VARIABILITAS LIMA GENOTIPE LABU KUNING (Cucurbita sp) BERDASARKAN KANDUNGAN NUTRISI DARI KECAMATAN DANAU KEMBAR DAN LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK SKRIPSI Oleh : LOLLIANI 1310211119 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2017 VARIABILITAS LIMA GENOTIPE LABU KUNING (Cucurbita sp) BERDASARKAN KANDUNGAN NUTRISI DARI KECAMATAN DANAU KEMBAR DAN LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK Oleh : LOLLIANI 1310211119 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2017 vii vii vii vii vii vii vii vii vii vii Yang utama dari segalanya… Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan kesabaran untuk ku dalam mengerjakan skripsi ini. Aku persembahkan cinta dan sayangku kepada kedua Orang tua ku: Ayahanda Karno dan Ibunda Nurmaini yang telah memberikan segenap p o n Tidak lupa terima kasih untuk abang dan adek ku tersayang ( Risman, Desi Gusmiyanti, Rahmad Ansor, Nurhaida Yanti dan Muhammad Iqbal) yang telah menjadi motivasi dan inspirasi dan tiada henti memberikan dukungan do'anya buat aku. “T np k l g , m n i sendiri di dunia gemetar dalam ingin ”T im k ih ng k hingg b o n-dosen ku, terutama pembimbingku yang tak pernah lelah dan sabar memberikan bimbingan dan arahan kepada ku. Terimakasih juga ku persembahkan kepada para sahabatku yang tersayang (Muhammad Adawi Varrel, Rahmad Firdaus Gultom, Dolly Resky, Hafnes Wahyuni dan Armina Mustika) yang senantiasa menjadi penyemangat dan menemani disetiap hariku. “S h b m p k n l h mb k b h gi n dikala kita merasa tidak bahagia”… Teruntuk teman-teman Breeder 013 yang selalu membantu, berbagi keceriaan dan melewati setiap suka dan duka selama kuliah, terimakasih banyak. "Tiada hari yang indah tanpa kalian semua" Aku belajar, aku tegar, dan aku bersabar hingga aku berhasil. Terimakasih untuk Semua. vii vii KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam disampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.Proposal ini berjudul “Variabilitas Lima Genotipe Labu Kuning (Cucurbita sp) Berdasarkan Kandungan Nutrisi Dari Kecamatan Danau Kembar D n L mb h G m n i K b p n Solok” P n li i n ini i k np plik i ilmiah dari mata kuliah pokok Pemuliaan Tanaman dan Plasma Nutfah Tanaman pada program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. Penulis mengucapkan terima kasih setulusnya kepada Ibu Dr. Ir. Hj. Etti Swasti, M.S dan Bapak Dr. Aprizal Zainal S.P, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi arahan, nasehat dan saran kepada penulis baik dalam studi maupun dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang sama penulis sampaikan kepada Ketua Program Studi Agrotknologi dan semua pihak yang telah membantu penulisan baik moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih disampaikan pula kepada teman-teman seperjuangan yang telah memberikan motivasi kepada penulis sehingga selesainya penulisan skripsi ini. Penulis menyadari dalam penuliasan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembangunan ilmu Pertanian Indonesia ke depan. Amiin. Padang, April 2017 L vii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................... vii DAFTAR ISI .............................................................................................. viii DAFTAR TABEL ....................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xii ABSTRAK ............................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Tujuan penelitian ............................................................................ 3 C. Manfaat ......................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 4 A. Botani Tanaman Labu (Cucurbita sp)............................................ 4 B. Komposisi Kimia Labu Kuning .................................................... 8 1. Protein ..................................................................................... 9 2. Karbohidrat ............................................................................ 10 3. Lemak ..................................................................................... 11 C. Keragaman Plasma Nutfah Labu Kuning ..................................... 11 BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 14 A. Tempat dan Waktu ........................................................................ 14 B. Bahan dan Alat .............................................................................. 14 C. Cara Kerja .................................................................................... 14 1. Pelaksanaan ............................................................................. 15 viii a. Pengambilan Aksesi .......................................................... 15 b. Penelitian di Laboratorium ................................................ 15 2. Analisis Data .......................................................................... 18 a. Penyajian Data ................................................................. 18 b. Analisis Keragaman ......................................................... 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 20 A. Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Aksesi ................................ 20 B. Kandungan Nutrisi Labu Kuning (Cucurbita sp).......................... 23 1. Kandungan Gula ............................................................... 23 2. Kandungan Protein .............................................................. 25 3. Kandungan Pati ................................................................... 28 4. Kandungan Serat Kasar ....................................................... 29 5. Kandungan Kadar Air ......................................................... 31 C. Variabilitas Kandungan Nutrisi Beberapa Genotipe Buah L b ……………………………………………………………... 32 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 35 A. Kesimpulan ..................................................................................... 35 B. Saran ................................................................................................ 35 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 36 LAMPIRAN ............................................................................................. 40 ix DAFTAR TABEL Halaman 1. Karakteristik spesies labu kuning budidaya ................................... 5 2. Hasil analisis kadar gizi daging buah labu kuning per 100 gram ……………………………………………………………… 9 3. Hasil analisis kadar gizi dari per 100 gram bagian daun labu k ning ng m ih m n g ……………………………… 10 4. Aksesi buah labu yang diperoleh dari Kecamatan Danau Kembar n L mb h G m n i …………………………………………… 21 5. Kondisi Cuaca di Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti K b p n Solok ………………………………………………… 22 6. Kandungan Gula 5 Genotipe Labu Kuning dari Kecamatan Danau K mb n L mb h G m n i K b p n Solok ………………… 23 7. Kandungan Protein 5 Genotipe Labu Kuning dari Kecamatan D n K mb n L mb h G m n i K b p n Solok ………… 26 8. Kandungan Pati 5 Genotipe Labu Kuning dari Kecamatan Danau K mb n L mb h G m n i K b p n Solok ………………… 29 9. Kandungan Serat Kasar 5 Genotipe Labu Kuning dari Kecamatan D n K mb n L mb h G m n i K b p n Solok ………… 30 10. Kandungan Kadar Air 5 Genotipe Labu Kuning Kuning dari Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok ……………………………………………………………… 31 11. Nilai Kisaran, Rata-Rata dan Keragaman Nutrisi Genotipe Labu Kuning pada Dua Kecamatan di Kabupaten Solok……………… 32 x DAFTAR GAMBAR Halaman 1. G mb P n mpil n B n k B h L b K ning …………… 20 xi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Jadwal Penelitian dari Bulan September sampai November 2016 …………………………………………………………… 40 2. Analisis nutrisi terhadap Genotipe Lab …………………… 41 3. Karakteristik Genotipe Labu Kuning ………………………… 42 a. B n k B h Bo ol ………………………………………… 42 b. Bentuk Buah Eliptik Menengah …………………………… 43 c. Bentuk Buah Melintang Luas Elips ………………………… 44 d. Bentuk Buah Melintang Menengah Elips ………………… 45 e. Bentuk Buah Sempit Buah Pir ……………………………… 46 4. Prosedur Kerja Dilaboratorium ……………………………… 47 a. Prosedur Analisa Protein …………………………………… 47 b. Prosedur Analisa Pati ……………………………………… 48 c. Prosedur Analisa Serat Kasar ……………………………… 49 5. Data Iklim di Alahan Panjang ………………………………… 50 xii VARIABILITAS LIMA GENOTIPE LABU KUNING (Cucurbita sp) BERDASARKAN KANDUNGAN NUTRISI DARI KECAMATAN DANAU KEMBAR DAN LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui kandungan gula, protein, pati, serat kasar dan kadar air pada lima genotipe tanaman labu kuning dan menentukan tingkat keragaman gula, protein, pati, serat kasar dan kadar air pada lima genotipe labu kuning dari Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan September 2016 sampai bulan April 2017 menggunakan metode purposive sampling. Pengambilan genotipe labu ditemukan lima bentuk buah labu kuning yaitu bentuk buah botol, eliptik menengah, melintang luas elips, melintang menengah elips dan sempit buah pir. Masing-masing diambil 3 aksesi sehingga aksesi buah labu keseluruhannya berjumlah 15 aksesi,aksesi yang menjadi sampel dianalisis secara terpisah, yaitu kadar gula (dengan repraktometer), protein (dengan metode fosstecator Kjeltec 8400), pati (dengan Acid Hydrolysis Methode), serat kasar (Direct Acid Hydrolysis Methode) dan kadar air (dengan metode pemanasan). Data hasil analisis kandungan nutrisi dianalisis secara statistik sederhana. Hasil analisis kandungan nutrisi lima genotipe labu kuning (Cucurbita sp) dari Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok memiliki ratak n ng n g l ng b ki - B i , p o in n -12.3 %, pati antara 10,03-38.13 %, serat kasar antara 3.9-12.43 % serta kadar air antara 86.07-94.83 % dan keragaman kandungan nutrisi lima genotipe yang dianalisis yang tergolong luas yaitu protein, pati, serat kasar dan kadar air, kecuali karakter kadar gula memiliki keragaman yang sempit. Kata kunci:Tanaman Labu Kuning, Karakterisasi, Keragaman xiii NUTRITIONAL VARIATION AMONG FIVE GENOTYPES OF YELLOW PUMPKIN (Cucurbita sp) FROM DANAU KEMBARAND LEMBAH GUMANTI, SOLOK ABSTRAC The sugar, protein, starch, coarse fiber and water content of five genotypes of pumpkin plants were measured, using a refractometer, a Foss TecatorKjeltec 8400 Analyzer, an acid hydrolysis method, a direct acid hydrolysis method and by heating, respectively. The study was conducted from September 2016 until April 2017 using the purposive sampling method. Bottle shaped, medium elliptic, transverse broad elliptic, transverse medium elliptic, and pear shaped pumpkins representing the different genotypes (3 pumpkins foreach genotype) were collected. The average sugar content ranged from4.3-6.8 Brix, protein content was between 4.46-12.3 %, starch content was between 10.03-38.13 %, crude fiber content was between 3.9-12.43 % and water content was between 86.07-94.83 %. The variation in protein, starch, crude fiber and water content was classified as broad whereas the variation in sugar content was narrow. Keywords:Yellow Pumpkin plant, variation in, variability xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan utama tidak selalu terpenuhi, sebagian besar sebagai bahan pangan utama Indonesia cenderung terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun membawa dampak kepada peningkatan konsumsi khususnya beras. Indonesia sebagai negara agraris memiliki banyak potensi untuk mampu menanggulangi hal tersebut. Ketahanan pangan bagian penting dalam ketahanan nasional. Kebijakan ketahanan pangan merupakan isu sentral dalam pembangunan dalam pertanian (Suryana, 2005). Keragaman tanaman pangan di Indonesia dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah pangan. Masalah pangan dapat dirasakan dampaknya oleh seluruh negara melalui berbagai macam bentuk. Walaupun krisis pangan baru terasa nyata pada saat ini, tetapi prosesnya berlangsung lama seiring dengan berkembangnya sistem penyediaan pangan yang berorientasi akumulasi kapital secara global. Salah satu bahan pangan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat adalah labu kuning. Labu kuning belum banyak ditanam sementara perawatannya mudah dan memiliki nilai ekonomis. Purba (2008) menyatakan labu kuning memiliki daya adaptasi yang tinggi, maka dapat tumbuh dimana saja baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Labu terdiri dari beberapa spesies yaitu spesies Cucurbita liar dan spesies Cucurbita budidaya. Spesies Cucurbita liar labu terdiri dari 8 spesies, sedangkan spesies Cucurbita budidaya terdiri dari 5 spesies. Spesies tanaman labu Cucurbita pepo umumnya buah dipanen muda dan dikonsumsi masyarakat sebagai sayur. Spesies Cucurbita maxima Duch dan Cucurbita mixta Pang buah dipanen tua biasanya digunakan oleh industri tepung untuk bahan baku kue (Bassett, 1986). Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi dalam pengembangan labu kuning (Cucurbita sp). Meniek (2012) menyatakan bahwa varietas labu kuning yang ada di Indonesia sangat beragam dan biasanya dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk dan warna buah. Ukuran buah ada yang kecil hingga 2 jumbo, dengan berat berkisar antara 0,11-273 kg. Ditambahkan oleh Balkaya, Kurtar dan Ozbakir (2009) bahwa bentuk buah labu kuning ada yang bulat, berbentuk mirip buah pir atau memanjang, sedangkan permukaannya bisa rata, halus, berbintil, berusuk atau berkerut. Warna kulit bervariasi dari hijau, putih, kuning orange atau merah tergantung jenisnya. Permasalahan pada labu kuning tersebut bisa dijadikan informasi tentang evaluasi karakteristik plasma nutfah labu kuning sebagai pertimbangan dalam memilih bahan pemuliaan. Tanaman labu kuning merupakan tanaman sumber pangan yang memiliki kandungan gizi yang tinggi yang cukup lengkap seperti karbohidrat, protein, vitamin-vitamin dan berserat halus sehingga mudah dicerna, labu ini dapat menjadi sumber gizi yang sangat potensial dan harganya pun terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkannya. Sebelumnya Gunawan (2007) menemukan kandungan gizi labu per 100 g secara umum adalah energi (355 kal), protein (9,2 g), lemak (3,9 g), karbohidrat (73,7 g), kalsium (10 mg), fosfor (256 mg), ferum (2,4 mg), vitamin A (510 SI), vitamin B1 (0,38 mg), air (12 g), dan bagian yang dapat dimakan 90%. Labu kuning sebenarnya sangat baik untuk dikonsumsi karena memiliki kandungan gizi yang tinggi, salah satunya pro-vitamin A. Halik (2005) menambahkan buah labu kuning juga mengandung zat yang berguna bagi kesehatan, antara lain zat karotenoid yang berbentuk betakaroten yang tinggi bahkan lebih tinggi dari pada wortel L b b k o n,” ng b f ng i m lin k ning ini ngi m i ij l ki ng n k b g i “ j k j g serangan kanker, jantung, diabetes, disentri, ginjal, demam, dan diare, serta mengandung penawar racun dan cacing pita. Berdasarkan hasil penelitan Hasibuan., H (2015) menenemukan bahwa dari hasil karakterisasi tanaman labu kuning di Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok ditemukan 2 buah spesies labu kuning yaitu spesies Cucurbita pepo dan spesies Cucurbita moschata. Di lapangan tanaman labu kuning dengan spesies Cucurbita pepo diperoleh 4 variasi bentuk buah yaitu bentuk buah botol, eliptik menengah, melintang luas elips, melintang menengah elips sedangkan spesies Cucurbita sempit buah pir. moschata diperoleh 1 bentuk buah yaitu 3 Menurut Swasti, Syarif dan Suliansyah (2007) kegiatan karakterisasi yaitu mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis atau merupakan penciri dari genotip yang bersangkutan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan karakterisasi secara menyeluruh pada tanaman labu, salah satunya karakterisasi kandungan nutrisi buah tanaman labu. Kegiatan penelitian karakterisasi berguna untuk mengetahui karakter-karakter penting yang bernilai ekonomis, pendeskripsian suatu varietas ataupun bisa dijadikan sebagai informasi tentang evaluasi karakterisasi plasma nutfah labu kuning yang berguna sebagai pertimbangan dalam memilih bahan pemuliaan yang dapat memberikan kontribusi dalam perakitan suatu varietas baru. Berdasarkan uraian dan manfaatnya tanaman labu kuning bagi pemuliaan tanaman, maka dipandang perlu penelitian mengenai keragaman kandungan nutrisi pada kedua spesies tanaman labu kuning tersebut. Penelitian analisis kandungan nutrisi buah labu kuning telah dilaksanakan di Laboratoriun Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Andalas dengan judul Variabilitas Lima Genotipe Labu Kuning (Cucurbita sp) Berdasarkan Kandungan Nutrisi Dari Kecamatan Danau Kembar Dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengetahui kandungan gula, protein, pati, serat kasar dan kadar air pada lima genotipe tanaman labu kuning dari Kabupaten Solok. 2) Menentukan tingkat keragaman gula, protein, pati, serat kasar dan kadar air pada lima genotipe labu kuning dari Kabupaten Solok. C. Manfaat Manfaat dari penelitan ini yaitu sebagai sumber data koleksi plasma nutfah tanaman labu kuning sehingga mempermudah dalam program pemuliaan tanaman labu. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Labu Kuning (Cucurbita sp) Menurut Nerson dan Paris (2000) tanaman labu kuning merupakan tanaman yang termasuk ke dalam ordo Cucurbitales, family Cucurbitaceae, genus Cucurbita dan terdiri dari beberapa spesies. Ramlan dan M. Riadi (2011) labu kuning atau waluh Indonesia memiliki berbagai nama daerah antara lain labu parang, labu kuning, labu merak, labu manis atau pumpkin (inggris). Kumar, Singh dan Ram (2006) menyatakan tanaman labu merupakan tanaman menjalar yang hidup semusim, setelah tanaman labu berbuah kemudian mati. Tanaman labu kuning sering dijadikan sebagai tanaman tumpang sari di berbagai pedesaan. Soedarya (2009) menambahkan bahwa tanaman labu kuning dalam pertumbuhannya dapat mencapai panjang batang 5-10 meter dan berat buahnya bias mencapai 10-20 kg/buah. Sebelumnya Hendrasty (2003) menyatakan tanaman ini dapat tumbuh didataran rendah maupun dataran tinggi. Adapun ketinggian tempat yang ideal adalah antara 0 m-1500 m di atas permukaan laut. Tanaman labu kuning menghendaki pada keadaan tempat terbuka dan penyinaran sinar matahari yang banyak. Waluh atau buah labu adalah salah satu tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia, yang mana penanamannya tidak sulit, baik pembibitan, perawatan, dan hasilnya cukup memberikan nilai ekonomi untuk masyarakat. Tanaman ini dapat ditanam di lahan pertanian, halaman rumah atau tanah pekarangan yang kosong dapat manfaatkan. Pada dasarnya tanaman ini dapat ditanam di daerah Tropis maupun Subtropis (Hidayah, 2010). Sri, Setyaningsih, Purwani, Yuliani dan Maria. (2005), menyatakan di Indonesia labu kuning varietas lokal banyak dibudidayakan, misalnya labu kuning bokor, labu kuning kelenting dan labu kuning ular. Selain itu terdapat beberapa varietas yang merupakan introduksi yang berasal dari beberapa negara, antara lain Taiwan, Australia, Jepang dan Amerika. Gunawan (2007) menyatakan labu kuning atau waluh buah yang identik dengan buah di bulan puasa, buah ini sebagai bahan dasar untuk kolak. Bukan hanya untuk kolak, labu juga biasa di jadikan beberapa aneka bahan makanan, mulai dari 5 nasi tim bayi, mie, aneka kue (dawet, lepat, dodol) hinggan sebagai bahan untuk tepung. Tanaman labu (Cucurbita sp) terdri dari beberapa spesies yaitu spesies Cucurbita liar dan spesies Cucurbita budidaya. Spesies labu Cucurbita liar terdiri dari delapan spesies yaitu Cucurbita foetidissima, Cucurbita martinezii, Cucurbita okechobeensis, Cucurbita lundelliana, Cucurbita ocvadorensis, Cucurbuita andrecina, Cucurbita sororia, Cucurbita texana. Sedangkan pada spesies labu Cucurbita bididaya terdiri dari lima spesies yaitu Cucurbita moschata, Cucurbita maxima, Cucurbita ficifolia, Cucurbita mixta dan Cucurbita pepo. Spesies labu Cucurbita pepo umumnya buah dipanen muda dan dikonsumsi masyarakat sebagai sayur. Spesies Cucurbita maxima Duch dan Cucurbita mixta Pang buah labu dipanen tua biasanya digunakan oleh industri yang membuat tepung yang digunakan untuk bahan baku kue. Spesies Cucurbita moschata Duch buah dipanen buah tua (Basset, 1986). Karakteristik labu kuning budidaya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel I. Karakteristik spesies labu kuning budidaya. Spesies C. maxima Karakteristik Batang lunak, bulat, agak berbulu; tangkai bunga lunak, bulat, diperbesar dengan gabus yang lunak. C. ficifolia Batang keras, kaku; tangkai bunga biasanya keras, kaku, buah beralur. C. pepo Batang dan daun berbulu; tangkai bunga keras, sangat kaku, buah beralur. Bentuk buah botol, melintang luas elips, eliptik menengah, melintang menengah elips, dan bulat. C. moschata Batang dan daun tidak begitu berbulu; tangkai bunga keras, bentuk buah sempit buah pir, eliptik sempit, dan berbentuk seperti kacang. C. mixta Batang dan daun tidak begitu berbulu; tangkai bunga keras, kaku, berdiameter besar karena adanya tambahan gabus yang keras; membulat pada saat dewasa; tidak melebar pada perlekatan buah Sumber: Bassett (1986) 6 Kubicki (44) menemukan mutan androecious di C. Pepo yang berbeda dari kondisi monoseus normal dengan gen resesif tunggal, tapi sejauh ini ia telah tidak ada aplikasi praktis dalam pemuliaan labu. telah mengisolasi galur gynoecious dari alam liar, xerophytic Cucurbita foetidissima, yang telah digunakan untuk memproduksi benih hibrida dari labu kerbau. Sebuah gen gynoecious untuk Cucurbita spesies budidayaakan sangat berguna untuk produksi benih hibrida, tetapi gen tersebut belum ditemukan C.Maxima C.moschata, atau C.Pepo dan ketidakcocokan telah mencegah transfer gen G untuk gynoecious dari C. Foetidissima. Paris and brown (2005), menyebutkan bahwa setelah biji labu kuning berkecambah maka akan keluar akar pertama, lalu disusul dengan keluarnya rambut akar yang makin lama makin banyak hingga mencapai radius 30 cm. Sistem perakaran pada tanaman labu kuning merupakan sistem perakaran tunggang yang menancap jauh pada kedalaman tanah hingga mencapai 4 meter. Paksoy and aydin (2004) menyatakan system perakaran tunggang yang sangat panjang pada tanaman labu menyebabkan tanaman ini sukar apabila dicabut. Stift, Zraidi dan Lelley (2004), menyatakan bahwa batang labu kuning bersifat basah (herbaceous) penuh dengan bintik kelenjar. Salur berpilin (spiral) muncul pada ketiak daun yang berfungsi sebagai pengikat atau pemegang sehingga batang tanaman labu tetap kokoh bertambat pada tanah, rumput, batang kayu atau turus mempunyai batang sangat panjang, bersegi lima (pentangularis), berambut (pilosus) yang kaku dan agak tajam.Panjang batang mencapai pada kepanjangan 5-10 meter atau bahkan lebih. Suwarno dan Suranto (2010), menambahkan bahwa labu merupakan tanaman yang memiliki daun tidak lengkap memiliki daun tunggal, bertangkai panjang 15-20 cm. Menurut Tjitrosoepomo (2011), labu kuning memiliki daun berbentuk menyirip, ujungnya agak meruncing. Tulang daun tampak jelas, berbulu halus dan agak lembek sehingga ketika kena sinar matahari agak layu dan pangkalnya berbentuk jantung. Labu kuning termasuk tanaman berdaun lebar berwarna hijau keabu-abuan dengan diameter mencapai 20 cm. Letak daun berselang-seling di antara batang yang menjalar di atas tanah dengan panjang tangkai daun. 7 Bunga labu kuning berbentuk lonceng (companulatus), bersifat beraturan (regularis). Kelopak (calyx) berlekatan (gamosepalus) hampir sampai pangkalnya dengan jumlah kelopak kebanyakan berjumlah lima berbentuk garis, ujungnya agak melebar, bergerigi tidak teratur (Tedianto, 2012). Mahkota bunga (corola) berbentuk lonceng (companulatus), berwarna kuning, mahkota bunga kebanyakan berjumlah lima saling berlekatan pangkalnya tinggi mencapai 15 cm (Syukur, Sujiprihati dan Yunianti, 2012). Menurut Tsivelikas, Koutita, Anastasiadou, Skaracis, Traka and Koutsika (2009), bunga labu kuning bersifat uniseksual-monoceus yakni bunga berkelamin tunggal dan berumah satu. Dalam satu rumpun bunga terdapat bunga jantan (flos masculus) dan bunga betina (flos femineus) terdapat pada satu individu atau batang tanaman. Widowati, Suarni, Komalasari dan Rahmawati (2003), menambahkan bunga jantan (flos masculus) bertangkai lebih panjang, tipis dan berambut, panjangnya 5-25 cm, terletak pada ketiak daun. Bunga ini mempunyai alat kelamin jantan (androecium) yang terdiri atas tiga buah benang sari (stamen) dengan kepala sari (anthera) mempunyai dua ruang sari yang melipat menghadap keluar. Bunga jantan biasanya muncul pertama kali setelah tanaman berumur 11,5 bulan dan kemudian disusul bunga betina. Jumlah bunga jantan lebih banyak dari pada bunga betina. Bunga betina (flos femineus) bertangkai lebih pendek, panjangnya antara 2-7 cm, mempunyai alat kelamin betina (gynoecium) berupa putik (pistillum) dengan kepala putik (stigma) berbagi tiga seperti garpu, bakal buah (ovarium) tenggelam pada dasar bunganya, dasar bunga berbentuk bulat sampai lonjong di bawah kelopak bunga (calyx) sehingga bunga betina ini lebih pendek, bulat dan menebal. Bakal buah terdapat pada pangkal bunga betina. Untuk melakukan penyerbukan dapat dibantu oleh angin ataupun serangga (Tjitrosoepomo, 2011). Menurut International Union For The Protection Of New Varieties Of Plants (2007) buah labu kuning (Cucurbita sp) berbuah sejati tunggal yang berdaging. Dinding buah (pericarpium) dapat dibedakan dengan jelas dalam tiga lapisan yaitu kulit luar (exocarpium) yang sangat kuat dan keras berwarna kuning, kulit tengah (mesocarpium) yang tebal berdaging dan berair serta dapat dimakan sehingga dinamakan daging buah (sarcocarpium) dan kulit dalam (endocarpium) 8 yang berbatasan dengan ruang yang berisi biji, mempunyai ruang buah selain berisi biji-biji dalam jumlah besar juga masih mempunyai ruangan yang kosong. Tipe buah labu kuning menyerupai tipe buah mentimun karena tergolong tumbuhan family Cucurbitaceae (N. Inan, Yildiz, Sensoy, Kafkas, dan Abak, 2012). Kriteria buah labu kuning yang siap panen yaitu pada umur 50-60 hari setelah tanam. Buah labu kuning (Cucurbita sp) yang tua berwarna kuning dengan tangkai buah telah mengering sedangkan yang masih muda berwarna hijau. Jika kulit buah tidak cacat, rusak ataupun terluka, buah ini dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Wu, Zhang, dan Cao (2007) menyatakan bentuk buah labu (Cucurbita sp) sangat beragam tergantung jenisnya. Biji labu kuning terletak ditengah daging buah pada bagian rongga yang kosong yang diselimuti oleh lendir dengan serat. Biji berbentuk pipih dan ujungnya meruncing. Kulit biji terdiri atas lapisan kulit luar (testa) dan lapisan kulit dalam (tegmen). Inti biji terdiri atas lembaga (embryo) yang terletak pada ujung biji yang paling runcing dan putih lembaga (albumen) sebagai cadangan makanan bagi embrio. Lembaga (embryo) pada ujung biji tersebut nantinya menjadi tempat munculnya akar dan tunas. Biji berukuran 1-1,5 cm atau tergantung jenisnya (Tjitrosoepomo, 2011). B. Komposisi Kimia Labu Kuning Menurut Hidayah (2010) waluh atau labu kuning juga sarat gizi, memiliki kandungan serat, vitamin dan karbohidrat yang tinggi. Selain itu, didalam waluh juga terkandung 34 kalori, lemak 0.8, 45 mg kalsium, dan mineral 0.8 sehingga labu kuning sangat baik dikonsumsi oleh anak-anak maupun orang tua, karena kandungan gizi yang terdapat didalamnya sangat baik untuk kesehatan tubuh. Pada anak-anak dapat digunakan untuk menambah nafsu makan dan sebagai obat cacingan. Soedarto (1999) menambahkan labu kuning merupakan tanaman semusim yang ditanam secara tradisional digunakan sebagai bahan makanan manusia ataupun hewan. Labu kuning memiliki nilai nutrisi tinggi sebagai sayuran atau sebagai campuran bahan makanan (pie, soup, roti, lauk dan lainlainnya). Labu kuning merupakan jenis tanaman yang memiliki kandungan gizi cukup tinggi baik pada buah, biji, daun maupun batang serta pucuknya yang masih muda. Kandungan gizi buah labu kuning terutama terdiri atas kalori, 9 protein, lemak, dan karbohidrat. Labu merupakan sumber kalori dan vitamin A, khususnya pada daging labu yang berwarna kuning sampai orange mengandung beta-karoten tinggi. Pada penyimpanan selama tiga bulan kadar beta-karoten di dalamnya akan meningkat secara tajam ditandai oleh warna daging buah yang semakin kuning lebih tua atau merah. Tabel 2. Hasil analisis kadar gizi daging buah labu kuning per 100 gram Unsur Gizi No. Kadar 1 Energi (kal.) 29 2 Air (g) 91,2 3 Protein (g) 1,1 4 Lemak (g) 0,3 5 Karbohidrat (g) 6,6 6 Kalium (mg) 4,5 7 Fosfor (mg) 64 8 Zat besi (mg) 1,4 9 Vitamin A (SI) 180 10 Vitamin B (mg) 0,08 11 Vitamin C (mg) 52 12 Bagian yang dapat dimakan (%) 77 Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 1996. a. Protein Setiap sel dari organisme mampu mensintetis protein tertentu yang sesuai dengan keperluannya. Sintetis protein dalam sel dapat terjadi karena pada inti sel p z p o in”, i ( b DNA n i) ng b p n p n ing b g i ”p ng in i n RNA Protein merupakan kelompok nutrient yang sangat penting dalam kehidupan, senyawa ini terdapat dalam sitoplasma pada semua sel hidup. Protein merupakan substansi organik yang mirip karbohidrat dan lemak dalam hal kandungan unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Protein tersusun dari molekul yang terikat satu sama lain dalam rantai panjang yang bercabang dalam tiap 10 rantainya. Bagian dari satuan protein disebut asam amino dan merupakan bahan pambangun protein. Asam amino pada dasarnya tersusun atas nitrogen, karbon, oksigen dan hidrogen. Sekitar dua puluh dua asam amino yang digabunggabungkan, kemungkinan dalam menghasilkan protein yang berbeda hampir tidak terbatas dengan banyak asam amino membentuk urutan berbeda dalam masingmasing protein. Urutan tersebut akan membentuk fungsi protein secara individual. Protein bagian kelompok makronutrient. Protein tidak seperti makronutrient lain (lemak dan karbohidrat), protein berperan penting dalam pembentukan biomolekul pada berbagai energi. Organisme yang sedang kekurangan energi, maka lebih baik mengkonsumsi protein ini sebagai sumber energi. Kandungan energi protein yang terdapat pada protein rata-rata 4,1 kkal/gram atau setara dengan kandungan karbohidrat (Sudarmadji et al., 2007). Tabel 3. Hasil analisis kadar gizi dari per 100 gram bagian daun labu kuning yang masih muda dan segar. No. Unsur Gizi Kadar 1 Energi (Kal.) 29 2 Protein (g) 3,6 3 Lemak (g) 0,6 4 Karbohidrat (g) 4,5 5 Kalsium (mg) 138 6 Fosfor (mg) 99 7 Zat besi (mg) 3,7 8 Vitamin A (SI) 2,750 9 Vitamin B (mg) 0,14 10 Vitamin C (mg) 36 11 Air (g) 69,7 Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 1996. b. Karbohidrat Karbohidrat adalah komponen kimia terbesar labu kuning setelah air. Karbohidrat yang banyak terdapat dalam buah-buahan dan sayur-sayuran adalah pati, gula, pektin dan selulosa. Umumnya, komponen pati yang cukup tinggi pada 11 beberapa buah-buahan diantaranya akan mengalami penurunan selama proses pematangan sehingga mengalami peningkatan kadar sukrosa dan total gula sebagai akibat hidrolisa pati (Budiman et al., 1984). Karbohidrat merupakan senyawa yang mengandung unsur C, H dan O. Pada tumbuhan terdapat sekitar 75%, disamping itu bagian yang padat dari tanaman juga tersusun dari zat ini. Asal nama karbohidrat karena senyawa ini sebagai hidrat dan karbon, dalam perbandingan antara H dan O sering 2 berbanding 1. Tanaman karbohidrat dibentuk dari reaksi CO2 dan H2O melalui proses fotosintesis didalam sel tumbuhan mengandung klorofil. Pada proses fotosintetis, Klorofil tanaman akan menyerap dan menggunakan energi matahari untuk membentuk karbohidrat dengan bahan utama CO2 dari udara dan air (H2O). Kemudian energi kimia yang terbentuk akan disimpan di dalam daun, batang, umbi, buah dan biji-bijian. c. Lemak Karbohidrat dan protein apabila disintetis dapat menjadi lemak, karena dalam metabolisme, ketiga zat tersebut berada dalam daur krebs. Sebagian besar pertemuannya berlangsung melalui pintu gerbang utama siklus krebs, yaitu asetil ko-enzim A. Ketiga macam senyawa tersebut dapat saling mengisi sebagai bahan pembentuk semua zat tersebut. Sintetis lemak dari karbohidrat: a. Glukosa diurai menjadi piruvat b. Glukosa diubah gula fosfat c. Gliserol+ asam lemak gliserol asetil ko-A asam lemak lemak. Sebelum terbentuk lemak asam amino mengalami deaminiasi terlebih dahulu, setelah itu memasuki siklus krebs. Banyak jenis asam amino yang berlangsung ke asam piruvat menjadi asetil ko-A. Asam amino seri, alanin, valin, isoleusin dapat terurai menjadi asam piruvat, selanjutnya asam piruvat menjadi gliserol terus menjadi fosfogliseroldehid. Fosfogliseraldehid dengan asam lemak akan mengalami esterifikasi membentuk lemak (Sudarmaji et al., 2007). 12 C. Keragaman Plasma Nutfah Labu Kuning Squash dan pumpkin adalah istilah awam yang sering digunakan untuk Istilah "squash" berasal dari kata Indian Amerika timur laut yang berarti buah. Squash biasanya dikonsumsi konsumen berbeda, untuk spesies Cucurbita pepo L., ternyata dikonsumsi langsung sebagai buahyang belum matang ataupun dikonsumsi matang. Sedangkan untuk Cucurbita moschata biasanya diolah menjadi bahan tepung dan kue. Pumpkin dari spesies cucurbita biasanya dimakan dan dimanfaatkan saat matang yang dijadikan sebagai sayuran atau bahan untuk membuat kue. Pumpkin memiliki daging buah agak kasar sehingga jarang digunakan sebagai bahan sayuran, namun banyak diolah sebagai bahan tepung dan membuat kue (Bassett, 1966). Genus Cucurbita tersebut merupakan asli Amerika, dibuktikan dari situ sarkeologi di barat daya Amerika Serikat, Meksiko dan Amerika Selatan bagian utara bahwa C. pepo, C. moschata, C. mixta, dan C. Maxima banyak dibudidayakan di waktu pra-Kolombia (sebelum 1492 Masehi). Selain dibudidayakan pada pra-Kolombia, squash ternyata dibudidayakan secara luas di beberapa negara Eropa, misalnya Jerman. Di mana tanaman labu sering ditanam untuk dimanfaatkan minyak dalam kandungan biji labu. Cucurbitaceae adalah family tropis atau subtropis, meskipun beberapa spesies yang ditemukan sejauh utara Indiana di midwest dan di barat laut Oregon. Tanaman ini tidak mentolerir suhu di bawah titik beku. Spesies budidaya dari Cucurbita, yang termasuk squashes dan pumpkins, hampir semua tumbuh di subtropis atau lintang sedang. Kultivar C. pepo dan C. maxima sangat sesuai dengan panjang musim panas dan dingin (Bassett, 1966). Mayoritas spesies liar Cucurbita ditemukan didaerah selatan Mexico City meluas ke perbatasan Meksiko-Guatemala. Atas dasar bukti ini disarankan bahwa daerah ini merupakan pusat distribusi genus. Tidak mengherankan, spesies liar Cucurbita lundelliana Bailey dan Cucurbita martinezii Bailey, jelas berkaitan erat dengan spesies budidaya di daerah ini (Bassett, 1966). Empat spesies Cucurbita squash dan pumpkin adalah tanaman merambat herba tahunan dengan banyak sulur, kecuali untuk sejumlah kultivar C. pepo (labu musim panas) dan C. maxima (labu musim dingin) yang memiliki ruas pendek 13 (jenis semak). Sulur dapat mencapai panjang 10 m. Labu tersebut berduri atau runcing, baik bulat atau miring dan banyak akar dinode. Mereka sebagian besar berukuran panjang, sulur bercabang dan daun besar. Karakter vegetatif yang paling mencolok membedakan empat spesies budidaya Cucurbita. Spesies budidaya dapat dibedakan atas dasar karakteristik trikoma, batang, dan karakteristik tangkai bunga. Spesies liar yang tampaknya terkait erat dengan yang dibudidayakan adalah semusim atau tahunan sebagai kontras dengan spesies dibudidayakan, yang semuanya semusim, kecuali Cucurbita Ficifolia. Misalnya, Cucurbita okechibeensis (syn. Martinezii) adalah semusim, sedangkan C. Lundelliana adalah tahunan seperti, semua spesies xerophytic dari Cucurbita. Spesies liar sangat berbeda dari yang dibudidayakan dalam karakter buah. Keragaman karakter buah mungkin hasil seleksi budidaya, dan kultivar berbeda dalam jenis buah (Bassett, 1966). 14 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan September 2016 sampai bulan April 2017 di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Andalas, Padang. Jadwal penelitian terdapat pada Lampiran 1. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah alat tulis, ayakan 100 mess, kamera, kertas label, alat labu destruksi (labu kjeldahl), refraktometer, gelas ukur, Erlenmeyer 60 ml, kertas saring, kertas lakmus, eksikator, oven, penangas air, spatula, timbangan. Bahan yang digunakan dua spesies buah labu yaitu spesies Cucurbita pepo dengan empat variasi bentuk buah (bentuk buah botol, eliptik menengah, melintang luas elips dan melintang menengah elips) dan spesies Cucurbita moschata dengan satu bentuk buah sempit buah pir, aquadest, asbes, asam borat, butiran zink, ether, alkohol 10%, HCl 25%, H2SO4 pekat,NaOH 445%, NaOHNa2S2O3, Na2S04-HgO, K2SO4, alkohol 95%, larutan asam borat 0,1 N, larutan HCl dan indikator campuran MB-MR. C. Metode Penelitian ini menggunakan metode survei dan eksperimen, metode survey dilakukan dengan pengambilan sampel secara sengaja (Purpossive Sampling) dari masing-masing aksesi buah labu yang berasal dari dua lokasi Kecamatan di Kabupaten Solok diambil tiga aksesi per bentuk buah labu kuning, sehingga aksesi buah labu keseluruhannya berjumlah lima belas aksesi. Aksesi yang menjadi sampel dianalisis secara terpisah menggunakan metode eksperimen dengan parameter yang diukur yaitu kadar gula, protein, pati, serat kasar dan kadar air. Data dari setiap hasil analisis kandungan nutrisi dianalisis secara statistik sederhana (Sing and Chaundary, 1979). 15 1. Pelaksanaan Penelitian inidilakukan dengan menganalisis kandungan nutrisi labu kuning dari Kecamatan Danau Kembar dan Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok yang terdiri dari dua spesies yaitu spesies Cucurbita pepo dengan empat variasi bentuk buah yaitu bentuk buah botol, eliptik menengah, melintang luas elips, melintang menengah elips dan spesies Cucurbita moschata dengan bentuk buah yaitu sempit buah pir. a. Pengambilan Aksesi Pengambilan aksesi buah labu kuning dilakukan ketika buah labu kuning umurnya sudah berkisar antara tiga sampai empat bulan dengan ciri-ciri kulit keras dan warna kulit kekuning-kuningan. Buah labu yang dijadikan sampel diseragamkan dengan memanen sehari sebelum dianalisis kandungan nutrisinya. b. Penelitian di Laboratorium Penelitian ini dilakukan dengan prosedur kerja menganalisis kandungan yaitu kadar gula, protein, pati, serat kasar dan kadar air buah labu kuning. i. Penentuan Kadar Gula dengan Refraktometer 1. Daging buah labu kuning diambil masing-masing sampel 2 g sebagai sampel, kemudian buah labu dilumatkan kedalam mortar hingga sari buahnya keluar. 2. Sari buah yang telah dilumatkan kemudian ditetesi satu atau dua tetes dari masing-masing aksesidengan alat refraktometer dengan prisip kerjanya bagian penutup kaca prisma dibuka lalu di atasnya ditetesi sari buah. Kemudian permukaan kaca prisma ditutup kembali secara perlahan 3. Pembacaan skala dilakukan pada posisi garis batas biru. 16 ii. Penentuan Kadar Protein Dengan metode Foss Tecator Kjeltec 8400 1. Labu kuning berupa tepung ditimbang sebanyak 0.5 g lalu dimasukkan kedalam tabung Kjeltec dan ditambahkan 2 g selen serta 12 ml larutan asam sufat pekat. 2. Nyalakan digestion block ng i k ip h C selama 1 jam. Kemudian dioperasikan alat kjeltec dan ditunggu 5 menit maka kadar protein akan berhasil diperoleh, lalu lakukan penetapan blanko. 3. Hitung jumlah N total : Jumlah protein = (v1-v2) × N HCl × 14,008 × f mg/ml g sampel f = factor pengenceran N = Normalitas V1= Volume HCl 0.01 N yang diperlukan pada penitaran contoh V2= Volume HCl 0.01 N yang diperlukan pada penitaran blanko. iii. Penentuan Kadar Pati dengan Acid Hydrolysis Methode AOAC (1970) 1. Tepung labu ditimbang sebanyak 200 g ke dalam erlenmeyer 250 ml, tambahkan aquadest sebanyak 50 ml dan diaduk selama 1 jam. Kemudian suspensi labu disaring dengan menggunakan kertas saring dan dicuci dengan aquadest sampai volume filtrate 250 ml. setelah dicampur fitrat kemudian dibuang karena mengandung karbohidrat. 2. Labu mengandung lemak, maka pati yang berupa residu yang terdapat pada kertas saring, kemudian dicuci dengan 10 ml ether sebanyak 5 kali biarkan hingga menguap dari residu, lalu dicuci dengan 150 ml alkohol 10% agar karbohidrat yang terkandung larut. 3. Residu labu dipindahkan dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer lalu, dicuci mrnggunakan 200 ml aquadest dan ditambahkan 20 ml HCl ± 25%, kemudian ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan diatas penangas selama 2.5 jam. 17 4. Setelah dingin larutan tersebut dinetralkan dengan NaOH 45 % dan diencerkan debgan aquadest sampai volume 500 ml, kemudian disaring. Kemudian larutan dari hasil penyaringan tersebut diambil sebanyak 10 ml ditambahkan 15 ml aquadest, 25 ml larutan Luff Schoorl lalu dipanaskan selama 10 menit. Setelah dingin ditambahkan larutan KI 20% sebanyak 15 ml, H2SO4 25% sebanyak 25 ml dan indikator amilum 5 tetes. Kemudian titrasi hingga warna berubah menjadi warna putih susu. Lalu hasil titrasi tersebut hingga didapatkan hasil berupa glukosa, kemudian berat glukosa dikalikan 0.9 merupakan berat pati. 4. Bandingkan dengan titrasi blanko (L) (Sudarmadji S, dkk. 1997). iv. Penentuan Serat Kasar dengan Direct Acid Hydrolysis Methode AOAC (1970) 1. L b k ning i o n ng n h C l ma 2x24 jam kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan diameter 1 mm, kemudian ditimbang sebanyak 2 g dan ekstraksi lemaknya dengan soxhlet. Kemudian bahan dipindahakan ke dalam Erlenmeyer 600 ml, ditambahkan asbes 0,5 g asbes yang telah dipijarkan dan 3 tetes zat anti buih (antifoam agent). 2. Tambahkan 200 ml larutan H2SO4 mendidih (1,25 g H2SO4 pekat/100 ml = 0,255 N H2SO4) dan ditutup dengan pendingin balik, kemudian dipanaskan selama 30 menit dengan kadangkala digoyang-goyangkan. 3. Suspensi disaring melalui kertas saring dan residu yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih. Kemudian dicuci residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam (uji dengan kertas lakmus). 4. Residu dipinindahkan secara kuantitatif dipindahkan dari kertas saring ke dalam erlenmeyer kembali dengan spatula dan sisanya dicuci dengan menggunakan larutan NaOH mendidih (1,25 g NaOH/100 ml = 0,313 N NaOH) sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer. Dipanaskan dengan pendingin balik sambil kadangkala digoyang-goyangkan selama 30 menit. 5. Kemudian disaring melalui kertas saring kering yang diketahui beratnya atau Krus Gooch yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya, sambil 18 dicuci dengan larutan K2SO4 10 %. Kemudian cuci lagi residu dengan aquades yang telah mendidih dan lebih kurang alkohol 15 ml 95%. 6. Kertas saring dikeringkan beserta isinya pada 110 sampai berat konstant (1-2 jam), lalu di dinginkan dalam desikator dan ditimbang (kurangkan dengan berat asbes). 7. Berat residu = berat serat kasar. (Sudarmadji S, dkk. 1997). v. Penentuan Kadar Air Dengan Metode Pemanasan (AOAC 1970, Rangana, 1979) 1. labu kuning segar ditimbang sebanyak 100, kemudian di masukkan dalam botol yang sudah diketahui beratnya. 2. Dikeringkan menggunakan oven pada suhu mp i l m sampai 5 jam. Lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang, diulang sampai tercapai berat konstan 3. Kemudian dihitung berat kandungan air dengan pengurangan berat air dari bahan labu. 2. Analisis data a. Penyajian data Data yang diperoleh dari analisis pengukuran nutrisi di Laboratorium ditampilkan dalam bentuk tabel, sehingga dari tabel terlihat perbandingan sampel yang telah diamati. b. Analisis Keragaman Data kuantitatif yang diperoleh dari pengamatan dilakukan analisis keragaman (variabilitas) kandungan nutrisi yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keragaman labu kuning, dengan menggunakan rumus (Sing and Chaundary, 1979) : (∑ (X) ( ) (SD) ( ) [∑( ) ̅) ] 19 Apabila >2 SD artinya keragaman luas ≤ 2 SD artinya keragaman sempit. Keterangan: X = Rata-Rata Pengamatan ( ) = Ragam (SD) = Standar Deviasi n = Jumlah Pengamatan 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Aksesi Aksesi buah labu diperoleh dari survei di kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok, dari kegiatan survei pendahuluan didapatkan lima belas aksesi tanaman labu kuning yang tersebar di dua lokasi pengamatan, yaitu spesies spesies Cucurbita pepo dengan empat variasi bentuk buah yaitu bentuk buah botol, eliptik menengah, melintang luas elips dan melintang menengah elips dan spesies Cucurbita moschata dengan satu bentuk buah sempit buah pir. Penampilan bentuk buah labu kuning disajikan pada Gambar 1. a b d c e Gambar 1. Penampilan Bentuk Buah Labu Kuning. (a) bentuk buah botol, (b) bentuk buah melintang menengah elips, (c) bentuk buah melintang luas elips, (d) bentuk buah eliptik menengah dan (e) bentuk buah sempit buah pir. 22 Tabel 4. Aksesi buah labu yang diperoleh dari Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti. Lokasi Kec. Danau Bentuk Buah 1. Botol Jumlah Ketinggian Aksesi tempat 2 1382 m dpl 3 1540 m dpl 3. Melintang Luas Elips 1 1216 m dpl 4. Eliptik Menengah 3 1479 m dpl 5. Sempit Berbentuk Buah 3 1503 m dpl 1. Botol 1 1314 m dpl 2. Melintang Luas Elips 2 1571 m dpl Kembar 2. Melintang Menengah Elips Pir Kec. Lembah Gumanti 15 Djajadiningrat (1990), menyatakan ketinggian tempat sangat mempengaruhi iklim, terutama curah hujan dan suhu udara. Curah hujan berkorelasi positif dengan ketinggian, sedangkan suhu udara berkorelasi negatif. Wilayah pegunungan, curah hujan lebih tinggi dengan suhu lebih rendah, maka kecepatan penguraian bahan organik dan pelapukan mineral akan berjalan lambat. Sebaliknya di dataran rendah penguraian bahan organik dan pelapukan mineral berlangsung cepat. Karena itu di daerah pegunungan keadaan tanahnya relatif lebih subur, kaya bahan organik dan unsur hara jika dibandingkan dengan tanah di dataran rendah. Menurut Suwarno dan Suranto (2010), tanaman labu kuning tidak memerlukan jenis tanah yang khusus bahkan di lahan bergambut pun tanaman labu dapat tumbuhan dengan baik. Menurut Lakitan (1995) pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, data cuaca dari kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti sangat diperlukan untuk melihat interkasi lingkungan terhadap pertumbuhan tanaman labu. Hasil pengamatan 23 cuaca bulanan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika di kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti disajikan pada Tabel 5. Menurut Soedarya (2009), tanaman labu memerlukan curah hujan antara 20-35 mm per bulan, tanaman ini d p n inggi K inggi n p m k nl ,p mp mb h n mb h ng i l h l i l h n n n h - m l b k ning m m l k n h mp i i - C Tabel 5. Kondisi Cuaca di Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Data rata- rata iklim/bulanan Iklim Juli Agustus September Oktober Curah hujan (mm) 187 155 192 122 S h 18.22 18.21 17.7 18.07 Kecepatan angin (Knot) 2.57 3.09 2.04 3.27 Penyinaran matahari (W/m²) 228 213 161 169 Kelembababan udara relatif (%) 78.7 79.2 71.5 82.9 (C ) Menurut Sudarto (2009) tanaman waluh atau labu jenis lokal dapat dipanen umur 3-4 bulan. Dari data cuaca lokasi aksesi menunjukkan bahwa tanaman labu berbunga sekitar pertengahan bulan Agustus sampai bulan September. Menurut Sobir dan Siregar (2014), fase pembungaan pada tanaman melon yang sefamily dengan labu kuning tidak mengkehendaki kelembaban tinggi dan curah hujan yang tinggi. Data kondisi cuaca dilapangan disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kondisi tersebut curah hujan dan kelembaban dilapangan tergolong tinggi. Menurut Bonner (1987), Sebaran tumbuh yang cukup luas memungkinkan adanya variasi sebagai akibat perbedaan genetik dan lingkungannya kondisi curah hujan dan kelembaban yang tinggi menyebabkan intensitas cahaya juga akan berkurang, sementara intensitas cahaya sangat dibutuhkan oleh tanaman pada fase pembungaan sampai panen. Sebagai akibat dari kekurangan cahaya mempengaruhi masa pematangan buah sehingga masa pematangan menjadi lebih lama. 24 B. Kandungan Nutrisi Labu Kuning (Cucurbita sp) 1. Kandungan Gula Pengukuran kandungan gula dilakukan dengan menganalisis beberapa jenis labu kuning m ngg n k n i b b p G m n i, Bi b n k b h l b lih - k mp i Bi D f k om i K g l D i p ng k m n D n i b h l b nk n K mb ng n g l n L mb h k ning b ki n h il n li i k ndungan gula beberapa genotipe labu disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan Gula 5 Genotipe Labu Kuning dari Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Aksesi I II III Total ̅ Kisaran SD Variabilitas Keterangan : K n ng n G l L b k ning (Brix) BB BMME BMLE BEM 9.0 5.2 5.0 6.0 4.2 5.5 4.0 4.0 4.0 5.0 4.0 10.5 17.2 15.7 13.0 20.5 5.7 5.2 4.3 6.8 4.0-9.0 5.0-5.5 4.0-5.0 4.0-10.5 8.0 0.1 0.3 11.1 2.8 0.25 0.6 3.3 Luas Sempit Sempit Luas BP 5.0 8.0 5.5 18.5 6.2 5.0-8.0 2.6 1.6 Sempit BB (Bentuk Botol), BMME (Bentuk Melintang Menengah Elips) , BMLE (Bentuk Buah Melintang Luas Elips), BEM (Bentuk Buah Eliptik Menengah) dan BP (Bentuk Buah Sempit Buah Pir). Tanaman labu merupakan tanaman menyerbuk silang, untuk melakukan penyerbukan dapat dibantu oleh angin ataupun serangga. Mangoendjojo (2008), menyatakan tanaman penyerbukan silang (cross pollinated crop), andanya perkawinan acak dengan individu lain dalam satu populasi (random mating) yaitu apabila individu dengan genotipe AA yang menghasilkan gamet jantan akan kawin dengan individu genotipe AA, Aa dan aa yang menghasilkan gamet betina sesuai dengan frekuensi masing-masing. Demikian pula, gamet jantan yang dihasilkan individu genotipe Aa dan aa. Hal ini mengikuti hukum HardyWeinberg yang menyatakan frekuensi gen dan genotipe akan konstan dari generasi ke generasi padasuatu populasi kawin acak apabila tidak terjadi seleksi, mutasi dan migrasi Syukur et al., (2012). 25 Berdasarkan data hasil analisis kandungan gula pada Tabel 6. ragam yang genotipe yang tersebar di dua Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti menunjukkan bahwa Bentuk Botol memiliki ragam yang luas dan Bentuk Melintang Luas Elips memiliki ragam yang sempit. Keragaman pada Bentuk Botol terjadi karena penyerbukan silang tanaman memiliki frekuensi gen tetua yang jauh berbeda antara individu dalam populasi. Demikian halnya pada Bentuk Melintang Luas Elips memiliki ragam yang sempit dalam populasi karena perkawinan tanaman yang melibatkan frekuensi gen tanaman yang secara genetik tidak jauh berbeda. Begitu juga dengan genotipe yang tersebar di satu lokasi Kecamatan Danau Kembar yaitu Bentuk Eliptik Menengah memiliki ragam yang luas dan Sempit Buah Pir memiliki ragam yang sempit. Ragam yang luas disebabkan oleh penyerbukan silang tetua labu dengan frekuensi gen yang berbeda jauh antar individu dalam populasi, menyebabkan tingginya heterozigositas dalam populasi. Sedangkan Bentuk Melintang Menengah Elips memiliki ragam yang sempit, ragam yang sempit menunjukkan frekuensi susunan genetik yang sudah seragam atau homozigot dalam populasi, khususnya gen penyandi gula. Hal ini sesuai dengan Syukur et al., (2012) menyatakan, lebih dari satu kali kawin acak sebelum dimulai seleksi keragaman akan tetap sama. Tinggi rendahnya kandungan gula dalam labu kuning sangatlah dipengaruhi oleh ketinggian tempat, dimana ketinggian tempat memepengaruhi suhu, pancaran sinar matahari dan jumlah konsentrasi CO2, bahwa semakin tinggi tempat biasanya suhu, pancaran sinar matahari dan jumlah konsentrasi CO2 semakin berkurang sehingga menyebabkan proses fotosintesis terhambat dan karbohidrat yang dihasilkan semakin berkurang dan sebaliknya semakin rendah tempat maka karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis lebih banyak. Hasil penelitian analisa kandungan gula menunjukkan bahwa, kandungan gula lebih tinggi pada labu Bentuk Botol sebesar 9 brix pada ke dua lokasi dengan ketinggian 1314 m dpl dan 1382 m dpl, Bentuk Eliptik Menengah sebesar 10.5 brix pada ketinggian lokasi 1479 m dpl, Bentuk Sempit Buah Pir sebesar 8 brix pada ketinggian lokasi 1503 m dpl. Dibandingkan dengan Bentuk Melintang Menengah Elips sebesar 5.5 brix pada ketinggian 1540 m dpl dan Bentuk 26 Melintang Luas Elips sebesar 5 brix pada ketinggian di dua lokasi aksesi 1216 m dpl dan 1571 m dpl yang tergolong lebih rendah. Dalam hal ini terbukti bahwa dilapangan bentuk buah bentuk botol, bentuk eliptik menengah dan sempit buah pir lebih diminati masyarakat karena rasanya yang lebih manis. Fahirul dan Anang (2010) menyatakan rasa manis pada daging buah dipengaruhi oleh kadar sukrosa. Daging buah yang manis menunjukkan kadar sukrosa yang tinggi dan rasa daging buah yang kurang manis menunjukkan kadar sukrosa rendah. Kadar sukrosa daging pepaya lebih dari 12 ⁰Brix dapat dikategorikan manis. Semakin tinggi nilai ⁰Brix maka semakin tinggi kualitas dan tingkat kemanisan bauh atau sayuran. Menurut Lakitan (1995), proses fotosintesis di dalam daun klorofil akan menangkap cahaya, stomata akan menyerap CO2 di udara dan akar akan menyerap air dari dalam tanah kemudian ditransfer ke daun. Semua komponen tersebut akan berkumpul di jaringan bunga karang. Air (H2O) akan dipecah oleh energi cahaya menjadi atom Oksigen dan Hidrogen. Atom hidrogen akan bergabung dengan CO2 dan menghasilkan glukosa dan atom oksigen akan dilepas ke udara. Sebagaimana yang diketahui sebagian glukosa dimanfaatkan tanaman untuk mendukung aktivitas metabolisme. Sebagiannya lagi disimpan menjadi amilum sebagai cadangan makanan pada tanaman yang disimpan pada akar, batang dan buah. Seperti halnya labu kuning, cadangan makanannya tersimpan dalam buah. Dengan semakin tinggi efektivitas proses fotosintesis maka pembentukan glukosa juga semakin tinggi. Dari hal tersebut, maka tingginya kandungan gula labu kuning sangat dipengaruhi oleh lingkungan salah satunya ketinggian tempat tumbuh tanaman labu. 2. Kandungan Protein Pengukuran kandungan protein beberapa genotipe labu kuning dilakukan dengan menggunakan metode Foss Tecator Kjeltec 8400 dengan menggunakan sampel 0.5 g labu kuning yang sudah dihaluskan berupa tepung pada masingmasing aksesi labu dari Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti. Pada Tabel 7 dapat dilihat rata-rata kandungan protein labu kuning berkisar dari 4.4% sampai 12.3 %. Pada pengukuran kandungan protein genotipe 27 labu kuning dari dua kecamatan tersebut persentase kandungan protein yang didapatkan yaitu bentuk Buah Botol sebesar 4.4 %, Melintang Luas Elips sebesar 6.0%, Melintang Menengah Elips sebesar 12.3 %, Bentuk Eliptik Menengah sebesar 6.8 % dan Sempit Buah Pir Sebesar 9.2 %. Menurut Sinaga (2010), dari hasil penelitiannya kandungan nutrisi yang tekandung dalam tepung waluh mengandung 77,65 % karbohidrat, 0,08 % lemak, 5,04 % protein, 11,14 % air, dan 5,89 % abu. Jika dibandingkan dengan hasil analisis yang didapat bahwa kandungan protein labu kuning dari Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti memiliki kandungan protein yang tinggi. Disajikan pada tabel 7. Tabel 7. Kandungan Protein 5 Genotipe Labu Kuning dari Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Aksesi I II III Total ̅ Kisaran SD Variabilitas Keterangan : Kandungan Protein Genotipe Labu Kuning (%) BB BMME BMLE BEM 4.6 12.0 4.4 6.3 6.8 11.0 6.8 6.3 2.0 13.9 6.9 7.7 13.3 36.9 18.1 20.3 4.4 12.3 6.0 6.8 2.0-6.8 11.0-13.9 4.4-6.9 6.3-7.7 5.7 2.2 2.0 0.7 2.4 1.5 1.4 0.8 Luas Sempit Sempit Sempit BP 13.5 5.9 8.2 27.7 9.2 5.9-13.5 15.1 3.9 Luas BB (Bentuk Botol), BMME (Bentuk Melintang Menengah Elips) , BMLE (Bentuk Buah Melintang Luas Elips), BEM (Bentuk Buah Eliptik Menengah) dan BP (Bentuk Buah Sempit Buah Pir). Berdasarkan analisis kandungan protein yang telah dilakukan di dapatkan variabilitas kandungan protein labu kuning. Hasil analisis protein disajikan pada Tabel 7. Pengukuran kadar protein dalam genotipe di yang tersebar di dua Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti menunjukkan keragaman kadar protein yaitu: pada genotipe labu Bentuk Botol memiliki ragam yang luas dan Bentuk Melintang Luas Elips memiliki ragam yang sempit. Sifat kadar protein pada genotipe Bentuk Botol dan Bentuk Melintang Luas Elips jauh berbeda, ragam yang luas pada Bentuk Botol timbul karena perkawinan acak antar genotipe melibatkan dua alel dengan Frekuensi genetiknya jauh berbeda, interaksi antara genotipe dengan lingkungan menghasilkan fenotipe baru. Sedangkan ragam yang sempit pada Bentuk Melintang Luas Elips disebabkan interaksi genotipe terhadap 28 lingkungan kecil, lokus pada karakter protein yang terkandung dalam genotipe sudah mengalami homozigot dalam populasi tanaman tersebut. Demikian dengan genotipe lainnya yang tersebar hanya satu lokasi di Kecamatan Danau kembar yaitu: Bentuk Melintang Menengah Elips dan Bentuk Eliptik Menengah yang memiliki ragam Sempit, Bentuk Sempit Buah Pir memiliki ragam yang luas. Ragam yang sempit dalam satu lokasi populasi tanaman timbul karena pengaruh lingkungan yang kecil dan karakter penyandi sifat protein sudah mengalami homozigositas dalam populasi disebabkan oleh kawin antar genotipe yang secara genetiknya sama, Sedangkan ragam yang luas yang tersebar di satu lokasi dalam populasi dikarenakan adanya interaksi lingkungan terhadap tanaman dan proses penyerbukan silang genotipe labu membawa gen masing-masing tetua sehingga memunculkan Fenotipe baru. Syukur et al., (2012) menyatakan setiap tanaman membawa dua faktor masingmasing karakter yang berasal dari tetua jantan dan tetua betina, penggabungan karakter memunculkan rekombinan rekombinan bersegragasi. Syefrina (2013), dalam penelitiannya berdasarkan peta tanah di Kenagarian Alahan Panjang hanya terdapat tiga jenis tanah yaitu tanah Aluvial, Regosol dan Andosol, namun yang paling dominan yang terdapat di Kenagarian Alahan Panjang adalah tanah Aluvial. Tanah Aluvial sangat cocok untuk perkebunan dan persawahan. Tanah aluvial memiliki tekstur tanah yang lembut dan mudah digarap, selain itu kandungan unsur haranya relatif tinggi. Berdasarkan hasil survey di lapangan, kondisi tanaman labu kuning di kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti selalu ditanam sebagai tanaman yang ditumpangsarikan dengan tanaman utama. Labu kuning di lapangan tidak pernah diberi pupuk oleh petani. Labu kuning memiliki perakaran tunggang yang menancap jauhdan akar rambut yang makin lama makin banyak hingga mencapai radius 30 cm, oleh karena itu penyerapan unsur hara lebih efektif. Kandungan protein dari ke lima genotipe labu yang telah diuji tergolong tinggi, hal ini menunjukkan adanya daya adaptasi tanaman labu pada kondisi lingkungan tersebut. Semakin tinggi tempat tumbuh maka keadaan tanah lebih subur, kaya bahan organik dan unsur hara salah satunya kandungan Nitrogen yang terkandung dalam tanah. Nitrogen berperan dalam pembentukan daun di mana 29 proses-proses metabolisme tanaman banyak dilakukan yaitu proses fotosintesis dan respirasi, selain itu juga berperan dalam pembentukan protein (Djayadiningrat, 1990). 3. Kandungan Pati Pengukuran kandungan pati dilakukan dengan menggunakan metode Acid Hydrolysis Methode AOAC, 1970 dengan menggunakan 200 g labu kuning yang sudah dihaluskan berupa tepung pada masing-masing aksasi labu kuning. Hasil analisis kandungan pati labu kuning disajikan pada Tabel 8. Ketinggian tempat sangatlah berpengaruh pada pembentukan pati, ketinggian tempat sangat mempengaruhi iklim, terutama curah hujan, pancaran sinar dan suhu udara. Pada penelitian ini kandungan pati tertinggi di dapatkan pada Bentuk Sempit Buah Pir dengan ketinggian 1503 mdpl dan bentuk melintang luas elips di dua lokasi 1216 m dpl dan 1571 m dpl, keadaan tersebut sangat erat hubungannya dengan pengaruh ketinggian tempat, dimana kandungan hara dalam tanah lebih tinggi, keadaan seperti ini sangat bagus dalam proses metabolisme tanaman seperti fotosintesis dan respirasi. Pada bentuk Bentuk Botol dan Sempit Buah Pir hasil analisa kadar pati berbanding lurus dengan kadar gula dan proteinnya hal ini dikarenakan hasil fotosintesis tanaman digunakan tanaman sebagai proses respirasi untuk memproduksi protein untuk diubah menjadi senyawa struktural. Gardner et al., (1991) mengatakan glikolisis adalah proses awal respirasi pembentukan asam amino dari asam piruvat hasil pemecahan karbohidrat. Bila karbohidrat yang terbentuk menurun maka asam piruvat juga menurun dan pembentukan asam amino dan asam nukleat sebagai bahan baku sintesis protein juga menurun. Berdasarkan hasil analisis kandungan pati pada lima genotipe bentuk labu kuning didapatkan rata-rata kandungan pati dari 10.0% sampai 38.1%. Latifah (2007) menyatakan kandungan komposisi kimia tepung labu kuning per 100 gram yaitu kadar serat 10.763%, kadar pati 13.691% dan betakaroten 106.935%. Jika dibandingkan dengan hasil analisis kandungan pati dari lima genotipe labu kuning yang telah diuji menunjukkan kandungan pati lebih tinggi, kecuali pada Bentuk Melintang Menengah Elips memiliki nilai persen pati yang rendah. 30 Hasil analisis kandungan pati pada bentuk botol dan Bentuk Melintang Luas Elips yang tersebar di dua kecamatan memiliki ragam yang luas, begitu juga dengan Bentuk Melintang Menengah Elips, Bentuk Eliptik Menengah dan Sempit Buah Pir memiliki ragam yang luas dalam populasi. Hal ini sangat berkaitan dengan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap persentase pati yang terkandung dalam buah labu. Ragam yang luas pada labu kuning dapat berasal dari ketinggian tempat diantara aksesi. Kondisi ketinggian tempat yang berbeda secara langsung akan mempengaruhi tampilan karakter morfologi tanaman. Kumar et al., (2006), menambahkan bahwa kondisi lingkungan yang berbeda memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menentukan kenampakan akhir dari tanaman. Hasil analisis pati disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Kandungan Pati 5 Genotipe Labu Kuning dari Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Aksesi I II III Total ̅ Kiasaran SD Variabilitas Keterangan : Kandungan Pati Labu Kuning (%) BB BMME BMLE BEM 37.9 14.0 33.6 24.6 19.7 10.2 23.5 24.3 5.6 5.9 39.4 20.1 63.2 30.1 96.5 69.0 21.1 10.0 32.2 23.0 5.6-37.9 5.9-14.0 23.5-39.4 20.1-24.6 262.2 16.4 64.7 6.3 16.2 4.0 8.0 2.5 Luas Luas Luas Luas BP 36.8 36.8 40.8 114.3 38.1 36.8-40.8 5.2 2.3 Luas BB (Bentuk Botol), BMME (Bentuk Melintang Menengah Elips), BMLE (Bentuk Buah Melintang Luas Elips), BEM (Bentuk Buah Eliptik Menengah) dan BP (Bentuk Buah Sempit Buah Pir). 4. Kandungan Serat Kasar Pengukuran kandungan serat kasar di analisis menggunakan per 200 g sampel labu yang telah ditepungkan. Pengukuran kadar serat kasar, terlihat bahwa rata-rata kadar serat kasar bersikisar antara 3.9% sampai 12.5%. Hasil persentase kandungan serat kasar lima genotipe labu kuning, terlihat bahwa kadar serat kasar yang dihasilkan dari buah tergolong rendah. Hasil persentase kadar serat kasar dapat dilihat pada Tabel 9. 31 Hasil analisis kandungan serat kasar labu kuning menunjukkan hanya ada satu genotipe labu yang memiliki variabilitas luas yaitu Bentuk Melintang Menengah Elips yang tersebar di kecamatan Danau Kembar, sedangkan empat genotipe labu yaitu Bentuk Botol, Bentuk Melintang Luas Elips, Bentuk Eliptik Menengah dan Bentuk Sempit Buah Pir memiliki ragam yang Sempit. Tabel 9. Kandungan serat kasar 5 Genotipe labu kuning dari Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Aksesi I II III Total ̅ Kisaran SD Variabilitas Keterangan : Kandungan SeratGenotipe Lima Labu Kuning (%) BB BMME BMLE BEM 4.8 8.7 6.9 3.1 4.4 11.1 6.5 4.4 3.5 17.5 6.5 4.2 12.7 37.4 20.9 11.7 4.2 12.5 6.9 3.9 43.5-4.8 8.7-17.5 6.5-6.9 3.1-4.4 0.4 20.7 0.25 0.5 0.7 4.6 0.5 0.7 Sempit Luas Sempit Sempit BP 6.9 6.0 7.4 20.3 6.8 6.0-7.4 0.5 0.7 Sempit BB (Bentuk Botol), BMME (Bentuk Melintang Menengah Elips) , BMLE (Bentuk Buah Melintang Luas Elips), BEM (Bentuk Buah Eliptik Menengah) dan BP (Bentuk Buah Sempit Buah Pir). Dari hasil analisis serat kasar dalam genotipe labu Bentuk Melintang Menengah Elips memiliki ragam yang luas. Sedangkan Bentuk Botol dan Bentuk Melintang Luas Elips yang tersebar di dua kecamatan memiliki ragam yang sempit, seterusnya pada Bentuk Melintang Luas Elips, Bentuk Eliptik Menengah dan Bentuk Sempit Buah Pir yang tersebar di kecamatan Danau Kembar memiliki ragam yang Sempit. Berdasarkan kondisi tersebut ragam sempit menunjukkan bahwa interaksi genotipe pada karakter kandungan serat terhadap lingkungan tidak begitu berpengaruh dalam populasi genotipe labu. Mangoendidjojo (2008), menambahkan variasi yang timbul karena faktor genetik apabila ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang di tanam pada kondisi lingkungan yang sama maka perbedaan tersebut merupakan variasi yang berasal genotipe individu anggota populasi tersebut, variasi terjadi karena adanya pencampuran material pemuliaan, rekombinasi genetik akibat adanya persilanganpersilangan dan mutasi. Sedangkan ragam yang luas pada genotipe Bentuk 32 Melintang Menengah Elips kemungkinan muncul karena adanya interaksi lingkungan ataupun disebabkan persilangan genotipe labu secara acak yang memunculkan kombinasi-kombinasi baru. 5. Kandungan Kadar Air Pengukuran kandungan kadar abu labu kuning menggunakan metode Cara Pemanasan (AOAC 1970, Ragana 1979), hasil analisis kadar air didapatkan ratarata air sebesar 86.1% sampai 94.9%. Pada pengukuran kadar air menunjukkan kadar air yang terkandung dalam beberapa genotip labu kuning tergolong rendah, kecuali pada bentuk buah labu melintang menengah elips yaitu 94.9%. Hasil pengukuran kadar air disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Kandungan Air genotipe Labu Kuning dari Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Aksesi I II III N ̅ Kisaran SD Variabilitas Kandungan Air Genotipe Labu kuning BB BMME BMLE BEM 86.9 93.8 89.1 89.2 85.6 94.6 89.0 87.0 85.7 96.1 90.5 87.3 258.2 284.6 268.6 263.4 86.1 94.9 89.5 87.8 85.6-86.9 93.9-96.1 89.0-90.5 87.0-89.2 0.5 1.3 0.7 1.4 0.7 1.2 0.8 1.2 Sempit Sempit Sempit Sempit BP 90.7 86.8 89.0 266.7 88.8 86.8-90.7 3.4 1.8 Sempit Keterangan: BB (Bentuk Botol), BMME (Bentuk Melintang Menengah Elips), BMLE (Bentuk Buah Melintang Luas Elips), BEM (Bentuk Buah Eliptik Menengah) dan BP (Bentuk Buah Sempit Buah Pir). Dari pengukuran kadar air labu kuning dari masing-masing genotipe labu menunjukkan variabilitas kadar air tidak memiliki keragaman. Ragam yang terjadi antar lokasi tersebut menunjukkan pada karakter kadar air relatif sama, semua pengamatan karakter kadar air yang dihasilkan memiliki ragam yang sempit dalam populasi, hal ini diakibatkan karakter kadar air dalam labu tersebut dikendalikan sedikit gen, aksi gennya memiliki efek yang kuat sehingga lingkungan hanya sedikit kemungkinannya dalam mempengaruhi variasi kandungan kadar air genotipe tanaman labu. Selain itu ragam yang sempit muncul 33 akibat kawin antar tanaman yang secara genetik sama akibatnya gamet sama dari kedua tetuanya, sehingga cendrung meningkatnya homozigositas dalam populasi. C. Variabilitas Kandungan Nutrisi Beberapa Genotipe Buah Labu Kuning. Variabilitas genotip 15 aksesi tanaman labu kuning di dua lokasi dihitung berdasarkan pengukuran masing-masing karakter pengamatan dengan penghitungan rata-rata, kisaran, varian dan standar deviasi disajikan pada Tabel 11. Pengamatan terhadap beberapa karakter kuantitatif di dua Kecamatan menunjukkan keragaman yang luas yaitu: protein, pati, serat kasar dan kadar air sedangkan karakter kandungan gula tergolong sempit. Tabel 11. Nilai Kisaran, Rata-Rata dan Keragaman Nutrisi Genotipe Labu Kuning pada Dua Kecamatan di Kabupaten Solok. No 1 2 3 4 5 Karakter nutrisi Gula Protein Pati Serat kasar Kadar air Keterangan : ̅ = Rata-rata, Kisaran 4.3-6.8 4.46-12.3 10.03-38.13 3.9-12.43 86.07-94.83 ̅ 5.65 7.74 24.9 6.86 89.4 0.9 18.8 116.8 11.67 10.8 SD 0.95 4.3 10.8 3.4 3.28 Keragamanan Sempit Luas Luas Luas Luas = Ragam, SD = Standar Deviasi Berdasarkan kondisi lokasi dan ketinggian tempat diantara aksesi yang lain Bentuk eliptik menengah elips berada pada ketinggian tempat terrendah yaitu 1216 m dpl, sedangkan aksesi bentuk melintang luas elips berada pada ketinggian tempat tertinggi yaitu 1571 m dpl (Tabel 4). Kondisi ketinggian tempat yang berbeda ini secara langsung akan mempengaruhi karakter nutrisi genotipe tanaman labu. Balkaya et al (2009) mengatakan bahwa interaksi antara genotipe dan lingkungan terjadi bila penampilan nisbi (relative performance) atau peringkat beberapa genotipe akan berubah dengan terjadinya perubahan lingkungan. Karakter kandungan nutrisi yang memiliki nilai keragaman fenotipik yang luas pada karakter yang diukur disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Dari ke 5 genotif tanaman labu memiliki kondisi genetik dari gen-gen penyusun suatu karakter yang berbeda. Lingkungan tempat tumbuh tanaman bervariasi baik dari ketinggian tempat, iklim, tanah dan faktor lingkungan lainnya. Oleh karena 34 itu menyebabkan keragaman yang luas pada karakter protein, pati, serat kasar dan air. Crowder (1983), menyatakan suatu populasi memiliki keragaman yang luas belum tentu keragaman genetiknya luas, karena penampilan genetik malalui fenotifiknya bisa saja dipengaruhi lingkungan. Sedangkan keragaman fenotifik yang sempit tidak dapat dijadikan dasar untuk seleksi pada kegiatan pemuliaan tanaman, karena seleksi akan berhasil atau efektif apabila populasi tanaman keragaman yang luas. Menurut Tedianto (2012), keragaman genetik yang luas akan memberikan variabilitas fenotipik yang luas pula jika interaksi dengan lingkungannya cukup tinggi. Variabilitas genetik terjadi karena pengaruh gen dan interaksi yang berbeda dalam satu populasi dengan lingkungannya. keragaman fenotifik yang sempit pada karakter pengamatan morfologi tidak dapat dijadikan dasar untuk seleksi pada kegiatan pemuliaan tanaman, karena seleksi akan berhasil atau efektif apabila populasi tanaman yang akan diseleksi memiliki variabilitas yang luas. Fauza dan Ferita (2005), menyatakan nilai variabilitas yang luas sangat penting dalam kegiatan pemuliaan tanaman, tanpa adanya nilai variabilitas yang luas, maka kegiatan pemuliaan tidak akan berjalan efektif dalam upaya merakit kultivar unggul yang diinginkan. Upaya merakit kultivar baru akan mengalami kesulitan karena sumber karakter-karakter unggul tertentu yang diinginkan sulit atau bahkan tidak dapat ditemukan dalam plasma nutfah yang ada. Variabilitas fenotifik yang sempit dapat diperluas dengan hibridisasi, introduksi plasma nutfah baru dan mutasi. Pengukuran kandungan nutrisi pada genotipe tanaman labu kuning antar lokasi merupakan karakter kuantitatif mengindikasikan bahwa perbedaan yang muncul disebabkan oleh faktor lingkungan. Oleh sebab itu, variasi yang terjadi antar lokasi diduga lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut Swasti et al., (2007) yang menyatakan bahwa karakter kuantitatif dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang diautur oleh gen poligenik. Kumar et al., (2006), menambahkan bahwa perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menentukan kenampakan akhir tanaman, sehingga keragaman yang ada belum tentu dapat diturunkan pada keturunan selanjutnya. Genotipe labu dari kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok 35 menunjukkan adanya variabilitas yang luas pada karakter protein, pati, serat kasar dan kadar air. Sehingga dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan karakter terbaik. Allard (1960), menyatakan keragaman genetik yang luas merupakan syarat berlangsungnya proses seleksi yang efektif karena akan memberikan keleluasaan dalam proses pemilihan genotipe tanaman. 36 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Variabilitas kandungan nutrisi lima genotipe labu kuning dari Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok diperoleh kesimpulan yaitu: 1. Berdasarkan hasil analisis kandungan nutrisi lima genotipe labu kuning, didapatkan data kandungaan nutrisi beberapa genotipe labu y i g l inggi n h p p p g no ip B n k Elip ik M n ng h g no ip B n k M n ng h L Elip k n bi bi , k n ng n n ng n protein tertinggi pada genotipe Bentuk Melintang Menengah Elips 12.3% dan terendah pada genotipe Bentuk Botol 4.4%, kandungan pati tertinggi pada genotipe Bentuk Sempit Buah Pir 38.13% dan pati terendah pada genotipe Bentuk Melintang Menengah Elips 10.03%, kandungan serta kasar tertinggi pada genotipe Bentuk Melintang Menengah Elips 12.5% dan serat kasar terendah pada genotipe Bentuk Eliptik Menengah 3.9% dan kadar air tertinggi pada genotipe Bentuk Melintang Menengah Elips 94.9% dan terendah pada genotipe Bentuk Botol 86.1%. 2. Hasil analisa kandungan nutrisi lima genotipe labu kuning (Cucurbita sp) dari Kecamatan Danau Kembar dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok memiliki variabilitas yang luas yaitu protein, pati, serat kasar dan kadar air, sedangkan karakter kadar gula menunjukkan nilai variabilitas yang sempit. B. Saran Penelitian ini telah mengkarakterisasi nutrisi genotip tanaman labu yang dilihat dari bentuk buah, maka perlu dilakukan pengujian kandungan biokimia lainnya untuk lebih melengkapi data kandungan nutrisi labu dan pengujian secara molekuler. 37 DAFTAR PUSTAKA Allard, R.W. 1960. Pemuliaan Tanaman. Jilid pertama. Cetakan Kedua. Diterjemahkan oleh Manna dari Principles Of Plant Breeding. PT Rineka Cipta. Jakarta. 336 hal. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2017. Data-Data Klimatologi Bulan Juni Sampai November 2016. Padang Pariama: Stasiun Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika Sicincin. B lk , A , ES K , n M Ozb kı 9 The Phenotypic Diversity and Fruit Characterization of Winter Squash (Cucurbita maxima) Populations from the Black Sea Region of Turkey. On ok z M ı Uni i ,F l of Agriculture, Departement of Horticulture, Samsun Turkey. B lk , A , R Y nm z, n M Ozb kı 9 E l ion of i ion in charactersin Turkish winter squash (Cucurbita maxima Duch.) populations. N. Z. J.Crop Hortic. Sci. 37(3): 167-178. Basset, MJ. 1986. Breeding Vegetable Crop. Avi Publishing Company. University of Florida. Florida. Bonner, F.T. 1987. Importance of Seed Size in Germination and Seedling Growth. Southern Forest Experiment Station.NewOrleans, Louisiana.USDA. Budiman, L., S. T. Soekarto, dan A. Apriyantono. 1984. Karakterisasi buah waluh (Cucurbita pepo L.). Bul. Pen. Ilmu dan Teknol. Pangan Vol. 3: 116-133. Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Departemen Kesehatan RI., 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhrata Karya Aksara, Jakarta. Djajadingrat, S.T. 1990. Kualitas Lingkungan Hidup di Indonesia. Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta. Fauza, H. dan I. Ferita. 2005. Variabilitas Fenotifik dan Genetika Tiga Tipe Tanaman Gambir Pada Dua Sentra Produksi Sumatera Barat Marka RAPD. Artikel Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan Terapan. Universitas Andalas. Padang. Gardner, F.P., Pearce R.B dan Mitchell, R. L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. Gunawan, R. 2007. Budidaya Labu.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 38 H. Hasibuan. 2015. Karakterisasi Morfologi Tanaman Labu Kuning (Cucurbita Sp)Di Kecamatan Danau Kembar Dan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Andalas University. Padang. Halik, A. 2005. Labu dan Manfaatnya. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hendrasty, H. K., 2003. Tepung Labu Kuning Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kasinius, Yogyakarta. Hidayah, R., 2010. Manfaat dan Kandungan Gizi Labu Kuning (Waluh). Hhtp://www. Borneotribune.com [ 26 Mei 2010]. Ihsan, Fahirul. dan Wahudi, A. 2010.Teknik Analisa Kadar Sukrosa Pada Buah Pepaya. Departemen Pertanian Balitbu. Buletin Teknik Pertanian Vol.15. No. 1:10-12 Kumar, J., DK. Singh, and HH. Ram. 2006. Genetic diversity in indigenous germplasm of pumpkin. Indian J. Horticulture, 63: 1, 101-102. Lakitan, B. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Latifah , Titi Susilowati dan E. Roni, Tri. Flake labu kuning (Cucurbita moschata) dengan kadar vitamin A tinggi. Departmentof Food Technology UPNV. Surabaya. Mangoendidjojo, W. 2008. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kasinius. Yogyakarta. Meniek, S. 2012. Pendayagunaan Buah Labu Segar (Cucurbita sp) menjadi Intermediatte Product (Tepung Labu) Sebagai Upaya Menuju Pertumbuhan Inklusif Berkelanjutan di Wilayah Kabupaten Semarang. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang. N. Inan, M. Yildiz, S. Sensoy, S. Kafkas and K. Abak. 2012. Efficacy Of Issr AndSrap Techniques For Molecular Characterization Of Some Cucurbita Genotypes Including Naked (Hull-Less) Seed Pumpkin. The Journal of Animal & Plant Sciences 22(1): 126-136. Nerson, NH., HS. Paris, and EP. Paris. 2000. Fruit shape, size and seed yield in Cucurbita pepo. Proc. Cucurbitaceae. Eds. Katzirand N, Paris HS. Acta Hortic. pp.227-230. Paksoy, M., and C. Aydin. 2004. Some physical properties of edible squash (Cucurbitapepo L.) seeds. J. Food Eng. 65: 225-231. Paris, HS., and RN. Brown . 2005. The genes of pumpkin and squash, J. Hort. Sci. Purba, J.H. 2008. Pemanfaatan Labu Kuning Sebagai Bahan Baku Minuman Kaya Serat. Skripsi. IPB. Bogor. 39 Ramlan dan M. Riadi. 2011. Karakterisasi dan Korelasi antara Sifat Vegetatif dan Generatif pada Tanaman Labu. J. Agronomika Vol 1 No.1, 26-35. Sinaga, S. 2010. Pengaruh substansi tepung terigu dan jenis penstabil dalam pembuatan cookies labu kuning. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. Sing. R. K and B. D. Chaundary. 1979. Bimetrical methods in Quantitative Genetik Analysis. Kailani Puplishers. New Delhi. Sobir dan F. D, Siregar. 2014. Berkebun Melon Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya. Soedarya, A. P. 2009. Budidaya Usaha PengolahanAgribisnis Labu. Pustaka Grafika. Bandung. Sri Usmiati, D. Setyaningsih, E.Y Purwani, S. Yuliani, dan Maria O.G. 2005. Karakteristik Serbuk Labu Kuning (Cucurbita moschata). J. Teknologi dan Industri Pangan Vol. XVI No.2. Stift, G., A. Zraidi, and T. Lelley. 2004. Development and characterization of micro satellite markers (SSR) in Cucurbita species. Cucurbit Genet. Coop. Rep. 27: 61-65. Sudarmadji S., Haryono, B dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Sudarto. 2009. Budidaya Waluh. Kanisius. Yogyakarta. Suryana A. 2005. Arah dan Strategi Revitalisasi Pertanian. Disampaikan pada Seminar Peran Komunikasi Pembangunan Pertanian Dalam Percepatan RPPK. 9 Agustus 2005. Suwarno dan Suranto. 2010. Studi Variasi Morfologi dan Profil Pola Pita Protein pada 3 Varietas Lokal Tanaman Waluh (Cucurbita moschata) dari Jawa Tengah. Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS. Swasti E., A. Syarif, I. Suliansyah, dan N. E. Putri. 2007. Eksplorasi dan Identifikasi Pemanfaatan Plasma Nutfah Padi Asal Sumatera Barat. Laporan Penelitian Ristek tahun I. Lemlit Unand. Padang. Syefrina. 2013.Kualitas air tanah dangkal di Kenagarian Alahan Panjang Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Sekolah Perguruan Tinggi Keguruan (STKIP) PGRI Padang. Padang. Syukur M, S. Sujiprihati, dan R. Yunianti. 2012. Teknik pemuliaan Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. Tedianto. 2012. Karakterisasi Labu Kuning (Cucurbita moschata) Berdasarkan Penanda Morfologi dan Kandungan Protein, Karbohidrat, Lemak pada 40 Berbagai Ketinggian Tempat. (Tesis). Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Tjitrosoepomo G. 2011. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Tsivelikas, A.L., O. Koutita, A. Anastasiadou, G.N.Skaracis, E. Traka-Mavrona, andM. Koutsika-Sotiriou (2009). Description and Analysis of Genetic Diversity Among Squash Accession. Brazilian Archives of Biology and Technology. 52(2): 271-283. UPOV. 2007. Descriptors for pumpkin (Cucurbita maxima Duch.). Guidelines forthe conduct of tests for distictness, uniformity and stability. TG/155/4 Rev.(http://www.upov.int/en/publications/tgrom/tg155/tg_155_4_rev.pdf). Widowati, S., Suarni, O. Komalasari dan D. Rahmawati. 2003. Pumpkin (Cucurbita moschata) an Alternative Staple Food and Other Utilization in Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Wu T, J. Zhou, Y. Zhang and J. Cao. 2007. Characterization and inheritance of a bush type in tropical pumpkin (Cucurbita moschata Duchesne). Scientia Horticulture 41 LAMPIRAN Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian dari bulan September 2016 sampai bulan April 2017 Kegiatan No 1 Survey 2 Identifikasi 3 Analisis Nutrisi 4 Pengolahan Data 5 penulisan Minngu Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 42 Lampiran 2. Analisis nutrisi terhadap masing- masing labu dengan 3 aksesi Genotipe Aksesi I Total II III BB BB.1 BB.2 BB.3 BB1./n BMLE BMLE.1 BMLE.2 BMLE.3 BMLE.2./n BMME BMME.1 BMME.2 BMME.3 BMME3./n BEM BEM.1 BEM.2 BEM.3 BEM4./n BP BP.1 BP.2 BP.3 BP5./n B.1 B.2 B.3 B.. Total Keterangan: BB = bentuk buah botol BMLE = Bentuk melintang luas elip BMME = Bentuk melintang menengah elip BEM = bentuk eliptik menengah BP = sempit buah pir A1 = Aksesi 1 A2 = Aksesi 2 A3 = Aksesi 3 Rerata B../(t.n) 43 Lampiran 3. Karakteristik Tanaman Labu Kuning 1. Bentuk Buah Botol Warna batang Bentuk batang Permukaan batang utama Permukaan ruas batang Kerapatan sulur Warna daun Bentuk helaian daun Permukaan atas daun Permukaan bawah daun Tulang daun Ujung daun Tepi daun Pangkal tangkai daun W n ngk i b ng ♂ W n ngk i b ng ♀ Warna putik Warna anther W n m hko ♂ n ♀ W n k lop k ♂ n ♀ Warna kulit buah Formasi gabus Tekstur permukaan buah Lengkung buah Posisi tangkai buah Posisi ujung buah Alur buah Warna daging buah Bentuk biji Warna biji Ukuran biji Sumber : Hasibuan., Hestini (2015) : Partly Green Partly Yellow : bersegi lima : tidak ada bulu : berbulu rapat : renggang : hijau tua bercak : weakly incised : berbulu kasar : berbulu halus : menjari : runcing : bergerigi : lengkung : hijau muda : hijau muda : orange tua : orange : orange : hijau : orange tua : tidak ada : halus : sedikit lengkung : mengangkat : mengangkat : Tidak ada : orange : broad elliptic : cokelat muda : besar 44 2. Bentuk Buah Eliptik Menengah Warna batang Bentuk batang Permukaan batang utama Permukaan ruas batang Kerapatan sulur Warna daun Bentuk helaian daun Permukaan atas daun Permukaan bawah daun Tulang daun Ujung daun Tepi daun Pangkal tangkai daun W n ngk i b ng ♂ W n ngk i b ng ♀ Warna putik Warna anther W n m hko ♂ n ♀ W n k lop k ♂ n ♀ Warna kulit buah Formasi gabus Tekstur permukaan buah Lengkung buah Posisi tangkai buah Posisi ujung buah Alur buah Warna daging buah Bentuk biji Warna biji Ukuran biji Sumber : Hasibuan., Hestini (2015) : Partly Green Partly Yellow : bersegi lima : tidak ada bulu : berbulu rapat : renggang : hijau tua bercak : veryweakly incised : berbulu kasar : berbulu halus : menjari : runcing : bergerigi : lurus : hijau muda : hijau muda : orange tua : orange : orange : hijau : hijau kekuningan : titik-titik : halus : tidak ada : mengangkat : mengangkat : Tidak ada : orange : narrow elliptic : cream : besar 45 3. Bentuk Buah Melintang Luas Elips Warna batang Bentuk batang Permukaan batang utama Permukaan ruas batang Kerapatan sulur Warna daun Bentuk helaian daun Permukaan atas daun Permukaan bawah daun Tulang daun Ujung daun Tepi daun Pangkal tangkai daun W n ngk i b ng ♂ W n ngk i b ng ♀ Warna putik Warna anther W n m hko ♂ n ♀ W n k lop k ♂ n ♀ Warna kulit buah Formasi gabus Tekstur permukaan buah Lengkung buah Posisi tangkai buah Posisi ujung buah Alur buah Warna daging buah Bentuk biji Warna biji Ukuran biji Sumber : Hasibuan., Hestini (2015) : Partly Green Partly Yellow : bersegi lima : tidak ada bulu : berbulu rapat : renggang : hijau tua : moderately incised : berbulu kasar : berbulu halus : menjari : runcing : bergerigi : lurus : hijau muda : hijau muda : orange tua : orange : orange : hijau : orange tua : sangat jarang : halus : tidak ada : agak tertekan : datar : agak beralur : orange : medium elliptic : cream : besar 46 4. Bentuk Buah Melintang Menengah Elips Warna batang Bentuk batang Permukaan batang utama Permukaan ruas batang Kerapatan sulur Warna daun Bentuk helaian daun Permukaan atas daun Permukaan bawah daun Tulang daun Ujung daun Tepi daun Pangkal tangkai daun W n ngk i b ng ♂ W n ngk i b ng ♀ Warna putik Warna anther W n m hko ♂ n ♀ W n k lop k ♂ n ♀ Warna kulit buah Formasi gabus Tekstur permukaan buah Lengkung buah Posisi tangkai buah Posisi ujung buah Alur buah Warna daging buah Bentuk biji Warna biji Ukuran biji Sumber : Hasibuan., Hestini (2015) : Partly Green Partly Yellow : bersegi lima : tidak ada bulu : berbulu rapat : rapat : hijau tua bercak : very weackly incised : berbulu kasar : berbulu halus : menjari : runcing : bergerigi : lurus : hijau muda : hijau muda : orange tua : orange : orange : hijau : orange tua : sangat jarang : halus : tidak ada : agak tertekan : tertekan : beralur : orange : medium elliptic : cream : besar 47 5. Bentuk Buah Sempit Buah Pir Warna batang Bentuk batang Permukaan batang utama Permukaan ruas batang Kerapatan sulur Warna daun Bentuk helaian daun Permukaan atas daun Permukaan bawah daun Tulang daun Ujung daun Tepi daun Pangkal tangkai daun W n ngk i b ng ♂ W n ngk i b ng ♀ Warna putik Warna anther W n m hko ♂ n ♀ W n k lop k ♂ n ♀ Warna kulit buah Formasi gabus Tekstur permukaan buah Lengkung buah Posisi tangkai buah Posisi ujung buah Alur buah Warna daging buah Bentuk biji Warna biji Ukuran biji Sumber : Hasibuan., Hestini (2015). : Partly Green Partly Yellow : bersegi lima : tidak ada bulu : berbulu jarang : renggang : hijau tua : moderately incised : berbulu kasar : berbulu halus : menjari : runcing : bergerigi : lurus : hijau muda : hijau muda : orange tua : orange : orange : hijau : orange kehijauan : titik-titik : halus : tidak ada : mengangkat : mengangkat : tidak ada : orange : narrow elliptic : cream : besar 48 Lampiran 4. Prosedur kerja di Laboratorium a. Prosedur Analisa Protein a b c Gambar 2. (a) Penimbangan sampel labu, (b) Prosedur Destruksi jam selama 1 jam, (c) Proses pengoperasian alat kjeltec pembacaan kadar protein. 49 b. Prosedur Analisa Pati a b c d e g f h a a Gambar 3. a. Proses persiapan sampel labu, (b) Proses penghomogenan larutan, (c) Penyaringan larutan, (c) Penangasan larutan selama 2.5 jam, (d) Proses penetralan larutan, (e) Penangasan 10 menit, (f) Pemberian H2S04 , (g) Hasil titrasi larutan. 50 c. Prosedur Analisa Serat Kasar a b c d a a Gambar 4. (a) Persiapan sampel labu, (b) Proses penyaringan larutan labu, (c) Proses penangasan larutan, (d) Pendinginan sampel dalam eksikator 51 Lampiran 5. Data Iklim di Alahan Panjang Kabupaten Solok