HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC COMMUNITY DENGAN HARAPAN UNTUK PULIH DARI NAPZA PADA RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) BNN LIDO Skripsi ini Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Disusun oleh : NINING HARDIYANA GARNASIH NIM: 106070002274 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2010M HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC COMMUNITY DENGAN HARAPAN UNTUK PULIH DARI NAPZA PADA RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) TERAPI DAN REHABILITASI BNN LIDO Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi Oleh : NINING HARDIYANA GARNASIH NIM : 106070002274 Di Bawah Bimbingan : Pembimbing I Pembimbinga II Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 198903 2001 S. Evangeline. I. Suaidy, M.Si, Psi NIP. 150 411 217 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2010M LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG THERAPEUTIC COMMUNITY DENGAN HARAPAN UNTUK PULIH DARI NAPZA PADA RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) TERAPI DAN REHABILITASI BNN LIDO” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Desember 2010 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pogram Strata I (SI) pada Fakultas Psikologi. Jakarta, 10 Desember 2010 Sidang Munaqasyah Dekan/ Ketua Merangkap Anggota Pembantu Dekan/ Sekertaris Merangkap Anggota Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522 Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 2001 Anggota Neneng Tati Sumiati, M. Si., Psi NIP. 19730328 200003 2003 Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 198903 2001 S. Evangeline. I. Suaidy, M.Si, Psi NIP. 150 411 217 PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Nining Hardiyana Garnasih NIM : 106070002274 Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Persepsi Tentang Therapeutic Community Dengan Harapan Untuk Pulih Dari Napza Pada Residen di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Terapi Dan Rehabilitasi BNN Lido” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalama penyususnan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan UndangUndang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya. Jakarta, 30 November 2010 Nining Hardiyana Garnasih NIM : 106070002274 ABSTRAK A) B) C) D) Fakultas Psikologi November 2010 Nining Hardiyana Garnasih Hubungan Antara Persepsi Tentang Therapeutic Community Dengan Harapan Untuk Pulih Dari Napza Residen Narkoba Di Unit Pelaksana Teknis (Upt) Terapi Dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido E) xiv + 100 Halaman F) Sudah banyak tulisan dalam berbagai bentuk mengenai Napza. Semua tulisan tersebut dimaksudkan untuk terus menerus mengingatkan dan menyadarkan masyarakat mengenai ancaman luar biasa dari Napza terhadap kelestarian hidup kita, khususnya generasi muda termasuk anak-anak usia dini. Ancaman itu terus ada dan semakin lama semakin nyata. Peneliti tertarik untuk mengambil judul hubungan antara persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza dikarenakan saat ini peneliti melihat fenomena yang terjadi pada residen di salah satu panti rehabilitasi, dimana sebagian dari mereka banyak yang sudah discharge program namun tidak lama kemudian kembali masuk rehabilitasi dikarenakan relapse. Sehingga peneliti ingin melihat bagaimana penghayatan residen terhadap kegiatankegiatan Therapeutic Community sehingga mampu menumbuhkan harapan mereka untuk bertahan dan pulih dari Napza, dan apakah para residen dapat menghayati kegiatan dalam program Therapeutic Community sebagai sesuatu yang positif atau negatif, kemudian bagaimana penghayatan residen tersebut terhadap kelompoknya (orang-orang yang memiliki permasalahan yang sama terhadap Napza) Persepsi Therapeutic Community adalah suatu proses mengorganisir dan menginterpretasikan atau menafsirkan informasi dari sekelompok orang yang berkumpul untuk saling membantu dalam masalah yang dihadapinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara persepsi tentang therpeutic community dengan harapan untuk pulih dari Napza di unit pelaksana teknisi (upt) terapi dan rehabilitasi BNN Lido. Sampel yang merupakan residen dan staff adiksi berjumlah 197 orang diambil dengan menggunakan tekhnik purposive sampling dan diberikan angket untuk mengukur persepsi tentang therapeutic community dengan harapan untuk pulih dari Napza. Instrumen pengumpulan data menggunakan skala likert Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji korelasi pada taraf signifikansi 0,05. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang therapeutic community dengan harapan untuk Pulih dari Napza kekuatan. Dimana jika persepsi tentang therapeutic community positif maka harapan untuk pulih dari Napza akan tinggi pula dan sebaliknya jika persepsi tentang therapeutic community negatif maka harapan untuk pulih dari Napza akan rendah pula. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa persepsi tentang therapeutic community ter memberikan kontribusi sebesar 57,6% terhadap harapan untuk pulih dari Napza dimana Behavior management shaping merupakan persepsi tentang therapeutic community yang memberikan kontribusi sebesar 46,9% sekaligus merupakan persepsi tentang therapeutic community yang memiliki korelasi terbesar dengan harapan untuk pulih dari Napza dengan pearson product moment r sebesar 0,469. Hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian selanjutnya adalah meneliti metode selain metode therapeutic community yang juga digunakan oleh panti rehabilitasi narkoba yang tersebar di seluruh Indonesia. Sehingga diharapkan mendapat perbandingan dari beberapa metode tersebut, metode manakah yang memberi kontribusi paling besar terhadap harapan untuk pulih dari Napza. (G) Bahan bacaan: 21 Buku (1986-2009) MOTTO: Trust your hope not your fear KUPERSEMBAHKAN SKRIPSI INI UNTUK: 1. KEDUA ORANG TUAKU TERCINTA 2. KEDUA KAKAKKU TERSAYANG 3. SAHABAT-SAHABATKU 4. ABANG-ABANGKU TERSAYANG 5. BANGO DENGAN CARE AND CONCERNNYA KATA PENGANTAR Rasa syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah menunjukkan jalan bagi peneliti untuk belajar banyak melalui penelitian ini. Penelitian ini diajukan sebagai prasyarat kelulusan pendidikan sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti amat berharap siapapun yang membaca penelitian ini dapat memberikan masukan guna perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang. Penelitian ini melibatkan banyak pihak, terutama dari responden yang telah bersedia membantu peneliti melakukan penelitian serta memberikan pelajaran tidak langsung kepada peneliti melalui penelitian ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya peneliti ucapkan kepada: 1. Bapak Jahja Umar, Ph. D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya. 2. Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si. Dosen pembimbing satu, yang dengan kesabarannya selalu dapat memberikan solusi-solusi cerdas mengenai halhal yang saya bingungkan berkaitan dengan penelitian. Terima kasih telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukan ibu untuk berdiskusi dan memberikan masukan yang sangat berarti. 3. Ibu Sitti Evangeline I. Suaidy, M.Si, Psi. Dosen pembimbing dua, yang mengajarkan banyak nilai-nilai baru dan hal-hal bermanfaat yang bermakna berkaitan dengan penelitian sehingga membuka cakrawala baru dalam ranah berpikir saya. Terima kasih telah meluangkan waktu di selasela jadwal ibu yang sangat padat untuk berdiskusi dan memberikan masukan yang sangat berarti serta mengantarkan peneliti untuk melakukan penelitian. 4. Ubi Fadhilah Suralaga, M. Psi. Psi., Pembimbing akademik. 5. Umi dan abahku tercinta terimakasih untuk segalanya yang sudah kalian berikan selama ini, untuk kedua kakakku teteh dan aka terimaksih untuk do’a dan support yang kalian berikan, untuk aka terimakasih telah memperkenalkan teri “harapan”. 6. Bapak M. Fierza Mucharom Nasution, M.Si, Psi, CHt. Psikolog beserta staff psikologi di BNN Lido, serta Mas Ito yang telah membantu saya dalam hal administrasi surat penelitian. Tanpa izin dan bantuan dari Anda semua saya tidak mungkin bisa melakukan penelitian di BNN Lido. 7. Para responden saya, para residen di primary stage dan re-entry stage serta staff adiksi BNN Lido . Anda semua telah menunjukkan bagaimana kerasnya usaha untuk memperoleh hal-hal yang sebelumnya dipandang remeh oleh orang lain. Terimakasih untuk waktu dan kerja keras kalian dalam mengisi angket yang begitu banyak yang diberikan oleh peneliti 8. Tidak lupa kepada Aa Dodi program directure, Bro Chico re-entry program manager dan Bro Doly mayor re-entry stage yang telah memberikan saya izin dan waktu untuk melakukan penelitian di re-entry stage. Kemudian kepada Bro Aldi primary program manager. Tanpa izin dan bantuan dari Anda semua saya tidak mungkin bisa melakukan penelitian secara efektif pada tiap stage. 9. Bang Ardi, Bang Roesly, Bang Nino, Bang Ijang, Bang edo, Bang Iyan, Bro Erwin, yang sudah memberikan support dalam segala hal (kehidupan, persahabatan, relationship, serta masukan-masukan) terkhusus untuk Bang Doni yang telah membantu langsung dalam penyebaran kuesioner dan Bang Nata terimakasih untuk waktu, saran, masukan, support dan pelajaran hidup yang amat berharga yang selama ini telah diberikan kepada penulis. Skripsi ini kupersembahkan untuk semua abang-abangku tercinta dan semua residen di BNN. 10. Bango, kamulah salah satu orang yang membuat penulis memiliki motivasi sangat besar untuk menyelesaikan skripsi ini, terima kasih untuk care and concern yang selama ini diberikan, saran, masukan dan kritik yang membuat penulis akhirnya membuka mata lebih mengetahui arti kehidupan. 11. Manun, nandut dan angel makasih untuk support yang amat besar yang kalian berikan pada penulis, selalu ada disaat up and down, terima kasih untuk masukan-masukannya tanpa kalian skripsi ini tidak akan selesai. 12. Sahabat-sahabat saya di Fakultas Psikologi (angkatan 2006) pada umumnya dan kelas C khususnya yang telah menjadi teman dalam berjuang, belajar, bersenda gurau, berkonsultasi baik dalam senang atau pun susah. Terimakasih untuk teteh ega, cinta, mba’mut, mpo’alin, ece tha, cho-cho, tiko, sila, adel terima kasih slama ini telah memberikan support dan mengajarkan arti persahabatan. Penelitian ini tidak akan berarti tanpa kehadiran dan kontribusi dari semua yang telah disebutkan sebelumnya. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi banyak orang. Amin. Jakarta, 30 November 2010 Peneliti DAFTAR ISI Lembar Pengesahan ............................................................................................ ii Pernyataan ........................................................................................................... iv Abstrak ................................................................................................................ v Motto ................................................................................................................... vii Kata Pengantar .................................................................................................... viii Daftar Isi ............................................................................................................. x Daftar Tabel ........................................................................................................ xiv Bab 1 Pendahuluan ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................... 1 1.2 Identifikasi Masalah ................................................................ 10 1.3 Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah ....................... 10 1.3.1 Perumusan Masalah ....................................................... 10 1.3.2 Pembatasan Masalah ...................................................... 10 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 12 1.4.1 Tujuan Penelitian ........................................................... 12 1.4.2 Manfaat Penelitian ......................................................... 12 Bab 2 Kajian Pustaka ............................................................................... 14 2.1 Harapan ...................................................................................... 14 2.1.1 Definisi Harapan ............................................................ 14 2.1.2 Komponen Dalam Harapan............................................ 17 2.1.3 Variasi Harapan Berdasarkan Kombinasi willpower dan waypower ................................................................ 22 2.1.4 Karakteristik Individu Dengan Tingkat Harapan Tinggi...................... ....................................................... 24 2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Harapan............................ 28 2.2 Pulih Dari Napza ............................................................ 29 2.2.1 Pengertian Pulih Dari Napza................................. 29 2.3 Harapan Untuk Pulih Dari Napza .................................. 29 2.4 Persepsi ...................................................................................... 30 2.4.1 Pengertian Persepsi ........................................................... 30 2.4.2 Proses Persepsi. ................................................................. 31 2.4.3 Komponen Persepsi........................................................... 32 2.4.4 Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi............................... 33 2.5 Therapeutic Community ............................................................ 34 2.5.1 Filosofi Therapeutic Community ...................................... 34 2.5.1.1 Filosofi Therapeutic Community Yang Tertulis ... 34 2.5.1.2 Filosofi Therapeutic Community Yang Tidak Tertulis ........................................................ 36 2.5.2 Pengertin Therapeutic Community ................................... 37 2.5.3 Konsep Therapeutic Community....................................... 38 2.5.4 Komponen Therapeutic Community ................................. 38 2.5.4.1 Kategori Empat Struktur Program ........................ 38 2.5.4.2 Kategori Lima Pilar (tonggak dalam program)..... 39 2.5.5 Cardinal Rules................................................................... 40 2.5.6 Tahapan Program .............................................................. 40 2.5.6.1 Proses penerimaan (Intake Process) .................... 40 2.5.6.2 Tahap Awal (Primary Stage) ................................ 41 2.5.6.3 Encounter Group................................................... 43 2.5.6.4 Static Group .......................................................... 43 2.5.6.5 PAGE (Peer Accountability Group Evaluation .... 44 2.5.6.6 Haircut................................................................... 44 2.5.6.7 Wrap Up ................................................................ 45 2.5.6.8 Learning Experience ............................................. 45 2.5.7 Tahapan Lanjutan (Re-Entry Stages ................................. 45 2.5.8 Aftercare program............................................................. 48 2.6 NAPZA ...................................................................................... 49 2.6.1 Pengertian NAPZA. .......................................................... 49 2.6.2 Jenis-Jenis NAPZA ........................................................... 50 2.6.3 Faktor Penyalahgunaan NAPZA....................................... 54 2.6.4 Dampak Penyalahgunaan NAPZA.................................... 57 2.7 Kerangka Berpikir...................................................................... 62 2.8 Hipotesis..................................................................................... 65 BAB 3 Metodologi Penelitian .................................................................... 66 3.1 Pendekatan Penelitian ................................................................ 66 3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ................................... 66 3.2 Populasi dan Sampel .................................................................. 67 3.2.1 Populasi ............................................................................. 67 3.2.2 Sampel............................................................................... 67 3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel............................................. 68 3.3 Variabel Penelitian ..................................................................... 68 3.3.1 Definisi Konseptual........................................................... 69 3.3.2 Definisi Operasional.......................................................... 70 3.4 Pengumpulan Data ..................................................................... 70 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data................................................ 70 3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data ........................................... 71 3.5 Hasil Uji Instrumen Penelitian ................................................... 72 3.5.1 Uji Validitas ...................................................................... 73 3.5.2 Uji Reliabilitas .................................................................. 74 3.6 Prosedur Penelitian .................................................................... 75 3.7 Teknik Analisa Data................................................................... 76 Bab 4 Presentasi Dan Analisa Data ......................................................... 78 4.1 Gambaran Umum Responden .................................................... 78 4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia.............. 77 4.1.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan......................................................................... 79 4.1.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status Pernikahan......................................................................... 80 4.1.4 Gambaran Umum Respenden Berdasarkan Tahapan Rehabilitasi........................................................................ 81 4.2 Deskripsi Umum Hasil Penelitian.............................................. 82 4.3 Kategorisasi Berdasarkan Penyebaran Skor Responden............ 81 4.3.1 Kategorisasi Skor Persepsi tentang therapeutic community ........................................................................ 81 4.3.2 Kategorisasi Skor Harapan untuk pulih dari Napza.......... 82 4.4 Hasil Uji Hipotesis ..................................................................... 83 4.5 Hasil Penelitian Tambahan ........................................................ 84 4.5.1 Uji Regresi ........................................................................ 90 Bab 5 Kesimpulan, Diskusi Dan Saran .................................................. 92 5.1 Kesimpulan ................................................................................ 92 5.2 Diskusi ....................................................................................... 92 5.3 Saran........................................................................................... 97 5.3.1 Saran Teoritis .................................................................... 97 5.3.2 Saran Praktis ..................................................................... 98 Daftar Pustaka..................................................................................................... 99 Lampiran Daftar Tabel Gambar 2.1 Visualisasi willpower ....................................................................... 18 Gambar 2.2 Visualisasi waypower....................................................................... 19 Gambar 2.3 Visualisasi waypower terkait dengan halangan / rintangan ............. 21 Table 2.4 Kombinasi willpower dan waypower ............................................... 22 Tabel 3.1 Tabel Penilaian Skala Likert ............................................................ 71 Tabel 3.2 Blue Print Skala Persepsi tentang Therapeutic Community ............ 72 Tabel 3.3 Blue Print Skala Harapan untuk pulih dari Napza ........................... 72 Tabel 3.4 Hasil Try Out Terpakai Skala Persepsi Therapeutic Community.... 73 Tabel 3.5 Hasil Try Out Harapan untuk pulih dari Napza ............................... 74 Table 3.6 Norma Reliabilitas Guilford............................................................. 74 Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia.............................78 Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Pendidikan ............................................... 79 Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Status Pernikahan ..................................... 80 Tabel 4.4 Respongen Berdasarkan Tahapan Rehabilitasi ................................ 80 Tabel 4.5 Deskripsi Umum Skor Perhitungan Statistik Skala Persepsi Therapeutic Community dan Harapan untuk Pulih .......................... 81 Tabel 4.6 Penyebaran Skor Skala persepsi tentang Therapeutic Community ....................................................................................... 82 Tabel 4.7 Penyebaran Skor Skala Harapan untuk pulih dari Napza ................ 83 Tabel 4.8 Correlations Uji Hipotesis................................................................ 84 Tabel 4.9 Correlations ...................................................................................... 85 Tabel 4.10 Skor Hasil Penyebaran Dalam Empat Kegiatan Primary ................ 85 Tabel 4.11 Model Summary Uji Regresi ........................................................... 90 Tabel 4.12 Tabel Kontribusi Klasifikasi Persepsi Tentang Therapeutic community ........................................................................................ 91 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, mobilitas kehidupan yang tinggi telah membuat narkoba menjadi bagian dari yang tadinya merupakan perangkat medis, kini narkoba mulai tenar sebagai alat pemuas dunia dan membuat hidup jadi lebih “ringan”. Seperti yang kita ketahui, segala sesuatu yang digunakan secara berlebihan dapat berdampak buruk bagi diri kita, apalagi penggunaan narkoba diluar jalur medis dan ditambah melebihi dosis yang berlebihan maka akan berdampak sangat buruk bagi tubuh kita, dan dampak yang paling buruk yaitu dapat mengakibatkan kematian. Lebih lanjut lagi, masuknya narkoba ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi vital organ tubuh, yaitu jantung, peredaran darah, pernafasan, dan terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat). Hal ini menyebabkan kerja otak berubah (bisa meningkat atau menurun. Narkoba berpengaruh pada bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan, yang disebut dengan sistem limbus. Pusat kenikmatan pada otak (Hipotalamus) adalah bagian dari sistem limbus. Narkoba menghasilkan perasaan tinggi dengan mengubah susunan bio kimia molekul pada sel otak yang disebut neurotransmitter (BNN, Buku Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas Dan Rutan). Sudah banyak tulisan dalam berbagai bentuk mengenai Napza. Semua tulisan tersebut dimaksudkan untuk 1 terus menerus mengingatkan dan 2 menyadarkan masyarakat mengenai ancaman luar biasa dari Napza terhadap kelestarian hidup kita, khususnya generasi muda termasuk anak-anak usia dini. Ancaman itu terus ada dan semakin lama semakin nyata . Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh BKKBN, dari 3924 orang yang saat ini hidup dengan HIV/AIDS di Indonesia yaitu sebanyak 816 orang (hampir 21%) berada dalam kelompok usia 15 – 29 tahun, dan sebanyak 846 orang (lebih dari 21%) tertular melalui penggunaan Napza dengan jarum suntik bersama (Injecting Drug Use) dan sebanyak 2011 orang (51%) melalui hubungan seks. Penggunaan napza juga menjadi penyebab dari berbagai risiko lain : risiko fisik (penyakit Hepatitis B dan C, IMS, kematian akibat over dosis, dll), risiko psikologis (paranoid, depresi, agresif, dll), maupun risiko sosial (kekerasan, kriminalitas, dll) dalam masyarakat kita (BKKBN, 2003). Penelitian Hawari (1997) membuktikan bahwa penyalahgunaan Napza menimbulkan dampak antara lain; merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan membedakan mana yang baik dan buruk, perubahan perilaku menjadi anti sosial, merosotnya produktifitas kerja, gangguan kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas dan tindak kekerasana lainnya baik kuantitatif maupun kualitatif. Menurut data dari BNN (2008), dari total populasi penduduk di Indonesia pada tahun 2007 yang berjumlah 222.718 jiwa, yang tidak menggunakan narkoba 204,2 juta (91,7%), yang pernah menyalahgunakan narkoba dalam hidupnya 18,5 juta (8,3%), yang menjadi penyalahguna narkoba dalam setahun terakhir 118,8 juta (5,3%), pecandu yang IDU (Injecting Drugs user) 252 ribu (0,11%), pecandu 3 1,69 juta (0,76%), dan yang menjadi penyalahguna teratur pakai dan pecandu 3,6 juta (1,6%). Sedangkan menurut riset yang dilakukan oleh YCAB, pada tahun 2003 prevalensi kecendrungan mencoba-coba narkoba 3,54%, yang kemudian naik menjadi 5,30% pada tahun 2006, dan turun menjadi 1,66% sama halnya seperti riset yang telah dilakukan oleh BNN menunjukan kecendrungan yang sama terjadi di Indonesia pada tahun 2003, prevalansi mencoba-coba setahun terakhir 3,90% naik menjadi 5,3% pada tahun 2006, dan turun menjadi 4,70% pada 2009 (Media Indonesia 2010). Badan Narkotika Nasional (BNN) mendata sebanyak 3,2 juta orang atau sekitar 1,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia menjadi penyalahguna narkotik, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh BNN dan Universitas Indonesia tahun 2006, sebanyak 800 ribu orang menggunakan jarum suntik. Dari pengguna jarum suntik itu, 60 persennya terjangkit HIV/AIDS. Selain itu, sekitar 15 ribu orang Indonesia meninggal setiap tahunnya karena pengaruh Napza (http:nasional.kompas.com). Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh BNN bekerja sama dengan Puslitkes UI pada tahun 2008 memperoleh hasil bahwa jumlah penyalahguna Narkoba di Indonesia diperkirakan sebanyak 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau sekitar 1,99% dari total seluruh penduduk Indonesia yang beresiko terkena Narkoba di tahun 2008 (usia 10-59 tahun) atau dengan nilai tengah sebanyak 3.362.527 orang. Dari sejumlah penyalahguna tersebut, terdistribusi atas 26% coba pakai, 27% teratur pakai, 40% pecandu bukan suntik dan 7% pecandu suntik (BNN & Puslitkes UI, 2008). 4 Masalah penanggulangan napza pada umumnya, dan panti rehabilitasi pada khususnya bukanlah sesuatu yang baru. Sudah cukup lama diusahakan dibanyak negara. Pemakai/pecandu narkoba biasanya terganggu atau menderita secara fisik, mental, spiritual dan sosial. Karena itu rehabilitasi bukan sekedar memulihkan kesehatan pemakai seperti semula, melainkan memulihkan serta menyehatkan seseorang secara utuh dan menyeluruh. Namun hal ini tidak menjamin kesembuhan mereka dari ketergantungan narkoba, kenyataan ini dapat dilihat pada penelitian yang diadakan oleh YCAB, dimana hasil yang diperoleh ialah angka relapse yang mencapai 90% yang dinyatakan telah pulih, kemudian kambuh kembali, berarti kira-kira hanya 10% yang berhasil mempertahankan kesembuhannya (abstinence) (Media Indonesia 2010). Hal ini diperkuat dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa residen, dimana mayoritas dari mereka telah mengkonsumsi narkoba selama lebih dari 10 tahun dan mereka sudah sering keluar masuk panti rehabilitasi, namun setelah keluar dari rehabilitasi mereka kembali masuk dikarnakan relapse. Program rehabilitasi dimaksudkan sebagai upaya yang terkoordinasi dan terpadu, terdiri dari upaya-upaya medik, bimbingan mental, psikososial, keagamaan, pendidikan dan latihan vokasional untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri, kemandirian dan menolong diri sendiri serta mencapai kemampuan fungsional, sesuai dengan potensi yang dimiliki, baik fisik, mental, sosial dan ekonomi. Pada akhirnya mereka diharapkan dapat mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba dan kembali berinteraksi dengan masyarakat secara wajar (BNN, 2004). 5 BNN (Badan Narkotika Nasional) merupakan sebuah lembaga yang menangani penyalahgunaan narkotika dan memiliki tahapan rehabilitasi yang dimulai dari fase detoksifikasi, yaitu ditujukan untuk membantu residen menghilangkan racun-racun dalam tubuhnya akibat dari pemakaian zat adiktif. Umumnya pada fase ini, residen menetap selama ± 2 minggu dalam ruangan khusus dan terisolasi. Selanjutnya adalah fase Entry Unit yang merupakan tahap lanjutan dari fase detoksifikasi, dimana pada fase ini merupakan fase “istirahat” bagi residen untuk mempersiapkan fisik dan mentalnya guna mengikuti program selanjutnya. Pada umumnya fase Entry Unit berlangsung selama ± dua minggu, tergantung kemajuan residen dalam proses rehabilitasi. Selanjutnya adalah Primary Program yaitu tahap awal (Primary Stage) program rehabilitasi melalui pendekatan Therapeutic Community (TC) dimana dilakukan stabilitasi fisik, emosi dan menumbuhkan motivasi residen untuk melanjutkan tahap terapi selanjutnya, dan yang terakhir adalah Re-entry Stage yaitu tahapan program rehabilitasi melalui pendekatan Therapeutic Community setelah residen mengikuti tahapan program primer, dimana dilakukan upaya pemantapan kondisi psikologis dalam dirinya, mendayagunakan nalarnya dan mampu mengembangkan keterampilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun indikator keberhasilan Therapeutic Community di BNN meliputi dua aspek, yaitu indikator keberhasilan program dan indikator keberhasilan residen. Indikator yang dapat digunakan untuk menilai program rehabilitasi ini berhasil atau gagal, yakni: angka drop-out pada setiap tahapan; angka residen yang kabur; angka kekambuhan; adanya peningkatan status kehidupan residen 6 yang lebih baik selama dan setelah mengikuti program yang dinilai dari pelasanaan pekerjaan, sekolah, dan perilaku sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sosial lainnya. Indikator keberhasilan yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan residen di BNN, yakni Pertama, residen dalam keadaan bebas zat (abstinence). Kedua, residen dapat menjalankan kehidupan sosialnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat (BNN R.I. & Departemen Sosial R.I. 2004). Metode treatment yang diberikan di BNN adalah metode Therepeutic Community (TC), yaitu suatu metode rehabilitasi sosial yang merupakan sebuah “keluarga” dan terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama serta memiliki tujuan yang sama, yaitu menolong diri sendiri dan sesama yang dipimpin oleh seseorang dari mereka sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari yang negatif kearah tingkah laku yang positif (Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta). Teori yang mendasari metode Therapeutic Community adalah pendekatan behavioral dimana berlaku sistem reward (penghargaan/penguatan) dan punishment (hukuman) dalam mengubah suatu peilaku. Selain itu digunakan juga pendekatan kelompok, dimana sebuah kelompok dijadikan suatu media untuk mengubah suatu prilaku (Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta). Therapeutic Community adalah sekelompok orang yang mempunyai masalah sama, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to helping himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya (BNN, 2009). 7 Dalam program Therapeutic Community kesembuhan diciptakan lewat perubahan persepsi/pandangan alam (the renewal of wordview) dan penemuan diri (self discovery) yang mendorong pertumbuhan dan perubahan (growth and change) (Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta). Kegiatan dalam Therapeutic Community bertujuan untuk membantu masalah yang dihadapi oleh sekelompok orang yang memiliki permasalahan yang sama yaitu masalah yang berkaitan dengan Napza dan hal-hal yang menyebabkan individu kembali menggunakan Napza, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam proses pemulihan. Program Therapeutic Community berlandaskan pada filosofi dan sloganslogan tertentu, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (unwritten philosophy). Filosofi Therapeutic Community yang tertulis merupakan suatu hal yang harus dihayati, dianggap sakral, tidak boleh diubah dan harus dibaca setiap hari. Sementara filosofi tidak tertulis (unwritten philosophy) adalah merupakan nilai-nilai yang harus diterapkan dalam proses pemulihan yang maknanya mengandung nilai-nilai kehidupan yang yang universal, artinya filosofi ini tidak mengacu kepada kultur, agama dan golongan tertentu (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). Prinsip yang mendasari dilaksanakannya konsep Thehrapeutic Community adalah bahwa setiap orang itu pada prinsipnya dapat berubah, yaitu dari perilaku negatif ke arah prilaku yang positif. Dalam proses perubahan seperti ini, seseorang sangat memerlukan bantuan dari pihak lain termasuk kelompok. Oleh karena itu 8 dalam proses pengubahan perilaku tersebut, Therapeutic Community dianggap sebagai keluarga besar (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). Konsep Therapeutic Community pada umumnya menerapkan pendekatan self-help, artinya residen dibiasakan mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan dengan pengelola kebutuhan sehari-hari, misalnya memasak, mencuci, membersihkan fasilitas Therapeutic Community, memperbaiki gedung dan sebagainya, disamping kegiatan yang bersifat pemberian keterampilan. Dalam hal ini setiap kegiatan residen mempunyai tanggung jawab mengubah tingkah laku, baik bagi diri sendiri, maupun orang lain (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). Kegiatan-kegiatan yang ada dalam Therapeutic Community antara lain ialah Morning Meeting, kegiatan yang dilaksanakan setiap pagi untuk mengawali kegiatan-kegiatan selanjutnya dan diikuti oleh semua residen, selanjutnya ialah Encounter Group, group ini dirancang khusus untuk mengekspresikan atau menyatakan perasaan kesal, kecewa, marah, sedih dan lain-lain. Group ini adalah bagian untuk memodifikasi prilaku agar menjadi lebih disiplin. Kegiatan Static Group, ialah bentuk kelompok lain yang digunakan dalam upaya pengubahan perilaku dalam Therapeutic Community, kelompok ini membicarakan berbagai macam permasalahan kehidupan keseharian dan kehidupan yang lalu. Kegiatan PAGE (Peer Accountability Group Evaluation) adalah suatu kelompok yang mengajarkan residen untuk dapat memberikan satu penilaian positif dan negatif dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama residen. Selanjutnya kegiatan Haircut adalah salah satu bentuk dan sanksi yang diberikan kepada residen yang 9 melakukan pelanggaran secara berulang-ulang dan telah diberikan sanksi berupa teguran lisan secara langsung saat terjadi pelanggaran dan peringatan serta nasihat pada forum morning meeting. Kegiatan Wrap up adalah kegiatan yang membahas kegiatan yang telah selama 1 hari, selanjutnya ialah kegiatan Learning Experiences adalah bentuk sanksi yang diberikan kepada residen setelah menjalani haircut, family haircut dan general meeting. Kegiatan seminar yaitu kegiatan berupa pemberian materi yang berkaitan dengan Therapeutic Community, narkoba, maupun pengetahuan lain yang relevan. Function merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap kebersihan lingkungan sekitar, dan masih banyak kegiatan yang lainnya (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). Peneliti tertarik untuk mengambil judul hubungan antara persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza dikarenakan saat ini peneliti melihat fenomena yang terjadi pada residen di salah satu panti rehabilitasi, dimana sebagian dari mereka banyak yang sudah discharge program namun tidak lama kemudian kembali masuk rehabilitasi dikarenakan relapse. Sehingga peneliti ingin melihat bagaimana persepsi residen terhadap kegiatankegiatan Therapeutic Community sehingga mampu menumbuhkan harapan mereka untuk bertahan dan pulih dari Napza, dan apakah para residen menpersepsikan kegiatan dalam program Therapeutic Community sebagai sesuatu yang positif atau negatif, kemudian bagaimana persepsi residen tersebut terhadap kelompoknya (orang-orang yang memiliki permasalahan yang sama terhadap 10 Napza), selain itu dari survei yang telah dilakukan peneliti pada waktu mengadakan seminar “harapan” di salah satu panti rehabilitasi, terlihat bahwa sebanyak 24 residen menyatakan bahwa mereka memiliki harapan untuk stay clean dan sober dan mendapatkan kepercayaan orang tua dan keluarga kembali setelah mereka menjalani proses rehabilitasi. Karena itulah mengapa peneliti menjadi tertarik untuk mengambil judul tersebut. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah ada hubungan positif yang signifikan antara Persepsi tentang Therapeutuc Community dengan Hope untuk pulih dari Napza? 1.3 Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah 1.3.1 Perumusan Masalah Adapun masalah yang ingin dikaji lebih jauh dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang Therapeutuc Community dengan harapan untuk pulih dari Napza? 1.3.2 Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak meluas, maka diperlukan pembatasan masalah dari masalah-masalah yang hendak diteliti. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Harapan adalah yaitu kemampuan untuk merencanakan suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkan meskipun menjumpai halangan/rintangan/ 11 hambatan (pathways/waypower) dan motivasi untuk menggunakan cara atau jalur tersebut (agency/willpower). 2. Pulih dari Napza adalah keadaan dimana seorang pecandu sama sekali tidak menggunakan zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosialnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. 3. Harapan untuk pulih dari Napza adalah kemampuan untuk merencanakan suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkana yaitu tidak menggunakan zat-zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosial sesuai dengan norma-norma yang berlaku diimasyarakat meskipun menjumpai hambatan dan motivasi untuk menggunakan cara atau jalur tersebut. 4. Persepsi Persepsi merupakan suatu proses dimana setiap individu mengorganisir dan menginterpretasikan apa yang ditangkap inderanya untuk memberikan arti pada lingkungannya. 5. Therapeutic Community (TC) Therapeutic Community (TC) adalah sekelompok orang yang mempunyai masalah yang sama, mereka berkumpul untuk saling bantu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to help himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri. 6. Persepsi Tentang Therapeutic Community Persepsi tentang Therapeutic Community adalah suatu proses mengorganisir dan menginterpretasikan atau menafsirkan informasi dari sekelompok orang yang berkumpul untuk saling membantu dalam masalah yang dihadapinya untuk memberikan arti pada lingkungannya. 12 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan persepsi tentang Therapeutuc Community dengan harapan untuk pulih dari Napza. 1.4.2 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu: 1. Manfaat teoritis untuk penelitian ini: Diharapkan memberikan sumbangan teoritis bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan psikologi klinis pada khususnya, berupa data empiris tentang hubungan persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza. 2. Manfaat Praktis untuk penelitian ini: a. Bagi residen Bagi residen diharapkan dapat membuka dan menambah wawasan mengenai persepsi tentang therapeutic community dengan harapan untuk pulih dari Napza guna membantu mereka dalam proses pemulihan agar mereka dapat bertahan untuk tidak kembali menggunakan Napza. 13 b. Bagi lembaga terkait Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif serta dapat meningkatkan kualitas pelayanan berkaitan dengan penanganan pemulihan bagi para residen. c. Bagi Konselor Diharapkan penelitian dapat memberi tambahan informasi tentang persepsi Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari napza, sehingga konselor dapat mengarahkan anak didiknya. BAB 2 KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan tentang deskripsi teoritis tentang harapan, persepsi, Therapeutic Community, Napza, kerangka berpikir, serta hipotesis penelitian. 2.1 Harapan 2.1.1 Definisi Harapan Konsep harapan sudah dibahas selama bertahun-tahun dalam kepustakaan filsafat, teologi, psikologi dan sosiologi termasuk dalam penerapannya di setting klinis (Farran, Herth & Popovitch, 1995). Terdapat berbagai definisi tentang harapan. Menurut Petterson & Selligman (2004) harapan selalu mengacu pada suatu ekspektansi positif. (Religd, dalam Rice, 2000) Harapan memungkinkan seseorang untuk mengatasi situasi yang penuh tekanan (stressful) dengan mengharapkan hasil yang positif. Karena hasil positif yang diharapkan maka seseorang termotivasi untuk bertindak dalam menghadapi ketidakpastian. Dalam psikologi, harapan didefinisikan pertama kali oleh Lynch (Raleigh, dalam Rice, 2000). Lynch mendefinisikan harapan sebagai pengetahuan mendasar bahwa situasi sulit dapat diatasi sehingga tujuan dapat dicapai. “the fundamental knowledge that a difficult situation can be worked out and that goals can be reached” (Religh, dalam Rice, 2000). Kemudian Stotland (Raleigh, dalam Rice, 2000) membuat revolusi dalam pemahaman tentang konsep harapan dalam psikologi dengan mengembangkan 14 15 suatu kerangka konseptual tentang harapan dan mengoperasionalkan konsep harapan. Kerangka konseptual yang dikembangkan Stotland menjadi perintis dikembangkannya berbagai instrumen untuk mengukur harapan dan dilakukannya berbagai penelitian ilmiah tentang harapan. Sebelumnya, harapan dalam psikologi merupakan suatu konsep yang samar sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pengukuran dan studi sistematik. Menurut Stotland (Raleigh, dalam Rice, 2000), harapan adalah suatu ekspektansi terhadap pencapaian tujuan di masa depan yang ditentukan oleh pentingnya tujuan tersebut bagi seseorang dan motivasi dalam bertindak untuk meraih tujuan. Pemahaman terhadap konsep harapan berkembang. Farran, Herth, & Popovitch (1995) melakukan meta-analisis terhadap beberapa definisi yang ada dan mengemukakan bahwa harapan merupakan suatu pengalaman esensial dalam kehidupan manusia. Harapan berfungsi sebagai cara merasakan, cara berpikir, cara bertindak dan cara berhubungan dengan dirinya maupun dengan dunianya. Dalam harapan terdapat kemampuan untuk mengembangkan ekspektansi yang cair. Harapan dapat tetap ada ketika suatu objek atau hasil yang didambakan belum terwujud. “Hope constitutes an essential experience of the human condition. It functions as a way of feeling, a way of thinking, a wayof behaving, and a way relating to oneself and one’s world. Hope has the ability to be fluid in its expectations, and in the event that the desired object or outcome does not occuur, hope can still be present” (Farran, Herth, & popovitch, 1995: 6). 16 Sebagai suatu cara merasakan (afektif), harapan digambarkan sesuatu yang melampaui emosi dan berfungsi sebagai suatu kekuatan pendorong. Harapan menggerakkan seseorang untuk maju ketika merasakan sesuatu yang aneh yang melawan dirinya. Sebagai suatu cara berpikir (kognitif), harapan diasosiasikan dengan keberanian, keteguhan dalam menghadapi derita yang berat atau mengalami begitu banyak masalah (a sense of fortitude). Dalam hal ini, harapan digambarkan sebagai kemampuan menghadapi suatu kenyataan melampaui suatu kenyataan melampaui yang tampak dan merupakan suatu asumsi kepastian bahwa suatu kemungkinan kekhawatiran atau ketakutan tidak akan terjadi (Korner, dalam Farran, Herth, & Popovitch, 1995). Harapan juga berfungsi sebagai suatu proses kreatif dimana seseorang membayangkan cara-cara lain dalam menghadapi terjadinya kemungkinan atau ketakutan (Lynch, dalam Farran, Herth, & Popovitch, 1995). Pemahaman lainnya tentang harapan dalam tinjauan psikologi dikembangkan oleh Seligman. Harapan merupakan suatu sikap mental positif secara kognitif, emosi dan motivasional terkait dengan masa depan (Petterson & Seligman, 2004; Seligman, 2002). Hal ini meliputi berpikir tentang masa depan, menantikan suatu kejadian dan hasil yang diharapkan terjadi, bertindak dengan cara yang diyakini dapat berhasil dan merasa yakin dengan usaha yang tepat untuk dilakukan serta menyebabkan seseorang merasa gembira saat ini untuk kemudian fokus dalam melakukan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan. Sikap mental positif terkait dengan masa depan lainnya adalah faith, trust, confidence dan optimisme. Pemahaman tentang harapan secara mutakhir dalam tinjauan 17 psikologi dikembangkan secara mendalam oleh seorang psikolog klinis, Snyder (1994). Definisi konsep harapan yang dikembangkan Snyder adalah : “the sum of the mental willpower dan waypower that you have for your goals” (Snyder, 1994:5) Menurut Snyder (1994), bagaimana seseorang berpikir dan menginterpretasikan lingkungan eksternalnya merupakan kunci untuk memahami harapan. Harapan memiliki 3 komponen utama, yaitu goal, waypower, dan willpower. Dalam konsep ini, harapan tampak paling kuat ketika perbandingan antara kemungkinan pencapaian tujuan dan kemungkinan kegagalan adalah 50 – 50. Pada saat tujuan dirasakan pasti dapat dicapai, konsep harapan tampak menjadi kurang penting. Demikian pula ketika tujuan dirasakan pasti tidak dapat dicapai. Gejala yang terjadi adalah ketidakberdayaan. 2.1.2 Komponen dalam Hope Terdapat 3 komponen dalam definisi harapan yang dikembangkan Snyder (1994), yaitu: tujuan (goals), willpower dan waypower. Berikut ini aka dijelaskan ketiga komponen tersebut satu persatu. 1. Tujuan Tujuan merupakan suatu objek, pengalaman, atau hasil yang dibayangan dan didambakan oleh seseorang dalam benaknya. (Snyder, 1994). Konsep harapan menjadi sesuatu yang relevan terkait dengan tujuan yang penting dan serius dalam hidup seseorang. Snyder menjelaskan bahwa ketika peluang untuk mencapai tujuan yang didambakan sama sekali tidak ada (0%) atau peluangnya sangat pasti dapat dicapai (100%) maka konsep harapan tidak relevan. Penyebabnya adalah 18 hasilnya sudah dapat dipastikan atau ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, konsep harapan relevan pada tujuan yang terletak diantara sesuatu yang pasti akan tercapai dan sesuatu yang pasti tidak akan pernah tercapai. 2. Willpower / Agency Thought Willpower merupakan kekuatan pendorong dalam berpikir penuh harap (hopeful thinking). Willpower adalah “the sense of mental energy that over time helps to propel person toward goal”(Snyder, 1994). Berikut ini merupakan visualisasi dari konsep willpower menurut snyder: A B Gambar 2.1 Visualisasi willpower Dalam visualisasi diatas, willpower (tanda panah) menggerakan seseorang dari poin A yang menggambarkan keadaan saat ini menuju kepencapaian tujuan yang digambarkan dengan poin B. Willpower berisikan keteguhan hati dan komitmen yang dapat digunakan untuk membantu menggerakan seseorang untuk maju kea rah pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam suatu momen tertentu. Willpower memunculkan persepsi seseorang untuk dapat melakukan dan mempertahankan suatu tindakan menuju pencapaian tujuan yang diinginkan terutama tujuan yang penting dala kehidupan. Willpower dapat lebih mudah dibangkitkan ketika seseorang dapat memahami dan merepresentasikan tujuan yang jelas dalam benaknya. Tujuan yang samar tidak mencetuskan dorongan secara mental untuk maju. Oleh karena itu, ketika seseorang dapat mengklarifikasi 19 tujuannya maka ia cenderung dapat mengisi dirinya dengan pemikiran yang aktif dan memberdayakan diri menuju pencapaian tujuan. Willpower juga memunculkan keyakinan dalam diri seseorang bahwa ia mampu melakukan suatu tindakan menuju pencapaian tujuan (Snyder, 1994). Kemampuan seseorang untuk menciptakan willpower didasarkan pada pengalaman sebelumnya tentang keberhasilan yang mengaktifasikan benak dan tubuh kita untuk mengejar tujuan (Snyder, 1994). Penting untuk digarisbawahi bahwa willpower tidak diperoleh ketika seseorang menjalani kehidupannya dengan mudah dimana tujuan dapat dicapai tanpa adanya rintangan. Seseorang yang memiliki willpower adalah seseorang yang telah mampu mengatasi kesulitan-kesulitan sebelumnya dalam hidup. 3. Waypower / Pathways Thought Waypower merefleksikan rencana atau peta jalur secara mental yang menuntun pemikiran yang penuh harapan (hopeful thinking). Waypower adalah kapasitas mental yang dapat digunakan untuk menemukan satu atau lebih cara yang efektif untuk mencapai tujuan (Snyder, 1994). “a mental capacity we can call on to find one more effective ways to reach our goal” (Snyder, 1994). Berikut ini merupakan visualisasi dari konsep waypower menurut Snyder: A B Gambar 2.2 Visualisasi waypower 20 Dalam visualisasi diatas, waypower menunjukan suatu rute (tanda panah) yang harus dijalani dan dilalui seseorang (dari poin A) menuju tujuan (poin B). Esensi dari berpikir waypower adalah suatu persepsi bahwa seseorang dapat terlibat dalam pemikiran yang penuh perencanaan (Snyder, 1994). Secara khusus, kemampuan waypower seseorang dapat diterapkan dalam beberapa tujuan yang berbeda satu sama lain. Secara umum, seseorang tampak lebih mudah untuk merencanakan secara efektif ketika tujuan yang hendak dicapai dapat didefinisikan atau dioperasionalkan dengan baik. Sama seperti willpower, waypower lebih sering terjadi terkait dengan tujuan yang lebih penting. Tujuan yang lebih penting bagi seseorang cenderung memunculkan perencanaan yang kaya. Hal ini terjadi karena seseorang dalam perkembangannya cenderung menghabiskan banyak waktu untuk berpikir tentang bagaimana meraih tujuan yang lebih penting dan cenderung mempraktekan perencanaan terkait dengan tujuan yang lebih penting tersebut. Kemampuan seseorang untuk menciptakan waypower didasarkan pada pengalaman sebelumnya tentang keberhasilan menemukan satu atau lebih cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Snyder, 1994). Berdasarkan hasil penelitian, ingatan seseorang diatur atau diorganisasikan kedalam tujuan dan rencana. Dengan perkataan lain, seseorang menyimpan informasi secara mental berdasarkan pada tujuan dan cara yang diasosiasikan dengan tujuan tersebut (Snyder, 1994). Selain itu persepsi seseorang akan kemampuannya mengembangkan cara atau jalan menuju tujuannya kemungkinan diperkaya oleh pengalaman 21 keberhasilan sebelumnya. Pengalaman keberhasilan sebelumnya yang dimaksud adalah dalam hal mengembangkan suatu cara atau jalur baru menuju tujuan pada saat adanya hambatan dalam menjalankan cara yang biasanya dipakai menuju tujuan tersebut. Dalam hal ini. Waypower termasuk fleksibel mental untuk menemukan suatu alternatif jalur menuju pencapaian tujuan yang didambakan. Ungkapan berikut menjelaskan tentang hal ini. “jika anda tidak melakukannya dengan suatu cara tertentu, lakukanlah cara yang berdeda”. A B Gambar 2.3 Visualisasi waypower terkait dengan halangan / rintangan Dalam visualisasi diatas tampak adanya jalur lurus dari poin A (kedaaan saaat ini) menuju poin B (tujuan yang didambakan) yang biasanya dilakukan seseorang menemui hambatan atau rintangan (panah lurus). Seseorang dengan kemampuan waypower yang tinggi secara mental mampu merencanakan jalur lainnya menuju tujuan yang didambakan tersebut (panah melengkung). Keyakinan bahwa beberapa jalan atau jalur dapat dilalui menuju pencapaian tujuan dimiliki oleh seseorang dengan kemampuan waypower yang tinggi. Dalam hal ini, seseorang mengubah “cetak biru” yang dimilikinya dan menyesuaikannya dengan tujuan yang didambakan dan rintangan yang harus dihadapinya. Menurut Snyder (1994), tidak semua orang dapat mempersepsikan bahwa dirinya mampu membuat 22 suatu rencana baru melainkan kebanykan orang cenderung merasa terhambat dan kehabisan cara ketika mengalami hambatan dalam usaha pencapaian tujuan. 2.1.3 Variasi harapan berdasarkan kombinasi willpower dan waypower Menurut Snyder (1994), seseorang yang memiliki personal sense of willpower sebaliknya juga memiliki pemikiran terkait waypower menuju pencapaian tujuan yang didambakan. Namun seringkali hal ini tidak terjadi. Penelitian menunjukan bahwa seseorang dengan kemampuan berpikir willpower tidak selalu memiliki pemikiran terkait waypower. Seseorang yang tidak memiliki keduanya, willpower dan waypower, tidak dapat dikatakan bahwa harapannya tinggi. Terdapat 4 (empat) jenis variasi tentang kombinasi willpower dan waypower (Snyder, 1994), yaitu: Willpower rendah Waypower rendah Willpower tinggi Waypower rendah Willpower rendah Waypower tinggi Willpower tinggi Waypower tinggi Table 2.4 Kombinasi willpower dan waypower Dalam kombinasi pertama (Willpower rendah dan Waypower rendah). Seseorang dapat dikatakan memiliki tingkat harapan yang rendah. Menurut Snyder (1994), seseorang dengan kombinasi pertama ini rentan mengalami depresi karena selalu berpikir dirnya tidak mampu meraih tujuan yang didambakannya. Hal ini akan semakin memburuk ketika seseorang tidak mampu mendefinisikan atau mengoprasionalkan tujuannya. 23 Pada kombibasi kedua (Willpower tinggi dan Waypower rendah). Seseorang tampak memiliki energi secara mental yang cukup untuk mencapai tujuan yang didambakan namun tidak berpkir bahwa dirinya menuju tujuan yang didambakan. Menurut Snyder (1994), dalam beberapa keadaan, ketidak mampuan seseorang dalam berpikir tentang cara untuk mencapai suatu tujuan (waypower) cenderung mengakibatkan frustasi atau kemarahan yang diasosiasikan dengan kinerjanya yang buruk. Selain itu, ketika waypower yang rendah terus dirasakan dalam jangka waktu yang lama maka seseorang cenderung akan mengalami kehilangan willpower. Sesangkan dengan kombinasi ketiga (Willpower rendah dan Waypower tinggi), dalam benaknya memiliki berbagai kemungkinan yang dapat dilakukan tentang bagaimana caranya meraih tujuan namun cenderung memiliki keyakinan yang rendah akan kemampuannya dalam menggunakan berbagai kemungkinan cara yang ada (Snyder, 1994). Willpower yang rendah dalam kombinasi ini dapat merefleksikan defisiensi jangka panjang dalam keyakinan bahwa dirinya memiliki kapasitas untuk meraih tujuan yang didambakannya. Selain itu, kombinasi ini dalam jangka pendek juga dapat merefleksikan energi mental yang menurun karena beberapa kemunduran yang dialami saat ini. Gejala burnout merupakan suatu manifestasi dari kombinasi ini. Tindakan seseorang dalam kombinasi ini dalam mencapai tujuannya tampak datar. Meskipun seringkali mereka dapat membuat orang terkesan dengan ide dan pekerjaan yang dilakukannya namun proses yang dilakukannya tampak seperti suatu perjuangan yang konstan atau 24 terkesan sebagai suatu rutinitas. Mereka dapat menceritakan bagaimana suatu pekerjaan dapat diselesaikan namun mereka seringkali tampak depresif. Kombinasi terakhir (Waypower tinggi dan Waypower tinggi) merupakan profil diri seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi. Seseorang cenderung memiliki mental yang sangat memadai dan memiliki ide tentang cara meraih tujuan yang juga sangat memadai (Snyder, 1994). Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi memiliki tujuan yang jelas dalam benaknya dan terus menerus berpikir tentang cara untuk mendapatkannya. Mereka tampak sangat fokus pada tujuan yang didambakannya dan bebas bergerak dari satu ide ke ide yang dapat memfasilitasinya mendapatkan tujuannya. Intinya seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tampak sangat aktif dalam berpikir dan mereka tampak selalu yakin bahwa tersedia pilihan-pilihan cara untuk meraih tujuan yang didambakannya. 2.1.4 Karakteristik Individu Dengan Tingkat Harapan Tinggi Menurut Snyder (2000, dalam Carr, 2004), orang dewasa dengan tingkat harapan tinggi memiliki profil tertentu. Mereka telah mengalami berbagai kemunduran atau ‘pukulan’ sama seperti orang lain dalam kehidupan mereka namun mereka telah mengembangkan keyakinan bahwa mereka dapat melakuka penyesuaian terhadap tantangan yang ada dan mengatasi kesulitan yang terjadi. Mereka juga mempertahankan dialog dalam dirinya yang positif, seperti mengatakan pada dirinya pernyataan berikut: “saya pasti bisa atau saya tidak akan menyerah”. Mereka fokus pada keberhasilan bukan pada kegagalan. Pada saat menghadapi rintangan dalam pencapaian tujuan yang didambakan, mereka 25 mengalami emosi negatif yang sedikit dan kurang intens. Hal ini terjadi karena mereka secara kreatif mampu mengembangkan jalur/cara lain untuk meraih tujuan atau memilih tujuan lainnya yang dapat dicapai. Ketika menghadapi permasalahan dalam hidupnya, seseorang dengan tingkat harapan tinggi cenderung mampu memecahkan masalah yang tampak besar dan tidak jelas menjadi masalahmasalah yang lebih kecil dan dapat didefinisikan secara lebih jelas sehingga dapat dikelola. Sedangkan seseorang dengan tingkat harapan yang rendah, ketika menghadpi rintangan yang berat akan mengalami perubahan emosi dengan siklus sebagai berikut: dari berharap menjadi marah, kemudian dari marah menjadi putus asa dan pada akhirnya putus asa menjadi apatis. Snyder (1994) mengemukakan karakteristik psikologis yang dimiliki seseorang dengan tingkat harapan tinggi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya. Karakteristik tersebut yaitu: 1. Optimis Seseorang dengan harapan yang tinggi pasti optimis namun tidak sebaliknya. Optimis tampak berkaitan erat dengan willpower namun tidak dengan waypower. Mereka yang optimis memiliki suatu energi mental terkait dengan pencapaian tujuannya namun mereka tidak selalu memiliki pemikiran terkait dengan cara pencapaian tujuan (waypower). 2. Memiliki persepsi kontrol terhadap kehidupannya Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi cenderung memiliki keyakinan bahwa dirinya sendiri memiliki kendali terhadap hidupnya dan dirinya sendiri menentukan nasib hidupnya. 26 3. Memiliki persepsi tentang kemampuannya dalam pemecahan masalah Kemampuan seseorang dalam pemecahan masalah berkaitan dengan pemikiran seseorang terkait dengan cara pencapaian tujuan. Pada saat mengalami siruasi sulit dalam melaksanakan cara yang biasanya dilakukan untuk mencapai tujua, mereka menjadi sangat berorientasi pada tugas dan menjalankan cara alternatif untuk mencapai tujuan. Mereka cenderung telah mengantisipasi permasalahan dengan mengembangkan perencanaan dengan sistem back-up (cadangan) untuk mengatasi kemungkinan mengalami suatu kesulitan. 4. Kompetitif Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tertarik dengan orang lain dan menikmati interaksinya dengan orang lain dan menikmati interaksinya dengan orang lain. Mereka cenderung menikmati kerja keras dan mendapatkan perasaan akan suatu penguasaan tertentu dalam situasi kompetitif. Mereka cenderung membandingkan kemampuan dirinya dengan orang lain. Namun pada orang dengan tingkat harapan yang tinggi, kecendrungannya untuk berkompetisi dengan orang lain tidak ada kaitannya dengan hasrat atau kebutuhan untuk menang. Hal ini terjadi karena mereka tampak menikmati proses pengujian keterampilan yang dimilikinya dan kompetisi memberikan tantangan yang menyegarkan. Mereka lebih mengutamakan proses daripada hasil akhir. 5. Harga diri (self esteem) tinggi Seseorang yang terbiasa mengembangkan waypower dan willpower terkait dengan tujuannya akan memiliki harga diri yang positif dalam berbagai 27 situasi. Mereka berpikir positif dengan diri sendiri karena mereka mengetahui bahwa mereka telah meraih tujuan mereka dimasa lalu dan melakukan hal yang sama untuk tujuan dimasa yang akan datang. Harga diri orang dengan tingkat harapan yang tinggi tampil dalam ruang privat terkait dengan perasaan bangga terhadap diri sendiri. 6. Merasakan efek yang cenderung positif Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi mengalami keadaan afek fang positif. Mereka terlibat secara penuh dalam usaha mewujudkan tujuan yang didambakannya. Mereka tampak antusias, tertarik, dan bersukacita dalam mencoba berbagai solusi atau jalur untuk mencapai tujuan yang diperkuat dengan konsentrasi penuh dan minat yang tinggi. 7. Tidak merasa cemas dan depresi Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tidak berarti kebal terhadap kecemasan. Namun mereka mampu mengatasi kecemasannya melalui cara berpikir yang dimilikinya terkain dengan willpower dan waypower. demikian halnya dengan depresi. Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tampak bersemangat dan bergairah dengan energi mental dan ide yang dimilikanya tentang pencapaian tujuan-tujuan mereka. Akibatnya mereka tidak mengalami depresi. Namun tampilan menyerupai depresi atau depresi taraf ringan dapat dialami oleh seseorang yang tinggi dalam waypower namun rendah dalam willpower. Selain mengemukakan tentang karakteristik psikologis dari orang-orang dari tingkat harapan yang tinggi, berikut ini dikemukaka tentang bagaimana tujuan 28 yang dikembangkan oleh orang-orang dengan tingkat harapan yang tinggi. Menurut Snyder (1994), orang dengan tingkat harapan yang tinggi mendambakan beberapa tujuan sekaligus dalam berbagai area kehidupan. Meskipun cenderung sulit mereka mempertahankan tujuan tersebut dan memandangnya sebagai tantangan yang diterima dengan tangan terbuka sebagai bagian yang normal dari kehidupan. Mereka cenderung menggunakan tujuan mereka sebagai bagian yang normal dari kehidupan. Mereka cenderung menggunakan tujuan mereka sebagai suatu langkah menuju kesuksesan. Mereka menemukan tujuan dalam hidup mereka dan berpikir bahwa mereka akan mendapatkannya. Dengan kata lain orang dengan tingkat harapan yang tinggi adalah investor yang terus menerus menambah investasinya dalam tujuan-tujuan hidup dan berharap untuk mendapatkan pengambalian yang sempurna dari investasinya tersebut. 2.1.5 Faktor yang Memperngaruhi Harapan Berdasarkan pemahaman akan konsep Snyder tentang harapan, emosi positif atau negatif merupakan hasil dari pemikiran yang penuh harapan terkait dengan pencapaian tujuan. Dalam berbagai situasi ketika tujuan yang diharapkan diusahakan terwujud, perilaku seseorang untuk mewujudkannya ditentukan oleh interaksi 3 hal (Snyder, dalam Carr, 2004), yaitu: 1. Derajat keberhargaan (valued) dari hasil tujuan yang dikembangkan, 2. Pemikiran tentang cara atau jalur yang mungkin dilakukan menuju pencapaian tujuan dan ekspektasi mengenai efektifitas dari cara atau jalur tersebut dalam mencapai hasil atau tujuan yang dikembangkan, dan 29 3. Pemikiran tentang agency pribadi dan seberapa efektif seseorang dalam mengikuti jalur atau menjalankan cara menuju pencapaian tujuan. Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh pemikiran yang dikembangkan berdasarkan situasi/pengalaman masa lalu dan berkembang melalui dua cara, yaitu: 1. Pemikiran tentang jalur atau cara menuju pencapaian tujuan berdasarkan pengalaman dalam proses perkembangan seseorang terkait dengan korelasi dan kausalitas. 2. Pemikiran tentang agency berdasarkan pengalaman dalam proses perkembangan seseorang terkait dengan diri sendiri sebagai pelaku atau diri sendiri dalam hubungan sebab akibat dari berbagai pengalamannya. 2.2 Pulih Dari Napza 2.2.1 Pengertian Pulih Dari Napza Pulih dari Napza adalah keadaan dimana seorang pecandu sama sekali tidak menggunakan zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosialnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. 2.3 Harapan Untuk Pulih Dari Napza Harapan untuk pulih dari Napza adalah kemampuan untuk merencanakan suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkana yaitu tidak menggunakan zat-zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosial sesuai dengan normanorma yang berlaku diimasyarakat meskipun menjumpai hambatan dan motivasi untuk menggunakan cara atau jalur tersebut. 30 2.4 Persepsi 2.4.1 Pengertian Persepsi Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, dalam Sobur 2003). Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman terhadap sesuatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami. Robbins mendefinisikan persepsi sebagai berikut: Perception is a process by which individuals organize and interpret their sensory impression in order to give meaning to their envionmen. (Robbins: 2001). Definisi Robbins menjelaskan bahwa persepsi merupakan suatu proses dimana setiap individu mengorganisir dan menginterpretasikan apa yang ditangkap inderanya untuk memberikan arti pada lingkungannya. Morgan (1986) mendefinisikan persepsi sebagai: Perception refer to the way the world looks, sounds, feels, tester, or smell in other word percepstion can be defined as whatever is experienced by a person. Yakni, persepsi berhubungan mengenali dunia melalui indera penglihatan, pendengaran, perasa atau penciuman atau dengan kata lain persepsi bisa didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan pengalaman manusia. 31 Selain itu menurut Rice (1998) persepsi adalah interpretasi dan organisasi dari informasi yang diteruskan ke otak oleh indera. Dalam mempersepsikan suatu informasi terdapat dua proses penting, yaitu interpretasi dan organisasi. Pada saat individu melakukan interpretasi, ia berusaha untuk mengartikan dan membuat penilaian terhadap suatu informasi. Informasi tersebut dapat dinilai sebagai sesuatu yang positif ataupun negatif. Setelah melakukan proses interpretasi, individu kemudian melakukan proses organisasi dimana ia memilah-milah informasi baru dan menghubungkan informasi tersebut dengan informasi serupa yang telah disimpan di long-term memory. Perlu diketahui bahwa saat individu mempersepsikan sesuatu, dapat terjadi bias yang dipengaruhi oleh karakteristik emosi individu tersebut. Bias juga dapat dipengaruhi oleh efek kumulatif dari pengalaman-pengalaman yang dialami sebelumnya oleh individu yang bersangkutan (Rice, 1998). 2.4.2 Proses Persepsi Salah satu pandangan yang dianut secara luas menyatakan bahwa psikologi, sebagai telaah ilmiah, berhubungan dengan unsur dan proses yang merupakan perantara rangsangan di luar organisme dengan tanggapan fisik organisme yang dapat diamati terhadap rangsangan. Menurut rumusan ini, yang dikenal dengan teori rangsangan-tanggapan (stimulus-respons), persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Sub proses psikologis lainnya yang mungkin adalah pengenalan, perasaan, dan penalaran (Sobur, 2003). 32 Penalaran Rangsangan Persepsi Pengenalan Tanggapan Perasaan Persepsi, pengenalan, penalaran, dan perasaan kadang-kadang disebut variabel psikologis yang muncul di antara rangsangan dan tanggapan. Sudah tentu, ada pula cara lain untuk mengonsepsikan lapangan psikologi, namun rumus S-R dikemukakan di sini karena telah diterima secara luas oleh oleh para psikolog dan karena unsur-unsur dasarnya mudah dipahami dan digunakan oleh ilmu sosial lainnya (Hennessy, dalam Sobur 2003). 2.4.3 Komponen Persepsi Menurut Sobur (2003) dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang, harus dimulai dari mengubah persepsinya. Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama yaitu: 1. Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. 2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana. 33 3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi. Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai. 2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Robbin (2001) diantara faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu : 1. Orang yang melakukan persepsi, adapun beberapa hal yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang antara lain: a. Sikap individu yang bersangkutan terhadap objek persepsi. b. Motif atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada di dalam diri seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi yang dimunculkan. c. Interest atau ketertarikan, faktor perhatian individu dipengaruhi oleh ketertarikan tentang sesuatu. Hal ini menyebabkan objek persepsi yang sama dapat dipersepsikan berbeda oleh masing-masing individu. d. Harapan, harapan dapat menyebabkan distorsi terhadap objek yang dipersepsikan atau dengan kata lain seseorang akan mempersepsikan suatu objek atau kejadian sesuai dengan apa yang diharapkan pada orang tersebut. 2. Target atau objek persepsi, karakteristik atau objek persepsi yang dipersepsikan bisa mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Karakteristik orang yang dipersepsi baik itu karakteristik personal sikap maupun tingkah laku dapat berpengaruh terhadap perceiver, karena manusia dapat saling mempengaruhi persepsi satu sama lain. 34 3. Faktor situasi yaitu situasi saat persepsi muncul, konteks situasi saat melihat objek baik berupa lokasi, cahaya dan suasana sangatlah penting. Pada faktor situasi terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi, antara lain: a. Konteks sosial, bagaimana lingkungan sosial memandang objek persepsi seseorang adalah kecenderungan sesuai dengan apa yang dipersepsikan lingkungan sosialnya. b. Konteks pekerjaan, persepsi seseorang terhadap suatu peristiwa dalam lingkup pekerjaan. c. Waktu, pada saat kapan objek persepsi tersebut dipersepsikan. 2.5 Therapeutic Community (TC) 2.5.1 Filosofi Program Therapeutic Community berlandaskan pada folosofi dan slogan- slogan tertentu, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (unwritten philosophy). Filosofi Therapeutic Community yang tertulis merupakan suatu hal yang harus dihayati, dianggap sakral, tidak boleh diubah dan harus dibaca setiap hari. Sementara filosofi tidak tertulis (unwritten philosophy) adalah merupakan nilai-nilai yang harus diterapkan dalam proses pemulihan yang maknanya mengandung nilai-nilai kehidupan yang yang universal, artinya filosofi ini tidak mengacu kepada kultur, agama dan golongan tertentu (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). 2.5.1.1 Filosofi Therapeutic Community yang tertulis (The Creed) Merupakan filosofi atau falsafah yang dianut dalam Therapeutic Community. Falsafah ini merupakan kerangka dasar berpikir dalam program 35 Therapeutic Community yang harus dipahami dan dihayati oleh seluruh residen (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). THE CREED I am Here, Because There Is No Refuge Finally From My Self Until I Confront My Self In The Eyes And Heart Of Others I am Running Until Suffer Them To Share My Secrets I Have No Safety From Them Afraid To Be Known I Can Know Neither My Self Nor Any Other Where Else But In Our Common Ground Can I Find Such A Mirror Here Together I Can At Last Appear Clearly To My Self Not As A Giant Of My Dreams Nor The Drawf Of My Fears But As A Pearson Part Of The Whole With My Share In Its Purpose In This Ground I Can Take Root And Grows Not Alone Anymore As In Death But A Live To My Self And To other 36 “Saya berada di sini karena tiada lagi tempat berlindung, baik dari diri sendiri, hingga saya melihat diri saya dimata dan hati insan yang lain. Saya masih berlari, sehingga saya belum sanggup merasakan kepedihan dan menceritakan segala rahasia diri saya ini, saya tidak dapat mengenal diri saya sendiri yang lain, saya akan senantiasa sendiri. Di mana lagi kalau bukan disini, dapatkah saya melihat cermin diri ini? Di sinilah, akhirnya, saya melihat cermin diri ini. Disinilah akhirnya saya jelas melihat wujud diri sendiri. Bukan kebesaran semu dalam mimpi atau si kerdil didalam ketakutannya. Tetapi seperti seorang insan, bagian dari masyarakat yang penuh kepedulian. Di sini saya dapat tumbuh dan berakar, bukan lagi seorang seperti dalam kematian tetapi dalam kehidupan yang nyata dan berharga baik untuk diri sendiri maupun orang lain.” 2.5.1.2 Filosofi Tidak Tertulis (Unwritten Philosophy) Merupakan nilai-nilai dasar yang tidak tertulis, tetapi harus dipahami oleh seluruh residen. Karena, inilah nilai-nilai atau norma-norma yang hendak dicapai dalam program. Dengan mengikuti program TC ini, residen dapat membentuk perilaku baru yang sesuai dengan Unwritten Philosophy (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). Filosofi-filosofi dibawah ini tidak mengenal hirarki, dalam arti tidak ada yang lebih penting dari yang lain, melainkan merupakan nilai-nilai kehidupan yang seluruhnya diterapkan dalam aktivitas keseharian para residen di panti rehabilitasi (facility) (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). 37 Honesty No free lunch Trust your enviorentmen Understanding is rather Than to be Understood Blind Faith To be Aware is To be alive Do Your things right everything else will follow Be careful what You ask for, You Might just get it You can’t keep it unless You give it away What goes around shall comes around Act as it Personal growth before vested status Compensation is valid 2.5.2 Pengertian Therapeutic Community (TC) Therapeutic Community (TC) adalah suatu metode rehabilitasi sosial yang ditujukan kepada korban penyalahgunaan narkoba, yang merupakan sebuah “keluarga” terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menolong diri sendiri dan sesama yang dipimpin oleh seseorang dari mereka, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari yang negatif ke arah tingkah laku yang positif (Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika). Therapeutic Community (TC) adalah sekelompok orang yang mempunyai masalah yang sama, mereka berkumpul untuk saling bantu dalam mengatasi 38 masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to help himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri (BNN). 2.5.3 Konsep Therapeutic Community (TC) Menurut Winanti, konsep Therapeutic Community yaitu menolong diri sendiri, dapat dilakukan dengan adanya keyakinan bahwa: a. Setiap orang bisa berubah. b. Kelompok bisa mendukung untuk berubah. c. Setiap individu harus bertanggung jawab. d. Program terstruktur dapat menyediakan lingkungan aman dan kondusif bagi perubahan. e. Adanya partisipasi aktif. 2.5.4 Komponen Therapeutic Community Dalam menjalankan metode Therapeutic Community, tidak cukup hanya menerapkan filosofi tertulis dan tidak tertulis saja. Masih ada komponen lain yang disebut sebagai empat struktur dan lima pilar (four structures and five pillars) (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). 2.5.4.1 Kategori Empat struktur 1. Behavior Management Shaping (pembentukan tingkah laku) Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada kemampuan untuk mengelola kehidupannya sehingga terbentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan masyarakat. 39 2. Emotional and Psychological (pengendalian emosi dan psikologi) Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan penyesuaian diri secara emosional dan psikologis, seperti murung, tertutup, cepat marah, perasaan bersalah, dan lain-lain ke arah perilaku yang positif. 3. Intelectual and Spiritual (pengembangan pemikiran dan kerohanian) Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan aspek pengetahuan, sehingga mampu menghadapi dan mengatasi tugas-tugas kehidupannya serta didukung dengan nilai-nilai spiritual, etika, estetika, moral dan sosial. 4. Vocational and Survival (keterampilan kerja dan keterampilan bersosialisasi serta bertahan hidup) Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan dan keterampilan residen yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari dan tugas-tugas kehidupannya. 2.5.4.2 Kategori Lima Pilar (5 tonggak dalam program) 1. Family Milieu Concept (Konsep Kekeluargaan) Yaitu suatu metode yang menggunakan konsep kekeluargaan dalam proses dan pelaksanaannya. 2. Peer Pressure (Tekanan Rekan Sebaya) Yaitu suatu metode yang menggunakan kelompok sebagai metode perubahan perilaku. 3. Therapeutic Session (Sesi Terapi) Yaitu suatu metode yang menggunakan pertemuan sebagai media penyembuh. 40 4. Religious Session (Sesi Agama) Yaitu suatu metode yang memanfaatkan pertemuan-pertemuan keagamaan untuk meningkatkan nilai-nilai kepercayaan atau spiritual residen. 5. Role Modeling (Ketauladanan) Yaitu suatu metode yang menggunakan tokoh sebagai model atau panutan. 2.5.5 Cardinal Rules Di luar filosofi tertulis, tidak tertulis, empat struktur dan lima pilar, ada hal yang dianggap tabu untuk dilakukan pada sebuah fasilitas TC. Hal-hal ini disebut juga sebagai peraturan-peraturan utama(BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). Cardinal Rules merupakan peraturan utama yang harus dipahami dan ditaati dalam program Therapeutic Community, yaitu: - No Drugs (tidak diperkenankan menggunakan narkoba) - No Sex (tidak diperkenankan melakukan hubungan seksual dalam bentuk apapun) - No Violence (tidak diperkenankan melakukan kekerasan fisik) 2.5.6 Tahapan Program 2.5.6.1 Proses penerimaan (Intake Process) Tahap ini berlangsung pada sekitar 30 hari pertama saat residen mulai masuk. Tahap ini merupakan masa persiapan bagi residen untuk memasuki tahapan Primary (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). 41 2.5.6.2 Tahap Awal (Primary Stage) Primary Stage adalah tahapan program rehabilitasi sosial melalui pendekatan Therapeutic Community, dimana dilakukan stabilitasi fisik, emosi dan menumbuhkan motivasi residen untuk melanjutkan tahap terapi residensi berikutnya. Tahap ini ditujukan bagi perkembangan sosial dan psikologis residen. Dalam tahap ini residen diharapkan melakukan sosialisasi, mengalami pengembangan diri, serta meningkatkan kepekaan psikologis dengan melakukan berbagai aktivitas dan sesi terapeutik yang telah ditetapkan. Dilaksanakan kurang lebih selama 3 sampai 6 bulan. Primary terbagi dalam beberapa tahap, yaitu: a. Younger Member Pada tahap ini residen mulai mengikuti program dengan proaktif, artinya ia telah dengan aktif mengikuti program yang telah ditetapkan oleh lembaga. Residen diwajibkan mengikuti aturan-aturan yang ada dan bila melakukan kesalahan diberi sanksi tetapi masih diberikan pula toleransi-toleransi dengan batasan-batasan tertentu. Tujuan dari tahap ini adalah untuk lebih mengenal peraturan-peraturan, filosofi, proses atau prosedur dan terminologi (istilahistilah yang digunakan dalam Therapeutic Community). b. Middle Peer Pada tahap ini residen sudah harus bertanggung jawab pada sebagian pelaksanaan operasional panti/lembaga, membimbing younger member dan induction (residen yang masih dalam proses orientasi), menerima telefon tanpa pendamping, meninggalkan panti bersama (didampingi) orang tua dan senior (Day With Companion) secara bertahap mulai 4 jam sampai dengan 12 jam. 42 Tujuan dari tahap ini adalah untuk meningkatkan tanggung jawab residen terhadap diri sendiri, komunitas, dan panti sosial/lembaga, dan untuk meningkatkan disiplin, kejujuran, dan kepercayaan terhadap orang lain. c. Older Member Pada tahap ini residen sudah harus bertanggung jawab pada staf dan lebih bertanggung jawab terhadap keseluruhan operasional panti dan bertanggung jawab terhadap residen yunior. Tujuan dari tahap ini adalah untuk meningkatkan tanggung jawab residen terhadap diri sendiri, seluruh komunitas, dan terhadap operasional panti. Untuk meningkatkan disiplin, kejujuran, dan kepercayaan terhadap orang lain. Meningkatkan kemampuan penyesuaian diri residen terhadap lingkungan luar yaitu: keluarga peer group dan masyarakat. Kegiatan-kegiatan kelompok yang ada dalam tahap ini adalah: a. Morning Meeting Morning meeting adalah komponen utama yang dilaksanakan setiap pagi hari untuk mengawali kegiatan residen dan diikuti oleh seluruh residen. Morning meeting merupakan satu forum untuk membangun nilai-nilai sistem pada kehidupan yang baru berdasarkan Written Phylosophy, Honesty, Trust Environment, Responsibility, dan Comitment. Tujuan morning meeting: 1. Mengawali hari agar menjadi lebih baik. 2. Image Breaking (membangkitkan kepercayaan diri). 43 3. Melatih kejujuran dan kepercayaan terhadap residen yang lain. 4. Mengidentifikasi perasaan 5. Membalas Issue keseluruhan rumah yang harus diselesaikan oleh kemunitas. 2.5.6.3 Encounter Group Group ini dirancang khusus untuk mengekspresikan atau menyatakan perasaan kesal, kecewa, marah, sedih dan lain-lain. Group ini adalah bagian untuk memodifikasi perilaku agar menjadikan lebih disiplin. Tujuan Encounter Group yaitu: 1. Kehidupan komunitas yang sehat. 2. Menjadikan komunitas personal yang bertanggung jawab. 3. Berani mengungkapkan perasaan. 4. Membangun kedisiplinan. 5. Meningkatkan tanggung jawab. 2.5.6.4 Static Group Static Group adalah bentuk kelompok lain yang digunakan dalam upaya pengubahan perilaku dalam Therapeutic Community. Kelompok ini membicarakan berbagai macam permasalahan kehidupan keseharian dan kehidupan yang lalu. Tujuan Static Group yaitu: 1. Membangun kepercayaan antara sesama residen dan konselor. 2. Image Breaking (membangkitkan rasa percaya diri). 3. Menjadikan satu tanggung jawab moril atas permasalahan temannya. 4. Mencari solusi atau masalah. 44 2.5.6.5 PAGE (Peer Accountability Group Evaluation) PAGE adalah suatu kelompok yang mengajarkan residen untuk dapat memberikan satu penilaian positif dan negatif dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama residen. Dalam kelompok ini tiap residen dilatih meningkatkan kepekaan terhadap prilaku komunitas. Tujuan PAGE yaitu: 1. Residen mendapatkan masukan sehingga dapat mengubah perilakunya 2. Menyadari akan kekurangannya. 3. Membangkitkan akan rasa percaya diri. 4. Membangun komunitas yang sehat. 2.5.6.6 Haircut Haircut adalah salah satu bentuk dan sanksi yang diberikan kepada reisden yang melakukan pelanggaran secara berulang-ulang dan telah diberikan sanksi talking to (teguran lisan secara langsung saat terjadi pelanggaran) dan pull up (peringatan dan nasihat yang disampaikan pada forum morning meeting). Tujuan Haircut yaitu: a. Mengubah tingkah laku negatif residen yang melakukan pelanggaran secara berulang-ulang. b. Untuk memberikan shock therapy. c. Untuk melibatkan residen yang senior agar berperan serta dalam mengubah tingkah laku residen yang lain. 45 2.5.6.7 Wrap Up Wrap up adalah suatu kegiatan yang membahas perjalanan kehidupan selama 1 hari. Tujuan wrap up yaitu: a. Meningkatkan kejujuran antara sesama residen dan staf. b. Image Breaking (membangkitkan kepercayaan diri). 2.5.6.8 Learning Experinces Learning Experiences adalah bentuk-bentuk sanksi yang diberikan setelah menjalani haircut, family haircut dan general meeting. Tujuannya agar residen belajar dari pengalamannya untuk dapat mengubah perilaku (behavior shapping). 2.5.7 Tahap Lanjutan (Re-Entry Stage) Re-entry Stage adalah suatu tahapan proses lanjutan setelah tahap primer dengan tujuan mengembalikan residen kedalan kehidupan masyarakat (resosialisasi) pada umumnya (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). Tahap ini dilaksanakan selama 3 sampai dengan 6 bulan. Tahap ini meliputi : 1. Orientasi Yaitu tahap adaptasi terhadap lingkungan re-entry (pengenalan program). Di dalam orientasi residen didampingi oleh buddy (dengan syarat sudah lepas dari orientasi) yang ditunjuk oleh staf. Selama orientasi, residen tidak boleh meninggalkan facility. 46 Tahap ini dilaksanakan selama 2 minggu. Residen belum mendapatkan uang jajan, tidak boleh bertemu orang tua, dan sanksi atas pelanggaran berupa tugas-tugas rumah (task). Tujuan : Agar residen mengetahui dan memahami program-program yang ada dalam tahap lanjutan. 2. Fase A Pada fase ini residen sudah mendapatkan hak berupa: uang jajan setiap minggu; dapat dikunjungi orang tua setiap waktu; diberikan ijin pulang menginap 1 malam 2 minggu sekali pada malam minggu (tergantung performance dan request kepada staf/konselor). Residen juga boleh mempunyai aktifitas di luar panti bersama residen lain misalnya Narcotic Anonymous Meeting, Sport Out Doors, acara ulang tahun salah satu residen tetapi harus bersama residen lain. Tujuan : a) Meningkatkan kemampuan residen dalam menghadapi dan memecahkan masalah dalam keluarga. b) Melatih kemampuan residen untuk mengelola waktu dan uang. 3. Fase B Pada fase ini residen sudah mendapatkan hak berupa : boleh melakukan aktifitas di luar seperti les, kuliah, bekerja : boleh meminta tambahan uang saku sesuai dengan kebutuhan; memperoleh ijin pulang menginap 2 malam 2 minggu 47 sekali hari Jumat, Sabtu, Minggu. Hal-hal lain seperti pada Fase A. Pada setiap residen datang dari luar panti harus dilakukan spot check (pemeriksaan). Tujuan : Agar residen mulai dapat mengimplementasikan rencana yang dibuat pada Fase A untuk mencapai karir dan tujuan-tujuan kehidupan. 4. Fase C Pada fase ini residen memiliki hak yang sama seperti pada Fase A dan B yang berbeda pada home leave (ijin pulang) tergantung request dan keputusan staf, misalnya hari Senin, Selasa, Rabu (hari biasa) dengan tujuan agar residen dapat mengantisipasi apabila di rumah tidak ada orang tua. Tahap berikutnya residen boleh pulang sampai dengan satu minggu tinggal di rumah (tergantung penilaian staf), datang ke panti hanya apabila mengikuti kegiatan kelompok tertentu. Apabila residen sudah melewati Fase A, B, C dengan baik, residen akan mendapatkan konseling perorangan untuk menentukan apakah residen dapar resosialisasi ke masyarakat atau tidak. Dalam fase ini juga dilakukan family counseling yaitu konseling yang dilaksanakan antara konselor dengan orang tua membahas isu-isu yang ada di keluarga, apakah sudah diselesaikan atau belum, apakah orang tua siap menerima anaknya atau belum. Kemudian dilakukan pula final counseling (konseling akhir) yang diikuti oleh staf, residen dan orang tua untuk mempersiapkan residen kembali ke rumah dan orang tua kembali menerima anaknya dan membuat komitmen-komitmen dari isu-isu yang ada. Tujuan : a) Meningkatkan kemandirian residen. b) Menstabilkan perubahan yang terjadi dalam diri residen dan keluarganya. 48 c) Sosialisasi. d) Melatih untuk dapat menghadapi dan mengatasi tekanan dari luar secara langsung. Group yang ada di Re-entry : 1) The Circle 2) Male awarenes 3) Crakel Barel 4) Seminar 5) Religious Session 6) Morning Comitment 7) Morning Meeting 8) Turn Over Meeting 9) Extended 10) Static Group 11) Dynamic Group 2.5.8 Aftercare Program (Bimbingan Lanjut) Program yang ditujukan bagi eks residen/alumni program ini dilaksanakan di luar panti dan diikuti oleh semua angkatan di bawah supervisi dari staf re-entry. Tempat pelaksanaan disepakati bersama. Tujuan: Agar mereka (alumni Therapeutic Community) mempunyai tempat/kelompok yang sehat dan mengerti tentang dirinya serta mempunyai lingkungan hidup yang positif. 49 2.6 NAPZA 2.6.1 Pengertian NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, Dan Zat Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Bahan-bahan berbahaya lainnya) (BKKBN, 2003). Narkotika: zat-zat alamiah maupun buatan (sintetik) dari bahan candu/kokaina atau turunannya dan padanannya – digunakan secara medis atau disalahgunakan – yang mempunyai efek psikoaktif (BKKBN, 2003). Alkohol : zat aktif dalam berbagai minuman keras, mengandung etanol yang berfungsi menekan syaraf pusat (BKKBN, 2003). Psikotropika: adalah zat-zat dalam berbagai bentuk pil dan obat yang mempengaruhi kesadaran karena sasaran obat tersebut adalah pusat-pusat tertentu di sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang no.5/1997 Psikotropik meliputi : Ecxtacy, belakang). Menurut UU shabu-shabu, LSD, obat penenang/tidur, obat anti depresi dan anti psikosis. Sementara Psikoaktiva adalah istilah yang secara umum digunakan untuk menyebut semua zat yang mempunyai komposisi kimiawi berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran (BKKBN, 2003). Zat Adiktif lainnya yaitu zat-zat yang mengakibatkan ketergantungan seperti zat-zat solvent termasuk inhalansia (aseton, thinner cat, lem). Zat-zat tersebut sangat berbahaya karena bisa mematikan sel-sel otak. Zat adiktif juga termasuk nikotin (tembakau) dan kafein (kopi) (BKKBN, 2003). 50 2.6.2 Jenis-jenis Napza Jenis Napza dapat dibedakan menurut efeknya pada sistem syaraf pusat pemakai, yaitu: 1. Depresan , Menekan Sistem Syaraf Pusat Depresan adalah jenis obat yang berfungsi mengurangi aktivitas fungsional tubuh. Obat jenis ini dapat membuat pemakai merasa tenang dan bahkan membuatnya tertidur atau tidak sadarkan diri. Napza yang termasuk jenis depresan adalah: 1. Opioda/Opiat, yaitu zat baik yang alamiah, semi sintetik maupun sintetik yang diambil dari pohon poppy (papaver somniferum). Opiat (narkotika) merupakan kelompok obat yang bersifat menenangkan saraf dan mengurangi rasa sakit. Turunan Opioda/opiat adalah: a. Opium yang diambil dari getah pohon poppy yang dikeringkan dan ditumbuk menjadi serbuk /bubuk berwarna putih. b. Morfin dibuat dari hasil percampuran antara getah pohon poppy (opium) dengan bahan kimia lain. Jadi semi sintetik. Dalam dunia kedokteran, zat ini dipakai untuk mengurangi rasa sakit. Morfin digunakan dalam pengobatan medis karena dapat menawarkan rasa nyeri, dapat menurunkan tekanan darah, dapat menimbulkan efek tidur. Morfin juga menghilangkan rasa cemas dan takut. c. Heroin diambil dari morfin melalui suatu proses kimiawi. Heroin biasa berbentuk bubuk berwarna agak kecoklatan. Turunan heroin yang sekarang banyak dipakai adalah Putaw yang mengakibatkan 51 ketergantungan sangat berat bagi pemakainya. Heroin / Putauw: Heroin adalah obat yang sangat keras dengan zat adiktif yang tinggiberbentuk serbuk, tepung, atau cairan. Heroin “menjerat” pemakainya dengan cepat, baik secara fisik maupun mental, sehingga usaha mengurangi pemakaiannya menimbulkan rasa sakit dan kejang-kejang luar biasa. d. Kodein dan berbagai turunan morfin. Kodein banyak dipakai dalam dunia kedokteran antara lain untuk menekan batuk (antitusif) dan penghilang rasa sakit (analgetik). Karena efeknya bisa mengakibatkan ketergantungan maka penggunaan obat-obatan ini masih diawasi oleh lembaga-lembaga kesehatan. Metadon, jenis opiat sintetika, dengan kekuatan seperti morfin, tetapi gejala putus obat tidak sehebat morfin, sehingga metadon digunakan dalam pengobatan pecandu morfin, heroin, dan opiat lainnya. 2. Alkohol, adalah cairan yang mengandung zat Ethylalkohol. Alkohol digolongkan sebagai napza karena mempunyai sifat menenangkan sistem syaraf pusat, mempengaruhi fungsi tubuh maupun perilaku seseorang, mengubah suasana hati dan perasaan. Alkohol bersifat menenangkan, walaupun juga dapat merangsang. Alkohol mempengaruhi sistem syaraf pusat sedemikian rupa sehingga kontrol perilaku berkurang. Efek alcohol tidak sama pada semua orang, melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, mental, dan lingkungan. 3. Sedativa atau sedatif-hipnotik merupakan zat yang dapat mengurangi fungsi sistem syaraf pusat. Sedativa dapat menimbulkan rasa santai dan menyebabkan ngantuk (sering disebut obat tidur). Biasanya sedativa 52 digunakan untuk mengurangi stress atau sulit tidur. Karena toleransi dan ketergantungan fisik, maka gejala putus obat bisa jauh lebih hebat daripada putus obat dengan opiat. 4. Trankuiliser atau obat penenang mula-mula dibuat untuk menenangkan orang tanpa membuat orang tidur, sebagai pengganti berbiturat yang dianggap menimbulkan efek samping. Dalam bahasa sehari-hari obat ini disebut sebagai obat penenang untuk menghilangkan kecemasan tanpa menimbulkan rasa ingin tidur. Trankuiliser Mayor antara lain digunakan untuk mengobati orang sakit jiwa agar dapat menenangkan (contoh : largactil, serenal, laponex, stelazine) . 2. Stimulan, Merangsang Sistem Syaraf Pusat Stimulan adalah berbagai jenis zat yang dapat merangsang syaraf pusat dan meningkatkan kegairahan (segar dan bersemangat) dan kesadaran. Zat yang termasuk stimulan adalah: 1. Kafein, zat yang dapat ditemukan pada kopi, teh, coklat dan minuman soda (seperti coca cola). Dalam dosis rendah kafein tidak berbahaya melainkan dapat menyegarkan. Tetapi dalam dosis tinggi, kafein dapat menyebabkan gugup, tidak dapat tidur, gemetar, naiknya kadar gula dalam darah, koordinasi hilang, nafsu makan berkurang, bahkan bisa keracunan. Efek kafein, seperti juga pada obat-obatan lainnya, akan sangat tergantung pada jumlah pemakaian dan individunya. 53 2. Kokain, adalah zat perangsang berupa bubuk kristal putih yang disuling dari daun coca (Erythroxylon coca) yang tumbuh di pegunungan Amerika Tengah dan Selatan. Karena efek yang timbul relatif singkat, dan setelah perasaan bergelora hilang, orang akan menggunakannya lagi untuk menghilangkan rasa tidak enak. 3. Amphetamin, adalah zat sintetik yang menyerupai kokain, berbentuk pil, kapsul atau tepung. Amphetamin adalah zat perangsang yang digunakan untuk mengubah suasana hati, meningkatkan semangat, mengurangi kelelahan dan rasa ngantuk, meningkatkan rasa percaya diri, dan mengurangi berat badan. 4. MDMA (Methylene Dioxy Meth Amphetamine) yang terkenal dengan sebutan Ecstasy sangat popular di kalangan anak muda. Akibat jangka panjang penyalahgunaan MDMA adalah kerusakan otak, gangguan jiwa (psychiatric) seperti : gelisah, paranoid, tidak bisa tidur, dan gangguan daya ingat. 5. Methamphetamine, adalah stimulan yang sangat kuat mempengaruhi sistem syaraf pusat. Obat ini dikelompokkan sebagai psycho-stimulan seperti amphetamin dan kokain yang sering disalahgunakan. Obat ini dibuat dari berbagai zat sintetis dalam bentuk serbuk putih, bening dan tak berbau yang dihirup dan disuntikan. 6. Tembakau berasal dari tanaman Nicotania tabacum. Nikotin bersifat merangsang jantung dan sistem saraf. Pada saat tembakau diisap, detak jantung bertambah dan tekanan darah naik akibat nikotin itu. Tetapi bagi para perokok berat, merokok dapat bersifat menenangkan. 54 3. Halusinogen, Menimbulkan Kesan Palsu atau Halusinasi Halusinogen merupakan obat alamiah maupun sintetik yang mengubah persepsi dan pikiran seseorang (halusinasi). Termasuk disini adalah obat-obatan seperti LSD, meskalina (kaktus), psilosibina dan psilosina (jamur), pala, kecubung, dan berbagai tanaman khas lainnya yang terdapat di seluruh dunia. Ciri-ciri halusinogen adalah hilangnya kesadaran akan ruang dan waktu, adanya waham (merasa curiga), serta halusinasi yang ringan maupun berat. Halusinogen bisa dipakai melalui cara dimakan dan bisa juga disuntikkan. (BKKBN, 2003). 2.6.3 Faktor Penyalahgunaan Napza 1. Faktor pertama adalah Individu. Individulah yang paling berperan menentukan apakah ia akan atau tidak akan menjadi pengguna napza. Keputusannya dipengaruhi oleh dorongan dari dalam maupun luar dirinya. Dorongan dari dalam biasanya menyangkut kepribadian dan kondisi kejiwaan seseorang yang membuatnya mampu atau tidak mampu melindungi dirinya dari penyalahgunaan napza. Dorongan atau motivasi merupakan predisposisi untuk menggunakan obat, misalnya ingin mencobacoba, pendapat bahwa napza bisa menyelesaikan masalahnya, dst. Dorongan memakai napza bisa disebabkan adanya masalah pribadi seperti stress, tidak percaya diri, takut, ketidakmampuan mengendalikan diri, tekanan mental dan psikologis menghadapi berbagai persoalan, dan masih banyak lagi yang menyangkut diri atau kepribadian seseorang. Kepribadian tidak begitu saja terbentuk dari dalam individu melainkan juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang tertanam 55 sejak kecil melalui proses enkulturasi dan sosialisai baik dari keluarga maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan membentuk konsep diri (self concept), sistem nilai yang teguh sejak kecil, dan kestabilan emosi merupakan beberapa ciri kepribadian yang bisa membantu seseorang untuk tidak mudah terpengaruh atau terdorong menggunakan napza. Faktor-faktor individual penyebab penyalahgunan Napza antara lain: a. Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berpikir panjang mengenai akibatnya. b. Keinginan untuk mencoba-coba karena “penasaran”. c. Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun). d. Keinginan untuk mengikuti trend atau gaya (fashionable). e. Keinginan untuk diterima oleh lingkungan atau kelompok (konformitas). f. Lari dari kebosanan, masalah atau kegetiran hidup. g. Pengertian yang salah bahwa penggunaan sekali-sekali tidak menimbulkan ketagihan. h. Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan napza. i. Tidak dapat berkata TIDAK terhadap NAPZA SAY NO TO DRUGS ! 2. Faktor kedua adalah masyarakat dan lingkungan sekitar yang tidak mampu mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan napza, bahkan membuka kesempatan pemakaian napza. Yang dimaksud dengan faktor kesempatan di sini adalah tersedianya situasi-situasi “permisif” 56 (memungkinkan) untuk memakai napza di waktu luang, di tempat rekreasi seperti diskostik, pesta dll,. Lingkungan pergaulan dan lingkungan sebaya merupakan salah satu pendorong kuat untuk menggunakan napza. Keinginan untuk menganut nilai-nilai yang sama dalam kelompok (konformitas), diakui (solidaritas), dan tidak dapat menolak tekanan kelompok (peer pressure) merupakan hal-hal yang mendorong penggunaan napza. Dorongan dari luar adalah ajakan, rayuan, tekanan dan paksaan terhadap individu untuk memakai napza sementara individu tidak dapat menolaknya. Dorongan luar juga bisa disebabkan pengaruh media massa yang memperlihatkan gaya hidup dan berbagai rangsangan lain yang secara langsung maupun tidak langsung mendorong pemakaian napza. Di lain pihak, masyarakat pula yang tidak mampu mengendalikan bahkan membiarkan penjualan dan peredaran napza, misalnya karena lemahnya penegakan hukum, penjualan obat-obatan secara bebas, bisnis narkotika yang terorganisir. Napza semakin mudah diperoleh dimanamana dengan harga terjangkau. Berbagai kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan Napza memudahkan terjadinya penggunaan dan penyalahgunaan Napza. 3. Faktor ketiga adalah zat-zat di dalam Napza. Ketika seseorang sudah terbiasa menggunakan Napza, maka secara fisik dan psikologis (sugesti) orang tersebut tidak dapat lagi hidup normal tanpa ada zat-zat Napza di dalam tubuhnya. Secara fisik ia akan merasa kesakitan dan sangat tidak nyaman bila tidak ada zat yang biasanya ada dalam tubuhnya. Kesakitan dan 57 penderitaannya hanya akan berhenti ketika zat-zat tersebut kembali berada dalam tubuhnya. Secara psikologis, ia membutuhkan rasa nikmat yang biasa ia rasakan ketika zat-zat tersebut bereaksi dalam tubuhnya dalam bentuk perubahan perasaan dan pikiran. Ketika kenikmatan itu tidak ada, pikiran dan perasaannya hanya terfokus pada kebutuhan tersebut. Pikiran dan perasaannya kembali tenang ketika zat tersebut kembali ada dalam tubuhnya. Zat-zat yang memberikan “kenikmatan” bagi pemakainya mendorong terjadinya pemakaian berulang, pemakaian berkepanjangan, dan ketergantungan karena peningkatan dosis pemakaian yang terus bertambah (toleransi). Lingkaran setan seperti inilah yang menyebabkan ketergantungan. Pendek kata, mekanisme penyalahgunaan napza adalah interaksi dari berbagai faktor tersebut di atas: Predisposisi (kepribadian, kecemasan); Kontribusi (kondisi keluarga, lingkungan masyarakat); dan faktor pencetus pemakaian yaitu pengaruh teman sebaya dan daya tarik zat napza itu sendiri. 2.6.4 Dampak penyalahgunaan Napza Penyalahgunaan napza menimbulkan berbagai perasaan enak, nikmat, senang, bahagia, tenang dan nyaman pada pemakainya. Tetapi perasaan positif ini hanya berlangsung sementara, yaitu selama zat bereaksi dalam tubuh. Begitu efek napza habis, yang terjadi adalah justru rasa sakit dan tidak nyaman sehingga pemakai merasa perlu menggunakannnya lagi. Hal ini terus berulang sampai pemakai menjadi tergantung. Ketergantungan pada napza inilah yang mengakibatkan berbagai dampak negatif dan berbahaya, baik secara fisik, psikologis maupun social (BKKBN, 2003). 58 1. Dampak Fisik Efek napza bagi tubuh tergantung pada jenis napza, jumlah dan frekuensi pemakaian, cara menggunakan serta apakah digunakan bersamaan dengan obat lain, faktor psikologis (kepribadian, harapan dan perasaan saat memakai) dan faktor biologis (berat badan, kecenderungan alergi, dll). Secara fisik organ tubuh yang paling banyak dipengaruhi adalah sistem syaraf pusat yaitu otak dan sumsum tulang belakang, organ-organ otonom (jantung, paru, hati, ginjal) dan panca indera (karena yang dipengaruhi adlah susunan syaraf pusat). Pada dasarnya penyalahgunaan napza akan mengakibatkan komplikasi pada seluruh organ tubuh, yaitu : 1) Gangguan pada sistem syaraf (neurologis) seperti kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi. 2) Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti infeksi akut otot jantung, ganguan peredaran darah. 3) Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: pernanahan, bekas suntikan, alergi. 4) Gangguan pada paru-paru seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru, penggumpulan benda asing yang terhirup. 5) Gangguan pada darah : pembentukan sel darah terganggu. 6) Gangguan pencernaan (gastrointestinal): mencret, radang lambung & kelenjar ludah perut, hepatitis, perlemakan hati, pengerasan dan pengecilan hati. 59 7) Gangguan sistim reproduksi seperti gangguan fungsi seksual sampai kemandulan, gangguan fungsi reproduksi, ketidakteraturan menstruasi, cacat bawaan pada janin yang dikandung. 8) Gangguan pada otot dan tulang seperti peradangan otot akut, penurunan fungsi otot (akibat alkohol). 9) Dapat terinveksi virus Hepatisit B dan C, serta HIV akibat pemakaian jarum suntik bersama-sama. Saat ini terbukti salah satu sebab utama penyebaran HIV/AIDS yang pesat, terjadimelalui pertukaran jarum suntik di kalangan pengguna Napza suntik (Injecting Drug Users). 10) Kematian. Sudah terlalu banyak kasus kematian terjadi akibat pemakaian Napza, terutama karena pemakaian berlebih (over dosis) dan kematian karena AIDS dan penyakit lainnya. 2. Dampak psikologis atau kejiwaan Ketergantungan fisik dan psikologis kadangkala sulit dibedakan, karena pada akhirnya ketergantungan psikologis lebih mempengaruhi. Ketergantungan pada napza menyebabkan orang tidak lagi dapat berpikir dan berperilaku normal. Perasaan, pikiran dan perilakunya dipengaruhi oleh zat yang dipakainya. Berbagai gangguan psikhis atau kejiwaan yang sering dialami oleh mereka yang menyalahgunakan Napza antara lain depresi, paranoid, percobaan bunuh diri, melakukan tindak kekerasan, dll. Gangguan kejiwaaan ini bisa bersifat sementara tetapi juga bisa permanen karena kadar kergantungan pada Napza yang semakin tinggi. Gangguan psikologis paling nyata ketika pengguna berada pada tahap 60 compulsif yaitu berkeinginan sangat kuat dan hampir tidak bisa mengendalikan dorongan untuk menggunakan Napza. Dorongan psikologis memakai dan memakai ulang ini sangat nyata pada pemakai yang sudah kecanduan. Banyak pengguna sudah mempunyai masalah psikologis sebelum memakai napza dan penyalahgunaan napza menjadi pelarian atau usaha mengatasi masalahnya. Napza tertentu justru memperkuat perasaan depresi pada pengguna tertentu. Demikian pula ketika mereka gagal untuk berhenti. Depresi juga akan dialami karena sikap dan perlakukan negatif masyarakat terhadap para pengguna napza. Gejala-gejala psikologis yang biasa dialami para pengguna Napza adalah : 1) Intoksikasi (keracunan), adalah suatu keadaan ketika zat-zat yang digunakan sudah mulai meracuni darah pemakai dan mempengaruhi perilaku pemakai, misalnya tidak lagi bisa berbicara normal, berpikir lambat dll. Perilaku orang mabuk adalah salah satu bentuk intoksikasi Napza. 2) Toleransi, yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa seseorang membutuhkan jumlah zat yang lebih banyak untuk memperoleh efek yang sama setelah pemakaian berulang kali. Dalam jangka waktu lama, jumlah atau dosis yang digunakan akan meningkat. Toleransi akan hilang jika gejala putus obat hilang. 3) Gejala Putus Obat (withdrawal syndrome) adalah keadaan dimana pemakai mengalami berbagai gangguan fisik dan psikis karena tidak memperoleh zat yang biasa ia pakai. Gejalanya antara lain gelisah, berkeringat, kesakitan, mual-mual. Gejala putus obat menunjukkan bahwa tubuh membutuhkan zat atau bahan yang biasa dipakai. Gejala putus obat akan hilang ketika kebutuhan 61 akan zat dipenuhi kembali atau bila pemakai sudah terbebas sama sekali dari ketergantungan pada zat/obat tertentu. Menangani gejala putus obat bukan berarti menangani ketergantungannya pada obat. Gejala putus obatnya selesai, belum tentu ketergantungannya pada obatpun selesai. 4) Ketergantungan (dependensi), adalah keadaan dimana seseorang selalu membutuhkan zat/obat tertentu agar dapat berfungsi secara wajar baik fisik maupun psikologis. Pemakai tidak lagi bisa hidup wajar tanpa zat/obat-obatan tersebut. 3. Dampak Sosial dan Ekonomi Dampak sosial menyangkut kepentingan lingkungan masyarakat yang lebih luas di luar diri para pemakai itu sendiri. Lingkungan masyarakat adalah keluarga, sekolah, tempat tinggal, bahkan bangsa. Penyalahgunaan Napza yang semakin meluas merugikan masyarakat di berbagai aspek kehidupan mulai dari aspek kesehatan, sosial psikologis, hukum, ekonomi dsb (BKKBN, 2003). a. Aspek Kesehatan. Dalam aspek kesehatan, pemakaian Napza sudah pasti menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan para pemakai. Tetapi penyalahgunaan Napza tidak hanya berakibat buruk pada diri para pemakai tetapi juga orang lain yang berhubungan dengan mereka. Pemakaian Napza melalui pemakaian jarum suntik bersama misalnya, telah terbukti menjadi salah satu penyebab meningkatnya secara drastis penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, selain penyakit lain seperti Hepatitis B dan C. 62 b. Aspek Sosial dan Psikologis. Penyalahgunaan Napza cenderung mengakibatkan tekanan berat pada orang-orang terdekat pemakai seperti saudara, orang tua, kerabat, teman. Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil harus menanggung beban sosial dan psikologis terberat menangani anggota keluarga yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan Napza. c. Aspek Hukum Dan Keamanan pun mau tidak mau berkaitan dengan penyalahgunaan napza. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak perilaku menyimpang seperti perkelahian, tawuran, kriminalitas, pencurian, perampokan, perilaku seks berisiko, dst. dipengaruhi atau bahkan dipicu oleh penggunaan napza. d. Aspek Ekonomis. Aspek ekonomis dari penyalahgunaan Napza sudah sangat nyata yaitu semakin berkurangnya sumber daya manusia yang potensial dan produktif untuk membangun negara. Para pemakai Napza tidak membantu, tetapi justru menjadi beban bagi negara. Bukan hanya dalam bentuk ketiadaan tenaga dan sumbangan produktif, tetapi negara justru harus mengeluarkan biaya sangat besar untuk menanggulangi persoalan penyalahgunaan Napza. Perawatan dan penanganan para pemakai napza tidaklah murah. Biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk kesehatan jelas meningkat dengan meningkatnya masalah kesehatan akibat pemakaian Napza. 2.7 Kerangka Berpikir Therapeutic Community (TC) adalah suatu metode rehabilitasi sosial yang ditujukan kepada korban penyalahgunaan narkoba, yang merupakan sebuah 63 “keluarga” terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menolong diri sendiri dan sesama yang dipimpin oleh seseorang dari mereka, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari yang negatif ke arah tingkah laku yang positif (Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika). Therapeutic Community adalah sekelompok orang yang mempunyai masalah sama, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to helping himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya (BNN, Walking paper). Dalam program Therapeutic Community kesembuhan diciptakan lewat perubahan persepsi/pandangan alam (the renewal of wordview) dan penemuan diri (self discovery) yang mendorong pertumbuhan dan perubahan (growth and change). Kegiatan-kegiatan yang ada dalam Therapeutic Community bertujuan untuk membantu masalah yang dihadapi oleh sekelompok orang, sekelompok orang yang memiliki permasalahan yang sama yaitu masalah yang berkaitan dengan Napza dan hal-hal yang menyebabkan individu kembali menggunakan napza, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam proses pemulihan. Bagaimana persepsi residen terhadap kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan hubungan mereka dengan orang-orang yang sama yaitu orang-orang yang memiliki latar belakang narkoba, berkumpul untuk melakukan kegiatan saling membantu menguatkan, untuk bisa bertahan dan pulih dari napza. Bagaimana persepsi terhadap kegiatan itu positif atau negatif ditentukan oleh harapan mereka 64 untuk pulih dari Napza, emosi positif atau negatif merupakan hasil dari pemikiran yang penuh harapan terkait dengan pencapaian tujuan. Harapan meliputi dua komponen utama, yaitu kemampuan untuk merencanakan suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkan meskipun menjumpai halangan/rintangan/hambatan (pathways/waypower) dan motivasi untuk menggunakan cara atau jalur tersebut (agency/willpower) (Snyder, 1994). Kemampuan seseorang untuk menciptakan waypower didasarkan pada pengalaman sebelumnya tentang keberhasilan menemukan satu atau lebih cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Snyder, 1994). Berdasarkan hasil penelitian, ingatan seseorang diatur atau diorganisasikan kedalam tujuan dan rencana. Dengan perkataan lain, seseorang menyimpan informasi secara mental berdasarkan pada tujuan dan cara yang diasosiasikan dengan tujuan tersebut (Snyder, 1994). Selain itu persepsi seseorang akan kemampuannya mengembangkan cara atau jalan menuju tujuannya kemungkinan diperkaya oleh pengalaman keberhasilan sebelumnya. Pengalaman keberhasilan sebelumnya yang dimaksud adalah dalam hal mengembangkan suatu cara atau jalur baru menuju tujuan pada saat adanya hambatan dalam menjalankan cara yang biasanya dipakai menuju tujuan tersebut (Snyder, 1994). Dalam mempersepsikan suatu informasi terdapat dua proses penting, yaitu interpretasi dan organisasi. Pada saat individu melakukan interpretasi, ia berusaha untuk mengartikan dan membuat penilaian terhadap suatu informasi. Informasi tersebut dapat dinilai sebagai sesuatu yang positif ataupun negatif (Rice, 1998). 65 Semakin positif para residen mempersepsikan tentang Therapeutic Community maka akan tinggi pula harapan mereka untuk pulih dari Napza, jika persepsi mereka tentang Therapeutic Community negatif maka harapan mereka untuk pulih rendah. Dari pemaparan diatas dapat digambarkan skema variabel sebagi berikut: Independent Persepsi tentang Therapeutic Community Dependent harapan untuk pulih dari Napza tinggi Harapan untuk pulih dari Napza rendah 2.8 Hipotesis Ha : Ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza. H o : Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Yang dimaksud dengan pendekatan kuantitatif adalah bentuk penelitian yang penyajian hasil datanya dalam bentuk deskripsi dengan menggunakan angka-angka statistik. Menurut Hadari Nawawi (dalam Soejono, Abdurrahman, 2005) metode penelitian deskriptif ini mempunyai dua ciri pokok, yaitu memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang bersifat aktual, dan juga menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi rasional. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan antara variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Sifat-sifat perbedaan kritis adalah usaha menaksir hubungan dan bukan deskripsi saja (Fox dalam Sevilla,1993). Pengukuran dengan korelasi ini digunakan untuk menentukan besarnya arah hubungan antara satu variabel dengan variabel lain (Sevilla, 1993). Dan hal ini sesuai dengan tujuan peneliti pada penelitian ini, yaitu untuk mendapatkan informasi mengenai hubungan antara persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza. 66 67 3.2 Populasi dan Sampel Salah satu langkah yang paling penting di dalam melakukan penelitian adalah dengan memilih dan menentukan populasi dan sampel penelitian. 3.2.1 Populasi Langkah pertama yang harus dilakukan suatu penelitian adalah dengan mengidentifikasi dan mendefinisikan secara jelas populasi yang akan dilibatkan. Populasi adalah wilayah generalisasi yamg terdiri atas subyek yang mmpunyai kualitas dan karakter tententu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah pecandu narkoba yang sedang mengikuti program Therapeutic Community di BNN dengan jumlah keseluruhan populasi 197 residen. 3.2.2 Sampel Sampel adalah kelompok kecil yang diamati (Sevilla, 1993). Sedangkan Ferguson (dalam Sevilla, 1993) mendefinisikan sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi, atau porsi dari suatu populasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel sejumlah 197 orang, yang terdiri dari residen primary sebanyak 147 orang, residen re-entry sebanyak 32 orang dan staff adiksi sebanyak 18 orang. Jumlah sampel tersebut telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai data penelitian, karena telah sesuai dengan pendapat Gay (dalam Sevilla, 1993) yang menyatakan bahwa ukuran minimum yang dapat diterima berdasarkan tipe penelitian korelasional adalah 30 subjek. 68 3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang peneliti gunakan non probability purposive sampling adalah tekhnik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008). Kriteria tertentu yang telah ditetapkan, yakni : 1. Tercatat sebagai warga binaan rehabilitasi BNN. 2. Pecandu yang mengikuti program on job trainning / residential. 3. Residen sedang mengikuti program TC (Therapeutic Community) yaitu residen primary, residen re-entry dan staff adiksi. 3.3 Variabel Penelitian Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang berdiri sendiri-sendiri. Variabel terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang dapat dimanipulasi dan berfungsi menerangkan (mempengaruhi) variabel lain. Sedangkan variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dapat dimanipulasi dan dipengaruhi oleh variabel lain (Sevilla et.al, 1993). Dalam penelitian ini, variabel bebas yang dimaksud ialah persepsi tentang Therapeutic Community, sedangkan variabel terikatnya adalah harapan untuk pulih dari Napza. 69 3.3.1 Definisi Konseptual Definisi konseptual merupakan suatu definisi dalam bentuk yang abstrak yang mengacu pada ide-ide lain atau konsep lain yang bisa saja abstrak untuk menjelaskan konsep pertama tersebut (Prasetyo&Jannah, 2005) Definisi konseptual variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Menurut Snyder (1994) harapan yaitu kemampuan untuk merencanakan suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkan meskipun menjumpai halangan/rintangan/hambatan (pathways/waypower) dan motivasi untuk menggunakan cara atau jalur tersebut (agency/willpower). Sehingga harapan untuk pulih dari Napza adalah kemampuan untuk merencanakan suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkana yaitu tidak menggunakan zat-zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosial sesuai dengan norma-norma yang berlaku diimasyarakat meskipun menjumpai hambatan dan motivasi untuk menggunakan cara atau jalur tersebut. Menurut Robbins (2001) Persepsi merupakan suatu proses dimana setiap individu mengorganisir dan menginterpretasikan apa yang ditangkap inderanya untuk memberikan arti pada lingkungannya. Sehingga persepsi tentang Therapeutic Community adalah suatu proses mengorganisir dan menginterpretasikan atau menafsirkan informasi dari sekelompok orang yang berkumpul untuk saling membantu dalam masalah yang dihadapinya untuk memberikan arti pada lingkungannya. 70 3.3.2 Definisi Operasional Definisi operasional merupakan gambaran teliti mengenai prosedur yang diperlukan untuk memasukkan unit-unit analisis ke dalam kategori-kategori tertentu dari tiap-tiap variabel (Prasetyo&Jannah, 2005). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Harapan untuk pulih dari Napza adalah skor yang diperoleh melalui instrumen skala model likert berskala 4, dengan menjumlahkan distribusi respon sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju. Skala harapan ini terdiri dai 65 item yang terdiri dari tiga komponen harapan yaitu goals, willpower dan waypower. 2. Persepsi tentang Therapeutic Community (TC) adalah skor yang diperoleh melalui instrumen skala model likert berskala 4, dengan menjumlahkan distribusi respon sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju. Skala persepsi tentang therapeutic community ini terdiri dari 66 item yang terdiri dari sembilan aspek therapeutic community yaitu Behavior management shaping, Emotional and psychological, Intelectual and spiritual, Vocational and survival, Family milleu concept, Peer presure, Therapeutic session, Religious session, dan Role model. 3.4 Pengumpulan Data 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Karena penelitian ini menggunakan metode korelasional, maka instrument yang akan digunakan adalah kuesioner untuk mengumpulkan data. Kuesioner yang akan digunakan berupa Skala Model Likert dengan pola pertanyaan tertutup 71 (close question). Pertanyaan tertutup merupakan pertanyaan yang pilihan jawabannya tersedia, dengan cara memberikan tanda check list (√). Kemungkinan jawaban dipersempit dan diberi pola atau kerangka susunan terlebih dahulu. Hal ini dapat berfungsi untuk memperjelas dimensi apa yang dicari dalam penelitian, sehingga akan mendorong sampel untuk memutuskan pilihan jawaban ke satu arah saja. Selain itu keuntungan lainnya adalah hasilnya dapat dengan mudah dan cepat dianalisa (Koentjaraningrat, 1993). Pemberian skor pada skala ini menggunakan 4 alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Penilaian yang diberikan pada setiap pernyataan untuk lebih jelasnya akan diuraikan dibawah ini : Tabel 3.1 Tabel Penilaian Skala Likert 3.4.2 Alternatif Skor Sangat Setuju (SS) 4 Setuju (S) 3 Tidak Setuju (TS) 2 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Instrumen Pengumpulan Data Pada penelitian ini ada dua kuesioner yang peneliti gunakan untuk mengumpulkan data, yaitu yang pertama adalah skala Persepsi tentang Therapeutic Community, skala ini dimaksudkan untuk mengetahui persepsi para residen terhadap Therapeutic Community metode yang mereka jalankan dalam proses pemulihan. Skala ini disusun peneliti dengan membuat pernyataanpernyataan berdasarkan aspek-aspek Therapeutic Community dari konsep BNN 72 (2004). Kedua adalah skala harapan untuk pulih dari Napza yang disusun peneliti dengan membuat pernyataan-pernyataan berdasarkan komponen dari konsep Snyder (1994) dan terdiri dari 65 item. Tabel 3.2 Blue Print Skala Persepsi tentang Therapeutic Community Variabel Aspek Persepsi tentang Therapeutic Community 4 Structures Behavior Management Shaping Emotional and Psychological Intelectual and Spiritual Vocational and Survival 5 Pillars Family Milleu Concept Peer Pressure Therapeutic Session Religious Session Role Model Total No Item Favorable Unfavorable 1, 19, 55, 11, 50, 46, 64, 56, 36, 60, 53, 10 43, 65, 66. 2, 20, 54, 47 3,57,61, 33, 58, 12 4, 48, 59, 41, 13 5, 30, 51, 14 42, 37, 22 21, 32, 44 6, 62 7, 63, 49, 29 8,26,39, 28, 17 9,27,28, 43 24, 34, 15 16,25 52 35, 31 23, 40 38,45 23 Tabel 3.3 Blue Print Skala Harapan untuk pulih dari Napza Variabel Aspek Harapan untuk Pulih dari Napza Goals Willpower Waypower Total No Item Favorable Unfavorable 1, 30, 24, 16, 3, 55 37, 50, 43 38, 2, 44, 56, 31, 5, 25, 15, 60, 17, 39, 45,14, 65, 46, 4, 28, 18, 6, 21, 52, 32, 61, 33, 19 ,34, 13, 23 63, 57,53 26, 40, 62, 7, 47, 12, 27, 58, 22, 8, 10, 64, 51, 41, 49, 29, 54, 20, 9, 59, 35, 11 48, 36, 42 37 28 *item tidak valid 3.5 Hasil Uji Instrument Penelitian Peneliti melakukan uji instrument secara uji terpakai dengan total item 131 dari dua skala, yaitu skala persepsi tentang Therapeutic Community sebanyak 66 73 item dan skala harapan untuk pulih dari Napza sebanyak 65 item. Uji instrumen diberikan kepada 197 responden pada tanggal 9-12 November 2010 di UPT. Terapi dan Rehabilitasi BNN, Lido. 3.5.1 Uji Validitas Menurut Sevilla (1993), validitas adalah derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Validitas suatu butir pernyataan dapat dilihat dari hasil output SPSS versi 15 menilai kevalidan masing-masing butir pernyataan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation. Dari data try out terpakai yang diberikan kepada 197 responden indeks validitas skala persepsi tentang Therapeutic Community dengan jumlah 66 item yang validitasnya tinggi berjumlah 59, dan untuk skala harapan untuk pulih dari napza dengan jumlah 65 item yang validitasnya tinggi berjumlah 61. Tabel 3.4 Hasil Try Out Terpakai Skala Persepsi Therapeutic Community Variabel Persepsi tentang Therapeutic Community Aspek 4 Structures Behavior Management Shaping Emotional and Psychological Intelectual and Spiritual Vocational and Survival 5 Pillars Family Milleu Concept Peer Pressure Therapeutic Session Religious Session Role Model Total *item tidak valid No Item Favorable Unfavorable 1, 19, 55*, 11, 50, 46, 64, 56, 36, 60, 53, 43, 10 65, 66. 2, 20, 54, 47* 3,57,61, 33*, 58, 12* 4, 48, 59, 41, 13 5, 30, 51, 14 6, 62 7, 63, 49, 29 8,26,39*, 28, 17* 9,27,28, 43 42, 37, 22 21, 32, 44 35, 31 23, 40 24, 34, 15 16,25 52 38,45* 23 74 Tabel 3.5 Hasil Try Out Harapan untuk pulih dari Napza Variabel Aspek Harapan untuk Pulih dari Napza Tujuan Willpower Waypower Total No Item Favorable 1, 30, 24, 16, 3, 55 38, 2, 44*, 56, 31, 5, 25, 65*, 46, 4, 28, 18, 6, 21, 13, 23 26, 40, 62, 7, 47, 12, 27, 41, 49, 29, 54, 20, 9, 59, 11* 37 Unfavorable 37, 50, 43 15, 60, 17, 39, 45,14, 52, 32, 61, 33, 19 ,34, 63, 57,53 58, 22, 8, 10, 64, 51, 35, 48, 36, 42 28 *item tidak valid 3.5.2 Uji Reliabilitas Uji reabilitas adalah konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 1999). Reliabilitas alat ukur menunjukkan tentang sifat suatu alat ukur dalam pengertian apakah suatu alat ukur cukup akurat, stabil atau konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur (Nazir, 2005). Untuk menguji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Adapun norma reliabilitas yang dijelaskan oleh Guilford diantaranya : Table 3.6 Norma Reliabilitas Guilford Koefisien > 0,90 Interpretasi Sangat reliable 0,70 – 0,90 Reliable 0,40 – 0,70 Cukup reliable 0,20 – 0,40 Kurang reliable < 0,20 Tidak reliable 75 Berdasarkan data try out uji terpakai diperoleh beberapa item yang valid kemudian diuji reliabilitasnya dengan rumus Alpha Cronbach. Dari hasil uji reliabilitas untuk skala Persepsi Therapeutic Community diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,940 yang berarti data tersebut reliabel. Sedangkan untuk skala Harapan untuk pulih dari Napza diperoleh hasil koefisien reliabilitas sebesar 0,951 yang berarti data tersebut reliabel. Hal ini dapat dilihat dari table 3.6 diatas tentang kaidah reliabilitas Guilford. Selain itu hasil ini sesuai dengan pendapat Azwar (1999) yaitu semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin baik, dan berlaku sebaliknya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa instrument penelitian ini reliabel untuk digunakan karena reliabilitasnya mencapai 0,940 untuk skala persepsi tentang Therapeutic Community dan 0,951 untuk skala Harapan untuk pulih dari Napza, untuk menghitungnya, peneliti menggunakan bantuan komputer SPSS 15 for windows. 3.6 Prosedur Penelitian Secara garis besar penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan, yaitu : 1. Persiapan Penelitian a. Dimulai dengan perumusan masalah. b. Menentukan variabel yang akan diteliti. c. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian. 76 d. Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu skala Persepsi Therapeutic Community dan skala Harapan untuk pulih dari Napza. e. Menentukan lokasi penyebaran skala dan menyelesaikan administrasi perizinan. 2. Pengujian Alat Ukur dan Pelaksaan Penelitian Setelah alat ukur dibuat berupa skala, penulis melakukan uji coba (try out) terpakai yang dilakukan pada tanggal 9-12 November 2010 kepada 197 responden UPT. Terapi dan Rehabilitas BNN, Lido. Setelah uji coba dilakukan, penulis melakukan uji validitas dan reliabilitas. 3. Pengolahan Data a. Penulis memberikan kode dan melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden. b. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel data. c. Melakukan analisa data dengan menggunakan metode statistik. d. Membuat kesimpulan dan laporan akhir penelitian. 3.7 Teknik Analisa Data Dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan dengan metode stasistik deskriptif. Statistik deskriptip yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana 77 adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2008). Untuk menguji hipotesis penulis menggunakan korelasi Pearson Product Moment, alasannya yaitu dimaksudkan untuk menghitung dan menentukan tingkat hubungan (korelasi) antara 2 variabel kontinum, dengan menggunakan SPSS versi 15. BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA Pada bab ini akan diuraikan hasil pengolahan dari data yang diambil pada penelitian yang meliputi gambaran umum responden serta hasil penelitian yang telah dilaksanakan. 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian ini dilakukan pada tanggal 9-12 November 2010 di UPT. Terapi dan Rehabilitas BNN Lido, yang melibatkan 197 residen primary, re-entry dan staf adiksi. 4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Pada Tabel 4.1 berikut digambarkan banyaknya subjek penelitian berdasarkan usia. Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Usia Jumlah Persentase (%) 16-20 tahun 15 7,614% 21-30 tahun 125 63,452% 31 > tahun 57 28,934% TOTAL 197 100% Dari 197 sampel yang diteliti berdasarkan usia pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel berusia antara 21-30 tahun, yaitu sebanyak 125 orang dengan presentase 63,452%. Sedangkan, sampel yang berusia 78 79 antara 16-20 tahun sebanyak 15 orang responden dengan presentase 7,614%, dan usia 31 > tahun sebanyak 57 orang responden 28.934%. Jadi, dapat disimpulakan bahwa gambaran residen di BNN secara umum berdasarkan tingkat usia didominasi oleh subyek dewasa awal. 4.1.2 Gambaran Umum Responden berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Pada Tabel 4.2 berikut ini digambarkan banyaknya responden penelitian berdasarkan pendidikan terakhir yang ditempuh. Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase SD 4 2,031% SMP 39 19,797% SMA 105 53,299% Diploma 16 8,122% S1 32 16,243% S2 1 0,508% Total 197 100% Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa mayoritas tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh responden, yakni SMA sebanyak 105 orang dengan persentase 53,29 %, kemudian SMP sebanyak 39 orang dengan persentase 19,79 %, S1 sebanyak 32 orang dengan persentase 16,24 %, Diploma sebanyak 16 orang dengan persentase 8,12 %, setelah itu SD sebanyak 4 orang dengan persentase 2,03 % dan S2 sebanyak 1 orang atau 0,50 %. Jadi, dapat disimpulkan bahwa 80 gambaran residen di BNN secara umum berdasarkan tingkat pendidikan yang berbeda didominasi oleh subjek yang berpendidikan SMA/Sederajat. 4.1.3 Gambaran Umum Responden berdasarkan Status Pernikahan Pada Tabel 4.3 berikut ini digambarkan banyaknya responden penelitian berdasarkan status pernikahan. Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Status Pernikahan Status Pernikahan Jumlah Persentase Belum Menikah 119 60,406% Menikah 65 32,995% Duda 13 6,599% 197 100% Total Dari tabel di atas didapatkan data bahwa subjek dengan status pernikahan belum menikah mendominasi penelitian ini dengan jumlah 119 orang dengan persentase 60,40 %, 65 orang dengan persentase 32,99 % sudah menikah, dan 13 orang dengan persentase berstatus duda. 4.1.4 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Tahapan Rehabilitasi Pada tabel 4.4 berikut ini digambarkan banyaknya responden penelitian berdasarkan tahapan rehabilitasi. Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Tahapan Rehabilitasi Tahapan Jumlah Persentase Primary Stage 147 74,619% Re-Entry Stage 32 16,244% 81 Staff Adiksi 18 9,137% Total 197 100% Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa responden primary berjumlah 147 orang residen dengan presentase 74,619%, respenden re-entry berjumlah 32 orang residen dengan presentase 16,244% dan terakhir staff adiksi berjumlah 18 orang dengan presentase 9,137%. 4.2 Deskripsi Umum Hasil Penelitian Tabel 4.5 Deskripsi Umum Skor Perhitungan Statistik Skala Persepsi Therapeutic Community dan Harapan untuk Pulih PersepsiTC N 197 Minimum 160 Maximum 264 Harapan 197 156 260 Valid N (listwise) 197 Mean 208,34 207,39 Std. Deviation 21,479 22,624 Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui jumlah subjek penelitian sebanyak 197 orang dengan skor persepsi Therapeutic Community terendah adalah 160, sedangkan skor persepsi Therapeutic Community tertinggi ialah 264 dengan skor rata-rata 208,34. Sedangkan skor harapan untuk pulih terendah adalah 156 dan skor yang tertinggi ialah 260 dengan skor rata-rata 207,39. 4.3 Kategorisasi Berdasarkan Penyebaran Skor Responden 4.3.1 Kategorisasi Skor persepsi tentang Therapeutic Community Untuk mengetahui skor persepsi tentang therapeutic community yang diperoleh responden tersebut positif atau negatif, maka disajikan norma skor skala harapan setelah diketahui nilai mean dan SD yang disajikan pada tabel 4.5. 82 Peneliti membagi klasifikasi skor persepsi tentang therapeutic community menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif . Dari tabel 4.5, diketahui bahwa mean skor harapan adalah sebesar 208,34. Maka jika subjek memiliki skor diatas 208,34 dikategorikan termasuk kedalam persepssi tentang therapeutic community positif, sedangkan jika subjek memiliki skor dibawah 208,34 maka subjek dikategorikan sermasuk kedalam persepsi tentang therapeutic community negatif. Dengan begitu, kategorisasi yang didapat untuk persepsi tentang Therapeutic Community adalah sebagai berikut: Tabel 4.6 Penyebaran Skor Skala persepsi tentang Therapeutic Community Kategori Rumus Postif Negatif X>M X<M Rentangan Raw Score >208,34 < 208,34 ∑ Jumlah Subjek 92 105 197 Persen 46,7% 53,3% 100% Berdasarkan gambaran tabel di atas dapat terlihat bahwa dari 197 orang responden 92 orang responden dengan presentase 46,7% memiliki skor persepsi tentang therapeutic community pada kategori positif, dan 105 orang responden dengan presentase 53,3% masuk dalam kategori negatif. 4.3.2 Kategorisasi Skor Harapan untuk Pulih dari Napza Untuk mengetahui skor harapan yang diperoleh responden tersebut tinggi atau rendah, maka disajikan norma skor skala harapan setelah diketahui nilai mean dan SD yang disajikan pada tabel 4.5. 83 Peneliti membagi klasifikasi skor harapan untuk pulih dari Napza menjadi dua kategori, yaitu tinggi dan rendah. dari tpersepsi tentang therapeutic community menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif . Dari tabel 4.5, diketahui bahwa mean skor harapan untuk pulih dari Napza adalah sebesar 207,39. Maka jika subjek memiliki skor diatas 207,39 dikategorikan termasuk kedalam harapan untuk pulih dari Napza tinggi, sedangkan jika subjek memiliki skor dibawah 207,39 maka subjek dikategorikan sermasuk kedalam harapan untuk pulih dari Napza rendah. Dengan begitu, kategorisasi yang didapat untuk harapan untuk pulih dari Napza adalah sebagai berikut: Tabel 4.7 Penyebaran Skor Skala Harapan untuk pulih dari Napza Kategori Rumus Tinggi Rendah X>M Rentangan Raw Score >207,39 <207,39 X<M ∑ Jumlah Subjek 88 109 197 Persen 44,67% 55,33% 100% Berdasarkan gambaran tabel di atas dapat terlihat bahwa dari 197 orang responden 88 orang responden dengan presentase 44,67% memiliki skor harapan untuk pulih dari Napza pada kategori tinggi, dan 109 orang responden dengan presentase 53,3% masuk dalam kategori rendah. 4.4 Hasil Uji Hipotesis Analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian ini menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment untuk mencari hubungan persepsi Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari 84 Napza. Dalam perhitungannya, peneliti menggunakan program SPSS versi 15. Berikut ini adalah hasil perhitungannya. Tabel 4.8 Correlations Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Harapan persepsiTC Harapan persepsiTC Harapan persepsiTC Harapan Persepsi TC 1,000 ,710 ,710 . ,000 197 197 1,000 ,000 . 197 197 Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui nilai r hitung antara persepsi tentang Therapeutic Community dan harapan sebesar 0,710 dan nilai p value sebesar 0,000. Karena nilai p value < 0,05 , maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi Therapeutic Community dan harapan untuk pulih dari Napza ditolak. Artinya bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza. Arah hubungan yang dihasilkan menunjukkan arah yang positif, dengan demikian semakin positif persepsi mereka tentang Therapeutic Community maka akan semakin tinggi pula harapan mereka untuk pulih dari Napza. 4.5 Hasil Penelitian Tambahan 85 Setelah diketahui nilai korelasi, kemudian dilihat klasifikasi persepsi tentang Therapeutic Community yang paling berkorelasi dengan harapan untuk pulih dari Napza. Tabel 4.9 Correlations Harapan Behavior Management Shaping Emotional and Psychological Intelectual and Spiritual Vocational and Survival Family milleu concept Peer pressure Therapeutic session Religious Session Role Model Pearson Correlation Harapan 1.000 .685 .543 .523 .618 .423 .683 .499 .416 .504 Sig. (1-tailed) Harapan . .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa semua klasifikasi persepsi tentang Therapeutic Community berkorelasi positif secara signifikan dengan harapan untuk pulih dari Napza. Kemudian persepsi tentang Therapeutic Community seperti Behavior Management Shaping dengan skor 0,685 (p= 0,000<0,05), Peer pressure dengan skor 0,683 (p= 0,000<0,05), Emotional and Psychological dengan skor 0,543 (p= 0,000<0,05), Intelectual and Spiritual dengan skor 0,523 (p= 0,000<0,05), merupakan persepsi tentang Therapeutic Community yang paling berkorelasi secara signifikan terhadap harapan untuk pulih dari napza dilihat dari besaran Pearson Correlation yang dimiliki. Tabel 4.10 Skor hasil penyebaran kuesioner dalam empat kegiatan Primary 86 No 1. 2. Kegiatan Morning Meeting 121 residen Wrap Up 139 residen Pertanyaan Kategori Apa yang saudara a. Mengantuk rasakan selama b. Bersemangat mengikuti kegiatan ini? c. Biasa saja d. Lainnya (stress dan bosan) Jumlah Apa manfaat yang a. Mengawali hari agar saudara dapatkan dari menjadi lebih baik kegiatan ini? b. Melatih kejujuran dan kepercayaan c. Membangkitkan kepercayaan diri d. Lainnya Jumlah Sebutkan 3 hal yang Frekuensi perlu dikembangkan • terlalu lama atau diperhatikan pada • time break kegiatan ini Fasilitas • Snack dan Rokok Partisipasi Aktif • Memberikan feedback Respect • Self awareness • Care and concern Materi lebih inovatif Feeling • Jujur kepada diri sendiri dan orang lain • Fokus • Percaya diri Suasana • Lebih santai Open minded Lainnya Jumlah Apa yang saudara a. Merasa lega rasakan selama b. Merasa senang mengikuti kegiatan ini? c. Merasa nyaman d. Lainnya (pusing, ngantuk) Jumlah Apa manfaat yang a. Mendapat pembelajaran saudara dapatkan dari baru kegiatan ini? b. Menjadi pendengar yang Presentase 25% 17% 40% 18% 100% 32% 22% 31% 15% 100% 10% 4% 4% 6% 7% 5% 5% 3% 16% 13% 10% 5% 2% 10% 100% 32% 13% 15% 40% 100% 25% 14% 87 baik c. Menghargai sesama residen d. Lainnya Jumlah Sebutkan 3 hal yang Frekuensi perlu dikembangkan • Terlalu lama atau diperhatikan pada • Lebih awal kegiatan ini Fasilitas • Snack dan rokok Partisipasi aktif • Memberikan feedback Materi lebih inovatif Respect • Empaty Fasilitator • Staff female Feeling • Jujur dengan feeling diri sendiri Suasana • Lebih santai Open minded 3. Issue of the house 120 residen Jumlah Apa yang saudara Partisipasi aktif rasakan selama Feeling mengikuti kegiatan ini? • Lebih mengenal diri sendiri Knowledge Suasana Aplikasi diluar Jumlah Apa manfaat yang Frekuensi saudara dapatkan dari • Time management kegiatan ini? Respect Materi • Role play Feeling • Fokus Knowledge • mendapat pengetahuan baru • survival skill Open minded 47% 14% 100% 17% 10% 12% 5% 4% 15% 11% 1% 13% 5% 7% 100% 12% 18% 47% 8% 15% 100% 9% 8% 3% 23% 47% 5% 5% 88 Jumlah Sebutkan 3 hal yang Frekuensi perlu dikembangkan • waktu lebih lama atau diperhatikan pada fasilitas kegiatan ini. • snack dan rokok partisipasi aktif materi • seminar dengan materi baru • penjelasan B.indonesia • seminar lebih diperbanyak Respect • care and concern fasilitator • penjelasan yang disampaikan lebih detail suasana • seminar dibuat group 4. Crackle barel 90 residen Jumlah Apa yang saudara Feeling rasakan selama Knowledge mengikuti kegiatan ini? • mendapat pengetahuan baru Suasana • menyenangkan • jenuh Open minded Jumlah Apa manfaat yang Respect saudara dapatkan dari Feeling kegiatan ini? • lebih disiplin Aplikasi diluar • Dapat mengaplikasikan diluar Knowledge • Mendapatkan pengetahuan baru Open minded • Mulai bisa menerima program • Mengetahui kelemahan yang ada dalam diri Jumlah 100% 23% 6% 24% 6% 6% 15% 10% 6% 4% 100% 17% 40% 19% 10% 14% 100% 15% 9% 21% 23% 15% 17% 100% 89 Sebutkan 3 hal yang perlu dikembangkan atau diperhatikan pada kegiatan ini Frekuensi • Lebih sering diadakan • Waktu diperlama Fasilitas • Snack dan rokok Partisipasi aktif • Aktif bertanya Materi • Penjelasan menggunakan B.Indonesia Jumlah Dari hasil tabel 4.10 hasil yang didapat yaitu, pada kegiatan morning meeting dengan total 121 orang residen menyatakan bahwa yang dirasakan selama mengikuti kegiatan ini adalah biasa saja sebanyak 40%, manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini ialah mengawali hari agar menjadi lebih baik sebanyak 32% dan hal yang perlu diperhatikan dari kegiatan morning meeting ini adalah agar residen lebih jujur kepada diri sendiri dan orang lain sebanyak 16%. Selanjutnya pada kegiatan wrap up dengan total 139 orang residen menyatakan bahwa yang dirasakan selama mengikuti kegiatan ini adalah memilih jawaban lainnya yaitu pusing dan mengantuk yaitu 40%, manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini adalah dapat menghargai sesama residen sebanyak 47% dan hal yang pelu dikembangkan dalam kegiatan ini ialah agar waktunya tidak terlalu lama sebanyak 17%. Selanjutnya pada kegiatan issue of the house dengan total 120 orang residen menyatakan bahwa yang dirasakan selama mengikuti kegiatan ini ialah mendapatkan knowledge sebanyak 47%, manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini ialah menjadi lebih fokus sebanyak 23% dan hal yang perlu diperhatikan dari kegiatan ini ialah partisipasi aktif dari residen sebanyk 24%. Selanjutnya kegiatan 47% 24% 15% 8% 6% 100% 90 crackle barel sebanyak 90 orang residen menyatakan bahwa yang dirasakan selama mengikuti kegiatan ini ialah mendapatkan pengetahuan baru sebanyak 40%, manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini ialah residen dapat mengaplikasikannya diluar rehabilitasi sebanyak 21%, dan hal yang perlu diperhatikan dari kegiatan ini ialah agar kegiatan crackle barel ini lebih sering diadakan sebanyak 47%. 4.5.1 Uji Regresi Untuk melihat kontribusi persepsi tentang Therapeutic Community peneliti menggunakan uji regresi dengan SPPS 15. Tabel 4.11 Model Summary Model Summary Model 1 Change Statistics Adjusted Std. Error of R Square R R Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2 Sig. F Change ,759a ,576 ,556 15,079 ,576 28,244 9 187 ,000 a. Predictors: (Constant), Role Model, Religious session, Intelectual and Spiritual, Family milleu concept, Pee Emotional and Psychological, Therapeutic session, Vocational and Survival, Behavior management shapin Berdasarkan tabel 4.9 di atas didapatkan nilai F sebesar 0,000, yang artinya nilai F signifikan pada taraf 5% (p=0,000<0,05). Sehingga dapat disimpulkan, ada hubungan yang signifikan persepsi tentang Therapeutic Community terhadap harapan untuk pulih dari Napza. Pada tabel di atas juga diperoleh R2 sebesar 0,576 yang berarti bahwa persepsi tentang Therapeutic Community memberikan kontribusi sebesar 57,6% terhadap harapan untuk pulih dari Napza. 91 Tabel 4.12 Tabel Kontribusi Klasifikasi Persepsi Tentang Therapeutic community No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Total Klasifikasi Persepsi tentang Therapeutic community Behavior Management Shaping Peer pressure Vocational and Survival Emotional and Psychological Intelectual and Spiritual Role Model Therapeutic session Family milleu concept Religious Session R2 R2 Change Fhitung Ftabel Signifikansi 0,469 0,469 172,23 3,89 Sangat Signifikan 0,536 0,552 0,552 0,067 0,016 0 13,93 3,14 0 3,89 3,89 3,89 Sangat Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan 0,552 0,557 0,563 0,571 0,576 0 0,005 0,006 0,008 0.005 0,576 0 0,95 1,14 1,52 0,94 3,89 3,89 3,89 3,89 3,89 Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak Signifikan Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa persepsi tentang Therapeutic Community yang signifikan memberikan kontribusi terhadap harapan untuk pulih dari Napza adalah Behavior management shaping sebesar 46,9% (F hitung =172,23 > F tabel = 3,89), dan Peer pressure sebesar 6,7% (F hitung = 13,93 > F tabel = 3,89). Jadi dapat disimpulakan bahwa Behavior management shaping memberikan kontribusi terbesar terhadap harapan untuk pulih dari Napza. BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Bab ini memaparkan tentang kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang penelitian serta saran metodologis dan saran praktis untuk penelitian selanjutnya. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pengolahan data di bab empat korelasi pearson product moment r = 0,710 dengan nilai signifikan p = 0,000. Karena nilai p lebih kecil dari pada α = 0,05, maka Ho yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza ditolak, sedangkan hipotesis alternatif yang menyakatakan ada hubungan positif yang signifikan antara antara persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza diterima. 5.2 Diskusi Hasil utama dalam penelitian ini yaitu didapatkan bahwa Hipotesis penelitian (Ha) diterima dikarenakan ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza, dimana jika persepsi tentang Therapeutic Community positif maka harapan untuk pilih dari Napza akan tinggi pula dan sebaliknya jika persepsi tentang Therapeutic Community negatif maka harapan untuk pulih dari Napza rendah. Ini menunjukan bahwa persepsi residen terhadap sekelompok orang yang mempunyai masalah yang sama, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam mengatasi masalah 92 93 yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to help himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri dihayati positif oleh para residen. Selain itu, harapan yang dimiliki oleh para residenpun tinggi. Menurut Snyder (1994) karakteristik individu yang memiliki harapan tinggi ialah memiliki persepsi tentang kemampuannya dalam pemecahan masalah kemampuan seseorang dalam pemecahan masalah berkaitan dengan pemikiran seseorang terkait dengan cara pencapaian tujuan. Pada saat mengalami siruasi sulit dalam melaksanakan cara yang biasanya dilakukan untuk mencapai tujuan, mereka menjadi sangat berorientasi pada tugas dan menjalankan cara alternatif untuk mencapai tujuan. Mereka cenderung telah mengantisipasi permasalahan dengan mengembangkan perencanaan dengan sistem back-up (cadangan) untuk mengatasi kemungkinan mengalami suatu kesulitan. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh hasil R2 sebesar 0,576 dapat diartikan bahwa variabel persepsi tentang Therapeutic Community memberikan sumbangsih atau kontribusi sebesar 57,6% bagi perubahan variabel harapan untuk pulih dari Napza. Ini berati menunjukan sangat tinggi maka program ini sangat efektif untuk dilanjutkan, dan sisanya 42,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya juga diketahui bahwa semua klasifikasi persepsi tentang Therapeutic Community berkorelasi positif secara signifikan dengan harapan untuk pulih dari Napza terutama Behavior Management Shaping dengan skor 0,685, Peer pressure dengan skor 0,683, Emotional and Psychological dengan skor 0,543 , Intelectual 94 and Spiritual dengan skor 0,523, merupakan persepsi tentang Therapeutic Community yang paling berkorelasi secara signifikan terhadap harapan untuk pulih dari Napza dilihat dari besaran Pearson Correlation yang dimiliki. Jika para pengelola di BNN itu memberikan harapan untuk pulih itu lebih ke program Behavior Managemeni Shaping yaitu perubahan prilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan untuk mengelola kehidupannya sehingga terbentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma kehidupan masyarakat (BNN, 2004), dan pada aspek Peer Presure yaitu suatu metode yang menggunakan kelompok sebagai metode perubahan perilaku (BNN, 2004) dinamika kelompok harus lebih diintesifkan dan kedua aspek tersebut itu lebih di program secara maksimal karena ini terbukti dipersepsikan positif oleh residen. Selain itu program-program yang lain mungkin dipersepsikan berbeda oleh para residen. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rice (1998) Perlu diketahui bahwa saat individu mempersepsikan sesuatu, dapat terjadi bias yang dipengaruhi oleh karakteristik emosi individu tersebut. Bias juga dapat dipengaruhi oleh efek kumulatif dari pengalaman-pengalaman yang dialami sebelumnya oleh individu yang bersangkutan. Berdasarkan gambaran table 4.6 dapat terlihat bahwa dari 197 orang responden 92 orang responden dengan presentase 46,7% memiliki skor persepsi tentang therapeutic community pada kategori positif, dan 105 orang responden dengan presentase 53,3% masuk dalam kategori negatif. Ini menunjukan bahwa sebagian residen sudah mulai bisa menerima program dengan baik selebihnya mungkin dikarenakan faktor mereka masuk rehabilitasi bukan karena keinginan 95 mereka tetapi keinginan keluarga atau terjaring razia sehingga mereka memuliki persepsi yanng negatif tentang therapeutic community oleh karena itu, mereka perlu dibina lebih matang lagi melalui program-program therapeutic community yang ada agar mereka benar-benar bisa terus tetap bertahan dari narkoba selepas dari BNN, Berdasarkan gambaran tabel 4.7 dapat terlihat bahwa dari 197 orang responden 88 orang responden dengan presentase 44,67% memiliki skor harapan untuk pulih dari Napza pada kategori tinggi, dan 109 orang responden dengan presentase 53,3% masuk dalam kategori rendah. menurut Snyder, Lehman,Kluck & Monson (2006) menjelaskan keberhasilan program rehabilitasi ditunjang oleh kemauan dari para pengguna. Keadaan bebas dari narkoba merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh mereka. Penelitian yang dilakukan Snyder dkk juga didasari oleh hope theory (teori harapan) teori ini menjelaskan bahwa harapan individu merupakan sebuah kekuatan pikiran yang mendorong motivasi agar tujuan yang diinginkan tercapai. Penelitian mereka menemukan habwa semakin tinggi harapan yang dimiliki individu, ia akan menunjukan fungsi mental dan fisik yang lebih baik dari pada yang lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa dalam program rehabilitasi yang terbaik adalah membantu para residen untuk menyadari dan mengenali harapan yang ada dalam dirinya. Kemudian mereka disadarkan akan hambatan dan rintangan yang dihadapi untuk dapat menyelesaikan rintangan tersebut. Dengan demikian residen tidak akan mengalami hambatan dalam proses pemulihan diri dari ketergantungan. 96 Berdasarkan gambaran dinamika dilapangan diperoleh hasil menurut persepsi mereka dari beberapa kegiatan residen menyatakan bahwa yang dirasakan dari kegiatan morning meeting adalah biasa saja sebanyak 40%, manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini ialah mengawali hari agar menjadi lebih baik sebanyak 32%. Pada kegiatan wrap up residen menyatakan bahwa yang dirasakan dari kegiatan ini merasa pusing dan mengantuk yaitu 40%, manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini adalah dapat menghargai sesama residen sebanyak 47%. Pada kegiatan issue of the house menyatakan bahwa yang dirasakan selama mengikuti kegiatan ini ialah mendapatkan knowledge sebanyak 47%. Pada kegiatan crackle barel residen menyatakan bahwa yang dirasakan selama mengikuti kegiatan ini ialah mendapatkan pengetahuan baru sebanyak 40%, manfaat yang didapatkan dari kegiatan ini ialah residen dapat mengaplikasikannya diluar rehabilitasi sebanyak 21%. Ini menunjukan bahwa para residen sebagian besar mempersepsikan kegiatan program therapeutic community secara positif. Selanjutnya, gambaran umum responden berdasarkan usia. Sebagian besar berusia antara 21-30 tahun, yaitu sebanyak 125 orang dengan presentase 63,452%. Hal ini menunjukan mereka sudah memasuki pada usia produktif namun, banyak dari mereka yang masih berstatus belum menikah dari hasil data yang didapat gambaran umum responden berdasarkan status dari hasil penelitian data yang diperoleh bahwa subjek dengan status pernikahan belum menikah mendominasi penelitian ini dengan jumlah 119 orang dengan persentase 60,406%, hal ini menunjukan betapa sulitnya mereka memiliki tanggung jawab, untuk diri sendiri saja sulit bagaimana jika mereka memiliki keluarga yaitu istri dan anak. Menurut 97 BKKBN (2003) dampak dari penggunaan Napza antara lain orang tidak lagi dapat berpikir dan berperilaku normal. Perasaan, pikiran dan perilakunya dipengaruhi oleh zat yang dipakainya. Berbagai gangguan psikis atau kejiwaan yang sering dialami oleh mereka yang menyalahgunakan Napza antara lain depresi, paranoid, percobaan bunuh diri, melakukan tindak kekerasan. Pada penelitian ini angket yang disebar sebelumnya sebanyak 205 eksemplar, namun hanya 197 yang bisa diolah. Sisa 8 eksemplar lainnya tidak bisa diolah karena responden tidak mengisi item secara lengkap. Hal itu peneliti sadari bisa disebabkan oleh situasi pengisian skala yang kurang kondusif, mengingat pengisian skala dilakukan pada malam hari dimana residen sudah mulai mengantuk sehingga penilitipun tidak bisa memantau satu per satu proses pengisian skala pada residen selain itu karna jumlah item yang terlalu banyak yaitu untuk skala persepsi tentang Therapeutic Community berjumlah 66 item dan untuk skala harapan untuk pulih dari napza berjumlah 65 item total keseluruhan item 131, sehingga residen terlalu lelah mengerjakannya. 5.3 Saran Dari hasil kesimpulan dan diskusi hasil penelitian, maka penulis mengajukan saran teoritis dan saran praktis sebagai berikut : 5.3.1 Saran Teoritis a. Sebaiknya pada penelitian di masa yang akan datang memberikan item yang simpel karena residen belum pulih total, serta melakukan observasi dan wawancara yang intensif 98 b. Untuk penelitian selanjutnya mengenai tema yang mengangkat tentang pecandu narkoba, diharapkan peneliti selanjutnya meneliti metode selain Therapeutic Community misalnya Narcotic Anonymous (twelve step), Inaba (muslim), Rumah Damai (nasrani), ataupun metode lain yang juga digunakan oleh panti rehabilitasi narkoba yang tersebar di seluruh Indonesia. Sehingga diharapkan mendapat perbandingan dari beberapa metode tersebut, metode manakah yang memberi kontribusi paling besar terhadap harapan untuk pulih dari Napza. 5.3.2 Saran Praktis a. Untuk residen Hendaknya residen dapat mengikuti program Therapeutic Community secara baik, disiplin sehingga program-program yang ada dapat diaplikasikan karena pada dasarnya semua program tersebut dilakukan untuk proses pemulihan mereka dari napza sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang mereka harapkan. b. Untuk Pengelola Panti Rehabilitasi Karena berkolerasi positif maka program Therapeutic Community dilanjutkan dengan lebih memerhatikan aspek Behavior Management Shaping dan Peer Presure disamping aspek-aspek yang lain yaitu Emotional and Psychological, Intelectual and Spiritual, Vocational and Survival, Family Milleu Concept, Therapeutic Session, Religious Session dan Role Model. DAFTAR PUSTAKA Abdurahman, Soejono. 2005. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Azwar, Saifuddin. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. BKKBN, 2003. Sedia payung sebelum hujan: Apa saja yang perlu kita tahu mengenai Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya. BNN R.I. & Departemen Sosial R.I. (2004). Metode Therapeutic Community (Komunitas Terapeutik) Dalam Rehabilitasi Sosial Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta. BNN. (2009). Hasil Penelitian BNN dan Puslitkes UI Tentang Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia. www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=ArtikelLitbang&op=d l_artikel_litbang&namafile=HASIL%20PENELITIAN%20BNN%20Jurna l%202009.pdf Carr, A. (2004). Positive psychology: the science of happiness and human strengths. New York: Brunner-Routlage. Hawari, D. (2001). Al-qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Ed III. Jakarta: PT Dana Bhakti Prima Jasa. Farran, C., Heart, K.A. & Popovich, J.M. (1995). Hope and Hopelessness: Critical Clinical Construct. London New Delhi: Sage Publications, Inc. Koentjaraningrat. 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Morgan, Clifford T. (1986). Introduction to psychology. Singapore: McGraw-Hill Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia Snyder, C.R. (194). The Psychology of Hope: you can get from there from here. New York: The Free Press. Peterson, C. & Selligman, M.E.P. (2004). Character strengths and virtues. New York: Oxford University Press. 99 100 Pusat Pencegahan Lakhar, BNN. (2009). Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas/Ritan.. http://catalogue.nla.gov.au/Record/4903872?lookfor=author:%22Indonesi a.%20Badan%20Narkotika%20Nasional.%20Pusat%20Pencegahan%20La khar%22&offset=1&max=1 Pengguna NAPZA di Indonesia 3,2 Juta Orang http://nasional.kompas.com/read/2008/06/19/18581795/pengguna.napza.di .indonesia.32.juta.orang. 18082010 12:56. Rice, P.L. 1998. Stress and Health. USA : Brooks Cole Publishing Company. Rice, V.H. (Ed). (2000). Handbook of stress, coping and health: implications for nursing research, theory & practice. London New Delhi: Sage Publications, Inc Robbins, Stephen P. 2001. Organizational Behavior 9th ed. New Jersey : Prentice Hall. Sevilla, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : UI Press. Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. Sugiyono. (2008). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. UPT Terapi dan Rehabilitasi BNN, Walking paper. Winanti, S.Psi, Therapeutic Community (TC), Lapas Klas IIA Narkotika jakarta. http://www.google.co.id/search?client=firefox-a&rls=org.mozilla%3AenUS%3Aofficial&channel=s&hl=id&source=hp&q=Winanti%2C+S.Psi%2 C+Therapeutic+Community+(TC)%2C+Lapas+Klas+IIA+Narkotika+jaka rta.&meta=&btnG=Penelusuran+Googl PENGANTAR Assalamu`alaikum Wr..Wb.. Salam Sejahtera Kepada responden yang saya hormati, Saya selaku Mahasiswi Fakultas Psikologi UIN akan mengadakan suatu penelitian kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai potensi positif dalam diri individu. Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan saudara untuk turut serta membantu dalam memberikan data mengenai hal tersebut. Kerjasama yang saya harapkan adalah kesediaan saudara untuk mengisi serangkaian item pernyataan secara jujur apa adanya. Dalam skala ini tidak ada jawaban benar salah serta tidak disediakan kolom nama untuk diisi, agar saudara dapat lebih merasa leluasa untuk menjawab jujur apa adanya sesuai dengan keadaan diri saudara. Adapun informasi atau data yang saudara berikan akan sangat bermanfaat bagi penelitian dan akan dijamin kerahasiaannya serta hanya digunakan untuk kepentingan pengumpulan data. Atas segala kerjasama serta bantuan saudara, saya ucapkan terima kasih. Wassalamu`alaikum Wr..Wb.. Jakarta, 10 November 2010 Peneliti IDENTITAS Silahkan isi serta lingkari pilihan yang tersedia sesuai dengan diri anda Usia : __________________________________ Pendidikan terakhir : __________________________________ Fase saat ini : a. Primary ( a. Younger / b. Middle / c. Older ) b. Re-Entry ( a. Fase Orientasi / b. Fase A / c. Fase B / d. fase C ) Status : a. Single b. Menikah c. Duda PETUNJUK PENGISIAN SKALA 1. Bacalah dan pahami setiap pernyataan yang ada dengan teliti 2. Beri tanda check list ( √ ) pada kolom di sebelah kanan anda pada setiap pernyataan yang paling sesuai dengan keadaan Saudara 3. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar atau salah. Semua jawaban adalah Baik. Adapun pilihan jawaban tersebut adalah: SS S TS STS = Sangat Setuju , jika kalimat pernyataan Sangat Setuju dengan keadaan diri Saudara = Setuju , jika kalimat pernyataan Setuju dengan keadaan diri Saudara = Tidak Setuju , jika kalimat pernyataan Tidak Setuju dengan keadaan diri Saudara = Sangat Tidak Setuju , jika kalimat pernyataan Sangat Tidak Setuju dengan keadaan diri Saudara Contoh: Jika jawaban Anda Setuju NO 1. Pernyataan Saya menyukai olahraga SS S √ TS STS NO Pernyataan 1. Duduk fokus didepan the creed membuat saya introspeksi terhadap diri saya. 2. Share feeling membuat perasaan saya menjadi lega. 3. Seminar membuat pengetahuan saya tentang adiksi bertambah. 4. Saya bisa bertanggung jawab sebagai pemimpin berjalannya rumah. 5. Saya senang melakukan pekerjaan yang dilakukan bersama-sama dengan family. 6. Teguran yang saya berikan kepada family adalah pembelajaran untuk saya. 7. Kegiatan kelompok dapat mengembangkan pribadi saya dalam rangka membantu proses pemulihan. 8. Kegiatan keagamaan dapat memberikan nilai-nilai yang positif dalam kehidupan saya. 9. Saya mempelajari setiap hal positif yang dilakukan oleh family. 10, Learning Experience tidak bekerja untuk proses pemulihan saya. 11. Saya senang bangun setiap pagi. 12. Saya selalu berpartisipasi setiap ada acara keagamaan. 13. Tugas mencuci pakaian, seprei dan perlengkapan lainnya membantu saya menjadi lebih mandiri. 14. Salah satu family melakukan kebaikan, semua family mendapat dampak yang baik 15, Saya tidak menegur kesalahan family, karena saya takut ditegur. 16, Kegiatan group membuat saya mengantuk. 17, Saya tidak aktif dalam kegiatan keagamaan. 18. Buddy saya dapat memberikan contoh positif dalam menjalankan program. 19. Teguran dari family membuat saya belajar dari kesalahan. 20. Masukan yang diberikan family sangat membantu permasalahan saya. 21, Mengikuti seminar hanya membuang-buang waktu. 22, Family tidak memberikan feed back terhadap permasalahan yang saya hadapi. 23, Saya lebih suka melakukan pekerjaan sendiri karena hasilnya lebih memuaskan. 24, Teguran yang diberikan oleh family tidak berarti apa-apa untuk saya. 25, Kegiatan kelompok tidak membantu proses pemulihan saya. 26. Mengikuti kegiatan keagamaan membuat saya tenang. 27. Memberikan apresiasi pada residen yang melakukan hal baik adalah hal yang seharus dilakukan. 28. Aktif di kegiatan keagamaan membuat saya semakin dekat dengan Tuhan. SS S TS STS 29. Kegiatan group meningkatkan harga diri saya. 30. Setiap aktifitas yang ada dalam rehabilitasi selalu dilakukan bersama-sama. 31, Mengerjakan tugas sehari-hari yang ada di facility, tidak membantu dalam proses pemulihan. 32, Thema writting adalah tugas yang melelahkan. 33. Beribadah membuat diri saya menjadi tenang. 34, Saya merasa tertekan ketika family menegur saya. 35, Saya merasa terbebani jika diberi tanggung jawab yang besar. 36. Ketika family melakukan kesalahan saya harus menegurnya. 37. Family tidak perduli dengan masalah yang saya hadapi. 38, Tidak ada contoh family yang baik untuk di ikuti. 39. Mendengarkan ceramah keagamaan membuat saya mengingat akan masa lalu saya. 40, Aktifitas yang ada dalam rehabilitasi dilakukan sendiri-sendiri oleh setiap residen. 41. Tugas sehari-hari yang ada di facility, sangat membantu dalam proses pemulihan saya. 42, Saya lebih senang memendam perasaan saya. 43. Merapihkan tempat tidur adalah sebuah keharusan. 44, Kegiatan-kegiatan yang ada direhabilitasi tidak membantu proses pemulihan saya. 45. Saya berperilaku sesuai dengan keinginan saya. 46, Saya malas bangun pagi. 47. Ketika saya kesal dengan family, saya langsung mengungkapkannya. 48. Tugas menyediakan dan menyiapkan makan untuk family saya lakukan dengan senang hati. 49. Mengikuti morning meeting adalah mengawali hari yang indah. 50, Saya tidak perduli jika mendapat teguran dari family. 51. Salah satu family melakukan kesalahan, semua family juga mendapat pembelajaran. 52. Saya semakin merasa berdosa ketika mengikuti kegiatan keagamaan. 53. Setiap saya melakukan kesalahan family slalu menegur saya. 54. Setiap saya memiliki permasalahan family selalu membantu saya. 55. Ketika saya melakukan kesalahan yang fatal, family menegur saya dengan keras. 56, Saya tidak peduli walaupun pakaian yang saya kenakan tidak rapih. 57. Thema writting adalah salah satu tugas yang saya sukai karena menambah pengetahuan saya tentang adiksi 58. Dengan mendengarkan ceramah keagamaan membuat saya lebih dekat dengan Tuhan. 59. Merawat dan memperbaiki alat-alat atau fasilitas rumah yang rusak adalah suatu kewajiban. 60. Lemari pakaian saya salalu rapih. 61. Kegiatan-kegiatan yang ada di rehabilitasi membuat saya memiliki tanggung jawab. 62. Teguran yang saya berikan kepada family adalah tekanan untuk saya agar tidak melakukan hal tersebut. 63. Family menguatkan saya dalam pemulihan. 64, Saya tidak senang ditegur oleh family. 65. Saya memperhatikan Pakaian yang saya kenakan setiap hari. 66. Learning Experience membuat saya menyadari prilaku negatif yang telah saya lakukan. NO Pernyataan 1. Saya ingin pulih dari kecanduan saya terhadap narkoba 2. Pengalaman masa lalu telah mempersiapkan saya dengan baik untuk masa depan saya. 3. Setelah selesai rehabilitasi saya ingin bekerja 4. Saya yakin akan berhasil dalam menjalani proses pemulihan. 5. Saya mampu mengatasi masalah tanpa narkoba. 6. Saya bekerja keras dalam mencapai tujuan-tujuan yang saya tetapkan. 7. Saya tahu saya dapat menemukan suatu cara untuk memecahkan masalah meskipun orang lain sudah putus asa. 8, Sedikit cara yang saya miliki untuk mengatasi relapse. 9. Rehabilitasi adalah tempat yang pas untuk proses pemulihan saya. 10, Saya tidak yakin bahwa cara saya melakukan sesuatu akan memberikan hasil terbaik. 11. Menunggu masa depan saya di tempat ini adalah hal yang baik. 12. Saya dapat mengandalkan kemampuan saya untuk mengatasi kesulitan dalam pemulihan. 13. Saya siap menghadapi tantangan yang baru. 14, Saya tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru. 15, Sekeras apapun usaha yang saya lakukan, kehidupan saya biasa saja 16. Saya ingin memperbaiki hubungan saya dengan orang tua/ keluarga dan teman. 17. Saya mudah menyerah ketika menghadapi permasalahan yang sulit. 18. Saya terus berharap akan masa depan yang lebih baik meskipun ada berbagai tantangan. 19, Saya tidak dapat melewati tantangan untuk menuju masa depan yang SS S TS STS lebih baik. 20. Ketika dihadapkan pada suatu tantangan, saya siap mengambil tindakan. 21. Saya yakin dapat menerapkan kiat-kiat untuk mengatasi relapse. 22, Saya tidak dapat mengandalkan kemampuan saya untuk mengatasi kesulitan dalam pemulihan. 23. Saya yakin dapat membuat perubahan dalam hidup saya. 24. Saya memiliki rencana-rencana yang kongkrit. 25. Apapun yang terjadi, setelah keluar dari rehabilitasi saya akan siap menanganinya. 26. Saya dapat memikirkan cara-cara untuk keluar dari permasalahan yang rumit. 27. Ada banyak cara yang saya miliki untuk mengatasi relapse. 28. Saya tahu bahwa saya akan sukses mencapai tujuan yang telah saya tetapkan. 29. Saya tahu apa yang harus saya lakukan untuk mencapai tujuan yang saya tetapkan. 30. Saya memiliki rencana untuk saya lakukan 1 tahun dari sekarang. 31. Saya yakin dapat menjalani rutinitas didalam rehabilitasi. 32, Saya tidak yakin dapat menjalani pemulihan dengan baik. 33. Sulit bagi saya untuk merubah kebiasaan terdahulu. 34, Saya tidak yakin dapat mencapai tujuan yang telah saya tetapkan. 35, Rencana yang telah saya susun tidak efektif dalam mencapai tujuan yang saya tetapkan. 36, Saya membiarkan diri saya fokus pada sesuatu yang buruk. 37, Saya tidak memiliki rencana yang jelas untuk hidup saya kedepan. 38. Saya berusaha terus menerus dengan semangat untuk mencapai tujuan yang saya inginkan. 39, Saya merasa tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk menyelesaikan masalah. 40. Begitu banyak cara untuk memecahkan setiap persoalan. 41. Jika saya mempunyai permasalahan dalam rehabilitasi, saya mempunyai banyak cara untuk menanganinya. 42, Saya tidak berpikir tentang masa depan. 43. Saya tidak ingin bekerja setelah keluar dari rehabilitasi 44. Saya cukup berhasil dalam hidup. 45. Saya tidak siap menjalani kehidupan diluar rehabilitasi 46. Saya memiliki gambaran yang jelas dalam benak saya tentang apa yang saya inginkan terjadi dimasa depan. 47. Saya mempunyai banyak cara untuk mengatasi rasa bosan. 48, Saya tidak melakukan sesuatu agar pikiran saya lepas dari pikiran buruk. 49. Jika saya mendapat evaluasi rendah, saya memfokuskan diri saya pada kesempatan berikutnya. 50, Saya tidak memiliki tujuan dalam hidup saya. 51, Masalah dapat hilang dengan sendirinya tanpa melakukan sesuatu. 52, Saya tidak dapat beraktifitas tanpa narkoba. 53, Saya tidak siap dengan tantangan yang baru. 54. Saya suka melakukan sesuatu dibandingkan duduk dan menunggu sesuatu itu terjadi. 55. saya ingin hidup bersih tanpa narkoba 56. Saya akan mencapai tujuan-tujuan yang saya tetapkan. 57, Saya tidak siap dengan lingkungan yang baru. 58, Saya tidak memiliki cara untuk mengatasi rasa bosan. 59. Saya berdo’a untuk memberikan saya kekuatan. 60, Sulit bagi saya untuk berhasil, jika ada sesuatu yang menghambat 61, Saya tidak yakin akan memperoleh tujuan yang saya harapkan. 62. Ada macam-macam cara untuk mendapatkan sesuatu yang terpenting dalam hidup saya. 63, Saya merasa takut tentang masa depan saya. 64, Saya tidak mencoba kesempatan berikutnya jika saya gagal 65. Saya dapat beraktifitas tanpa narkoba. Persepsi tentang therapeutic community Case Processing Summary N Cases Valid Excluded( a) Total 197 % 100,0 0 ,0 197 100,0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,951 Cronbach's Alpha Based on Standardized Items ,952 N of Items 61 Item Statistics VAR00001 Mean 3,6751 Std. Deviation ,54962 N VAR00002 3,4315 ,62403 197 VAR00003 3,6599 ,52593 197 VAR00004 3,3503 ,68076 197 VAR00005 3,3655 ,64557 197 VAR00006 3,3959 ,56747 197 VAR00007 3,1726 ,63137 197 VAR00008 2,6396 ,83119 197 VAR00009 3,2234 ,74974 197 VAR00010 2,7970 ,76891 197 VAR00011 3,0812 ,64957 197 VAR00012 3,3249 ,60275 197 VAR00013 3,0508 ,80017 197 VAR00014 3,0000 ,82065 197 VAR00015 3,6193 ,64066 197 VAR00016 2,8934 ,79783 197 VAR00017 3,4670 ,66638 197 VAR00018 3,1929 ,73772 197 VAR00019 3,2386 ,64597 197 VAR00020 3,1574 ,72182 197 VAR00021 3,0203 ,77565 197 VAR00022 3,4315 ,69372 197 VAR00023 3,2487 ,65001 197 VAR00024 3,4924 ,55896 197 VAR00025 3,2995 ,52162 197 VAR00026 3,2335 ,64388 197 VAR00027 3,2386 ,64597 197 197 VAR00028 3,2487 ,60107 197 VAR00029 3,2234 ,65533 197 VAR00030 3,1168 ,73649 197 VAR00031 2,9746 ,82336 197 VAR00032 2,8731 ,84463 197 VAR00033 2,9492 ,83755 197 VAR00034 2,8173 ,81885 197 VAR00035 3,1421 ,76938 197 VAR00036 3,1472 ,81043 197 VAR00037 3,3553 ,61082 197 VAR00038 3,0000 ,75593 197 VAR00039 3,3299 ,68345 197 VAR00040 3,1726 ,64733 197 VAR00041 3,3147 ,79696 197 VAR00042 3,3147 ,87040 197 VAR00043 3,2386 ,77521 197 VAR00044 3,0558 ,70126 197 VAR00045 3,0305 ,63010 197 VAR00046 2,9492 ,81907 197 VAR00047 3,1574 ,58954 197 VAR00048 3,3350 ,83265 197 VAR00049 3,2843 ,79566 197 VAR00050 3,3553 ,83031 197 VAR00051 3,1726 ,78938 197 VAR00052 3,6193 ,59952 197 VAR00053 3,4061 ,67579 197 VAR00054 3,2030 ,72800 197 VAR00055 3,1472 ,82292 197 VAR00056 3,5279 ,62718 197 VAR00057 2,7665 ,84895 197 VAR00058 3,0406 ,82584 197 VAR00059 3,2792 ,64541 197 VAR00060 2,9188 ,89983 197 VAR00061 3,2640 ,73635 197 Summary Item Statistics Item Means Mean 3,172 Minimum 2,551 Maximum 3,612 Range 1,061 Maximum / Minimum 1,416 Variance ,051 Item-Total Statistics VAR00001 Scale Mean if Item Deleted 183,9133 Scale Variance if Item Deleted 397,680 Corrected Item-Total Correlation ,469 Squared Multiple Correlation . Cronbach's Alpha if Item Deleted ,939 VAR00002 183,7194 397,977 ,491 . ,939 VAR00003 183,5561 400,330 ,391 . ,939 VAR00004 183,9694 400,081 ,367 . ,939 N of Items 59 VAR00005 183,8878 397,639 ,482 . ,939 VAR00006 183,7704 398,034 ,505 . ,939 VAR00007 183,8980 395,220 ,547 . ,939 VAR00008 183,5204 400,630 ,366 . ,939 VAR00009 183,8520 398,650 ,463 . ,939 VAR00010 184,1837 391,023 ,478 . ,939 VAR00011 184,0867 394,521 ,462 . ,939 VAR00012 183,9235 394,851 ,532 . ,939 VAR00013 183,6990 398,950 ,418 . ,939 VAR00014 183,9184 398,711 ,378 . ,939 VAR00015 184,4184 396,214 ,365 . ,940 VAR00016 184,1122 398,336 ,370 . ,940 VAR00017 183,7653 396,119 ,553 . ,939 VAR00018 183,8878 397,659 ,488 . ,939 VAR00019 183,8724 394,984 ,497 . ,939 VAR00020 183,9949 393,103 ,514 . ,939 VAR00021 184,5816 397,804 ,313 . ,940 VAR00022 183,9388 395,022 ,470 . ,939 VAR00023 183,9439 394,156 ,496 . ,939 VAR00024 183,6276 401,896 ,329 . ,940 VAR00025 183,8265 400,985 ,389 . ,939 VAR00026 183,5612 402,842 ,323 . ,940 VAR00027 184,0561 399,243 ,413 . ,939 VAR00028 183,9439 400,935 ,316 . ,940 VAR00029 184,0102 389,743 ,583 . ,938 VAR00030 184,5204 394,825 ,438 . ,939 VAR00031 184,3112 397,313 ,374 . ,940 VAR00032 184,3010 394,745 ,413 . ,939 VAR00033 183,8673 398,362 ,419 . ,939 VAR00034 184,0459 400,116 ,315 . ,940 VAR00035 183,9592 392,480 ,532 . ,939 VAR00036 184,0306 398,922 ,323 . ,940 VAR00037 183,9898 392,072 ,615 . ,938 VAR00038 184,2653 393,929 ,473 . ,939 VAR00039 183,7806 396,808 ,494 . ,939 VAR00040 184,0765 389,712 ,546 . ,938 VAR00041 184,3163 395,499 ,395 . ,939 VAR00042 183,9388 400,930 ,335 . ,940 VAR00043 184,0510 392,746 ,560 . ,938 VAR00044 184,0510 394,079 ,542 . ,939 VAR00045 183,8622 399,176 ,348 . ,940 VAR00046 184,2398 396,604 ,342 . ,940 VAR00047 183,9286 401,051 ,367 . ,939 VAR00048 184,0051 398,262 ,501 . ,939 VAR00049 183,8520 398,096 ,453 . ,939 VAR00050 184,3980 396,610 ,391 . ,939 VAR00051 183,6888 400,410 ,381 . ,939 VAR00052 183,9133 397,557 ,474 . ,939 VAR00053 183,7194 399,218 ,432 . ,939 VAR00054 183,7500 396,404 ,562 . ,939 VAR00055 183,8265 396,288 ,499 . ,939 VAR00056 183,8622 395,145 ,581 . ,938 VAR00057 183,9898 389,928 ,613 . ,938 VAR00058 183,8827 399,848 ,450 . ,939 VAR00059 183,8316 392,510 ,615 . ,938 Scale Statistics Mean 187,1327 Variance 410,208 Std. Deviation 20,25359 N of Items 59 s Harapan untuk pulih dari Napza Case Processing Summary N Cases Valid % 196 99,5 1 ,5 Excluded( a) Total 197 100,0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,940 Cronbach's Alpha Based on Standardized Items ,942 N of Items 59 Item Statistics VAR00001 Mean 3,2194 Std. Deviation ,64675 N VAR00002 3,4133 ,60564 196 VAR00003 3,5765 ,60702 196 VAR00004 3,1633 ,65935 196 VAR00005 3,2449 ,63345 196 VAR00006 3,3622 ,58739 196 VAR00007 3,2347 ,66873 196 VAR00008 3,6122 ,62647 196 VAR00009 3,2806 ,60581 196 VAR00010 2,9490 ,96474 196 VAR00011 3,0459 ,81834 196 VAR00012 3,2092 ,70319 196 VAR00013 3,4337 ,64901 196 VAR00014 3,2143 ,72678 196 VAR00015 2,7143 ,90582 196 VAR00016 3,0204 ,76433 196 VAR00017 3,3673 ,62245 196 196 VAR00018 3,2449 ,62530 196 VAR00019 3,2602 ,74328 196 VAR00020 3,1378 ,80791 196 VAR00021 2,5510 ,92401 196 VAR00022 3,1939 ,77998 196 VAR00023 3,1888 ,78451 196 VAR00024 3,5051 ,60339 196 VAR00025 3,3061 ,57125 196 VAR00026 3,5714 ,54538 196 VAR00027 3,0765 ,63992 196 VAR00028 3,1888 ,69436 196 VAR00029 3,1224 ,85653 196 VAR00030 2,6122 ,84286 196 VAR00031 2,8214 ,81885 196 VAR00032 2,8316 ,89283 196 VAR00033 3,2653 ,68014 196 VAR00034 3,0867 ,75626 196 VAR00035 3,1735 ,81051 196 VAR00036 3,1020 ,82263 196 VAR00037 3,1429 ,72324 196 VAR00038 2,8673 ,83067 196 VAR00039 3,3520 ,65909 196 VAR00040 3,0561 ,91254 196 VAR00041 2,8163 ,88691 196 VAR00042 3,1939 ,65880 196 VAR00043 3,0816 ,76021 196 VAR00044 3,0816 ,72570 196 VAR00045 3,2704 ,75335 196 VAR00046 2,8929 ,93576 196 VAR00047 3,2041 ,59845 196 VAR00048 3,1276 ,58094 196 VAR00049 3,2806 ,64675 196 VAR00050 2,7347 ,82959 196 VAR00051 3,4439 ,61762 196 VAR00052 3,2194 ,64675 196 VAR00053 3,4133 ,61405 196 VAR00054 3,3827 ,60043 196 VAR00055 3,3061 ,67798 196 VAR00056 3,2704 ,63516 196 VAR00057 3,1429 ,81019 196 VAR00058 3,2500 ,55816 196 VAR00059 3,3010 ,70616 196 Summary Item Statistics Item Means Mean 3,172 Minimum 2,551 Maximum 3,612 Range 1,061 Maximum / Minimum 1,416 Variance ,051 N of Items 59 Item-Total Statistics VAR00001 Scale Mean if Item Deleted 183,9133 Scale Variance if Item Deleted 397,680 Corrected Item-Total Correlation ,469 VAR00002 183,7194 397,977 VAR00003 183,5561 400,330 VAR00004 183,9694 VAR00005 VAR00006 Squared Multiple Correlation . Cronbach's Alpha if Item Deleted ,939 ,491 . ,939 ,391 . ,939 400,081 ,367 . ,939 183,8878 397,639 ,482 . ,939 183,7704 398,034 ,505 . ,939 VAR00007 183,8980 395,220 ,547 . ,939 VAR00008 183,5204 400,630 ,366 . ,939 VAR00009 183,8520 398,650 ,463 . ,939 VAR00010 184,1837 391,023 ,478 . ,939 VAR00011 184,0867 394,521 ,462 . ,939 VAR00012 183,9235 394,851 ,532 . ,939 VAR00013 183,6990 398,950 ,418 . ,939 VAR00014 183,9184 398,711 ,378 . ,939 VAR00015 184,4184 396,214 ,365 . ,940 VAR00016 184,1122 398,336 ,370 . ,940 VAR00017 183,7653 396,119 ,553 . ,939 VAR00018 183,8878 397,659 ,488 . ,939 VAR00019 183,8724 394,984 ,497 . ,939 VAR00020 183,9949 393,103 ,514 . ,939 VAR00021 184,5816 397,804 ,313 . ,940 VAR00022 183,9388 395,022 ,470 . ,939 VAR00023 183,9439 394,156 ,496 . ,939 VAR00024 183,6276 401,896 ,329 . ,940 VAR00025 183,8265 400,985 ,389 . ,939 VAR00026 183,5612 402,842 ,323 . ,940 VAR00027 184,0561 399,243 ,413 . ,939 VAR00028 183,9439 400,935 ,316 . ,940 VAR00029 184,0102 389,743 ,583 . ,938 VAR00030 184,5204 394,825 ,438 . ,939 VAR00031 184,3112 397,313 ,374 . ,940 VAR00032 184,3010 394,745 ,413 . ,939 VAR00033 183,8673 398,362 ,419 . ,939 VAR00034 184,0459 400,116 ,315 . ,940 VAR00035 183,9592 392,480 ,532 . ,939 VAR00036 184,0306 398,922 ,323 . ,940 VAR00037 183,9898 392,072 ,615 . ,938 VAR00038 184,2653 393,929 ,473 . ,939 VAR00039 183,7806 396,808 ,494 . ,939 VAR00040 184,0765 389,712 ,546 . ,938 VAR00041 184,3163 395,499 ,395 . ,939 VAR00042 183,9388 400,930 ,335 . ,940 VAR00043 184,0510 392,746 ,560 . ,938 VAR00044 184,0510 394,079 ,542 . ,939 VAR00045 183,8622 399,176 ,348 . ,940 VAR00046 184,2398 396,604 ,342 . ,940 VAR00047 183,9286 401,051 ,367 . ,939 VAR00048 184,0051 398,262 ,501 . ,939 VAR00049 183,8520 398,096 ,453 . ,939 VAR00050 184,3980 396,610 ,391 . ,939 VAR00051 183,6888 400,410 ,381 . ,939 VAR00052 183,9133 397,557 ,474 . ,939 VAR00053 183,7194 399,218 ,432 . ,939 VAR00054 183,7500 396,404 ,562 . ,939 VAR00055 183,8265 396,288 ,499 . ,939 VAR00056 183,8622 395,145 ,581 . ,938 VAR00057 183,9898 389,928 ,613 . ,938 VAR00058 183,8827 399,848 ,450 . ,939 VAR00059 183,8316 392,510 ,615 . ,938 Scale Statistics Mean 187,1327 Variance 410,208 Std. Deviation 20,25359 N of Items 59 Descriptive Statistics VAR00001 Mean 208,3401 Std. Deviation 21,47878 VAR00002 207,3909 22,62369 N 197 197 Correlations Persepsi tentang TC Pearson Correlation VAR00001 1 Sig. (2-tailed) ,000 N Harapan VAR00002 ,710(**) Pearson Correlation 197 197 ,710(**) 1 Sig. (2-tailed) ,000 N 197 197 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Descriptive Statistics PersepsiTC N 197 Range 104,00 Minimum 160,00 Maximum 264,00 Mean 208,3401 Std. Deviation 21,47878 Harapan 197 104,00 156,00 260,00 207,3909 22,62369 Valid N (listwise) 197