TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA

advertisement
TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA UNDANGUNDANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN NEGARA
(Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara)
I.
PENDAHULUAN
Peran kekuasaan legislatif dalam keuangan negara bukan hal yang baru. Banyak
literatur yang mengemukakan bahwa sejak masa pemerintahan Hindia Belanda sudah
mulai ada pengaturan hukum keuangan negara melalui Indische Comptabiiteftswet
(selanjutnya disebut ICW). 1
Berkaitan dengan pengaturan mengenai keuangan negara, saat ini di Indonesia
berlaku Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, UU No. 1
Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 Tahun 2004 Tentang
Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Menurut Riawan
Tjandra, ketiga Undang-Undang ini merupakan kelanjutan dari ICW yang pernah
diamandemen dengan UU No. 9 Tahun 1968 Tentang Perbendaharaan Indonesia (UPI). 2
Riawan melihat bahwa secara garis besar, baik ICW maupun UPI mengatur 3 (tiga) hal
pokok dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu: aspek pengelolaan keuangan negara,
aspek perbendaharaan negara dan pengawasan keuangan negara.
Dalam tulisan ini hendak dikaji tiga Undang-Undang tersebut, yang mengatur
mengenai keuangan negara, dari ruang lingkup dan beberapa hal dari aspek Hukum
Administrasi Negara (selanjutnya disebut HAN).
II. PERMASALAHAN
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam
tulisan hukum ini adalah:
a. Bagaimana pengertian dan ruang lingkup keuangan negara yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara?
b. Bagaimana aspek Hukum Administrasi Negara dalam kewenangan kelembagaan yang
melaksanakan pengelolaan dan pemeriksaan keuangan negara?
1
Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2008, hlm. 176., lihat pula
Arifin P Soeria Atmadja, Ruang Lingkup Keuangan Negara Menurut Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 dan
A. Hamid Attamimi, Pengertian Keuangan Negara dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, dalam Arifin P
Soeria Atmadja, Kapita Selekta Keuangan Negara, Untar, Jakarta, 1996, hlm. 4-22, dan hlm. 44-60.
2
Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2008, ibid.
Tulisan Hukum – Seksi Informasi Hukum
1
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
a. Pengertian Keuangan Negara
Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian tentang Keuangan Negara
dari tulisan Riawan Tjandra, 3 di antaranya yaitu:
1. Menurut M. khwan
”Rencana kegiatan secara kuantitatif (dengan angka-angka di antaranya
diwujudkan dalam jumlah mata uang), yang akan dijalankan untuk masa
mendatang, lazimnya 1 (satu) tahun mendatang.”
2. Menurut John F Due
”Budget adalah suatu rencana keuangan untuk suatu periode waktu tertentu.
Government budget (anggaran belanja pemerintah) adalah suatu pernyataan
megenai pengeluaran atau belanja yang diusulkan dan penerimaan untuk masa
mendatang bersama dengan data tentang pengeluaran dan penerimaan
sebenarnya untuk periode mendatang dan periode yang telah lampau.”
3. Menurut Van der Kemp
“Keuangan negara adalah semua hak yang dapat dinilai dengan uang,
demikian pula segala sesuatu (baik berupa uang ataupun barang) yang dapat
dijadikan milik negara berhubungan dengan hak-hak tersebut.”
4. Menurut Geodhart
“Keseluruhan undang-undang yang ditetapkan secara periodik yang
memberikan kekuasaan pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran mengenai
periode tertentu dan menunjukkan alat pembiayaan yang diperlukan untuk
menutup pengeluaran tersebut.”
b. Ruang Lingkup Keuangan Negara
Pembahasan mengenai ruang lingkup keuangan negara ini lebih mengacu
kepada apa yang dikemukakan oleh Arifin Soeria Atmadja dan A. Hamid
Attamimi. 4 Keduanya membagi ruang lingkup keuangan negara menjadi:
1. Dalam Arti Sempit;
Arifin menyimpulkan bahwa apabila ditinjau dari sudut pandang pengurusan
dan tanggungjawab pemerintah, maka pengertian keuangan negara tersebut
lebih sempit kepada APBN di sisi pemerintah pusat, dan APBD dari sisi
Pemerintah Daerah. Senada dengan itu, Attamimi menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan keuangan negara adalah APBN, sehubungan dengan
keharusan memperoleh persetujuan DPR.
2. Dalam Arti Luas;
Jika dilihat dari ruang lingkup pemeriksaan, maka pengertian keuangan negara
menurut Arifin menjadi luas. Hal ini termasuk di dalamnya adalah badan hukum
publik dan privat yang di dalamnya terdapat saham pemerintah. Sementara itu
pula, menurut Attamimi, yang dimaksud dengan keuangan negara ialah antara
lain APBN, sehubungan bahwa setiap keuangan negara harus diatur dengan
Undang-Undang. Dengan perkataan lain bahwa pengertian keuangan Negara
meliputi APBN “plus” lainnya.
3
Riawan Tjandra, ibid., hlm.176-178
Arifin P Soeria Atmadja, Ruang Lingkup Keuangan Negara Menurut Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 dan
A. Hamid Attamimi, Pengertian Keuangan Negara dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, dalam Arifin P
Soeria Atmadja, Kapita Selekta Keuangan Negara, Untar, Jakarta, 1996, hlm. 4-22, dan hlm. 44-60.
4
2
Tulisan Hukum – Seksi Informasi Hukum
B. Sumber Kewenangan
Telah disebutkan pada awal tulisan ini bahwa pengaturan mengenai keuangan
negara pada umumnya menyangkut tiga aspek, yaitu aspek pengelolaan keuangan
negara, aspek perbendaharaan negara dan pengawasan keuangan negara. Dalam ketiga
Undang-Undang ini akan dikaji juga mengenai aspek kelembagaan, yaitu berkaitan
dengan kewenangan lembaga mana saja yang melaksanakan tiga aspek tersebut.
Dalam HAN, dikenal konsep mengenai sumber-sumber kewenangan administrasi
negara 5, yaitu:
1. Atribusi, yaitu kewenangan yang bersumber dari suatu peraturan perundangundangan formal;
2. Delegasi, yaitu pengalihan kewenangan yang ada, berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
3. Mandat, yaitu pemberian kewenangan karena administrasi yang berkompeten
berhalangan.
C. Koordinasi dan Pengawasan
1. Koordinasi
Koordinasi dalam hal ini mengacu pada apa yang menjadi pegangan Lembaga
Adiministrasi Negara. 6 Dikatakan bahwa koordinasi dalam pemerintahan pada
hakikatnya merupakan upaya memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan dan
menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan beserta
segenap gerak, langkah dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran
bersama. 7 Tidak kalah penting dari itu pula bahwa koordinasi dalam kegiatan
pemerintahan dan pembangunan dapat dibedakan atas: 8
1) Koordinasi hierarkis (vertikal) yang dilakukan oleh seorang pejabat pimpinan
dalam suatu instansi pemerintah terhadap pejabat (pegawai) atau instansi
bawahannya. Misalnya Kepala Biro terhadap Kepala Bagian dalam
lingkungannya, Direktur Jenderal terhadap Kepala Direktorat dan sebagainya.
2) Koordinasi fungsional, yang dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu instansi
terhadap pejabat atau instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan
berdasarkan asas fungsionalisasi.
a) Koordinasi fungsional horizontal, dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu
unit instansi terhadap pejabat atau unit instansi lain yang setingkat.
b) Koordinasi fungsional diagonal, dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu
instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang lebih rendah tingkatannya
tetapi bukan bawahannya.
c) Koordinasi fungsional teritorial, dilakukan oleh seorang pejabat pimpinan
atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang berada dalam
suatu wilayah (teritorial) tertentu di mana semua urusan yang ada dalam
wilayah (teritorial) tersebut menjadi wewenang atau tanggung jawabnya
selaku penguasa atau penanggung jawab tunggal.
5
Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hlm 27-28
Lembaga Administrasi Negara, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Jilid II/Edisi Ketiga, PT Toko
Gunung Agung, Jakarta, 1997, hlm. 53.
7
Ibid.
8
Ibid., hlm. 53-55.
6
Tulisan Hukum – Seksi Informasi Hukum
3
2. Pengawasan 9
Konsep pengawasan yang akan disinggung dalam tulisan ini mengacu pada
tulisan Diana Halim. Yang pertama adalah ditinjau dari segi kedudukan
badan/organ yang melaksanakan pengawasan, Diana Halim membedakan antara
pengawasan intern, pengawasan ekstern, dan pengawasan hukum.
1) Pengawasan intern;
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh satu badan yang
secara organisatoris/struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan
sendiri. Biasanya pengawasan ini dilakukan oleh pejabat atasan terhadap
bawahannya secara hirarkis. Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983, Pasal 2 ayat
(1) menyebutkan bahwa pengawasan terdiri dari (1) pengawasan yang dilakukan
oleh pemimpin/atasan langsung baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah;
dan (2) pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan.
2) Pengawasan ekstern;
Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh organ/lembaga
secara organisatoris/struktural berada di luar Pemerintah (dalam arti eksekutif).
Kedua adalah ditinjau dan segi saat/waktu dilaksanakannya, yaitu terdiri
dari:
1) Pengawasan preventif/pengawasan a-priori;
Pengawasan preventif yakni pengawasan yang dilakukan sebelum
dikeluarkannya suatu keputusan/ketetapan pemerintah.
2) Pengawasan represif/pengawasan a posteriori.
Pengawasan represif yakni pengawasan yang dilakukan sesudah dikeluarkannya
keputusan/ketetapan Pemerintah, sehingga bersifat korektif dan memulihkan
suatu tindakan yang keliru.
3)Pengawasan Umum, yaitu adalah suatu jenis pengawasan yang dilakukan oleh
Pemerintah terhadap segala kegiatan Pemerintah Daerah untuk menjamin
penyelenggaraan pemerintahan Daerah dengan baik.
Ketiga adalah pengawasan dari segi hukum. Pengawasan dan segi hukum
merupakan penilaian tentang sah/tidaknya suatu perbuatan pemerintah yang
menimbulkan akibat hukum. Pengawasan demikian biasanya dilakukan oleh
hukum peradilan.
D. Tinjauan terhadap Tiga Undang-Undang Terkait Dengan Keuangan Negara
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
a. Pengertian dan Ruang Lingkup
Penjelasan Umum Undang-Undang ini mengemukakan bahwa hal-hal
baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan keuangan negara yang
diatur dalam undang-undang ini di antaranya meliputi pengertian dan
kedudukan ruang lingkup keuangan negara, juga mengenai Presiden sebagai
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, dan pendelegasian
kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan
Lembaga.
Dalam Pasal 1 angka 1, Undang-Undang ini mengartikan bahwa
keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
9
Marbun dkk., Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2001.hlm. 268273.
Tulisan Hukum – Seksi Informasi Hukum
4
kewajiban tersebut. Pasal 2 mengatur mengenai lingkup keuangan Negara
meliputi:
1. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang,
dan melakukan pinjaman;
2. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
3. Penerimaan Negara;
4. Pengeluaran Negara;
5. Penerimaan Daerah;
6. Pengeluaran Daerah;
7. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak
lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan negara/ perusahaan daerah;
8. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
9. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan pemerintah.
Dari pengertian yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 Tentang Keuangan Negara, nampaknya pengertian yang dikemukakan
oleh Van der Kemp memiliki kesamaan yaitu “semua hak yang dapat
dinilai dengan uang, termasuk berupa barang, yang dapat dijadikan miliki
negara”. Sementara itu, ruang lingkup yang diatur dalam Undang-Undang
ini adalah secara luas, tidak terbatas pada APBN, sebagaimana yang
dikemukakan baik oleh Arifin Soeria Atmadja maupun Attamimi, yaitu
“APBN plus”.
b. Sumber Kewenangan Administrasi Negara
Berkaitan dengan kewenangan kelembagaan, Bab II mengatur tentang
Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara, khususnya dalam Pasal 6.
Di antaranya dikatakan dalam ayat (1) bahwa Presiden selaku Kepala
Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai
bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut dikuasakan
kepada (a) Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil
Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan; (b)
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya; dan (c) diserahkan kepada
gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Dari pemberian kewenangan oleh Undang-Undang ini kepada
beberapa jabatan administrasi negara, dapat terlihat pula konsep sumber
kewenangan atribusi kepada Presiden. Kewenangan dari Presiden kemudian
didelegasikan dengan penamaan “dikuasakan” kepada Menteri Keuangan,
Menteri/pimpinan lembaga, dan gubernur/bupati/walikota selaku kepala
pemerintahan daerah.
c. Koordinasi
Dilihat dari ketentuan Pasal 6 ayat (1) di atas, bahwa kekuasaan
pengelolaan keuangan negara, oleh Presiden “dikuasakan” kepada Menteri
Keuangan, dalam proses tersebut terkandung koordinasi hirarkis (vertikal),
yaitu dilakukan terhadap pejabat/instansi bawahannya. Sementara itu,
5
Tulisan Hukum – Seksi Informasi Hukum
dalam proses “dikuasakan” kepada Menteri/pimpinan lembaga kementerian
dan gubernur/bupati/walikota terkandung koordinasi Koordinasi fungsional
teritorial, karena dilakukan oleh seorang pejabat pimpinan atau suatu
instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang berada dalam suatu
wilayah (teritorial) tertentu di mana semua urusan yang ada dalam wilayah
(teritorial) tersebut menjadi wewenang atau tanggung jawabnya selaku
penguasa atau penanggung jawab tunggal.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;
a. Pengertian dan Ruang Lingkup
Dalam konsideransnya Undang-Undang ini mengatakan bahwa dalam
rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara diperlukan
kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara yang mengatur
perbendaharaan negara. Pengertian dari perbendaharaan Negara itu sendiri
sebagaimana yang dicantumkan dalam Undang-Undang ini adalah
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi
dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Lebih lengkapnya, Pasal 2 mengatur mengenai ruang lingkup
Perbendaharaan Negara yaitu, meliputi:
1. pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;
2. pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah;
3. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;
4. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah;
5. pengelolaan kas;
6. pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;
7. pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;
8. penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan
negara/daerah;
9. penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD;
10. penyelesaian kerugian negara/daerah;
11. pengelolaan Badan Layanan Umum;
12. perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan
dengan pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan
APBN/APBD.
Ruang lingkup pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara
yang diatur dalam Undang-Undang ini nampaknya lebih jelas terperinci
daripada yang dicantumkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara. Kelebihan yang disebutkan dalam UU Perbendaharaan
Negara ini lebih tegas mencantumkan tentang APBN dan pos-pos keuangan
negara lainnya.
b. Sumber Kewenangan Administrasi Negara
Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai Administrasi Negara yang
diberi kewenangan dalam hal pengguna anggaran, yaitu pada Bab II Pejabat
Perbendaharaan Negara, Bagian Pertama. Pasal 4 mengatur bahwa
Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang
bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri tersebut
berwenang untuk (1) menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; (2)
menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang; (3) menetapkan
pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara; (4)
menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan
piutang; (5) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran
6
Tulisan Hukum – Seksi Informasi Hukum
belanja; (6)menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan
perintah pembayaran; (7)menggunakan barang milik negara; (8) menetapkan
pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara; (9)
mengawasi pelaksanaan anggaran; dan (10) menyusun dan menyampaikan
laporan keuangan, dari kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
Dalam penyelenggaraan desentralisasi, Pasal 5 mengatur bahwa
Gubernur/bupati/walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah berwenang
untuk (1) menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD; (2) menetapkan
Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara
Pengeluaran; (3) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan daerah; (4) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengelolaan utang dan piutang daerah; (5) menetapkan pejabat yang bertugas
melakukan pengelolaan barang milik daerah; dan (6) menetapkan pejabat
yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran. Sebagai bagain dari Pemerintah Daerah, atau administrasi
negara di tingkat daerah, Pasal 6 mengatur bahwa Kepala satuan kerja
perangkat daerah (SKPD) adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi
satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya. Kepala SKPD tersebut
berwenang untuk (1) menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; (2)
melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran
belanja; (3) melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran; (4) melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak; (5)
mengelola utang dan piutang; (6) menggunakan barang milik daerah; (7)
mengawasi pelaksanaan anggaran; dan (8) menyusun dan menyampaikan
laporan keuangan; dari satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
Selain jabatan dan kewenangan Administrasi Negara yang telah
disebutkan di atas, diatur pula mengenai keberadaan dan kewenangan
Bendahara Umum Negara/Daerah, pada Bagian Kedua Bab ini. Dengan
demikian terlihat bahwa sumber kewenangan dalam hal penggunaan
keuangan negara berada dalam kerangka perbendaharaan negara, yang
diberikan secara atributif dalam Bab II ini.
c. Koordinasi
Dalam Pasal 4 dan Pasal 5 dari Undang-Undang ini terkandung suatu
proses koordinasi hirarkis, yaitu berkaitan dengan kewenangan Menteri
terhadap pejabat bawahannya dan kewenangan gubernur/walikota/bupati
terhadap pejabat atau instansi bawahannya. Agak berbeda dengan Pasal 6,
yang terkandung adalah proses koordinasi fungsional teritorial dari kepala
daerah terhadap pimpinan SKPD dalam teritorinya.
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
a. Pengertian dan Ruang Lingkup
Salah satu pertimbangan dibentuknya Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2004 ini adalah bahwa untuk mendukung keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan negara, keuangan negara wajib dikelola secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif,
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan. Maka dari itu diperlukan suatu pengaturan yang berkaitan dengan
pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Dalam Pasal 1 angka 1 pemeriksaan yang dimaksud diartikan sebagai proses
identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen,
7
Tulisan Hukum – Seksi Informasi Hukum
obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Tidak lepas dari itu pula
UU ini mengartikan Pengelolaan Keuangan Negara sebagai keseluruhan
kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan
kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pertanggungjawaban. Angka 7 pun melengkapi dengan suatu pengertian
tentang Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah
untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan,
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Seperti yang diatur dalam dua Undang-Undang sebelumnya, UndangUndang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara mengatur ruang lingkup pemeriksaan pada
Bab II. Pasal 2 ayat (1) Bab ini memberikan batas-batas pemeriksaan
keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan
pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Untuk melaksanakan
pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara tersebut
Pasal 2 ayat 2 menghendaki peran dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Lebih tegasnya mengenai lingkup pemeriksaan ini adalah terkait dengan
pengaturan dalam Pasal 3 yang mengatakan bahwa pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi
seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
b. Sumber Kewenangan Administrasi Negara
Berkaitan dengan ruang lingkup pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara serta lembaga yang melaksanakannya,
Penjelasan Umum Undang-Undang ini menambahkan suatu uraian tersendiri.
Dikatakan bahwa sehubungan dengan itu, kepada BPK diberi kewenangan
untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yakni:
(1) Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini
dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang
tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah.
(2) Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan
efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan
bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan BPK untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja
pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk
mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga
perwakilan. Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan
agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah
diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya
secara efektif.
(3) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan
dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan
kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah
pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan
pemeriksaan investigatif.
8
Tulisan Hukum – Seksi Informasi Hukum
Sehubungan dengan ketiga jenis pemeriksaan oleh BPK tersebut,
Penjelasan Umum UU ini memberikan tambahan sebagai berikut:
”Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di atas didasarkan
pada suatu standar pemeriksaan. Standar dimaksud disusun oleh BPK dengan
mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional.
Sebelum standar dimaksud ditetapkan, BPK perlu mengkonsultasikannya
dengan pihak pemerintah serta dengan organisasi profesi di bidang
pemeriksaan.
Setiap laporan hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD
sesuai dengan kewenangannya ditindaklanjuti, antara lain dengan
membahasnya bersama pihak terkait. Selain disampaikan kepada lembaga
perwakilan, laporan hasil pemeriksaan juga disampaikan oleh BPK kepada
pemerintah.”
Sehubungan dengan jangkauan fungsi pemeriksaannya, Jimly
Asshiddiqie yang dijadikan acuan oleh Riawan Tjandra 10 menyatakan pula
bahwa tugas BPK sekarang menjadi makin luas. Ada tiga perluasan yang dapat
dicatat oleh Riawan Tjandra.
Pertama, perluasan dan pemeriksaan atas pelaksanaan APBN menjadi
pemeriksaan atas pelaksanaan APBN dan APBD serta pengelolaan keuangan
dan kekayaan negara dalam arti luas.
Kedua, perluasan dalam arti hasil pemeriksaan yang dilakukan tidak saja
dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di tingkat pusat tetapi
juga kepada Dewan Perwakilan daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Provinsi serta DPRD kabupaten/kota sesuai dengan tingkat
kewenangannya masing-masing.
Ketiga, perluasan juga terjadi terhadap lembaga atau badan /badan hukum
yang menjadi objek pemeriksaan oleh BPK, yaitu dan sebelumnya hanya
terbatas pada lembaga negara dan/atau pemerintahan yang merupakan subjek
hukum tata negara dan/atau subjek hukum administrasi negara, meluas
mencakup pula organ- organ yang merupakan subjek hukum perdata seperti
perusahaan daérah, BUMN, ataupun perusahaan swasta di mana di dalamnya
terdapat kekayaan negara.
Dari segi objek pemeriksaannya, yaitu terhadap keuangan negara,
berkaitan dengan pendefinisian secara luas pengertian keuangan negara yang
mencakup 9 (sembilan) kelompok pengertian, maka pengertian kekayaan
negara yang menjadi ruang lingkup wewenang pemeriksaan BPK juga
mengalami perluasan mencakup kesembilan kelompok pengertian kekayaan
negara tersebut. Dengan pengaturan untuk melakukan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang diperoleh BPK dari UndangUndang ini, maka BPK memperoleh wewenang atribusi dari Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara.
c. Koordinasi
Koordinasi yang terkandung dalam pelaksanaan wewenang BPK ini
terlihat pada hubungannya dengan DPR di tingkat pusat dan kepada DPD,
yaitu sebagai koordinasi fungsional horizontal, yaitu dilakukan oleh unit
instansi terhadap pejabat atau unit instansi lain yang setingkat. Sementara itu
dalam hubungan BPK menyampaikan laporan kepada DPRD merupakan
10
Riawan Tjandra, Op.cit., hlm. 191-192.
Tulisan Hukum – Seksi Informasi Hukum
9
koordinasi fungsional diagonal, yaitu dilakukan instansi BPK terhadap instansi
lain yang lebih rendah tingkatannya tetapi bukan bawahannya.
d. Pengawasan
Untuk mengetahui mengenai aspek HAN dalam masalah pengawasan,
sangat jelas terlihat pada peran BPK untuk melakukan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara terhadap pemerintah dari
tingkat Pusat hingga ke tingkat daerah. Pengawasan yang seperti ini dalam
konsep yang dikemukakan oleh Diana Halim ditinjau dari segi kedudukan
badan/organ yang melaksanakan pengawasan adalah termasuk kategori
Pengawasan ekstern, yaitu oleh lembaga lain di luar lembaga tersebut, yang
pada ujungnya adalah pengawasan oleh DPR kepada Pemerintah, melalui hasil
pemeriksaan BPK.
IV. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas beberapa hal dapat ditarik sebagai kesimpulan di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pengertian keuangan negara yang diatur dalam ketiga UU yang berkaitan dengan
keuangan negara digolongkan menjadi pengertian dalam arti sempit yaitu APBD dan
dalam arti luas yaitu APBD plus hingga ke tingkat daerah. Sementara itu ruang
lingkup keuangan negara yang diatur dalam ketiga Undang-Undang yang dikaji
tidak sebatas pada anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran
pendapatan dan belanja daerah, tetapi juga meliputi ruang lingkup lain yang
diperinci dalam ketiga UU tersebut.
2. Sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan, Presiden melakukan berbagai
koordinasi dengan instansi bawahannya. Dari hal inilah terlihat aspek Hukum
Administrasi Negara. Dalam kewenangan kelembagaan yang melaksanakan
pengelolaan dan pemeriksaan keuangan negara dengan kewenangan atribusi, BPK
mengalami perluasan kewenangan, tidak sekadar melakukan pemeriksaan keuangan
negara terhadap APBN. BPK kemudian menyerahkan hasil pemeriksaannya kepada
DPR. Maka dari itu, pada hakikatnya DPR melakukan pemeriksaan terhadap
keuangan negara yang dikelola oleh pemerintah melalui hasil pemeriksaan BPK,
berwenang melaksanakan kewenangannya hingga terhadap pemerintah tingkat
daerah. Dari hal ini dapat terlihat suatu proses pengawasan ekstern, yaitu dari DPR
terhadap Pemerintah melalui laporan BPK.
DAFTAR PUSTAKA
10
Tulisan Hukum – Seksi Informasi Hukum
Buku
Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2008.
Arifin P Soeria Atmadja, Kapita Selekta Keuangan Negara, Untar, Jakarta, 1996.
Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004.
Lembaga Administrasi Negara, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Jilid II/Edisi
Ketiga, PT Toko Gunung Agung, Jakarta, 1997.
Marbun dkk., Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press,
Yogyakarta, 2001.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
11
Tulisan Hukum – Seksi Informasi Hukum
Download