universitas indonesia analisis potensi likuifaksi dari data cpt dan spt

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS POTENSI LIKUIFAKSI DARI DATA CPT DAN SPT
DENGAN STUDI KASUS PLTU ENDE NUSA TENGGARA
TIMUR
SKRIPSI
RIFA IKHSAN
0706266600
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
DEPOK
JULI 2011
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
1057/FT.01/SKRIP/07/2011
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS POTENSI LIKUIFAKSI DARI DATA CPT DAN SPT
DENGAN STUDI KASUS PLTU ENDE NUSA TENGGARA
TIMUR
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
RIFA IKHSAN
0706266600
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
KEKHUSUSAN GEOTEKNIK
DEPOK
JULI 2011
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Rifa Ikhsan
NPM
: 0706266600
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 11 Juli 2011
iii
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama
: Rifa Ikhsan
NPM
: 0706266600
Program Studi
: Teknik Sipil
Judul Skripsi
: Analisis Potensi Likuifaksi dari Data CPTdan SPT dengan
Studi Kasus PLTU ENDE Nusa Tenggara Timur
Telah
berhasil
dipertahankan
di
hadapan
Dewan
Penguji
dan
diterimasebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Prof. Dr. Ir. Tommy Ilyas M,Eng.
Penguji
: Dr. Ir. Damrizal Damoerin, M.Sc
Penguji
: Ir. Widjojo A. Prakoso, M.Sc, Ph.D.
Ditetapkan di : Depok
Tanggal
: 11 Juli 2011
iv
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Sipil pada
Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah
sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya
mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Prof. Dr. Ir. Tommy Ilyas M,Eng. selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan skripsi ini.
(2) Ir. Widjojo A. Prakoso, M.Sc, Ph.D dan Dr. Ir. Damrizal Damoerin, M.Sc
selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak tambahan
masukan.
(3) Kedua orangtua, adik dan saudara-saudara saya yang senantiasa
memberikan doa dan dukungan moriil serta materiil.
(4) Clara Maulidiansa, Dennis Defri, dan Gibranius Berutu atas segala
dukungan
moriil dan bantuan dalam teknis penyusunan skripsi ini
(5) Sahabat dan seluruh teman-teman Teknik Sipil Angkatan 2007 (khususnya
geoteknik) atas segala dukungan
yang
diberikan
demi
kelancaran
penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga
skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, Juli 2011
Penulis
v
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
dibawah ini:
Nama
: Rifa Ikhsan
NPM
: 0706266600
Program Studi
: Teknik Sipil
Departemen
: Teknik Sipil
Fakultas
: Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
ANALISIS POTENSI LIKUIFAKSI DARI DATA CPT DAN SPT
DENGAN STUDI KASUS PLTU ENDE NUSA TENGGARA
TIMUR
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : 11 Juli 2011
Yang menyatakan
(Rifa Ikhsan)
vi
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
ABSTRAK
Nama
: Rifa Ikhsan
Program Studi : Teknik Sipil
Judul
: Analisis Potensi Likuifaksi dari Data CPTdan SPT dengan
Studi Kasus PLTU ENDE Nusa Tenggara Timur
Likuifaksi merupakan fenomena yang tidak bisa dilepaskan dalam rekayasa
geoteknik. Metode evaluasi tahanan tanah terhadap likuifaksi dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Metode yang paling umum ialah metode
evaluasi CPT dan SPT. Hasil dari berbagai metode seharusnya mengacu
pada nilai yang sama. Nilai dari tahanan tanah terhadap likuifaksi (CRR)
menjadi perhatian khusus sehingga harus dibandingkan dari masing-masing
metode yang dilakukan pada area lokasi yang sama. Dalam hal ini, PLTU
Ende Nusa Tenggara Timur menjadi sarana evaluasi perhitungan kedua
metode yaitu CPT dan SPT dengan studi literatur yang ada.
Kata kunci :
CPT, CSR, CRR, FS, ukuran butiran, likuifaksi, koefisien keseragaman,
SPT.
ABSTRACT
Name
: Rifa Ikhsan
Study Program : Civil Engineering
Title
: Analysis of Liquefaction Susceptibility from CPT and
SPT Data Based on a Case Study in PLTU ENDE Nusa
Tenggara Timur
Likuifaksi is a phenomenon that can not be released in geotechnical
engineering. Evaluation method of liquefaction resistance of soil can be
calculated with various ways. The most common method is CPT and SPT
evaluation method. Results of various methods should refer to the same
value. A value of CRR is a major concern and should be compared from
each method performed at the same location area. In this case, PLTU Ende
Nusa Tenggara Timur becomes a means of evaluation of both methods of
calculation of CPT and SPT to study the existing literature.
Key words :
CPT, CSR, CRR, FS, grain size, liquefaction, uniformity coefficient, SPT.
1
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1
LATAR BELAKANG ................................................................... 1
1.2
RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ............................................... 2
1.3
TUJUAN PENELITIAN ................................................................ 2
1.4
MANFAAT PENELITIAN ............................................................. 2
1.5
SISTEMATIKA PENULISAN......................................................... 2
BAB 2 DASAR TEORI ...................................................................................... 4
2.1
LIKUIFAKSI .............................................................................. 4
2.1.1 Definisi Likuifaksi ....................................................... 4
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi potensi Likuifaksi .. 6
2.1.3 Bahaya yang Disebabkan oleh Peristiwa Likuifaksi ..... 7
2.2
TEORI DASAR GEMPA BUMI ..................................................... 9
2.2.1 Teori Lempeng Tektonik ............................................. 9
2.2.2 Besaran Kekuatan Gempa .......................................... 10
2.3
KARAKTERISTIK DASAR TANAH ............................................. 12
2.3.1 Sifat – sifat fraksi tanah berbutir kasar ....................... 13
2.4
TEGANGAN DALAM TANAH.................................................... 14
2.4.1 Tegangan Efektif ....................................................... 15
2.4.2 Tegangan Horizontal (Tegangan Lateral) ................... 16
2.5
KEKUATAN GESER TANAH ..................................................... 16
2.5.2 Kekuatan Geser Tanah Non-Kohesif.......................... 18
2.6
METODE UNTUK MENGEVALUASI POTENSI LIKUIFAKSI ............ 18
2.6.1 Metode evaluasi CSR ................................................ 19
2.6.2 Metode Evaluasi CRR ............................................... 21
2.6.2.1
SPT .......................................................... 21
2.6.2.2
CPT ......................................................... 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 31
3.1
TINJAUAN UMUM................................................................... 31
3.2
DATA TEKNIS ........................................................................ 33
3.2.1 Data CPT................................................................... 33
2
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
3.2.2 Data SPT ................................................................... 36
3.2.3 Analisis Ukuran Butiran ............................................ 37
3.3
ANALISIS LIKUIFAKSI ............................................................. 37
3.3.1 Nilai CSR (Cyclic Stress Ratio) ................................. 38
3.3.2 Nilai CRR.................................................................. 39
3.4
3.3.2.1
SPT .......................................................... 39
3.3.2.2
CPT ......................................................... 41
ANALISIS OUTPUT.................................................................. 45
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................... 46
4.1
PENGOLAHAN DATA SPT........................................................ 46
4.1.2 Hasil Pengolahan Data ............................................... 49
4.2
4.1.2.1
Grafik CSR, CRR, dan FS ........................ 49
4.1.2.2
Gradasi Butiran ........................................ 55
4.1.2.3
Nilai Koefisien Keseragaman ................... 56
4.1.2.4
Analisis Grafik SPT dan Gradasi Butiran . 59
4.1.2.5
Analisis Grafik Terhadap Gradasi Butiran 64
PENGOLAHAN DATA CPT....................................................... 69
4.2.1 Hasil Pengolahan Data ............................................... 71
4.2.1.1
Grafik CPT .............................................. 71
4.2.1.2
Grafik CSR, CRR, dan FS berbanding
dengan kedalaman .................................... 74
4.3
ANALISIS PERBANDINGAN PENGOLAHAN DATA CPT DAN SPT 77
4.3.1 CSR........................................................................... 77
4.3.2 CRR .......................................................................... 80
4.3.3 FS.............................................................................. 82
BAB 5 PENUTUP ............................................................................................ 84
5.1
KESIMPULAN ......................................................................... 84
5.2
SARAN................................................................................... 86
3
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Ilustrasi efek likuifaksi.............................................................. 8
Gambar 2.2.
Tiga Jenis Batas Lempeng (Plate Boundary)........................... 10
Gambar 2.3.
Rentang Ukuran Partikel ......................................................... 13
Gambar 2.4.
Interpretasi Tegangan Efektif .................................................. 15
Gambar 2.5.
Kriteria keruntuhan Mohr – Coulomb ..................................... 17
Gambar 2.6.
rd versus Depth Curves Developed by Seed and Idriss (1971) . 20
Gambar 2.7.
Kurva SPT Clean-Sand Base untuk Nilai Gempa Bumi 7.5
dengan data dari sejarah kasus Likuifaksi ............................... 21
Gambar 2.8.
Kurva yang direkomendasikan untuk perhitungan CRR dari data
CPT sepanjang data empiris likuifaksi dari gabungan sejarah
kasus ...................................................................................... 25
Gambar 2.9.
Grafik klasifikasi tanah berdasarkan q c dan Fr oleh Robertson 27
Gambar 2.10.
Grain-Characteristic Correction Factor Kc for Determination of
Clean-Sand Equivalent CPT Resistance .................................. 29
Gambar 2.11.
Thin-Layer Correction Factor KH for Determination of
Equivalent Thick-Layer CPT Resistance ................................. 30
Gambar 3.1.
Diagram alir metodologi penelitian ......................................... 32
Gambar 3.2.
Grafik sondir pada titik S-01 ................................................... 35
Gambar 3.3.
Tabel Bor Dalam SPT (BH-A5) .............................................. 36
Gambar 3.4.
Sebaran Butiran Tanah Untuk Sample BH-02 DS 1 ................ 37
Gambar 3.5.
Grafik korelasi FC dengan qc dan nilai CRR atau CSR............ 43
Gambar 4.1.
Peta Wilayah Gempa Indonesia
Menurut SNI 03-1726-2002
dengan Perioda Ulang 500 Tahun ........................................... 47
Gambar 4.2.
Grafik CSR, CRR, FS vs depth (BH-01) ................................. 49
Gambar 4.3.
Grafik CSR, CRR, FS vs depth (BH-03) ................................. 50
Gambar 4.4.
Grafik CSR, CRR, FS vs depth (BH-12) ................................. 51
Gambar 4.5.
Grafik CSR, CRR, FS vs depth (BH-04) ................................. 52
Gambar 4.6.
Grafik plot kurva untuk menetukan nilai CRR untuk pasir murni
dan pasir kelanauan ................................................................ 54
Gambar 4.7.
Data hydrometer dan sieve analysis BH-02 (DS 1).................. 55
4
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
Gambar 4.8.
Data hydrometer dan sieve analysis BH-02 (DS 2).................. 55
Gambar 4.9.
Plot nilai D10 , D30 , D60........................................................... 56
Gambar 4.10.
Rentang distribusi butiran yang mengalami likuifaksi untu Cu ≥
3.5 .......................................................................................... 60
Gambar 4.11.
Rentang distribusi butiran yang mengalami likuifaksi untu Cu ≤
3.5 .......................................................................................... 60
Gambar 4.12.
Rentang Gradasi Butiran DS 1 untuk Cu ≥ 3.5 ....................... 61
Gambar 4.13.
Rentang Gradasi Butiran DS 2 untuk Cu ≤ 3.5 ....................... 62
Gambar 4.14.
Rentang Gradasi Butiran DS 2 untuk Cu ≥ 3.5 ....................... 62
Gambar 4.15.
Rentang Gradasi Butiran DS 2 untuk Cu ≤ 3.5 ....................... 63
Gambar 4.16.
Grafik FS vs Depth BH-01...................................................... 64
Gambar 4.17.
Rentang Gradasi Butiran DS 2 untuk Cu ≥ 3.5 ....................... 65
Gambar 4.18.
Grafik FS vs Depth BH-03...................................................... 66
Gambar 4.19.
Rentang Gradasi Butiran DS 2 untuk Cu ≥ 3.5 ....................... 67
Gambar 4.20.
Boring log untuk titik BH-A3 ................................................. 68
Gambar 4.21
Rentang Gradasi Butiran DS 2 untuk Cu ≤ 3.5 ....................... 69
Gambar 4.22.
Grafik JHP & q c berbanding dengan kedalaman (S-01) ........... 73
Gambar 4.23.
Grafik CSR, CRR, FS vs Depth S-01 ...................................... 74
Gambar 4.24.
Grafik CSR, CRR, FS vs Depth S-02 ...................................... 75
Gambar 4.25.
Kurva yang direkomendasikan untuk perhitungan CRR dari data
CPT sepanjang data empiris likuifaksi dari gabungan sejarah
kasus ...................................................................................... 76
Gambar 4.26.
Grafik CSR vs Depth (BH-06 & S-03) , (BH-10 & S-05) ........ 78
Gambar 4.27.
Grafik CSR vs Depth (BH-14 & S-09) , (BH-15 & S-01) ........ 79
Gambar 4.28.
Grafik CRR vs Depth (BH-06 & S-03) , (BH-10 & S-05) ....... 80
Gambar 4.29.
Grafik CRR vs Depth (BH-14 & S-09) , (BH-15 & S-01) ....... 81
Gambar 4.30.
Grafik FS vs Depth (BH-06 & S-03) , (BH-10 & S-05) ........... 82
5
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Tabel Faktor Koreksi untuk (NI)60 ........................................... 23
Tabel 3.1.
Tabel Data CPT Proyek PLTU ENDE S-01 ............................ 34
Tabel 3.2.
Tabel Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak
Muka Tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia 38
Tabel 3.3.
Nilai Faktor Koreksi untuk (N1)60 ........................................... 39
Tabel 4.1.
Contoh tabulasi perhitungan FS dari data SPT (BH-01) .......... 48
Tabel 4.2.
Tabel nilai Cc dan Cu untuk BH-01 s/d BH-A5 ...................... 58
Tabel 4.3
Rentang Ukuran Partikel ......................................................... 59
Tabel 4.4.
Contoh tabulasi perhitungan FS dari data CPT (S-06) ............. 70
Tabel 4.5.
Contoh Tabel Perhitungan nilai JHP dan FR (S-01) ................ 72
Tabel 4.6.
Koordinat Titik Bor di PLTU ENDE, NTT ............................. 77
6
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (BH-02, 04, 05, 06) ............... 89
Lampiran 2
Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (BH-07 s/d BH-10) ............... 90
Lampiran 3
Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (BH-11, 13, 14, 15) ............... 91
Lampiran 4
Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (BH-A1 s/d BH-A4) .............. 92
Lampiran 5
Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (BH-A5) ............................... 93
Lampiran 6
Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (S-3 s/d S-6).......................... 94
Lampiran 7
Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (S-6 s/d S-10) ........................ 95
Lampiran 8
Perbandingan CSR vs Depth (BH-01,S-10 & BH-04,S-07) ..... 96
Lampiran 9
Perbandingan CSR vs Depth (BH-11,S-06)............................. 97
Lampiran 10
Perbandingan CSR vs Depth (BH-01,S-10 & BH-02,S-04dst). 98
Lampiran 11
Perbandingan CRR vs Depth (BH-11,S-06 & BH-12, S-02) .... 99
Lampiran 12
Perbandingan FS vs Depth (BH-01,S-10 & BH-02,S-04 dst). 100
Lampiran 13
Perbandingan FS vs Depth (BH-11, S-06 & BH-12, S-02) .... 101
Lampiran 14
Lokasi titik bor PLTU Ende (Potongan A-A) ........................ 102
Lampiran 15
Profil tanah PLTU Ende potongan A-A ................................ 103
Lampiran 16
Potongan profil A-A (CRR, FS dan jenis tanah) .................... 104
7
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Likuifaksi (liquefaction) adalah suatu proses atau kejadian berubahnya
sifat tanah dari keadaan padat menjadi keadaan cair, yang disebabkan oleh beban
siklik pada waktu terjadi gempa sehingga tekanan air pori meningkat mendekati
atau melampaui tegangan vertikal. Likuifaksi terjadi ketika tanah non-kohesif
(lanau sampai pasir) jenuh air yang kehilangan kuat gesernya pada saat
mengalami guncangan terutama disebabkan oleh gempa. Selama diguncang
gempa tanah lebih berlaku sebagai cairan daripada sebagai padatan, sehingga
terjadilah likuifaksi yang membahayakan bagunan di atasnya.
Salah satu jenis gempa yang sering memicu terjadinya likuifaksi ialah
gempa tektonik. Gempa bumi tektonik akibat patahan lempeng bumi,
merambatkan gelombang gempa kepermukaan bumi, mengakibatkan terjadinya
gaya geser searah bolak balik atau dua arah (siklik dinamik), sehingga setiap
lapisan tanah akan terjadi perubahan parameter tanah di saat terjadinya gempa
tersebut. Kerusakan dapat diakibatkan oleh percepatan dan kecepatan gempa pada
permukaan tanah/bumi juga dapat terjadi akibat terjadinya peristiwa likuifaksi.
Dalam menentukan suatu daerah memiliki potensi likuifaksi atau tidak
bisa dengan dua cara yaitu tes uji laboratorium dan tes uji lapangan yang nantinya
akan dihitung faktor keamanannya. Pada tes uji lapangan, tes yang sering
dilakukan ialah tes CPT, SPT, BPT, dan Vs. Mengacu pada fenomena likuifaksi,
maka penting bagi kita untuk menganalisa potensi likuifaksi ketika kita akan
mendirikan suatu bangunan di atas tanah yang sekiranya memiliki potensi
likuifaksi. Hal ini yang juga melatar belakangi penulis untuk menganalisis potensi
likuifaksi pada daerah pantai Kota Ende, Nusa Tenggara Timur yang sedang
dibangun PLTU di atasnya. Mencermati hal tersebut maka penulis akan
menyajikan data serta analisis dari interpretasi data CPT dan SPT pada lokasi
tersebut
untuk
mengetahui
potensi
likuifaksi
jika
1
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
terjadi
gempa.
Universitas Indonesia
1.2
Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan hanya meliputi analisis likuifaksi setempat
dengan menggunakan data CPT dan SPT yaitu di daerah Ende, NTT. Dan hasil
dari kedua data tersebut dibandingkan agar lebih terlihat apakah data (CRR,
Cyclic Resistance Ratio) dari CPT dapat diaplikasikan dalam perhitungan CRR
yang ada sekarang.
1.3
Tujuan Penelitian
Skripsi ini bertujuan untuk dapat memberi pendalaman pemahaman, baik
untuk penulis sendiri maupun mahasiswa yang lain dalam bidang geoteknik
khususnya untuk masalah analisis potensi likuifaksi pada suatu daerah dengan
data CPT dan SPT, dalam kasus ini penulis mengambil contoh daerah Kota Ende,
Nusa Tenggara Timur Hal-hal yang akan diangkat yaitu mengenai :
1. Perilaku tanah akibat gempa
2. Analisis perhitungan CRR dengan menggunakan data CPT dan SPT
3. Faktor keamanan pada tanah berpasir akibat peristiwa likuifaksi dari
interpretasi data CPT dan SPT
4. Membandingkan hasil analisis data yang diperoleh dari pengolahan data
CPT dan SPT terhadap potensi likuifaksi
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh kenaikan tekanan air pori dan adanya beban siklik
terhadap tanah yang ditinjau.
2. Mengidentifikasi potensi likuifaksi dan bahaya yang dapat terjadi pada
area yang ditinjau.
3. Mengetahui perbedaan analisis likuifaksi dari data CPT dan SPT sehingga
didapat kesimpulan apakah pendekatan dengan CPT dan SPT sama atau
berbeda.
1.5
Sistematika Penulisan
Metode penulisan dalam seminar ini dibagi dalam beberapa bab yaitu :
2
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
3
BAB 1 PENDAHULUAN
Berisi pendahuluan yang memuat latar belakang permasalahan, ruang
lingkup penulisan, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Menjelaskan landasan teori tentang tanah, hal – hal yang berhubungan
dengan gempa, peristiwa likuifaksi, dan tentang metode yang akan
digunakan.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Menguraikan beberapa metode yang berhubungan dengan alur penelitian
untuk memperoleh tujuan yang ingin dicapai berdasarkan penelitian yang
telah ditetapkan.
BAB 4 PEMBAHASAN
Berisi proses dan hasil analisis yang telah didapatkan dari beberapa
metode yang diterapkan guna menganalisis potensi likuifaksi di area
yang ditinjau.
BAB 5 PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran dari hasil analisis yang telah diperoleh.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
BAB 2
DASAR TEORI
2.1
Likuifaksi
Dalam peristiwa gempa bumi, umumnya diikuti oleh serangkaian
guncangan dan penyesaran tanah akibat dari gelombang gempa yang sampai pada
permukaan dan terkadang menimbulkan tsunami. Guncangan tanah dan
penyesaran tanah pada lingkungan geologi tertentu salah satunya akan
menyebabkan likuifaksi. Proses ini dapat menyebabkan bangunan rusak, retak
maupun runtuh, kerusakan bangunan akibat likuifaksi ini dikatakan sebagai
kegagalan tanah (Kertapati, 1998).
Youd (1980) dan Kertapati (1998) meninjau dari beberapa kerusakan
berat atau kerusakan total pada bangunan karena peretakan tanah akibat proses
likuifaksi bahwa kerusakan ringan terjadi pada pergeseran tanah sejauh 50-100
mm, kerusakan yang memerlukan perbaikan ringan atau kerusakan sedang terjadi
akibat pergeseran tanah sejauh 120-600 mm, dan kerusakan berat dengan
pergeseran tanah sejauh lebih dari 760 mm. Perubahan sifat tanah dari sifat solid
menjadi sifat seperti likuid yang terjadi pada tanah jenuh air diakibatkan oleh
peningkatan tekanan air pori dan pengurangan tegangan efektif tanah dan
sekaligus juga mengurangi kekuatan geser tanah yang bersangkutan. Apabila hal
tersebut terjadi dan tanah kehilangan kekuatan gesernya maka akan terjadi
likuifaksi.
2.1.1 Definisi Likuifaksi
Likuifaksi merupakan kondisi dimana tanah mendapat beban siklik,
misalnya beban yang diakibatkan oleh gempa, sehingga mengakibatkan tanah
tersebut berdeformasi dari solid menjadi cair (liquefied) atau yang sering
dikatakan menjadi seperti bubur. Dalam hal ini, tanah yang mengalami likuifaksi
adalah tanah berjenis pasir atau mengandung banyak pasir yang berarti tanah
tersebut tidak kohesif, dan juga tersaturasi. Pada tanah non-kohesif yang
tersaturasi (celah – celah antar partikelnya terisi dengan air). Kandungan air
tersebut akan memberikan tekanan pada partikel tanah sehingga menyebabkan
4
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
5
adanya ikatan pada partikel – partikel tanah tersebut. Sebelum terjadinya gempa,
tekanan air pori relatif rendah, namun guncangan dari gempa dapat memicu
kenaikan tekanan air dalam tanah sampai pada titik dimana partikel – partikel
tanah dapat saling bergerak atau kehilangan ikatannya.
Beban yang bekerja merupakan beban siklik (dinamik) yang umumnya
diakibatkan oleh gempa. Pada saat beban gempa bekerja dalam kondisi undrained
sedangkan tanah berjenis pasir berada pada kondisi tersaturasi, maka tegangan air
pori akan naik sehingga tanah tersebut akan kehilangan kekuatannya atau kuat
gesernya menjadi nol.
Fenomena yang terkait dengan likuifaksi adalah flow liquefaction dan
cyclic mobility. Keduanya sangat penting untuk diperhatikan dalam mengevaluasi
bahaya likuifaksi. Flow liquefaction adalah peristiwa dimana terjadi aliran – aliran
tanah. Hal ini terjadi apabila tekanan geser statis yang diperlukan untuk mencapai
kesetimbangan pada suatu massa tanah jauh lebih besar daripada tegangan geser
tanah dalam kondisi cair (liquefied). Dengan kata lain, deformasi yang terjadi
merupakan akibat dari tekanan geser statik (static shear stress). Pada peristiwa
flow liquefaction ini, terdapat dua karakteristik yang dapat dilihat yaitu kecepatan
aliran dan perpindahan material tanah yang sangat besar.
Cyclic mobility merupakan fenomena lainnya yang juga dapat
menyebabkan deformasi permanen yang sangat besar akibat adanya guncangan
gempa. Berbeda dengan flow liquefaction, dalam static mobility kondisinya adalah
tekanan geser statis lebih kecil dibandingkan dengan tegangan geser tanah cair
(liquefied). Pada fenomena ini, deformasi yang terjadi diakibatkan oleh
pembebanan siklik (cyclic loading) dan tekanan geser statis (static shear stress).
Dalam hal ini, deformasi yang terjadi adalah deformasi lateral (lateral spreading).
Tercatat bahwa likuifaksi sebagai akibat dari gempa telah banyak terjadi
di seluruh dunia selama ratusan tahun, beberapa diantaranya adalah gempa di
Alaska, AS (1964), Niigata, Jepang (1964), Loma Prieta, AS (1989), dan Kobe,
Jepang (1995).
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
6
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi potensi Likuifaksi
Untuk dapat memahami likuifaksi, diperlukan pengenalan kondisi yang
terdapat pada tanah sebelum terjadinya gempa. Tanah terdiri dari partikel –
partikel yang menyusunnya. Jika dilihat lebih dekat maka akan terlihat bahwa
setiap partikel berhubungan dengan partikel lainnya. Karena adanya gaya berat
dari partikel tanah, maka terdapatlah gaya antar partikel. Gaya inilah yang
membuat setiap partikel tanah dapat berada tetap pada posisinya sehingga ada
yang dimaksud dengan kekuatan tanah.
Likuifaksi terjadi apabila suatu pasir yang tersaturasi strukturnya
terpecah akibat adanya pembebanan yang berlebihan dan terus – menerus. Karena
strukturnya hancur, maka partikel – partikel penyusun pasir tersebut akan
bergerak dan cenderung membentuk suatu konfigurasi yang lebih keras. Pada saat
terjadinya gempa, air yang berada pada pori – pori tanah berpasir tidak sempat
mengalir keluar, dan terperangkap sehingga partikel – partikel tanah tidak dapat
bergerak dan merapat untuk membentuk konfigurasi yang lebih padat. Dengan
adanya pembebanan akibat gempa, tekanan air di dalam tanah akan meningkat
sehingga memperkecil gaya antar partikel tanah sehingga kekuatan tanahnya
menjadi menurun. Pada kasus – kasus yang ekstrim, tekanan air pori akan menjadi
sangat tinggi sehingga partikel – partikel tanah kehilangan kontak satu dengan
lainnya. Jika hal tersebut terjadi maka tanah akan kehilangan kekuatannya dan
berlaku seperti cairan, maka peristiwa tersebut dinamakan likuifaksi.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya likuifaksi pada
tanah saat terjadi gempa antara lain adalah kepadatan tanah, umur dari deposit,
fabric dan gradasi partikel, riwayat tegangan (regangan), nilai Over Consolidation
Ratio (OCR), kondisi tegangan in- situ, bentuk dari partikel.
Kepadatan dari tanah pasir dapat dinyatakan dengan nilai relative density
(Dr). Semakin besar nilai Dr maka akan semakin besar tahanannya terhadap
bahaya likuifaksi. Likuifaksi umumnya terjadi pada tanah yang bergradasi
seragam (uniformly graded soil). Sementara tanah yang bergradasi baik (well
graded soil) umumnya mempunyai tahanan terhadap likuifaksi lebih besar
dibandingkan dengan tanah yang bergradasi jelek (poor graded soil). Hal ini
disebabkan oleh partikel-partikel kecil yang terdapat pada tanah bergradasi baik
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
7
akan dapat mengisi rongga yang ada diantara partikel yang besar, sehingga
potensi untuk mengalami perubahan volume pada kondisi drain akan menjadi
lebih kecil akibat undarained loading.
Semakin tua umur dari deposit tersebut maka semakin besar tahanannya
terhadap bahaya likuifkasi. Hal ini disebabkan antara lain karena adanya proses
sementasi (cementation) antara partkel. Semakin besar nilai OCR maka semakin
besar nilai Ko yang mana akan menaikkan tegangan efektif rata-rata tanah (σ’av).
Tahanan terhadap likuifaksi akan meningkat dengan meningkatnya tegangan
efektif confining. Sebagai akibatnya suatu daerah dimana air mukanya tinggi atau
dekat ke permukaan akan lebih mudah mengalami proses likuifaksi dibandingkan
dengan daerah dimana muka air terdapat pada posisi yang cukup dalam dari
permukaan.
Tanah dengan partikel yang berbentuk bundar akan lebih mudah
mengalami likuifaksi dibandingkan dengan tanah dengan partikel bersudut. Hal
ini disebabkan tanah dengan partikel berbentuk bundar lebih mudah untuk
dipadatkan.
2.1.3 Bahaya yang Disebabkan oleh Peristiwa Likuifaksi
Likuifaksi hanya terjadi pada tanah yang tersaturasi, maka efeknya
seringkali hanya diamati pada area yang dekat dengan badan air seperti sungai,
danau, dan laut. Efek yang disebabkan oleh likuifaksi dapat berupa longsor besar
ataupun terjadinya retakan – retakan pada tanah yang paralel dengan badan air,
seperti kasus yang terjadi pada Montagua River, Guatemala (1976).
Saat terjadinya likuifaksi, kekuatan tanah menjadi berkurang dan
kemampuan tanah untuk mendukung pondasi dari bangunan diatasnya akan
berkurang pula. Likuifaksi juga dapat memberikan tekanan yang besar pada
dinding – dinding penahan tanah yang dapat menyebabkan dinding penahan tanah
menjadi miring ataupun bergeser. Naiknya tekanan air pori juga dapat memicu
terjadinya longsor (land slides) serta rusaknya bendungan.
Pelabuhan dan dermaga umumnya berada pada area dekat badan air yang
berpotensi terjadi likuifaksi. Pada umumnya, dermaga dan pelabuhan memiliki
struktur penahan yang sangat besar. Jika tanah dibelakang dinding penahan
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
8
tersebut mengalami likuifaksi, maka dapat terjadi kegagalan pada dinding
penahan tanah tersebut sehingga dinding itu dapat bergeser, miring, ataupun
rubuh.
Selain pada dinding penahan tanah, likuifaksi juga seringkali merusak
jembatan yang melewati badan air. Pergerakan tanah pada peristiwa likuifaksi
dapat mendorong pondasi jembatan keluar sehingga jembatan kehilangan
supportnya, atau menyebabkan terjadinya buckling pada pondasi jembatan.
Kerusakan – kerusakan semacam ini membawa konsekuensi yang besar dalam
mendesain bangunan – bangunan pada tanah pasir yang berada dekat badan air.
Sebagai akibat jangka panjangnya, tentunya akan terdapat kerugian materi yang
sangat besar apabila terjadi kegagalan pada struktur dibawah tanah akibat
likuifaksi.
Namun pada penelitian ini penulis lebih menekankan pada bangunan
PLTU Ende yang posisinya berada pada tanah kepasiran yang cukup memiliki
potensi likuifaksi. Berikut adalah gambar yang mengilustrasikan efek dari
likuifaksi.
Gambar 2.1. Ilustrasi efek likuifaksi
Sumber : The Institution of Professional Engineers of New Zealand
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
9
2.2
Teori Dasar Gempa Bumi
2.2.1 Teori Lempeng Tektonik
Teori lempeng tektonik yang dikembangkan sejak tahun 1960-an
merupakan teori yang menggambarkan bagaimana gempa bumi terjadi. Menurut
teori lempeng tektonik, permukaan bumi terdiri dari lempeng-lempeng tektonik
yang berbeda-beda, bisa disebut juga sebagai lempeng litosphere, dengan masingmasing pelat memiliki kerak atau lapisan dan bagian yang lebih kaku pada mantel
terluar. Lempeng-lempeng tektonik ini aktif bergerak dan menimbulkan pelepasan
energi akibat tekanan yang dihasilkan oleh pergerakan lempeng-lempeng.
Tekanan tersebut kian membesar dan mencapai keadaan dimana tekanan tersebut
tidak dapat ditahan oleh pinggiran lempeng, pada saat itulah gempa bumi terjadi.
Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan-perbatasan lempeng tersebut.
Batas lempeng (plate boundaries) dibedakan menjadi tiga jenis
berdasarkan cara lempengan tersebut bergerak relatif satu sama lain. Tiga jenis
batas lempeng tersebut adalah :

Batas Divergen (Divergent Boundaries)
Batas Divergen terjadi ketika dua lempeng bergerak saling menjauhi satu
sama lain. Magma panas yang keluar ke permukaan akibat pergerakan dua
lempeng ini mengalami proses pendinginan dan membentuk punggungpunggung bukit. Gempa bumi yang terjadi akibat pembentukan punggung
bukit ini hanya terjadi di sekitar puncak bukit, pada saat kerak baru
terbentuk. Gempa ini relatif kecil dan terjadi pada kedalaman yang dangkal.

Batas Konvergen (Convergent Boundaries)
Berbeda dengan Batas Divergen, Batas Konvergen ini terjadi ketika dua
lempeng bergerak bergesekan saling mendekati satu sama lain sehingga
membentuk zona subduksi (subduction zone) ketika salah satu lempeng
bergerak di bawah lempeng lainnya.

Batas Transform (Transform Boundaries)
Batas Transform atau biasa disebut Patahan (Fault) terjadi pada saat
lempeng bergerak dan mengalami gesekan satu sama lain tanpa
menimbulkan efek konstruktif ataupun destruktif pada lapisan bumi seperti
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
10
yang terjadi pada Batas Divergen dan Batas Konvergen. Pada saat
pergerakan relatif kedua lempeng sejajar satu sama lain, zona patahan
strike-slip (strike-slip fault zone) terbentuk pada Batas Transform.
Gambar 2.2. Tiga Jenis Batas Lempeng (Plate Boundary)
Sumber : Wikipedia
Kebanyakan gempa bumi terjadi akibat pelepasan energi yang terjadi
akibat perpindahan tiba-tiba dari patahan. Walaupun demikian tidak berarti bahwa
pergerakan tanah yang terjadi akibat patahan selalu menimbulkan gempa bumi.
2.2.2 Besaran Kekuatan Gempa
Terdapat dua cara dasar dalam mengukur kekuatan gempa, yaitu
berdasarkan magnitudo gempa (earthquake magnitude) dan berdasarkan intensitas
kerusakan yang diakibatkannya (earthquake intensity). Magnitudo gempa tidak
bergantung pada kepadatan populasi suatu wilayah maupun jenis konstruksi
bangunan yang ada di wilayah tersebut, sedangkan intensitas mengukur bahaya
kerusakan yang diakibatkan oleh gempa pada bangunan dan reaksi orang-orang di
suatu wilayah.

Earthquake Magnitude
Jika besar gempa di bumi ini ingin dibandingkan, dibutuhkan suatu
metode perhitungan yang tidak bergantung pada intensitas gempa,
kepadatan penduduk, dan jenis bangunannya, tetapi langsung kepada
skala kuantitatif gempa yang dapat diterapkan pada daerah dengan
penduduk maupun tanpa penduduk. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengkuantifikasi gempa sebagai magnitudo gempa yang pertama kali
diperkenalkan oleh Wadati di Jepang pada tahun 1931.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
11
a.
Local Magnitude Scales (ML)
Pada tahun 1935, Prof. Charles Richter, dari Institut Teknologi
California mengembangkan skala besaran gempa untuk gempa
dangkal dan lokal serta memiliki episentrum berjarak kurang dari 600
km di daerah selatan California. Skala besaran gempa ini disebut
sebagai skala besaran Richter. Karena skala besaran ini dikembangkan
untuk gempa dangkal dan local, skala ini juga dikenal sebagai Local
Magnitude Scale (ML). Richter mendefinisikan magnitude local
gempa sebagai logaritma berbasis 10 dari amplitude gelombang
gempa maksimum dalam micron direkam menggunakan sesimograf
Wood-Anderson yang terletak pada jarak 100 km dari episentrum
gempa.
ML = log A – log Ao = log A/Ao
(2.2.1)
Dengan:
ML
= besaran gempa
A = amplitudo jejak gempa maksimum (mm) yang direkam oleh
seismograf standar Wood-Anderson yang memiliki periode natural
0,8 detik dengan faktor redaman 80% dan magnifikasi statis sebesar
2800.
Ao = 0,001 mm (skala gempa lokal nol yang berhubungan dengan
besaran gempa terkecil yang pernah direkam)
b.
Surface Wave Magnitude Scales (Ms)
Skala ini digunakan untuk mengukur besaran gempa yang terutama
ditimbulkan oleh gempa permukaan dengan periode sekitar 20 detik
yang sering dominan pada rekaman seismograf untuk gempa yang
memiliki episentrum cukup jauh dari tempat (sekitar lebih dari 2000
km). Gutenberg mendefinisikan Surface Magnitude Scale (Ms)
berdasarkan pengukuran amplitude gelombang gempa permukaan
dengan periode 20 detik.
c.
Body Wave Magnitude (mb)
Gempa yang memiliki focus yang dalam hanya memiliki sedikit
gelombang permukaan sehingga dibutuhkan pengukuran terhadap
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
12
amplitude gelombang P yang merupakan salah satu jenis gelombang
badan yang tidak dipengaruhi oleh kedalaman focal sumber gempa.
d.
Moment Magnitude Scales (Mw)
Besaran menggunakan magnitude gempa dengan pendekatan momen
seismic yang langsung berhubungan dengan ukuran sumber gempa
yang dihitung dengan formula berikut
=
,
− 10,7
(2.2.2)
Dengan Mo adalah moment seismic dalam satuan dyn-cm.

Earthquake Intensity
Skala intensitas gempa pertama kali disusun oleh de Rossi dari Italia dan
Forel dari Swiss pada tahun 1880 kemudian dikembangkan dan diperbaiki
oleh Mercalli pada tahun 1931. Versi lainnya disusun oleh H.O. Wood dan
Frank Neumann. Jepang juga mengeluarkan skala intensitas gempanya.
2.3
Karakteristik Dasar Tanah
Ukuran partikel tanah sangat beragam, yaitu antara lebih besar dari 100
mm sampai kurang dari 0.001 mm. Dari ukuran yang sangat beragam tersebut,
maka setiap jenis tanah memiliki sebutan yang berbeda, dimulai dari yang paling
halus partikelnya yaitu lempung, lanau, pasir, kerikil, cobbles, dan boulders untuk
bebatuan yang paling keras dan partikelnya paling besar. Pada umumnya, jenis
tanah terdiri dari campuran berbagai rentang ukuran dan biasanya lebih dari dua
rentang ukuran. Namun partikel yang berukuran lempung tidak selalu merupakan
mineral lempung, bubuk batu yang paling halus mungkin berukuran partikel
lempung. Jika mineral lempung terdapat pada suatu tanah, biasanya akan dapat
mempengaruhi sifat tanah tersebut, meskipun persentasenya tidak terlalu besar.
Secara umum, tanah disebut kohesif bila partikel – partikelnya yang
saling melekat setelah dibasahi, kemudian dikeringkan maka diperlukan gaya
yang cukup besar untuk meremas tanah tersebut, ini tidak termasuk tanah yang
partikel – partikelnya saling melekat ketika dibasahi akibat tegangan permukaan.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
13
Gambar 2.3. Rentang Ukuran Partikel
Sumber: R.F.Craig, 1991
Tanah yang partikelnya terdiri dari rentang ukuran kerikil dan pasir
disebut tanah berbutir kasar (coarse grained). Sebaliknya, bila partikelnya
kebanyakan berukuran partikel lempung dan lanau, disebut tanah berbutir halus
(fine grained).
2.3.1 Sifat – sifat fraksi tanah berbutir kasar
Ukuran butiran tanah tergantung pada diameter partikel tanah yang
membentuk masa tanah itu. Secara visual, fraksi tanah berbutir kasar dapat
dikenali secara langsung mengingat ukurannya yang besar.
Material tanah berbutir kasar paling banyak digunakan dalam konstruksi
karena sifat – sifatnya yang menguntungkan. Berikut ini adalah beberapa sifat –
sifat fraksi tanah berbutir kasar, yaitu :

Tidak mempunyai sifat kohesi

Tingkat kompressibilitas yang tinggi dan nilai elastisitas yang besar,
sehingga baik untuk material urugan. Material ini banyak dipakai untuk
mengganti lapisan tanah yang buruk pada konstruksi jalan raya.

Porositas tinggi karena banyak mempunyai celah atau void dalam susunan
strukturnya

Mempunyai kuat geser yang besar

Dapat terkonsolidasi dalam waktu yang relative cepat

Partikel berukuran > 0.075 mm.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
14
2.4
Tegangan Dalam Tanah
Besarnya pengaruh gaya – gaya yang menjalar dari partikel ke partikel
lainnya dalam kerangka tanah telah diketahui sejak tahun 1923, ketika Terzaghi
mengemukakan prinsip tegangan efektif yang didasarkan pada data hasil
percobaan. Untuk rentang tegangan yang biasa dijumpai dalam praktek, masing –
masing partikel padat dan air dapat dianggap tidak kompresibel; di lain pihak,
udara bersifat sangat kompresibel. Tanah dapat divisualisasikan sebagai suatu
kerangka partikel padat tanah (solid skeleton) yang membatasi pori – pori yang
mana pori – pori tersebut mengandung air dan/atau udara. Volume kerangka tanah
secara keseluruhan dapat berubah akibat penyusunan kembali partikel – partikel
padat pada posisinya yang baru, terutama dengan cara menggelincir yang
menyebabkan terjadinya perubahan gaya – gaya yang bekerja diantara partikel –
partikel tanah. Kompresibilitas kerangka tanah yang sesungguhnya tergantung
pada susunan struktural partikel tanah tersebut.
Prinsip tersebut dapat diwakili oleh model fisis sebagai berikut. Tinjaulah
sebuah ‘bidang’ x-x pada suatu tanah jenuh sempurna yang melewati titik – titik
singgung antar partikel, seperti terlihat pada gambar berikut. Bidang x-x yang
bergelombang tersebut, dalam skala besar, sama dengan bentuk bidang yang
sebenarnya karena ukuran partikel tanah relatif kecil. Sebuah gaya normal P yang
bekerja pada bidang A sebagian ditahan oleh gaya – gaya antar partikel dan
sebagian oleh tekanan pada air pori. Gaya – gaya antar partikel pada seluruh
tanah, baik besar maupun arahnya, sangat tidak beraturan (acak), tetapi pada tiap
titik singgung dengan bidang yang bergelombang dapat diuraikan menjadi
komponen – komponen gaya yang arahnya normal dan tangensial terhadap bidang
x-x yang sebenarnya. Komponen normal dinamakan dengan N’ dan komponen
tangensial dengan T.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
15
Gambar 2.4. Interpretasi Tegangan Efektif
Sumber: R.F.Craig, 1991
Tegangan geser dapat ditahan oleh kerangka partikel padat tanah dengan
memanfaatkan gaya – gaya yang timbul karena persinggungan antar partikel.
Tegangan normal ditahan oleh gaya – gaya antar partikel pada kerangka tanah.
Jika tanah berada dalam kondisi jenuh sempurna, air pori akan mengalami tekanan
karena ikut menahan tegangan normal.
2.4.1 Tegangan Efektif
Tegangan efektif adalah gaya per satuan luas yang dipikul oleh butir –
butir tanah. Perubahan volume dan kekuatan tanah tergantung pada tegangan
efektif di dalam massa tanah. Makin tinggi tegangan efektif suatu tanah, makin
padat tanah tersebut.
Prinsip tersebut hanya berlaku untuk tanah jenuh sempurna. Tegangan –
tegangan yang berhubungan dengan prinsip tersebut adalah :

Tegangan normal total (σ); pada bidang di dalam tanah, yaitu gaya per
satuan luas yang ditransmisikan pada arah normal bidang dengan
menganggap bahwa tanah adalah material padat saja

Tekanan air pori (u); merupakan tekanan air pengisi pori – pori di antara
partikel – partikel padat

Tegangan normal efektif (σ’) pada bidang, yang mewakili tegangan yang
dijalarkan hanya melalui kerangka tanah saja.
Hubungan ketiga tegangan diatas adalah : σ = σ’ + u
(2.2.3)
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
16
2.4.2 Tegangan Horizontal (Tegangan Lateral)
Dalam bidang hidrolika, kita mengetahui bahwa tekanan pada benda cair
akan memiliki nilai yang sama dalam berbagai arah. Namun, sangat berbeda
dengan tanah, sangat jarang terjadi pada lapisan tanah alam yang bagian dasarnya
memiliki tegangan horizontal yang sama nilainya dengan tegangan vertikalnya.
Adapun persamaan dari perbandingan tegangan horizontal dan vertical adalah :
σh = K . σv
(2.2.4)
Dimana K merupakan koefisien tekanan tanah. Karena permukaan air
tanah dapat berfluktuasi sehingga dapat merubah nilai tegangan total, maka
koefisien K tidak konstan nilainya pada lapisan tanah. Untuk menghindari
masalah muka air tanah yang fluktuatif, perbandingan tengangan tersebut harus
dalam keadaan kondisi efektif.
σ’h = K0 . σ’v
(2.2.5)
K0 adalah koefisien penting dalam bidang geoteknik. Biasa dinamakan
“koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam” (coefficient of earth pressure at
rest). Hal tersebut menyatakan kondisi tegangan dalam tanah berada dalam
keadaan efektif dan tidak tergantung dari level muka air tanah. Bahkan jika
kedalaman berubah, K0 tetap konstan, selama dalam lapisan tanah dan kepadatan
yang sama.
2.5
Kekuatan Geser Tanah
Salah satu properties tanah yang terpenting adalah kekuatan geser atau
kemampuan tanah untuk menahan gesekan sepanjang bidang geser dengan
massanya. Kekuatan geser merupakan karakteristik tanah yang dapat menjaga
keseimbangan pada permukaan lereng. Keruntuhan geser tanah terjadi bukan
disebabkan karena hancurnya butir-butir tanah tetapi karena adanya gerak relatif
antara butir-butir tanah tersebut. Kekuatan geser yang dimilki oleh suatu tanah
disebabkan oleh:

Pada tanah berbutir halus (kohesif) misalnya lempung kekuatan geser yang
dimiliki tanah disebabkan karena adanya kohesi atau lekatan antara butirbutir tanah (c soil).
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
17

Pada tanah berbutir kasar (non kohesif), kekuatan geser disebabkan karena
adanya gesekan antara butir-butir tanah sehingga sering disebut sudut geser
dalam (φ soil).

Pada tanah yang merupakan campuran campuran antara tanah halus dan
tanah kasar (c dan φ soil), kekuatan geser disebabkan karena adanya lekatan
(karena kohesi) dan gesekan antara butir-butir tanah (karena φ).
Jika pada suatu titik tertentu pada massa tanah, tegangan geser bernilai
sama dengan kuat gesernya, maka saat itulah akan terjadi keruntuhan. Menurut
Coulomb, kuat geser tanah pada suatu titik pada bidang tertentu, dapat
diekspresikan sebagai suatu fungsi linear dari tegangan normal pada saat
keruntuhan pada titik yang sama pada bidang tersebut.
vτf = c + σf tan φ
(2.2.6)
Dimana c (kohesi) dan φ (sudut geser) merupakan parameter kuat geser.
Berdasarkan prinsip bahwa tegangan geser pada tanah hanya dapat ditahan oleh
partikel padatnya, maka kuat geser harus diekspresikan sebagai suatu fungsi
dalam kondisi efektifnya, yaitu sebagai berikut :
τf = c’ + σ’f tan φ’
(2.2.7)
Hubungan parameter kuat geser dengan prinsip tegangan efektif pada
saat keruntuhan dapat dilihat pada gambar berikut ini, dimana lingkaran Mohr
menunjukkan kasus dengan c’ > 0.
Gambar 2.5. Kriteria keruntuhan Mohr – Coulomb
Sumber: R.F. Craig, 2004
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
18
2.5.2 Kekuatan Geser Tanah Non-Kohesif
Kekuatan geser pada tanah granuler seperti pada pasir hampir mendekati
analogi pada tahanan gesek benda padat pada bidang kontak. Hubungan antara
tegangan normal pada bidang tanah dan kekuatan gesernya dapat ditulis dengan
persamaan berikut :
τf = σ tan φ
(2.2.8)
Dimana
τf = tegangan geser keruntuhan, atau kekuatan geser
σ = tegangan normal pada bidang geser
φ = sudut geser
Sudut geser untuk pasir jenuh sedikit lebih kecil dibandingkan dengan
pasir yang kering untuk kepadatan yang relatif sama. Jika pasir berada dibawah
muka air, maka efek dari tegangan normal air pada bidang geser harus dihitung.
Tegangan normalnya harus dalam keadaan efektif. Tegangannya sama dengan
tegangan total pada sebuah titik dikurangi tegangan air pori. Kekuatan geser
material akan bertambah sejalan dengan besarnya nilai sudut geser. Oleh karena
itu :
τf = (σ – u) tan φ’
(2.2.9)
dimana :
τf = tegangan geser keruntuhan, atau kekuatan geser
σ = tegangan normal pada bidang geser
u = tekanan air pori
φ = sudut geser
2.6
Metode untuk mengevaluasi potensi Likuifaksi
Dalam menganalisis potensi likuifaksi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu tes uji laboratorium dan pendekatan perhitungan dari data tes uji lapangan.
Dalam skripsi ini penulis bertujuan untuk mendapatkan hasil nilai potensi
likuifaksi dari hasil uji lapangan yaitu data CPT (sondir) dan SPT serta
membandingkan nilai CRR yang didapat oleh masing-masing data. Adapun untuk
menganalisis potensi likuifaksi dibutuhkan nilai rasio tegangan siklik (CSR) dan
nilai rasio tahanan siklik (CRR) yang bisa didapatkan dari nilai CPT (sondir), SPT
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
19
(bor dalam), Vs (shearwave velocity), dan beberapa uji tanah lainnya termasuk
Becker Penetration Test (BPT). Namun dalam skripsi ini penulis hanya
membatasi perhitungan dari data CPT dan SPT.
Metode untuk mengevaluasi potensi likuifaksi adalah dengan cara
medapatkan nilai faktor keamanan dari hasil perbandingan nilai CRR (Cyclic
Resistance Ratio) yaitu nilai yang mencerminkan kekuatan tanah terhadap beban
siklis yang biasanya diakibatkan oleh beban gempa bumi dengan CSR (Cyclic
Stress Ratio) yaitu nilai tegangan yang disebabkan oleh gempa bumi. Faktor
keamanan yang digunakan tidak boleh kurang dari satu, karena jika kurang dari
satu maka tanah akan mengalami likuifaksi. Berikut sedikit diilustrasikan oleh
sebuah persamaan :
(2.2.10)
FS =
dimana, jika FS =
< 1 (terjadi likuifaksi)
jika FS =
= 1 (kondisi kritis)
jika FS =
> 1 (tidak terjadi likuifaksi)
2.6.1 Metode evaluasi CSR
Pada tahun 1971 Seed dan Idriss memformulasikan persamaan untuk
rasio tegangan siklik sebagai berikut :
CSR = (τav / σ ‘vo) = 0.65 (a max /g)( σ vo / σ ‘vo)rd
(2.2.11)
dimana a max = aselarasi puncak horizontal pada permukaan tanah yang
disebabkan oleh gempa bumi; g = gravitasi; σ
vo
dan σ ‘vo tegangan overburden
vertikal efektif; dan rd = koefisien tegangan reduksi. Untuk penyederhanaan dan
proyek nonkritis, persamaan berikut mungkin digunakan untuk memperkirakan
nilai rd rata-rata (Liao dan Whitman, 1968) :
rd = 1.0 - 0.00765z
untuk z ≤ 9.15 m
rd = 1.174 - 0.0267z untuk 9.15 ≤ z ≤ 23 m
(2.2.12.a)
(2.2.12.b)
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
20
Gambar 2.6. rd versus Depth Curves Developed by Seed and Idriss (1971)
Sumber : Soil Liquefaction During Earthquakes by I.M Idriss and R.W. Boulanger
Untuk memudahkan perhitungan, TF Blake (1996) memperkirakan
rataan (nilai tengah) plot kurva pada gambar 2.6 oleh persamaan berikut:
(2.2.13)
dimana z = kedalaman dibawah permukaan tanah dalam satuan meter.
Sedangkan Idriss (1999), meneruskan apa yang dikerjakan oleh
Golesorkhi (1989) dilakukan beberapa ratus analisis respon parametrik dan
disimpulkan bahwa nilai rd harus menunjukkan fungsi dari kedalaman dan
earthquake magnitude (Mw). Dan persamaan berikut menunjukkan hasil dari
analisis tersebut.
rd = exp (α (z) + β (z) M )
(2.2.14)
α (z) = -1.012 – 1.126 sin ( ((z)/11.73) + 5.133)
(2.2.14.a)
β (z) = 0.106 + 0.118 sin ( ((z)/11.38) + 5.412 )
(2.2.14.b)
Dimana z adalah kedalaman dalam meter, Mw adalah momen magnitude.
Persamaan diatas secara matematik dapat diterapkan pada kedalaman z ≤ 34 m.
Namun ketidakpastian nilai rd dengan meningkatnya kedalaman, maka persamaan
diatas sebenarnya hanya bisa diterapkan pada kedalaman kurang dari 20 m.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
21
2.6.2 Metode Evaluasi CRR
Dalam mengevaluasi nilai CRR dilakukan pendekatan perhitungan CRR
yang diambil dari konsensus NCEER/NSF tentang ketahanan tanah terhadap
Likuifaksi tahun 1998 mengenai analisis likuifaksi dan literatur buku yang dibuat
oleh I.M Idriss dan R.W Boulanger yang berjudul “Soil Liquefaction During
Earthquakes” tahun 2008.
Beberapa uji lapangan telah memperoleh penggunaan umum untuk
evaluasi potensi likuifaksi, termasuk tes penetrasi standar (SPT), uji penetrasi
kerucut (CPT), kecepatan gelombang geser pengukuran (Vs), dan uji penetrasi
Becker (BPT). Namun batasan pada tulisan ini hanya pada evaluasi data dari CPT
dan SPT.
2.6.2.1
SPT
Diambil dari sebuah konsensus NCEER/NSF tentang ketahanan tanah
terhadap Likuifaksi tahun 1998 mengenai analisis likuifaksi didapatkan metode
evaluasi CRR dengan kriteria untuk evaluasi tahanan likuifaksi berdasarkan nilai
SPT telah digunakan selama bertahun-tahun. Kriteria tersebut sebagian besar
diwujudkan dalam plot kurva antara nilai SPT terkoreksi (NI)60 dan nilai CSR.
Gambar 2.7. Kurva SPT Clean-Sand Base untuk Nilai Gempa Bumi 7.5 dengan
data dari sejarah kasus Likuifaksi
Sumber: Modifikasi dari Seed dkk, 1985
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
22
Kurva CRR pada grafik ini adalah diposisikan untuk memisahkan daerah
dengan data indikasi likuifaksi dengan data yang menunjukkan non-likuifaksi.
Kurva dikembangkan untuk tanah butiran dengan fines content sebesar 5% atau
kurang, 15%, dan 35% seperti yang ditunjukkan pada plot kurva. Kurva CRR
untuk fines content <5% adalah kriteria penetrasi dasar untuk penyederhanaan
prosedur dan selanjutnya disebut sebagai ''kurva dasar SPT pasir murni''. CRR
pada gambar 2.7 hanya berlaku untuk magnitude gempa bumi sebesar 7.5.
Pada kurva SPT clean-sand, beberapa usulan perubahan kriteria SPT
direkomendasikan oleh beberapa peneliti yang hadir dalam konsensus tersebut.
Perubahan pertama adalah lintasan kurva clean-sand base pada (N1)60 untuk
memproyeksikan nilai sekitar 0,05 (gambar 2.7). Penyesuaian ini membentuk
ulang yang kurva clean-sand base untuk mencapai konsistensi yang lebih besar
dengan kurva CRR dan dikembangkan untuk prosedur shear wave velocity dan
CPT. Seed dan Idris (1982) mengembangkan kurva yang asli melalui data aslinya,
tapi ada sedikit data yang membatasi kurva di bagian bawah dari plot.
Di University of Texas, AF Rauch (1998), memperkirakan plot kurva
clean-sand base pada gambar 2.5 oleh persamaan berikut :
(2.2.15)
Persamaan ini hanya berlaku untuk (NI)60 < 30. Untuk (N1)60 ≥ 30,
butiran tanah halus terlalu padat untuk terlikuifaksi dan diklasifikasikan sebagai
tanah nonliquefiable. Persamaan ini dapat digunakan dalam spreadsheet dan
teknik analisis lainnya untuk memperkirakan kurva clean-sand base untuk
perhitungan teknis.
Pada perkembangannya, Seed et. al (1985) mencatat bahwa ada indikasi
nyata tentang naiknya nilai CRR yang seiring dengan meningkatnya fines cotent.
Apakah kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan tahanan likuifaksi atau penurunan
tahanan penetrasi masih belum diketahui. Berdasarkan data empiris yang ada,
Seed dkk mengembangkan kurva CRR untuk berbagai kandungan butiran halus
(fines content) agar lebih sesuai dengan dasar data empiris dan untuk lebih
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
23
mendukung perhitungan dengan spreadsheets dan bantuan perhitungan elektronik
lainnya.
Persamaan berikut ini dikembangkan oleh IM Idriss dengan bantuan R.B.
Seed untuk faktor koreksi (NI)60 penyetaraan nilai clean sand, (NI)60 cs :
(NI)60 cs =
dimana
dan
+
(NI)60
(2.2.16)
ialah koefisien yang didapatkan dari hubungan persamaan berikut
:
Persamaan ini dapat digunakan untuk perhitungan ketahanan likuifaksi
pada umumnya.
Adapun factor koreksi lainnya dibutuhkan untuk perhitungan (NI)60.
Berikut adalah tabel koreksi nilai SPT yang dimodifikasi dari Skempton (1986)
dan disempurnakan kembali oleh Robertson dan Wride (1988).
Tabel 2.1. Tabel Faktor Koreksi untuk (NI)60
Sumber : Skempton (1986) ditulis kembali oleh Robertson dan Wride (1998)
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
24
(2.2.17)
dimana :
Nm = nilai tahanan penetrasi standar;
CN = faktor normalisasi Nm terhadap tegangan overburden pada umumnya;
CE = koreksi rasio energy hammer (ER);
CB = koreksi untuk diameter lubang bor;
CR = factor koreksi dari panjang batang;
CS = koreksi untuk sampel.
Karena adanya peningkatan nilai N-SPT dengan meningkatnya tegangan
overburden efektif, faktor koreksi tegangan overburden harus digunakan (Seed
dan Idriss 1982). Faktor ini umumnya dihitung dari persamaan berikut (Liao dan
Whitman, 1986) :
CN = (Pa / ′vo)0,5
(2.2.18)
dimana nilai CN tidak boleh melebihi dari 1.7.
Sedangkan I.M. Idriss dan R.W. Boulanger tahun 2008 telah
memodifikasi nilai dari beberapa parameter seperti (NI)60 cs , ∆ (NI)60 , dan CRR7,5
yang terangkum dalam persamaan-persamaan seperti berikut.
(NI)60 cs = (NI)60 + ∆ (NI)60
∆ (NI)60 = exp 1.63 +
CRR7,5 = exp(
(
)
,
+
(
)
(2.2.19)
,
,
,
−
−
,
(
)
,
²
+
(2.2.20)
(
)
,
⁴ − 2,8)
(2.2.21)
2.6.2.2
CPT
Keuntungan utama dari CPT ialah tahanan penetrasi profil yang terus
menerus dapat dikembangkan menjadi interpretasi statigrafi. Data
yang
dihasilkan oleh CPT umumnya lebih konsisten dan memiliki repeatability yang
baik sehingga data yang didapatkan relatif mendekati satu sama lain. Statigrafi
yang didapatkan dari CPT memiliki kemampuan lebih dalam interpretasi data
tahanan likuifaksi dibandingkan SPT.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
25
Berdasarkan beberapa sejarah kesalahan kasus dari tahun 1989 Gempa
Loma Prieta, I.M. Idriss menyarankan bahwa kurva clean sand pada gambar 2.8
berikut harus bergeser ke kanan sebesar 10-15%.
Gambar 2.8. Kurva yang direkomendasikan untuk perhitungan CRR dari data
CPT sepanjang data empiris likuifaksi dari gabungan sejarah kasus
Sumber : Soil Liquefaction During Earthquakes by I.M Idriss and R.W. Boulanger
Gilstrap dan Youd (1988) membandingkan perhitungan tahanan
likuifaksi dari keadaan lapangan pada 19 tempat dan menyimpulkan bahwa
ketepatan prediksi potensi likuifaksi dari data CPT memiliki > 85%. Kurva cleansand base pada Gambar 2.8 mungkin didapatkan dari persamaan (Robertson dan
Wride, 1998) berikut :
Jika nilai (q c1N)cs < 50
maka nilai CRR7,5 = 0.833[(qc1N)cs / 1.000] + 0.05
(2.2.22)
Dan jika 50 ≤ (q c1N)cs ≤ 160
maka CRR7,5 = 93[[(q c1N)cs / 1.000]3 + 0.08
(2.2.23)
Normalisasi dari tahanan cone penetration didapatkan sebagai berikut :
qc1N = CN (q c / Pa)
CN = (Pa / ’vo)
n
(2.2.24)
(2.2.25)
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
26
Dalam buku Soil Liquefaction During Earthquake karangan I.M Idriss
dan R.W. Boulanger diketahui bahwa nilai CRR7,5 sebagai berikut :
Jika nilai (q c1N)cs < 211
CRR7,5 = exp [((q c1N)cs/540) + ((q c1N)cs/67)2 - ((q c1N)cs/80)3 +
((qc1N)cs/114)4 – 3)
(2.2.26)
Jika nilai (q c1N)cs > 211, maka CRR7,5 = 2
Dimana:
CQ ialah faktor normalisasi untuk tahanan CPT;
Pa = 1 atm tekanan yang sama yang digunakan oleh σ ‘vo ;
n = eksponen yang bergantung pada jenis tanah;
qc = tahanan ujung konus
Pada kedalaman yang dangkal CQ menjadi sangat besar karena tekanan
overburden yang rendah, namun nilai > 1.7 tidak harus diterapkan. Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya bahwa nilai n bervariasi dari 0.5-1.0 tergantung pada
karakteristik butir tanah (Olsen 1997).
Rasio friksi CPT ( fs ) umumnya meningkat dengan meningkatnya fines
content dan sifat plastisitas tanah, yang memungkinkan perkiraan kasar dari jenis
tanah dan finest content yang dapat ditentukan dari data CPT. Robertson dan
Wride (1998) membuat kembali dengan menyempurnakan grafik sebelumnya
untuk mengestimasi jenis tanah. Batasan antara jenis tanah 2-7 dapat diperkirakan
dari lingkaran konsentrik dan dapat digunakan untuk memperhitungkan pengaruh
karakteristik tanah terhadap qc1n dan CRR. Jari-jari lingkaran tersebut, biasa
didefinisikan indeks tipe perilaku tanah Ic dihtung dari persamaan berikut :
Ic = [(3.47 - log Q)2 - (1.22 + log F)2]0.5
(2.2.27)
dimana
Q = [(qc - σ vo )/Pa ][(Pa / σ ‘vo )n]
(2.2.28)
dan
F = [ fs /(qc - σ vo )] x 100%
(2.2.29)
Grafik perilaku tanah pada Gambar 2.9 dikembangkan menggunakan
eksponen n = 1 yang merupakan nilai yang sesuai untuk tipe jenis lempung.
Namun untuk clean sand,nilai eksponen 0.5 lebih tepat, dan nilai antara 0.5 dan 1
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
27
akan
lebih
tepat
untuk
silt
dan
silty
sand.
Robertson
dan
Wride
merekomendasikan prosedur berikut untuk menghitung tipe indeks perilaku tanah
Ic.
Gambar 2.9. Grafik klasifikasi tanah berdasarkan q c dan Fr oleh Robertson
Sumber : Proceedings of the NCEER Workshop on Evaluation of Liquefaction Resistances of
Soils, T.L. Youd dan I.M. Idriss, editors, Technical Report NCEER-97-022, 41-88
Langkah pertama adalah membedakan karakteristik jenis tanah seperti
tanah lempung dari karakteristik tipe tanah seperti pasir dan lumpur. Diferensiasi
ini dilakukan dengan mengasumsikan sebuah n eksponen sama dengan 1
(karakteristik lempung) dan menghitung dimensi tahanan ujung Q dari persamaan
berikut :
Q = [(qc - σ vo )/Pa ][Pa / σ’ vo ]1.0 = [(qc - σ vo )/ σ’ vo ]
(2.2.30)
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
28
Jika Ic dihitung dengan nilai eksponen 1.0 dan didapat nilai >2.6, tanah
akan diklasifikasikan sebagai lempung dan dapat dianggap ”too clay-rich to
liquefy”, dan analisis selesai. Namun, contoh tanah harus diambil dan diuji untuk
mengkonfirmasi jenis tanah dan tahanan likuifaksi. Kriteria seperti “chinese
criteria”
dapat
diterapkan
untuk
mengkonfirmasi
bahwa
tanah
adalah
nonliquefable. Yang disebut dengan “chinese criteria” sebagaimana didefinisikan
oleh Seed dan Idriss (1982), likuifaksi hanya dapat terjadi jika semua kondisi
berikut terpenuhi :

Kandungan lempung ( partikel lebih kecil dari 5
) lebih kecil 15% dari
beratnya.

Batas cairnya kurang dari 35%

Kandungan kelembaban naturalnya lebih besar dari 0.9 batas cairnya.
Perhitungan nilai ekuivalen normalisasi CPT (qc1N)cs dapat ditentukan
dari persamaan berikut :
(qc1N )cs = Kc qc1N
(2.2.31)
dimana Kc , faktor koreksi untuk karakteristik butir, didefinisikan dari
persamaan berikut (Robertson dan Wride, 1988) :
untuk Ic ≤ 1.64 Kc = 1.0
(2.2.32.a)
untuk Ic > 1.64 Kc = -0.403 Ic4 + 5.581 Ic3 – 21.63 Ic2 +
33.75 Ic –17.88
(2.2.32.b)
Kurva Kc didefinisikan oleh persamaan diatas diplot pada Gambar
2.10
Untuk Ic > 2.6, kurva akan ditampilkan sebagai garis putus-putus menunjukkan
bahwa tanah tersebut memiliki kisaran Ic yang paling mungkin mengalami
likufaksi.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
29
Gambar 2.10. Grain-Characteristic Correction Factor Kc for Determination of
Clean-Sand Equivalent CPT Resistance
Sumber: Robertson and Wride (1998)
Olsen pada tahun 1997 dan Suzuki et. al pada tahun 1995 mengusulkan
sebuah prosedur untuk menaksir potensi likuifaksi dari data CPT. Mereka
menyarankan sesuatu yang prosedur yang berbeda untuk perhitungan nilai CRR
dari data CPT. Alasan untuk merekomendasikan prosedur Robertson dan Wride
(1988) atas prosedur Olsen adalah kemudahan aplikasi dan kemudahan korelasi
yang dapat diukur (dihitung) dengan bantuan komputerisasi. Olsen (1997)
mencatat bahwa hampir semua teknik normalisasi CPT akan memberikan hasil
yang konsisten dengan prosedur normalisasinya pada kedalaman 3-15 m. Untuk
lapisan yang lebih dalam, perbedaan yang signifikan mungkin terjadi untuk kedua
prosedur.
Secara teoritis dan penelitian laboratorium menunjukkan bahwa tahanan
konus CPT (qc) dipengaruhi oleh lapisan tanah lunak diatas ataupun dibawah
konus tersebut. Akibatnya, pengukuran tahanan ujung CPT bernilai kecil dalam
lapisan tipis tanah granular
yang terjepit diantara soft layer daripada lapisan
tebal granular yang sama. Menggunakan solusi elastis sederhana, Vreugdenhil
dkk (1994) mengembangkan prosedur untuk mengestimasi ekuivalen tahanan
CPT pada lapisan tipis kaku yang terletak dalam soft layer. Koreksi ini hanya
berlaku untuk lapisan tipis yang kaku yang tertanam di dalam lapisan lunak yang
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
30
tebal. Robertson dan Fear (1995) merekomendasikan koreksi konservatif qcA/q cB =
2. Kurva tersebut digambarkan pada Gambar 2.11. Selanjutnya analisis data
lapangan oleh Gonzalo Castro dan Peter Robertson untuk lokakarya NCEER
menunjukkan bahwa koreksi berdasarkan qcA/q cB = 2 masih mungkin terlalu besar
dan tidak cukup konservatif. Mereka menyarankan bahwa batas bawah dari
berbagai bidang data diplot oleh G. Castro pada Gambar. 2.8 menyediakan K H
yang lebih konservatif serta nilai-nilai yang harus digunakan sampai studi
lapangan lebih lanjut dan analisis menunjukkan bahwa nilai yang lebih tinggi
yang layak. Persamaan untuk batas bawah dari kurva lapangan sebagai berikut :
KH = 0.25[((H/d c )/17) - 1.77]2 + 1.0
(2.2.33)
Dimana
H = ketebalan lapisan interbedded dalam mm;
qcA dan qcB = tahanan dari lapisan kaku dan lembut masing-masing; dan
dc =
diameter kerucut dalam mm
Gambar 2.11. Thin-Layer Correction Factor KH for Determination of Equivalent
Thick-Layer CPT Resistance
Sumber: Modifikasi Robertson and Fear (1995)
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tinjauan Umum
Dalam menganalisis potensi likuifaksi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu tes uji laboratorium dan pendekatan perhitungan dari data tes lapangan.
Masing-masing cara juga memiliki metoda yang berbeda-beda dan selalu
berkembang. Dalam kasus analisis potensi likuifaksi kali ini penulis menggunakan
pendekatan perhitungan data tes lapangan yaitu CPT dan SPT. Pada kasus ini
penulis mengambil studi kasus di suatu tempat yaitu Kota Ende, Nusa Tenggara
Timur yang mana lahan tersebut sedang dibangun sebuah PLTU.
Analisis menggunakan data CPT dan SPT dilakukan untuk mengetahui
potensi likuifaksi dari masing-masing kedua data tersebut. Tujannya agar kita
dapat mengetahui apakah hasil analisis yang didapatkan dari masing-masing
metode dan data memiliki perbedaan yang signifikan atau tidak serta
mendapatkan nilai tahanan likuifaksi yang lebih kritis untuk mendeteksi potensi
likuifaksi.
Literatur yang digunakan untuk mengevaluasi perhitungannya parameterparameter nilai likuifaksi dalam penelitian ini sebagian besar menggunakan
persamaan-persamaan yang dikembangkan oleh I.M. Idriss dan R.W. Boulanger
dalam buku”Soil Liquefaction During Earthquakes” tahun 2008.
31
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
32
Adapun diagram alir proses metodologi penelitian sebagai berikut :
Gambar 3.1. Diagram alir metodologi penelitian
Sumber : Hasil olahan data penulis
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
33
3.2
Data Teknis
Penelitian ini akan mengabil studi kasus pada proyek pembangunan
PLTU Ende yang dibangun diatas tanah berpasir dan dicurigai memiliki potensi
likuifaksi. Penelitian ini secara umum menganalisa faktor keamanan likuifaksi
yang didapat dari masing-masing data yaitu data CPT dan SPT.
Adapun data teknis yang ada yaitu terbatas pada uji lapangan yang
dilakukan yaitu CPT dan SPT yang nantinya akan dihitung potensi likuifaksi dari
masing-masing data tersebut.
3.2.1 Data CPT
Berikut adalah salah satu contoh data CPT dari hasil uji titik pada lokasi
proyek PLTU ENDE Nusa Tenggara Timur beserta grafik. Data lainnya akan
disertakan pada lampiran.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
34
Tabel 3.1. Tabel Data CPT Proyek PLTU ENDE S-01
Sumber : Data Penyelidikan Tanah PLTU Ende
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
35
Gambar 3.2. Grafik sondir pada titik S-01
Sumber : Hasil olahan data Laboratorium Mekanika Tanah
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
36
3.2.2 Data SPT
Berikut adalah salah satu contoh data SPT dari hasil uji titik pada lokasi
proyek PLTU ENDE Nusa Tenggara Timur beserta grafik. Data lainnya akan
disertakan pada lampiran.
Gambar 3.3. Tabel Bor Dalam SPT (BH-A5)
Sumber :Hasil olahan data Laboratorium Mekanika Tanah
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
37
3.2.3 Analisis Ukuran Butiran
Analisis ukuran butiran terdiri dari dua pengujian yaitu analisis saringan
(sieve analysis) dan uji hydrometer. Tujuannya adalah untuk melihat komposisi
butiran pada material tanah. Dengan melihat komposisi ukuran butiran yang
menyusun tanah tersebut, maka dapat diperkirakan jenis tanahnya dan dapat
diperkirakan juga bagaimana susunan partikelnya.
Berdasarkan pengolahan data dari analisis ukuran butiran, maka didapat
grafik sebaran butiran untuk masing – masing sampel. Berikut grafik ukuran
butiran yang didapat dari sampel tanah di lokasi Proyek PLTU Ende NTT :
Gambar 3.4. Sebaran Butiran Tanah Untuk Sample BH-02 DS 1
Sumber : Hasil olahan data Laboratorium Politeknik Negeri Bandung
3.3
Analisis Likuifaksi
Dalam suatu analisis potensi likuifaksi dibutuhkan suatu nilai pegangan
untuk megetahui apakah likuifaksi terjadi atau tidak. Nilai pegangan ini biasa kita
sebut dengan faktor keamanan. Faktor keamanan yang < 1 menyatakan bahwa
tanah tersebut mengalami likuifaksi, sedangkan faktor kemanan = 1 adalah
kondisi kritis tanah menuju likuifaksi, dan faktor kemanan > 1 menyatakan bahwa
potensi likuifaksi tidak terjadi.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
38
Dalam analisis faktor keamanan dibutuhkan nilai-nilai yang harus
dievaluasi terlebih dahulu. Adapun nilai tersebut ialah nilai CSR (Cyclic Stress
Ratio) dan CRR (Cyclic Resistance Ratio) yang diekspresikan sebagai berikut :
3.3.1 Nilai CSR (Cyclic Stress Ratio)
Dalam penentuan nilai CSR, hal yang dipertimbangkan adalah akselarasi
puncak gempa horizontal pada permukaan tanah (a max) , gravitasi, koefisien
tegangan reduksi, dan nilai overburden pressure. Semua variabel tersebut
diekspresikan dalam persamaan berikut yang juga merupakan persamaan :
CSR = (τav / σ ‘vo) = 0.65 (amax /g)( σ vo / σ ‘vo)rd
Dimana nilai rd dapat ditentukan dari persamaan berikut :
rd = exp (α (z) + β (z) M )
α (z) = -1.012 – 1.126 sin ( ((z)/11.73) + 5.133)
β (z) = 0.106 + 0.118 sin ( ((z)/11.38) + 5.412 )
atau
nilai rd juga bisa didapat dengan persamaan berikut tanpa
dipengaruhi nilai kedalaman.
dan nilai overburden pressure yang didapatkan pada kedalaman yang
ditinjau. Dimana amax didapat dari tabel berikut.
Tabel 3.2. Tabel Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak Muka
Tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia
Sumber : SNI 03-1726-2002
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
39
3.3.2 Nilai CRR
Nilai CRR dapat dihitung dari berbagai data uji lapangan. Data uji
lapangan yang biasa digunakan yaitu CPT (Cone Penetration Test), SPT (Standard
Penetration Test), BPT (Becker Penetration Test), dan Vs (Shear Wave Velocity).
Pada kasus ini penulis hanya melakukan analisis menggunakan data CPT dan
SPT. Adapun cara menganalisis nilai CRR dari CPT dan SPT sebagai berikut.
3.3.2.1
SPT
Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mendapatkan nilai CRR
dari data SPT yaitu sebagai berikut :
a.
Tentukan nilai (N1)60 menggunakan factor koreksi dan normalisasi
dengan persamaan berikut.
(N1)60 = NmCNCECBCRCS
dimana Nm ialah nilai SPT, dan yang lainnya ialah faktor koreksi
(normalisasi) yang dapat ditentukan melalui tabel berikut.
Tabel 3.3. Nilai Faktor Koreksi untuk (N1)60
Sumber : Skempton (1986) ditulis kembali oleh Robertson dan Wride (1998)
b.
Tentukan Finest Content lalu hitung nilai (N1)60 cs yang dipengaruhi
oleh nilai Finest Content itu sendiri.
(N1)60 cs = (N1)60 + ∆ (N1)60
dimana ∆ (N1)60 didapatkan dari persamaan berikut :
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
40
,
∆ (N1)60 = exp 1.63 +
CRR7,5 = exp(
(
)
(
+
,
,
−
,
)
²
,
−
(
)
,
+
(
)
−
,
2,8)
c.
Kemudian tentukan nilai CRR pada besaran skala gempa (Mw) 7.5
dan pasir murni dengan (NI)60 cs < 37,5
CRR7,5 =
(
exp
)
,
(
(
)
,
+
(
)
(
−
)
+
,
⁴ − 2,8)
Jika (N1)60 cs > 37,5 maka tanah tersebut tidak perlu di evaluasi karena
nilai yang rentan akan likuifaksi ialah ketika (N1)60
cs
< 37,5. Jika
(N1)60 cs > 37,5 maka tanah tersebut kuat menahan beban seismik yang
dapat diwakilkan dengan nilai CRR7,5 = 2.
d.
Lalu hitung nilaiCRR terkoreksi dengan persamaan dibawah ini
CRRM = CRR7.5 MSF Kσ Kα
dimana Kα = 1 (asumsi permukaan tanah datar) dan Kσ =
‘
f-1
dan Kσ harus lebih kecil sama dengan 1 dan nilai Pa = 1 atm ≈1kPa.
e.
Dan langkah terakhir yaitu menghitung faktor keamanan likuifaksi
dengan persamaan berikut.
FS = (CRRM / CSR)
Secara ringkas langkah-langkah tersebut digambarkan oleh diagram
alir berikut.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
41
Gambar 3.5. Diagram alir metoda SPT
Sumber : Data olahan penulis
3.3.2.2
CPT
Dalam penentuan nilai CRR dengan data CPT relatif hampir sama, yaitu
dengan mencari faktor koreksi dari data yang ditinjau. Untuk CPT data yang
dijadikan acuan yaitu tahanan ujung konus (qc). Adapun berikut langkah-langkah
untuk mendapatkan nilai CRR dari data CPT :
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
42
a.
Hitung nilai qc1N , yaitu nilai tahanan ujung terkoreksi yang akan
diformulasikan sebagai persamaan berikut.
qc1N = CQ (qc /Pa )
dimana CQ ialah faktor normalisasi tahanan ujung konus. Dan Pa
adalah tekanan pada 1 atm.
b.
Lalu tentukan jenis tanah dengan iterasi ekponen “n” melalui nilai Ic
agar diketahui jenis tanah apa yang sedang diuji. Karena teknik CPT
tidak dapat memiliki sampel yang bisa diiuji di laboratorium.
Persamaan untuk mendapatkan Ic sebagai berikut :
I = [(3.47 - log Q)2 + (1.22 + log F)2]0.5
Jika nilai Ic yang didapatkan >2.6 maka harus dilakukan iterasi
kembali pada nilai Q atau eksponen “n”, karena nilai Ic > 2.6
melambangkan bahwa tanah memiliki butiran halus yang banyak
sehingga tanah padat dan sulit terlikuifaksi, oleh karena itu
perhitungan tidak perlu dilanjutkan.
c.
Hitung nilai Q dengan nilai iterasi “n” sama dengan satu yaitu
melambangkan bahwa tanah diasumsikan sebagai tanah lempung.
Untuk tanah pasir murni (clean-sand) eksponen yang sesuai yaitu 0.5.
Persamaan untuk mencari nilai Q adalah sebagai berikut.
Q = [(qc – σvo)/Pa ][Pa / σ ‘vo ]1.0 = [(q c – σvo )/ σ ‘ vo]
Nilai Q juga dapat dikorelasikan dengan nilai FR (Friction Ratio)
yang akan ditampilkan pada grafik berikut.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
43
Gambar 3.6. Grafik korelasi FC dengan q c dan nilai CRR atau CSR
Sumber : Soil Liquefaction During Earthquakes by I.M Idriss and R.W. Boulanger
d.
Lalu hitung nilai F = [ fs /(q - σvo )] x 100%
e.
Poin selanjutnya yaitu menghitung nilai CSR dan selanjutnya
menghitung nilai CRR dengan persamaan sebagai berikut.
Jika nilai (qc1N)cs < 211
CRR7,5 = exp [((qc1N)cs/540) + ((qc1N)cs/67)2 - ((qc1N)cs/80)3 +
((q c1N)cs/114)4 – 3)
Dan jika nilai (q c1N)cs > 211, maka CRR7,5 = 2
Secara ringkas metoda CPT akan digambarkan oleh diagram alir
sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
44
Gambar 3.7. Diagram alir metoda CPT
Sumber : Data olahan penulis
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
45
3.4
Analisis Output
Adapun output yang dianalisis ialah grafik dari ketiga output yang
dihasilkan yaitu CSR vs Depth, CRR vs Depth, dan FS vs Depth. Dari ketiga
output tersebut juga akan dikorelasikan dengan hasil analisis gradasi butiran dari
masing-masing tiap bor.
Selain menganalisis output grafik, dilakukan juga analisis terhadap kurva
persebaran titik pada lokasi proyek yaitu korelasi antara nilai (NI)60 dengan CRR
(untuk SPT) dan q c1n dengan CRR (untuk CPT).
Setelah menganalisis output diatas maka yang terakhir adalah menarik
kesimpulan dari analisis yang dilakukan pada hasil output data tanah Proyek
PLTU Ende Nusa Tenggara Timur.
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dipaparkan hasil pengolahan data yang telah dihitung
dengan perangkat lunak microsoft excell sehingga didapatkan nilai-nilai yang
kemudian diplot menjadi grafik-grafik yang akan dianalisis untuk masing-masing
data serta dibandingkan dari sumber data yang satu dengan yang lain.
Dalam hal ini analisis likuifaksi hanya dilakukan sampai pada kedalaman
± 15 m. Karena dikutip dari buku “Basic Geotechnical Engineering” karya
Kamalesh Kumar yaitu “It has been reported that possible zone of liquefaction
extends from ground surface to a maximum depth of 15 m. Deeper soils usually
don’t liquefy due to higher confining pressure”. Kutipan diatas menyatakan
bahwa pada kedalaman lebih dari 15 meter efek dari confining pressure lebih
berperan. Makin dalam maka nilai dari confining pressure semakin besar dan
menyebabkan tanah memiliki ketahanan lebih selama gempa bumi berlangsung.
Dan hal tersebut yang melatar belakangi penulis untuk mengevaluasi nilai potensi
likuifaksi hanya sampai kedalaman ±15 meter.
Langkah pertama yang dilakukan dalam menganalisis likuifaksi yaitu
menentukan apakah tanah tersebut memiliki kecenderungan mengalami likuifaksi
atau tidak. Kebanyakan dari tanah yang rentan terhadap likuifaksi yaitu tanah
yang non kohesif. Tanah kohesif bisa mengalami likuifaksi hanya dalam kondisi
tertentu.
4.1
Pengolahan data SPT
Dari data bor dalam SPT yang ada dapat diketahui potensi likuifaksi pada
titik tersebut pada kedalaman tertentu. Adapun nilai yang akan menunjukan
bahwa titik tersebut aman atau tidak dari likuifaksi yaitu “Factor of Safety” (FS).
Nilai FS tersebut akan merepresentasikan potensi likuifaksi yang ada. Ada
beberapa teknik untuk menganalisis likuifaksi. Namun teknik yang paling
sederhana yaitu sebagai berikut :
a.
Langkah pertama yaitu menentukan apakah tanah yang akan ditinjau
memiliki kecenderungan likuifaksi atau tidak
46
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
47
b.
Tanah harus berada dibawah muka air tanah
c.
Langkah selanjutnya ialah menentukan nilai dari cyclic stress
ratio(CSR)
d.
Dengan menggunakan nilai parameter tanah dari berbagai uji
intrepetasi kekuatan tanah seperti SPT, CPT, Vs, BPT dapat dihitung
nilai cyclic resistance ratio (CRR). Jika nilai CSR yang tergantung
dari kekuatan gempa lebih besar dari nilai CRR maka likuifaksi akan
terjadi pada kedalaman yang ditinjau
e.
Pada akhirnya faktor keamanan dihitung sebagai FS =
Berikut ialah perhitungan nilai FS yang dikutip dari rumus yang ada pada
Bab 2 dasar teori.
FS =
dimana, jika FS =
< 1 (terjadi likuifaksi)
jika FS =
= 1 (kondisi kritis)
jika FS =
> 1 (tidak terjadi likuifaksi)
Nilai CSR tergantung dari seberapa besar kekuatan gempa bumi yang
terjadi pada suatu zona tertentu. Untuk lokasi yang ditinjau digunakan PGA =
0,25 g yang didapat dari Peta Wilayah Gempa Indonesia SNI 03-1726-2002.
Gambar 4.1. Peta Wilayah Gempa Indonesia Menurut SNI 03-1726-2002 dengan
Perioda Ulang 500 Tahun
Sumber : SNI 03-1726-2002
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
48
Adapun formula CSR yaitu sebagai berikut :
CSR = (τav / σ ‘vo) = 0.65 (amax /g)( σ vo / σ ‘vo)rd
Dan nilai CRR tergantung dari data tes uji yang dilakukan. Untuk SPT digunakan formula sebagai berikut :
CRRM = CRR7.5 MSF Kσ
Maka dari rumus-rumus tersebut dapat diformulasikan dalam sebuah tabel pada software microsoft excel sebagai berikut :
Tabel 4.1. Contoh tabulasi perhitungan FS dari data SPT (BH-01)
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
49
4.1.2 Hasil Pengolahan Data
4.1.2.1
Grafik CSR, CRR, dan FS
Data bor dalam pada proyek PLTU Ende yang akan dikaji oleh penulis
sebanyak 20 titik bor yang akan disajikan masing-masing grafik CSR, CRR, dan
FS (faktor keamanan) yang semuanya berbanding dengan kedalaman titik uji dari
masing-masing titik bor. Berikut adalah grafik-grafik dari beberapa titik bor yang
telah dihitung dengan formula pada tabel microsoft excell.
Gambar 4.2. Grafik CSR, CRR, FS vs depth (BH-01)
Sumber : Hasil olahan data penulis
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
50
Gambar 4.3. Grafik CSR, CRR, FS vs depth (BH-03)
Sumber : Hasil olahan data penulis
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
51
Gambar 4.4. Grafik CSR, CRR, FS vs depth (BH-12)
Sumber : Hasil olahan data penulis
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
52
Gambar 4.5. Grafik CSR, CRR, FS vs depth (BH-04)
Sumber : Hasil olahan data penulis
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
53
Dari keempat titik yang telah ditampilkan grafiknya seperti diatas maka
dapat dianalisis dari masing-masing titik yang akan dibahas sebagai berikut. Pada
grafik diatas garis hitam menandakan garis berada pada titik sama dengan satu.
Jika grafik FS vs Depth memiliki titik di kiri dari garis hitam tersebut maka dapat
dikatakan bahwa titik tersebut rentan terhadap likuifaksi dan sebaliknya jika di
kanan dari garis hitam maka dapat dikatakan bahwa titik tersebut memiliki
ketahanan terhadap likuifaksi.
Jika dilihat dari keempat grafik dari data SPT diatas dapat diketahui
bahwa ketiga titik mengalami potensi likuifaksi yaitu titik BH-1, BH-3, dan BH12. Sedangkan untuk titik BH-10 tidak memiliki potensi likuifaksi karena nilai FS
lebih besar dari satu.
Jika dilihat dari keseluruhan titik bor SPT, titik-titik yang mengalami
faktor keamanan kurang dari satu (rentan mengalami likuifaksi) ialah titik bor
BH-01, BH-03, BH-04, BH-12, BH-A1, BH-A2, dan BH-A3. Diketahui dengan
percepatan gempa 0,25 g didapatkan setidaknya ada 7 titik bor yang rentan
terhadap likuifaksi sedangkan 13 titik lainnya aman terhadap potensi likuifaksi.
Hal tersebut terjadi karena nilai dari (N1)60cs pada kedalaman tersebut
cukup kecil (<37,5) dan begitu juga dengan nilai finest contentnya yang
menyebabkan kondisi plastisitas tanah kecil. Sedangkan untuk 13 titik bor lainnya
memiliki ketahanan terhadap likuifaksi dikarenakan memiliki gradasi butiran yang
cukup baik (akan dibahas pada analisis gradasi butiran) dan nilai N-SPT yang
cukup besar. Pada grafik kurva dasar clean sand yang telah dimodifikasi oleh
Seed dan kawan-kawan (1985) dapat dikorelasikan nilai dari N-SPT terkoreksi
dengan kurva finest content sehingga didapatkan nilai cyclic resistance ratio
(CRR) sebagaimana tergambar sebagai berikut yang dibandingkan oleh kurva dari
olahan data penulis dengan tujuan melihat tren dari hasil persebaran data PLTU
Ende yang diolah dengan literatur I.M. Idriss dan R.W. Boulanger yang
dibandingkan dengan Seed dan kawan-kawan (1985).
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
54
Gambar 4.6. Grafik perbandingan plot kurva untuk menetukan nilai CRR untuk
pasir murni dan pasir kelanauan
Sumber : Basic Geotechnical Earthquake Engineering oleh Kamalesh Kumar
Dari Gambar 4.6 diatas menunjukkan bahwa persebaran data yang ada
pada tanah PLTU Ende (kurva berwarna biru dan merah) berada pada kisaran
CRR lebih dari 0,2. Hal ini berbeda dengan plot kurva yang dimodifikasi oleh
Seed dan kawan-kawan (1985) yang memiliki persebaran nilai CRR dibawah 0,4.
Namun pada dasarnya jka dibandingkan plot kurva yang dihasilkan hampirlah
sama. Pada data PLTU Ende tidak ditemukan tanah yang memiliki finest content
kurang dari 5% yang mengalami likuifaksi maupun non likuifaksi pada kedalaman
yang ditinjau yaitu 16 meter. Hal tersebut yang menyebabkan tidak
memungkinkannya untuk membuat kurva plot dari data FC < 5% yang
selanjutnya dapat dibandingkan oleh kurva dasar clean sand untuk SPT M =7,5.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
55
4.1.2.2
Gradasi Butiran
Dalam pengujian SPT di lapangan diambil pula sample tanah pada
kedalaman tertentu. Berikut adalah data-data gradasi butiran yang diambil dari
proyek tersebut yang dilakukan tes hydrometer dan sieve analysis. Dari data
tersebut bisa didapatkan nilai finest content dan percent finer guna mendapatkan
nilai koefisien keseragaman (Cu) dan (Cc) yang akan di korelasikan dengan hasil
dari perhitungan potensi likuifaksi di beberapa titik.
Berikut ini adalah contoh data hydrometer dan sieve analysis dari BH-02.
Gambar 4.7. Data hydrometer dan sieve analysis BH-02 (DS 1)
Sumber : Hasil olahan data Laboratorium Politeknik Negeri Bandung
Gambar 4.8. Data hydrometer dan sieve analysis BH-02 (DS 2)
Sumber : Hasil olahan data Laboratorium Politeknik Negeri Bandung
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
56
Dari kedua gambar diatas dapat diketahui bahwa grafik distribusi butiran
dapat berbeda jauh pada titik yang sama dengan kedalaman yang berbeda. Hal
tersebut dapat mengakibatkan potensi likuifaksi yang berbeda. Tanah yang
memiliki gradasi baik lebih tahan terhadap pengaruh beban seismik sehingga
memiliki potensi kecil terhadap likuifaksi, sedangkan pada tanah yang bergradasi
buruk sangat rentan terhadap likuifaksi karena banyak memiliki rongga sehingga
tidak stabil terlebih ketika mengalami beban gempa. Untuk data hydrometer dan
sieve analysis lainnya akan ditampilkan pada lampiran.
4.1.2.3
Nilai Koefisien Keseragaman
Untuk mengetahui apakah suatu tanah memiliki gradasi yang baik atau
tidak adalah dengan melihat dari nilai koefisien keseragaman (Cu dan Cc).
Berikut adalah cara perhitungan nilai Cu dan Cc dari salah satu sample tanah pada
lokasi Proyek PLTU Ende Nusa Tenggara Timur dan akan disajikan tabel yang
merangkum semua nilai Cu dan Cc dari setiap sampel yang ada.
Gambar 4.9. Plot nilai D10 , D30 , D60
Sumber : Hasil olahan data Laboratorium Politeknik Negeri Bandung
Dari grafik diatas dapat diketahui nilai koefisien keseragaman yang
ditunjukan oleh nilai Cu dan nilai koefisien kurvatur ( Cc ). Dari nilai Cu dapat
diketahui apakah tanah tersebut berseragam baik atau buruk. Sedangkan nilai Cc
dapat menunjukan dominansi jenis tanah yang ada pada tanah tersebut.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
57
Berikut perhitungan dari masing-masing nilai Cu dan Cc :
Cu 
D60
D10
Cc 
D302
D10 xD60
Dimana D10 , D30, D60 ialah :
D10 = diameter yang koresponding dengan lolosnya butiran sebanyak10%
(%finer = 10%)
D30 = diameter yang koresponding dengan lolosnya butiran sebanyak
30% (%finer = 30%)
D60 = diameter yang koresponding dengan lolosnya butiran sebanyak
60% (%finer = 60%)
Garis merah menunjukkan nilai D10 , garis hijau menunjukkan nilai D30 ,
dan garis biru menunjukkan nilai D60. Sehingga koefisien keseragaman (CU) bisa
didapatkan yaitu :
Cu 
D60 0.475

 3.8
D10 0.125
Dan nilai Cc ialah :
Cc 
D302
0.222
 0.815
=
D10 xD60 0.1250.475
Dan dengan cara yang sama , perhitungan Cc dan Cu dapat dilakukan
pada setiap titik sehingga didapatkan nilai Cc dan Cu pada setiap titik yang
dirangkum pada tabel berikut.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
58
Tabel 4.2. Tabel nilai Cc dan Cu untuk BH-01 s/d BH-A5
Sumber : Hasil olahan data penulis
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
59
4.1.2.4
Analisis Grafik SPT dan Gradasi Butiran
Dari grafik faktor keamanan yang didapatkan dari data SPT diketahui
bahwa sebagian besar titik bor yang ditinjau adalah aman dari potensi terjadinya
likuifaksi dimana pada grafik faktor keamanan
1. Adapun beberapa titik yang
mengalami likuifaksi bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti nilai dari NSPT pada kedalaman yang ditinjau serta gradasi butirannya yang dapat dilihat dari
nilai koefisien keseragamannya.
Pada sub bab ini akan dikaitkan antara faktor gradasi butiran tanah
terhadap kekuatan tanah terhadap likuifaksi. Pada dasarnya gradasi butiran tanah
yang baik (tidak seragam) akan memberikan ketahanan lebih selama terjadinya
gempa dibandingkan dengan gradasi yang buruk (seragam). Seragam atau
tidaknya suatu gradasi tanah ditunjukan dari kontribusi partikel tanah yang
memenuhi seluruh komponen pada tabel berikut.
Tabel 4.3 Rentang Ukuran Partikel
Sumber: R.F.Craig, 1991
Semakin merata kontribusi komponen dari partikel-partikel diatas maka
semakin baik gradasi yang dimiliki. Adalah suatu cara untuk menentukan apakah
sebuah tanah memiliki gradasi yang baik atau buruk adalah dengan mencari nilai
koefisien keseragaman (Cu) dan koefisien kurvatur (Cc).
Dari grafik distribusi butiran dapat diketahui apakah tanah tersebut
memungkinkan terjadi likuifaksi atau sebaliknya. Dari kurva zona likuifaksi
terhadap gradasi butiran berikut dapat diketahui apakah tanah termasuk dalam
zona rentan likuifaksi atau tidak. Dengan mengambil ukuran butiran terkecil dan
yang terbesar pada masing-masing sampel untuk masing-masing kedalaman maka
didapatkan kurva gradasi butiran rata-rata baru yang dapat dianalisis dengan cara
memplot kurva tersebut dalam rentang distribusi ukuran zona likuifaksi yang
tertera dibawah ini.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
60
Gambar 4.10. Rentang distribusi butiran yang mengalami likuifaksi untu Cu ≥ 3.5
Sumber : Bahan Kuliah Dinamika Tanah “Liquefaction Resistance for Soil” by Widjojo A.P.
Gambar 4.11. Rentang distribusi butiran yang mengalami likuifaksi untu Cu ≤ 3.5
Sumber : Bahan Kuliah Dinamika Tanah “Liquefaction Resistance for Soil” by Widjojo A.P.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
61
Pada sampel tanah yang diambil pada uji penetrasi standar (SPT)
didapatkan 2 tabung pada dua kedalaman yang berbeda yaitu 5.5 sampai dengan 6
meter dan 11.5 sampai dengan 12 meter. Pengambilan sampel tersebut konstan
pada kedalaman yang sama pada tiap titik bor, sehingga didapatkan grafik
distribusi butiran untuk masing-masing kedalaman serta masing-masing nilai Cu.
Berikut adalah plot kurva distribusi butiran tanah dari kedalaman 5.5
sampai dengan 6 meter yang memiliki Cu
3.5.
Gambar 4.12. Rentang Gradasi Butiran DS 1 untuk Cu
3.5
Sumber : Hasil olahan data penulis
Dari rentang gradasi butiran diatas dapat dikatakan bahwa pada
kedalaman 5,5 sampai dengan 6 meter untuk nilai koefisien keseragaman lebih
besar sama dengan 3,5 masih memiliki potensi untuk mengalami likuifaksi karena
kurva merah masih dalam range “possibility of liquefaction” sehingga harus
dihitung lebih detail untuk tiap titik dan kedalamannya agar diketahui jelas apakah
dari faktor lain seperti nilai N-SPT dan finest content dari tanah tersebut
mendukung atau tidak.
Sedangkan untuk kurva distribusi butiran tanah dari kedalaman 5,5
sampai dengan 6 meter yang memiliki Cu
3.5 tergambar sebagai berikut.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
62
Gambar 4.13. Rentang Gradasi Butiran DS 1 untuk Cu
3.5
Sumber : Hasil olahan data penulis
Dari rentang gradasi butiran diatas dapat dikatakan bahwa pada
kedalaman 5,5 sampai dengan 6 meter untuk nilai koefisien keseragaman kurang
dari sama dengan 3,5 tidak memiliki potensi likuifaksi karena distribusi butiran
tanahnya menyebar dan meliputi semua komponen dari clay hingga gravel
sehingga interlock yang terjadi antar partikel cukup tinggi dan menghasilkan
kestabilan struktur tanah.
Untuk kurva distribusi butiran tanah dari kedalaman 11.5 sampai dengan
12 meter yang memiliki Cu
3.5 tergambar sebagai berikut.
Gambar 4.14. Rentang Gradasi Butiran DS 2 untuk Cu
Sumber : Hasil olahan data penulis
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
3.5
63
Dari rentang gradasi butiran diatas dapat dikatakan bahwa pada
kedalaman 11,5 sampai dengan 12 meter untuk nilai koefisien keseragaman lebih
besar sama dengan 3,5 masih memiliki potensi untuk mengalami likuifaksi karena
kurva merah masih dalam range “possibility of liquefaction” sehingga harus
dihitung lebih detail untuk tiap titik dan kedalamannya agar diketahui jelas pada
bagian mana kegagalan likuifaksi terjadi.
Lalu untuk kurva distribusi butiran tanah dari kedalaman 11.5 sampai
dengan 12 meter yang memiliki Cu
3.5 tergambar sebagai berikut.
Gambar 4.15. Rentang Gradasi Butiran DS 2 untuk Cu
3.5
Sumber : Hasil olahan data penulis
Dari rentang gradasi butiran diatas dapat dikatakan bahwa pada
kedalaman 11,5 sampai dengan 12 meter untuk nilai koefisien keseragaman
kurang dari sama dengan 3,5 tidak memiliki potensi likuifaksi karena distribusi
butiran tanahnya menyebar dan meliputi semua komponen dari clay hingga gravel
sehingga interlock yang terjadi antar partikel cukup tinggi dan menghasilkan
kestabilan struktur tanah dalam menahan beban siklik yang diakibatkan oleh
gempa bumi.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
64
4.1.2.5
Analisis Grafik Terhadap Gradasi Butiran
Dari grafik faktor kemanan yang didapatkan pada sub bab diatas dapat
dikaitkan dengan hasil analisis dari gradasi butiran pada masing-masing titik yang
ditinjau. Pada titik bor BH-01, BH-03, BH-04, BH-12, BH-A1, BH-A2, dan BHA3 mengalami kerentanan terhadap likuifaksi di masing-masing kedalaman yang
memiliki faktor keamanan kurang dari satu. Hal ini dapat dipastikan dan dikaitkan
dengan analisis gradasi butiran tanah pada masing-masing titik dan masingmasing kedalamannnya.
Berikut adalah grafik faktor keamanan pada titik bor 1 (BH-01)
berbanding dengan kedalaman serta grafik distribusi butiran pada kedalaman yang
memiliki kerentanan terhadap likuifaksi.
Gambar 4.16. Grafik FS vs Depth BH-01
Sumber : Hasil olahan data penulis
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
65
Gambar 4.17. Rentang Gradasi Butiran DS 2 untuk Cu
3.5
Sumber : Hasil olahan data penulis
Pada gambar 4.16 terlihat bahwa pada kedalaman 10 sampai dengan 16
meter memiliki faktor kemananan kurang dari satu yang mengindikasikan bahwa
pada kedalaman tersebut tanah tidak memiliki cyclic resistance ratio yang cukup
besar dibandingkan dengan cyclic stress ratio yang diakibatkan oleh gempa bumi.
Selain itu data dari gradasi butiran tanah pada kedalaman tersebut juga
menguatkan analalisis dari kecilnya tahanan dari tanah tersebut karena gradasi
butiran tanah yang tergambar pada gambar 4.17 memperlihatkan bahwa tanah
memiliki gradasi yang termasuk pada zona “possibly of liquefaction”.
Pada umumnya tanah yang memiliki gradasi baik memiliki ketahanan
yang cukup besar dalam menerima beban luar seperti pembebanan aksial maupun
lateral, atau acak sekalipun seperti gempa. Pada titik lainnya yang memiliki
kecenderungan likuifaksi akan tergambar sebagai berikut.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
66
Gambar 4.18. Grafik FS vs Depth BH-03
Sumber : Hasil olahan data penulis
Pada titik bor BH-03 didapatkan nilai faktor keamanan kurang dari satu
pada kedalaman 6 hingga 10 meter. Pada kedalaman lainnya faktor keamanan
didapatkan lebih dari satu yang mengindikasikan bahwa pada kedalaman tersebut
tidak rentan terhadap likuifaksi.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
67
Sedangkan pada titik BH-12 dan BH-A3 yang terlampir pada lampiran
tergambar faktor keamanan tanah yang cukup kecil yang juga disebabkan oleh
gradasi butiran tanah yang tidak cukup baik sehingga rentan terhadap likuifaksi
seperti yang terplot pada zona kurva likuifaksi berikut.
Gambar 4.19. Rentang Gradasi Butiran DS 2 untuk Cu
3.5
Walaupun kerentanan likuifaksi dapat dilihat dari gradasi butiran namun
hal tersebut tidak semerta-merta menjadi faktor utama penentu suatu tanah
mengalami likuifaksi atau tidak. Penentu lainnya ialah besarnya nilai N-SPT pada
titik tersebut yang tegambar melalui tabel bor log SPT. Nilai N-SPT pada
kedalaman 10 meter pada titik bor BH-A3 memiliki nilai 13 dimana hal tersebut
nilai yang cukup kecil untuk sebuah N-SPT yang mengindikasikan bahwa tanah
tersebut ialah tanah lunak atau tanah yang loose.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
68
Gambar 4.20. Boring log untuk titik BH-A3
Sumber : Data Penyelidikan Tanah PLTU Ende
Pada Gambar 4.20 dapat dilihat bahwa potensi kegagalan terjadi pada
kedalaman 10 meter dimana pada kedalaman tersebut diketahui bahwa rentang
gradasi butiran tanahnya cukup baik seperti terplot pada gambar berikut.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
69
Pengklasifikasian gradasi butiran ini didasarkan pada nilai koefisien keseragaman
dan kedalaman sampel tanah yang diuji.
Gambar 4.21 Rentang Gradasi Butiran DS 2 untuk Cu
3.5
Sumber : Hasil Olahan Data Penulis
Dari kasus pada titik bor BH-A3 dapat diketahui bahwa nilai ketahanan
tanah terhadap likuifaksi tidak hanya bergatung pada gradasi butirannya saja,
namun hal tersebut hanyalah faktor pendukung disamping dari nilai N-SPT itu
sendiri.
4.2
Pengolahan Data CPT
Berbeda dengan pengolahan data
SPT, pengolahan data
CPT
menganalisis dengan nilai tahanan konus dari alat sondir (CPT). Dari analisis
tersebut bisa didapatkan nilai CRR guna mendapatkan nilai faktor keamanan
dengan cara membagi nilai CRR terhadap CSR. Rumus dari CRR dari data CPT
yaitu :
Jika nilai (qc1N)cs < 211, maka CRR7,5 = exp[((qc1N)cs/540) + ((q c1N)cs/67)2
- ((q c1N)cs/80)3 + ((qc1N)cs/114)4 – 3)
Jika nilai (qc1N)cs > 211, maka CRR7,5 = 2
Dan rumus-rumus lainnya yang ada pada metodologi penelitian untuk
mendapatkan komponen nilai (q c1N)cs. Dari rumus-rumus yang ada untuk
mendapatkan nilai CRR dari data CPT maka diformulasikan dalam tabulasi
perhitungan dengan bantuan perangkat lunak microsoft excell sebagai berikut.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
70
Tabel 4.4. Contoh tabulasi perhitungan FS dari data CPT (S-06)
Sumber : Hasil olahan data penulis
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
71
4.2.1 Hasil Pengolahan Data
Adapun data lapangan yang didapatkan dari uji CPT ialah tahanan ujung
konus (qc) . Dari nilai qc yang ada dapat dihitung nilai friksi dan jumlah hambatan
lekat pada suatu lapisan tanah. Dari nilai tahanan ujung dapat dihitung nilai CRR
yang mewakili nilai ketahanan tanah terhadap beban siklik akibat gempa.Dari
nilai qc diolah menjadi statigrafi tanah dan juga grafik CPT.
Pada hasil pengolahan data ini akan ditampilkan data perhitungan jumlah
hambatan lekat (JHP) dan friction ratio (FR) serta grafik-grafik seperti grafik qc
dan JHP berbanding dengan kedalaman dan juga CSR, CRR dan FS.
4.2.1.1
Grafik CPT
Berikut akan ditampilkan contoh tabel perhitungan nilai JHP dan q c untuk
masing-masing kedalaman dan beberapa contoh grafik sondir dari masing-masing
titik sondir pada lokasi proyek PLTU Ende Nusa Tenggara Timur. Pada gambar
berikut akan ditampilkan contoh tabel perhitungan nilai JHP dan q c berbanding
dengan kedalaman pada titik sondir 1 (S-01) dan tabel lainnya terlampir pada
Lampiran B.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
72
Tabel 4.5. Contoh Tabel Perhitungan nilai JHP dan FR (S-01)
Sumber : Pengolahan Data oleh Laboratorium Mekanika Tanah
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
73
Dengan melakukan perhitungan seperti tabel 4.5 diatas maka dapat diplot
grafik sondir yaitu q c , JHP, dan FR yang berbanding dengan kedalaman. Berikut
akan ditampilkan salah satu hasil dari plot grafik pada titik sondir S-01 yang
dipenetrasi hingga tahanan ujung memiliki nilai 250 kg/m2.
Gambar 4.22. Grafik JHP & qc berbanding dengan kedalaman (S-01)
Sumber : Pengolahan Data oleh Laboratorium Mekanika Tanah
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
74
Dari keseluruhan grafik yang juga terlampir pada Lampiran A
menunjukkan bahwa penetrasi sondir rata-rata berhenti pada kedalaman 7,4
sampai dengan 12,4 meter dimana pada kedalaman tersebut nilai tahanan ujung
(qc) telah mencapai nilai 250 kg/cm2 yang mengindikasikan bahwa pada nilai
tersebut sudah mencapai tanah keras.
4.2.1.2
Grafik CSR, CRR, dan FS berbanding dengan kedalaman
Data bor dalam pada proyek PLTU Ende yang akan dikaji oleh penulis
sebanyak 10 titik sondir yang akan disajikan masing-masing grafik CSR, CRR,
dan FS (faktor keamanan) yang semuanya berbanding dengan kedalaman titik uji
dari masing-masing titik sondir. Berikut adalah beberapa grafik yang telah
dihitung dengan formula pada tabel microsoft excell.
Gambar 4.23. Grafik CSR, CRR, FS vs Depth S-01
Sumber : Hasil olahan penulis
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
75
Gambar 4.24. Grafik CSR, CRR, FS vs Depth S-02
Sumber : Hasil olahan penulis
Dari kedua grafik diatas serta grafik lainnya yang terlampir pada
lampiran A yang menggambarkan grafik CSR, CRR, FS berbanding dengan
kedalaman, diketahui pengujian sondir berhenti pada kedalaman 7,8 sampai 12,4
meter. Dapat dilihat bahwa hampir seluruh titik memiliki faktor keamanan kurang
dari satu untuk masing-masing kedalaman. Jika nilai qc1N diplot bersama dengan
nilai cyclic stress ratio (CRR) kedalam satu grafik maka akan didapatkan sebagai
berikut. Gambar 4.25 berikut adalah perbandingan data olahan penulis dengan
grafik oleh Seed Idriss yang bertujuan melihat tren dari data PLTU Ende.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
76
Gambar 4.25. Kurva yang direkomendasikan untuk perhitungan CRR dari data
CPT sepanjang data empiris likuifaksi dari gabungan sejarah kasus
Sumber : Soil Liquefaction During Earthquakes by I.M Idriss and R.W. Boulanger dan olahan data
penulis
Dari Gambar 4.25 terlihat bahwa hasil plot titik olahan data penulis
cukup jauh berbeda karena persebaran data yang berbeda dimana nilai qc1N untuk
PLTU Ende memiliki rata-rata diatas seratus. Hal ini menyebabkan pergeseran
kurva jauh kearah kanan dibandingkan dengan kurva oleh I.M. Idriss dan R.W.
Boulanger diatas. Selain itu tentunya dengan lokasi yang berbeda memungkinkan
persebaran data yang tidak sama atau seragam, karena masing-masing lokasi
memiliki karakteristik tanah yang berbeda-beda.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
77
4.3
Analisis Perbandingan Pengolahan Data CPT dan SPT
Dalam sub bab ini akan ditampilkan grafik-grafik hasil plot dari hasil
perhitungan masing-masing data untuk tiap titik uji yang dilakukan berdampingan
yang akan dianalisis lebih lanjut. Berikut adalah tabel koordinat titik bor di PLTU
Ende Nusa Tenggara Timur.
Tabel 4.6. Koordinat Titik Bor di PLTU ENDE, NTT
Sumber : Data Tanah PLTU End, NTT
4.3.1 CSR
Dari grafik CSR yang didapatkan dari kedua data CPT dan SPT yaitu
relatif sama, yang membedakan adalah iterpretasi level muka air tanah yang
berbeda oleh CPT terhadap SPT. Berikut grafik nilai CSR (horizontal) vs Depth
(vertikal) pada lokasi titik dimana uji CPT dan SPT dilakukan berdampingan.
Grafik lainnya terlampir pada lampiran A.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
78
Gambar 4.26. Grafik CSR vs Depth (BH-06 & S-03) , (BH-10 & S-05)
Sumber : Hasil olahan data penulis
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
79
Gambar 4.27. Grafik CSR vs Depth (BH-14 & S-09) , (BH-15 & S-01)
Sumber : Hasil olahan data penulis
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
80
4.3.2 CRR
Gambar 4.28. Grafik CRR vs Depth (BH-06 & S-03) , (BH-10 & S-05)
Sumber : Hasil olahan data penulis
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
81
Gambar 4.29. Grafik CRR vs Depth (BH-14 & S-09) , (BH-15 & S-01)
Sumber : Hasil olahan data penulis
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
82
4.3.3 FS
Gambar 4.30. Grafik FS vs Depth (BH-06 & S-03) , (BH-10 & S-05)
Sumber : Hasil olahan data penulis
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
83
Gambar 4.71 Grafik FS vs Depth (BH-14 & S-09) , (BH-15 & S-01)
Sumber : Hasil olahan data penulis
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
BAB 5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Tujuan utama dari tugas akhir ini ialah melihat sebuah potensi likuifaksi
yang terjadi pada suatu wilayah proyek pembangunan PLTU Ende di Nusa
Tenggara Timur. Dengan dua uji lapangan yang dilakukan yaitu bor dalam (SPT)
dan sondir (CPT), bisa didapatkan parameter-parameter yang dapat digunakan
untuk menghitung potensi likuifaksi dari wilayah tersebut yang di analisis dari
masing-masing titik uji. Dari kedua data uji itulah penulis mencoba
membandingkan nilai CSR, CRR, dan FS yang didapatkan dari masing-masing
data yang tentunya memiliki titik yang saling berdampingan. Dari sepuluh titik
yang telah dianalisis didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1) Hasil nilai CRR yang dihasilkan dari metoda CPT dan SPT memiliki
perbedaan yang dikarenakan CPT umumnya memiliki keterbatasan
terhadap tanah berpasir yang mengandung gravel.
2) Hasil nilai CSR yang didapatkan relatif sama dari kedua metoda, sedikit
perbedaan diakibatkan interpretasi muka air tanah yang berbeda dari titik
uji yang berdampingan (CPT dan SPT).
3) Dari hasil nilai CRR yang berbeda, secara langsung mempengaruhi nilai
faktor kemananan yang berbeda pula untuk masing-masing data yaitu CPT
dan SPT.
4) Rata-rata faktor keamanan yang dihasilkan oleh data CPT mengalami
likuifaksi pada kedalaman 1-3 m
5) Potensi likuifaksi dari data SPT memiliki setidaknya 7 titik yang memiliki
potensi likuifaksi yang besar dari 20 titik.
6) Dari hasil evaluasi tahanan tanah terhadap likuifaksi dengan dua metoda
(CPT dan SPT) didapatkan bahwa analisis menggunakan metoda CPT
lebih kritis dibandingkan metoda SPT.
7) Terjadinya likuifaksi tidak semata-mata dilihat dari nilai SPT atau tahanan
ujung yang besar, namun juga bergantung pada gradasi butiran pada tanah
84
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
85
tersebut yang dapat dilihat dari nilai Cu dan Cc. Nilai Cu dan Cc yang
memiliki potensi likuifaksi yaitu Cu < 15 dan Cc ≤ 1 , Cc ≥ 3.
8) Hasil plot kurva N160 dan CRR untuk data SPT memiliki kisaran yang
lebih tinggi dibandingkan plot kurva SPT oleh Seed et al. Namun kurva
yang dibentuk mendekati sebagaimana tergambar sebagai berikut.
9) Hasil plot kurva qc1N dan CRR untuk data CPT cukup berbeda jauh
dikarenakan persebaran data yang cenderung lebih tinggi sehingga kurva
bergeser kearah kanan yang diekspresikan oleh gambar berikut.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
86
5.2
Saran
Penentuan nilai CRR dan faktor kemanan dari kedua data yang berbeda
dengan uji yang berbeda pula perlu menjadi perhatian khusus ketika output yang
dihasilkan memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Dengan perbandingan ini
diharapkan didapatkan sebuah keputusan yang tepat dalam melakukan asumsi
desain pada konstruksi yang akan dibangun diatasnya dengan mengambil nilai
yang paling kritis. Penilaian terhadap nilai qc dibawah 3 Mpa harus ekstra hatihati karena interpretasi jenis perilaku tanah masih dipertanyakan. Dari hasil yang
didapatkan bahwa banyak titik yang memiliki potensi likuifaksi sehingga
dibutuhkan sebuah mitigasi bencana yang dapat berupa sebuah vibroflotation,
deep dynamic compaction, compaction grouting, deep soil mixing maupun jet
grouting dan yang tentunya dipadukan dengan sebuah drainase yang efektif.
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Kramer S. L. (1996). Geotechnical earthquake engineering, Prentice-Hall,
Englewood Cliffs, N.J., 653.
Kumar, Kamalesh. 2008. Basic Geotechnical Earthquake Engineering. New Delhi
: New Age International (P) Ltd., Publishers
______ Michael K. Sharp, Ricardo Dobry, and Ryan Phillips. “CPT-Based
Evaluation of Liquefaction and Lateral Spreading in Centrifuge”.ASCE
Journal of Geotechnical and Geoenviromental Engineering. Diakses
Oktober 2010 dari http://www.ascelibrary.org
I.M. Idriss dan R.W. Boulanger, Soil Liquefaction During Earthquakes 2008.
Jefferies, M. G., and Been, K. 2006. Soil liquefaction ,a critical state approach,
Taylor and Francis, London.
National Center for Earthquake Engineering Research (NCEER), 1997.
Proceedings of the NCEER Workshop on Evaluation of Liquefaction
Resistances of Soils, T.L. Youd dan I.M. Idriss, editors, Technical Report
NCEER-97-022, 41-88
______ P.K. Robertson ; C E Wride. “Evaluating cyclic liquefaction potential
using the cone penetration test”. Cannadian Geotechnical Journal, Juni
1998.
______ P.K. Robertson. “Evaluation of Flow Liquefaction and Liquefied Strength
Using the Cone Penetration Test”. ASCE Journal of Geotechnical and
Geoenviromental Engineering. Diakses 6 Maret 2011 dari
http://www.ascelibrary.org
R.F.Craig dan Budi Susilo, Mekanika Tanah ,1991
Robert, W.Day. (2002). Geotechnical Earthquake Engineering Handbook ,
McGRAW-HILL.
Tim Dosen Geoteknik DTS-FTUI. Bahan Kuliah Dinamika Tanah
Tim Penyusun. 2001. SNI 03-1726-2002 Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa Untuk Bangunan Gedung. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
Tohwata, Ikuo. (2008). Geotechnical Earthquake Engineering , Springer-Verlag
Berlin Heidelberg
87
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
88
LAMPIRAN
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
89
Lampiran 1. Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (BH-02, BH-04, BH-05, BH-06)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
90
Lampiran 2. Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (BH-07 s/d BH-10)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
91
Lampiran 3. Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (BH-11, BH-13, BH-14, BH-15)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
92
Lampiran 4. Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (BH-A1 s/d BH-A4)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
93
Lampiran 5. Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (BH-A5)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
94
Lampiran 6. Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (S-3 s/d S-6)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
95
Lampiran 7. Grafik CSR, CRR, FS vs Depth (S-6 s/d S-10)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
96
Lampiran 8. Grafik Perbandingan CSR vs Depth (BH-01,S-10 & BH-02,S-04 dst)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
97
Lampiran 9. Grafik Perbandingan CSR vs Depth (BH-11,S-06 & BH-12, S-02)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
98
Lampiran 10. Grafik Perbandingan CRR vs Depth (BH-01,S-10 & BH-04,S-07
dst)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
99
Lampiran 11. Grafik Perbandingan CRR vs Depth (BH-11,S-06 & BH-12, S-02)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
100
Lampiran 12. Grafik perbandingan FS vs Depth (BH-01,S-10 & BH-02,S-04 dst)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
101
Lampiran 13. Grafik perbandingan FS vs Depth (BH-11, S-06 & BH-12, S-02)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
102
Lampiran 14. Lokasi titik bor PLTU Ende (Potongan A-A)
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
103
Lampiran 15. Profil tanah PLTU Ende potongan A-A
Universitas Indonesia
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
104
Lampiran 16. Potongan profil A-A (CRR, FS dan jenis tanah)
Analisis potensi..., Rifa Ikhsan, FT UI, 2011
Universitas Indonesia
Download