Meninjau Kembali Sejarah Masuknya Islam di Jambi

advertisement
MENINJAU KEMBALI SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAMBI
Meninjau Kembali Sejarah
Masuknya Islam di Jambi
Aliyas
Fakultas Adab IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstrak:
Fakta sejarah mengenai letak geografis Nusantara sebagai
salah satu pusat perniagaan dan tempat pertemuan budaya
dari beberapa negara, memberi indikasi bahwa Islam
Nusantara tidak hanya berasal dari satu daerah melainkan
berbagai daerah. Bukti sejarah untuk melihat adanya
interaksi pedagang asing dengan masyarakat Jambi adalah
ditemukannya pecahan kaca berwarna gelap dan hijau muda
di Muara Sabak (Tanjung Jabung Timur), selain itu juga
ditemukan pecahan kaca berwarna biru tua dan biru muda,
hijau, kuning dan merah di Muara Jambi, serta ditemukan
juga sejumlah permata di Muara Jambi, yang semuanya itu
diperkirakan berasal dari Arab dan Persia (Iran) sekitar abad
ke-9 hingga abad ke-13 M. Bukti arkeologi ini juga diperkuat
oleh berita Cina dalam kitab Pei-Hu-Lu tahun 875 M yang
menyebut nama Chan-Pei yang didatangi oleh para pedagang
Po’sse (orang-orang Persia) untuk mengumpulkan barang
dagangan berupa buah pinang (areca nuts). Berdasarkan
bukti sejarah tersebut, sejak abad ke-9 Masehi telah ada
kontak masyarakat Jambi dengan pedagang Islam dari Arab
dan Persia. Namun perlu dijelaskan jika proses islamisasi
pada abad ke-9 M telah ada di Jambi, kemungkinan hanya
sebatas perorangan. Sebab, proses islamisasi besar-besaran
di Jambi bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya
kerajaan Islam Jambi sekitar abad ke-15 Masehi.
Kata-kata Kunci: sejarah, Islam, Jambi, arkeologi.
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
301
302
ALIYAS
Pendahuluan
Sejarah masuknya Islam ke wilayah Nusantara sudah
berlangsung lama, namun diskusi dan perdebatan panjang di antara
para ahli mengenai tempat kedatangan Islam, para pembawanya,
dan waktu kedatangannya masih menjadi topik hangat yang terus
berlangsung. Nusantara memang merupakan sebuah wilayah yang
ramai dilalui oleh para pedagang asing dari berbagai wilayah di
belahan dunia; orang-orang Cina dari bagian utara, orang-orang
India dan Arab dari belahan barat dan beberapa pedagang asing
yang datang dari bangsa yang kurang dikenal.1
Keadaan Nusantara yang selalu ramai oleh para pedagang
asing mengakibatkan adanya pertemuan budaya, oleh sebab
itu tidak heran jika didalam kehidupan masyarakat Nusantara
ditemukan persamaan budaya dengan daerah lain di luar
Nusantara. Fenomena persamaan unsur kebudayaan yang terjadi
di Nusantara menimbulkan perdebatan panjang oleh para ahli
sejarah mengenai tempat kedatangan Islam. Beberapa ahli
sejarah mengatakan bahwa Islam dibawa langsung dari Arab oleh
para pedagang dan musafir Arab,2 sedangkan sejarawan yang
mendasarkan pada pengamatan unsur-unsur budaya dan Mazhab
Syafi’i lebih dominan ke India.3 Teori yang tidak kalah populer
dalam islamisasi Nusantara adalah teori Persia. Tidak jauh dari
persamaan kebudayaan, teori ini juga melihat adanya persamaan
antara budaya Syi’ah di Persia dengan budaya di Nusantara.4
Selain tiga teori tersebut (Arab, India dan Persia), baru-baru
ini berkembang sebuah teori yang menaikkan popularitas Cina
di Nusantara. Peran Cina dalam Islamisasi Nusantara telah lama
disinggung oleh sejarawan asing. Namun akibat image negatif
Cina yang dikait-kaitkan dengan PKI (Partai Komunis Indonesia)
mengakibatkan fakta historis Cina Muslim dianggap bukan
fakta, melainkan dongeng atau bualan sejarah.5 Bukti sejarah
islamisasi yang dilakukan oleh Cina dapat dilihat dari peninggalan
budayanya yang mengalami akulturasi dan memudarkan corak
kecinaan, sehingga lebih menonjolkan corak Islam (seperti baju
koko atau baju busana muslim), bukti lainnya juga dapat dilihat
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
MENINJAU KEMBALI SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAMBI
dari peninggalan arsitektur masjid, pemakaman serta sejarah lokal
yang memasukkan peran Cina dalam perkembangan daerahnya.6
Islamisasi Nusantara
Perdebatan panjang mengenai tempat asal kedatangan
Islam Nusantara tidak akan menemukan titik temu jika tidak
dilandasi pendekatan historis, terutama dengan melihat adanya
kemungkinan dari beberapa teori tersebut. Fakta sejarah mengenai
letak geografis Nusantara yang dijadikan sebagai salah satu pusat
perniagaan dan tempat pertemuan budaya dari beberapa negara,
memberi indikasi bahwa Islam Nusantara tidak hanya berasal
dari satu daerah melainkan berbagai daerah. Berbagai Bangsa
muslim yang melakukan perdagangan di Nusantara, semuanya
memberikan pengaruh kebudayaan Islam di Nusantara. Selain
itu perlu ditekankan bahwa, perkembangan budaya Islam di
Nusantara bukan hanya akibat dari perdagang muslim asing, tetapi
juga peran orang-orang Nusantara sendiri dalam membentuk
kebudayaan Islam yang bercorak Indonesia. Sehingga sangat sulit
untuk mengidentifikasi bahwa suatu budaya berasal dari satu teori
kedatangan Islam Nusantara.
Sejarah Nusantara merupakan peristiwa yang panjang dan
selalu dikaitkan dengan perdagangan. Menurut Anthony Reid,
perdagangan merupakan hal yang vital bagi Asia Tenggara dimana
di dalamnya termasuk Nusantara. Hal ini dilihat dari peran laut
yang menjadi satu-satunya jalur atau lalu lintas yang bisa dilalui
sebagai penghubung antar negara maritim. Posisi Nusantara yang
strategis menjadikan daerah-daerah di sekitarnya sebagai tempat
perniagaan yang selalu ramai didatangi oleh para pedagang
asing. Jalur maritim antara Cina dan pusat-pusat pemukiman
penduduk seperti India, Timur-Tengah dan Eropa mempengaruhi
meningkatnya perdagangan maritim Internasional. Produk yang
menjadi andalan di Asia Tenggara berupa cengkeh, pala, kayu
cendana, kayu sapan, kamper dan pernis mendapatkan pasaran
tinggi sejak zaman Romawi dan Dinasti Han, Cina.7 Semakin
berkembangnya Nusantara sebagai daerah perniagaan yang ramai
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
303
304
ALIYAS
khusunya di Asia Tenggara, banyak bermunculan perkampunganperkampungan Muslim di sepanjang pantai Nusantara. Hal ini
mengindikasikan bahwa pedagang muslim tidak hanya berdagang
di Nusantara tetapi juga melakukan islamisasi. Semakin
berkembang dan ramainya komunitas muslim di Nusantara,
banyak ahli sejarah mengajukan teori bahwa pedagang sebagai
agen pembawa Islam ke- Nusantara.8
Menurut Van Leur, penyebaran Islam di Nusantara tidak
terlepas dari motif-motif ekonomi dan sekaligus peran para
pedagang. Namun teori ini dikritik oleh Johns, seraya berargumen;
jika islam di bawa oleh pedagang, kenapa Islam baru kelihatan
nyata dan membentuk society (kemasyarakatan) pada abad ke-12,
padahal para pedagang muslim ini sudah berada di Nusantara sejak
abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Oleh sebab itu, Johns menyimpulkan
bahwa bukti adanya muslim lokal di Nusantara dalam jumlah
besar pada abad ke-7 Masehi tidak terbukti, bahkan islamisasi
substansial yang dilakukan oleh pedagang pada abad ke-7 tidak
terlihat sama sekali. Selanjutnya, Johns mengajukan teori
bahwa para sufi pengembaralah yang memainkan peran utama
dalam proses penyebaran Islam di kawasan Nusantara.9 Para
sufi berhasil mengislamkan penduduk Nusantara dalam jumlah
besar setidaknya sejak abad ke-13.10 Faktor utama keberhasilan
konversi adalah kemampuan para sufi yang menyajikan Islam
secara atraktif, khususnya dengan menekankan kekuasaan dengan
Islam atau kontinuitas, dari pada perubahan dalam kepercayaan
dan praktik keagamaan lokal. Berkat otoritas kharismatik dan
kekuatan magis para sufi yang dipercaya oleh masyarakat, sebagian
dari para sufi yang melakukan islamisasi mampu menikahi putriputri bangsawan Nusantara dan menghasilkan anak keturunan
bangsawan sekaligus memiliki wibawah dan aura keilahian atau
kharisma keagamaan.11 Teori Johns diperkuat oleh cerita lokal
masyarakat Jawa yang sangat menghormati Wali Songo sebagai
agen penyebar Islam di tanah Jawa.
Peristiwa panjang islamisasi Nusantara tidak bisa dipandang
sebagai peristiwa lokal, cerita perorangan, atau peristiwa yang
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
MENINJAU KEMBALI SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAMBI
hanya membenarkan atau membatasi peran suatu kelompok
mayoritas dalam melakukan islamisasi di Nusantara. Teori
pedagang dan teori sufi yang dipelopori oleh Van Leur dan Johns
serta para sejarawan lainnya, bukan merupakan hal yang berbeda
dan terpisah secara ekstrim. Peristiwa islamisasi dapat dilihat
secara luas, sebab terjadi dalam waktu yang tidak bersamaan.
Penyempitan dalam melakukan interpretasi sejarah akan
mengakibatkan reduksi kesejarahan. Fakta sejarah secara luas
menunjukkan, perkembangan Islam di Nusantara bukan hanya
dipelopori oleh pedagang ataupun peran para sufi pengembara,
melainkan para penguasa, mubaligh, serta masyarakat Nusantara
juga mengambil peran penting pada perkembangan selanjutnya.
Peristiwa islamisasi Nusantara harus dilihat secara keseluruhan
dan tidak setengah-setengah, agar tercipta suatu sejarah yang
kompleks dan minimnya subjektifitas.
Seperti yang telah dijelaskan di awal, masuknya Islam ke
berbagai wilayah di Nusantara tidak berada dalam suatu waktu
yang bersamaan, melainkan dalam suatu proses yang panjang.
Pendapat mengenai waktu kedatangan Islam di Nusantara juga
masih di perdebatkan. Sebagian berpendapat bahwa kedatangan
Islam sudah berlangsung sejak abad ke-7 Masehi. Sumbernya
adalah berita luar negeri terutama Cina. Sebagian yang lain
berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara dan membentuk
suatu komunitas muslim baru terjadi pada abad ke-13, sumbernya
adalah berita atau laporan perjalanan pelaut asing dan makammakam Islam. Terlepas dari perdebatan teori-teori tersebut, secara
kronologis perkembangan agama Islam di Nusantara dapat dibagi
menjadi tiga fase. Senada dengan pendapat Badri Yatim yang
meliputi; fase pertama, masuknya pedagang-pedagang Islam ke
Nusantara; fase kedua, adanya komunitas-komunitas muslim di
beberapa kepulauan Nusantara; fase ketiga, berdirinya kerajaankerajaan Islam.12
Sejarah perniagaan yang dikutip dari tulisan Denys Lombard
mencatat beberapa nama pelabuhan di Nusantara yang sering
disinggahi oleh para pedagang asing. Nama She-Po yang selalu
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
305
306
ALIYAS
dikaitkan dengan Jawa merupakan tempat pertama di Nusantara
yang muncul dengan jelas dalam teks-teks Cina. Kemudian
bermunculan nama-nama pelabuhan seperti Gan-Tuo-Li di
pantai timur Sumatera pada tahun 455M, dan Lang-Ya-Xiu di
semenanjung melayu pada tahun 523 M. Kata Mo-Luo-You baru
muncul pada tahun 644 M. Sriwijaya yang merupakan negara
maritim terbesar di Nusantara baru muncul pada abad ke-8 M, ShiLi-Fo-Shi atau Sriwijaya tertulis pernah mengirim utusan ke Cina
pada tahun 724, 728 dan 742 M sebelum digantikan oleh San-Fo-Qi
(Palembang) pada abad ke-10 M.13
Pelabuhan dagang Nusantara memang sudah dikenal sejak
lama, bahkan orang-orang Islam telah megenal Nusantara sejak
abad ke-7 dan 8 M. Bukti sejarahnya adalah berita Cina dari
Dinasti Tang yang menulis adanya sejumlah orang dari Ta-Shih
yang membatalkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho-Ling
dibawah rezim Ratu Sima (674 M). Kata Ta-Shih diartikan sebagai
orang-orang Arab yang dipercaya menetap di pantai Sumatera.14
Pada abad ke-9 hingga abad ke-11 M, jejak sejarah Islam di
Nusantara masih belum jelas. Bukti sejarah yang ditemukan adalah
makam seorang wanita muslimah bernama Fatimah binti Maimun
di Leran, Jawa Timur, tertulis pada tahun 475 H (1082 M). Namun
bukti ini juga tidak memberi kejelasan tentang adanya komunitas
muslim di sana. Batu nisan yang menunjukkan adanya orang Islam
pada abad ke-11 M ini diduga bukan merupakan batu nisan yang
sengaja dipasangkan di sebuah kuburan di Jawa, melainkan batu
pemberat kapal yang terdampar di kota pelabuhan Leran.15
Mulai abad ke-12 dan ke-13 M, perniagaan di Nusantara
semakin berkembang. Bahkan slamet muljana menulis bahwa
pada akhir abad ke-12 M telah terdapat negara Islam di pantai
timur Sumatera dengan nama Perlak. Dalam buku M. C. Ricklefs
juga tertulis adanya nisan Sultan Sulaiman bin Abdullah bin alBashir, yang wafat pada tahun 608 H/ 1211 M. Nisan inilah yang
merupakan bukti pertama adanya kerajaan Islam di wilayah
Nusantara. Mengenai identitas Sultan Sulaiman bin Abdullah
bin al-Bashir, penulis masih belum menemukan bukti yang jelas.
Sebab, jika dikatakan Sultan kerajaan Perlak, tidak terdapat
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
MENINJAU KEMBALI SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAMBI
nama Sultan Sulaiman bin Abdullah bin al-Bashir dalam silsilah
kerajaan perlak yang disajikan oleh Slamet Muljana. Selain itu
kerajaan Samudera Pasai juga tidak memiliki Sultan yang bernama
Sultan Sulaiman bin Abdullah bin al-Bashir. Lagi pula, kerajaan
Samudera Pasai memiliki Sultan yang pertama terhitung sebelum
tahun 1297 M, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya nisan
yang dianggap penguasa pertama Samudera Pasai, Sultan Malik
as-Shalih, tertulis tahun 696 H (1297 M).16
Terlepas dari identitas Sultan Sulaiman bin Abdullah bin
al-Bashir, setidak nya telah memberi penjelasan mengenai
perkembangan Islam pada abad ke-13. Selain bukti prasasti yang
berbentuk batu-batu Nisan, laporan dari pelaut asing juga menjadi
bukti sejarah yang mampu menggambarkan keadaan Islam pada
masa itu. Marcopolo, seorang musafir venesia menulis bahwa
terdapat kerajaan Islam di Sumatera ketika dia dalam perjalanan
pulang dari Cina pada tahun 1292 M. Selain itu, ibn Battuta,
musafir Maroko juga menyatakan pernah mengunjungi Samudera
Pasai dalam perjalanannya ke Cina pada pertengahan abad ke14 M (1345 M), dan melihat bahwa penguasanya adalah seorang
pengikut mazhab Syafi’i. Hal ini menegaskan bahwa mazhab yang
mendominasi Indonesia telah ada di Nusantara sejak masa-masa
yang sangat awal, walaupun ada kemungkinan bahwa beberapa
mazhab Islam lainnya (Hanafi, Maliki dan Hambali) juga sudah
ada pada masa-masa awal itu.17
Pada abad ke-15 hingga abad ke-17 M, dominasi Islam
semakin tampak pada tingkat sosial dan politik kesultanan dari
Aceh sampai Ternate dan Kepulauan Sulu, bahkan menyebar di
kepulauan Nusantara. abad ke-15 hingga abad ke-17 M merupakan
kurun waktu perniagaan di Asia Tenggara yang menjadi fokus
kajian Anthony Reid. Menurut Reid, sejak abad ke-15 perdagangan
di Asia Tenggara semakin meningkat.18 Pada masa ini semakin
banyak pedagang muslim yang datang ke Nusantara. Hal ini juga
didorong oleh adanya kekuatan politik Islam yang menguasai
beberapa pelabuhan dagang di Nusantara. Namun, perjalanan
politik Islam mulai terhambat sejak abad ke-17, terutama ketika
didirikannya Batavia pada tahun 1619, muncul kekuatan dan corak
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
307
308
ALIYAS
baru di Nusantara yang dipelopori oleh VOC.19 VOC yang pada
awalnya adalah perusahaan dagang, beralih fungsi menjadi sebuah
kekuatan politik yang memonopoli perdagangan Nusantara.
Hingga pada abad selanjutnya, dominasi perdagangan Muslim
sontak melemah, meskipun secara politik pengaruhnya di bidang
ekonomi secara keseluruhan masih ada.
Pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1905, telah ada
perkumpulan penduduk Hadramaut di Batavia yang bernama
Djamiat Chair, yang membuka sekolah dan mendatangkan guruguru dari Mekkah, Sudan, bahkan dari Tunisia dan Maroko. Pada
tahun 1913, berdiri perhimpunan kedua yang mengambil nama
al-Irsyad.20 Tidak hanya di Batavia, di daerah Jambi juga berdiri
perhimpunan atau organisasi Islam yang bernama Perukunan
Tsamaratul Insan. Organisasi ini dipelopori oleh beberapa
masyarakat Jambi yang belajar di Mekkah kemudian pulang
ke Jambi. Perukunan Tsamaratul Insan inilah yang nantinya
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam di Kota Jambi.21
Masih banyak organisasi Islam yang berdiri pada awal abad ke20 sebelum kemerdekaan Indonesia, keseluruhan organisasi itu
memegang peran penting sebagai perantara dan penggerak untuk
keseluruhan Islam di Indonesia.
Islamisasi di Jambi
Daerah aliran Sungai Batang Hari merupakan jalur
transportasi pertama yang dikenal oleh para pedagang asing
di Kota Jambi. Sejak abad ke-7 M, daerah aliran Sungai Batang
Hari Jambi dilewati oleh pedagang dari Tiongkok menuju India
dan Arab atau sebaliknya. Kota Jambi menjadi daerah penting
sebelum munculnya kota pelabuhan Malaka sekitar abad ke-15
M.22 Semakin terkenalnya Malaka sebagai pelabuhan dagang
mengakibatkan berkurangnya para pedagang asing yang lewat
dipantai timur Sumatera. Jalur perdagangan beralih ke pantai
barat semenanjung, hal ini mengakibatkan Malaka menjadi kota
pelabuhan terpenting di Nusantara bahkan Asia Tenggara.
Beralihnya jalur perdagangan ke Malaka tidak seutuhnya
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
MENINJAU KEMBALI SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAMBI
menghilangkan eksistensi Jambi sebagai kota pelabuhan dagang.
Kekayaan hasil alam berupa lada, pinang dan lain-lainnya tetap
menjadi komoditi utama di Jambi, sehingga masyarakat jambipun
mengambil andil dalam perniagaan dunia pada abad ke-15.
Bukti sejarah untuk melihat adanya interaksi pedagang asing
dengan masyarakat lokal Jambi adalah ditemukannya pecahan
kaca berwarna gelap dan hijau muda di Muara Sabak (Tanjung
Jabung Timur), selain itu juga ditemukan pecahan kaca berwarna
biru tua dan biru muda, hijau, kuning dan merah di Muara Jambi,
serta ditemukan juga sejumlah permata di Muara Jambi, yang
semuanya itu diperkirakan berasal dari Arab dan Persia (Iran)
sekitar abad ke-9 hingga abad ke-13 M. Bukti arkeologi ini juga
diperkuat oleh berita Cina dalam kitab Pei-Hu-Lu tahun 875 M,
menyebutkan nama Chan-Pei yang didatangi oleh para pedagang
Po’sse (orang-orang Persia) untuk mengumpulkan barang
dagangan berupa buah pinang (areca nuts).23 Berdasarkan bukti
sejarah tersebut mengindikasikan bahwa sejak abad ke-9 M telah
ada kontak masyarakat Jambi dengan pedagang Islam dari Arab
dan Persia. Namun perlu dijelaskan bahwa, jika proses islamisasi
pada abad ke-9 M telah ada di Jambi, kemungkinan hanya sebatas
perorangan. Sebab, proses islamisasi besar-besaran di Jambi
bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya kerajaan Islam
Jambi sekitar abad ke-15 M.
Elsbet Locher seorang peneliti dari Belanda mengatakan,
islamisasi Jambi dilakukan oleh orang berkebangsaan Turki pada
abad ke-15 M.24 Bukti sejarah yang dikemukakan oleh Elsbet hanya
berupa folklore atau cerita rakyat yang berkembang hingga saat
ini. Minimnya sumber sejarah berupa benda-benda peninggalan
sejarah Islam Jambi abad ke-15 membuat Elsbeth tidak menulis
banyak mengenai kerajaan Islam Jambi pada masa awal. Namun
tidak bisa hanya dikatakan sebuah folklore atau cerita rakyat ketika
mengkaji sejarah Islam di Jambi. Bukti yang dianggap paling
otentik mengenai adanya orang Turki yang melakukan islamisasi
di Jambi adalah ditemukannya makam Ahmad Barus atau yang
lebih dikenal dengan Datuk Paduko Berhalo di Pulau Berhala yang
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
309
310
ALIYAS
sekarang menjadi wilayah hukum Propinsi Kepulauan Riau.25
Ahmad Barus menurut sejarah lokal masyarakat Jambi
merupakan keturunan yang ketujuh dari Saidina Zainal Abidin
bin Saidina Husein putra Saidatina Fatimah binti Muhammad
SAW. Ahmad Barus mendapat gelar Datuk Paduko Berhalo karena
beliau memusnahkan berhala-berhala yang dipuja masyarakat
Jambi yang ditempatkan di Pulau Berhala. Ada pendapat lain
mengenai nama dari Ahmad Barus, menurut M. O. Bafadhal
dalam makalahnya sejarah masuk dan berkembangnya Islam
di Jambi, setelah Ahmad Barus menikah dengan Putri Selaras
Pinang Masak26(penguasa Jambi sebelumnya), namanya diganti
dengan Ahmad Salim.27 Pernikahan antara Ahmad Barus dengan
Putri Selaras Pinang Masak dianugerahi tiga orang putera dan satu
orang puteri. Puterinya bernama Orang Kayo Gemuk, dan ketiga
puteranya masing-masing menjadi raja di Negeri Jambi, yaitu;
Orang Kayo Pingai (1480-1490); Orang Kayo Pedataran (14901500); dan Orang Kayo Hitam (1500-1515).28
Islamisasi di Negeri Melayu Jambi semakin berkembang
ketika kerajaan dipegang oleh Orang Kayo Hitam sejak tahun
1500 M. Ketekunan Orang Kayo Hitam dalam melakukan
islamisasi diperlihatkan dengan diberlakukannya undang-undang
pemerintahan Pucuk Undang Nan Delapan, hukum ini berdasarkan
al-Qur’an dan al-Hadits. Selain itu, agama Islam telah menjadi
identitas adat masyarakat melayu Jambi. Seperti yang tertulis
dalam pepatah adat melayu Jambi; “adat bersendi syarak, syarak
bersendikan kitabullah”. Dalam seloko adat melayu Jambi juga
disebut “syarak mengato, adat memakai”.29 Demikianlah peran
Orang Kayo Hitam dalam islamisasi di Negeri Melayu Jambi,
nama besar beliau bahkan terkenal hingga pulau Jawa.30
Setelah berakhir pemerintahan Orang Kayo Hitam pada
tahun 1515 M, kekuasaan negeri melayu Jambi diteruskan oleh
keturunannya. Secara periodik, keturunan Orang Kayo Hitam yang
menguasai negeri melayu Jambi meliputi; Panembahan Rantau
Kapas (1515-1540); Panembahan Rengas Pandak (1540-1565);
Panembahan Bawah Sawo (1565-1590); dan Panembahan Kota
Baru (1590-1615). Setelah Belanda datang ke wilayah Jambi pada
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
MENINJAU KEMBALI SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAMBI
tahun 1615, pemerintahan kerajaan Jambi mengalami pergeseranpergeseran. Kekuasaan negeri melayu Jambi dipegang oleh Raja
yang bergelar Sultan.31 Sultan yang memegang kekuasaan Jambi
adalah; Sultan Abdul Kahar (1615-1643); Sultan Agung Abdul Jalil
(1643-1665); Sultan Abdul Muhyi gelar Sultan Sri Ingologo (16651690); sejak tahun 1690 kesultanan Jambi pecah menjadi dua
bagian karena campur tangan Belanda. Sultan Raja Kiai Gedeh
(1690-1696) yang di angkat oleh Belanda; Sultan Sri Maharaja Batu
(1690-1721) yang melawan penjajah Belanda; Sultan Muhammad
Syah (1696-1740) yang di angkat oleh Belanda; Sultan Istera
Ingologo (1740-1770) bersatunya kesultanan negeri melayu Jambi;
Sultan Ahmad Zainuddin (1770-1790); Sultan Mas’ud Badaruddin
(1790-1812); Sultan Muhammad Mahiddin (1812-1833); Sultan
Muhammad Fachruddin (1833-1841); Sultan Abdurrahman
Nazaruddin (1841-1855); dan Sultan Thaha Saifuddin (18551904).32 Setelah Sultan Thaha Saifuddin wafat, maka terhapuslah
kesultanan negeri melayu Jambi. Daerah Jambi secara berturutturut menjadi onder afdeling, dari afdeling Palembang kemudian
menjadi keresidenan Jambi pada tahun 1906. Selanjutnya pada
tahun 1957 keresidenan Jambi ditetapkan sebagai Provinsi
Jambi.33 Dengan demikian, agama Islam membawa perubahan
disetiap periode sejarah negeri melayu Jambi hingga terbentuknya
Provinsi Jambi.
Kesimpulan
Masuknya Islam ke berbagai wilayah di Nusantara tidak berada
dalam suatu waktu yang bersamaan, melainkan dalam suatu
proses yang panjang. Pendapat mengenai waktu kedatangan Islam
di Nusantara juga masih di perdebatkan. Sebagian berpendapat
bahwa kedatangan Islam sudah berlangsung sejak abad ke-7 M.
Sumbernya adalah berita luar negeri terutama Cina. Sebagian
yang lain berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara dan
membentuk suatu komunitas muslim baru terjadi pada abad ke13, sumbernya adalah berita atau laporan perjalanan pelaut asing
dan makam-makam Islam.
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
311
312
ALIYAS
Jambi sebagai pintu gerbang masuknya para pedagang muslim
menjadikan Jambi semakin berkembang ketika kerajaan dipegang
oleh Orang Kayo Hitam sejak tahun 1500 M. Ketekunan Orang
Kayo Hitam dalam melakukan islamisasi diperlihatkan dengan
diberlakukannya undang-undang pemerintahan Pucuk Undang
Nan Delapan, hukum ini berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits.
Selain itu, agama Islam telah menjadi identitas adat masyarakat
melayu Jambi. Seperti yang tertulis dalam pepatah adat melayu
Jambi; “adat bersendi syarak, syarak bersendikan kitabullah”.
Dalam seloko adat melayu Jambi juga disebut “syarak mengato,
adat memakai”. Demikianlah peran Orang Kayo Hitam dalam
islamisasi di Negeri Melayu Jambi, nama besar beliau bahkan
terkenal hingga pulau Jawa.
Catatan:
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, (Yogyakarta:
Gading, 2012), hlm. 21.
2 Teori yang menyatakan bahwa Islam Nusantara berasal dari Arab
adalah Naguib al-Attas, menurutnya kajian Islam pada masa-masa awal
menggunakan literatur Arab, bahkan kajian awal juga menyatakan bahwa
Islam bersumber dari Arab. Tokoh sejarawan lainnya yang bermazhab
Arab terutama Hadramaut dan Mesir adalah Crawfurd, Keyzer, Niemann,
de Hollander, dan Veth. Baca Nur Syam, Islam Pesisir, (Yogyakarta: LKiS,
2005), hlm. 61, baca juga Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah
dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-Akar
Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), hlm.
31.
3 Teori yang menyatakan bahwa Islam Nusantara berasal dari India adalah
G. W. J. Drewes, menurutnya terdapat persamaan mazhab diantara kedua
daerah tersebut. Selain itu, Snouck Hurgronje berpendapat bahwa India
merupakan tempat berlabuh orang muslim sebelum ke Nusantara, setelah
mereka membentuk suatu komunitas yang kokoh barulah melakukan
islamisasi ke Nusantara. Selanjutnya dijelaskan oleh Mouqette, terdapat
persamaan batu nisan Malik Ibrahim dengan batu nisan yang beredar
di Gujarat. Namun pendapat ini seolah terbantah dengan fakta sejarah
yang mengatakan bahwa Islam belum berkembang di Gujarat ketika Raja
Samudera Pasai yang pertama wafat (698 H/ 1297 M). Baca Nur Syam,
Islam Pesisir,...hlm. 59-60.
4 Teori yang menyatakan bahwa Islam Nusantara berasal dari Persia lebih
melihat dari persamaan kebudayaan Syi’ah yang sering diadakan pada
tanggal 10 Muharram. Selain diadakan di Iran, tradisi ini juga sering di
adakan di beberapa daerah di Nusantara.
5 Sumanto al Qurtuby, Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah atas
1
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
MENINJAU KEMBALI SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAMBI
Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad
XV & XVI, (Jogjakarta: INSPEAL AHIMSAKARYA PRESS, 2003), hlm. 11.
6 Pengaruh budaya Cina di Nusantara telah ada pada tahun-tahun sebelumnya,
bahkan sekitar abad ke-15 dan 16 telah terjalin apa yang disebut Sino
Javanese Muslim Culture, sebuah akulturasi kebudayaan Cina, Islam dan
Jawa. Banyak sejarah-sejarah lokal yang mengaitkan tokoh sejarah sebagai
keturunan Cina, seperti Raden Patah yang dikaitkan dengan Jinbun, Sunan
Kalijaga yang memiliki darah Cina, dan masih banyak tokoh lainnya. Pendapat
mengenai keterlibatan Cina dalam islamisasi Nusantara menambah wacana
baru dalam islamisasi Nusantara. Namun menurut penulis, teori tersebut
tidak berarti mengklaim bahwa Cina merupakan daerah pertama yang
menyebarkan Islam di Nusantara. Islamisasi Nusantara tidak bisa hanya di
katakan berasal dari satu daerah, sebab bukti sejarah menunjukkan bahwa
penyebaran agama Islam berawal dari berbagai daerah. Selain itu, posisi
Nusantara sebagai tempat perniagaan yang ramai membuat sejarawan
sulit untuk mengklaim dari mana Islam Nusantara berasal. Baca Sumato al
Qurtuby, Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah atas Peranan Tionghoa
dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV & XVI,...hlm. 117,
baca juga Leo Suryadinata (ed.), Laksamana Cheng Ho dan Asia tenggara,(
Jakarta: LP3ES, 2007), hlm.120.
7 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680, (Yogyakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2011), hlm. 14.
8 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Islam di
Indonesia,...hlm. 31.
9 Sumanto al Qurtuby, Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah atas
Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad
XV & XVI,...hlm. 107.
10Riclefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, (Jakarta: Serambi, 2008),
hlm. 24.
11 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVIII,... hlm. 32-33.
12 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2005). hlm. 193.
13 Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, Jilid II, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2000), hlm. 13.
14 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia, 2010), hlm. 12.
15Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008,...hlm. 4.
16Ricklefs,Sejarah Indonesia Modern 1200-2008,...hlm. 5 bandingkan
dengan Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya
Negara-Negara Islam di Nusantara, (Yogyakarta: LkiS, 2007), hlm. 130131.
17Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008,...hlm. 5.
18 Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680, (Yogyakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2011), hlm. 14
19 Batavia didirkian oleh Jan Pieterszoon Coen. Banyak yang kadang keliru
menganggap Jan Pieterszoon Coen adalah Gubernur Jenderal VOC yang
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
313
314
ALIYAS
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
pertama di Oost Indie. Memang dia yang mendirikan kota Batavia pada
tanggal 30 Mei 1619, setelah mengalahkan pasukan Inggris yang bersekutu
dengan kerajaan Banten pimpinan Pangeran Jayawikarta. Namun
demikian Coen adalah gubernur Jenderal VOC yang ke-4 dan ke-6 di Oost
Indie, sedangkan gubernur pertama adalah Pieter Both(1610-1614). Baca
Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman
Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2008), hlm. 351.
Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, Jilid II,... hlm. 72.
Hasan Basri Agus, Pejuang Ulama dan Ulama Pejuang Negeri Melayu
Jambi, (Jambi: Pusat Kajian Pengembangan Sejarah dan Budaya Jambi,
2012), hlm. 46-47.
Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya
Negara-Negara Islam di Nusantara, hlm... 129.
Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman
Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia, ...hlm. 40.
Elsbet Locher Scholten, Sumatran Sultanate and Colonial State: Jambi
and the Rise of Dutch Imperialism 1830-1907, translated from the Dutch by
Beverley Jackson, (USA: Conell SEAP, 2004), hlm. 38.
Pulau Berhala merupakan bukti sejarah terjadinya islamisasi di daerah
Jambi. Namun daerah yang memiliki luas kira-kira 200ha ini ditetapkan
sebagai bagian dari Propinsi Kepulauan Riau dengan keputusan Mahkamah
Agung nomor 49 P/HUM/2011. Baca Ian, Pulau Berhala Resmi Milik
KEPRI, www.indopos.co.id, 22 Februari 2013. Bandingkan dengan Uka
Tjandra Sasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia, 2010), hlm. 177.
Putri Selaras Pinang Masak adalah keturunan Raja Pagaruyung Sumatera
Barat yang diberi kekuasaan di daerah Jambi. Baca Marwati Djoened
Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan
Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia,...43, bandingkan dengan Uka
Tjandra Sasmita, Arkeologi Islam Nusantara,... hlm. 177-178.
Usman Meng, Napak Tilas Liku-Liku Provinsi Jambi; Kerajaan Melayu
Kuno sampai terbentuknya Provinsi Jambi, (Jambi: Pemerintah Provinsi
Jambi, 2006), hlm. 7.
Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman
Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia,... hlm. 43,
bandingkan dengan Usman Meng, Napak Tilas Liku-Liku Provinsi Jambi;
Kerajaan Melayu Kuno sampai terbentuknya Provinsi Jambi., hlm. 7-8.
Hasan Basri Agus, Pejuang Ulama dan Ulama Pejuang Negeri Melayu
Jambi,... hlm. 16, bandingkan dengan Disertasi Fauzi MO. Bafadhal, Sejarah
Sosial Pendidikan Islam di Jambi: Studi Terhadap Madrasah Nurul Iman,
Disertasi, ... hlm. 53.
Orang Kayo Hitam merupakan anak bungsu dari pasangan Ahmad Barus
dengan Putri Selaras Pinang Masak. Diyakini dahulu daerah Jambi
merupakan daerah dibawah naungan kerajaan Mataram. Setiap tahunnya,
daerah Jambi harus memberi upeti kepada kerajaan Mataram. Orang
Kayo Hitam-lah satu-satunya petinggi negeri melayu Jambi yang berani
melawan kekuasaan Mataram. Dari sumber sejarah lokal dituliskan bahwa;
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
MENINJAU KEMBALI SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAMBI
atas keberanian Orang Kayo Hitam, Raja Mataram menyerahkan putrinya
kepada Orang Kayo Hitam untuk dinikahkan dan sebagai tanda perdamaian
antara Mataram dengan Negeri Melayu Jambi. Sejak saat itu, negeri melayu
Jambi bebas dari naungan kerajaan Mataram. Lihat Anonim, Keris si Ginjei
Dalam Legenda dan Sejarah Jambi, (Jambi: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Prop. Jambi, proyek pembinaan permuseuman Jambi,
1998/1999), hlm. 11-13.
31 Gelar Sultan yang di gunakan Raja Jambi pada tahun 1615, mungkin untuk
menarik simpati masyarakat muslim Jambi dan masyarakat muslim yang
ada di luar negeri Jambi untuk mendukung perjuangan Negeri Melayu
Jambi. Penulis melihat perkembangan Islam pada masa itu menjadikan
identitas Islam sebagai kekuatan politik bersama untuk melawan penjajah.
32 Usman Meng, Napak Tilas Liku-Liku Provinsi Jambi; Kerajaan Melayu
Kuno sampai terbentuknya Provinsi Jambi, (Jambi: Pemerintah Provinsi
Jambi, 2006), hlm. 9-14.
33 Hasan Basri Agus, Pejuang Ulama dan Ulama Pejuang Negeri Melayu
Jambi,... hlm. 16, bandingkan dengan Disertasi Fauzi MO. Bafadhal, Sejarah
Sosial Pendidikan Islam di Jambi: Studi Terhadap Madrasah Nurul Iman,
Disertasi, ... hlm. 18.
DAFTAR PUSTAKA
Anthony Reid, Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680,
Yogyakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
315
316
ALIYAS
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-Akar
Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia, Bandung: Mizan,
1998
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005
Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, Jilid II, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2000
Elsbet Locher Scholten, Sumatran Sultanate and Colonial
State: Jambi and the Rise of Dutch Imperialism 1830-1907,
translated from the Dutch by Beverley Jackson, USA: Conell
SEAP, 2004
Hasan Basri Agus, Pejuang Ulama dan Ulama Pejuang Negeri
Melayu Jambi, Jambi: Pusat Kajian Pengembangan Sejarah
dan Budaya Jambi, 2012.
Leo Suryadinata (ed.), Laksamana Cheng Ho dan Asia tenggara,
Jakarta: LP3ES, 2007
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat,
Yogyakarta: Gading, 2012
Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia III:
Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2008
Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta: LkiS, 2005
Rikclefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: Serambi,
2008
Sumanto al Qurtuby, Arus Cina-Islam-Jawa: Bongkar Sejarah
atas Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Agama Islam
di Nusantara Abad XV & XVI, Jogjakarta: INSPEAL
AHIMSAKARYA PRESS, 2003
Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya
Negara-Negara Islam di Nusantara, Yogyakarta: LkiS, 2007
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, 2010
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
MENINJAU KEMBALI SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAMBI
Usman Meng, Napak Tilas Liku-Liku Provinsi Jambi; Kerajaan
Melayu Kuno sampai terbentuknya Provinsi Jambi, Jambi:
Pemerintah Provinsi Jambi, 2006
Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013
317
Download