Analisa Tentang Testimoni Asri Wahyuningsih Menyandang Penyakit...antara harapan dan kenyataan untuk sembuh Menderita sakit bagi sebagian orang menjadi beban tersendiri, selain fisik, mental si sakit pun akan berpengaruh, karena terlalu lelah mencari pengobatan yang bisa menyembuhkan penyakitnya. Entah dengan cara medis maupun alternatif. Kelelahan mengharapkan kesembuhan, membuat si sakit maupun keluarganya, begitu mudah tersugesti khususnya terhadap iklan yang menyajikan testimoni penyembu han. Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pengobatan alternatif, tentu saja dengan janji-janji kesembuhan yang disampaiakan orang atau yang biasa disebut testimoni. 1. Psikologis orang sakit Saat menderita sakit, sejumlah cara dilakukan untuk mencari pengobatan, entah itu secara medis maupun alternatif. Mereka yang telah lama menderita sakit, biasanya sampai pada tahap Fragmentation yaitu proses pengobatan atau penyembuhan oleh individu di beberapa tempat fasilitas kesehatan dalam rangka kemantapan pengobtan atau diagnosis. Pada kondisi ini, orang cenderung akan mudah tersugesti dengan iklan yang menjanjikan kesembuhan. Idealnya, orang yang menderita sakit telah mempunyai gambaran kognitif dan terorganisir tentang kesehatan dan kesakitan, sehingga berpengaruh terhadap cara mereka bereaksi terhadap gejala-gejala dan kesakitan. Mereka yang mengalami sakit idealnya bisa memilih pengobatan yang masuk akal, namun pada kenyataannya, kondisi sakit yang terus menerus yang dirasakan membuat orang Depresi, putus asa, dan membuat mereka memilih pengobatan yang instan dan cepat. 2. Lalu apa sebenarnya testimoni itu? Testimoni dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti kesaksian. Jadi iklan testimoni adalah iklan yang memberikan kesaksian konsumen terhadap suatu produk barang atau jasa. Bila dilihat dari makna kata, Testimoni memiliki beberapa makna diantaranya, Statemen yang muncul sebagai bentuk pengakuan atas sebuah fakta (kesaksian), Statemen yang muncul karena adanya kekaguman (tribute). Dan Statemen yang muncul sebagai bentuk rekomendasi dari seseorang ke orang lain. Namun, Masih dalam konteks advertising, testimoni adalah konteks bagai mana kemasan penyampaian “how to say”. Dalam dunia periklanan, kemasan penyampaian ini boleh saja digunakan, selama isi yang disampaikan sesuai dengan keadaan produk. Sayangnya, banyak iklan pengobatan alternatif yang menggunakan testismoni yang justru berisi pembodohan: Contoh : Menderita prostat dan sembuh selamanya hanya dengan satu kali pengobatan, selain itu iklan kanker stadium lanjut yang sembuh dengan hanya 1 atau 2 kali pengobatan. Mereka yang melakukan testimoni menyebut hanya dengan beberapa kali pengobatan kanker prostat sembuh. Padahal secara medis, kanker prostat bisa disembuhkan dengan melihat stadiumnya. Prostat bisa diobati dengan penyinaran dan terapi hormon testosteron, dan itu membutuhkan waktu lama. Karena itulah, janji hanya dengan beberapa kali datang dapat menyembuhkan hanya merupakan upaya pembodohan terhadap masyarakat, dan membuat masyarakat semakin tidak tahu tentang sakit dan jenis penyakit. Selain itu, Banyaknya iklan dengan testimoni, apalagi menggunakan public figur ini, bisa jadi adalah rekayasa, apalagi jika terbukti mereka yang melakukan testimoni adalah talent dari agency. 3. Kesimpulan Komisi Penyiaran Indonesia harus mengimbau kepada seluruh lembaga penyiaran yang masih dan/atau akan menayangkan iklan tersebut untuk segera melakukan perbaikan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. KPID juga dapat meminta agar lembaga penyiaran berhati-hati dengan penayangan iklan yang berkaitan dengan masalah kesehatan, Semangat himbauan ini, bukan pada mematikan iklan atau pengobatan alternatif, tapi untuk melindungi masyarakat dari informasi kesehatan yang berpotensi membodohi. Kepada para pemilik stasiun televisi dan media juga diharapkan membantu meningkatkan kecerdasan masyarakat, khususnya di bidang kesehatan, dengan selektif memilih iklan yang ditayangkan. Meniadakan pengobatan altenatif adalah hal yang tidak mungkin dilakukan, karena pengobatan alternatif adalah warisan budaya bangsa. Namun sebisa mungkin perlu dilakukan penyeragaman atau standarisasi dari pihak terkait agar pengobatan alternatif pun dapat dipertanggung jawabkan bagi para penggunanya, tidak hanya menjual janji atau testimoni.