wana Desa Basarang Jaya, Banjar Setia Dharma Desa Basarang
Jaya, Banjar Bhakti Dharma Desa Lunuk Ramba, Banjar Suka Dharma
Desa Bungai Jaya dan Banjar Suka Duka Desa Bungai Jaya. Masyarakat
yang tergabung dalam Banjar Adat ini adalah masyarakat Hindu yang
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
11
sudah transmigrasi dari Provinsi Bali ke Provinsi Kalimantan Tengah
sekitar tahun 1962. Selama kurun waktu lima puluh tahun kehidupan
masyarakat Hindu yang tergabung dalam Banjar Adat ini melaksanakan
tradisi-tradisi sesuai dengan budaya yang dibawa dari Bali, termasuk
pelaksanaan upacara keagamaan.
Lancarnya kegiatan Masyarakat Hindu diperlukan pemimpin yang
mampu menegakkan keadilan dan ketentraman yang dalam keseharian
dipimpin oleh Lembaga Parisada Hindu Dharma Kecamatan Basarang
dan Kelihan Adat Banjar Kertawana yang memiliki tugas memimpin
masyarakat Hindu agar tercipta suasana yang damai dan tentram.
Selanjutnya Hukum Hindu sebagai hukum agama yang berlaku di
masyarakat patut digali untuk memperkaya pengetahuan kita terhadap
eksistensi hukum Hindu di masa lalu dan mungkin dapat diproyeksikan
ke masa depan berkaitan dengan aspek moralitas yag menjadi landasan
dari hukum Agama. Hukum Hindu yang berlaku di empat jaman
tertutama Hukum Hindu yang berada dalam Kitab Manawadharmasastra
perlu diproyeksikan ke masa depan dan disesuaikan dengan
perkembangan jaman. Sebagai hukum agama merupakan peraturan yang
hidup dan diterima sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan
anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan. Hukum agama ini mengandung
kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan, sehingga cinta terhadap Tuhan dan
percaya kepada Tuhan,
“Sebab berdasarkan kewajiban menurut
kehendak Tuhan itu maka manusia menganggap dirinya terikat untuk
melakukan perintah, tidak semata-mata terhadap Tuhan melainkan juga
terhadap diri sendiri dan sesama manusia . (Van Apeldoorn 1985 : 41)
Substansi hukum yang keberadaannya dalam Weda masih bersifat
implisit, perlu dirumuskan kembali secara ekplisit sehingga tidak
menimbulkan interpretasi yang multidimensi yang dapat menyulitkan
penegakkan keadilan. Oleh karen itu, saya sebagai peneliti sangat tertarik
melakukan penelitian terkait dengan kedudukan dan peranan,
perkembangan serta penerapan Hukum Hindu dalam kehidupan
bermasyarakat, dengan lokasi penelitian di Desa Basarang Jaya
Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah.
II PEMBAHASAN
Lokasi penelitian di Kecamatan Basarang sebagai daerah yang
memiliki potensi cukup besar untuk bisa mempengaruhi aktivitas sosial
dan budaya masyarakat setempat. Letak suatu daerah sangat
mempengaruhi perkembangan masa depan daerah tersebut, semakin
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
12
strategis letak suatu daerah secara geografis semakin cepat perkembangan
dan kemajuan daerah tersebut. Kondisi fisik berpengaruh terhadap
kondisi sosial budaya masyarakat seperti aktivitas sehari-hari yang
tinggal di daerah gambut berbeda dengan yang tinggal di daerah
pegunungan, pantai, rawa-rawa ataupun dataran tinggi. Hal ini dapat
terjadi karena realitas geografis seperti letak, jarak, bentuk lahan,
berpengaruh terhadap mobilitas masyarakat.
Masyarakat Hindu yang berada di lokasi penelitian
mengembangkan sistem pengetahuan tradisional dan sistem pengetahuan
modern agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dalam
upaya mengembangkan
pemahaman terhadap makrokosmos dan
mikrokosmos. Demi kelangsungan budaya yang bernafaskan Hindu
dengan ciri agama, adat dan budaya yang menyatu, telah menjadi jati diri
masyarakat Hindu yang nilainya sangat tinggi dan memerlukan
kesungguhan dan kepedulian untuk menyelamatkannya dalam
kehidupan Banjar Adat. Masyarakat Hindu Kecamatan Basarang memiliki
satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat secara
turun temurun dalam ikatan Pura kahyangan Tunggal yaitu Pura Jagatnatha
dan masing-masing Banjar Adat diikat oleh dua pura yaitu Pura Puseh dan
Pura Dalem
yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan
sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Pura Jagatnatha
ini dijadikan sentral bagi umat Hindu yang berada di ketujuh Banjar Adat
di Kecamatan Basarang ini. Sebagai satu kesatuan masyarakat dalam
Banjar Adat diikat oleh adat istiadat atau hukum adat yang dikenal
dengan nama Awig-awig yang merupakan pedoman dasar bagi Banjar Adat
dalam melaksanakan pemerintahannya.
2.1. Kedudukan dan Peranan Hukum Hindu Dalam Kehidupan
Masyarakat Hindu di Desa Basarang Jaya Kecamatan Basarang
Kabupaten Kapuas.
Kedudukan dan peranan Hukum Hindu yang berkembang dalam
masyarakat Hindu khususnya masyarakat Hindu yang berada di
Kecamatan Basarang sangat menentukan arah, tujuan dan perjuangan
masyarakat Hindu untuk mencapai keadilan, ketentraman, keseimbangan
serta tujuan Dharma agama, Moksartham Jhagadhita ya ca iti Dharma.
Untuk mendapat data hasil penelitian kedudukan dan peranan Hukum
Hindu yang menekankan pada indikator yaitu : (a). Kedudukan Hukum
Hindu (b). Peranan Hukum Hindu
a. Kedudukan Hukum Hindu
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
13
Untuk memahami keberadaan Hukum Hindu dalam masyarakat
kita harus mengenal falsafah agama Hindu yang dikenal dengan Tri Hita
Karana yaitu upaya dalam mengharmoniskan dan menyeimbangkan
hubungan antara warga masyarakat Hindu itu sendiri, menyeimbangkan
hubungan antara warga masyarakat Hindu dengan kelompok masyarakat
serta keseimbangan hubungan masyarakat secara keseluruhan dengan
alam semesta dan Tuhan. Untuk mencapai keseimbangan kehidupan
masyarakat Hindu diperlukan aturan hukum yang dijadikan pedoman
dan tuntunan dalam bersikap tindak bagi masyarakat Hindu, aturan yang
dimaksudkan adalah aturan Hukum Hindu.
Kedudukan Hukum Hindu dalam kehidupan masyarakat Hindu di
Desa Basarang Jaya Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas terletak di
tingkat Kecamatan yaitu di bawah Lembaga Parisada Hindu Dharma
Indonesia Kecamatan Basarang. Secara teknis penerapan Hukum Hindu
berada di Kelihan Adat sebagai pemimpin langsung masyarakat Hindu
dalam bentuk Banjar Adat. Hal ini dapat disampaikan dari hasil
wawancara peneliti dengan Bapak I Ketut Mudarya yang menyatakan
bahwa “Sumber Hukum Hindu yaitu dari Kitab Smrti dan bentuk Hukum
Hindu sudah berbaur dengan Hukum Adat dalam artian sebagian
Hukum Hindu telah diterapkan sebagai Hukum Adat sedangkan
Letak/kedudukan Hukum Hindu berada pada lembaga Parisada Hindu
Dharma Indonesia”. (Wawancara tanggal 19 Oktober 2014)
Hukum Hindu yang berkedudukan di tingkat Kecamatan di bawah
Lembaga Parisada Hindu Dharma sebagai lembaga yang mempunyai
kewenangan untuk menegakkan Hukum Hindu sering kali dalam
pelekasanaan bekerja sama dalam bentuk koordinasi dengan Kepala Adat
dalam Banjar Adat dalam menegakkan Hukum Hindu sebagaimana hasil
wawancara dengan Bapak I Wayan Miarsa yang menyatakan bahwa
Hukum Hindu terletak atau terdapat di Lembaga Agama Hindu (Parisada
Hindu Dharma Indonesia) dan ketua adat selaku ketua kelompok Banjar
Adat. (wawancara tanggal 19 Oktober 2014)
Kedudukan Hukum Hindu yang berada di Banjar adat yang
dilaksanakan oleh Ketua Adat bersumber dari awig-awig yang telah
disepakati sebagai sumber Hukum, terutama sumber Hukum Adat, dalam
awig-awig ini tersirat tentang Hukum Hindu yang dalam konsiderannya
melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan yang dikatakan berbaur
dengan Hukum Adat. Hukum Hindu yang berbaur dengan hukum adat
tersebut tetap dilaksanakan oleh Masyarakat Hindu dalam kehidupan
sehari-hari baik dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
14
keagamaan, sebagaimana hasil wawancara Peneliti dengan bapak I
Wayan Sindra yang menyatakan sebagai berikut : Letak dan kedudukan
Hukum Hindu ada pada Lembaga Agama seperti PHDI Kecamatan,
Kelihan Adat/ Kelihan banjar dan hukum Hindu ini sumbernya dari Kitab
Sastra Weda dan juga bersumber dari pelaksanaan Awig. Selanjutnya
bentuknya adalah aturan-aturan yang mengatur kegiatan upacara
keagamaan, kegiatan kemasyarakatan dan dalam etika pergaulan.
(wawancara tanggal 18 Oktober 2014)
Memperhatikan uraian tersebut di atas, hukum Hindu yang
berlaku di Kecamatan Basarang bersumber dari Kitab Sastra Weda,
Manawadharmasastra, sebagian juga bersumber dari awig-awig yang
berlaku di Kecamatan Basarang yang sebagian narasumber menyatakan
bahwa antara Hukum Hindu dengan Hukum Adat sudah berbaur
dalam pelaksanaan termasuk juga penyusunan awig-awig mengacu
kepada ajaran agama Hindu dan awig-awig dijiwai oleh ajaran agama
Hindu. Sebagaimana disampaikan Bapak I Wayan Sutirma dalam
wawancara dengan peneliti menyatakan bahwa Hukum Hindu yang
berkedudukan dan ditegakkan oleh Lembaga Parisada bersumber dari
kitab Weda dan Manawadharmasastra yang dalam pelaksanaan hukum
Hindu tersebut dominan dilaksanakan oleh Masyarakat Hindu dalam
banjar Adat yang disusun dalam bentuk awig-awig. (wawancara tanggal
19 Oktober 2014).
Dengan menggunakan Teori Struktural Konsensus dari Pip Jones
bahwa aturan-aturan kebudayaan suatu masyarakat, atau struktur,
menentukan perilaku anggotanya menyalurkan tindakan-tindakan
mereka dengan cara-cara tertentu yang mungkin berbeda dari masyarakat
yang lain. Hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan sosial, individu
akan berperilaku sama dalam latar sosial sama karena mereka dibatasi
oleh aturan-aturan kebudayaan yang sama. Aturan yang dimaksudkan
sesuai dengan teori ini adalah Hukum Hindu yang berkedudukan di
Parisada Kecamatan dijadikan aturan dan nilai. Aturan-aturan yang
menstrukturkan perilaku orang-orang yang menempati posisi disebut
norma dan cara-cara hidup yang sudah disepakati bersama disebut nilai
yang harus ditegakkan.
Menurut Teori sosiologi ini, sosialisasi menjadi norma dan nilainilai menghasilkan kesepakatan atau konsensus, diantara orang-orang
mengenai perilaku dan keyakinan yang sesuai. Hukum Hindu yang
berkedudukan di Parisada Kabupaten dan Parisada Kecamatan untuk
mengatur perilaku masyarakat dengan menggunakan Parisada sebagai
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
15
lembaga Struktural dalam mengatur nilai-nilai Hukum Hindu untuk
mendapat tujuan tersebut perlu adanya konsensus diantara pengurus
lembaga Parisada dan lembaga Adat dengan masyarakat Hindu agar
anggota masyarakat menjalankan kehidupan sosialnya dengan di bawah
aturan hukum Hindu sebagai suatu konsensus yang telah disepakati
untuk diberlakukan dan dihormati.
b. Peranan Hukum Hindu
Dewasa ini Hukum Hindu diharapkan dapat tampil sesuai dengan
kepentingan hukum umat Hindu agar dapat mengatur interaksi sosial
masyarakat pendukungnya di dalam menciptakan ketertiban bersama.
Masalah-masalah berlakunya Hukum Hindu dan sumber-sumber Hukum
Hindu merupakan masalah yang patut mendapatkan perhatian.
Bagaimanapun dan apapun kegiatan masyarakat Hindu pasti
memerlukan
aturan-aturan
untuk
menjaga
ketentraman dan
keseimbangan dalam melaksanakan aktivitas sosial keagamaan
masyarakat Hindu. Disinilah peranan Hukum Hindu diperlukan untuk
menegakkan hubungan keseimbangan interaksi sosial masyarakat Hindu
baik secara vertikal maupun horisontal. Sebagaimana hasil wawancara
peneliti dengan Bapak I Ketut Mudarya yang mengatakan bahwa peranan
hukum Hindu sangat penting karena hukum Hindu dapat mengatur
seluruh tatanan kehidupan masyarakat dan juga dapat digunakan untuk
menjatuhkan reward dan punishment bagi masyarakat serta dapat
digunakan sebagai petunjuk dalam penyelesaian masalah. (wawancara
tanggal 19 Oktober 2014)
Hukum Hindu yang dijadikan dasar mengatur seluruh tatanan
kehidupan masyarakat Hindu perlu diberikan ruang dan bentuk agar bisa
dijadikan pegangan pada jaman sekarang mengingat hukum Hindu yang
bersumber dari Kitab Manawadharma sastra ataupun Parasara
Dharmasastra yang berlaku di jaman kaliyuga ini beberapa pasal perlu
disesuaikan lagi untuk diberlakukan di masa sekarang, sehingga bentuk
Hukum Hindu yang ada tersebut perlu diproyeksikan ke depan dalam
bentuk peraturan Hukum Hindu yang dibuat oleh para ahli hukum
Hindu. Walaupun demikian bagi masyarakat Hindu sumber-sumber
hukum Hindu tersebut masih tetap dijadikan sumber hukum Hindu
dan dijadikan payung dalam bertingkah laku yang sudah disesuaikan
dengan perkembangan jaman. Ke depan diperlukan peranan hukum
Hindu sebagai pedoman, hal ini dipertegas oleh Bapak I Wayan Sindra
dalam wawancara dengan peneliti bahwa peranan hukum Hindu di
masyarakat sangat dominan karena selalu merujuk pada aturan Hukum
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
16
Hindu seperti dalam acara piodalan Pura, perayaan hari besar Hindu,
perkawinan, ngaben dan lain-lain. (wawancara tanggal 18 Oktober 2014).
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Hindu baik dalam
kehidupan sosial ekonomi maupun sosial keagamaan menginginkan
kehidupan yang tentram, pelaksanaanya lancar, damai dan adanya rasa
kenyamanan dalam aktivitas sehari-hari. Untuk terwujudnya tujuan
tersebut aturan hukum sangatlah diperlukan oleh masyarakat Hindu
sebagai payung, pedoman atau patokan yang merupakan petunjuk hidup
untuk menghindari terjadinya benturan/perselisihan mengingat berbagai
macam ragam kepentingan kebutuhan hidup manusia dalam
bermasyarakat. Sebagai masyarakat Hindu aturan hukum yang
diharapkan tentulah Hukum Hindu. Peranan Hukum Hindu sangat
menentukan bagimana masyarakat Hindu berpolah dan bertingkah laku
dalam masyarakat sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan bapak I
Nyoman Suardana menyatakan bahwa peranan Hukum Hindu dalam
kehidupan masyarakat Bali sangat penting untuk melestarikan ajaran
agama Hindu seperti ajeg Bali, ajaran juga disesuaikan dengan adat
istiadat yang berlaku. (wawancara tanggal 21 Oktober 2014).
Melalui Hukum Hindu inilah diharapkan ajaran agama Hindu bagi
masyarakat Hindu khususnya yang berada di Kecamatan Basarang
Kabupaten Kapuas dapat dipertahankan eksistensinya, walaupun
ajaran agama Hindu ini sudah mendarah daging adanya bagi masyarakat
Hindu dan keturunannya, namun
masih ada beberapa anggota
masyarakat Hindu yang beralih ke agama lain (pindah keyakinan), oleh
karena itu peran Hukum Hindu ke depan diharapkan tampil sebagai
penentu arah bagi masyarakat Hindu, sebagaimana hasil wawancara
peneliti dengan Bapak I Wayan Lestor yang mengatama bahwa Hukum
Hindu untuk membimbing dan mengayomi masyarakat Hindu agar
menjadi lebih baik dan taat terhadap ajaran agama. (wawancara tanggal
20 Oktober 2014)
Ketaatan seseorang dalam ajaran agama inilah yang diharapkan
agar kepercayaan tidak lemah dan memudar yang tidak menutup
kemungkinan seseorang beralih agama. Beralihnya beberapa umat Hindu
ke agama lain, tidak menutup kemugkinan disebabkan oleh faktor intern
dan faktor ekstern. Faktor intern bisa terjadi akibat lemahnya yang
bersangkutan memahami ajaran agama Hindu sehingga tingkat
keimanannyapun kurang, pecahnya kehidupan keluarga, sehingga
masing-masing anggota keluarga hubungan menjadi tidak harmonis,
sedangkan dari faktor ekstern bisa disebabkan oleh faktor ekonomi, faktor
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
17
kewajiban di masyarakat adat yang dirasakan menjadi beban ditambah
lagi iming-iming memberikan jaminan masa depan yang lebih baik. Hal
ini bisa menyebabkan beralihnya kepercayaan dalam agama bagi
seseorang kalau benteng keimanan, benteng ilmu hukum Hindu tidak
kuat. Disinilah peranan Hukum Hindu diperlukan baik Hukum Rta
maupun Hukum Dharma. Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan
bapak I Wayan Sutirma yang mengatakan bahwa peranan Hukum Hindu
dapat meningkatkan Sradha dan Bhakti umat Hindu dalam melaksanakan
ajaran agama apalagi adanya pengaturan dari Hukum Hindu yang ditaati
secara sukarela tanpa adanya paksaan, karena yakin dan rasa hormat
terhadap hukum Hindu sehingga dapat dipatuhi. (wawancara tanggal 19
Oktober 2014)
Hukum Hindu yang bersumber dari sastra diberlakukan dan
ditaati oleh masyarakat Hindu untuk memberi petunjuk kepada manusia
bagaimana seseorang harus bertindak dalam masyarakat serta perbuatanperbuatan mana yang harus dijalankan dan perbuatan-perbuatan mana
pula yang harus dihindari. Hukum Hindu banyak dilakukan dan ditaati
oleh masyarakat Hindu sebagai ditegaskan oleh bapak I Made Geriya
selaku rohaniawan Hindu yang mengatakan bahwa Hukum Hindu boleh
dikatakan banyak dilakukan oleh umat, tattwa dilaksanakan dengan
etikanya, apapun dilakukan oleh umat harus berdasarkan pada ajaran
sastra karena tradisi yang tidak sesuai sastra tidak mendapatkan pahala,
untuk meningkatkan kepatuhan terhadap hukum Hindu perlu diadakan
sosialisasi dari lembaga kepada masyarakat Hindu. (wawancara tanggal
20 Oktober 2014)
Memperhatikan pendapat tersebut di atas boleh dikatakan suatu
aturan seperti hukum Hindu yang bersumber dari sastra, apabila itu
ditaati setiap umatnya mendapatkan pahala dari segi niskala dan skala
lain halnya dengan aturan berasal dari kesepakatan dominan
mendapatkan pahala skala, adanya unsur kalah dan menang. Oleh karena
itu diperlukan hukum yang memberikan kedamaian skala maupun
niskala, peranan hukum Hindu dalam menjaga ketertiban, ketenteraman
dan keamanan pergaulan hidup manusia ini memberi fungsi kepada
hukum Hindu untuk dapat mengontrol kehidupan sosial dan dapat
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat Hindu serta memberi
fungsi sebagai pembaharuan hukum Hindu dalam masyarakat untuk
melindungi kepentingan masyarakat Hindu
serta memberi dasar
kebenaran bertindak bagi para penegak hukum Hindu.
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
18
Dengan
menggunakan
teori
Struktural
Fungsional
(Fungsionalisme struktural) dari Emile Durkheim bahwa Fungsionalisme
struktural tidak hanya berlandaskan pada asumsi –asumsi tertentu
tentang keteraturan masyarakat, tetapi juga memantulkan asumsi-asumsi
tertentu tentang hakikat manusia. Di dalam fungsionalisme, manusia
diberlakukan sebagai abstraksi yang menduduki status dan peranan yang
membentuk lembaga-lembaga atau struktur-struktur sosial. Di dalam
perwujudannya, fungsionalime struktural secara implisit memperlakukan
manusia sebagai pelaku yang memainkan ketetuan-ketentuan yang telah
dirancang sebelumnya, sesuai dengan norma-norma atau aturan-aturan
masyarakat.
Untuk melihat peranan hukum Hindu harus dilihat dari
manusianya sebagai pelaku dan penegak dalam hal ini pengurus lembaga
Parisada yang memainkan ketentuan-ketentuan Hukum Hindu yang telah
mentradisi di dalam masyarakat. Hukum Hindu diharapkan dapat tampil
sesuai dengan kepentingan hukum umat Hindu agar dapat mengatur
interaksi sosial masyarakat pendukungnya di dalam menciptakan
ketertiban bersama. Dalam fungsionalisme, Pengurus Parisada
diberlakukan sebagai abstraksi yang menduduki status dan peranan yang
membentuk struktur-struktur sosial dalam memberikan peranan Hukum
Hindu dalam kehidupan masyarakat Hindu.
2.2. Penerapan Hukum Hindu Dalam Kehidupan Masyarakat Hindu di
Desa Basarang Jaya Kecamatan Basarang
Penerapan Hukum Hindu sangat menentukan dalam penegakan
ketertiban, keamanan serta kepastian hukum bagi masyarakat Hindu
terutama masyarakat yang sering
mengalami permasalahanpermasalahan sebagai akibat kebutuhan hidup yang sangat memerlukan
perlindungan kepentingan manusia dalam masyarakat. Penerapan
Hukum Hindu dalam kehidupan bermasyarakat sangat ditentukan oleh
dukungan lembaga yang ada dan masyarakat Hindu, sebagaimana hasil
wawancara peneliti dengan bapak I Ketut Mudarya yang mengatakan
bahwa ; dalam penerapan hukum Hindu tidak ada kendala karena PHDI
ada punya organisasi bawahan yang mendukung segala putusan PHDI
berupa Banjar. (wawancara tanggal 19 Oktober 2014)
Penerapan Hukum Hindu dapat kita lihat dari kasus yang pernah
diselesaikan di Desa Basarang jaya yaitu kasus perceraian yang
diselesaikan oleh Lembaga Parisada setelah mendapat rujukan dari
Kepala Adat melalui banjar adat setempat, sebagaimana hasil wawancara
peneliti dengan Bapak I Wayan Sindra yang mengatakan bahwa : Selama
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
19
kami dipercayakan sebagai pengurus Parisada Kecamatan ada 6 (enam)
perceraian Parisada tangani, Parisada tidak menyelesaikan percekcokan
rumah tangga tetapi karena mendapat rujukan dari Kelihan Adat karena
kelihan adat tidak mampu menyelesaikan masalah perceraian tersebut,
pihak yang bercerai bersama Kelihan Adat datang ke Parisada untuk
bermohon penyelesaian perceraian tersebut. Dengan anggota Parisada
kami berikan bimbingan satu bulan pertama untuk rujuk dan damai, bila
tidak bisa rukun maka kami dari Parisada memberikan bimbingan dan
bulan kedua untuk rujuk, sampai diberikan kesempatan pada bulan ke
tiga, apabila tidak bisa rukun, maka setelah tiga bulan pihak yang bercerai
dipanggil secara resmi oleh Lembaga Parisada untuk diadakan sidang
Adat. (wawancara tanggal 18 Oktober 2014)
Memperhatikan uraian tersebut di atas menandakan bahwa
penerapan Hukum Hindu telah dilaksanakan oleh Lembaga Parisada
dengan lembaga adat dalam menangai kasus perceraian, berbaurnya
penerapan Hukum Hindu dengan Hukum Adat dalam kehidupan
masyarakat Hindu sudah merupakan tradisi dari dulu, namun
pelaksanaannya ada yang murni di Lembaga Adat seperti di Bali namun
untuk di Kecamatan Basarang masih yang memegang peran penting
adalah Lembaga Parisada dalam menegakkan Hukum Hindu seperti
kasus perceraian. Dalam wawancara lebih lanjut dengan bapak I Wayan
Miarsa mengatakan bahwa dalam penerapan Hukum Hindu dalam
masyarakat yang berwenang adalah Lembaga agama Hindu PHDI serta
pengurus adat setempat. (wawancara tanggal 17 Oktober 2014)
Penerapan Hukum Hindu di Kecamatan Basarang dilaksanakan
oleh Lembaga Parisada setelah diserahkan oleh lembaga adat yang tidak
berhasil menyelesaikan masalah tersebut, sementara sebagian besar kasus
perceraian yang terjadi di Kecamatan Basarang yang diselesaikan oleh
lembaga Parisada, sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan bapak I
Ketut Mudarya yang menyatakan bahwa : seperti masalah Perceraian
dilakukan lewat sidang adat, terlebih dahulu tetap diselesaikan oleh
Kelihan adat, kalau ada kesulitan maka dilimpahkan ke Parisada, kalau
laki-laki siap memenuhi tuntutan itu berarti perceraian di ambang pintu,
diberikan tiga bulan untuk damai kalau sudah ngotot panggil kedua belah
pihak untuk di sidang kalau perlu hadirkan saksi-saksi dan bukti-bukti,
juga harus ada restu dari orang tua dan anak mereka, putusan ditentukan
berdasarkan hasil sidang, jadi tidak ditumpukan kesalahan pada
perempuan saja. (wawancara tanggal 19 Oktober 2014)
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
20
Penyelesaian masalah perceraian yang terjadi di Kecamatan
Basrang sebagian besar diselesaikan di lembaga Parisada/lembaga Adat
alasan pada umumnya masyarakat Hindu kebanyakan menyelesaikan
perceraian lewat Lembaga Parisada yaitu, tidak ada sanksi yang
memberatkan, baik sanksi sosial maupun secara hukum, apalagi bagi
mereka yang bukan Pegawai Negeri Sipil, cukup penyelesaiannya di
Lembaga Parisada saja, lain halnya dengan mereka yang Pegawai Negeri
penyelesaiannya di Pengadilan Negeri Kapuas. Masyarakat memandang
penyelesaian perceraian melalui Lembaga Adat/Parisada sudah cukup
apalagi ada suratnya Keteran Cerai. Sebagaimana hasil wawancara
peneliti dengan bapak I Wayan Sutirma yang mengatakan bahwa : kalau
perkawinan dilaksanakan di Parisada, maka kalau terjadi perceraian
cukup diselesaikan sampai di Parisada saja, kebanyakan yang
bersangkutan tidak mau menindaklanjuti ke Pengadilan karena dia tidak
Pegawai, malas dia ke sana, karena perkawinan ada bukti surat Patra
Wiwaha dari Parisada, kalau cerai ada juga bukti surat dari Parisada dan
lembaga adat. Perceraian yang diselesaikan oleh Parisada, karena dari
adat yang minta bantuan ke Parisada, Parisada ikut menangani dengan
memberikan nasehat dulu, tempo tiga bulan berpikir dulu agar nanti
tidak menyesal, kalau sampai tiga kali tidak berhasil damai, maka mereka
dipanggil termasuk orang tuanya. (wawancara tanggal 19 Oktober 2014)
Dengan melihat pendapat narasumber di atas dapat digambarkan
proses sidang yang dilaksanakan oleh Lembaga Parisada Hindu Dharma
Kecamatan Basarang adalah sebagai berikut :
1. Tahap Pertama : Tahap Pengajuan Gugatan. Pihak penggugat
mengajukan gugatan kepada Kelihan Adat
2. Tahap Kedua : Tahap Perundingan.Kelihan Adat mengambil langkah
:
- Mendamaikan kedua belah pihak dan menyarankan jangan
bercerai
- Memberikan masa bimbingan setiap bulan selama tiga bulan
- Bila kesulitan menyelesaikan, maka Kelihan adat beserta pihak
bercerai datang ke Parisada
3. Tahap Ketiga : Tahap Mempelajari Kasus. Parisada mengambil
langkah :
Memberikan bimbingan selama tiga bulan
- Bimbingan bulan pertama diharapkan damai bila tidak
- Bimbingan bulan kedua bila belum bisa damai
- Bimbingan bulan ketiga bila belum bisa damai
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
21
4.
5.
- Dilanjutkan sidang adat oleh Parisada
Tahap Empat : Tahap Sidang Adat. Proses Sidang Adat
- Para pihak dipanggil secara resmi
- Ditunjuk sebagai pembela laki-laki dan pembela pihak wanita
- Penyampaian Keterangan para pihak
- Pemanggilan saksi di depan sidang adat
- Pertimbangan Lembaga Adat
Tahap Lima : Tahap Perumusan Hasil Sidang
- Putusan Sidang Adat
- Pembuatan Surat Keterangan Cerai
- Penandatangan Surat oleh para pihak, saksi, Kepala Adat dan
Ketua Parisada.
- Penyampaian hasil sidang perceraian kepada Krama Banjar Adat
Penyelesaian masalah perceraian oleh Kelihan adat sejauh mereka
yakini walaupun tidak melalui proses di Pengadilan Negeri perceraian
dianggap telah memenuhi ketentuan Hukum Agama. Legitimasi agama
menjadi alat utama untuk membenarkan bahwa apa yang mereka lakukan
tidak melanggar aturan. Karena sewaktu proses perkawinan dulu
menggunakan Wiwaha Patra dari Parisada Hindu Dharma Indonesia
Kecamatan Basarang.
Dengan menggunakan teori Tindakan Sosial dari Blumer bahwa
Interaksionisme simbolik menunjukkan kepada sifat khas dari interaksi
antar manusia. Kekhasannya adalah bahwa manusia saling
menerjemahkan
dan
saling
mendefinisikan
tindakannya.
Pengorganisasian dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
masyarakat adalah hasil dari kegiatan unit-unit tindakan dan bukan
karena kekuatan-kekuatan yang terletak di luar perhitungan unit-unit
tindakan itu.
Penerapan Hukum Hindu dalam Masyarakat ditentukan oleh
interaksi antar manusia dalam masyarakat, terjadinya kasus pelanggaran
Hukum Hindu merupakan tindakan di luar aturan atau adanya
perubahan tindakan yang sudah tidak sesuai dengan aturan. Untuk
memulihkan situasi kesituasi semula perlu diambil tindakan sosial oleh
lembaga Parisada dalam bentuk tindakan penerapan Hukum Hindu
sebagai kekuatan memulihkan tindakan tersebut. Dengan penerapan
Hukum Hindu tindakan Lembaga Parisada dengan masyarakat Hindu
saling menerjemahkan dan saling berinteraksi untuk menghormati
penerapan Hukum Hindu.
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
22
Setiap tindakan manusia dalam interaksi dikonkritisasi dalam
tradisi yang dilakukan secara turun temurun, tradisi masyarakat Hindu
tercermin dalam penegakan Hukum Hindu oleh Pengurus Parisada dan
Masyarakat Hindu, Interkasi kedua unsur ini baik pengurus lembaga
Parisada dengan Masyarakat Hindu saling menterjemahkan dalam
tindakan masing-masing Pembaga parisada menginginkan setiap
tindakan masyarakat Hindu harus sesuai dengan Hukum Hindu begitu
juga tindakan masyarakat Hindu menginginkan Hukum Hindu
ditegakkan sesuai dengan tradisi yang berlaku secara turun temurun,
sehingg Hukum Hindu adalah simbul keadilan bagi masyarakat Hindu.
III
PENUTUP
Hukum Hindu merupakan hukum yang dijadikan pedoman dan
dasar hidup bermasyarakat bagi masyarakat Hindu, kedudukan Hukum
Hindu sangat menentukan arah, tujuan dan perjuangan masyarakat
Hindu untuk mencapai keadilan, ketentraman, keseimbangan serta tujuan
Dharma agama. Kedudukan Hukum Hindu dalam kehidupan masyarakat
Hindu di Desa Basarang Jaya Kecamatan Basarang Kabupaten Kapuas
terletak di tingkat Kecamatan yaitu di bawah Lembaga Parisada Hindu
Dharma Indonesia Kecamatan Basarang. Secara teknis penerapan Hukum
Hindu berada di Kelihan Adat sebagai pemimpin langsung masyarakat
Hindu dalam bentuk Banjar Adat.
Peranan hukum Hindu sangat penting karena hukum Hindu dapat
mengatur seluruh tatanan kehidupan masyarakat dan juga dapat
digunakan untuk menjatuhkan reward dan finish bagi masyarakat serta
dapat digunakan sebagai petunjuk dalam penyelesaian masalah. Hukum
Hindu diharapkan dapat tampil sesuai dengan kepentingan hukum umat
Hindu agar dapat mengatur interaksi sosial masyarakat pendukungnya
di dalam menciptakan ketertiban bersama.
Penerapan Hukum Hindu sangat menentukan dalam penegakan
ketertiban, keamanan serta kepastian hukum bagi masyarakat Hindu
terutama masyarakat yang sering
mengalami permasalahanpermasalahan sebagai akibat kebutuhan hidup yang sangat memerlukan
perlindungan kepentingan manusia dalam masyarakat. Penerapan
Hukum Hindu dalam kehidupan bermasyarakat sangat ditentukan oleh
dukungan lembaga yang ada dan masyarakat Hindu. Penerapan Hukum
Hindu dalam Masyarakat ditentukan oleh interaksi antar manusia dalam
masyarakat, terjadinya kasus pelanggaran Hukum Hindu merupakan
tindakan di luar aturan atau adanya perubahan tindakan yang sudah
tidak sesuai dengan aturan. Untuk memulihkan situasi kesituasi semula
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
23
perlu diambil tindakan sosial oleh lembaga Parisada dalam bentuk
tindakan penerapan Hukum Hindu sebagai kekuatan memulihkan
tindakan tersebut.
Daftar Pustaka
Apeldoorn Van, Pengantar Ilmu Hukum, cetakan keduapuluhdua, Jakarta,
PT. Pradnya Paramita, 1985
Faisal Sanapiah, Penelitian Kualitataif, Dasar dan Aplikasi, YA3 Malang,
1990
Hakim Lukman, 2004. Konstitusi Majapahit, Universitas Muhammadiyah
Malang, Malang.
Ihroni, Antropologi Dan Hukum, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1984
Jones Pip, Pengantar Teori-Teori Sosial, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
2009
Moleong Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2010
Nazsir Nasrullah, Teori-Teori Sosiologi, Widya Padjadjaran, Bandung,
2009
Narwoko J. Dwi – Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan,
Kencara Prenada Media Group, Jakarta, 2010
Ngarawula Bonaventura, 2012. Memahami Nasionalisme Masyarakat Lokal
Perspektif Sosiologis, Universitas Negeri Malang (UM Press)
Poloma Margaret M., Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2010
Pudja dan Tjokorda Rai Sudharta, Manawa Dharmasastra (Manu
Dharmasastra atau Weda Smrti Compendium Hukum Hindu, Pustaka
Mitra Jaya, Jakarta, 2003
Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986
Suyanto Bagong dan M. Khusna Amal, Anatomi Dan Perkembangan Teori
Sosial, Aditya Media Publishing, Malang, 2010
Strauss Anselm & Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2009
Soekanto Soerjono, Hukum Adat Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2001
-----------, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009
Suasthawa Dharmayuda I Made, Desa Adat Kesatuan Masyarakat Hukum
Adat di Propinsi Bali, Upada Sastra, Denpasar Bali, 2001
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D, Alfabeta
Bandung
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
24
Surpha I Wayan, Eksistensi Desa Adat Dan Desa Dinas Di Bali, Pustaka Bali
Post, Denpasar Bali, 2004
Suprayogo Imam – Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2001
Sudantra I Ketut & AA Gede Oka Parwata, Wicara Lan Pamidanda,
Udayana University Press, Denpasar Bali, 2010
Titib Made, Persepsi Umat Hindu Di Bali Terhadap Svarga, Neraka, Moksa
Dalam Svargarohanaparva Perspektif Kajian Budaya,Paramita,
Surabaya, 2006
Triguna Yudha, 1996. Sosiologi Hindu, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Hindu Dan Buddha, Jakarta.
Wulansari Dewi, Sosiologi Konsep Dan Teori, PT. Refika Aditama, Bandung,
2009
Windia P. Wayan, Bali Mawacara Kesatuan Awig-Awig Hukum Dan
Pemerintahan Di Bali, Udayana University Press, Denpasar Bali,
2010
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi keempat, Departemen
Pendidikan Nasional, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008
Belom Bahadat: Volume IV, Nomor 2, Oktober 2014
25
Download