Paper_PIT-HATTI_2012_Agus_rev - Teknik Sipil UMY

advertisement
16th Annual Scientific Meeting
Jakarta, 4 December 2012
Studi Parametrik Potensi Likuifaksi dan Penurunan Permukaan
Tanah Berdasarkan Uji Sondir
Agus Setyo Muntohar
Geotechnical Engineering Research Group (GERG), Jurusan Teknik Sipil,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia.
Email. [email protected]
ABSTRACT: Pada naskah ini disajikan hasil kajian parametrik terhadap potensi likuifaksi dan penurunan permukaan
tanah akibat gempa. Parameter yang dikaji meliputi percepatan maksimum gempa di permukaan tanah (amax) dan
magnitudo gempa (Mw). Evaluasi likuifaksi untuk setiap pasangan data sondir dihitung dengan menggunakan rumusan
Robertson dan Wride (1998). Estimasi penurunan permukaan tanah menggunakan rumusan metode oleh Zhang dkk.
(2002). Bahaya likufaksi dinilai dengan nilai indeks potensi likuifaksi yang diusulkan oleh Iwasaki dkk. (1978). Hasil
kajian parametrik menunjukkan bahwa magnitudo dan percepatan gempa yang lebih besar menyebabkan lapisan tanah
banyak mengalami likuifaksi dan memicu kerusakan di permukaan tanah Penurunan di permukaan tanah meningkat
tajam dengan bertambahnya magnitudo gempa Mw 7,5–10 dan percepatan gempa maksimum amax = 0,4 g – 0,6 g.
Keywords: likuifaksi, penurunan, percepatan gempa maksimum, magnitudo gempa, sondir
1 INTRODUCTION
Likuifaksi sering terjadi pada tanah berpasir lepas dan
jenuh air bila terjadi gempa bumi. Akibat kehilangan
kuat geser akibat gempa dapat menyebabkan terjadinya
tanah longsor, kehilangan kuat dukung pada fondasi,
dan penurunan fondasi yang berlebihan. Dalam konsep
manajemen bencana (disaster management), tindakan
pengurangan resiko bencana (disaster risk reduction)
harus dijadikan sebagai pengarusutamanya guna
mengurangi dampak dari bencana tersebut. Salah satu
cara untuk mengurangi dampak adalah dengan membuat
zonasi wilayah bahaya atau resiko bencana. Untuk
bencana gempa bumi, zonasi wilayah bahaya gempa
bumi biasanya didasarkan pada pekerjaan mikrozonasi
(microzonation)
terhadap
percepatan
seismik
permukaan tanah atau lapisan batuan (Karnawati dkk,
2007). Namun demikian, dalam perspektif geoteknik,
peristiwa likuifaksi lebih dikenal luas untuk
mengevaluasi
potensi
kerusakan
infrastruktur.
Likuifaksi ini akan menyebabkan terjadi penurunan
permukaan tanah yang dapat menyebabkan kerusakan
bangunan di atasnya (Youd dan Garris, 1995). Oleh
karena itu, untuk keperluan praktis geoteknik maka
evaluasi potensi likuifaksi ini menjadi perlu dilakukan
guna memberikan informasi wilayah bahaya likuifaksi
dan memiliki risiko terhadap kerusakan akibat gempa
bumi.
Potensi likuifaksi pada tanah berpasir akibat gempa
bumi ini dipengaruhi oleh faktor seismik yaitu
magnitudo gempa (Mw), percepatan seismik permukaan
tanah (amax), dan jarak epicenter. Magnitudo gempa
berkaitan langsung dengan energi yang dihasilkan untuk
menggerakan lapisan lapisan batuan atau tanah. Secara
teoritik, semakin besar magnitude gempa maka
percepatan pergerakan permukaan tanah akan semakin
besar. Namun, percepatan gempa pada permukaan tanah
ini akan sangat bergantung pada sifat-sifat lapisan tanah
seperti kekuatan geser tanah. Kekuatan geser tanah di
lapangan ini dapat diketahui dengan melakukan uji
sondir yang akan diperoleh data tahanan ujung (qc) dan
tahanan gesek (qf). Dengan demikian perlu dikaji
magnitudo gempa minimum yang dapat menimbulkan
bahaya likuifaksi. Secara umum penelitian ini bertujuan
untuk evaluasi dua parameter seismik, Mw dan amax,
terhadap bahaya likuifaksi dan penurunan tanah akibat
gempa bumi di Kampus Terpadu UMY.
2 CARA STUDI
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan yang
meliputi : (1) Pengumpulan data lapangan tentang sifatsifat fisis dan mekanis contoh tanah guna memperoleh
sifat-sifat tanah, (2) Analisis likuifaksi dan penurunan
permukaan tanah, (3) Analisis Indeks Potensi
Likuifaksi. Obyek penelitian ditunjukkan pada Gambar
1. Evaluasi likuifaksi untuk setiap pasangan data sondir
yang diperoleh, dihitung dengan menggunakan rumusan
Robertson dan Wride (1998) berdasarkan data uji sondir
atau cone penetration test (CPT). Sedangkan estimasi
139
16th Annual Scientific Meeting
Jakarta, 4 December 2012
penurunan permukaan tanah menggunakan rumusan
metode yang dikembangkan oleh Zhang dkk (2002).
Tegangan overburden vertikal total (σvo) dan efektif
(σ'vo) dihitung berdasarkan berat volume tanah dan
kedalaman muka air tanah (Gambar 2) dengan
persamaan berikut :
σ vo = γ d ⋅ h1 + γ sat ⋅ h2
(2a)
σ 'vo = γ d ⋅ h1 + γ '⋅ h2
(2b)
dengan γd adalah berat volume kering tanah , γsat dan γ’
masing-masing adalah berrat volume jenuh air dan berat
volume efektif tanah.
Hubungan kedalaman z dan nilai rd ini, menurut
Seed dan Idriss (1971), secara analitik hubungan
tersebut dapat didekati dengan fungsi seperti dituliskan
pada persamaan (3).
; z < 9,15 m
 1 − 0, 00765 z
1,174 − 0, 0267 z ; 9,15 ≤ z ≤ 23 m

rd = 
 0, 744 − 0, 008 z ; 23 < z ≤ 30 m

0,5
; z > 30 m
(3)
dengan z adalah kedalaman dengan satuan m.
Nilai CRR7.5 dihitung dengan persamaan (4a) dan
(4b). Penghitungan CRR7.5 mengikuti alur penghitungan
seperti dituliskan pada diagram alir Gambar 3.
Gambar 1 Titik – titik pengujian bor dalam, SPT, dan
sondir
 ( qc1N )cs 
CRR7.5 = 0,833 ⋅ 
 + 0, 05
 1000 
(4a)
3
CRR7.5
2.1 Evaluasi Potensi Likuifaksi
Prinsip dasar dalam evaluasi likuifaksi tanah adalah
menghitung dua variabel utama yaitu (1) perilaku
seismik tanah atau cyclic stress ratio (CSR) yang
merupakan tegangan siklik yang menyebabkan
likuifaksi dan (2) kemampuan tanah untuk menahan
likuifaksi atau cyclic resistance ratio (CRR). Nilai CSR
yaitu :
CSR =
a   σ 
τ av
= 0, 65  max  ⋅  vo  ⋅ rd
σ 'vo
 g   σ 'vo 
(1)
Muka Tanah
γd
h2
γsat
Muka Air Tanah
A
Gambar 2 Tegangan-tegangan yang bekerja pada
elemen tanah
140
(4b)
Selanjutnya faktor keamanan (FSL) terhadap likuifaksi
dihitung dengan persamaan (5).
 CRR7,5 
FS L = 
 ⋅ MSF
 CSR 
(5)
dengan MSF adalah faktor pengali magnitudo gempa
(magnitude scaling factor) dalam skala momen agar
setara dengan CRR untuk gempa Mw = 7,5. Besarnya
MSF yang diusulkan dalam Youd dan Idriss (2001)
yaitu :
MSF =
h1
 ( qc1N )cs 
= 93 ⋅ 
 + 0, 08
 1000 
174
M w2,56
(6)
Berdasarkan kriteria yang diberikan oleh Robertson
dan Wride (1998), Lapisan tanah yang memiliki nilai Ic
> 2,6 dan (qc1N)cs > 160 kg/cm2 memiliki criteria sebagai
lapisan tak-likuifaksi (non-liquefiable).
16th Annual Scientific Meeting
Jakarta, 4 December 2012
Berdasarkan definisi yang diberikan dalam
persamaan (7), nilai LPI dapat berkisar dari 0 untuk
suatu lokasi dimana tidak terjadi likuifaksi hingga 100
untuk lokasi dimana faktor keamanan sama dengan nol
di seluruh kedalaman 20 m.
Gambar 3 Diagram alir untuk evaluasi CRR7.5
(dimodifikasi dari Robertson, 2004).
Gambar 4 Hubungan nilai tahanan ujung seismic dan
regangan volumetrik untuk beragam faktor keamanan
(Zhang dkk., 2002)
2.3
2.2
Indeks Potensi Likuifaksi
Indeks Potensi Likuifaksi atau Liquefaction
Potential Index (LPI) adalah suatu indeks yang
digunakan untuk estimasi potensi likuifaksi yang
menyebabkan kerusakan fondasi. Metode ini pertama
kali dikembangkan oleh Iwasaki dkk. (1978). LPI
menganggap bahwa kerusakan likuifaksi adalah
sebanding terhadap kondisi berikut :
a. Ketebalan lapisan yang terlikuifaksi (liquefied
layer),
b. Jarak lapisan terlikuifaksi terhadap permukaan
tanah, dan
c. Jumlah lapisan dengan nilai faktor keamanan
kurang dari satu (FSL < 1).
Anggapan tersebut dirumuskan dalam persamaan
(7).
Estimasi Penurunan Permukaan Tanah
Untuk permukaan tanah yang relatif datar, bisa
dianggap pergerakan arah lateral tidak terjadi atau
sangat kecil setelah gempa bumi, sehingga regangan
volumetrik akan sama dengan regangan vertikal.
Penurunan permukaan tanah dapat dihitung dengan
melakukan integral regangan vertikal untuk setiap
lapisan tanah pada seluruh kedalaman seperti dituliskan
dalam persamaan (8) (Zhang dkk., 2002).
z
j
0
i =1
S = ∫ ε v dz = ∑ ε v ,i ∆zi
(8)
dengan εv,i adalah regangan volumetrik pasca likuifaksi
pada lapisan tanah ke-i dan ∆zi adalah tebal lapisan
tanah ke-i. Secara empirik, besarnya regangan vertical
seismik sebagai fungsi dari faktor aman dan nilai
tahanan ujung seismik diberikan dalam persamaanpersamaan pada Gambar 4.
20 m
LPI =
∫ F w( z ) dz
(7)
2.4
Desain Studi Parametrik
0
dengan,
F = 1 – FS
untuk FS ≤ 1,
F=0
untuk FS > 1, dan
w(z) merupakan fungsi bobot (weighting) yang
bergantung pada kedalaman, yaitu w(z) = 10 – 0,5 z,
dengan z adalah kedalaman lapisan pasir (m).
Berdasarkan penulusuran sumber-sumber pustaka
tidak secara spesifik menyebutkan nilai tunggal (single
option) untuk Mw dan amax untuk gempa yang terjadi di
Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006. Beberapa
peneliti (El-Nashai dkk., 2007; Tsuji dkk., 2009;
UNEP/OCHA, 2007; Soebowo dkk., 2007; Thant dkk.,
141
16th Annual Scientific Meeting
Jakarta, 4 December 2012
2010) menyebutkan variasi nilai Mw berkisar 5,9 – 6,3,
dan nilai amax dalam rentang 0,1g – 0,7g. Sedangkan Lee
dkk., (2006) dan Muntohar (2009), dengan Mw = 6,3
diperoleh nilai amax 0.25g di lokasi studi. Berdasarkan
penelusuran pustaka tersebut, maka pada penelitian ini
dilakukan analisis parametrik terhadap parameter
seismik yang berpengaruh yaitu magnitudo gempa (Mw)
dan percepatan pergerakan tanah (amax). Kedua
parameter tersebut dibuat bervariasi yaitu :
a. Magnitudo, Mw : 4; 5,4; 6,3; 7,5; 8,3; 9,5 dan
b. amax (g) : 0,1; 0,15; 0,2; 0,25; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6
Penghitungan faktor keamanan dan penurunan
permukaan tanah dilakukan di setiap titik pengujian
dengan variasi Mw dan amax tersebut. Sehingga dapat
diperoleh hubungan antara penurunan permukaan tanah
dengan magnitudo amax. Berdasarkan hubungan ini maka
akan dapat diketahui nilai kritis magnitudo dan amax
yang dapat memicu terjadinya likuifaksi dan penurunan
tanah.
3
Gambar 6 Hubungan antara magnitudo gempa (Mw) dan
indeks potensi likuifaksi
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Evaluasi Potensi Likuifaksi
Kajian parametrik untuk dua parameter seismik
terhadap potensi likuifaksi seperti disajikan pada
Gambar 5 dan 6. Berdasarkan kedua hubungan tersebut
dapat diketahui bahwa tingkat risiko likuifaksi
meningkat dengan bertambahnya nilai percepatan
gempa di permukaan tanah dan magnitudo gempa.
Lokasi di bangunan unit A merupakan area yang sangat
rentan terhadap peningkatan percepatan gempa di
permukaan tanah bila dibandingkan dengan bangunan
unit B. Peningkatan percepatan gempa dari 0,25 g
menjadi 0,6 g menyebabkan indeks potensi likuifaksi
bertambah hingga mencapai 5–7 kali, sehingga risiko
likuifaksi di bangunan A menjadi tinggi dan di
bangunan unit B menjadi sedang. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh litologi tanah yang berbeda antara
lokasi di unit A dan B.
Gambar 7 Korelasi litologi pemboran inti
Gambar 5 Hubungan percepatan gempa di permukaan
tanah maksimum (amax) dan indeks potensi likuifaksi
142
Pada lokasi unit A, berdasarkan data bor log
(Gambar 7) dapat diketahui bahwa lapisan pasir halus
dalam kondisi lepas mendominasi litologi tanah. Hal ini
berbeda dengan litologi tanah di lokasi unit B yang
banyak pasir sedang agak lepas dan adanya lapisan batu
pasir yang cukup tebal 1,8 m. Lee dan Fitton (1969)
menyebutkan bahwa kekuatan tanah di awal likuifaksi
16th Annual Scientific Meeting
Jakarta, 4 December 2012
menurun dengan berkurangnya ukuran parikel pasir dan
kepadatan pasir. Kandungan fraksi butir halus seperti
lanau non-plastis dalam lapisan pasir merupakan bagian
lemah yang dapat mengurangi kekuatan tanah.
Kandungan butir halus di lokasi unit A (BH1) lebih
besar daripada di lokasi unit B (BH2). Robertson dan
Wride (1998) menuliskan bahwa tanah yang
mengandung lanau non-plastis memiliki tahanan
seismik yang relatif rendah.
Berdasarkan hubungan antara percepatan gempa
maksimum dan indeks potensi likuifaksi (Gambar 6)
dapat diketahui secara umum bahwa potensi likuifaksi
meningkat relatif besar hingga amax = 0,6 g. Kemudian
setelah nilai terebut, tidak potensi likuifaksi meningkat
relatif kecil. Sedangkan berdasarkan hubungan antara
magnitudo gempa dan indeks potensi likuifaksi pada
Gambar 6 diketahui bahwa potensi likuifaksi cenderung
meningkat tajam hingga magnitudo Mw = 1011,
kemudian setelah nilai ini potensi likuifaksi meningkat
relatif kecil. Kedua hasil ini dapat dikatakan sebagai
nilai maksimum yang menyebabkan seluruh lapisan
pasir mengalami likuifaksi.
3.2
Estimasi Penurunan Permukaan Tanah
Penurunan permukaan tanah untuk berbagai nilai
percepatan gempa maksimum dan magnitudo gempa
diberikan pada Gambar 8 dan 9. Mengacu pada hasil
analisis Gambar 5 dan 6 serta faktor aman pada
persamaan (5), dapat diketahui bahwa potensi likuifaksi
akan berkurang seiring dengan meningkatnya
percepatan gempa maksimum (amax) dan magnitudo
gempa (Mw). Sebagai akibat dari tingginya percepatan
gempa di permukaan tanah, maka goyangan yang
ditimbulkan juga semakin kuat dan menghasilkan
penurunan permukaan tanah yang besar pula.
Gambar 8 Hubungan antara percepatan permukaan
tanah maksimum (amax) dan penurunan permukaan tanah
Gambar 9 Hubungan antara magnitodo gempa (Mw) dan
penurunan permukaan tanah
Karakteristik hubungan antara amax dan Mw terhadap
penurunan permukaan tanah di lokasi bangunan unit A
(titik SB1, SB4, SR2) berbeda dengan unit B (titik SB5,
SB8, SR7). Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa
litologi masing-masing berbeda. Ishihara (1993) dan
Youd dan Garris (1995) menyebutkan bahwa potensi
likuifaksi yang menyebabkan penurunan permukaan
tanah juga bergantung pada perbandingan ketebalan
lapisan tanah dan lapisan tanah yang tidak terlikuifaksi
(non-liquefiable layers). Berdasarkan hasil bor log
(Gambar 7) dengan mudah diketahui bahwa lapisan takterlikuifaksi di unit B (BH2) lebih tebal dibandingkan di
unit A (BH1).
Hubungan yang diberikan pada Gambar 8 dan 9
adalah fungsi sigmoidal. Ciri dari fungsi ini adalah
terdapat bagian yang linear – lurus dan bagian yang
mencapai maksimum. Secara umum dapat diketahui
dari Gambar 8 bahwa penurunan permukaan tanah
meningkat tajam hingga percepatan gempa maksimum
sebesar 0,4–0,6g. Peningkatan percepatan gempa
maksimum setelah 0,6g hanya menghasilkan penurunan
permukaan tanah yang bertambah secara asimtotik.
Pada kondisi ini, lebih dari 50% lapisan tanah
mengalami likuifaksi yang mana faktor aman kurang
dari 1 (FSL < 1). Hal ini seperti dijelaskan pula dalam
Muntohar(2009). Hasil ini konsisten dengan hasil
analisis potensi likuifaksi pada Gambar 5 sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Ishihara dan Yoshimine
(1992) menunjukkan bahwa penurunan permukaan
tanah masih akan berlanjut setelah percepatan batas
potensi likuifaksi.
Karakteristik yang berbeda dihasilkan dari hubungan
antara magnitudo gempa dan penurunan permukaan
tanah (Gambar 9). Penurunan di permukaan tanah
meningkat tajam dengan bertambahnya magnitudo
gempa Mw 7,5–10. Namun berdasarkan hasil estimasi
potensi likuifaksi (Gambar 6), potensi likuifaksi
meningkat tajam seiring bertambahnya magnitudo
gempa hingga mencapai batas Mw 10–11. Hasil ini
dapat dimungkinan terjadi pada lapisan pasir dengan
143
16th Annual Scientific Meeting
Jakarta, 4 December 2012
kepadatan yang lepas yang mana penurunan relatif besar
sebelum
magnitudo
gempa
mencapai
batas
maksimumnya.
4
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
dapat dibuat beberapa kesimpulan yaitu :
1 Magnitudo dan percepatan gempa yang lebih besar
menyebabkan lapisan tanah banyak mengalami
likuifaksi dan memicu kerusakan di permukaan
tanah.
2 Penurunan di permukaan tanah meningkat tajam
dengan bertambahnya magnitudo gempa Mw = 7,5–
10 dan percepatan gempa maksimum amax = 0,4–
0,6g.
3 Potensi likuifaksi dan penurunan permukaan tanah
dipengaruhi tidak hanya oleh parameter seismik,
tetapi juga oleh litologi tanah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Naskah ini merupakan bagian dari hasil penelitian
“Mikro-Zonasi Potensi Likuifaksi dan Penurunan Tanah
Akibat Gempa Bumi” yang didanai oleh Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengucapkan
terima kasih atas dana yang diberikan melalui program
Kompetisi Penelitian Dosen pada tahun 2010.
5
DAFTAR PUSTAKA
Elnashai, A.S., Kim, S.J., Gun, Y.J., Sidarta, D., 2007,
The Yogyakarta Earthquake of May 27, 2006, MAE
Center Report No. 07-02, 570p.
Ishihara K., 1993. Liquefaction and flow failure during
earthquakes. 33rd Rankine Lecture, Geotechnique
43(3): 349-415.
Ishihara K., Yoshimine M., 1992. Evaluation of
settlement in sand deposits following liquefaction
during earthquake. Soils and Foundations JSSMFE
32 (1), pp. 173-188.
Iwasaki T., Tatsuoka F., Tokida K., Yasuda S,. 1978. A
practical method for assessing soil liquefaction
potential based on case studies at various sites in
Japan.Proceeding 2nd International Conference on
Microzonation, San Francisco, pp. 885–896
Karnawati D., Husein S., Pramumijoyo S.,
Ratdomopurbo A., Watanabe K., Anderson R., 2007.
Earthquake Microzonation and Hazard Maps of the
Bantul Area, Yogyakarta, Indonesia, The
Yogyakarta Earthquake of May 27, 2006. p. 7-1 to
7-15, Star Publishing Company Inc. California.
Lee K L., Fitton J A., 1969. Factors affecting the cyclic
loading strength of soil, in “Vibration Effect of
Earthquakes in Soils and Foundations”, ASTM STP
450: 71-95
144
Lee, S.H.H., Ching, H.H., Muntohar, A.S., 2006, Study
on Liquefaction Problem of Yogyakarta Area at
052706 Earthquake", Proceeding International
Seminar and Symposium on Earthquake Engineering
and Infrastructure & Building Retrofitting (EE &
IBR), Yogyakarta, 28 August 2006, pp. 6 -10.
Muntohar, A.S., 2009, Evaluation of Peak Ground
Acceleration Using CPT Data for Liquefaction
Potential, Proceeding 4th Annual International
Workshop & Expo on Sumatra Tsunami Disaster &
Recovery, Banda Aceh, 23-25 November 2009, pp.
91-94
Robertson P K., 2004, Evaluating Soil Liquefaction and
Post-earthquake deformations using the CPT. In
Viana da Fonseca & Mayne (eds.): Proceedings ISC2 on Geotechnical and Geophysical Site
Characterization, Millpress, Rotterdam, 233-252.
Robertson P K., Wride C E., 1998, Evaluating cyclic
liquefaction potential using the cone penetration test.
Canadian Geotechnical Journal 35: 442–459.
Seed H B, Idriss I M. 1971. Simplified procedure for
evaluating soil liquefaction potential. Journal of the
Soil Mechanics and Foundation Division ASCE
97(9): 1249−1273.
Soebowo, E., Tohari, A., Sarah, D., 2007, Study on
Liquefaction Potential of Opak Fault in Patalan,
Bantul, Yogyakarta", Proceeding of Seminar on
Geotechnology, Bandung, 3 December 2007, pp.
55-63
Thant, M., Pramumijoyo, S., Hendrayana, H., Kawase,
H., Adi, A.D., 2010, Evaluation Of Strong Ground
Motion For Yogyakarta Depression Area, Indonesia,
Journal of Southeast Asian Applied Geology 2(2):
81-94
Tsuji, T., Yamamoto, K., Matsuoka, T., Yamada, Y.,
Onishi, K., Bahar, A., Meilano, I., Abidin, H.Z.,
2009, Earthquake fault of the 26 May 2006
Yogyakarta earthquake observed by SAR
interferometry, Earth Planets Space 61: e29–e32
UNEP/OCHA, 2007, Dam Integrity Assessment
following the Yogyakarta Earthquake Indonesia,
Consolidated report on activities undertaken through
the Monitoring and Information Centre of the
European Commission & the Joint UNEP/OCHA
Environment Unit, Joint UNEP/OCHA Environment
Unit
Youd T L., Garris C T., 1995. Liquefaction – induced
ground surface disruption. Journal of Geotechnical
Engineering 121(11): 805 – 809.
Youd, T.L., Idriss, I.M., 2001, Liquefaction ressitance
of soils: summary report from the 1996 NCEER and
1998 NCEER/NSF workshops on evaluation of
liquefaction resistance of soils. Journal of
Geotechnical and Geoenvironmental Engineering
127(4): 297-313.
Zhang, G., Robertson, P.K., Brachman, R.W.I., 2002,
Estimating liquefaction-induced ground settlements
from CPT for level ground. Canadian Geotechnical
Journal 39: 1168–1180
Download