prevalensi diare pada pasien balita rawat jalan di

advertisement
PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT JALAN
DI RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA, TANGERANG
SELATAN BULAN APRIL-JUNI 2010
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
KARINA ASTARI YULIANTO
NIM. 107103001529
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 September 2010
Karina Astari Yulianto
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT JALAN DI
RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA, TANGERANG SELATAN
BULAN APRIL-JUNI 2010
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (SKed)
Oleh :
Karina Astari Yulianto
NIM : 107103001529
Pembimbing
Dr. Riva Auda, SpA, MKes
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431/2010 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT
JALAN DI RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA, TANGERANG SELATAN
BULAN APRIL-JUNI 2010 yang diajukan oleh Karina Astari Yulianto ( NIM : 107103001529
), telah diujikan dalam siding di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 07 Oktober 2010. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah
satu bukti syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (SKed) pada program Studi Pendidikan
Dokter.
Jakarta, 07 Oktober 2010
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang & Pembimbing
Penguji
Dr. Riva Auda, SpA, MKes
dr, Yanti Susianti, SpA
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN
Kaprodi PSPD FKIK UIN
Prof. Dr (hc). dr. MK. Tadjudin, SpAnd
DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
penelitian yang berjudul “ Prevalensi diare pada pasien balita rawat jalan di Rumah Sakit
Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan bulan April-Juni tahun 2010 “ sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan jenjang program Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Penulis menyadari tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan berbagai pihak, karya tulis
ilmiah ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr ( hc ). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan.
2. Bapak Drs. H. Achmad Ghalib, MA selaku Pudek bidang administrasi umum FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dra. Farida Hamid, MPd selaku Pudek bidang kemahasiswaan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak DR. dr. Syarif Hasan Lutfie, Sp.RM selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter.
5. Ibu dr. Riva Auda, Sp.A, MKes selaku pembimbing penelitian ilmiah ini atas ilmu,
bimbingan, dan kesabarannya dalam memberikan pengarahan guna penyelesaian
laporan penelitian ini.
v
6. Ibu drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku Penanggung jawab Riset Pendidikan
Dokter Angkatan 2007.
7. Bapak dan ibu dosen , beserta seluruh staf akademik , staf Tata Usaha dan seluruh
staf karyawan di lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Direktur Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada yang telah berkenan membantu dalam
pengambilan sampel penelitian.
9. Kedua orang tuaku Ibu dan Bapak tercinta, adikku Dedy atas segala doa, dukungan,
perhatian, dan kasih sayangnya kepada penulis selama ini.
10. Teman-teman kelompok Riset : Yurilla, Hilya, Lydia, Emillia, Nurhidayati,
M.Ridwan atas pertemanan, semangat, dan dukungan yang telah diberikan kepada
penulis.
11. Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter Angkatan 2007 dan pihak-pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu, memberi
inspirasi dan pengalaman hidup.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis
menerima kritik dan saran demi kemajuan di masa mendatang. Penulis berharap semoga
penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, Januari 2010
Penulis
vi
ABSTRAK
Nama
Program studi
Judul
: Karina Astari Yulianto
: Pendidikan Dokter
: PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT JALAN
DI RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA, TANGERANG
SELATAN BULAN APRIL-JUNI 2010
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kesakitan diare pada pasien balita rawat jalan di
Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan bulan April-Juni 2010. Penelitian ini
menggunakan sampel sebanyak 67 orang yang diperoleh dari data rekam medic pasien dengan
menggunakan desain deskriptif potong lintang, kemudian dilakukan analisis univariat. Hasil
penelitian didapatkan bahwa semua sampel mengalami diare akut berjumlah 67 orang (100%),
paling banyak yang menderita adalah laki-laki berjumlah 37 orang (55,2%), kelompok umur
terbanyak 0-2 tahun berjumlah 42 orang (62,7%) dengan diare tanpa dehidrasi berjumlah 41
orang (61,2%), dan berstatus gizi baik berjumlag 54 orang (80,6%). Perlu dilakukan penelitian
lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar.
Kata kunci :
Prevalensi diare, balita, rawat jalan
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
: Karina Astari Yulianto
: Medical Education
: PREVALENCE OF DIARRHEA IN TODDLER OUTPATIENT
AT BHINEKA BAKTI HUSADA HOSPITAL, SOUTH OF
TANGERANG APRIL-JUNE 2010
The aim of this study was to determine the prevalence of diarrhea in toddler outpatient at
Bhineka Bakti Husada Hospital, South of Tangerang in April-June 2010. This study was
conducted on 67 children who obtained from medical record data using cross-sectional
descriptive design, and then performed univariate analysis. The results obtained 67 children
(100%) are suffering acute diarrhea, 37 children (55,2%) at most were male, 42 children
(62,7%) the largest group 0-2 year, 41 children (61,2%) the degree of diarrhea without
dehydration, and 54 children (80,6%) with well nourished. Further research needs to be done
with larger sample.
Keywords :
The prevalence of diarrhea, toddler, outpatient
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………..
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………………...
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………..
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN……………………....................
KATA PENGANTAR……………………………………………………………...
ABTRAK…………………………………………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………….
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
PENDAHULUAN
Latar belakang……………………………………………………..
Rumusan masalah…………………………………………………
Tujuan Penelitian………………………………………………….
Hipotesis…………………………………………………………..
Kegunaan penelitian………………………………………………
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori……………………………………………….
1. Pertumbuhan & perkembangan……………………….
2. Diare
Pengertian diare……………………………………….
Klasifikasi diare……………………………………….
Etiologi diare…………………………………………..
Patogenesis diare………………………………………
Gejala klinis…………………………………………...
Tatalaksana diare……………………………………...
i
ii
iii
iv
v
vii
xi
1
3
3
3
4
5
5
8
8
8
9
10
11
15
METODE PENELITIAN
Desain penelitian…………………………………………………..
Lokasi penelitian…………………………………………………..
Variabel penelitian………………………………………………...
Bahan dan alat penelitian………………………………………….
Populasi dan sampel……………………………………………….
Penarikan sampel………………………………………………….
Jalannya penelitian………………………………………………...
Pengolahan, analisis, dan penyajian data………………………….
22
22
22
23
23
24
24
25
PEMBAHASAN
Gambaran klasifikasi diare………………………………………..
Gambaran data umur sampel……………………………………...
Gambaran data jenis kelamin……………………………………...
Gambaran data derajat dehidrasi sampel………………………….
26
26
27
28
viii
Gambaran tatalaksana diare pada sampel…………………………
Gambaran derajat dehidrasi menurut tatalaksana diare…………...
Gambaran status gizi sampel……………………………………...
28
29
31
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan…………………………………………………………...
Saran……………………………………………………………….
32
33
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….
LAMPIRAN………………………………………………………………………....
34
36
BAB 5
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel 2.3.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
Tabel 4.5.
Tabel 4.6.
Tabel 4.7.
Skor Maurice King………………………………………...
Perkiraan kehilangan berat badan berdasarkan gejala
klinis WHO 1995………………………………………….
Komposisi oralit formula baru menurut WHO 2006……...
Klasifikasi diare…………………………………………...
Umur sampel penelitian…………………………………...
Jenis kelamin sampel……………………………………...
Derajat dehidrasi sampel…………………………………..
Tatalaksana diare………………………………………….
Derajat dehidrasi menurut tatalaksana diare………………
Status gizi………………………………………………….
x
13
14
17
26
26
27
28
28
29
31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Hasil pengolahan data SPSS
xi
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Sebagai negara yang sedang membangun, Indonesia masih banyak dihadapkan pada
masalah kesehatan masyarakat. Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan
dunia terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Besarnya masalah tersebut terlihat dari
tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare terutama pada bayi dan balita, serta sering
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). (Departemen Kesehatan RI (Depkes RI), 2006)
Data dari Depkes tahun 2006
hasil survei Subdit Diare, angka kejadian diare di
Indonesia masih cukup tinggi yaitu 423 per 1.000 penduduk pada semua umur. (Depkes, 2006)
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menyebutkan angka kematian
diare pada balita (bawah lima tahun) sebesar 75,3/100.000 balita, sementara angka kematian
diare untuk semua umur sebesar 23,2/100.000 penduduk. Selama tahun 2006 sebanyak 41
kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB diare di wilayahnya dan diare merupakan penyebab
kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. (SKRT,
2001)
Episode penyakit diare pada balita sebanyak 1-2 kali setiap tahun dengan angka kematian
mencapai 5 per 1000 balita atau 135.000 kematian tiap tahun yang berarti tiap 4 menit 1 balita
meninggal dunia. (Sudarmo dan Subiyanto, 2001) Berdasarkan survey demografi kesehatan
Indonesia 2002-2003 yang menderita diare laki-laki (10,8%) dan perempuan (11,2%). (Naulita
N, 2008)
Diare adalah defekasi atau buang air besar lebih dari 3 x sehari, dengan atau tanpa darah
dan atau lendir dalam tinja. Penyakit diare merupakan salah satu gejala infeksi saluran
pencernaan yang disebabkan oleh Escherichia coli patogen, Shigella, Vibriocholera, Salmonella,
Rotavirus, dan Cysptosporodium. Penyakit ini menyebabkan usus tidak normal bekerja yang
akibatnya lebih banyak air dan garam yang keluar melalui tinja pada akhirnya menyebabkan
dehidrasi. Dehidrasi akibat diare merupakan komplikasi berat yang menimbulkan asidosis,
hipokalemia, dan merupakan penyebab utama kematian. (Sudarmo S, 2001)
Penatalaksanaan diare akut yang diutamakan adalah upaya rehidrasi oral
(URO) berupa
pemberian cairan elektrolit yang diikuti dengan meneruskan pemberian makanan yang baik.
1
(Minocha A, 2004) Untuk itu peran ibu sangat berpengaruh penting dalam penanganan diare, ibu
adalah orang pertama yang melihat dan menghadapi anaknya yang sedang diare. Jika diare sudah
menyebabkan komplikasi-komplikasi seperti dehidrasi maka masyarakat akan datang berobat ke
layanan kesehatan masyarakat seperti Puskesmas, Rumah Sakit negeri, Rumah Sakit swasta dan
praktek dokter mandiri. Oleh karena itu peneliti mengambil lokasi penelitian di Rumah Sakit
swasta karena termasuk dalam layanan kesehatan masyarakat dan juga adanya pergeseran trend
pengobatan, banyak pasien yang memilih berobat ke rumah sakit swasta dibanding Rumah Sakit
pemerintah ataupun Puskesmas. RS Bhineka Bakti Husada juga termasuk dalam wilayah
Tangerang Selatan dan diare termasuk dalam 10 penyakit terbanyak pada poli anak yang dapat
menjadi gambaran angka kejadian diare pada balita di wilayah tersebut. Pada tahun 2009 angka
kesakitan diare pada balita RS Bhineka Bakti Husada mencapai 727 kasus dengan angka
kejadian diare pada bulan April-Juni 2009 mencapai 260 kasus. Pada tahun 2010 angka kejadian
diare pada bulan April-Juni berjumlah 146 kasus. Angka kejadian ini menurun dibandingkan
tahun yang lalu namun tidak dapat menjadi patokan pasti untuk angka kejadian dalam
setahunnya. Selain itu faktor pengambilan rekam medis di Puskesmas yang belum terdata
dengan baik dan pencatatannya yang kurang lengkap yang menjadikan salah satu pertimbangan
penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit swasta.
Banyak faktor risiko juga yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare pada balita
antara lain seperti dari faktor host yaitu usia penderita, jenis kelamin, status gizi, kelengkapan
imunisasi serta faktor dari lingkungan berupa ketersediaan air bersih, perilaku hidup sehat, dan
kebersihan lingkungan. Faktor pengetahuan ibu tentang penanganan diare, konsumsi susu
formula oleh balita juga berperan dalam terjadinya diare pada balita. Oleh sebab itu, kesadaran
masyarakat harus ditingkatkan tentang kejadian diare di wilayahnya agar kejadian diare di
wilayahnya dan di Indonesia dapat teratasi dari tahun ke tahun. (Ngastiyah, 2005)
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut : bagaimana angka kesakitan pada balita akibat diare pada RS Bhineka
Bakti Husada, Tangerang Selatan ?
2
C. Tujuan penelitian
Tujuan umum
Meningkatkan kesadaran masyarakat terutama ibu tentang angka kejadian diare
yang tinggi di Indonesia terutama balita serta upaya untuk mengatasinya.
Tujuan khusus

Mengetahui angka kesakitan pada balita akibat diare di RS Bhineka Bakti Husada,
Tangerang Selatan.

Mengetahui prevalensi diare pada balita rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada,
Tangerang Selatan berdasarkan umur.

Mengetahui prevalensi diare pada balita rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada,
Tangerang Selatan berdasarkan jenis kelamin.

Mengetahui prevalensi diare pada balita rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada,
Tangerang Selatan berdasarkan derajat dehidrasi.

Mengetahui prevalensi diare pada balita rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada,
Tangerang Selatan berdasarkan status gizi.

Mengetahui penatalaksanaan diare pada balita disesuaikan dengan teori.
D. Hipotesis penelitian
Angka kesakitan pada balita akibat diare di RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan
tinggi.
E. Kegunaan penelitian
Bagi pengembangan ilmu :
Diharapkan penelitian ini dapat memacu penelitian-penelitian lain yang lebih baik
dan mendalam mengenai angka kejadian kesakitan pada balita akibat diare sehingga
dapat menambah pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan kedokteran dan kesehatan
mengenai diare.
Bagi aspek guna laksana :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan
untuk semakin meningkatkan kesadaran masyarakat terutama ibu mengenai kejadian
diare pada balita.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORITIS
1. Pertumbuhan dan perkembangan jasmani
A.
Pertumbuhan jasmani
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interseluler berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. (Depkes RI, 2005)
Seorang anak bukanlah miniatur orang dewasa, karena ia mempunyai sifat berlainan
dari orang dewasa. Ia harus tumbuh dan berkembang sampai dewasa agar dapat
berguna bagi masyarakat. Oleh karena itu semua orang yang mendapat tugas
mengawasi anak harus mengerti persoalan anak yang sedang tumbuh dan berkembang,
misalnya keperluan dan lingkungan anak pada waktu tertentu agar anak dapat tumbuh
dan berkembang sebaik-baiknya. Bila lingkungan akibat sesuatu hal menjadi buruk,
maka keadaan tersebut hendaknya segera diubah sedemikian rupa sehingga
pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berjalan sebaik-baiknya. (Hassan R dan
Alatas H, 2007)
Pertumbuhan dan perkembangan yang optimum diperlukan berbagai faktor
misalnya makanan harus disesuaikan dengan keperluan anak yang sedang tumbuh.
Penyakit infeksi akut maupun kronik seperti diare dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan
anak,
sehingga
pencegahan
penyakit
tersebut
penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak. (Hassan R dan Alatas H, 2007)
Tahap pertumbuhan anak :
1. Pertumbuhan yang cepat terjadi pada tahun pertama, yang kemudian berangsur-angsur
berkurang sampai umur 3-4 tahun.
2. Pertumbuhan berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik.
3. Pertumbuhan cepat pada masa akil balik (12-16 tahun).
4. Pertumbuhan kecepatannya berangsur-angsur berkurang sampai suatu waktu berhenti
(kira-kira umur 18 tahun).
4
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak :
1. Faktor herediter
Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam mencapai
tumbuh kembang anak, faktor herediter meliputi faktor bawaan, jenis kelamin, ras, dan
suku bangsa.
2. Faktor lingkungan, seperti : status sosial ekonomi, budaya, nutrisi, status kesehatan anak
dapat mempengaruhi tumbuh kembangnya. (Hassan R dan Alatas H, 2007)
B. Tahap Perkembangan
Sigmaund Freud (Hassan R dan Alatas H, 2007) membagi beberapa fase perkembangan
kepribadian dalam :
1. Fase oral
Fase ini dimulai dari saat bayi dilahirkan sampai dengan 1-2 tahun. Pada fase ini bayi
merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan terjadi kelekatan dan hubungan yang
emosional antara anak dan ibu. Pada fase ini balita merasa puas bisa makan dan menyusui,
sehingga kegagalan pada fase ini beberapa mengatakan bahwa pada saat anak yang
mengalami gangguan pada fase ini akan sering mengalami stres dengan gejala gangguan pada
lambung seperti maag atau gastritis. Pada fase ini sering terjadi penyakit infeksi seperti diare
karena anak berusaha memasukkan sesuatu benda atau makanan ke dalam mulutnya sehingga
potensi untuk terkena penyakit infeksi menular seperti diare akan semakin besar.
2. Fase anal
Fase ini berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulan sampai dengan umur 3
tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan aktivitas buang air besar dan buang
air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai periode "toilet training". Pada fase ini seringkali
orang tua merasa direpotkan dengan perilaku balita yang suka buang air sembarangan tanpa
memperhatikan waktu dan tempat, sehingga penyakit-penyakit yang penularanannya melalui
fekal-oral seperti diare juga banyak pada fase ini.
3. Fase Phallic
Disebut juga sebagai fase erotik, fase ini berkembang pada anak umur 3 sampai 6 tahun.
Yang paling menonjol adalah pada anak laki-laki dimana anak ini suka memegangi
penisnya. Freud juga mengemukakan pada fase ini tentang masalah Oediphus dan Electra
5
complex tentang kelekatan anak laki-laki kepada ibunya dan ini terjadi pada anak perempuan
dimana anak perempuan ini akan dekat kepada bapaknya.
4. Fase laten
Fase ini adalah fase yang terpanjang, berlangsung pada saat umur 6 tahun sampai usia 12
tahun atau usia pubertas. Pada saat ini seorang anak dipengaruhi oleh aktivitas sekolah,
teman-teman dan hobinya. Kegagalan pada fase ini akan menyebabkan kepribadian yang
kurang bersosialisasi dengan lingkungannya.
5. Fase genital
Fase ini berlangsung pada usia 12 tahun atau usia dimulainya pubertas sampai
dengan umur 18 tahun, dimana anak mulai menyukai lawan jenis dan melakukan
hubungan percintaan lewat berpacaran. Dan pada masa ini pula seorang anak akan mulai
melepas diri dari orangtuanya dan belajar bertanggung jawab akan dirinya.
Pertumbuhan dan perkembangan balita sangat mempengaruhi tingkat kejadian
diare pada balita seperti status gizi mempengaruhi terhadap kekebalan tubuhnya terhadap
infeksi, status gizi yang kurang ataupun rendah dapat memudahkan terjadinya infeksi
karena kekebalan tubuhnya yang menurun. Pada umur balita juga melewati beberapa fase
perkembangan seperti fase oral dan anal yang memungkinkan masuknya bakteri ke dalam
saluran pencernaannya sehingga dapat menyebabkan diare. (Juffrie M dkk, 2010)
2. Diare
2.1. Definisi diare
Diare adalah defekasi atau buang air besar lebih dari 3 x sehari, dengan atau tanpa darah
dan atau lendir dalam tinja. (Asnil P dkk, 2003)
Diare adalah buang air besar yang lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering, biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari. (Depkes, 2001)
Diare adalah keluarnya tinja yang lembek atau cair, biasanya terjadi paling sedikit tiga
kali dalam rentang waktu 24 jam. Akan tetapi, konsistensi tinja lebih penting dibandingkan
dengan frekuensi buang air besar. Pengeluaran tinja yang sering namun padat bukanlah diare.
(WHO, 1995)
Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat terjadi kurang dari 14 hari. (Asnil P dkk, 2003)
6
2.2. Klasifikasi diare
Diare dibagi menjadi tiga (Asnil P dkk, 2003) yaitu :
1. Diare akut
Diare akut didefinisikan sebagai diare yang terjadi dalam waktu kurang dari 14
hari, berlangsung cepat umumnya berakhir dalam waktu 7 hari dengan konsistensi feses
yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya.
Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada balita. Kematian dapat disebabkan karena dehidrasi akut atau karena lingkaran
sebab akibat dari diare-malnutrisi-infeksi.
2. Diare persisten
Diare persisten didefinisikan sebagai diare yang terjadi lebih dari 14 hari dan
biasanya diasosiasikan dengan malabsorbsi, infeksi non-intestinal yang serius dan
dehidrasi.
Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit
sprue, gluten sensitive enteropathi, dan penyakit blind loop.
3. Disentri
Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri akan terjadi
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat. Buang air besar yang berulang-ulang
yang menyebabkan penderita kehilangan banyak cairan dan darah. Penyebab umum
disentri adalah infeksi parasit Entamoeba histolytica yang menyebabkan disentri amuba
dan infeksi bakteri golongan Shigella yang menjadi penyebab disentri basiler.
2.3. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor (Ngastiyah, 2005), yaitu:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak.
7
Infeksi enteral meliputi :
- Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dan sebagainya.
- Infeksi virus : Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus,
Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
- Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa
(Entamoeba hitolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida
albicans).
- Infeksi sistemik yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti
otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan
sebagainya.
2. Faktor malabsorbsi
a) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak
yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
b) Malabsorbsi lemak : disebabkan oleh lipase tidak ada atau kurang, mukosa usus
halus (vili) atrofi atau rusak.
c) Malabsorbsi protein : disebabkan oleh kekurangan enzim atau kerusakan mukosa
usus.
3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar.
Faktor risiko terjadinya diare, yaitu :

Faktor host : (1) umur, (2) jenis kelamin, (3) imunisasi, (4) status gizi, (5) pemberian
ASI.

Faktor lingkungan : (1) kebersihan lingkungan, (2) ketersediaan air bersih.
8
2.4. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare
pula. (Ngastiyah, 2005)
Patogenesis diare akut :
1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati
rintangan asam lambung.
2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik).
4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
(Hassan R dan Alatas H, 2007)
2.5. Gejala klinis
Pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau
tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.
Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Anus dan
daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam
sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi
9
oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa
dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi
mulai nampak; yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Berdasarkan cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat.
Bila berdasarkan tonisitas plasma dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan
hipertonik. (Ngastiyah, 2005)
Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berat dengan rata-rata
kehilangan cairan sebanyak 12,5 %. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga
dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat
dan kecil, tekanan darah menurun, pasien sangat lemah, kesadaran menurun. Akibat
dehidrasi diuresis berkurang (oligouria sampai anuria). Bila sudah terjadi asidosis metabolik
pasien akan tampak pucat dengan pernapasan yang cepat dan dalam (pernapasan Kussmaul).
Asidosis metabolik terjadi karena (1) kehilangan NaHCO3 melalui tinja diare, (2) ketosis
kelaparan, (3) produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (karena
oligouria atau anuria), (4) berpindahnya ion Natrium dari cairan ektrasel ke cairan intrasel,
(5) penimbunan asam laktat (anoksia jaringan). (Ngastiyah, 2005)
2.6. Faktor yang mempengaruhi terjadinya diare
a. Kuman penyebab diare
b. Keadaan gizi
c. Sanitasi dan higiene
d. Sosial ekonomi
10
2.7. Akibat diare
a. Dehidrasi (kehilangan cairan tubuh)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan
air (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
Tahapan dehidrasi :
 Dehidrasi ringan; berat badan menurun 3 - 5%, dengan volume cairan
yang hilang kurang dari 50 ml/kg.
 Dehidrasi sedang; berat badan menurun 6 - 9%, dengan volume cairan
yang hilang 50-90 ml/kg.
 Dehidrasi berat; berat badan menurun lebih dari 10%, dengan volume
cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kg.
(Aswhill dan Droske, 1997)
11
Tabel 2.1. Skor Maurice King
Bagian
tubuh 0
yang diperiksa
1
2
Keadaan umum
Sehat
Gelisah, cengeng, Mengigau,
apatis, mengantuk
atau syok
Kekenyalan kulit
Normal
Sedikit kurang
Sangat kurang
Mata
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
Ubun-ubun
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
Mulut
Denyut
menit
Normal
Kering
nadi/ Kuat < 120 Sedang ( 120- 140 )
koma
Kering & sianosis
Lemah > 140
Sumber : (Suharyono, 2008)
Catatan :
1. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dicubit antara ibu jari dan
telunjuk kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam waktu :
- 1 detik
: turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
- 1-2 detik
: turgor kurang (dehidrasi sedang)
- 2 detik
: turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
2. Berdasarkan skor yang didapat pada seorang penderita dapat ditentukan derajat
dehidrasinya :
- jika mendapat nilai 0-2
: dehidrasi ringan
- jika mendapat nilai 3-6
: dehidrasi sedang
- jika mendapat nilai 7-12
: dehidrasi berat
3. Pada anak-anak yang suturanya sudah menutup, nilai untuk ubun-ubun diganti
dengan banyaknya atau frekuensi buang air kecil.
12
Tabel 2.2. Perkiraan kehilangan berat badan berdasarkan gejala klinis
Gejala
(<3% kehilangan
berat badan )
(3-9% kehilangan
berat badan)
(>9% kehilangan
berat badan )
Mental status
Compos mentis
Lemas,gelisah
Nadi
Normal
Haus
Normal
Normal
Takikardi; bradikardi
Meningkat
pada beberapa kasus
Haus;
masih
ada Tidak mau minum
kemauan untuk minum
Kualitas nadi
Normal
Pernapasan
Normal
Normal- perpanjangan Lemah – tidak teraba
nadi
Normal- cepat
Dalam
Mata
Air mata
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
Masih terdapat air mata
Menurun
Kering
Tidak terdapat
mata
Sangat Kering
Recoil < 2 detik
Recoil > 2 detik
Mukosa lidah Lembab
dan mulut
Kembali dengan cepat
Turgor kulit
Apatis,letargi, koma
Capillary refill
Normal
Memanjang
Ekstermitas
Hangat
Dingin
Memanjangminimal
Dingin,sianosis
Volume Urin
Normal – menurun
Menurun
Minimal
air
Sumber : (WHO, 1995)
b.
Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)
Metabolik asidosis terjadi karena :
-
Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja.
-
Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton
tertimbun dalam tubuh.
-
Terjadi penimpunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.
-
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh
ginjal (terjadi oligouria atau anuria).
-
Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. (Asnil P dkk,
2003)
13
2.8. Tata laksana diare akut
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana
Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI), dengan merujuk pada tata laksana diare WHO tahun 2006. Tata laksana ini sudah
diterapkan di Rumah Sakit-Rumah Sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam
penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi
cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Depkes menerapkan lima pilar penatalaksanaan
diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah
maupun di Rumah Sakit, yaitu :
1. Pemberian cairan rehidrasi oral
Mengingat diare pada balita bila tidak segera diatasi akan menyebabkan dehidrasi
yang dapat mengakibatkan kematian, maka tindakan yang paling tepat dengan terapi
rehidrasi. Terapi rehidrasi artinya menggantikan cairan tubuh yang keluar akibat
diare, salah satunya adalah melalui oral atau mulut. (Suriadi dan Yuliani R, 2006)
Dasar fisiologis pemberian cairan rehidrasi oral yang mengandung natrium
klorida dan glukosa adalah bahwa transport natrium dan transport
glukosa dari
rongga usus ke dinding usus halus terjadi bersama-sama. Glukosa berperan
meningkatkan penyerapan air maupun larutan ke dalam dinding usus halus. Selain itu
penyerapan glukosa akan membantu penyerapan natrium menjadi lebih baik.
(Siregar MR, 1995)
Indikasi rehidrasi oral :
 Dehidrasi yang disebabkan oleh diare atau diare yang disertai muntah.
 Anak yang kehilangan cairan (misalnya, peningkatan insesible water loss ,
penurunan pemasukan cairan) tetapi setelah penyebab dari dehidrasi sudah
ditegakkan. (Goepp J dan Hostetler M, 2001)
Kontraindikasi rehidrasi oral :
 Dehidrasi berat yang disertai gejala renjatan dan penderita tidak dapat
minum.
 Anuri atau oligouri yang melanjut.
14
 Muntah hebat.
 Malabsorbsi glukosa yang diketahui dari bertambahnya atau kambuh
kembali setelah rehidrasi oral.
 Diare profuse.
 Bayi prematur yang sangat kecil.
Penggunaan cairan rehidrasi oral dimulai di rumah memberikan keuntungan, diantaranya
dehidrasi disebabkan oleh diare dapat dicegah sedini mungkin, kunjungan ke Puskesmas
atau Rumah Sakit akan berkurang. (Suharyono, 2008)
a)
Oralit
Di Indonesia terapi atau pemberian cairan melalui mulut sudah lama
diperkenalkan dengan berbagai macam cairan serta komposisi. Kemudian
berbagai macam cairan tersebut disempurnakan dan diseragamkan, sehingga pada
tahun 1976 muncul nama oralit yang dipatenkan di seluruh Indonesia.
Kini para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat
osmolaritas yang lebih rendah yang dapat mengurangi risiko terjadinya
hipernatremia. Oralit baru dengan osmolaritas rendah ini juga menurunkan
kebutuhan suplementasi intravena maupun mengurangi pengeluaran tinja hingga
20 % serta mengurangi kejadian muntah hingga 30 %. Selain itu oralit baru ini
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada
anak. (Juffrie M dkk, 2010)
Tabel 2.3. Komposisi oralit baru
Oralit baru osmolaritas rendah
Mmol/ liter
Natrium
Klorida
Glukosa
Kalium
Sitrat
Total osmolaritas
75
65
75
20
10
245
Sumber : (WHO, 2006)
15
Ketentuan pemberian oralit formula baru :
 Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.
 Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan
24 jam.

Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar (BAB)
dengan
ketentuan sebagai berikut :
Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB
 Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa,
maka sisa
larutan harus dibuang. (Juffrie M dkk, 2010)
2. Pemberian tablet Zink
Zink merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih dari 90
macam enzim membutuhkan zink sebagai kofaktornya, termasuk enzim superoksida
dismutase. (Linder MC, 1999) Enzim ini berfungsi untuk metabolisme radikal bebas
superoksida sehingga kadar radikal bebas di dalam tubuh berkurang. Pada proses
inflamasi, kadar radikal bebas superoksida meningkat, sehingga dapat merusak
jaringan, termasuk jaringan epitel usus. Zink juga berefek menghambat enzim iNOS
(inducible nitric oxide synthase), ekspresi enzim ini meningkat pada saat diare dan
mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zink juga berperan dalam epitelisasi dinding
usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama sebagian besar kejadian
diare. Kerusakan morfologi epitel usus antara lain terjadi pada diare karena rotavirus
yag merupakan penyebab terbesar diare akut. (Wapnir RA, 2000)
Pemberian zink selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. (Black RE,
2003)
Zink diberikan pada setiap diare akut dengan dosis, untuk anak di bawah 6 bulan
diberikan 10 mg (½ tablet) zink per hari, sedangkan untuk anak di atas 6 bulan
diberikan 1 tablet zink 20 mg. Pemberian zink diteruskan sampai 10 hari, walaupun
diare sudah membaik. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kejadian diare selama 3
bulan ke depan. (Juffrie M dkk, 2010)
16
3. Pemberian ASI atau makanan
Pemberian makanan selama diare berlangsung bertujuan untuk memberikan gizi
pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi
ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak 6
bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna sedikit-sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan
berat badan anak.
(Juffrie M dkk, 2010)
4. Antibiotik jangan diberikan
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya
diare karena akan menganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang
akan tumbuh dan akan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian
antibiotik yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik
menambah biaya pengobatan yang tidak perlu.
(Juffrie M dkk, 2010)
5. Nasihat pada ibu atau pengasuh
Segera kembali jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit,
sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam tiga hari. Berikan
penjelasan juga kepada ibu atau pengasuh di rumah agar mengamati jika sewaktuwaktu timbul gejala-gejala dehidrasi, seperti tidak ada air mata, mata tampak cekung,
anak tampak mengalami penurunan kesadaran sehingga penanganan diare dapat
segera dilakukan. (Juffrie M dkk, 2010)

Probiotik
Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik sebagai pencegahan
diare. Probiotik diberi batas sebagai mikoroorganisme hidup dalam makanan yang
17
difermentasikan yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan
mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan
pemberian probiotik dalam waktu jangka panjang terutama bayi yang tidak minum
ASI. Saavedra, dkk (1994) melakukan penelitian dengan menggunakan susu formula
yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophylus
yang diberikan kepada bayi dan anak usia 5-24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit.
Susu formula yang disuplemetasi tersebut dapat menurunkan angka kejadian diare
dari 31 % menjadi 7 %, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39 % pada kelompok
placebo menjadi 10 % pada kelompok probiotik.
Oberhelman RA, dkk (2002) melaporkan penggunaan Lactobacillus GG di Peru
pada komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episode diare terutama
pada anak-anak usia 18-29 bulan dibandingkan dengan placebo (4,7 v 5,9 episode
/anak/tahun dengan p = 0,0005). Kemungkinan mekanisme probiotik dalam
pencegahan diare melalui : perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen),
produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen usus, kompetisi nutrien,
mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor efek
trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan imunomodulasi. (Juffrie
M dkk, 2010)
Tata laksana diare berdasarkan derajat dehidrasi
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk
mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, dan sebagainya. Jumlah
cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk usia < 1 tahun adalah 50 –
100 ml, 1-5 tahun adalah 100 – 200 ml, 5 – 12 tahun adalah 200 – 300 ml dan
dewasa adalah 300 – 400 ml setiap BAB. Untuk anak di bawah umur 2 tahun
cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2
menit. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi
perlahan-lahan. Pemberian ini dilanjutkan sampai diare berhenti. Selain cairan
rumah tangga, ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Bila
18
dengan cara pengobatan ini diare tetap berlangsung atau bertambah berat dan
keadaan anak bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang,
obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan-sedang. (Juffrie M dkk, 2010)
2. Pengobatan diare dehidrasi ringan-sedang
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare dengan dehidarsi ringan-sedang harus dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan TRO dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan
adalah 75 ml/kgBB dalam 3 jam pertama. Bila penderita masih haus dan masih
ingin minum harus diberi lagi. Sebaliknya bila dengan volume di atas kelopak
mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus dihentikan sementara dan
diberikan minum air putih atau air tawar. Bila edema kelopak mata sudah
menghilang dapat diberikan lagi.
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara
oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan
kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam pasien dievaluasi, apakah membaik,
tetap, atau memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi
pengobatan dapat dilanjutkan di rumah dengan oralit dan makanan dengan cara
pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan pasien jatuh dalam derajat
dehidrasi berat maka diberikan cairan parenteral. (Juffrie M dkk, 2010)
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah
Sakit. Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit
sampai cairan infus terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi oralit
selama pemberian cairan IV (kurang lebih 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum
dengan baik biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang
lebih besar). Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan
dosis 100 ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30
ml/kgBB dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 ml/kgBB. Di atas 1 tahun, ½ jam
19
pertama 30 ml/kgBB dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya 70 ml/kgBB. Lakukan
evaluasi tiap jam. Bila dehidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat dipercepat.
Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi.
(Juffrie M dkk, 2010)
20
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif survey dengan jenis penelitian
potong lintang atau cross sectional yang menunjukkan bahwa seluruh pengamatan dan
pemeriksaan variabel penelitian dilakukan hanya satu kali.
Penelitian menggunakan data sekunder/ “medical record” (MR) Rumah sakit
Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan untuk mengetahui gambaran angka kesakitan
diare pada balita di wilayah Tangerang Selatan.
3.2 Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan sejak bulan April hingga Juni 2010. Pengambilan
sampel akan dilaksanakan di RS Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan karena RS
Bhineka Bakti Husada merupakan salah satu Rumah Sakit besar di wilayah Tangerang
Selatan, masih dalam wilayah cakupan peneliti, dan penyakit diare termasuk dalam 10
penyakit yang banyak menyebabkan angka kesakitan pada balita tinggi pada Rumah
Sakit tersebut.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
A. Variabel bebas
-
Umur pasien
-
Tata laksana
-
Jenis kelamin
-
Status gizi
-
Derajat dehidrasi
B. Variabel tergantung
Angka kejadian diare akut
21
3.4 Bahan dan Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan adalah data sekunder status pasien yang diperoleh dari
RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan.
3.5 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda,
hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki
karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Nawawi H, 1995). Pada penelitian ini
yang dimaksud populasi adalah seluruh pasien balita rawat jalan penderita diare yang
melakukan pemeriksaan di RS Bhineka Bakti Husada pada bulan April sampai Juni
2010.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pasien balita rawat jalan penderita diare di RS Bhineka Bakti
Husada bulan April – Juni 2010 sebanyak 67 orang .
3. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi meliputi : 1) Pasien terdiagnosis diare ; 2) Pasien berumur kurang
atau sama dengan lima tahun ; 3) Dengan tanpa dehidrasi maupun disertai dehidrasi
ringan-sedang atau dehidrasi berat ; 4) merupakan pasien rawat jalan.
4. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi meliputi : 1) Pasien rawat inap ; 2) Pasien berumur lebih dari
lima tahun.
3.6 Penarikan Sampel
1. Teknik Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini responden diambil secara concecutive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel dengan cara setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian
22
dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang
diperlukan terpenuhi. (Notoatmodjo S, 2002)
2. Ukuran Sampel
Karena jumlah populasi tidak diketahui, maka jumlah responden (n) pengunjung
sebagai sampel, RS Bhineka Bakti Husada adalah minimal 96 orang sesuai dengan rumus
persamaan (Nawawi H, 1995) :
 z.1 / 2  2
n  p.q 
 b 
Keterangan :
n
= jumlah sampel minimal
p
= proporsi populasi sebesar 0,5
q
= proporsi sisa di dalam (1,0 – p) sebesar 0,5
z½
= derajat kepercayaan pada 95% sebesar 1,96
b
= persentase perkiraan kemungkinan membuat kekeliruan sebesar 10%
1,96  2
n  0,5 . 0,5 

 0,1 
n  0,25 . 384,16
n  96,04
Jumlah sampel yang digunakan adalah 96 responden.
Namun karena keterbatasan waktu penelitian, peneliti hanya mendapatkan sampel
sebanyak 67 orang.
3.7 Jalannya Penelitian
Penelitian dimulai dengan mengambil data sekunder di RS Bhineka Bakti Husada
Tangerang Selatan. Semua balita yang menderita diare pada rawat jalan di RS Bhineka
Bakti Husada Tangerang Selatan, Banten dari bulan April 2010 sampai Juni 2010 yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dipilih sebagai sampel penelitian.
Pasien yang datang berobat di RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan
dengan diagnosis diare peneliti mengambil data status pasien meliputi data pasien (nama,
umur, jenis kelamin, status gizi), bulan kejadian diare, dan tata laksana penyakit diare
tersebut.
23
3.8 Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data
Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan kemudian diolah
dengan menggunakan program SPSS for window. Langkah awal dimulai dengan editing,
coding, data entry, dan dilanjutkan dengan tabulasi. Untuk mengetahui gambaran
distribusi frekuensi dan proporsi dari tiap variabel yang diteliti, yaitu variabel dependen
dan independen, akan digunakan analisis univariat. Hasil penelitian disajikan dalam
bentuk tekstular dan tabular.
24
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran hasil penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 67 orang. Data diperoleh dengan
cara mengambil data sekunder (rekam medik) di RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan
selama bulan April-Juni 2010 yang memenuhi kriteria inklusi penelitian ini yaitu pasien diare
balita rawat jalan .
Semua data sampel yang diperoleh kemudian diolah dan gambaran sampel penelitian
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1. Klasifikasi diare
Klasifikasi diare
Diare akut
Diare kronik
Total
Jumlah
67
0
67
Persentase (%)
100 %
0%
100 %
Tabel 4.2. Umur sampel penelitian
Kelompok umur
( tahun )
Jumlah
Persentase (%)
0-2
2-3
3-5
Total
42
14
11
67
62,7 %
20,9 %
16,4 %
100 %
Terlihat dari tabel 4.2. bahwa diare ditemukan pada semua kelompok umur.
Prevalensi paling banyak adalah berumur antara 0-2 tahun berjumlah 42 orang (62,7%)
selanjutnya sampel yang berumur antara 2-3 tahun berjumlah 14 orang (20,9%), dan yang
paling sedikit umur 3-5 tahun berjumlah 11 orang (16,4%). Hasil penelitian ini sesuai
dengan teori Sigmaund Freud yaitu pada umur 0-2 tahun terdapat fase oral dimana balita
mulai berusaha memasukkan makanan ke dalam mulutnya sehingga memudahkan
masuknya bakteri ke dalam saluran pencernaanya kemudian menyebabkan infeksi. Pada
umur 6 bulan pemberian ASI sudah dianjurkan dengan makanan pendamping ASI
(MPASI) yang makin memudahkan bakteri masuk ke dalam saluran pencernaan balita.
Perkembangan saluran cernanya dan enzim-enzim pencernaan seperti amilase, lipase,
25
laktase juga belum sepenuhnya terbentuk sehingga menyebabkan gangguan absorbsi
bahan makanan seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan semakin bertambah
umur sistem pencernaan balita akan semakin sempurna dan mampu beradapatasi terhadap
lingkungan dan makanan yang masuk ke dalam pencernaannya sehingga kejadian diare
pada kelompok umur 3-5 tahun kejadiannya paling sedikit dibanding kelompok umur lain
yang hanya berjumlah 11 orang (16,4%).
Gambaran jenis kelamin sampel penelitian
Tabel 4.3. Jenis kelamin sampel penelitian
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Jumlah
37
30
67
Persentase (%)
55,2 %
44,8 %
100 %
Pada tabel 4.3. di atas terlihat sampel penelitian laki-laki lebih banyak menderita
diare dibandingkan dengan perempuan dengan presentase adalah laki-laki berjumlah 37
orang (55,2%) dan perempuan berjumlah 30 orang (44,8%).
Hasil penelitian di atas tidak sejalan dengan teori atau penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya yaitu berdasarkan survey demografi kesehatan Indonesia 20022003 yang menderita diare laki-laki (10,8 %) dan perempuan (11,2 %). Ini menunjukkan
tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat kejadian diare dengan jenis kelamin.
Gambaran derajat dehidrasi
Tabel 4.4. Derajat dehidrasi sampel penelitian
Derajat
dehidrasi
Tanpa dehirasi
Ringan-sedang
Berat
Total
Jumlah
Persentase (%)
41
24
2
67
61,2 %
35,8 %
3%
100 %
Terlihat dari tabel 4.4. di atas sampel paling banyak tidak mengalami dehidrasi berjumlah
41 orang (61,2%), kemudian dengan derajat dehidrasi ringan sedang berjumlah 24 orang (35,8%)
dan paling sedikit dengan derajat dehidrasi berat berjumlah 2 orang (3%). Dua orang pasien yang
26
mengalami diare dengan dehidrasi berat di atas dirujuk ke RS Pemerintah (RS Fatmawati). Dari
hasil penelitian di atas sesuai dengan indikasi bahwa diare dengan dehidrasi ringan atau tanpa
dehidrasi tidak perlu dilakukan observasi rawat inap (dilakukan rawat jalan saja). Natasha
(2008) melakukan penelitian pada 100 pasien poli anak rawat jalan RS Siti Hajar Medan, 66
pasien (66%) mengalami diare tanpa dehidrasi, 34 orang (34%) mengalami diare dengan
dehidrasi ringan-sedang, dan tidak ada yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.
Gambaran tata laksana diare
Tabel 4.5. Tata laksana diare
Terapi
Zink
Probiotik
Zink dan probiotik
ORS, probiotik, dan zink
Parenteral, probiotik, dan zink
Jumlah
14
10
15
25
3
Persentase (%)
20,9 %
14,9 %
22,4 %
37,3 %
4,5 %
Total
67
100 %
Tabel 4.6. Derajat dehidrasi menurut tata laksana diare
Terapi
Tanpa
dehidrasi
Zink
Probiotik
Zink
&
probiotik
ORS*,
probiotik, &
zink
Parenteral,
probiotik, &
zink
Jumlah
%
14
10
15
20,9%
14,9%
22,4 %
1
1,5%
40
59,7%
Derajat dehidrasi
Ringan sedang
%
Berat
%
Total
14
10
15
24
35,8%
24
35,8%
25
3
4,5 %
3
3
4,5%
67
*ORS : Oral Rehidration Solution
Terlihat dari tabel 4.5. di atas bahwa paling banyak terapi yang diberikan adalah
kombinasi ORS, probiotik, dan zink berjumlah 25 orang (37,3%), kemudian kombinasi zink dan
probiotik berjumlah 15 orang (22,4%), zink saja berjumlah 14 orang (20,9%), probiotik saja
berjumlah 10 orang (14,9%), dan yang paling sedikit kombinasi parenteral, probiotik, dan zink
27
berjumlah 3 orang (4,5%). Dari hasil penelitian di atas bahwa pemberian terapi yang tidak
disertai dengan pemberian terapi rehidrasi oralit (pemberian zink saja, probiotik saja, atau zink
dan probiotik) sebanyak 39 orang (58,2%), ini sesuai dengan tabel tingkat dehidrasi bahwa
paling banyak pasien tanpa dehidrasi. Sesuai dengan teori tentang tata laksana diare akut
berdasarkan tingkat dehidrasi yang dikeluarkan oleh WHO tahun 2006 bahwa diare tanpa
dehidrasi tidak perlu diberikan ORS oralit dan pemberian tablet zink sudah termasuk dalam
protap pengobatan Depkes bahwa tablet zink diberikan pada diare tanpa dehidrasi dan semua
tingkat dehidrasi. Pasien dengan diare tanpa dehidrasi hanya diberi cairan rumah tangga seperti
air tajin, larutan gula garam yang digunakan untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan
pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga, namun pemberian oralit boleh diberikan
pada diare tanpa dehidrasi jika anak tidak mau minum ASI atau telah menjalani terapi untuk
diare dengan dehidrasi ringan-sedang atau berat.
Menurut penelitian Gregorio GV, dkk (2007) yang dilakukan pada subjek berusia 2-59
bulan dengan diare kurang dari 7 hari dan tidak mendapat rehidrasi oral mengungkapkan 60
pasien yang diberikan zink dan ORS dan 57 pasien yang diberi ORS saja. Rata-rata durasi diare
yang diberikan zink 17 jam lebih pendek dibandingkan dengan yang hanya diberikan ORS saja
(tanpa zink). Penggunaan probiotik menurut penelitian Guarino, et al (1997) yang meneliti
terhadap 100 anak diare yang menerima rehidrasi oral atau yang ditambahkan Lactobacillus GG
didapatkan bahwa lamanya diare berkurang dari 6 hari menjadi 3 hari pada anak yang
mendapatkan Lactobacillus GG dibanding kontrol. Isolauri, et al (1991) mendapatkan bahwa
rehidrasi oral yang diberikan bersamaan dengan strain L.casei mempercepat penyembuhan diare
akut pada anak yang banyak disebabkan oleh infeksi Rotavirus.
Guarino, et al (1997) meneliti tentang anak usia 1 bulan hingga 3 tahun yang mengalami
diare akut, kelompok A (144 orang) diberikan rehidrasi oral dan plasebo sedangkan kelompok B
(147 orang) diberikan rehidrasi oral ditambah dengan Lactobacillus GG (sedikitnya 1010
CFU/250ml) selama 4-6 jam. Didapatkan bahwa lamanya diare dan masa rawat inap kelompok A
lebih lama dibanding kelompok B. Van Niel, dkk (2002) menyatakan Lactobacillus GG aman
dan efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kira-kira
2/3 lamanya diare, dan menurunkan frekuensi diare pada hari kedua pemberian sebanyak 1-2
kali.
28
Gambaran derajat status gizi
Status gizi balita diukur berdasarkan umur dan berat badan (BB). Berat badan anak
ditimbang dengan timbangan yang memiliki presisi 0,1 kg. Variabel gizi anak ini disajikan
dalam indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U). Indikator BB/U
merupakan indikator yang lemah dibandingkan dengan indikator status gizi yang lain yaitu :
tinggi badan dibanding umur (TB/U) dan berat badan dibanding tinggi badan (BB/TB), namun
karena keterbatasan penelitian bahwa data yang tersedia kurang lengkap pencatatannya hanya
menyajikan berat badan, maka peneliti menggunakan indikator BB/U untuk menentukan status
gizi.
Pemberian kriteria gizi berdasarkan indikator BB/U sebagai berikut :

Gizi baik
: 80-100 %

Gizi kurang
: 60-79 %

Gizi buruk
: < 60 %
Tabel 4.7. Tabel status gizi
Status gizi
Gizi baik
Gizi kurang
Gizi buruk
Total
Jumlah
54
13
0
67
Persentase (%)
80,6 %
19,4 %
0%
100 %
Dari tabel 4.7. di atas menunjukkan bahwa pada pasien diare rawat jalan status gizi
hampir sebagian besar termasuk gizi baik berjumlah 54 orang (80,5%) sedangkan sisanya
termasuk gizi kurang berjumlah 13 orang (19,4%), dan tidak ditemukan pasien dengan gizi
buruk. Ini sesuai bahwa faktor status gizi host berpengaruh terhadap angka kejadian diare, dan
tingkat keparahan diare, sehingga tidak diperlukan adanya perawatan inap. Indikator berat badan
dibanding umur ini termasuk indikator yang lemah untuk menjadi patokan status gizi anak,
karena sangat fluktuatif tergantung pada kondisi kesehatan anak misalnya terdapat asites atau
sedang mengalami diare, ini dapat menyebabkan kenaikan atau penurunan berat badan.
Penelitian ini memiliki kelemahan yaitu mendapatkan data dari rekam medis yang pencatatannya
kurang lengkap dan status gizi hanya didapatkan berdasarkan BB/U. Status gizi pada tabel 4.7.
hanya dapat menggambarkan status gizi anak saat datang ke Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada
saja.
29
BAB 5
SIMPULAN & SARAN
SIMPULAN
1. Angka kejadian diare rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada sebanyak 67 orang dengan
anak laki-laki berjumlah 37 orang (55,2%) dan perempuan berjumlah 30 orang (44,8%).
2. Semua sampel penelitian mengalami diare akut berjumlah 67 orang (100%)
3. Kelompok umur 0-2 tahun paling banyak menderita diare berjumlah 42 orang (62,7%),
kelompok umur 2-3 tahun berjumlah 14 orang (20,9%) dan kelompok umur 3-5 tahun
berjumlah 11 orang (16,4%).
4. Klasifikasi diare : diare tanpa dehidrasi berjumlah 41 orang (61,2%), diare dengan
dehidrasi ringan-sedang berjumlah 24 orang (35,8%), dan diare dengan dehidrasi berat
berjumlah 3 orang (3%).
5. Tata laksana diare:
a. Diare tanpa oralit (zink saja, probiotik saja, atau zink dan probiotik) berjumlah 39
orang (58,2%).
b. Diare dengan menggunakan oralit, probiotik, dan zink berjumlah 25 orang (37,3%).
c. Diare dengan terapi rehidrasi parenteral, probiotik, dan zink berjumlah 3 orang
(4,5%).
6. Derajat dehidrasi menurut tata laksana diare :
a. Diare tanpa dehidrasi dengan terapi zink berjumlah 14 orang (20,8%).
b. Diare tanpa dehidrasi dengan terapi probiotik berjumlah 10 orang (14,9%).
c. Diare tanpa dehidrasi dengan terapi zink dan probiotik berjumlah 15 orang (22,3%).
d. Diare tanpa dehidrasi dengan terapi oralit, probiotik, dan zink berjumlah 1 orang
(1,4%).
e. Diare dehidrasi ringan-sedang dengan terapi oralit, probiotik, dan zink berjumlah 24
orang (35,8%).
f. Diare dehidrasi berat dengan terapi parenteral, probiotik, dan zink berjumlah 3 orang
(4,4%).
30
7. Status gizi berdasarkan indikator berat badan dibanding umur (BB/U) adalah status gizi
baik berjumlah 54 orang (80,6%), status gizi kurang berjumlah 13 orang (19,4%), dan
tidak ada yang berstatus gizi buruk.
8. Sebagian besar pasien rawat jalan sudah sesuai indikasi rawat jalan yaitu diare dengan
dehidrasi ringan atau tanpa dehidrasi.
9. Pemberian tata laksana diare sudah sesuai dengan protap yang dikeluarkan oleh WHO
yaitu pemberian tablet zink, probiotik, dan cairan rehidrasi sesuai dengan derajat
dehidrasinya.
SARAN
1. RS Bhineka Bakti Husada dapat memberikan penyuluhan kepada warga di sekitarnya
agar angka kejadian diare dapat menurun.
2. Dapat meningkatkan pelayanannya agar menjadi lebih baik lagi sehingga dapat dijadikan
Rumah Sakit teladan bagi lingkungan di sekitarnya dan membantu peningkatan kualitas
kesehatan masyarakat kabupaten Tangerang Selatan.
3. Dilakukan pengukuran tinggi badan (TB) dan pengukuran lingkar lengan atas (LLA) agar
dapat digunakan sebagai indikator yang akurat terhadap status gizi anak.
31
DAFTAR PUSTAKA
Asnil P, Noerasid H, dan Suraatmadja S. Gastroenteritis Akut. Dalam : Suharyono,
Boediarso Aswitha, Halimun Em . Gatroenterologi Anak Praktis. Balai Penerbit FKUI:
Jakarta. 2003. 51-69
Aswhill dan Droske. Rehidration Terapy. Mosby: USA. 1997. p304
Black RE. Zinc deficiency, infectious disease and mortality in the developing country.
GGS Book Services: USA. 2003. p1485
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Perencanaan dan Pengelolaan
Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.1991
Departemen Kesehatan RI. Tatalaksana Penderita Diare. Departemen Kesehatan RI:
Jakarta. 2008
Direktorat Jendral PPM dan PLP. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.
Direktorat Jendral PPM dan PLP: Jakarta. 2002.1-58
Goepp J dan Hostetler M. Procedure for Primary Care Pediatricians . Mosby Inc: USA.
2001. p305
Guarino A, dkk. Oral bacterial therapy reduces the duration of symptoms and off viral
excretion in children with mild diarrhea. J Pediatr Gastroenterol Nutr. p25; 516-9. 1997
Gregorio GV, dkk. Suplementasi Zink Menurunkan Biaya dan Lamanya Diare pada
Anak-anak. J Clin Epidemiol Jun. 60(6):560-566. 2007
Hassan R, dan Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. FKUI: Jakarta. 2007. 283
Isolauri E, dkk. A human Lactobacillus strain (Lactobacillus casei sp strain GG)
promotes recovery from acute diarrhea in children. Pediatrics. p88;90-7. 1991.
John M, and Hassan S. Kamus Inggris Indonesia. PT Gramedia: Jakarta. 1995
Juffrie M, dkk. Buku ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jilid 1. Balai penerbit IDAI:
Jakarta. 2010. 105-16
Linder MC. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme ( terjemahan ). UI Press: Jakarta. 1999
Minocha A. Handbook of Digestive Diseases. Slack Inc: USA. 2004. p42
Naulita N. Efektivitas pemberian sinbiotik dibandingkan plasebo pada anak penderita
diare akut. USU press: Medan. 2008
32
Nawawi H. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University: Yogyakarta.
2003. 63
Notoatmodjo S . Metodologi Penelitian Kesehatan . Rineka Cipta: Jakarta. 2002
Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit . Edisi 2 . EGC: Jakarta. 2005. 223-33
Siregar MR. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC: Jakarta. 1995
Sudarmo S. Epidemiologi penyakit infeksi. Rineka Cipta: Jakarta. 2001. 59
Suharyono. Diare Akut : klinik dan laboratorik. Cet 2 . Rineka Cipta: Jakarta. 2008. 67
Suriadi dan Yulianni R. Asuhan Keperawatan pada Anak. Ed.2. Sagung Seto: Jakarta.
2006. 81
Van Niel, et al. Lactobacillus Therapy for Acute Infectious Diarrhea Children : A.Metaanalysis Pediatrics. 109;678-84. 2002.
Wapnir RA. Zinc deficiency, malnutrition and the gastrointestinal tract. GGS Book
Services: USA. 2000. p1388
33
LAMPIRAN
Gambaran data SPSS umur sampel
Umur
Frequency Percent
Valid
Cumulative
Percent
Percent
Valid 0-2 tahun 42
62.7
62.7
62.7
2-3 tahun 14
20.9
20.9
83.6
3-5 tahun 11
16.4
16.4
100.0
Total
100.0
100.0
67
Gambaran data SPSS jenis kelamin sampel
Jeniskelamin
Cumulative
Frequency Percent
Valid Percent Percent
37
55.2
55.2
55.2
perempuan 30
44.8
44.8
100.0
Total
100.0
100.0
Valid laki-laki
67
Gambaran derajat dehidrasi
Dehidrasi
Cumulative
Frequency Percent
Valid tanpa dehirasi 41
Valid Percent Percent
61.2
61.2
61.2
Ringan
24
35.8
35.8
97.0
Berat
2
3.0
3.0
100.0
Total
67
100.0
100.0
34
Gambaran status gizi
Statusgizi
Valid
Cumulative
Frequency Percent
Percent
Percent
54
80.6
80.6
80.6
gizi kurang 13
19.4
19.4
100.0
Total
100.0
100.0
Valid gizi baik
67
Gambaran tata laksana diare
tatalaksana
Valid
Cumulative
Frequency Percent
Percent
Percent
14
20.9
20.9
20.9
Probiotik
10
14.9
14.9
35.8
zink&probiotik
15
22.4
22.4
58.2
ORS,probiotik,& zink
25
37.3
37.3
95.5
3
4.5
4.5
100.0
67
100.0
100.0
Valid Zink
parenteral,probiotik, &
zink
Total
35
Download