Antara Sumbangan Ekonomi dan Etika Merokok Oleh : Subandi S.Tp Rokok merupakan salah satu produk industri yang bahan bakunya berasal dari tembakau memberikan kontribusi sangat berarti bagi perolehan devisa negara. Di Indonesia kontribusi dibidang ekonomi dari industri rokok cukup besar, yaitu menyumbang pendapatan negara melalui cukai sebesar 13,3 triliun pada tahun 2000 (GRAPINDO,2001), devisa sebesar Rp. 22 miliar dan menyerap sekitar 12-13 juta tenaga kerja. Dari jumlah tenaga kerja tersebut meliputi petani tembakau dan cengkih, tenaga kerja dipabrik, transportasi, percetakan, periklanan pedagang sampai pengecer rokok dan lain-lain. Bila dikaitkan dengan pembangunan otonomi daerah industri rokok mempunyai peranan cukup besar dalam menyumbangkan PAD terutama pada daerah yang menjadi sentra produksi. Di Jawa Timur cukai rokok adalah kontributor tertinggi dalam fiskal. Kemampuan fiskal Jatim mencapai Rp. 41 triliun per tahun. Fiskal ini diperoleh dari berbagai pajak, seperti PPH, PPN dan cukai. Aspek kesehatan Bila ditinjau dari aspek kesehatan, persoalan rokok adalah persoalan yang kompleks. Disejumlah negara rokok adalah gaya hidup. Gaya hidup yang selalu diperbarui citranya dan ditawarkan dengan sangat gencar. Tapi satu hal yang pasti, rokok menurut ahli medis sangat merugikan kesehatan. Menurut hitungan WHO, penduduk bumi masih jauh dari kesadaran tentang dampak mematikan akibat dari tembakau atau rokok. WHO juga mencatat adanya kematian sekitar 11.000 orang tewas setiap hari akibat penyakit berkaitan dengan tembakau. Bahkan tembakau setiap tahunnya menewaskan 4 juta orang di seluruh dunia. Angka tersebut bertambah menjadi 10 juta dalam 25 tahun mendatang padahal penyakit akibat tembakau merupakan penyakit yang paling dapat dicegah. Kebiasaan merokok dapat mengakibatkan kecanduan berdampak secara dramatis terhadap kesehatan masyarakat sudah terbukti behwa tembakau dan rokok memicu beberapa jenis penyakit berbahaya yang sebenarnya dapat dicegah dengan berhenti merokok. Gangguan itu bervariasi, mulai dari impotensi, kemandulan, gangguan jantung, enfisema, bronhitis kronis sampai berbagai jenis kanker seperti kanker paru, mulut, kerongkongan, tenggorokan, pankreas, kandung kemih, mulut rahim, dan leukemia. American Cancer Society (1990) juga menyatakan bahwa setiap tahun lebih dari 400.000 fasilitas kehidupan berkaitan dengan problema merokok, dan sepertiga dari kematian karena kanker kardiovaskular dan stroke. Pada wanita hamil, merokok tidak hanya menyebabkan kelainan fisik, seperti resiko terserang asma, epilepsi, bronhitis dan pneumonia, juga kelainan psikologik pada anaknya, berupa perilaku sosial, drepresi, hiperaktif atau imatur. Resiko itu bukan hanya pada perokok tetapi juga mereka yang harus ikut menghirup asap rokok (perokok pasif) terutama anak balita yang masih rentan. Aspek Sosial-Budaya Kebiasaan merokok nampaknya telah menjadi fenomena sosial yang cukup luar biasa, tetapi tidak banyak memperoleh perhatian dan sorotan masyarakat dewasa ini. Disadari atau tidak, merokok telah menjadi pecandu berat dan orang lain mengikutinya tanpa berpikir efek samping yang ditimbulkan dari budaya yang cukup membahayakan ini. Dalam berbagai kesempatan kita selalu menyaksikan seseorang sedang merokok. Dari lingkungan masyarakat kecil hingga masyarakat elit di seluruh dunia, banyak perokok bertebaran. Sementara di Indonesia, budaya merokok ini telah menjadi fenomena sosial yang luar biasa pula. Para pecandu rokok cukup memprihatinkan seolah tidak mengenal etika sosial. Setiap waktu kita temukan seseorang sedang merokok di sembarang tempattempat tanpa mempertimbangkan aspek negatif yang dapat ditimbulkan dari budaya itu, dari mereka yang tergolong miskin hingga terkaya, mereka yang berpendidikan maupun yang tidak berpendidikan adalah sama-sama tidak mengindahkan etika sosial selama ini dengan merokok sembarangan. Peraturan tentang larangan merokok di tempat-tempat umum di Indonesia juga tidak pernah ditegaskan secara definitif. Di samping itu, sebagian besar para perokok di Indonesia juga termasuk individu-individu yang tidak disiplin. Meskipun ada larangan merokok ditempat-tempat umum, misalnya mereka dengan seenaknya melanggarnya. Dalam kondisi saat ini, ketika pengetahuan bahaya merokok sudah menjadi milik umum, sebagian para perokok juga memperlihatkan korupsi moral mereka, buktinya? Mereka sudah tahu bahwa asap rokok juga bisa menyebabkan orang-orang di sekitar mereka (perokok pasif), tetapi perokok aktif seolah tak peduli dengan kepentingan perokok pasif dan lingkungannya. Gerakan Anti Rokok Di antara negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) wilayah Asia TimurSelatan, Indonesia paling tertinggal dalam peraturan pembatas merokok dan jaminan hak asasi bagi bukan perokok. Justru Thailand, Republik Demokratik Rakyat Korea, sampai negara kecil seperti Nepal dan Srilanka telah menerapkan larangan merokok di tempat umum. Negara-negara itu termasuk Myanmar, juga melarang iklan rokok di media elektronik dan cetak. Gerakan anti rokok di Indonesia perkembangannya juga sejalan dengan perkembangan di tingkat dunia. Untuk menanggulangi bahaya merokok, pemerintah atas desakan WHO mengeluarkan beberapa peraturan mengenai kandungan nikotin dan tar yang terusmenerus masih didiskusikan. Selain itu juga mengatur iklan dan promosi rokok. Iklan dan promosi rokok harus memperhatikan tatakrama periklanan antara lain harus jujur, tidak menyesatkan dan tidak pertentangan dengan hukum yang berlaku. Iklan rokok pada media elektrtonik hanya dapat dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat. Etika Merokok Merokok merupakan hak pribadi seseorang. Namun, sebaliknya menghirup udara bersih, bebas asap rokok juga merupakan hak asasi bukan perokok. Hal ini memang dilematis, disatu pihak menyangkut soal kesehatan, namun di pihak lain akan menentukan nasib tenaga kerja di industri rokok. Kebiasaan atau tatakrama merokok belum sepenuhnya disadari oleh sebaagian besar masyarakat Indonesia. Di beberapa negara maju, seperti Eropa, Amerika, Australia dan Singapura, telah diberlakukan aturan tidak merokok di tempat umum, di arena olahraga, dan di tempat rekreasi. Peraturan ini ditaati secara konsekuen. Keperdulian terhadap hak asasi bukan perokok sudah menjadi tatanan kehidupan sehari-hari, tanpa harus menghakimi orang yang saat itu memilih untuk merokok. Bagaimana dalam menyingkaapi masalah tentang rokok? Tentu harus ada political will dari pemerintah dan berbagai LSM aktif kampanye anti rokok dan memberi penyuluhan kepada masyarakat bekerjasama dengan Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan Nasional. Upaya untuk berhenti merokok, perlu ditunjang dengan penyuluhan kesehatan, melalui media cetak, media elektronok atau melalui program-program tertentu pada klinik berhenti merokok. Upaya berhenti merokok bagi seseorang sebenarnya kembali kepada diri sendiri, apakah perokok memang punya keinginan keras untuk menghentikan kebiasaan merokok yeng telah bertahun-tahun menjadi bagian hidupnya. Sedangkan yang perlu ditumbuhkankembangkaan dalam masyarakat adalah kesadaran dan etika sosial dengan tidak merokok sembarangan. Dengan tetap menghargai hak asasi para perokok diharapkan tetap membudayakan tatakrama atau etika merokok untuk menghargai hak asasi para bukan perokok. Soebandi S.Tp Penulis adalah Staf Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Malang. (Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 16 April 2003)