BAB II KAJIAN PUSTAKA A. ASI Eksklusif 1. Riwayat Pemberian ASI

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. ASI Eksklusif
1. Riwayat Pemberian ASI
Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya menerima ASI
dari ibu tanpa penambahan cairan atau makanan padat lain, kecuali sirup
yang berisi vitamin, mineral atau obat berupa tetes maupun sirup.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita sebagian besar ditentukan
oleh jumlah ASI yang diperoleh, termasuk energi dan zat gizi lainnya yang
terkandung di dalam ASI tersebut. Pemberian ASI tanpa bahan makanan
lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan bayi pada usia sekitar enam
bulan. Pemberian ASI tanpa pemberian makanan lain selama enam bulan
tersebut melalui menyusui secara eksklusif (WHO, 2006).
Menurut Hubertin (2004) ASI eksklusif adalah pemberian ASI
sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tanpa
makanan lain, walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan.
Setelah 6 bulan, bayi mulai diperkenalkan dengan makanan lain dan tetap
diberikan ASI sampai bayi berumur dua tahun.
Proses terjadinya pengeluaran air susu dimulai atau dirangsang
oleh isapan mulut bayi pada putting susu ibu. Gerakan tersebut
merangsang kelenjar Pictuitary Anterior untuk memproduksi sejumlah
prolaktin, hormon utama yang mengandalkan pengeluaran Air Susu.
Proses pengeluaran air susu juga tergantung pada Let Down Replex,
dimana hisapan putting dapat merangsang kelenjar Pictuitary Posterior
untuk menghasilkan hormon oksitolesin, yang dapat merangsang
serabutotot halus di dalam dinding saluran susu agar membiarkan susu
dapat mengalir secara lancar.
Kegagalan dalam perkembangan payudara secara fisiologis untuk
menampunga air susu sangat jarang terjadi. Payudara secara fisiologis
merupakan tenunan aktif yang tersusun seperti pohon tumbuh di dalam
putting dengan cabang yang menjadi ranting semakin mengecil. Susu
diproduksi pada akhir ranting dan mengalir kedalam cabang-cabang besar
1
menuju saluran ke dalam putting. Secara visual payudara dapat
digambarkan sebagai setangkai buah anggur, mewakili tenunan kelenjar
yang mengsekresi dimana setiap selnya mampu memproduksi susu, bila
sel-sel Myoepithelial di dalam dinding alveoli berkontraksi, anggur
tersebut terpencet dan mengeluarkan susu ke dalam ranting yang mengalir
ke cabang-cabang lebih besar, yang secara perlahan-lahan bertemu di
dalam aerola dan membentuk sinus lactiterous. Pusat dari areda (bagan
yang berpigmen) adalah putingnya, yang tidak kaku letaknya dan dengan
mudah dihisap (masuk kedalam) mulut bayi.
Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat
ASI mulai menghasilkan ASI. Apabila tidak ada kelainan, pada hari
pertama sejak bayi lahir akan dapat menghasilkan 50-100 ml sehari dari
jumlah ini akan terus bertambah sehingga mencapai sekitar 400-450 ml
pada waktu bayi mencapai usia minggu kedua. Jumlah tersebut dapat
dicapai dengan menysusui bayinya selama 4 – 6 bulan pertama. Karena itu
selama kurun waktu tersebut ASI mampu memenuhi lkebutuhan gizinya.
Setelah 6 bulan volume pengeluaran air susu menjadi menurun dan sejak
saat itu kebutuhan gizi tidak lagi dapat dipenuhi oleh ASI saja dan harus
mendapat makanan tambahan. Dalam keadaan produksi ASI telah normal,
volume susu terbanyak yang dapat diperoleh adalah 5 menit pertama.
Penyedotan/penghisapan oleh bayi biasanya berlangsung selama 15-25
menit.
Selama beberapa bulan berikutnya bayi yang sehat akan
mengkonsumsi sekitar 700-800 ml ASI setiap hari. Akan tetapi penelitian
yang dilakukan pada beberpa kelompok ibu dan bayi menunjukkan
terdapatnya variasi dimana seseorang bayi dapat mengkonsumsi sampai 1
liter selama 24 jam, meskipun kedua anak tersebut tumbuh dengan
kecepatan yang sama. Konsumsi ASI selama satu kali menysui atau
jumlahnya selama sehari penuh sangat bervariasi. Ukuran payudara tidak
ada hubungannya dengan volume air susu yang diproduksi, meskipun
umumnya payudara yang berukuran sangat kecil, terutama yang
2
ukurannya tidak berubah selama masa kehamilan hanya memproduksi
sejumlah kecil ASI.
Pada ibu-ibu yang mengalami kekurangan gizi, jumlah air susunya
dalam sehari sekitar 500-700 ml selama 6 bulan pertama, 400-600 ml
dalam 6 bulan kedua, dan 300-500 ml dalamtahun kedua kehidupan bayi.
Penyebabnya mungkin dapat ditelusuri pada masa kehamilan dimana
jumlah pangan yang dikonsumsi ibu tidak memungkinkan untuk
menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya, yang kelak akan digunakan
sebagai salah satu komponen ASI dan sebagai sumber energi selama
menyusui. Akan tetapi kadang-kadang terjadi bahwa peningkatan jumlah
produksi konsumsi pangan ibu tidak selalu dapat meningkatkan produksi
air susunya. Produksi ASI dari ibu yang kekurangan gizi seringkali
menurun jumlahnya dan akhirnya berhenti, dengan akibat yang fatal bagi
bayi yang masih sangat muda. Di daerah-daerah dimana ibu-ibu sangat
kekurangan gizi seringkali ditemukan “merasmus” pada bayi-bayi
berumur sampai enam bulan yang hanya diberi ASI.
2. Prevalensi ASI Eksklusif
Pada tahun 2013 Riskesdas melakukan penelitian terkait cakupan
ASI eksklusif di Indonesia. Berikut adalah gambaran cakupan ASI
eksklusif dari 19 provinsi di Indonesia.
Sumber : Riskesdas, 2013
Gambar 1. Cakupan Pemberian ASI Eksklusif 0-6 Bulan Menurut Provinsi
2013
Pada Gambar 1 terdapat 19 provinsi yang mempunyai persentase ASI
eksklusif di atas angka nasional (54,3%), persentase tertinggi terdapat pada
3
provinsi Nusa Tenggara Barat (79,7%) dan terendah pada Provinsi Maluku
(25,2%). Jawa tengah sudah melebihi angka nasional, sehingga perlu
dilakukan upaya agar provinsi yang masih di bawah angka nasional agar
dapat meningkatkan cakupan ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif untuk
bayi yang berusia kurang dari 6 bulan secara global dilaporkan. Namun jika
secara absolut dilakukan konversi terhadap estimasi jumlah populasi sasaran
bayi 0-6 bulan sebesar 2.483.485 maka terdapat bayi 0-6 bulan yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 1.134.952 (Riskesdas, 2013).
Cakupan ASI eksklusif pada Kabupaten Karanganyar pada tahun 2014
mencapai 50,1%. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif tertinggi pada
kecamatan jaten mencapai 58,0% untuk jaten 1 dan 74,1% untuk jaten 2.
Kecamatan Tasikmadu menyumbang ASI eksklusif sebesar 51,3%.
Menurut Riskesdas (2013) persentase pemberian ASI eksklusif
semakin menurun, seiring meningkatnya umur bayi dengan persentase
terendah pada anak umur 6 bulan (30,2 %).
Gambar 2. Pemberian ASI saja 24 jam terakhir menurut umur
Air susu ibu mengandung semua nutrien yang dibutuhkan bayi
dalam jumlah yang benar dan tidak pernah basi, manfaat paling penting
dari menyusui adalah perlindungan terhadap infeksi seperti diare, infeksi
pernafasan, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2015).
3. Manfaat ASI Eksklusif
Air susu ibu mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok, antara
lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor,
pertumbuhan, hormon enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua
4
zat ini terdapat secara proporsional dan seimbang satu dengan yang
lainnya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia yang
sangat tepat ini bagai suatu "Simfoni nutrisi bagi pertumbuhan bayi"
sehingga tidak dapat ditiru oleh manusia (Suherni, 2008).
Menyusui dalam jangka panjang dapat memperpanjang jarak
kelahiran karena masa amenorhoe lebih panjang. UNICEF dan WHO
membuat rekomendasi pada ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan
kepada bayinya. Sesudah umur 6 bulan, bayi baru dapat diberikan MP ASI
dan ibu tetap memberikan ASI sampai anak berumur minimal 2 tahun.
Pemerintah
Indonesia
melalui
Kementerian
Kesehatan
juga
merekomendasikan para ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan
kepada bayinya.
1. Manfaat ASI untuk bayi menurut Suradi (2009), yaitu :
a) Mengandung nutrient (zat gizi) yang sesuai untuk bayi
Air Susu Ibu mengandung lemak sebagai sumber kalori utama,
karbohidrat yang kadarnya tinggi bila dibandingkan dengan susu
mamalia lain, protein yang mudah dicerna, garam dan mineral,
vitamin K sebagai katalisator dalam proses pembekuan darah,
Vitamin E dan Vitamin D untuk pertumbuhan tulang dan gigi
b) Mengandung zat protektif
Bayi yang mendapatkan ASI lebih jarang menderita penyakit
karena adanya zat protektif dalam ASI, seperti Laktobasilus bifidus,
Laktoferin, Lizosim, Komplemen C3 dan C4, faktor antitreptokokus,
antibody, imunitas seluler, tidak menimbulkan alergi.
c) Mempunyai efek Psikologis yang menguntungkan
Waktu menyusui kulit bayi akan menempel pada kulit ibu.
Kontak kulit yang dini ini akan sangat besar pengaruhnya pada
perkembangan bayi kelak. Interaksi yang timbul waktu menyusui
antara bayi dan ibu akan menimbulkan dasar kepercayaan pada bayi
(basic sence of trust) yaitu dengan mulai dapat mempercayai orang
lain (ibu) maka akan timbul rasa percaya pada diri sendiri (Suradi,
2009)
5
d) Menyebabkan pertumbuhan yang baik
Bayi yang mendapatkan ASI mempunyai kenaikan berat badan
yang baik setelah lahir, pertumbuhan setelah periode perinatal baik,
dan mengurangi kemungkinan obesitas. Ibu-ibu yang diberi
penyuluhan tentang ASI dan laktasi, turunnya berat badan bayi (pada
minggu pertama kelahiran) tidak sebanyak ibu-ibu yang tidak diberi
penyuluhan. Biasanya kelompok ibu-ibu tersebut segera memberikan
ASI nya setelah melahirkan. Frekuensi menyusui yang sering (tidak
dibatasi) juga dibuktikan bermanfaat, karena volume ASI yang
dihasilkan lebih banyak, sehingga penurunan berat badan bayi hanya
sedikit (Suradi, 2009)
e) Menjaga keseimbangan daya tahan tubuh
Meningkatkan daya tahan tubuh karena berbagai kandungan zat
gizi sehingga akan lebih jarang sakit. Air Susu Ibu juga akan
mengurangi terjadinya diare, sakit telinga dan infeksi saluran
pernapasan. Melindungi anak dari serangan alergi. Air Susu Ibu
membuat berat badan bayi lebih ideal. Fakta membuktikan bahwa
ASI mengurangi angka obesitas pada bayi sebesar 13%. Ini terjadi
karena kandungan gizi pada ASI telah memenuhi kebutuhan si bayi,
tidak berlebihan atau kurang (Kemenkes, 2014).
2. Efek atau dampak negatife pemberian susu formula
Roesli (2008) menjelaskan berbagai dampak negatife yang terjadi
pada bayi akibat dari pemberian susu formula, antara lain :
a) Gangguan saluran pencernaan (muntah, diare)
Judarwanto (2007) menjelaskan bahwa anak yang diberi susu
formula lebih sering muntah/gumoh, kembung, sering rewel, susah
tidur terutama malam hari. Susu formula yang dibuat terlalu kental
dapat membuat usus bayi susah mencerna, sehingga sebelum susu
dicerna oleh usus akan dikeluarkan kembali melalui anus yang
mengakibatkan bayi mengalami diare (Khasanah, 2011).
b) Infeksi saluran pernapasan
6
Gangguan saluran pencernaan yang terjadi dalam jangka panjang
dapat mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah
terserang infeksi terutama ISPA (Judarwanto, 2007). Susu sapi tidak
mengandung sel darah putih hidup dan antibiotic sebagai perlindungan
tubuh dari infeksi. Proses penyiapan susu formula yang kurang steril
dapat menyebabkan bakteri mudah masuk (Khasanah, 2011).
c) Meningkatkan resiko kegemukan (obesitas)
Kelebihan berat badan pada bayi yang mendapatkan susu
formula diperkirakan karena kelebihan air dan komposisi lemak tubuh
yang berbeda dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI (Khasanah,
2011). Penelitian yang dilakukan oleh Amstrong (2002) dalam Roesli
(2008) membuktikan bahwa kegemukan jauh lebih tinggi pada anakanak yang diberi susu formula. Kries dalam Roesli (2008)
menambahkan bahwa kejadian obesitas mencapai 4,5%-40% lebih
tinggi pada anak yang tidak pernah diberikan ASI.
d) Meningkatkan kejadian karies gigi susu
Susu formula yang diberikan dengan menggunakan botol sering
menjadi penyebab munculnya karies gigi atau gigi yang berlubang.
Karies gigi merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut
yang sering dijumpai dimasyarakat saat ini. Penyakit ini dapat
ditemukan pada semua usia, baik pada balita, anak-anak, remaja
maupun orang dewasa (Arisman, 2010).
Ketika anak menghisap botol susunya selama ia tidur, maka gigi
depan atasnya akan terendam susu sehingga akan lebih cepat
mengalami karies gigi. Cairan yang mengandung gula seperti susu,
sirup, teh manis, jus buah dengan tambahan gula dapat memberikan
lingkungan yang baik untuk perkembangan mikroorganisme penyebab
karies (Deebadibah, 2013). Banyak orang tua yang ingin memberikan
gizi terbaik untuk anaknya dengan memilih memberikan susu formula
dalam botol. Kebiasaan orang tua tersebut mengakibatkan terjadinya
karies pada anak (Avianty & Tedjosasongko, 2011).
7
4. Hambatan Menyusui Secara Eksklusif Pada Ibu
Hambatan ibu untuk menyusui terutama secara eksklusif sangat
bervariasi. Namun, yang paling sering dikemukakan sebagai berikut
(Roesli, 2005):
1. ASI tidak cukup
Merupakan alasan utama para ibu untuk tidak memberikan ASI
secara eksklusif. Walaupun banyak ibu yang merasa ASI-nya kurang,
tetapi hanya sedikit (2-5%) yang secara biologis memang kurang produksi
ASI-nya. Selebihnya 95-98% ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup
untuk bayinya.
2. Ibu bekerja dan susu formula lebih praktis
Bekerja bukan alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif,
karena waktu ibu bekerja, bayi dapat diberi ASI perah. Kebijakan
pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pemberian ASI oleh pekerja
wanita telah dituangkan dalam kebijakan Pusat Kesehatan Kerja Depkes
RI pada tahun 2009. Banyak ibu yang beranggapan susu formula lebih
praktis, pendapat ini tidak benar karena untuk membuat susu formula
diperlukan api atau listrik untuk memasak air, peralatan yang harus steril,
dan perlu waktu untuk mendinginkan susu formula yang baru dibuat.
Sementara itu, ASI siap pakai dengan suhu yang tepat setiap saat.
5. Dampak Bagi Kesehatan
Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif, baik bagi ibu
maupun bayinya. Bagi bayi, menyusui mempunyai peran penting untuk
menunjang pertumbuhan, kesehatan, dan kelangsungan hidup bayi karena
ASI kaya dengan zat gizi dan antibodi. Bagi ibu, menyusui dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas karena proses menyusui akan
merangsang kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan pasca
melahirkan (postpartum).
6. Pemberian ASI
World Health Organization (2011) menyatakan pemberian ASI yang
baik dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain :
8
a. Durasi Menyusui
Dalam pemberian ASI, bayi tidak perlu diberi batasan untuk
lamanya menyusu. Biarkan bayi menyusu selama yang diinginkan,
asalkan bayi melekat baik pada payudara. Beberapa bayi memperoleh
semua ASI yang dibutuhkan dalam beberapa menit, bayi lain mungkin
perlu setengah jam untuk dapat jumlah ASI yang sama.
b. Kemampuan menghisap
Untuk mengeluarkan ASI secara efisien, bayi perlu menghisap
dengan cara yang benar. Adapaun cara menghisap yang benar yaitu :
-
Bayi memasukan banyak areola dan jaringan di bawahnya ke
dalam mulutnya
-
Bayi menarik jaringan payudara untuk membentuk "dot panjang"
-
Bayi menyusu pada payudara bukan putingnya
Bila bayi melekat dengan baik, ia mengeluarkan ASI dengan
mudah dan ini disebut "menyusu yang efektif". Jika bayi melekat
dengan baik pada payudara, ibu tidak akan mengalami nyeri puting.
c. Frekuensi
Air susu ibu diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon
dan refleks. Selama periode menyusui ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi produksi ASI, salah satunya adalah frekuensi
menyusui. Pada bayi yang baru lahir, usia 1-3 minggu sebaiknya bayi
di bangunkan untuk disusui karena bayi belum mengenal pola
menyusui. Namun, pada usia lebih dari 3 minggu maka bayi akan
terbiasa dengan pola menyusi. Sehingga, bayi akan menyusui dengan
keinginannya sendiri. Pada konsep frekuensi pemberian ASI sebaiknya
bayi disusui tanpa dijadwal (on demand) karena bayi akan menemukan
sendiri kebutuhannya. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat
kurang baik karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan
produksi ASI selanjutnya. Bayi berbeda-beda dalam jumlah menyusu
yang diinginkan antara 6-15 kali sehari. Jarak waktu menyusu juga
bervariasi antara kurang dari satu jam sampai beberapa jam.
9
7. Faktor – Faktor Penyebab Kegagalan Pemberian ASI Eksklusif
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan memberikan ASI
eksklusif pada bayi (Roesli, 2000)
1) Faktor Internal
a) Pendidikan
Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah untuk
menerima informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan
yang
dimiliki.
Sebaliknya
pendidikan
yang
kurang
akan
menghambat sikap terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan
termasuk ASI eksklusif.
b) Pengetahuan
Pengetahuan yang salah dimiliki oleh seseorang tentang
manfaat dan tujuan pemberian ASI eksklusif bisa menjadi penyebab
gagalnya pemberian ASI eksklusif pada bayi. Kemungkinan pada
saat pemeriksaan kehamilan mereka tidak memperoleh penyuluhan
intensif tentang ASI eksklusif, kandungan dan manfaat ASI, teknik
menyusui, dan kerugian jika tidak memberikan ASI eksklusif. Para
ibu yang melihat iklan dan mendapatkan informasi dari lingkungan
sekitar bahwa susu formula mampu menaikan berat badan dengan
cepat akhirnya memilih sikap untuk memberikan susu formula
terhadap bayinya.
c) Psikologi Ibu
- Rasa percaya diri atau keyakinan pada ibu bahwa ASI yang
diberikan secara eksklusif kepada bayi tidak cukup sehingga ibu
ingin cepat memberikan susu formula atatu bubur yang terbuat
dari tepung biji bijian kepada bayinya.
- Kestabilan emosional, ibu takut kehilangan daya tarik dan
kepercayaan dalam dirinya, dikarenakan
menyusui akan
membuat bentuk payudara kurang bagus. Sehinggga membuat
emosional ibu meningkat
10
- Lingkungan pekerjaan, dimana tempat ibu bekerja tidak
mendukung apabila ibu memberikan ASI eksklusif nantinya akan
mengganggu produktivitas dalam bekerja
2) Faktor eksternal
a) Peran ayah: dukungan ayah sangat penting dalam suksesnya
menyusui,
dukungan
emosional
suami
sangat
berarti
dalam
menghadapi tekanan luar yang meragukan akan manfaat ASI
eksklusif.
b) Sosial budaya: ibu-ibu yang bekerja atau kesibukan sosial lainya,
cenderung
meniru teman/tetangga yang memberikan susu botol
kepada bayinya.
c) Meningkatnya promosi susu kaleng pengganti ASI
8. Peraturan Hukum Tentang ASI Eksklusif
a) UU Nomer 36/2009 tentang kesehatan
Pasal 128 ayat 2 dan 3 disebutkan bahwa selama pemberian ASI,
pihak keluarga, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung
ibu yang menyusui secara penuh dengan penyediaan waktu dan
fasilitas khusus. Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.
b) Pasal 200 sanksi pidana dikenakan bagi setiap orang yang sengaja
menghalangi
program
pemberian
ASI
eksklusif
sebagaimana
dimaksud dalam pasal 128 ayat (2). Ancaman pidana yang diberikan
adalah pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak
Rp. 100.000.000,00 (Seratus Juta Rupiah).
c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 33 Tahun 2012
tentang pemberian ASI aksklusif. Pasal berbunyi "Setiap ibu yang
melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang
dilahirkannya".
d) Keputusan Menteri Kesehatan Nomer 450/MENKES/SK/VI/2004
tentang pemberian ASI secara eksklusif di Indonesia
11
-
Menetapkan ASI eksklusif di Indonesia selama 6 Bulan dan
dianjurkan sampai dengan anak berusia 2 tahun atau lebih dengan
pemberian makanan tambahan yang sesuai
-
Tenaga kesehatan agar menginformasikan kepada semua ibu yang
baru melahirkan untuk memberikan ASI eksklusif dengan
mengacu pada 10 langkah keberhasilan menyusui.
B. MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)
Untuk
tumbuh
kembang
yang
optimal,
maka
seorang
anak
membutuhkan asupan gizi yang cukup. Bagi bayi usia 0-6 bulan, pemberian
ASI saja sudah cukup, namun bagi bayi di atas 6 bulan diperlukan makanan
selain ASI yaitu berupa makanan pendamping ASI atau MP ASI (Depkes RI,
2006).
1. Pengertian
a) Makanan Pendamping ASI (MP ASI)
Menurut Arif (2009) MP ASI adalah makanan yang diberikan
kepada bayi bersama-sama dengan ASI. Makanan pendamping ASI
merupakan makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah bayi
berumur 6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Makanan pendamping
ASI bukan sebagai pengganti ASI (Krisnatuti dan Yenrina, 2000).
Makanan pendamping ASI merupakan makanan peralihan dari ASI
ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP ASI harus
dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan
kemampuan bayi (Mufida, 2015).
b) Pemberian Makanan Pendamping ASI
Menurut Irianto dan Waluyo (2004) pemberian makanan
pendamping ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata
berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Pemberian makanan
pendamping ASI mempunyai tujuan memberikan zat gizi yang cukup
bagi kebutuhan bayi atau balita guna pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan psikomotorik yang optimal, selain itu untuk mendidik bayi
12
supaya memiliki kebiasaan makan yang baik. Tujuan tersebut dapat
tercapai dengan baik jika dalam pemberian MP ASI sesuai pertambahan
umur, kualitas dan kuantitas makanan baik serta jenis makanan yang
beraneka ragam.
Makanan pendamping ASI diberikan sebagai pelengkap ASI
sangat membantu bayi dalam proses belajar makan dan kesempatan untuk
menanamkan kebiasaan makan yang baik. Pemberian MP ASI juga untuk
menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak
dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus menerus, dengan demikian
makanan tambahan diberikan untuk mengisi kesenjangan antara
kebutuhan nutrisi total pada anak dengan jumlah yang didapatkan dari
ASI.
Menurut Yayuk (2004) pola pemberian MP ASI adalah susunan
jenis dan jumlah MP ASI yang diberikan oleh ibu kepada bayinya pada
waktu tertentu.
c) Pola Makan
Pola makan adalah kebiasaan makan yang memberikan gambaran
mengenai frekuensi, jumlah, tekstur dan
ragam makanan yang
dikonsumsi setiap hari oleh balita. Pola makan merupakan berbagai
informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri
khas untuk masyarakat tertentu (Karjati dalam Sulistyoningsih, 2011).
Pola makan yang seimbang, yaitu yang sesuai dengan kebutuhan
disertai pemilihan bahan makanan yang tepat akan menghasilkan status
gizi yang baik. Asupan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh akan
menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit lain yang disebabkan
oleh kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan makanan kurang dari yang
dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap
penyakit. Kedua keadaan tersebut sama tidak baiknya (Sulistyoningsih,
2011).
13
2. Tujuan Pola Makan Bayi
Ada dua tujuan pola makan untuk bayi dan anak. Pertama adalah
memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup, yaitu untuk
pemeliharaan dan pemulihan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan
dan perkembangan fisik dan psikomotor, serta melakukan aktivitas fisik.
Kedua adalah untuk mendidik anak agar mempunyai kebiasaan makan
yang baik.
Makanan untuk bayi dan anak haruslah memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
- Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai umur
- Susunan hidangan di sesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan
makanan yang tersedia setempat, kebiasaan makan, dan selera
terhadap makan.
- Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi,
dan keadaan bayi/anak
- Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan (Kemenkes
RI, 2010)
3. Manfaat Makanan Pendamping ASI (MP ASI)
Manfaat MP ASI bagi bayi adalah :
1) Mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan
jumlah yang diberikan dari ASI.
2) Menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi. Makanan
pendamping ASI diberikan dengan tujuan menambah energi dan zatzat gizi yang diperlukan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan
karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus
menerus. Air susu ibu hanya mampu memenuhi kebutuhan bayi
sampai usia 4-6 bulan setelah itu produksi ASI berkurang. Kebutuhan
bayi semakin meningkat seiring bertambahnya umur dan berat badan
(Krisnatuti dan Yenrina, 2000).
3) Membantu bayi dalam proses belajar makan.
Pemberian makanan tambahan membantu bayi dalam proses
belajar makan dan kesempatan untuk menanamkan kebiasaan makan
14
yang baik. Dimulai dari makanan yang berbentuk cair, semi padat dan
padat (Krisnatuti dan Yenrina, 2000).
4) Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan
4. Usia Pemberian MP ASI
Menurut Depkes RI (2007) usia pada saat pertama kali pemberian
MP ASI pada anak yang tepat dan benar adalah setelah anak berusia enam
bulan, dengan tujuan agar anak tidak mengalami infeksi atau gangguan
pencernaan akibat virus atau bakteri. Berdasarkan usia anak, dapat
dikategorikan menjadi :
a) Pada usia enam sampai 9 bulan

Memberikan makanan lumat dalam tiga kali sehari dengan
takaran yang cukup

Memberikan makanan selingan satu hari sekali dengan porsi kecil

Memberikan bayi atau anak dengan beraneka ragam bahan
makanan
b) Pada usia lebih dari sembilan blan sampai 12 bulan

Memberikan makanan lunak dalam tiga kali sehari dengan
takaran yang cukup

Memberikan makanan selingan satu hari sekali

Memperkenalkan bayi dengan beraneka ragam bahan makanan
5. Hal Yang Perlu di Perhatikan Dalam Membentuk Pola Pemberian
MP ASI
a) Jenis – jenis MP ASI
Dalam pemilihan jenis makanan, biasanya diawali dengan
proses pengenalan terlebih dahulu mengenai jenis makanan yang tidak
menyebabkan alergi. Umumnya mengandung kadar protein paling
rendah seperti serealia (beras merah atau beras putih). Khusus
sayuran, mulailah dengan yang rasanya hambar seperti kentang,
kacang hijau, labu. Kemudian memperkenalkan makanan buah seperti
alpukat, pisang, apel, pir.
15
Menurut Depkes RI (2007) jenis MP ASI yang baik adalah
terbuat dari bahan makanan yang segar seperti : tempe, kacangkacangan, telur ayam, hati ayam, ikan, sayur, dan buah-buahan. Jenis
– jenis MP ASI yang tepat dan diberikan sesuai dengan usia anak
adalah sebagai berikut :
1)
Makanan Lumat
Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan, dihaluskan
atau disaring dan bentuknya lebih lembut atau halus tanpa ampas.
Contoh : bubur susu, bubur sumsum, pisang saring, pepaya saring,
nasi tim
2)
Makanan lunak
Makanan Lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak
air dan tampak berair, contoh bubur nasi, bubur ayam, nasi tim,
kentang puri, dll.
3)
Makanan Padat
Makanan Padat adalah makanan lunak yang tidak nampak
berair dan biasanya disebut makanan keluarga, contoh : lontong,
nasi tim, kentang rebus, biskuit, dll.
b) Aneka Ragam Makanan
Keanekaragaman makanan adalah bahan-bahan MP ASI yang
diberikan ibu kepada bayi berdasarkan kelompok makanan seperti
karbohidrat (bubur, roti, beras, kentang, ubi, bakmi, dll), makanan kaya
vitamin (buah dan sayur), protein hewani ( telur, daging, ikan), protein
nabati (kacang-kacangan : kacang merah, kacang hijau, tahu, tempe, dll),
produk susu (yogurt) dan cemilan (Widyastuti, 2009).
c) Frekuensi Pemberian MP ASI
Menurut Depkes RI (2007) frekuensi dalam pemberian MP ASI
yang tepat biasanya diberikan tiga kali sehari. Pemberian MP ASI dalam
frekuensi yang berlebihan kemungkinan akan berakibat bayi terkena
diare.
Menurut Irianto dan Waluyo (2004), apabila dalam pemberian MP
ASI terlalu berlebihan atau diberikan lebih dari tiga kali sehari, maka sisa
16
bahan makanan yang tidak digunakan untuk pertumbuhan, pemeliharaan
sel, dan energi akan dirubah menjadi lemak, sehingga apabila anak
kelebihan lemak dalam tubuhnya, dimungkinkan akan mengakibatkan
alergi atau infeksi dalam organ tubuhnya dan bisa mengakibatkan
kelebihan berat badan (obesitas).
d) Angka Kecukupan Gizi
Untuk menilai tingkat konsumsi makanan (energy dan zat gizi),
diperlukan suatu standar kecukupan yang dianjurkan. Adapun kebutuhan
gizi balita terhadap energi, protein dan karbohidrat sebagai berikut :
Tabel 1. Kebutuhan Energi, Protein, dan Karbohidrat berdasarkan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata perhari
Kelompok Umur BB (Kg)
Energi Protein
Karbohidrat
0-6 bulan
6
550
12
58
7-12 bulan
9
725
18
82
1-3 tahun
13
1125
26
155
Sumber : Supariasa, 2012
Apabila ingin melakukan perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan
keadaan gizi seseorang, biasanya dilakukan perbandingan pencapaian konsumsi
zat gizi individu tersebut terhadap AKG. Berhubung AKG yang tersedia bukan
menggambarkan AKG individu, tetapi untuk golongan umur, jenis kelamin, tinggi
badan, berat badan. Menurut Darwin Karyadi dan Muhilal dalam Supariasa (2002)
untuk menentukan AKG individu dapat dilakukan dengan melakukan koreksi
terhadap berat badan nyata individu tersebut dengan BB standar yang ada pada
tabel AKG.
17
Sumber : Departemen Komunikasi
Gambar 3. Tabel Pemberian MP ASI
6. Dampak Pemberian MP ASI Terlalu Dini
Menurut Depkes (2003) bahwa penambahan makanan selain ASI
pada usia yang terlalu dini juga dapat meningkatkan kesakitan
(morbiditas). Bayi tersebut akan mudah terkena infeksi saluran
pencernaan maupun pernafasan. Berbagai gangguan yang dialami oleh
bayi yang mendapatkan makanan tambahan sebelum usia 6 bulan ke atas
dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi terutama pada berat badan
bayi.
Menurut Mufida (2015) pemberian MP ASI harus memperhatikan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan kelompok
umur dan tekstur makanan yang sesuai perkembangan usia balita.
Terkadang ada ibu-ibu yang sudah memberikannya pada usia dua atau
tiga bulan, padahal di usia tersebut kemampuan pencernaan bayi belum
siap menerima makanan tambahan. Akibatnya banyak bayi yang
mengalami diare. Masalah gangguan pertumbuhan pada usia dini yang
18
terjadi di Indonesia diduga kuat berhubungan dengan banyaknya bayi
yang sudah diberi MP ASI sejak usia satu bulan, bahkan sebelumnya.
Pemberian MP ASI terlalu dini juga akan mengurangi konsumsi ASI, dan
bila terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi. Umur yang paling
tepat untuk memperkenalkan MP ASI adalah enam bulan, pada umumnya
kebutuhan nutrisi bayi yang kurang dari enam bulan masih dapat dipenuhi
oleh ASI. Tetapi setelah berumur enam bulan, pada umumnya bayi
membutuhkan energi dan zat gizi yang lebih untuk tetap bertumbuh lebih
cepat sampai dua kali atau lebih dari itu, disamping itu pada umur enam
bulan saluran cerna bayi sudah dapat mencerna sebagian makanan
keluarga seperti tepung. Menurut Hananto (2002), dampak memberikan
MP ASI terlalu dini akan menurunkan frekuensi dan intesitas pengisapan
bayi, yang merupakan risiko untuk terjadinya penurunan produksi ASI.
Kemudian risiko terjadinya diare meningkat karena makanan tambahan
tidak sebersih ASI.
Pemberian makanan tambahan terlalu dini kepada bayi sering
ditemukan dalam masyarakat seperti pemberian pisang, madu, air tajin,
air gula, susu formula dan makanan lain sebelum bayi berusia 6 bulan.
Adapun resiko pemberian makanan tambahan terlalu dini, yaitu:
a) Risiko Jangka Pendek
Risiko jangka pendek yang terjadi seperti mengurangi keinginan
bayi untuk menyusui sehingga frekuensi dan kekuatan bayi menyusui
berkurang dengan akibat produksi ASI berkurang. Selain itu
pengenalan serelia dan sayur-sayuran tertentu dapat mempengaruhi
penyerapan zat besi dan ASI, walaupun konsentrasi zat besi dalam
ASI rendah, tetapi lebih mudah diserap oleh tubuh bayi. Pemberian
makanan dini seperti pisang, nasi di daerah pedesaan di Indonesia
sering
menyebabkan
penyumbatan
saluran
cerna/diare
serta
meningkatnya risiko terkena infeksi
b) Risiko Jangka Panjang
Risiko jangka panjang dihubungkan dengan obesitas, kelebihan
dalam memberikan makanan adalah resiko utama dari pemberian
19
makanan yang terlalu dini pada bayi. Konsekuensi pada usia-usia
selanjutnya adalah kelebihan berat badan ataupun kebiasaan makan
yang tidak sehat.
Berat
badan
bayi
akan
meningkat
drastis
jika
telah
diperkenalkan makanan pendamping ASI. Konsekuensi di kemudian
hari dengan memberikan MP ASI terlalu dini akan menyebabkan
kebiasaan makan yang memudahkan terjadinya gangguan hipertensi.
Selain itu, belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada umur
yang dini dapat menyebabkan alergi terhadap makanan
7. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian MP ASI
Faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian MP ASI
diantaranya pengetahuan ibu, sosial budaya, promosi susu formula, umur,
pendidikan, sikap ibu, ibu yang bekerja di luar rumah, dukungan keluarga
dan keterpaparan media (Wahyu dalam Visyara, 2012)
a) Pendidikan
Pendidikan
dalam
hal
ini
biasanya
dikaitkan
dengan
pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan
dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh, prinsip yang
dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah “yang
penting mengenyangkan”, sehingga porsi bahan makanan
sumber
karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan bahan makanan lain.
Sebaliknya, kelompok orang dengan pendidikan tinggi memiliki
kecenderungan memilih bahan makanan sumber protein dan akan
berusaha seimbang dengan kebutuhan gizi lainnya.
Pendidikan berhubungan dengan tingkat pengetahuan, jika
tingkat pengetahuan ibu baik maka diharapkan status gizi ibu dan
balitanya juga baik. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang
rendah akan lebih kuat mempertahankan tradisi-tradisi yang
berhubungan dengan makanan, sehingga sulit menerima informasi
baru tentang gizi (Suhardjo dalam Setiawan, 2009)
20
b) Sosial ekonomi
faktor sosial ekonomi sangat berperan, kondisi sosial ekonomi
yang cukup atau baik akan memudahkan mencari pelayanan kesehatan
yang lebih baik. Faktor ekonomi berkaitan erat dengan konsumsi
makanan atau dalam penyajian makanan keluarga khususnya dalam
pemberian MP ASI. Pada umumnya penduduk masih kurang dapat
mencukupi
kebutuhan
dirinya
masing–masing,
kondisi
ini
dikarenakan rendahnya pendapatan yang mereka peroleh dan
banyaknya anggota keluarga yang harus diberi makan dengan jumlah
pendapatan rendah (Markum, 2003).
Faktor ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi
konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga. Meningkatnya
pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan
dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan
pendapatan akan menyebabkan penurunan daya beli pangan baik
secara kualitas maupun kuantitas.
Meningkatnya taraf hidup atau kesejahteraan masyarakat,
pengaruh promosi melalui iklan, serta kemudahan informasi, dapat
menyebabkan perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan baru di
kalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Pendapatan yang
tinggi apabila tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, maka
akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas
maupun kuantitas.
c) Pekerjaan
Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu
bagi ibu–ibu yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
Seseorang yang memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk
menyelesaikan pekerjaan yang dianggap penting, akan memerlukan
perhatian dengan adanya pekerjaan. Masyarakat yang sibuk akan
memiliki waktu yang sedikit untuk memperoleh informasi, sebagai
tingkat pengetahuan yang mereka peroleh juga berkurang. Ibu yang
21
bekerja akan kesulitan untuk memberikan ASI pada bayinya sehingga
memilih memberikan MP ASI terlalu dini pada bayi (Markum, 2003).
d) Faktor sosial budaya
Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat
dipengaruhi oleh faktor budaya atau kepercayaan. Pantangan yang
didasari oleh kepercayaan yang pada umumnya mengandung nasihat
yang dianggap baik ataupun tidak baik, cepat atau lambat akan
menjadi kebiasaan. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai
kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam
memilih dan mengolah makanan yang akan dikonsumsi.
Kebudayaan menuntut orang dalam bertingkah laku untuk
memenuhi kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap
pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa
yang akan dimakan, bagaimana mengolah, mempersiapkan dan
menyajikan. Serta untuk siapa, dan dalam kondisi bagaimana pangan
tersebut dikonsumsi. Kebudayaan juga menentukan kapan seseorang
boleh dan tidak boleh mengkonsumsi makanan, atau lebih dikenal
dengan istilah makanan tabu. Meskipun tidak semua hal tabu masuk
akal dan baik dari sisi kesehatan. Salah satu contohnya adalah ikan
dianggap tabu untuk dikonsumsi balita karena dikhawatirkan akan
menyebabkan cacingan. Padahal dari sisi kesehatan menyatakan
sebaliknya, ikan sangat baik bagi balita karena memiliki kandungan
protein yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Sosial budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah
pemberian MP ASI diberbagai kalangan masyarakat. Unsur–unsur
budaya mampu menciptkan suatu kebiasaan untuk memberikan MP
ASI pada bayi dengan alasan bayi tidak akan kenyang dengan
diberikan ASI saja (Kristina, 2007).
8. Penilaian Pola Pemberian MP ASI
Menurut Supariasa et al (2012) ada beberapa metode pengukuran
konsumsi makanan. Untuk menentukan jumlah konsumsi rata-rata dari
sekelompok responden maka dapat menggunakan metode recall 24 jam
22
atau penimbangan selama satu hari sudah cukup. Untuk mengetahui
kebiasaan atau pola konsumsi dari sekelompok masyarakat, maka dapat
menggunakan
metode
frekuensi
makanan.
Pada
penelitian
ini
menggunakan metode food recall 24 jam.
C. Kenaikan Berat Badan
1. Pengertian
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran
masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan
yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunya
nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi.
Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan
menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi.
Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U dapat
menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutrtional status).
Pada masa bayi, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju
pertumbuhan fisik maupun status gizi. Berat badan menggambarkan
jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang.
Menurut Narendra (2002), pertumbuhan dikatakan normal apabila
grafik berat badan anak berada pada jalur berwarna hijau pada KMS atau
sedikit di atasnya. Arah grafik harus naik dan sejajar mengikuti
kelengkungan jalur (kurva) berwarna hijau. Pertumbuhan anak mengalami
penyimpangan apabila grafik berada jauh di atas warna hijau/berada di
bawah jalur hijau khususnya pada jalur kuning dan dibawah garis merah
(Rianti, 2006).
Kemenkes (2010) menyebutkan standar ukuran pertumbuhan pada
berat bayi yaitu berat badan dikatakan NAIK (N), jika: Berat badan
memotong garis pertumbuhan di atasnya atau grafik berat badan mengikuti
garis pertumbuhannya. Berat badan dikatakan TIDAK NAIK (T), jika:
berat badan tetap atau kenaikan berat badannya tidak dapat mengikuti garis
pertumbuhannya.
23
2. Penimbangan Berat Badan
Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan,
antara lain :
1. Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahannya dalam waktu
singkat, karena perubahan konsumsi makanan dan kesehatan;
2. Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara
periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan;
3. Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan
luas di Indonesia, sehingga tidak merupakan hal yang baru yang
memerlukan penjelasan secara rinci;
4. Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan
pengukur, namun perlu penerapan alat penimbangan badan secara
berskala;
5. Kartu Menuju Sehat sebagai alat yang baik untuk pendidikan dan
memonitor status gizi anak menggunakan berat badan menurut umur
sebagai dasar pengisiannya (Supariasa, 2012).
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang
digunakan dilapangan sebaiknya memenuhi persyaratan :
a. Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lainnya
b. Mudah diperoleh dan relatif murah harganya
c. Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg
d. Skalanya mudah dibaca
e. Cukup aman untuk menimbang balita
3. Kelebihan dan Kekurangan Berat Badan
Supariasa (2012) menyebutkan terdapat beberapa kelebihan maupun
kelemahan pada berat indeks berat badan yaitu :
Kelebihan Indeks BB/U antara lain :
- Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum
- Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis
- Berat badan dapat berfluktuasi
24
- Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil
- Dapat mendeteksi kegemukan (over weight)
Kekurangan indeks BB/U
Disamping mempunyai kelebihan, indeks BB/U juga mempunyai beberapa
kekurangan, antara lain :
-
Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat
edema maupun asites.
-
Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional, umur sering sulit
ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik.
-
Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia
lima tahun.
-
Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau
gerakan anak pada saat penimbangan.
-
Secara operasional sering menalami hambatan karena masalah social
budaya setempat. Dalam hal ini orang tua tidak mau menimbang anaknya,
karena dianggap seperti barang dagangan dan sebagainya.
4. Faktor – faktor yang Menyebabkan Pertambahan Berat Badan Bayi
Tidak Memadai
Menurut Riordan (2004) faktor-faktor yang menyebabkan pertambahan
berat badan yang tidak memadai antara lain :
a.
Pembatasan durasi menyusui (<15 menit),
b. Menyusu yang sangat lama, ditandai dengan bayi terlihat ingin tidur atau
graze,
c. Pembatasan jumlah menyusui. Pada kebanyakan kasus, bayi harus
menyusu dengan minimal 8-12 kali perhari,
d.
Pemberian makanan tambahan sebelum usia 6 bulan,
e.
Posisi bayi yang tidak baik saat menyusu,
f.
Hisapan yang tidak efektif atau tidak teratur,
g.
Masalah kesehatan.
25
5. Definisi Kartu Menuju Sehat (KMS)
Kartu menuju sehat adalah alat untuk mencatat dan mengamati
perkembangan kesehatan anak yang mudah dilakukan oleh para ibu. Dengan
membaca garis perkembangan berat badan anak dari bulan ke bulan pada
KMS, seorang ibu dapat menilai dan berbuat sesuatu untuk berusaha
memperbaiki dan meningkatkan perkembangan kesehatan anaknya (Supariasa,
2002).
6. Fungsi dan Kegunaan KMS
Berdasarkan Permenkes RI No 155 tentang penggunaan KMS untuk
balita, fungsi dan kegunaan KMS yaitu sebagai berikut :
a. Fungsi Utama KMS yaitu
1) Sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak. Pada KMS
dicantumkan grafik pertumbuhan normal anak, yang dapat digunakan
untuk menentukan apakah seorang anak tumbuh normal, atau
mengalami gangguan pertumbuhan. Bila grafik berat badan anak
mengikuti grafik pertumbuhan pada KMS, artinya anak tumbuh
normal, kecil risiko anak untuk mengalami gangguan pertumbuhan.
Sebaliknya bila grafik berat badan tidak sesuai dengan grafik
pertumbuhan, anak kemungkinan berisiko mengalami gangguan
pertumbuhan.
2) Sebagai catatan pelayanan kesehatan anak. Dalam KMS dicatat
riwayat pelayanan kesehatan dasar anak terutama berat badan anak,
pemberian kapsul vitamin A, pemberian ASI pada bayi 0-6 bulan dan
imunisasi.
3) Sebagai alat edukasi. Dalam KMS dicantumkan pesan-pesan dasar
perawatan anak seperti pemberian makanan anak, perawatan anak bila
menderita diare.
b. Kegunaan KMS
1) Bagi orang tua balita
Orang tua dapat mengetahui status pertumbuhan anaknya. Dianjurkan
agar setiap bulan membawa balita ke Posyandu untuk ditimbang. Apabila
26
ada indikasi gangguan pertumbuan (berat badan tidak naik) atau
kelebihan gizi, orang tua balita dapat melakukan tindakan perbaikan,
seperti memberikan makan lebih banyak atau membawa anak ke fasilitas
kesehatan untuk berobat. Orang tua balita juga dapat mengetahui apakah
anaknya telah mendapat imunisasi tepat waktu dan lengkap dan
mendapatkan kapsul vitamin A secara rutin sesuai dengan dosis yang
dianjurkan.
2) Bagi kader
Kartu menuju sehat digunakan untuk mencatat berat badan anak dan
pemberian kapsul vitamin A serta menilai hasil penimbangan. Bila berat
badan tidak naik 1 kali kader dapat memberikan penyuluhan tentang
asuhan dan pemberian makanan anak. Bila tidak naik 2 kali atau berat
badan berada di bawah garis merah kader perlu merujuk ke petugas
kesehatan terdekat, agar anak mendapatkan pemerikasaan lebih lanjut.
Kartu menuju sehat juga digunakan kader untuk memberikan pujian
kepada ibu bila berat badan anaknya naik serta mengingatkan ibu untuk
menimbangkan anaknya di posyandu pada bulan berikutnya.
3) Bagi petugas kesehatan
Petugas dapat menggunakan KMS untuk mengetahui jenis pelayanan
kesehatan yang telah diterima anak, seperti imunisasi dan kapsul vitamin
A. Bila anak belum menerima pelayanan maka petugas harus
memberikan imunisasi dan kapsul vitamin A sesuai dengan jadwalnya.
Petugas kesehatan juga dapat menggerakkan tokoh masyarakat dalam
kegiatan pemantauan pertumbuhan. Kartu menuju sehat juga dapat
digunakan sebagai alat edukasi kepada para orang tua balita tentang
pertumbuhan anak, manfaat imunisasi dan pemberian kapsul vitamin A,
cara pemberian makan, pentingnya ASI eksklusif dan pengasuhan anak.
Petugas dapat menekankan perlunya anak balita ditimbang setiap bulan
untuk memantau pertumbuhannya
27
Dengan memperhatikan grafik pertumbuhan anak yang terdapat pada KMS,
orang tua ataupun petugas kesehatan (bidan) dapat mengambil beberapa
kesimpulan, antara lain :
a. Pada tahun pertama kelahiran bayi, orangtua dan petugas kesehatan harus
lebih memperhatikan makanan dan kesehatan bayi, mengingat curamnya pita
warna atau jalur yang digambarkan oleh grafik tersebut bila dibandingkan
dengan bulan - bulan berikutnya.
b. Pertambahan umur balita harus diiringi dengan pertambahan berat badan.
c. Posisi absis perkembangan dari satu bulan ke bulan berikutnya, menentukan
naik-turunnya pertumbuhan anak, atau garis yang menghubungkan absis
inilah yang menentukan naik turunnya grafik pertumbuhan anak.
d. Absis pertumbuhan anak yang tergambar pada grafik perkembangan, juga
merupakan standar untuk menentukan status gizi anak.
e. Absis dari pertumbuhan anak sebaiknya pada pita warna yang tua atau jalur
hijau.
f. Berat badan anak bertambah apabila mengikuti salah satu pita warna (jalur)
atau pindah ke pita warna (jalur) yang lebih tua atau pita warna (jalur)
diatasnya.
g. Berat badan anak tidak naik/turun atau tetap jika absis pindah ke pita warna
yang lebih muda atau tetap pada pita warna sebelumnya artinya anak tidak
sehat.
Hasil penimbangan anak setiap bulan secara tetap dan teratur yang tercatat
pada KMS, dapat informasi, apakah perkembangan anak menunjukkan kenaikan
atau menurun. Dalam penimbangan anak ini terdapat slogan "Anak sehat,
Bertambah umur, Berat badan Bertambah". Sekalipun dalam prakteknya, dijumpai
adanya berat badan yang tetap bila dibandingkan dengan penimbangan
sebelumnya. Secara prinsip, hal ini tetap dikategorikan tidak sehat, karena tidak
sesuai lagi dengan alamiahnya yang senantiasa tumbuh.
Dengan penimbangan yang terus-menerus dan teratur, berarti dapat
bermanfaat untuk: (a) Memonitor perkembangan/pertumbuhan balita secara
cermat;
dan
(b)
Mendeteksi
kelainan
28
pada
anak,
jika
ternyata
pertumbuhan/perkembangannya terhambat/terganggu, dan sekaligus menentukan
jalan keluarnya atau pengobatan/ penatalaksanaannya (Maryunani, 2010)
Saat ini perhatian mulai diutamakan pada balita yang tidak naik berat
badan nya, jika balita diketahui 2 kali berturut-turut tidak naik berat badannya
atau di bawah garis merah maka segera dirujuk ke puskesmas untuk diperhatikan
apabila balita tersebut gizi buruk (Depkes RI, 2007).
29
D. Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya, berikut adalah penelitian
yang relevan.
Tabel 2. Penelitian yang Relevan
No
Nama
Th
Judul
Hasil
Peneliti
1
Giri, et al 2013 Hubungan Pemberian Asi Diperoleh data penelitian bahwa 9%
Eksklusif Dengan Status Gizi ibu yang tidak memberikan ASI
Balita Usia 6-24 Bulan Di Eksklusif memiliki balita dengan
Kampung Kajanan, Buleleng status gizi diatas garis merah dan 1,3
% memiliki status gizi bawah garis
merah, sedangkan 74,4 % ibu yang
memberikan ASI Eksklusif memiliki
balita dengan status gizi diatas garis
merah dan 15,4% memiliki status gizi
di bawah garis merah.
2
Endang
2009 Hubungan
Riwayat
Pemberian
ASI
Ekslusif
dengan Status Gizi Bayi 6-12
Bulan di Provinsi NTB
3
Klag EA, 2012 Associations
et al
Between Breast Milk Feeding,
Introduction of Solid Foods,
and Weight Gain in the First
12 Months of Life
30
Bayi 6-12 bulan di Provinsi NTB
yang diberi ASI Eksklusif beresiko
0,441 kali untuk menderita gizi
kurang di banding bayi yang tidak
diberi ASI eksklusif setelah dikontrol
oleh variabel konvariat yaitu status
ekonomi, BBLR, status kesehatan
bayi 2 minggu terakhir sebelum
dilakukan pengumpulan data, praktek
pemberian makan, tingkat pendidikan
ibu, status pekerjaan ibu, paritas atau
dengan kata lain bayi 6-12 bulan di
Provinsi
NTB
yang
tidak
mendapatkan ASI eksklusif 2,3 kali
lebih beresiko untuk menderita gizi
kurang dibanding bayi yang mendapat
ASI eksklusif setelah dikontrol oleh
variabel kovariat. Dari hasil analisis
juga diketahui bahwa seorang bayi
dapat terhindar dari menderita gizi
kurang sebanyak 28,57 % jika
mendapat ASI eksklusif.
Untuk setiap bulan tambahan dari
pemberian ASI, makanan pengenalan
padat tertunda 1,32 hari (95% CI
0,11-2,53) dan berat badan rata-rata
per bulan mengalami penurunan
sebesar 5.05 g (95% CI 7,392,17).Tidak ada hubungan antara
pengenalan makanan padat dan
pertumbuhan.
Metode yang
digunakan
metode
observasional
menggunakan
pendekatan
cross
sectional
dengan
tehnik
analisis data
korelasional.
Metode
desain kasus
kontrol tidak
berpasangan.
Teknik
analisis
multivariat
regresi
logistik.
Analisis
korelasi
Linear
multivariabel
dan regresi
logistik dan
regresi
logistik
4
Nahdloh, 2013 Pengaruh Pemberian
Nur dan
Makanan Pendamping Air
Sri
Susu Ibu Terhadap
Priyantini,
Pertumbuhan Berat Badan
M.
Bayi 6-12 Bulan di Posyandu
Desa Kutoharjo Kaliwungu
Kendal
5
Ratna
Kartika
Dewi
2010 Hubungan Pola Pemberian
Makanan Pendamping ASI
(MP ASI) dengan Status Gizi
Balita Usia 6-12 Bulan di
Desa Kaliori Kecamatan
Kalibogor Kabupaten
Banyumas
31
Dua kelompok yaitu pemberian
MPASI tepat dan kelompok MPASI
kurang tepat. Pertumbuhan dinilai
dari kurva pertumbuhan dua bulan
terakhir dengan melihat KMS. Data
yang diperoleh diolah kemudian
dianalisis dengan Uji Chi-Square.
Data dari 51 (58,6%) bayi yang
memperoleh MPASI tepat, terdapat
44 (50,6%) bayi dengan pertumbuhan
BB baik dan hanya 7 (8%) bayi
pertumbuhan BB buruk. Sedangkan
dari 36 (41,4%) bayi yang
memperoleh MPASI kurang tepat
terdapat 30 (34,5%) bayi yang
pertumbuhan BB buruk dan hanya 6
(6,9%) bayi yang pertumbuhan BB
baik. Hasil analisis Uji Chi-Square
menunjukkan nilai p sebesar 0,000
(p<0,05) yang artinya ada perbedaan
bermakna antar dua kelompok MP
ASI. Pemberian MP ASI berpengaruh
terhadap pertumbuhan berat badan
bayi usia 6-12 bulan di Posyandu
Desa Kutoharjo Kaliwungu Kendal
Terdapat hubungan yang cukup kuat
antara pola pemberian makanan
pendamping ASI dengan status gizi
pada balita usia 6-12 bulan di Desa
Kaliori
Kecamatan
Kalibagor
Kabupaten Banyumas dengan z
hitung 0,596 > z table 0,281 dengan
tingkat signifikan 95%.
Analitik
observasional
dengan
rancangan
cross
sectional.
Penelitian
deskriptif
korelatif,
metode
observasi dan
wawancara,
Kendal Tau
E. Kerangka Berfikir
Air susu ibu merupakan sumber makanan bagi bayi yang mengandung zat
gizi paling sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur yang
dibutuhkan untuk bayi terutama dua tahun pertama. Air susu ibu mempunyai
peran penting untuk menunjang pertumbuhan, kesehatan, dan kelangsungan hidup
bayi karena ASI kaya dengan zat gizi dan antibodi.
Dampak memberikan MP ASI terlalu dini akan menurunkan frekuensi dan
intesitas pengisapan bayi, yang merupakan risiko untuk terjadinya penurunan
produksi ASI. Dilihat dari sudut kematangan fisiologis dan kebutuhan gizi,
pemberian makanan selain ASI kepada bayi sebelum usia enam bulan biasanya
tidak diperlukan dan bahkan mengundang risiko misalnya akan mengundang
keadaan bayi untuk sakit diare dan penyakit-penyakit lainnya yang berakibat pada
kenaikan berat badan.
Makanan pendamping ASI merupakan asupan awal pada bayi berupa
makanan cair maupun padat. Pada usia 6-12 bulan, ASI hanya menyediakan ½
atau lebih kebutuhan gizi bayi. Makanan pendamping ASI dilakukan secara
bertahap sesuai umur nya. Peranan MP ASI sama sekali bukan untuk
menggantikan ASI melainkan hanya untuk melengkapi ASI. Makanan
pendamping ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga.
Pengenalan dan pemberian MP ASI harus dilakukan bertahap baik jenis, porsi,
frekuensi, ragam maupun kecukupan sesuai dengan usia. Gizi menjadi bagian
yang sangat penting dalam pertumbuhan. Apabila terkena defisiensi gizi maka
kemungkinan besar sekali anak akan mudah terkena infeksi. Gizi ini sangat
berpengaruh terhadap nafsu makan. Jika pola makan tidak tercapai dengan baik
pada balita maka pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan
bisa terjadi gizi buruk pada balita.
Kenaikan berat badan merupakan hal penting untuk diketahui karena berat
badan adalah screening awal pada bayi. Selain mudah dilihat, kenaikan berat
badan merupakan hal yang sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang
mendadak. Berat badan dipilih menjadi pilihan utama dikarenakan memberikan
gambaran status gizi sekarang dan jika dilakukan secara periodik memberikan
gambaran yang baik tentang pertumbuhan. Berat badan juga merupakan paramater
32
yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena
perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.
-
Pendidikan
Pengetahuan
Sikap
Psikologi ibu
Peran ayah
Sosial budaya
Lingkungan
pengasuhan
- Genetik
- Ras
- Kualitas ASI
Riwayat ASI
- Durasi Menyusui
- Frekuensi
- Lama pemberian
ASI (≤ 6 bulan)
Umur
Infeksi
Kenaikan
Berat Badan
Minimal
Asupan
BBLR
-
Pendidikan
Sosial ekonomi
Pekerjaan
Pendapatan
Faktor sosial
budaya
Pola Pemberian MP
ASI
- Frekuensi
- Jenis
- Ragam Makanan
Jenis Kelamin
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 4. Kerangka Berfikir Riwayat ASI Eksklusif dan Pola Pemberian MP ASI
dengan Kenaikan Berat Badan Minimal Bayi
F. Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah :
1. Terdapat hubungan antara riwayat ASI dengan kenaikan berat badan
minimal bayi.
2. Terdapat hubungan antara pola pemberian MP ASI dengan kenaikan
berat badan minimal bayi.
33
34
Download