1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pemerintah sedang mencari jalan keluar untuk mengatasi berbagai masalah ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, sejak Juli 1997, merambat ke berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Melemahnya kegiatan perekonomian, sebagai akibat depresiasi nilai tukar yang sangat tajam dan inflasi yang tinggi, tidak hanya menyebabkan merosotnya tingkat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memaksa sektor ekonomi lainnya menurunkan atau bahkan menghentikan usahanya. Keadaan ini, mengakibatkan bertambahnya pengangguran yang pada gilirannya memicu berbagai masalah sosial seperti meningkatnya angka kemiskinan dan kriminalitas yang mengancam stabilitas politik Dampak krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 masih terasa sampai sekarang. Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah, namun hasilnya belum menggembirakan. Penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan masih banyak, yaitu sekitar 38 juta jiwa.1 Kemiskinan berdampak pada kebodohan dan keterbelakangan yang merupakan faktor penghalang terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan oleh Islam dan Negara Republik Indonesia. Dengan demikian kemiskinan merupakan problem keagamaan dan kenegaraan yang harus diatasi bersama oleh masyarakat beragama dan pemerintah Indonesia. 1 Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik Nomor http://www.bps.com. diakses pada tanggal 2 Juli 2012 pukul 11.20 WIB 1 39/12/Th. XII, 2 Upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi problem kemiskinan ini ada dalam ajaran agama Islam. Islam memiliki konsep yang solutif di antaranya menjadikan zakat dan wakaf sebagai bagian dari sumber pendapatan negara. Islam memiliki konsep pemberdayaaan ekonomi umat, yaitu dengan memaksimalkan peran lembaga pemberdayaan ekonomi umat seperti wakaf dan zakat. Memberdayakan Lembaga Wakaf merupakan salah satu alternatif yang signifikan dilakukan masyarakat muslim dan pemerintah secara bersama-sama dalam mengatasi masalah kemiskinan. Institusi ini mempunyai potensi yang tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama perannya untuk menyediakan layanan publik yang mencakup pendidikan, kesehatan, sosial dan lain-lain.2 Wakaf merupakan salah satu instrumen dalam Islam untuk mencapai tujuan ekonomi Islam yaitu mewujudkan kehidupan yang sejahtera. Negaranegara berpenduduk muslim seperti Saudi Arabia, Yordania, Turki, Bangladesh Mesir dan Malaysia telah menerapkan wakaf sebagai salah satu instrumen meningkatkan berbagai kegiatan umat dan melepaskan masalah kemiskinan.3 Dalam Islam amalan wakaf memiliki kedudukan yang sangat penting seperti halnya zakat dan sedekah. Wakaf mengharuskan seorang muslim untuk merelakan harta yang diberikan untuk digunakan dalam kepentingan ibadah dan kebaikan. 2 Sunaryati. 2005. Pengembangan Wakaf Tunai Produktif Sebagai Sistem Pemberdayaan Ekonomi Umat, dalam Jurnal Ilmu Syariah . Asy-Syir’ah. Vol.39, No. II. Tahun 2005, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, hlm.335 3 Havita, Gusva, Kartika Arum Sayekti dan Silvia Ranny Wafiroh. 2014. Bank Wakaf di Indonesia dalam Potensinya untuk Mengembangkan Wakaf Uang dan Mengatasi Kemiskinan. www.artikel.dikti.go.id. Diakses tanggal 3 Agustus 2014 Pukul 20.30 WIB 3 Harta wakaf yang sudah diberikan sudah bukan menjadi hak milik pribadi melainkan menjadi hak milik umat.4 Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Oleh karena itu, jumlah penduduk muslim yang besar merupakan salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menerapkan peran wakaf demi menciptakan keadilan sosial dengan tujuan mengentaskan kemiskinan yang saat ini sedang melanda Indonesia. Wakaf memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan zakat, infaq dan sedekah. Zakat yang dibayarkan kemudian dimanfaatkan dan habis wujudnya begitu pula manfaatnya sama halnya dengan sedekah dan infaq. Berbeda dengan wakaf yang memiliki prinsip utama yaitu dalam hal pembayaran wakaf, pokok wakaf harus tetap kekal sedangkan yang diberikan hanya manfaatnya, sehingga manfaat wakaf tetap ada selama pokok masih ada. Negara RI menganut asas pancasila yang memberikan hak kepada rakyat untuk melaksanakan kaidah sesuai keyakinan agamanya.5 Berlakunya UUD‘45 Pasal 29 Ayat 2 yang menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, maka secara yuridis formal Hukum Islam berlaku bagi penduduk yang memeluk agama Islam.6 4 Darwanto. 2012. Wakaf Sebagai Alternatif Pendanaan Penguatan Ekonomi Masyarakat Indonesia. Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan. Vol 3 Nomor 1. Diakses pada 2 Mei 2012 pukul 20.21 WIB 5 Imam Suhadi. 2002. Wakaf untuk Kesejahteraan Umat. PT Dana Bhakti Primayasa, Jakarta, hlm : 1 6 Ibid. Hlm. 3 4 Menurut ajaran Islam, perbuatan wakaf merupakan suatu anjuran untuk dilaksanakan. Wakaf merupakan ibadah yaitu dengan menyerahkan harta benda untuk kepentingan umum dan hasilnya bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat. Seperti dalam Firman Allah Surat Al –Qashas (28) ayat 77 yang artinya: ”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,dan janganlah kamu berbuat kerusakan di(muka) bumi.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Ayat tersebut memberi pemahaman bahwa manusia dianjurkan untuk berbuat baik kepada sesama, antara lain dengan memberikan sebagian hartanya pada yang membutuhkan (wakaf), sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan umum. Dengan demikian kesejahteraan umum sebagaimana harapan negara kita yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yaitu pembentukan negara untuk kesejahteraan umum, dapat terwujud. Menurut ajaran Islam, pemanfaatan harta untuk kesejahteraan umum dibagi dalam 2 (dua) katagori yaitu: 1. Pemanfaatan harta melalui Tabarru’ (derma), seperti dalam Firman Allah Surat Q.S.Ali Imran (3) ayat 92: 5 ”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. 2. Pemanfaatan harta melalui Tijarah (bisnis), seperti dalam Firman Allah Q.S. Muzzammil (73) ayat 20: “… Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu, niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya …”. Harta benda yang diwakafkan bisa benda bergerak dan benda yang tidak bergerak. Hakekatnya benda yang diwakafkan adalah benda yang tahan lama dan bersifat kekal. Tanah adalah salah satu benda yang memenuhi syarat wakaf. Wakaf menurut bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab (waqf) yang berarti 6 menghentikan, berdiam, atau menahan sesuatu.7 Menurut Lughat berarti “menahan”.8 Menurut bahasa Arab berarti “Al Habsan” yang berasal dari kata kerja “habasa-yahbisa-Habsan”, artinya, “menjauhkan orang dari sesuatu/ memenjarakan. Kemudian kata ini berkembang menjadi “Hablasa”, yang berarti mewakafkan benda karena Allah.9 Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja “wakafa (fiil madi) –yaqifu(fiil mudori)-waqfan (isim masdar) yang berarti berhenti/ berdiri.10 Menurut istilah, wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaan yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan periabadatan-peribadatan dan untuk keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.11 Menurut Imam Syafi’i, wakaf adalah suatu ibadah yang disyariatkan. Wakaf telah berlaku sah bila mana wakif telah menyatakan dengan perkataan wakaftu (telah saya wakafkan), sekalipun tanpa diputuskan hakim. Al Jairi menambahkan pengertian menahan dalam terminology wakaf itu berarti barang wakaf itu tidak boleh dihibahkan.12 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian 7 Muhammad Daud Ali,1998, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, Penerbit:UI press, Jakarta, hlm.50 8 Ahmad Azhar Basyir,1987, Hukum Islam tentang Wakaf, Syirkah, PT. Al Ma’arif, Bandung, hlm. 5 9 Adijani Al-Alabij. 1992. Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktek. Rajawali Press, Jakarta, hlm. 23 10 Ahmad Azhar Basyir, loc cit. 11 Sofyan Hasan,1992, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, Al-Ikhlas, Surabaya, hlm. 21 12 Abdul Ghofur Anshori,2006, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Penerbit: Pilar Media, Yogyakarta, hlm. 33 7 benda dari miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Secara yuridis wakaf merupakan perbuatan hukum yang menimbulkan atau mengakibatkan adanya harta yang terpisah dan bertujuan serta adanya Nadzir yang mengelola harta tersebut.13 Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dijelaskan wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah. Wakaf belum familiar bagi orang Indonesia, ini dilihat dari pengalaman wakaf yang sering ditemui di Indonesia, masih ada perspektif wakaf yang lebih ditafsirkan dengan benda yang tidak bergerak seperti tanah, bangunan dan lainnya untuk kepentingan sosial masyarakat. Prakteknya, tanah tersebut biasanya didirikan masjid atau lembaga pendidikan. Selanjutnya penggunaan wakaf harus didasarkan pada wasiat pemberi wakaf (wakif). Demikian juga terdapat penafsiran bahwa untuk menjaga kekekalan, tanah wakaf tidak boleh diperjual belikan.14 Padahal benda yang bergerak, seperti uang misalnya, pada hakekatnya juga merupakan salah satu bentuk instrumen wakaf yang diperbolehkan dalam Islam. Dewasa ini di kalangan masyarakat muncul istilah Cash Wakaf yang diterjemahkan dengan wakaf tunai. Praktek wakaf tunai sebenarnya dilakukan oleh masyarakat yang menganut Madzhab Hanafi pada zamannya, artinya wakaf uang atau tunai telah ada sejak lama sebagai salah satu bentuk ibadah. 13 14 Taufik, Ultimatum, Vol. I, No.4, 2003, hlm. 8-9 Republika,2008. Asset Wakaf , Besar tapi belum Produktif. Artikel 8 Pada tahun 2000-an beberapa praktisi ekonomi Islam mulai mengusung paradigma baru mengenai pengelolaan wakaf tunai untuk peningkatan kesejahteraan umat di tengah stagnasi perwakafan di Indonesia. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut baik konsep tersebut dengan mengeluarkan fatwa yang membolehkan wakaf uang (waqf al-nukud). 15 Pada tanggal 11 Mei 2002 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa tentang wakaf uang, yang isinya adalah sebagai berikut: 1. Wakaf uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. 2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. 3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh). 4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i. 5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan. Dengan demikian berdasar fatwa MUI tersebut di atas, intinya wakaf uang atau kadang disebut dengan wakaf tunai adalah wakaf berupa uang dalam bentuk rupiah yang dapat dikelola secara produktif, hasilnya dimanfaatkan untuk mauquf ‘alaih. Ini berarti bahwa uang yang diwakafkan tidak boleh diberikan langsung kepada mauquf ‘alaih, tetapi Nadzir harus menginvestasikan lebih dulu, kemudian hasil investasi itulah yang diberikan kepada mauquf ‘alaih. 15 Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Tentang Wakaf Uang, Jakarta, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, 11 Mei 2002. 9 Fatwa MUI tersebut diperkuat dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, menyebutkan tidak hanya wakaf benda tidak bergerak, melainkan juga benda bergerak seperti uang. Dengan demikian, maka wakaf tunai telah diakui dalam hukum positif di Indonesia. Lahirnya UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf menjadi jawaban bagi masa depan perwakafan di Indonesia dan memberikan harapan kepada semua pihak dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat, di samping untuk kepentingan peribadatan dan sarana sosial lainnya.16 Potensi wakaf di Indonesia sangat besar dan dananya dapat digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif di samping kegiatan sosial dalam rangka membantu kaum dhuafa dan kepentingan umat. Kehadiran Undang-Undang Wakaf ini menjadi momentum pemberdayaan wakaf secara konduktif, sebab di dalamnya terkandung pemahaman komprehensif dan pola manajemen pemberdayaan potensi wakaf secara modern. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 serta UU No. 5 Tahun 1960 hanya mengatur wakaf benda tidak bergerak dan peruntukannya untuk kepentingan ibadah mahdhah seperti masjid, pesantren dan lain-lain, maka kekurangannya dapat diakomodir dengan UU No.41 Tahun 2004. Dengan demikian, pemberdayaan wakaf setidaknya semakin lebih baik dari sisi implementasi, dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan wakaf tunai oleh pemerintah. Kedua peraturan itu menjadi sangat penting, selain untuk kepentingan ibadah yang sifatnya mahdhah, aspek 16 Abdul Mannan, Muhammad. 1987. The Institution of Waqf: Its Religius and SocioEconomic Roles and Implications dalam Management and Developmen of Awqaf Properties, Proceeding of the Seminar, Jeddah: Islamic Research and Training Institute, Islamic Developmen Bank 10 penekanan terhadap pemberdayaan wakaf yang lebih produktif untuk kepentingan sosial dan kesejahteraan umat juga di kedepankan. Dalam pengelolaannya, harta wakaf banyak dikembangkan untuk hal-hal yang bersifat produktif dan hasilnya digunakan untuk kepentingan umat. Pola ini telah lama dikembangkan di dunia Arab seperti Mesir, Qatar, Kuwait, Sudan, Turki, Bangladesh dan negara-negara lainnya. Dengan mengaplikasikan wakaf tunai, terbukti negara-negara tersebut mampu membangun universitas dan membebaskan biaya kuliah bagi mahasiswanya, seperti yang diterapkan di Universitas Al-Azhar Kairo.Bisa juga hasilnya dimanfaatkan untuk membangun Rumah Sakit dan berbagai sarana umum.17 Telah banyak penelitian historis yang dilakukan oleh para pakar tentang fungsi wakaf dalam berbagai sektor kehidupan umat. Michael Dumper juga menyimpulkan bahwa di Timur Tengah, pada masa klasik Islam dan pertengahan, institusi wakaf telah memainkan peran yang sangat penting tentang sejarah kaum muslimin dalam membangun kesejahteraan rakyat. 18 Penelitian lain dilakukan oleh R.D McChesney (1991) yang telah menulis buku sebagai hasil penelitiannya tentang Kegiatan Wakaf di Asia Tengah selama lebih kurang 400 tahun. Dalam deskripsi bukunya disebutkan bahwa wakaf dalam rentang waktu yang cukup lama telah berada pada pusat paling penting dari kehidupan umat Islam sehari-hari, membangun lembaga-lembaga keagamaan, cultural dan kesejahteraan. Wakaf juga menjadi sarana yang sah 17 Didin Hafiduddin,t.t, Manajemen Zakat dan Wakaf sebagai Kekuatan Ekonomi Umat, Jurnal Ilmu Syari’ah, vol.III, No.1, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, hlm. 6 18 Michael Dumper. 1994. Wakaf Muslimin di Negara Yahudi, Penerbit: Lentera, Jakarta, hlm. 1 11 untuk menjaga keutuhan kekayaan keluarga dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan penelitian ini menunjukkan betapa pentingnya peran lembaga wakaf dalam kehidupan masyarakat muslim dan ini berfluktuasi sejalan dengan sikap penguasa pemerintah.19 Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Kuran (dalam Agustianto. 2011) tentang wakaf di kalangan umat Islam menyebutkan bahwa wakaf telah muncul sebagai sarana komitmen yang dapat dipercaya untuk memberikan keamanan bagi para pemilik harta sebagai imbangan dari layanan sosial. Penelitian ini memberikan hasil bahwa wakaf telah lama berfungsi sebagai instrumen penting untuk memberikan public goods dengan cara yang tidak sentralistik. Pada prinsipnya manajer (Nadzir) wakaf harus mematuhi persyaratan yang digariskan oleh pemberi wakaf (Wakif). Dalam praktiknya tujuan atau arahan waqif seringkali harus disesuaikan dengan berbagai faktor yang berkembang dalam masyarakat.20 Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa selama ratusan tahun bahkan lebih dari seribuan tahun, institusi wakaf telah berhasil menjadi instrumen yang penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik pendidikan, layanan sosial, ekonomi, keagamaan dan layanan publik lainnya. Keberadaan wakaf dan perannya yang demikian besar, seringkali mengkhawatirkan penguasa pemerintahan Barat atau pemerintahan nasional pasca kemerdekaan dari penjajahan. Kekhawatiran akan semakin menonjolnya peran masyarakat dengan 19 Agustianto. 2011. Wakaf uang dalam hukum positif dan prospek pemberdayaan ekonomi syari’ah, ZISWAF, Yogyakarta, hlm. 1 20 Ibid, hlm 3. 12 institusi wakaf, melahirkan sejumlah pandangan negatif terhadap sistem wakaf dari para penguasa, karena wewenang pemerintah bisa disaingi atau malah dikalahkan oleh lembaga-lembaga wakaf. Contohnya antara lain, ketika bala tentara Perancis menduduki Al-jazair pada 1831, penguasa kolonial menguasai dan mengawasi harta wakaf untuk menekan tokoh-tokoh keagamaan yang berjuang melawan penjajahan 21 Di tilik dari tujuan dan kontribusi yang dapat diberikan oleh institusi wakaf uang, maka keberadaan wakaf uang di Indonesia menjadi sangat krusial. Setidaknya ada beberapa hal yang mengakibatkan pentingnya pemberdayaan wakaf di Indonesia, antara lain: 1) Krisis ekonomi di akhir dekade 90-an yang menyisakan banyak permasalahan terutama jumlah penduduk miskin yang meningkat, ketergantungan akan hutang dan bantuan luar negeri, 2) Kesenjangan yang tinggi antara penduduk kaya dengan penduduk miskin,dan 3) Sejumlah bencana yang terjadi, mengakibatkan terjadinya defisit APBN, diperlukan kemandirian masyarakat dalam pengadaan publicgoods. 22 sehingga Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar, sehingga wakaf memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan yang dikelola oleh lembaga dengan pemahaman yang komprehensif tentang pengelolaan dan pola manajemen pemberdayaan potensi wakaf secara modern. Dengan hadirnya lembaga yang memiliki konsentrasi penuh dalam mengelola wakaf tunai, maka kontribusi dalam 21 22 http://slametwiyono.com/p/view/50/artikel-wakaf diakses pada 12 Februari 2011 Agustianto. 2011. Wakaf Uang dalam Hukum Positif dan Prospek Pemberdayaan Ekonomi Syari’ah ZISWAF.diakses 12 Februari 2011. 13 mengatasi problem kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangsa akan lebih terbantu dan dalam jangka waktu tertentu manfaatnya akan lebih signifikan. Dalam rangka pengembangan wakaf secara maksimal, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, diperlukan lembaga profesional pengelola wakaf. Namun pada kenyatannya tidak banyak lembaga yang mampu mengemban amanat besar ini hingga pada tahun 2001 lahirlah sebuah lembaga nirlaba yang menfokuskan diri di bidang pengelolaan wakaf tunai, yaitu Tabung Wakaf Indonesia (TWI). Penulis memilih Tabung Wakaf Indonesia sebagai obyek penelitian karena sebagai lembaga terdepan yang terpercaya dan handal dalam menggalang dan mengelola sumber daya wakaf secara produktif dan amanah sehingga mampu berperan aktif meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan visinya. Tabung Wakaf Indonesia didirikan oleh dompet Dhuafa pada 14 Juli 2005 sebagai sebuah komitmen dengan mengembangkan sumber daya wakaf agar produktif dan mendukung pengembangan program-program mampu sosial dan pemberdayaan ekonomi yang telah terlaksana berkat pengelola sumber daya zakat, infak dan sedekah secara amanah dan profesional. Tabung Wakaf Indonesia menggunakan legalitas Yayasan Dompet Dhuafa Republika (Dompet Dhuafa). Dompet Dhuafa tercatat di Departemen Sosial Republik Indonesia sebagai organisasi yang berbentuk yayasan. Pembentukan yayasan dilakukan di hadapan Notaris H. Abu Yusuf, SH. Tanggal 14 September 1994, diumumkan dalam Berita Negara RI No. 163/A. YAY. HKM/ 1996/ PNJAKSEL. Mengacu pada UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, 14 Yayasan Dompet Dhuafa Republika telah terdaftar di BWI sebagai Nadzir pada 16 Juni 2011, dengan Nomor pendaftaran: 36.74.3.1.00001. Meskipun baru sekitar 2,5 tahun, Tabung Wakaf Indonesia telah berhasil mengelola sumber daya wakaf secara produktif, profesional dan amanah. Sebagai salah satu instrumen wakaf produktif, wakaf uang merupakan hal yang baru di Indonesia. Wakaf uang produktif merupakan sumber pendanaan yang dihasilkan dari swadaya masyarakat karena sertifikat wakaf uang ini adalah untuk menggalang tabungan sosial serta mentransformasikannya menjadi modal sosial dan membantu mengembangkan pasar modal sosial Lahirnya UndangUndang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf memberikan harapan kepada semua pihak dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat, di samping untuk kepentingan peribadatan dan sarana sosial lainnya. Pengelolaan derma uang bagi umat Islam dalam hukum positif di Indonesia dipayungi dua undang undang yakni undang undang pengelolaan zakat dan wakaf. Pengelolaan zakat diatur dalam Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (selanjutnya disingkat UU Zakat). Pengelolaan wakaf diatur dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2004 Tentang Wakaf. Pengelolaan zakat dan wakaf sebagai instrument pengelolaan derma di masyarakat sudah menjadi wilayah hukum positif di Indonesia. Pengelolaan zakat dan wakaf yang dilakukan oleh masyarakat secara tidak langsung mencerminkan perilaku masyarakat terhadap hukum positif di Indonesia. 15 Bagaimana dengan pelaksanaan wakaf tunai yang selama ini dikelola Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa Jakarta, apakah sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, apakah kegiatan pengelolaan wakaf tunai yang dilakukan sudah memperoleh perlindungan hukum, seperti apa dan bagaimana bentuk perlindungan hukumnya? Pertanyaanpertanyaan tersebut membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian karena setelah tujuh tahun sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dalam pelaksanaannya di Indonesia menghadapi kendala. Lembaga Nadzir beserta kegiatan pengelolaannya serta harta atau uang yang diwakafkan oleh wakif juga perlu memperoleh perlindungan hukum agar tidak terjadi sengketa antara pihak terkait dan permasalahan hukum lainnya, hal ini menurut peneliti juga merupakan hal penting untuk dikaji, sehingga peneliti memandang penting untuk melakukan penelitian tersebut yang dituangkan dalam karya ilmiah berupa Disertasi yang berjudul “Pengaturan dan pelaksanaan wakaf tunai (Studi Kasus pada Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa Jakarta)”, sebagai obyek materiil dalam penelitian ini adalah pelaksanaan wakaf tunai pada Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa Jakarta, dan sebagai obyek formalnya adalah pengaturan dan perlindungan hukum pelaksanaan wakaf tunai pada Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa Jakarta. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan yang diajukan dalam penulisan disertasi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan wakaf tunai di Indonesia? 16 2. Bagaimana pelaksanaan dan perlindungan hukum terhadap obyek wakaf tunai pada TWI Dompet Dhuafa Jakarta? 3. Bagaimana prospek yuridis wakaf tunai di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah di rumuskan di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengkaji pengaturan wakaf tunai di Indonesia. 2. Untuk mengkaji pelaksanaan dan perlindungan hukum terhadap obyek wakaf tunai TWI Dompet Dhuafa Jakarta . 3. Untuk mengkaji prospek yuridis wakaf tunai di Indonesia. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah : 1. Kegunaan secara teori : a. Memberikan kontribusi untuk memperkaya kepustakaan dan penghubungan ilmu pengetahuan hukum khususnya di bidang wakaf. b. Memberikan motivasi kelembagaan wakaf di Indonesia supaya lebih jelas dan dapat dilaksanakan dengan sebenar-benarnya. c. Sebagai landasan bagi penelitian berikutnya, terutama yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. 2. Kegunaan secara keilmuan; wakaf tunai di Indonesia dapat dikelola dengan baik karena ada jaminan kepastian hukum bahwa wakaf tunai dapat didaftarkan dan bersertifikat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 17 3. Kegunaan secara praktis; sebagai masukan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan terkait hak positif tentang wakaf tunai secara khusus dan perwakafan secara umum. D. Keaslian Penelitian Menelusuri kepustakaan, ternyata belum pernah ada penelitian tentang pengaturan dan pelaksanaan wakaf tunai pada Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa Jakarta. Berdasarkan penelusuran kepustakaan terdapat beberapa hasil penelitian yang terkait dengan masalah wakaf, yaitu: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Handayani (2008)23 Penelitian ini mengambil judul “Pelaksanaan Wakaf Uang Dalam Perspektif Hukum Islam Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kota Semarang”. Hasil penelitian, adalah: 1) Pelaksanaan wakaf uang ditinjau dari Hukum Islam adalah diperbolehkan asal uang itu diinvestasikan dalam usaha bagi hasil (mudharabah), kemudian keuntungannya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Sehingga uang yang diwakafkan tetap, sedangkan yang disampaikan kepada mauquf ‘alaih adalah hasil pengembangan wakaf uang tersebut. Sedangkan menurut UU Nomor 41 Tahun 2004 bahwa pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf khususnya wakaf tunai dilakukan dengan prinsip syariah. Antara lain dapat dilakukan melalui pembiayaan mudharabah, murabahah, musharakah, atau ijarah, 2) Pemberdayaan wakaf tunai untuk kesejahteraan umat terdapat empat manfaat utama dari wakaf tunai. Pertama, wakaf tunai jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memilki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana. Kedua, melalui wakaf tunai, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian. Ketiga, dana wakaf tunai juga bisa menbantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam. 23 Sri Handayani, 2008, Pelaksanaan Wakaf Uang Dalam Perspektif Hukum Islam Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Di Kota Semarang. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang. 18 Keempat, umat Islam dapat lebih mandiri mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang terbatas. 3) Hambatan dalam pemberdayaan wakaf uang untuk kesejahteraan umat adalah: a) belum terintegrasinya peraturan teknis pengelolaan wakaf uang; b) belum adanya persoalan hukum wakaf uang dalam memberikan kepastian hukum guna memberikan perlindungan bagi wakif, Nadzir dan penerima wakaf baik perorangan maupun badan hukum; c) Peraturan pelaksana yang menyangkut perwakafan khususnya wakaf tunai yang belum diatur secara terinci; d) adanya pola pikir masyarakat yang mencurigai pengelolaan wakaf uang untuk kepentingan yang berorientasi keuntungan (profit oriented). 2. Penelitian dari Doddy Ifandi Firdaus (2011)24 Penelitian berjudul “Pemanfaatan Wakaf Tunai untuk Kebutuhan Hidup Keluarga Miskin di Dompet Dhuafa Bandung”. Hasil penelitian ini adalah: Pertama, Dompet Dhuafa Bandung belum berusaha mengadakan wakaf tunai yang produktif untuk kepentingan keluarga miskin atau masyarakat pada umumnya. Adanya kesalahan paradigma mengenai wakaf tunai di Dompet Dhuafa Bandung karena yang terjadi adalah wakaf bangunan RBC atau juga Al-Qur’an braile yang dinilai dengan uang.Bukan wakaf tunai/uang yang nilai uangnya tetap tapi terus dikembangkan untuk kegiatan ekonomi. Kedua, adanya seleksi terhadap penerima manfaat wakaf tunai di Dompet Dhuafa Bandung yaitu keluarga miskin yang dapat berobat/bersalin di Rumah Bersalin Cuma-Cuma dengan berbagai persyaratan. Kriteria keluarga miskin versi RBC sama dengan versi BPS. Ketiga, Respon keluarga miskin terhadap wakaf tunai, sangat senang (90%), cukup senang (10%), maka dapat disimpukan sangat baik. Senangnya keluarga miskin disebabkan ketidak mampuannya untuk berobat dan RBC memberikan fasilitas gratis. 24 Doddy Ifandi Firdaus. 2011 . Pemanfaatan Wakaf Tunai untuk Kebutuhan Hidup Keluarga Miskin di Dompet Dhuafa Bandun. Tesis. Universitas Islam Negeri – Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 19 3. Penelitian dari Utami dan Ismail (2014)25 Penelitian yang berjudul “Implementasi Pengelolaan Wakaf Tunai (Studi pada Baitul Maal Hidayatullah dan Yayasan Dana Sosial Al-Falah), menganalisis pelaksanaan wakaf tunai di Baitul Maal Hidayatullah dan Yayasan Dana Sosial Al-Falah berdasar Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang pengelolaan wakaf tunai yang seharusnya dikelola produktif. Adapun hasil penelitiannya adalah sebagai berikut: a) Baitul Maal Hidayatullah (BMH) merupakan lembaga yang telah menerapkan sistem transaksi wakaf dalam bentuk tunai sejak tahun 2007. Pada prakteknya BMH belum menerapkan tata cara pengelolaan dana wakaf sesuai dengan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. BMH secara langsung merubah bentuk uang menjadi bangunan pesantren, sehingga dana wakaf langsung habis. b) Yayasan Dana Sosial Al-Falah (YDSF) merupakan lembaga penerapan sistem pembayaran wakaf dalam bentuk tunai. YDSF mengelola dana wakaf dalam bentuk Al-Qur‟an yang secara langsung disalurkan kepada masjid dan panti asuhan yang membutuhkan. c) BMH dan YDSF mengelola dana wakaf tanpa melalui Lembaga Keuangan Syariah, sehingga dana wakaf dikelola secara konsumtif. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman BMH dan YDSF dalam mengelola dana wakaf tunai, sehingga kedua lembaga tersebut mengelola dana berdasarkan tujuan dari masing-masing lembaga. Pengelolaan secara konsumtif merupakan pengelolaan dana wakaf yang digunakan untuk keperluan pembangunan masjid, kuburan, jembatan, jalan serta sarana umum lainnya. Wakaf tunai yang dikelola secara konsumtif akan membutuhkan biaya untuk pemeliharaan. Selain itu wakaf memiliki manfaat yang terbatas karena hanya masyarakat yang bermukim di daerah tersebut yang dapat menikmati manfaat wakaf tunai. 25 Utami dan Ismail. 2011. Implementasi Pengelolaan Wakaf Tunai (Studi pada Baitul Maal Hidayatullah & Yayasan Dana Sosial Al-Falah). Laporan Penelitian. Universitas Brawijaya– Malang. 20 4. Penelitian dari Hasanah (1997) 26 Hasanah (1997) dalam disertasinya yang berjudul Peranan Wakaf dalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial (Studi Kasus Pengelolaan Wakaf di Jakarta Selatan), membahas pengelolaan wakaf yang ada di Jakarta Selatan hasil penelitian yang menunjukkan keberhasilan pengelolaan wakaf yang dapat mewujudkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat kurang mampu, yang dikaji dengan tinjauan hukum Islam. 26 5. Penelitian dari Musthafa (2009) 27 Musthafa dalam tesisnya yang berjudul Sisi-Sisi Pemahaman Hukum Perwakafan di Indonesia (Studi Analisis Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf), mengungkapkan bahwa dari rangkaian perubahan dan perbaikan konsep pemahaman tentang wakaf, telah berpengaruh signifikan terhadap pembentukan payung hukum yang terefleksi pada pengaturan administrasinya dalam Undang-Undang Wakaf di Indonesia. Undang-undang tersebut lebih mempertimbangkan kepada nilai-nilai maslahah dalam pengelolaan harta benda tersebut dalam kehidupan manusia. Persamaan dan perbedaan dari keenam penelitian tersebut di atas dengan penelitian yang hendak penulis lakukan adalah sama-sama meneliti tentang wakaf tunai dan mengkaji pelaksanaan wakaf tunai setelah diatur dengan UndangUndang No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Adapun yang membedakan penelitian 26 Hasanah, Uswatun. 1997. Peranan Wakaf dalam Mewujudkan Kesejahteraan Sosial (Studi Kasus Pengelolaan Wakaf di Jakarta Selatan). Disertasi. Jakarta-IAIN Syarif Hidayatullah. 27 Musthafa. 2009. Sisi-Sisi Pemahaman Hukum Perwakafan di Indonesia (Studi Analisis Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf). Thesis. Program Pasca Sarjana, UIN Sunan Kalijaga. Tidak dipublikasikan. 21 ini dengan penelitian yang sudah ada, yaitu bahwa keenam penelitian tersebut di atas lebih menfokuskan pada pengelola wakaf tunai yang bersifat lokal yaitu di Kota Semarang, di Dompet Dhuafa Bandung, di Baitul Maal Hidayatullah, Yayasan Dana Sosial Al-Falah, di Jakarta Selatan yang bersifal lokal dan ruang lingkupnya lebih sempit, seperti hanya meninjau dari sisi hukumnya saja atau dari sisi pemanfaatannya saja. Sedangkan dalam penelitian ini selain mengkaji pemanfaatan wakaf tunai dari hukum kemaslahatan, juga mengkaji pelaksanaan wakaf tunai ditinjau dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, dan perlindungan hukum dalam pelaksanaan wakaf tunai di Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa Jakarta, sehingga penelitian tentang Pengaturan dan Pelaksanaan Wakaf Tunai ( Studi Kasus pada Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa Jakarta) belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Lebih jelasnya persamaan dan perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 1.1. Persamaan dan Perbedaan penelitian sebelumnya dengan peneliti Persamaan Perbedaan 1. Obyek yang diteliti adalah 1. Pada penelitian terdahulu pengelola wakaf wakaf tunai tunai yang diteliti berskala lokal, seperti di Kota Semarang, di Dompet Dhuafa Bandung, di Baitul Maal Hidayatullah, Yayasan Dana Sosial Al-Falah, di Jakarta Selatan. Sedang pada penelitian ini pengelola wakaf tunai yang diteliti berskala nasional. 2. Mengkaji pelaksanaan wakaf 2. Pada penelitian sebelumnya, ruang lingkup tunai setelah diatur dengan penelitiannya lebih sempit yaitu hanya Undang-Undang No 41 meninjau dari sisi hukumnya saja atau dari Tahun 2004 Tentang Wakaf sisi pemanfaatannya saja. Pada penelitian ini selain mengkaji pemanfaatan wakaf tunai dari hukum kemaslahatan, juga mengkaji pelaksanaan wakaf tunai ditinjau 22 dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, dan perlindungan hukum dalam pelaksanaan wakaf tunai di Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa Jakarta, Perbandingan antara keenam penelitian sebelumnya dalam keaslian penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, lebih jelasnya dapat dilihat dalam skema berikut: Penelitian sebelumnya Penelitian yang dilakukan peneliti Lembaga pengelola wakaf tunai non TWI Lembaga pengelola wakaf (TWI) pelaksanaan wakaf tunai Peninjauan dari hukum Islam Pemanfaatan wakaf tunai: - Produktif - konsumtif pelaksanaan wakaf Tunai berdasar UU No 41 tahun 2004 Tentang Wakaf 1. Pengaturan wakaf tunai di Indonesia 2. Pelaksanaan dan perlindungan hukum terhadap obyek wakaf tunai pada TWI Dompet Dhuafa 3. Prospek yuridis wakaf tunai di Indonesia. Gambar. 1.1. Skema perbandingan penelitian terdahulu dengan peneliti