Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 Anizar Juliza Hidayati PENGARUH PERUBAHAN POSTUR KERJA TERHADAP DENYUT JANTUNG DALAM UPAYA PENGENDALIAN KELELAHAN OTOT STATIS TENAGA KERJA WANITA PADA INDUSTRI SIKAT GIGI DI KOTA MEDAN Anizar Juliza Hidayati Staf Pengajar Fakultas Teknik USU Abstrak Penelitian yang dilakukan ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan postur kerja operator stasiun tufting dari postur kerja berdiri ke postur kerja duduk terhadap denyut jantung dan kelalahan otot statis tenaga kerja wanita. Pengamatan dilakukan terhadap operator tufting dengan postur kerja berdiri dan postur kerja duduk masing-masing selama 6 hari. Pengukuran kelelahan dilakukan pada hari ke-3 dan ke-6. Pengukuran kelelahan dilakukan dengan menggunakan peralatan kuesioner, heart pet dan whole body reaction tester pada pukul 08.00 WIB, 12.00 WIB dan 16.00 WIB. Dari pengolahan data dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa perubahan postur kerja yang dilakukan mengakibatkan trjadinya penurunan kelelahan mencapai 11,24% (hasil kuessioner). Penggunaan heart pet diketahui bahwa setelah perubahan postur kerja, denyut jantung operator pada postur kerja berdiri rata-rata sebesar 114,36 sedang postur kerja duduk rata-rata 104,34. Penggunaan whole body reaction tester diketahui bahwa setelah perubahan postur kerja terjadi peningkatan waktu reaksi operator dari 0,98 menjadi 0,89. Kata kunci: Postur kerja, Kelelahan otot statis, Denyut jantung A. PENDAHULUAN Undang-Undang No. 7 tahun 1984, memusatkan pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita. Dengan adanya persamaan hak tersebut maka tenaga kerja wanita juga berhak memperoleh fasilitas pendukung kerja yang sama dengan tenaga kerja pria. Operator pada stasiun tufting di industri sikat gigi adalah tenaga kerja wanita di mana pekerjaannya merupakan suatu jenis pekerjaan yang bersifat menetap, berdiri terus-menerus dan tidak berpindah-pindah (sedentary work). Waktu kerja operator disita oleh sejumlah perintah kerja yang harus dikerjakan dalam postur tertentu (postural limitation). Jenis pekerjaan ini menimbulkan stres pada sekelompok otot rangka (musculoskeletal) dan menyebabkan terjadi kelelahan otot lokal/regional. Bila hal ini berlangsung dalam waktu lama akan mengakibatkan terjadinya penyakit akibat kerja yang disebut musculoskeletal disorders. 71 Kelelahan yang dialami operator stasiun tufting berhubungan dengan karakteristik pekerjaannya mengharuskan operator membentuk suatu postur kerja tertentu (berdiri) dalam jangka waktu lama di mana dibutuhkan kerja otot statis yang berkepanjangan. Keadaan ini diperburuk dengan tidak adanya fasilitas pendukung kerja berupa kursi kerja. Berdasarkan kepada survey awal yang dilakukan di industri sikat gigi diketahui bahwa operator stasiun tufting yang merupakan tenaga kerja wanita harus bekerja selama 8 jam dengan postur kerja berdiri. Melalui wawancara dengan operator diperoleh keterangan bahwa operator sering merasa kelelahan setelah beberapa saat bekerja. Kelelahan yang dialami operator stasiun tufting berhubungan dengan karakteristik pekerjaannya yang mengharuskan operator membentuk suatu postur kerja tertentu (berdiri) dalam jangka waktu lama di mana dibutuhkan kerja otot statis yang berkepanjangan. Keadaan ini diperburuk dengan tidak adanya fasilitas pendukung kerja berupa kursi kerja. Anizar Juliza Hidayati Menurut Wignjosoebroto (1995), pulsa jantung wanita umumnya akan berdenyut lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki (sekitar 10 denyut/menit lebih tinggi) berarti tenaga kerja wanita lebih cepat lelah dibandingkan dengan tenaga kerja pria. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk menindaklanjuti dengan mengadakan perlakuan berupa pemberian kursi kerja. Pengukuran denyut jantung dan pengukuran kelelahan dilakukan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Diharapkan terjadi perubahan pulsa denyut jantung dan perubahan tingkat kelelahan otot punggung dan otot kaki tenaga kerja wanita di stasiun tufting. Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: apakah ada perbedaan denyut jantung operator stasiun tufting sebelum dan sesudah perubahan postur kerja dan perbedaan kelelahan otot statis operator stasiun tufting sebelum dan sesudah perubahan postur kerja? Hipotesa penelitian: Ada perbedaan denyut jantung operator stasiun tufting sebelum dan setelah perubahan postur kerja dan perbedaan kelelahan otot statis operator stasiun tufting sebelum dan setelah perubahan postur kerja. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan postur kerja operator stasiun tufting dari postur kerja berdiri ke postur kerja duduk terhadap denyut jantung dan kelelahan otot statis tenaga kerja wanita. Sedangkan tujuan secara khusus adalah: 1. Mengetahui denyut jantung operator stasiun tufting pada postur kerja berdiri. 2. Mengetahui denyut jantung operator stasiun tufting pada postur kerja duduk. 3. Mengetahui kelelahan otot statis operator stasiun tufting pada postur kerja berdiri 4. Mengetahui kelelahan otot statis operator stasiun tufting pada postur kerja duduk. 5. Mengetahui pengaruh postur kerja berdiri terhadap denyut jantung. 6. Mengetahui pengaruh postur kerja duduk terhadap denyut jantung. Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 7. Mengetahui pengaruh postur kerja berdiri terhadap kelelahan otot statis. 8. Mengetahui pengaruh postur kerja duduk terhadap kelelahan otot statis. Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian yang dilakukan: 1. Memberikan masukan kepada pihak manajemen perusahaan tentang kelelahan otot statis yang diderita oleh tenaga kerja wanita pada stasiun tufting. 2. Memberikan masukan kepada pihak manajemen perusahaan tentang pentingnya pemberian kursi kerja dan mengubah postur kerja sehingga dapat mengurangi kelelahan otot yang diderita para pekerja. B. METODE PENELITIAN Berdasarkan kepada permasalahan dan tujuan penelitian maka penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada salah satu industri sikat gigi di Medan dengan mengambil studi kasus pada stasiun tufting. Survei awal yang dilakukan diketahui bahwa operator yang bekerja di stasiun tufting adalah wanita, postur kerja berdiri dan waktu kerja 7 jam setiap hari selama 6 hari seminggu. Penelitian dilakukan dengan melakukan penelusuran pustaka, survey awal dan mempersiapkan proposal penelitian, serta merancang kuesioner yang akan diberikan kepada para pekerja. Dilanjutkan dengan pengukuran terhadap kelelahan pekerja dan denyut jantung pekerja sebelum dan setelah perubahan postur kerja dilakukan serta menyelesaikan laporan. Pelaksanaan penelitian berlangsung selama 8 (delapan) bulan dimulai pada bulan Februari hingga Oktober 2004. 72 Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 Anizar Juliza Hidayati Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini termasuk dalam penelitian bersifat eksperimental dengan rancangan non-equivalent control group design dengan pretest dan posttest. Eskperimen dilakukan dengan mengadakan pengukuran terhadap denyut jantung dan kelelahan otot statis. Variabel Penelitian Variabel penelitian terdiri dari: a. Variabel bebas (x) yakni postur kerja tenaga kerja wanita b. Variabel terikat (y) yakni denyut jantung dan kelelahan otot statais. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja wanita yang bekerja sebagai operator di stasiun tufting sehingga merupakan populasi penelitian. Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan: • Pengamatan langsung terhadap kondisi lingkungan kerja. • Melakukan wawancara dan pemberian kuesioner yang harus diisi oleh tenaga kerja wanita dengan ketentuan: * Kuesioner diisi sebelum dan setelah bekerja pada hari ke-3 dan hari ke-6 dengan postur kerja berdiri. * Kuesioner diisi sebelum dan setelah bekerja pada hari ke-3 dan hari ke-6 dengan postur kerja duduk. • Pengukuran denyut jantung tenaga kerja wanita dengan ketentuan: * Pengukuran denyut jantung dilakukan pada pagi hari saat istirahat (12.00 WIB) dan sore hari setelah bekerja (16.00 WIB), Pengukuran dilakukan selama 6 hari kerja berturut-turut. * Pengukuran denyut jantung dilakukan untuik postur kerja berdiri dan postur kerja duduk. • Pengukuran kelelahan otot statis tenaga kerja wanita dengan ketentuan: * Pengukuran kelelahan otot dilakukan pada pagi hari sebelum bekerja (08.00 WIB), siang hari saat istirahat (12.00 WIB) dan sore hari setelah bekerja (16.00 WIB). Pengukuran 73 • dilakukan selama 6 hari kerja berturut-turut. * Pengukuran kelelahan otot dilakukan untuk postur kerja berdiri dan postur kerja duduk. Pengisian kuesioner, pengukuran denyut jantung dan pengukuran kelelahan otot dilakukan secara berurutan pada hari yang sama. Mengambil data sekunder yang dikumpulkan melalui hasil laporan yang diperoleh dari berbagai pihak. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Pulse Counter “Heart Pet” untuk sekelompok subyek digunakan untuk mengetahui denyut jantung tenaga kerja wanita sehingga dapat diketahui konsumsi energi. Unit dengan tepat menunjukkan dengan segera pulse 6 orang dan ditampilkan dengan menyentuh suatu tombol dan setiap harga dapat juga ditampilkan secara terpisah. Dalam hal ini pengoperasian pengukuran pulse dapat dilakukan hanya dengan menekan satu tombol. Pengukuran dan Analisis Data Berdasarkan kepada pendekatan dan jenis data yang dikumpulkan secara kuantitatif dan kualitatif maka data yang dikumpulkan baik data denyut jantung dan data kecepatan reaksi tenaga kerja wanita diolah dengan menggunakan statistika. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Keputusan pengujian hipotesa penelitian didasarkan kepada taraf signifikansi p≤ 0,05. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan di PT. Fulijaya Tootbrush Indonesia yang bergerak di bidang usaha industri sikat gigi. Perusahaan ini merupakan perluasan dari perusahaan induk yang ada di Malaysia (Fulijaya Manufacturing, Sdn. Bhd.). Perusahaan ini menghasilkan 2 (dua) jenis Anizar Juliza Hidayati sikat gigi yaitu disposable toothbrush dan home use tootbrush merupakan sikat gigi yang dapat digunakan selama 1 (satu) hingga 3 (tiga) bulan. Obyek Penelitian Bulu sikat gigi (monofilament) dimasukkan ke dalam lubang pada mesin tufting sekaligus dengan alloy wire yang berada di bagian bawah mesin tufting. Monofilament dimasukkan dengan cara mendorongnya sampai pada batas tertentu dan harus diletakkan serapat mungkin. Gagang sikat gigi yang akan dipasang dengan bulu disusun menghadap ke atas dan dilakukan secara manual. Kondisi Lingkungan Kerja Kondisi lingkungan kerja yang ada di PT. Fujijaya Tootbrush Indonesia selama pengamatan dilakukan adalah: • Temperatur Ruangan Temperatur udara ruangan berkisar 300C hingga 330C, kemungkinan disebabkan dinding dan atap pabrik yang terbuat dari aluminium ekstrusi sehingga menyerap panas. Kondisi ruangan yang cukup panas ini dapat dikurangi oleh luasnya daerah kerja serta pintu yang cukup besar. • Kelembaban • Sirkulasi udara • Pencahayaan • Kebisingan • Getaran mekanis • Bau-bauan • Warna dinding Karakteristik Subyek Penelitian Subyek penelitian yang ditetapkan sekaligus merupakan populasi penelitian sebanyak 6 orang pekerja di stasiun tufting. Karakteristik subyek penelitian yang diteliti meliputi umur, jenis kelamin, masa kerja, berat badan, dan tinggi badan. Subyek penelitian seluruhnya merupakan tenaga kerja wanita dengan usia berkisar antara 24 tahun sampai dengan 34 tahun. Masa kerja subyek penelitian antara 1 tahun hingga 3 tahun. Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 Hasil Pengukuran Operator stasiun tufting bekerja dengan postur kerja berdiri terus menerus dalam melayani mesin yang memasangkan bulu sikat gigi pada gagang sikat gigi selama 7 jam kerja. Pada penelitian ini, parameter yang digunakan untuk untuk mengukur kelelahan pekerja adalah perasaan lelah, denyut jantung serta pengukuran waktu reaksi. Pengukuran kelelahan menggunakan kuesioner, pengukuran denyut jantung menggunakan heart pet serta pengukuran waktu reaksi menggunakan whole body reaction tester. Parameter yang telah ditentukan diujikan kepada operator stasiun tufting pada hari yang ditentukan. Hari tersebut adalah hari ke-3 dan hari ke-6 dengan postur kerja berdiri dan hari ke-3 dan hari ke-6 dengan postur kerja duduk. Hari ke-3 dan hari ke-6 dipilih menjadi hari pengukuran agar operator memiliki waktu untuk bersosialisasi dengan perubahan postur kerja yang terjadi. Hasil Pengukuran Kelelahan Pengukuran kelelahan operator dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner terlebih dahulu diuji validitas dan realibitasnya dengan menyebarkan angket tersebut kepada 30 orang responden lain yaitu operator stasiun injection, trimming dan packing. Setelah diolah menggunakan program SPSS ver. 10.00 maka dari 17 variabel yang diujikan diperoleh hasil sebagai berikut: • r hasil > r tabel (0,2407) sehingga butirbutir kuesioner tersebut dinyatakan valid. Dari 17 butir variabel maka seluruhnya memiliki r hasil yang positif dan r hasil yang lebih besar dari r tabel. • r hasil (r alpha) = 0,9113 > r tabel = 0,2407, sehingga butir-butir pada angket tersebut dinyatakan reliabel. Kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya tersebut disebarkan kepada operator stasiun tufting untuk diisi sebelum dan setelah bekerja pada hari yang telah ditentukan. Pada Tabel 1 yang merupakan hasil kuesioner yang diperoleh terlihat bahwa pada postur kerja berdiri, skor berkisar dari 33 hingga 49 dengan selisih rata-rata 13,7 sedangkan pada postur kerja duduk, skor berkisar 28 hingga 42 dengan selisih rata-rata 10. 74 Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 Anizar Juliza Hidayati Tabel 1. Skor Hasil Kuesioner terhadap Postur Kerja Berdiri dan Postur Kerja Duduk No. Responden 1 2 3 4 5 6. Se Was Sum En Nu Par Sebelum kerja 32 39 32 33 36 32 Postur kerja Berdiri Setelah kerja Selisih 15 13 17 16 9 12 13,7 47 48 49 49 45 44 X Sebelum kerja 57 44 49 52 43 46 Postur Kerja Duduk Setelah Selisih kerja 12 37 11 42 13 48 9 45 9 47 7 42 X 10 Hasil Pengukuran Waktu Reaksi Pengukuran waktu reaksi (kecepatan reaksi) dengan menggunakan peralatan Whole body tester dilakukan terhadap operator stasiun tufting yang berjumlah 6 (enam) orang. Hasil Pengukuran Denyut Jantung Pengukuran denyut jantung yang dilakukan dengan menggunakan peralatan Heart Pet dilakukan terhadap operator stasiun tufting yang berjumlah 6 (enam) orang. Tabel 2 memperlihatkan data denyut jantung operator stasiun tufting pada postur kerja berdiri dan postur kerja duduk terdapat selisih rata-rata sebesar 10,04 denyut. Denyut jantung operator dengan postur kerja berdiri pada pukul 08.00 WIB berkisar 77,60 hingga 85,50 denyut meningkat menjadi 120,16 hingga 130 denyut pada pukul 12.00 siang. Pada sore pukul 16.00 WIB denyut jantung berkisar 127,50 hingga 142,30 denyut. Kecepatan reaksi yang diketahui dari data yang dihasilkan oleh peralatan memperlihatkan bahwa selama 6 (enam) hari kerja terdapat fluktuasi pada waktu reaksi yang diperoleh. Waktu reaksi operator dengan postur kerja berdiri pada umumnya mengalami peningkatan jika diamati selama satu hari kerja dengan ratarata berkisar antara 0,92 hingga 1,03 menit. Operator yang bekerja dengan postur kerja duduk juga mengalami peningkatan waktu reaksi dengan rata-rata berkisar antara 0,82 hingga 0,92 menit. Terlihat adanya penurunan waktu reaksi yang dibutuhkan berarti ada peningkatan kecepatan reaksi. Rata-rata selama satu hari kerja berkisar 111,72 hingga 118,60 denyut dengan angka rata-rata sebesar 114,36 denyut. Pada postur kerja duduk, terlihat bahwa selama satu hari kerja berkisar 102,30 hingga 106,27 denyut dengan angka rata-rata sebesar 102,31 denyut. Terdapat peningkatan denyut jantung jika dibandingkan antara pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB, namun peningkatan denyut jantung lebih rendah pada postur kerja duduk. Rata-rata waktu reaksi pada operator dengan postur kerja berdiri sebesar 0,98 menit sedang pada postur kerja duduk sebesar 0,87. Terdapat selisih waktu reaksi rata-rata antara postur kerja berdiri dan postur kerja duduk sebesar 0,11 menit sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2 Data Denyut Jantung Operator Stasiun Tufting No. 1 2 3 4 5 6. Responden Se Was Sum En Nu Par Postur Kerja Berdiri 08.00 12.00 16.00 77,60 83,30 82,00 85,50 82,16 84,30 120,16 124,67 130,00 128,00 125,50 124,00 139,50 135,60 136,60 142,30 127,50 129,70 X 75 Postur Kerja Duduk X 112,42 114,60 116,20 118,60 111,72 112,67 114,36 08.00 12.00 16.00 84,80 86,80 83,10 84,70 86,80 85,10 116,00 104,60 106,30 111,80 104,30 108,30 117,60 120,00 119,50 122,30 122,16 113,50 X X 106,13 103,80 102,97 106,27 104,42 102,30 104,31 Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 Anizar Juliza Hidayati Tabel 3 Data Waktu Reaksi Operator Stasiun Tufting No. 1 2 3 4 5 6. Responden Se Was Sum En Nu Par Postur Kerja Berdiri 08.00 12.00 16.00 77,60 83,30 82,00 85,50 82,16 84,30 120,16 124,67 130,00 128,00 125,50 124,00 139,50 135,60 136,60 142,30 127,50 129,70 X Postur Kerja Duduk X 112,42 114,60 116,20 118,60 111,72 112,67 114,36 Pembahasan Pengukuran Kelelahan Berdasarkan analisis statistik dengan uji t berpasangan (t paired test) terhadap hasil kuesioner terlihat adanya perbedaan skor kelelahan yang signifikan antara postur kerja berdiri dan postur kerja duduk. Hasil korelasi antara kedua variabel sebesar 0,326. Postur kerja berdiri memiliki nilai rata-rata sebesar 46 sedangkan postur kerja duduk memiliki nilai rata-rata sebesar 40,83. 08.00 12.00 16.00 84,80 86,80 83,10 84,70 86,80 85,10 116,00 104,60 106,30 111,80 104,30 108,30 117,60 120,00 119,50 122,30 122,16 113,50 X X 106,13 103,80 102,97 106,27 104,42 102,30 104,31 Pengukuran Denyut Jantung Berdasarkan analisis statistik dengan uji t-berpasangan (t paired test) terhadap data yang diperoleh dari heart pet terlihat adanya perbedaan skor kelelahan yang signifikan antara postur kerja berdiri dan postur kerja duduk. Postur kerja berdiri memiliki nilai rata-rata denyut jantung sebesar 114,36 sedangkan postur kerja duduk memiliki nilai rata-rata denyut sebesar 104,34. Hipotesis untuk hal ini adalah: H0: D = 0, berarti kedua rata-rata nilai skor adalah identik (di mana rata-rata skor kelelahan postur kerja berdiri dan posturkerja duduk adalah sama/tidak berbeda secara nyata) H1: D ≠ 0, berarti kedua rata-rata nilai skor adalah tidak identik (rata-rata nilai skor kelelahan postur kerja berdiri dan postur kerja duduk adalah berbeda secara nyata) Hipotesis untuk hal ini adalah: H0: D = 0, berarti kedua rata-rata nilai skor adalah identik (di mana rata-rata denyut jantung pada postur kerja berdiri dan postur kerja duduk adalah sama/tidak berbeda secara nyata. H1: -≠ = 0, berarti kedua rata-rata nilai skor adalah tidak identik (di mana rata-rata denyut jantung pada postur kerja berdiri dan postur kerja duduk adalah berbeda secara nyata. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan paired samples test (perbandingan t hitung dengan t tabel) maka dilakukan uji 2 sisi dengan tingkat signifikansi α sebesar 5% dan derajat kebebasan (Df) sebesar 5 maka diperoleh t hitung 4,571 dan t tabel sebesar 2,571. Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima berarti dapat diambil kesimpulan bahwa perubahan postur kerja mempengaruhi kelelahan. Berdasarkan analisa statistik dengan menggunakan paired samples test (perbandingan t hitung dengan t tabel) maka dilakukan uji 2 sisi dengan tingkat signifikansi α sebesar 5% dan derajat kebebasan (df) sebesar 5 maka diperoleh thitung 8,797 dan t tabel sebesar 2,571. Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima berarti dapat diambil kesimpulan bahwa perubahan postur kerja mempengaruhi jantung operator stasiun tufting. Probabilitas sebesar 0,006 adalah postur kerja membuat rata-rata perasaan lelah menjadi berbeda pula secara nyata. Probabilitas sebesar 0,0003 adalah jauh lebih kecil dari α (0,05) sehingga dapat 76 Anizar Juliza Hidayati disimpulkan bahwa perubahan postur kerja membuat rata-rata perasaan lelah menjadi berbeda pula secara nyata. Uji satu sisi yang dilakukan dengan derajat kebebasan (df) 5 dan α (0,025) diperoleh t hitung sebesar 8,797 dan t tabel sebesar 2,571 maka H 0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulan yang dapat diambil adalah perubahan postur kerja dari postur kerja berdiri menjadi postur kerja duduk ternyata menurunkan denyut jantung operator stasiun tufting Pengukuran Waktu Reaksi Berdasarkan analisis statistik dengan uji t-berpasangan (t paired test) terhadap data waktu reaksi operator yang diperoleh dari whole body reaction tester terlihat adanya perbedaan skor kelelahan yang signifikan antara postur kerja berdiri dan postur kerja duduk. Postur kerja berdiri memiliki nilai rata-rata waktu reaksi sebesar 0,9783 sedangkan postur kerja duduk memiliki nilai rata-rata waktu reaksi sebesar 0,8617. Hipotesis untuk hal ini adalah: H0: D = 0, berarti kedua rata-rata nilai skor adalah identik (di mana rata-rata waktu reaksi pada postur kerja berdiri dan postur kerja duduk adalah sama/tidak berbeda secara nyata). H1: -≠ = 0, berarti kedua rata-rata nilai skor adalah tidak identik (di mana rata-rata waktu reaksi pada postur kerja berdiri dan postur kerja duduk adalah berbeda secara nyata). Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan paired samples test (perbandingan t hitung dengan t tabel) maka dilakukan uji 2 sisi dengan tingkat signifikansi α sebesar 5% dan derajat kebebasan (df) sebesar 5 maka diperoleh t hitung 3,851 dan t tabel sebesar 2,571. Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima berarti dapat diambil kesimpulan bahwa perubahan postur kerja mempengaruhi kelelahan otot statis operator stasiun tufting yang terlihat dari skor waktu reaksi. 77 Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 Probabilitas sebesar 0,019 adalah jauh lebih kecil dari α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan postur kerja membuat rata-rata kelelahan otot statis menjadi berbeda pula secara nyata. Uji satu sisi yang dilakukan dengan derajat kebebasan (df) 5 dan α (0,05) diperoleh t hitung sebesar 3,851 dan t tabel sebesar 2,571 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulan yang dapat diambil adalah perubahan postur kerja ternyata menurunkan kelelahan otot statis operator stasiun tufting. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan skor kelelahan sesudah perubahan postur kerja dari postur kerja berdiri ke postur kerja duduk. Berdasarkan analisis statistik dengan uji t-berpasangan terlihat adanya perbedaan skor kelelahan yang signifikan sebelum dan setelah perubahan postur kerja. Hasil pengukuran rata-rata kelelahan, denyut jantung, dan waktu reaksi dapat dilihat pada Tabel 4. Secara deskriptif terlihat adanya penurunan skor rata-rata kelelahan sesudah terjadi perubahan postur kerja berdiri menjadi postur kerja duduk sebesar 11,24% untuk pengukuran kelelahan dengan kuesioner, 8,76% dilihat dari pengukuran denyut jantung dan 12,24% jika dilihat dari pengukuran waktu reaksi. Hasil perhitungan statistik dengan uji t-berpasangan menunjukkan adanya perbedaan skor kelelahan yang signifikan pada postur kerja berdiri dan postur kerja duduk di mana terlihat skor rata-rata kelelahan mengalami penurunan. Dengan demikian hipotesa penelitian ini telah terjawab bahwa perubahan postur kerja dari postur kerja berdiri ke postur kerja duduk akan dapat mengurangi kelelahan otot statis operator stasiun tufting. Pengukuran yang didasarkan kepada jawaban operator atas kuesioner yang diedarkan dengan postur kerja berdiri dan postur kerja duduk diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata kelelahan. Skor kelelahan mengalami penurunan sebesar 11,24% setelah Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 Anizar Juliza Hidayati operator bekerja dengan postur kerja duduk. Ada beda skor kelelahan sebesar 5,17 antara postur kerja berdiri dan postur kerja duduk. Operator dengan postur kerja berdiri lebih cepat lelah daripada postur kerja duduk. Tabel 4. Hasil Pengukuran Rata-Rata Kelelahan, Denyut Jantung, Waktu Reaksi pada Postur Kerja Berdiri dan Postur Kerja Duduk Pengukuran Kelelahan Denyut Jantung Waktu Reaksi Alat Pengukur Pre Test Post Test Beda Nilai t p Kuesioner Heart Pet 46,00 114,36 40,83 104,34 5,17 10,02 4,571 8,797 0,006 0,000 % Penurunan Skor 11,24% 8,76% Whole Body Reaction 0,98 0,86 0,12 3,851 0,012 11,93% Pengukuran yang dilakukan terhadap denyut jantung operator dengan postur kerja berdiri dan postur kerja duduk juga mengalami penurunan skor sebesar 9,76%. Dengan demikian berarti ada pengurangan denyut jantung operator mencapai 10,02 denyut antara operator yang bekerja dengan postur kerja berdiri dan postur kerja duduk. Operator dengan postur kerja berdiri memiliki denyut jantung yang lebih cepat. Pengukuran yang dilakukan terhadap kecepatan reaksi operator dengan postur kerja berdiri dan postur kerja duduk juga mengalami penurunan skor sebesar 12,24%. Dengan demikian berarti ada penurunan waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menekan tombol peralatan pengukur (whole body reaction tester) dengan beda mencapai 0,12. Masalah hubungan alat pendukung kerja yang ergonomic dengan tingkat kelelahan operator telah dibuktikan oleh banyak peneliti. Penelitian Hunting W. et.al. (1981), Laubli T et al. (1981), Grandjean, E. (1984) dan Demure et. al. (2000) memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan desain stasiun kerja maupun postur kerja (yang dipengaruhi alat pendukung kerja). Pada penelitian Demure (2000) diberikan penerapan karakteristik ergonomic yang jauh lebih banyak, di samping itu Demure juga menggunakan alat pendukung yang dapat disesuaikan (adjustable). Hal tersebut sangat besar pengaruhnya dalam membentuk postur kerja yang ergonomic mengingat bahwa jenis peralatan pendukung seperti meja dan kursi yang adjustable sangat dianjurkan untuk kerja yang bersifat sedentary. Bila hal ini sulit untuk dilaksanakan maka suatu alat pendukung yang sesuai anthropometri suatu etnis dapat diberikan (Hedge, 1977). Beberapa penelitian memperlihatkan suatu hubungan yang tidak begitu erat antara pengurangan kelelahan dengan pemberian alat pendukung kerja berdasarkan anthropometri (Grandjean, 1988). Pemberian alat pendukung kerja yang ergonomic saja tidak cukup. Operator stasiun kerja tufting memiliki risiko tinggi terkena penyakit yang berhubungan dengan otot akibat jenis pekerjaannya. Perbaikan peralatan pendukung hanya sebagian jawaban dari permasalahan yang dihadapi. Tubuh manusia diciptakan bukan hanya untuk duduk sepanjang hari. Secara ringkas, penerapan prosedur kerja berupa postur kerja duduk tidak akan dapat mencegah kelelahan otot yang pada akhirnya menimbulkan penyakit akibat kerja. Penerapan aspek ergonomic pada postur kerja dan pemberian waktu istirahat serta pelaksanaan gerakan relaksasi otot ringan diharapkan berpengaruh dalam menurunkan kelelahan otot statis. 78 Anizar Juliza Hidayati D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Perubahan postur kerja berdiri menjadi postur kerja duduk memberi pengaruh terhadap kelelahan yang dialami oleh operator stasiun tufting yang dapat dilihat dari skor penurunan kelelahan yang mencapai 11,24% (hasil kuesioner). Uji t-berpasangan (t paired test) yang dilakukan terhadap hasil kuesioner ternyata terdapat perbedaan skor yang signifikan antara postur kerja berdiri dan postur kerja duduk di mana nilai probabilitas jauh lebih rendah (0,006) dari nilai probabilitas yang ditetapkan dalam uji (0,05). 2. Perubahan postur kerja dari postur kerja berdiri menjadi postur kerja duduk memberi pengaruh terhadap denyut jantung operator stasiun tufting terbukti dari hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan heart pet. Operator yang bekerja dengan postur kerja berdiri memiliki denyut jantung rata-rata 114,36 sedangkan jika bekerja dengan postur kerja duduk ternyata denyut jantung rata-rata 104,34. Perubahan postur kerja menghasilkan beda sebesar 10,02 denyut dan penurunan tersebut mencapai 8,76% dari dari sebelumnya. Melalui uji tberpasangan terdapat perbedaan skor yang signifikan antara postur kerja berdiri dan postur kerja duduk memiliki nilai probabilitas (0,000) yang jauh lebih rendah dari nilai probabilitas yang ditetapkan dalam uji (0,05). 3. Perubahan postur kerja dari postur kerja berdiri menjadi postur kerja duduk memberi pengaruh terhadap kecepatan reaksi operator stasiun tufting terbukti dari hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan whole body reaction tester. Operator yang bekerja dengan postur kerja berdiri memiliki waktu reaksi rata-rata 0,98 sedangkan jika bekerja dengan postur kerja duduk rata-rata 0,86. Perubahan postur kerja menghasilkan beda sebesar 0,012 dan penurunan tersebut mencapai 12,24 79 Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 dari sebelumnya. Melalui uji tberpasangan terdapat perbedaan skor yang signifikan antara postur kerja berdiri dan postur kerja duduk di mana nilai probabilitasnya jauh lebih rendah (0,012) dari nilai probabilitas yang ditetapkan dalam uji (0,05). Saran 1. Pihak manajemen perusahaan sebaiknya menerapkan hasil penelitian ini dengan memberikan kursi kerja sehingga operator stasiun tufting dapat meminimalkan kelelahan yang dialami dengan merubah postur kerja dari berdiri menjadi duduk. 2. Pihak perusahaan sebaiknya mensosialisasikan bahwa kursi kerja dapat dipergunakan oleh operator stasiun tufting pada saat memungkinkan untuk melakukan kerja dengan postur kerja duduk. 3. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan penelitian terhadap kursi kerja yang ergonomic sehingga pemberian kursi kerja benar-benar dapat mengurangi kelelahan serta meningkatkan produktivitas kerja. E. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S., 1998, “Manajemen Penelitian”, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Ergosystem, 1999, “Reducing Fatigue”, ERGOSYSTEM. 26 Mar 2001. Grandjean, E., 1988, “Fitting The Task to The Man, A Text Book of Occupational Ergonomics”, 4th, Taylor & Francis, New York. International Labour Office, 1983, “Penelitian Kerja dan Pengukuran Kerja”, Penerbit Erlangga, Jakarta. Machdalena, J., 2001, “Efektivitas Suatu Program Ergonomi dalam Mengendalikan Kelelahan Operator Komputer di Rumah Sakit Haji Medan”, Thesis Pascasarjana USU. Nurmianto, E., 1996, “Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya”, Penerbit Guna Widya Surabaya Sastrowinoto, S., 1985, “Meningkatkan Produktivitas dengan Ergonomi”, Seri Manajemen No. 116, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Anizar Juliza Hidayati Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 17 (6) 2005 Wignjosoebroto, S., Ergonomi, 1995, “Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja”, Penerbit Guna Widya, Jakarta. 80