PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA, TANGERANG SELATAN BULAN APRIL-JUNI 2010 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : KARINA ASTARI YULIANTO NIM. 107103001529 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 20 September 2010 Karina Astari Yulianto ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA, TANGERANG SELATAN BULAN APRIL-JUNI 2010 Laporan Penelitian Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (SKed) Oleh : Karina Astari Yulianto NIM : 107103001529 Pembimbing Dr. Riva Auda, SpA, MKes PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431/2010 M iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN Laporan Penelitian berjudul PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA, TANGERANG SELATAN BULAN APRIL-JUNI 2010 yang diajukan oleh Karina Astari Yulianto ( NIM : 107103001529 ), telah diujikan dalam siding di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 07 Oktober 2010. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu bukti syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (SKed) pada program Studi Pendidikan Dokter. Jakarta, 07 Oktober 2010 DEWAN PENGUJI Ketua Sidang & Pembimbing Penguji Dr. Riva Auda, SpA, MKes dr, Yanti Susianti, SpA PIMPINAN FAKULTAS Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN Prof. Dr (hc). dr. MK. Tadjudin, SpAnd DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM iv KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “ Prevalensi diare pada pasien balita rawat jalan di Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan bulan April-Juni tahun 2010 “ sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang program Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Penulis menyadari tanpa bantuan, bimbingan, dan dorongan berbagai pihak, karya tulis ilmiah ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr ( hc ). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. 2. Bapak Drs. H. Achmad Ghalib, MA selaku Pudek bidang administrasi umum FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Dra. Farida Hamid, MPd selaku Pudek bidang kemahasiswaan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak DR. dr. Syarif Hasan Lutfie, Sp.RM selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter. 5. Ibu dr. Riva Auda, Sp.A, MKes selaku pembimbing penelitian ilmiah ini atas ilmu, bimbingan, dan kesabarannya dalam memberikan pengarahan guna penyelesaian laporan penelitian ini. v 6. Ibu drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku Penanggung jawab Riset Pendidikan Dokter Angkatan 2007. 7. Bapak dan ibu dosen , beserta seluruh staf akademik , staf Tata Usaha dan seluruh staf karyawan di lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Direktur Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada yang telah berkenan membantu dalam pengambilan sampel penelitian. 9. Kedua orang tuaku Ibu dan Bapak tercinta, adikku Dedy atas segala doa, dukungan, perhatian, dan kasih sayangnya kepada penulis selama ini. 10. Teman-teman kelompok Riset : Yurilla, Hilya, Lydia, Emillia, Nurhidayati, M.Ridwan atas pertemanan, semangat, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 11. Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter Angkatan 2007 dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu, memberi inspirasi dan pengalaman hidup. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis menerima kritik dan saran demi kemajuan di masa mendatang. Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta, Januari 2010 Penulis vi ABSTRAK Nama Program studi Judul : Karina Astari Yulianto : Pendidikan Dokter : PREVALENSI DIARE PADA PASIEN BALITA RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT BHINEKA BAKTI HUSADA, TANGERANG SELATAN BULAN APRIL-JUNI 2010 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kesakitan diare pada pasien balita rawat jalan di Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan bulan April-Juni 2010. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 67 orang yang diperoleh dari data rekam medic pasien dengan menggunakan desain deskriptif potong lintang, kemudian dilakukan analisis univariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa semua sampel mengalami diare akut berjumlah 67 orang (100%), paling banyak yang menderita adalah laki-laki berjumlah 37 orang (55,2%), kelompok umur terbanyak 0-2 tahun berjumlah 42 orang (62,7%) dengan diare tanpa dehidrasi berjumlah 41 orang (61,2%), dan berstatus gizi baik berjumlag 54 orang (80,6%). Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar. Kata kunci : Prevalensi diare, balita, rawat jalan ABSTRACT Name Study Program Title : Karina Astari Yulianto : Medical Education : PREVALENCE OF DIARRHEA IN TODDLER OUTPATIENT AT BHINEKA BAKTI HUSADA HOSPITAL, SOUTH OF TANGERANG APRIL-JUNE 2010 The aim of this study was to determine the prevalence of diarrhea in toddler outpatient at Bhineka Bakti Husada Hospital, South of Tangerang in April-June 2010. This study was conducted on 67 children who obtained from medical record data using cross-sectional descriptive design, and then performed univariate analysis. The results obtained 67 children (100%) are suffering acute diarrhea, 37 children (55,2%) at most were male, 42 children (62,7%) the largest group 0-2 year, 41 children (61,2%) the degree of diarrhea without dehydration, and 54 children (80,6%) with well nourished. Further research needs to be done with larger sample. Keywords : The prevalence of diarrhea, toddler, outpatient vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….. HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………………... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………….. HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN…………………….................... KATA PENGANTAR……………………………………………………………... ABTRAK……………………………………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………. BAB 1 BAB 2 BAB 3 BAB 4 PENDAHULUAN Latar belakang…………………………………………………….. Rumusan masalah………………………………………………… Tujuan Penelitian…………………………………………………. Hipotesis………………………………………………………….. Kegunaan penelitian……………………………………………… TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori………………………………………………. 1. Pertumbuhan & perkembangan………………………. 2. Diare Pengertian diare………………………………………. Klasifikasi diare………………………………………. Etiologi diare………………………………………….. Patogenesis diare……………………………………… Gejala klinis…………………………………………... Tatalaksana diare……………………………………... i ii iii iv v vii xi 1 3 3 3 4 5 5 8 8 8 9 10 11 15 METODE PENELITIAN Desain penelitian………………………………………………….. Lokasi penelitian………………………………………………….. Variabel penelitian………………………………………………... Bahan dan alat penelitian…………………………………………. Populasi dan sampel………………………………………………. Penarikan sampel…………………………………………………. Jalannya penelitian………………………………………………... Pengolahan, analisis, dan penyajian data…………………………. 22 22 22 23 23 24 24 25 PEMBAHASAN Gambaran klasifikasi diare……………………………………….. Gambaran data umur sampel……………………………………... Gambaran data jenis kelamin……………………………………... Gambaran data derajat dehidrasi sampel…………………………. 26 26 27 28 viii Gambaran tatalaksana diare pada sampel………………………… Gambaran derajat dehidrasi menurut tatalaksana diare…………... Gambaran status gizi sampel……………………………………... 28 29 31 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan…………………………………………………………... Saran………………………………………………………………. 32 33 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. LAMPIRAN……………………………………………………………………….... 34 36 BAB 5 ix DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Skor Maurice King………………………………………... Perkiraan kehilangan berat badan berdasarkan gejala klinis WHO 1995…………………………………………. Komposisi oralit formula baru menurut WHO 2006……... Klasifikasi diare…………………………………………... Umur sampel penelitian…………………………………... Jenis kelamin sampel……………………………………... Derajat dehidrasi sampel………………………………….. Tatalaksana diare…………………………………………. Derajat dehidrasi menurut tatalaksana diare……………… Status gizi…………………………………………………. x 13 14 17 26 26 27 28 28 29 31 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Hasil pengolahan data SPSS xi xii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sebagai negara yang sedang membangun, Indonesia masih banyak dihadapkan pada masalah kesehatan masyarakat. Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare terutama pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). (Departemen Kesehatan RI (Depkes RI), 2006) Data dari Depkes tahun 2006 hasil survei Subdit Diare, angka kejadian diare di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 423 per 1.000 penduduk pada semua umur. (Depkes, 2006) Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menyebutkan angka kematian diare pada balita (bawah lima tahun) sebesar 75,3/100.000 balita, sementara angka kematian diare untuk semua umur sebesar 23,2/100.000 penduduk. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB diare di wilayahnya dan diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. (SKRT, 2001) Episode penyakit diare pada balita sebanyak 1-2 kali setiap tahun dengan angka kematian mencapai 5 per 1000 balita atau 135.000 kematian tiap tahun yang berarti tiap 4 menit 1 balita meninggal dunia. (Sudarmo dan Subiyanto, 2001) Berdasarkan survey demografi kesehatan Indonesia 2002-2003 yang menderita diare laki-laki (10,8%) dan perempuan (11,2%). (Naulita N, 2008) Diare adalah defekasi atau buang air besar lebih dari 3 x sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja. Penyakit diare merupakan salah satu gejala infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh Escherichia coli patogen, Shigella, Vibriocholera, Salmonella, Rotavirus, dan Cysptosporodium. Penyakit ini menyebabkan usus tidak normal bekerja yang akibatnya lebih banyak air dan garam yang keluar melalui tinja pada akhirnya menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi akibat diare merupakan komplikasi berat yang menimbulkan asidosis, hipokalemia, dan merupakan penyebab utama kematian. (Sudarmo S, 2001) Penatalaksanaan diare akut yang diutamakan adalah upaya rehidrasi oral (URO) berupa pemberian cairan elektrolit yang diikuti dengan meneruskan pemberian makanan yang baik. 1 (Minocha A, 2004) Untuk itu peran ibu sangat berpengaruh penting dalam penanganan diare, ibu adalah orang pertama yang melihat dan menghadapi anaknya yang sedang diare. Jika diare sudah menyebabkan komplikasi-komplikasi seperti dehidrasi maka masyarakat akan datang berobat ke layanan kesehatan masyarakat seperti Puskesmas, Rumah Sakit negeri, Rumah Sakit swasta dan praktek dokter mandiri. Oleh karena itu peneliti mengambil lokasi penelitian di Rumah Sakit swasta karena termasuk dalam layanan kesehatan masyarakat dan juga adanya pergeseran trend pengobatan, banyak pasien yang memilih berobat ke rumah sakit swasta dibanding Rumah Sakit pemerintah ataupun Puskesmas. RS Bhineka Bakti Husada juga termasuk dalam wilayah Tangerang Selatan dan diare termasuk dalam 10 penyakit terbanyak pada poli anak yang dapat menjadi gambaran angka kejadian diare pada balita di wilayah tersebut. Pada tahun 2009 angka kesakitan diare pada balita RS Bhineka Bakti Husada mencapai 727 kasus dengan angka kejadian diare pada bulan April-Juni 2009 mencapai 260 kasus. Pada tahun 2010 angka kejadian diare pada bulan April-Juni berjumlah 146 kasus. Angka kejadian ini menurun dibandingkan tahun yang lalu namun tidak dapat menjadi patokan pasti untuk angka kejadian dalam setahunnya. Selain itu faktor pengambilan rekam medis di Puskesmas yang belum terdata dengan baik dan pencatatannya yang kurang lengkap yang menjadikan salah satu pertimbangan penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit swasta. Banyak faktor risiko juga yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare pada balita antara lain seperti dari faktor host yaitu usia penderita, jenis kelamin, status gizi, kelengkapan imunisasi serta faktor dari lingkungan berupa ketersediaan air bersih, perilaku hidup sehat, dan kebersihan lingkungan. Faktor pengetahuan ibu tentang penanganan diare, konsumsi susu formula oleh balita juga berperan dalam terjadinya diare pada balita. Oleh sebab itu, kesadaran masyarakat harus ditingkatkan tentang kejadian diare di wilayahnya agar kejadian diare di wilayahnya dan di Indonesia dapat teratasi dari tahun ke tahun. (Ngastiyah, 2005) B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : bagaimana angka kesakitan pada balita akibat diare pada RS Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan ? 2 C. Tujuan penelitian Tujuan umum Meningkatkan kesadaran masyarakat terutama ibu tentang angka kejadian diare yang tinggi di Indonesia terutama balita serta upaya untuk mengatasinya. Tujuan khusus Mengetahui angka kesakitan pada balita akibat diare di RS Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan. Mengetahui prevalensi diare pada balita rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan berdasarkan umur. Mengetahui prevalensi diare pada balita rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan berdasarkan jenis kelamin. Mengetahui prevalensi diare pada balita rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan berdasarkan derajat dehidrasi. Mengetahui prevalensi diare pada balita rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan berdasarkan status gizi. Mengetahui penatalaksanaan diare pada balita disesuaikan dengan teori. D. Hipotesis penelitian Angka kesakitan pada balita akibat diare di RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan tinggi. E. Kegunaan penelitian Bagi pengembangan ilmu : Diharapkan penelitian ini dapat memacu penelitian-penelitian lain yang lebih baik dan mendalam mengenai angka kejadian kesakitan pada balita akibat diare sehingga dapat menambah pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan kedokteran dan kesehatan mengenai diare. Bagi aspek guna laksana : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk semakin meningkatkan kesadaran masyarakat terutama ibu mengenai kejadian diare pada balita. 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORITIS 1. Pertumbuhan dan perkembangan jasmani A. Pertumbuhan jasmani Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. (Depkes RI, 2005) Seorang anak bukanlah miniatur orang dewasa, karena ia mempunyai sifat berlainan dari orang dewasa. Ia harus tumbuh dan berkembang sampai dewasa agar dapat berguna bagi masyarakat. Oleh karena itu semua orang yang mendapat tugas mengawasi anak harus mengerti persoalan anak yang sedang tumbuh dan berkembang, misalnya keperluan dan lingkungan anak pada waktu tertentu agar anak dapat tumbuh dan berkembang sebaik-baiknya. Bila lingkungan akibat sesuatu hal menjadi buruk, maka keadaan tersebut hendaknya segera diubah sedemikian rupa sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berjalan sebaik-baiknya. (Hassan R dan Alatas H, 2007) Pertumbuhan dan perkembangan yang optimum diperlukan berbagai faktor misalnya makanan harus disesuaikan dengan keperluan anak yang sedang tumbuh. Penyakit infeksi akut maupun kronik seperti diare dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga pencegahan penyakit tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. (Hassan R dan Alatas H, 2007) Tahap pertumbuhan anak : 1. Pertumbuhan yang cepat terjadi pada tahun pertama, yang kemudian berangsur-angsur berkurang sampai umur 3-4 tahun. 2. Pertumbuhan berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik. 3. Pertumbuhan cepat pada masa akil balik (12-16 tahun). 4. Pertumbuhan kecepatannya berangsur-angsur berkurang sampai suatu waktu berhenti (kira-kira umur 18 tahun). 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak : 1. Faktor herediter Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam mencapai tumbuh kembang anak, faktor herediter meliputi faktor bawaan, jenis kelamin, ras, dan suku bangsa. 2. Faktor lingkungan, seperti : status sosial ekonomi, budaya, nutrisi, status kesehatan anak dapat mempengaruhi tumbuh kembangnya. (Hassan R dan Alatas H, 2007) B. Tahap Perkembangan Sigmaund Freud (Hassan R dan Alatas H, 2007) membagi beberapa fase perkembangan kepribadian dalam : 1. Fase oral Fase ini dimulai dari saat bayi dilahirkan sampai dengan 1-2 tahun. Pada fase ini bayi merasa dipuaskan dengan makan dan menyusui dan terjadi kelekatan dan hubungan yang emosional antara anak dan ibu. Pada fase ini balita merasa puas bisa makan dan menyusui, sehingga kegagalan pada fase ini beberapa mengatakan bahwa pada saat anak yang mengalami gangguan pada fase ini akan sering mengalami stres dengan gejala gangguan pada lambung seperti maag atau gastritis. Pada fase ini sering terjadi penyakit infeksi seperti diare karena anak berusaha memasukkan sesuatu benda atau makanan ke dalam mulutnya sehingga potensi untuk terkena penyakit infeksi menular seperti diare akan semakin besar. 2. Fase anal Fase ini berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulan sampai dengan umur 3 tahun. Pada fase ini balita merasa puas dapat melakukan aktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini dikenal pula sebagai periode "toilet training". Pada fase ini seringkali orang tua merasa direpotkan dengan perilaku balita yang suka buang air sembarangan tanpa memperhatikan waktu dan tempat, sehingga penyakit-penyakit yang penularanannya melalui fekal-oral seperti diare juga banyak pada fase ini. 3. Fase Phallic Disebut juga sebagai fase erotik, fase ini berkembang pada anak umur 3 sampai 6 tahun. Yang paling menonjol adalah pada anak laki-laki dimana anak ini suka memegangi penisnya. Freud juga mengemukakan pada fase ini tentang masalah Oediphus dan Electra 5 complex tentang kelekatan anak laki-laki kepada ibunya dan ini terjadi pada anak perempuan dimana anak perempuan ini akan dekat kepada bapaknya. 4. Fase laten Fase ini adalah fase yang terpanjang, berlangsung pada saat umur 6 tahun sampai usia 12 tahun atau usia pubertas. Pada saat ini seorang anak dipengaruhi oleh aktivitas sekolah, teman-teman dan hobinya. Kegagalan pada fase ini akan menyebabkan kepribadian yang kurang bersosialisasi dengan lingkungannya. 5. Fase genital Fase ini berlangsung pada usia 12 tahun atau usia dimulainya pubertas sampai dengan umur 18 tahun, dimana anak mulai menyukai lawan jenis dan melakukan hubungan percintaan lewat berpacaran. Dan pada masa ini pula seorang anak akan mulai melepas diri dari orangtuanya dan belajar bertanggung jawab akan dirinya. Pertumbuhan dan perkembangan balita sangat mempengaruhi tingkat kejadian diare pada balita seperti status gizi mempengaruhi terhadap kekebalan tubuhnya terhadap infeksi, status gizi yang kurang ataupun rendah dapat memudahkan terjadinya infeksi karena kekebalan tubuhnya yang menurun. Pada umur balita juga melewati beberapa fase perkembangan seperti fase oral dan anal yang memungkinkan masuknya bakteri ke dalam saluran pencernaannya sehingga dapat menyebabkan diare. (Juffrie M dkk, 2010) 2. Diare 2.1. Definisi diare Diare adalah defekasi atau buang air besar lebih dari 3 x sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja. (Asnil P dkk, 2003) Diare adalah buang air besar yang lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering, biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari. (Depkes, 2001) Diare adalah keluarnya tinja yang lembek atau cair, biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam rentang waktu 24 jam. Akan tetapi, konsistensi tinja lebih penting dibandingkan dengan frekuensi buang air besar. Pengeluaran tinja yang sering namun padat bukanlah diare. (WHO, 1995) Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat terjadi kurang dari 14 hari. (Asnil P dkk, 2003) 6 2.2. Klasifikasi diare Diare dibagi menjadi tiga (Asnil P dkk, 2003) yaitu : 1. Diare akut Diare akut didefinisikan sebagai diare yang terjadi dalam waktu kurang dari 14 hari, berlangsung cepat umumnya berakhir dalam waktu 7 hari dengan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya. Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada balita. Kematian dapat disebabkan karena dehidrasi akut atau karena lingkaran sebab akibat dari diare-malnutrisi-infeksi. 2. Diare persisten Diare persisten didefinisikan sebagai diare yang terjadi lebih dari 14 hari dan biasanya diasosiasikan dengan malabsorbsi, infeksi non-intestinal yang serius dan dehidrasi. Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathi, dan penyakit blind loop. 3. Disentri Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri akan terjadi anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat. Buang air besar yang berulang-ulang yang menyebabkan penderita kehilangan banyak cairan dan darah. Penyebab umum disentri adalah infeksi parasit Entamoeba histolytica yang menyebabkan disentri amuba dan infeksi bakteri golongan Shigella yang menjadi penyebab disentri basiler. 2.3. Etiologi Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor (Ngastiyah, 2005), yaitu: 1. Faktor infeksi a. Infeksi enteral yaitu saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. 7 Infeksi enteral meliputi : - Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya. - Infeksi virus : Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain. - Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba hitolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans). - Infeksi sistemik yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. 2. Faktor malabsorbsi a) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa. b) Malabsorbsi lemak : disebabkan oleh lipase tidak ada atau kurang, mukosa usus halus (vili) atrofi atau rusak. c) Malabsorbsi protein : disebabkan oleh kekurangan enzim atau kerusakan mukosa usus. 3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. 4. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar. Faktor risiko terjadinya diare, yaitu : Faktor host : (1) umur, (2) jenis kelamin, (3) imunisasi, (4) status gizi, (5) pemberian ASI. Faktor lingkungan : (1) kebersihan lingkungan, (2) ketersediaan air bersih. 8 2.4. Patogenesis Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah: 1. Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan rongga usus. 3. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. (Ngastiyah, 2005) Patogenesis diare akut : 1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. 2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus. 3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik). 4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. (Hassan R dan Alatas H, 2007) 2.5. Gejala klinis Pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi 9 oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak; yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat. Bila berdasarkan tonisitas plasma dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik. (Ngastiyah, 2005) Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berat dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12,5 %. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun, pasien sangat lemah, kesadaran menurun. Akibat dehidrasi diuresis berkurang (oligouria sampai anuria). Bila sudah terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat dengan pernapasan yang cepat dan dalam (pernapasan Kussmaul). Asidosis metabolik terjadi karena (1) kehilangan NaHCO3 melalui tinja diare, (2) ketosis kelaparan, (3) produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (karena oligouria atau anuria), (4) berpindahnya ion Natrium dari cairan ektrasel ke cairan intrasel, (5) penimbunan asam laktat (anoksia jaringan). (Ngastiyah, 2005) 2.6. Faktor yang mempengaruhi terjadinya diare a. Kuman penyebab diare b. Keadaan gizi c. Sanitasi dan higiene d. Sosial ekonomi 10 2.7. Akibat diare a. Dehidrasi (kehilangan cairan tubuh) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan air (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. Tahapan dehidrasi : Dehidrasi ringan; berat badan menurun 3 - 5%, dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 ml/kg. Dehidrasi sedang; berat badan menurun 6 - 9%, dengan volume cairan yang hilang 50-90 ml/kg. Dehidrasi berat; berat badan menurun lebih dari 10%, dengan volume cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kg. (Aswhill dan Droske, 1997) 11 Tabel 2.1. Skor Maurice King Bagian tubuh 0 yang diperiksa 1 2 Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, Mengigau, apatis, mengantuk atau syok Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung Ubun-ubun Normal Sedikit cekung Sangat cekung Mulut Denyut menit Normal Kering nadi/ Kuat < 120 Sedang ( 120- 140 ) koma Kering & sianosis Lemah > 140 Sumber : (Suharyono, 2008) Catatan : 1. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dicubit antara ibu jari dan telunjuk kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam waktu : - 1 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan) - 1-2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang) - 2 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat) 2. Berdasarkan skor yang didapat pada seorang penderita dapat ditentukan derajat dehidrasinya : - jika mendapat nilai 0-2 : dehidrasi ringan - jika mendapat nilai 3-6 : dehidrasi sedang - jika mendapat nilai 7-12 : dehidrasi berat 3. Pada anak-anak yang suturanya sudah menutup, nilai untuk ubun-ubun diganti dengan banyaknya atau frekuensi buang air kecil. 12 Tabel 2.2. Perkiraan kehilangan berat badan berdasarkan gejala klinis Gejala (<3% kehilangan berat badan ) (3-9% kehilangan berat badan) (>9% kehilangan berat badan ) Mental status Compos mentis Lemas,gelisah Nadi Normal Haus Normal Normal Takikardi; bradikardi Meningkat pada beberapa kasus Haus; masih ada Tidak mau minum kemauan untuk minum Kualitas nadi Normal Pernapasan Normal Normal- perpanjangan Lemah – tidak teraba nadi Normal- cepat Dalam Mata Air mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung Masih terdapat air mata Menurun Kering Tidak terdapat mata Sangat Kering Recoil < 2 detik Recoil > 2 detik Mukosa lidah Lembab dan mulut Kembali dengan cepat Turgor kulit Apatis,letargi, koma Capillary refill Normal Memanjang Ekstermitas Hangat Dingin Memanjangminimal Dingin,sianosis Volume Urin Normal – menurun Menurun Minimal air Sumber : (WHO, 1995) b. Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik) Metabolik asidosis terjadi karena : - Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja. - Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh. - Terjadi penimpunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan. - Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oligouria atau anuria). - Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. (Asnil P dkk, 2003) 13 2.8. Tata laksana diare akut Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dengan merujuk pada tata laksana diare WHO tahun 2006. Tata laksana ini sudah diterapkan di Rumah Sakit-Rumah Sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Depkes menerapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun di Rumah Sakit, yaitu : 1. Pemberian cairan rehidrasi oral Mengingat diare pada balita bila tidak segera diatasi akan menyebabkan dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian, maka tindakan yang paling tepat dengan terapi rehidrasi. Terapi rehidrasi artinya menggantikan cairan tubuh yang keluar akibat diare, salah satunya adalah melalui oral atau mulut. (Suriadi dan Yuliani R, 2006) Dasar fisiologis pemberian cairan rehidrasi oral yang mengandung natrium klorida dan glukosa adalah bahwa transport natrium dan transport glukosa dari rongga usus ke dinding usus halus terjadi bersama-sama. Glukosa berperan meningkatkan penyerapan air maupun larutan ke dalam dinding usus halus. Selain itu penyerapan glukosa akan membantu penyerapan natrium menjadi lebih baik. (Siregar MR, 1995) Indikasi rehidrasi oral : Dehidrasi yang disebabkan oleh diare atau diare yang disertai muntah. Anak yang kehilangan cairan (misalnya, peningkatan insesible water loss , penurunan pemasukan cairan) tetapi setelah penyebab dari dehidrasi sudah ditegakkan. (Goepp J dan Hostetler M, 2001) Kontraindikasi rehidrasi oral : Dehidrasi berat yang disertai gejala renjatan dan penderita tidak dapat minum. Anuri atau oligouri yang melanjut. 14 Muntah hebat. Malabsorbsi glukosa yang diketahui dari bertambahnya atau kambuh kembali setelah rehidrasi oral. Diare profuse. Bayi prematur yang sangat kecil. Penggunaan cairan rehidrasi oral dimulai di rumah memberikan keuntungan, diantaranya dehidrasi disebabkan oleh diare dapat dicegah sedini mungkin, kunjungan ke Puskesmas atau Rumah Sakit akan berkurang. (Suharyono, 2008) a) Oralit Di Indonesia terapi atau pemberian cairan melalui mulut sudah lama diperkenalkan dengan berbagai macam cairan serta komposisi. Kemudian berbagai macam cairan tersebut disempurnakan dan diseragamkan, sehingga pada tahun 1976 muncul nama oralit yang dipatenkan di seluruh Indonesia. Kini para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipernatremia. Oralit baru dengan osmolaritas rendah ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena maupun mengurangi pengeluaran tinja hingga 20 % serta mengurangi kejadian muntah hingga 30 %. Selain itu oralit baru ini direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak. (Juffrie M dkk, 2010) Tabel 2.3. Komposisi oralit baru Oralit baru osmolaritas rendah Mmol/ liter Natrium Klorida Glukosa Kalium Sitrat Total osmolaritas 75 65 75 20 10 245 Sumber : (WHO, 2006) 15 Ketentuan pemberian oralit formula baru : Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk persediaan 24 jam. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar (BAB) dengan ketentuan sebagai berikut : Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus dibuang. (Juffrie M dkk, 2010) 2. Pemberian tablet Zink Zink merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Lebih dari 90 macam enzim membutuhkan zink sebagai kofaktornya, termasuk enzim superoksida dismutase. (Linder MC, 1999) Enzim ini berfungsi untuk metabolisme radikal bebas superoksida sehingga kadar radikal bebas di dalam tubuh berkurang. Pada proses inflamasi, kadar radikal bebas superoksida meningkat, sehingga dapat merusak jaringan, termasuk jaringan epitel usus. Zink juga berefek menghambat enzim iNOS (inducible nitric oxide synthase), ekspresi enzim ini meningkat pada saat diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zink juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama sebagian besar kejadian diare. Kerusakan morfologi epitel usus antara lain terjadi pada diare karena rotavirus yag merupakan penyebab terbesar diare akut. (Wapnir RA, 2000) Pemberian zink selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. (Black RE, 2003) Zink diberikan pada setiap diare akut dengan dosis, untuk anak di bawah 6 bulan diberikan 10 mg (½ tablet) zink per hari, sedangkan untuk anak di atas 6 bulan diberikan 1 tablet zink 20 mg. Pemberian zink diteruskan sampai 10 hari, walaupun diare sudah membaik. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kejadian diare selama 3 bulan ke depan. (Juffrie M dkk, 2010) 16 3. Pemberian ASI atau makanan Pemberian makanan selama diare berlangsung bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit-sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak. (Juffrie M dkk, 2010) 4. Antibiotik jangan diberikan Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan menganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan akan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. (Juffrie M dkk, 2010) 5. Nasihat pada ibu atau pengasuh Segera kembali jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam tiga hari. Berikan penjelasan juga kepada ibu atau pengasuh di rumah agar mengamati jika sewaktuwaktu timbul gejala-gejala dehidrasi, seperti tidak ada air mata, mata tampak cekung, anak tampak mengalami penurunan kesadaran sehingga penanganan diare dapat segera dilakukan. (Juffrie M dkk, 2010) Probiotik Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik sebagai pencegahan diare. Probiotik diberi batas sebagai mikoroorganisme hidup dalam makanan yang 17 difermentasikan yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu jangka panjang terutama bayi yang tidak minum ASI. Saavedra, dkk (1994) melakukan penelitian dengan menggunakan susu formula yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophylus yang diberikan kepada bayi dan anak usia 5-24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit. Susu formula yang disuplemetasi tersebut dapat menurunkan angka kejadian diare dari 31 % menjadi 7 %, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39 % pada kelompok placebo menjadi 10 % pada kelompok probiotik. Oberhelman RA, dkk (2002) melaporkan penggunaan Lactobacillus GG di Peru pada komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episode diare terutama pada anak-anak usia 18-29 bulan dibandingkan dengan placebo (4,7 v 5,9 episode /anak/tahun dengan p = 0,0005). Kemungkinan mekanisme probiotik dalam pencegahan diare melalui : perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan imunomodulasi. (Juffrie M dkk, 2010) Tata laksana diare berdasarkan derajat dehidrasi 1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi TRO (Terapi Rehidrasi Oral) Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, dan sebagainya. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk usia < 1 tahun adalah 50 – 100 ml, 1-5 tahun adalah 100 – 200 ml, 5 – 12 tahun adalah 200 – 300 ml dan dewasa adalah 300 – 400 ml setiap BAB. Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan. Pemberian ini dilanjutkan sampai diare berhenti. Selain cairan rumah tangga, ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Bila 18 dengan cara pengobatan ini diare tetap berlangsung atau bertambah berat dan keadaan anak bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan-sedang. (Juffrie M dkk, 2010) 2. Pengobatan diare dehidrasi ringan-sedang TRO (Terapi Rehidrasi Oral) Penderita diare dengan dehidarsi ringan-sedang harus dirawat di sarana kesehatan dan segera diberikan TRO dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan adalah 75 ml/kgBB dalam 3 jam pertama. Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi. Sebaliknya bila dengan volume di atas kelopak mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus dihentikan sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila edema kelopak mata sudah menghilang dapat diberikan lagi. Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam pasien dievaluasi, apakah membaik, tetap, atau memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan di rumah dengan oralit dan makanan dengan cara pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan pasien jatuh dalam derajat dehidrasi berat maka diberikan cairan parenteral. (Juffrie M dkk, 2010) 3. Pengobatan diare dehidrasi berat TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral) Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit. Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit sampai cairan infus terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi oralit selama pemberian cairan IV (kurang lebih 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik biasanya dalam 3-4 jam (untuk bayi) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar). Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 ml/kgBB dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 ml/kgBB. Di atas 1 tahun, ½ jam 19 pertama 30 ml/kgBB dilanjutkan 2 ½ jam berikutnya 70 ml/kgBB. Lakukan evaluasi tiap jam. Bila dehidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi. (Juffrie M dkk, 2010) 20 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif survey dengan jenis penelitian potong lintang atau cross sectional yang menunjukkan bahwa seluruh pengamatan dan pemeriksaan variabel penelitian dilakukan hanya satu kali. Penelitian menggunakan data sekunder/ “medical record” (MR) Rumah sakit Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan untuk mengetahui gambaran angka kesakitan diare pada balita di wilayah Tangerang Selatan. 3.2 Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan sejak bulan April hingga Juni 2010. Pengambilan sampel akan dilaksanakan di RS Bhineka Bakti Husada, Tangerang Selatan karena RS Bhineka Bakti Husada merupakan salah satu Rumah Sakit besar di wilayah Tangerang Selatan, masih dalam wilayah cakupan peneliti, dan penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang banyak menyebabkan angka kesakitan pada balita tinggi pada Rumah Sakit tersebut. 3.3 Variabel Penelitian Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah : A. Variabel bebas - Umur pasien - Tata laksana - Jenis kelamin - Status gizi - Derajat dehidrasi B. Variabel tergantung Angka kejadian diare akut 21 3.4 Bahan dan Alat Penelitian Alat penelitian yang digunakan adalah data sekunder status pasien yang diperoleh dari RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan. 3.5 Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Nawawi H, 1995). Pada penelitian ini yang dimaksud populasi adalah seluruh pasien balita rawat jalan penderita diare yang melakukan pemeriksaan di RS Bhineka Bakti Husada pada bulan April sampai Juni 2010. 2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien balita rawat jalan penderita diare di RS Bhineka Bakti Husada bulan April – Juni 2010 sebanyak 67 orang . 3. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi meliputi : 1) Pasien terdiagnosis diare ; 2) Pasien berumur kurang atau sama dengan lima tahun ; 3) Dengan tanpa dehidrasi maupun disertai dehidrasi ringan-sedang atau dehidrasi berat ; 4) merupakan pasien rawat jalan. 4. Kriteria Ekslusi Kriteria ekslusi meliputi : 1) Pasien rawat inap ; 2) Pasien berumur lebih dari lima tahun. 3.6 Penarikan Sampel 1. Teknik Pengambilan Sampel Pada penelitian ini responden diambil secara concecutive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian 22 dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi. (Notoatmodjo S, 2002) 2. Ukuran Sampel Karena jumlah populasi tidak diketahui, maka jumlah responden (n) pengunjung sebagai sampel, RS Bhineka Bakti Husada adalah minimal 96 orang sesuai dengan rumus persamaan (Nawawi H, 1995) : z.1 / 2 2 n p.q b Keterangan : n = jumlah sampel minimal p = proporsi populasi sebesar 0,5 q = proporsi sisa di dalam (1,0 – p) sebesar 0,5 z½ = derajat kepercayaan pada 95% sebesar 1,96 b = persentase perkiraan kemungkinan membuat kekeliruan sebesar 10% 1,96 2 n 0,5 . 0,5 0,1 n 0,25 . 384,16 n 96,04 Jumlah sampel yang digunakan adalah 96 responden. Namun karena keterbatasan waktu penelitian, peneliti hanya mendapatkan sampel sebanyak 67 orang. 3.7 Jalannya Penelitian Penelitian dimulai dengan mengambil data sekunder di RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan. Semua balita yang menderita diare pada rawat jalan di RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan, Banten dari bulan April 2010 sampai Juni 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dipilih sebagai sampel penelitian. Pasien yang datang berobat di RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan dengan diagnosis diare peneliti mengambil data status pasien meliputi data pasien (nama, umur, jenis kelamin, status gizi), bulan kejadian diare, dan tata laksana penyakit diare tersebut. 23 3.8 Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data Semua data dicatat dalam status penelitian, dikumpulkan dan kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS for window. Langkah awal dimulai dengan editing, coding, data entry, dan dilanjutkan dengan tabulasi. Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari tiap variabel yang diteliti, yaitu variabel dependen dan independen, akan digunakan analisis univariat. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular. 24 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran hasil penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 67 orang. Data diperoleh dengan cara mengambil data sekunder (rekam medik) di RS Bhineka Bakti Husada Tangerang Selatan selama bulan April-Juni 2010 yang memenuhi kriteria inklusi penelitian ini yaitu pasien diare balita rawat jalan . Semua data sampel yang diperoleh kemudian diolah dan gambaran sampel penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.1. Klasifikasi diare Klasifikasi diare Diare akut Diare kronik Total Jumlah 67 0 67 Persentase (%) 100 % 0% 100 % Tabel 4.2. Umur sampel penelitian Kelompok umur ( tahun ) Jumlah Persentase (%) 0-2 2-3 3-5 Total 42 14 11 67 62,7 % 20,9 % 16,4 % 100 % Terlihat dari tabel 4.2. bahwa diare ditemukan pada semua kelompok umur. Prevalensi paling banyak adalah berumur antara 0-2 tahun berjumlah 42 orang (62,7%) selanjutnya sampel yang berumur antara 2-3 tahun berjumlah 14 orang (20,9%), dan yang paling sedikit umur 3-5 tahun berjumlah 11 orang (16,4%). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Sigmaund Freud yaitu pada umur 0-2 tahun terdapat fase oral dimana balita mulai berusaha memasukkan makanan ke dalam mulutnya sehingga memudahkan masuknya bakteri ke dalam saluran pencernaanya kemudian menyebabkan infeksi. Pada umur 6 bulan pemberian ASI sudah dianjurkan dengan makanan pendamping ASI (MPASI) yang makin memudahkan bakteri masuk ke dalam saluran pencernaan balita. Perkembangan saluran cernanya dan enzim-enzim pencernaan seperti amilase, lipase, 25 laktase juga belum sepenuhnya terbentuk sehingga menyebabkan gangguan absorbsi bahan makanan seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan semakin bertambah umur sistem pencernaan balita akan semakin sempurna dan mampu beradapatasi terhadap lingkungan dan makanan yang masuk ke dalam pencernaannya sehingga kejadian diare pada kelompok umur 3-5 tahun kejadiannya paling sedikit dibanding kelompok umur lain yang hanya berjumlah 11 orang (16,4%). Gambaran jenis kelamin sampel penelitian Tabel 4.3. Jenis kelamin sampel penelitian Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total Jumlah 37 30 67 Persentase (%) 55,2 % 44,8 % 100 % Pada tabel 4.3. di atas terlihat sampel penelitian laki-laki lebih banyak menderita diare dibandingkan dengan perempuan dengan presentase adalah laki-laki berjumlah 37 orang (55,2%) dan perempuan berjumlah 30 orang (44,8%). Hasil penelitian di atas tidak sejalan dengan teori atau penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya yaitu berdasarkan survey demografi kesehatan Indonesia 20022003 yang menderita diare laki-laki (10,8 %) dan perempuan (11,2 %). Ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat kejadian diare dengan jenis kelamin. Gambaran derajat dehidrasi Tabel 4.4. Derajat dehidrasi sampel penelitian Derajat dehidrasi Tanpa dehirasi Ringan-sedang Berat Total Jumlah Persentase (%) 41 24 2 67 61,2 % 35,8 % 3% 100 % Terlihat dari tabel 4.4. di atas sampel paling banyak tidak mengalami dehidrasi berjumlah 41 orang (61,2%), kemudian dengan derajat dehidrasi ringan sedang berjumlah 24 orang (35,8%) dan paling sedikit dengan derajat dehidrasi berat berjumlah 2 orang (3%). Dua orang pasien yang 26 mengalami diare dengan dehidrasi berat di atas dirujuk ke RS Pemerintah (RS Fatmawati). Dari hasil penelitian di atas sesuai dengan indikasi bahwa diare dengan dehidrasi ringan atau tanpa dehidrasi tidak perlu dilakukan observasi rawat inap (dilakukan rawat jalan saja). Natasha (2008) melakukan penelitian pada 100 pasien poli anak rawat jalan RS Siti Hajar Medan, 66 pasien (66%) mengalami diare tanpa dehidrasi, 34 orang (34%) mengalami diare dengan dehidrasi ringan-sedang, dan tidak ada yang mengalami diare dengan dehidrasi berat. Gambaran tata laksana diare Tabel 4.5. Tata laksana diare Terapi Zink Probiotik Zink dan probiotik ORS, probiotik, dan zink Parenteral, probiotik, dan zink Jumlah 14 10 15 25 3 Persentase (%) 20,9 % 14,9 % 22,4 % 37,3 % 4,5 % Total 67 100 % Tabel 4.6. Derajat dehidrasi menurut tata laksana diare Terapi Tanpa dehidrasi Zink Probiotik Zink & probiotik ORS*, probiotik, & zink Parenteral, probiotik, & zink Jumlah % 14 10 15 20,9% 14,9% 22,4 % 1 1,5% 40 59,7% Derajat dehidrasi Ringan sedang % Berat % Total 14 10 15 24 35,8% 24 35,8% 25 3 4,5 % 3 3 4,5% 67 *ORS : Oral Rehidration Solution Terlihat dari tabel 4.5. di atas bahwa paling banyak terapi yang diberikan adalah kombinasi ORS, probiotik, dan zink berjumlah 25 orang (37,3%), kemudian kombinasi zink dan probiotik berjumlah 15 orang (22,4%), zink saja berjumlah 14 orang (20,9%), probiotik saja berjumlah 10 orang (14,9%), dan yang paling sedikit kombinasi parenteral, probiotik, dan zink 27 berjumlah 3 orang (4,5%). Dari hasil penelitian di atas bahwa pemberian terapi yang tidak disertai dengan pemberian terapi rehidrasi oralit (pemberian zink saja, probiotik saja, atau zink dan probiotik) sebanyak 39 orang (58,2%), ini sesuai dengan tabel tingkat dehidrasi bahwa paling banyak pasien tanpa dehidrasi. Sesuai dengan teori tentang tata laksana diare akut berdasarkan tingkat dehidrasi yang dikeluarkan oleh WHO tahun 2006 bahwa diare tanpa dehidrasi tidak perlu diberikan ORS oralit dan pemberian tablet zink sudah termasuk dalam protap pengobatan Depkes bahwa tablet zink diberikan pada diare tanpa dehidrasi dan semua tingkat dehidrasi. Pasien dengan diare tanpa dehidrasi hanya diberi cairan rumah tangga seperti air tajin, larutan gula garam yang digunakan untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga, namun pemberian oralit boleh diberikan pada diare tanpa dehidrasi jika anak tidak mau minum ASI atau telah menjalani terapi untuk diare dengan dehidrasi ringan-sedang atau berat. Menurut penelitian Gregorio GV, dkk (2007) yang dilakukan pada subjek berusia 2-59 bulan dengan diare kurang dari 7 hari dan tidak mendapat rehidrasi oral mengungkapkan 60 pasien yang diberikan zink dan ORS dan 57 pasien yang diberi ORS saja. Rata-rata durasi diare yang diberikan zink 17 jam lebih pendek dibandingkan dengan yang hanya diberikan ORS saja (tanpa zink). Penggunaan probiotik menurut penelitian Guarino, et al (1997) yang meneliti terhadap 100 anak diare yang menerima rehidrasi oral atau yang ditambahkan Lactobacillus GG didapatkan bahwa lamanya diare berkurang dari 6 hari menjadi 3 hari pada anak yang mendapatkan Lactobacillus GG dibanding kontrol. Isolauri, et al (1991) mendapatkan bahwa rehidrasi oral yang diberikan bersamaan dengan strain L.casei mempercepat penyembuhan diare akut pada anak yang banyak disebabkan oleh infeksi Rotavirus. Guarino, et al (1997) meneliti tentang anak usia 1 bulan hingga 3 tahun yang mengalami diare akut, kelompok A (144 orang) diberikan rehidrasi oral dan plasebo sedangkan kelompok B (147 orang) diberikan rehidrasi oral ditambah dengan Lactobacillus GG (sedikitnya 1010 CFU/250ml) selama 4-6 jam. Didapatkan bahwa lamanya diare dan masa rawat inap kelompok A lebih lama dibanding kelompok B. Van Niel, dkk (2002) menyatakan Lactobacillus GG aman dan efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya diare, dan menurunkan frekuensi diare pada hari kedua pemberian sebanyak 1-2 kali. 28 Gambaran derajat status gizi Status gizi balita diukur berdasarkan umur dan berat badan (BB). Berat badan anak ditimbang dengan timbangan yang memiliki presisi 0,1 kg. Variabel gizi anak ini disajikan dalam indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U). Indikator BB/U merupakan indikator yang lemah dibandingkan dengan indikator status gizi yang lain yaitu : tinggi badan dibanding umur (TB/U) dan berat badan dibanding tinggi badan (BB/TB), namun karena keterbatasan penelitian bahwa data yang tersedia kurang lengkap pencatatannya hanya menyajikan berat badan, maka peneliti menggunakan indikator BB/U untuk menentukan status gizi. Pemberian kriteria gizi berdasarkan indikator BB/U sebagai berikut : Gizi baik : 80-100 % Gizi kurang : 60-79 % Gizi buruk : < 60 % Tabel 4.7. Tabel status gizi Status gizi Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk Total Jumlah 54 13 0 67 Persentase (%) 80,6 % 19,4 % 0% 100 % Dari tabel 4.7. di atas menunjukkan bahwa pada pasien diare rawat jalan status gizi hampir sebagian besar termasuk gizi baik berjumlah 54 orang (80,5%) sedangkan sisanya termasuk gizi kurang berjumlah 13 orang (19,4%), dan tidak ditemukan pasien dengan gizi buruk. Ini sesuai bahwa faktor status gizi host berpengaruh terhadap angka kejadian diare, dan tingkat keparahan diare, sehingga tidak diperlukan adanya perawatan inap. Indikator berat badan dibanding umur ini termasuk indikator yang lemah untuk menjadi patokan status gizi anak, karena sangat fluktuatif tergantung pada kondisi kesehatan anak misalnya terdapat asites atau sedang mengalami diare, ini dapat menyebabkan kenaikan atau penurunan berat badan. Penelitian ini memiliki kelemahan yaitu mendapatkan data dari rekam medis yang pencatatannya kurang lengkap dan status gizi hanya didapatkan berdasarkan BB/U. Status gizi pada tabel 4.7. hanya dapat menggambarkan status gizi anak saat datang ke Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada saja. 29 BAB 5 SIMPULAN & SARAN SIMPULAN 1. Angka kejadian diare rawat jalan RS Bhineka Bakti Husada sebanyak 67 orang dengan anak laki-laki berjumlah 37 orang (55,2%) dan perempuan berjumlah 30 orang (44,8%). 2. Semua sampel penelitian mengalami diare akut berjumlah 67 orang (100%) 3. Kelompok umur 0-2 tahun paling banyak menderita diare berjumlah 42 orang (62,7%), kelompok umur 2-3 tahun berjumlah 14 orang (20,9%) dan kelompok umur 3-5 tahun berjumlah 11 orang (16,4%). 4. Klasifikasi diare : diare tanpa dehidrasi berjumlah 41 orang (61,2%), diare dengan dehidrasi ringan-sedang berjumlah 24 orang (35,8%), dan diare dengan dehidrasi berat berjumlah 3 orang (3%). 5. Tata laksana diare: a. Diare tanpa oralit (zink saja, probiotik saja, atau zink dan probiotik) berjumlah 39 orang (58,2%). b. Diare dengan menggunakan oralit, probiotik, dan zink berjumlah 25 orang (37,3%). c. Diare dengan terapi rehidrasi parenteral, probiotik, dan zink berjumlah 3 orang (4,5%). 6. Derajat dehidrasi menurut tata laksana diare : a. Diare tanpa dehidrasi dengan terapi zink berjumlah 14 orang (20,8%). b. Diare tanpa dehidrasi dengan terapi probiotik berjumlah 10 orang (14,9%). c. Diare tanpa dehidrasi dengan terapi zink dan probiotik berjumlah 15 orang (22,3%). d. Diare tanpa dehidrasi dengan terapi oralit, probiotik, dan zink berjumlah 1 orang (1,4%). e. Diare dehidrasi ringan-sedang dengan terapi oralit, probiotik, dan zink berjumlah 24 orang (35,8%). f. Diare dehidrasi berat dengan terapi parenteral, probiotik, dan zink berjumlah 3 orang (4,4%). 30 7. Status gizi berdasarkan indikator berat badan dibanding umur (BB/U) adalah status gizi baik berjumlah 54 orang (80,6%), status gizi kurang berjumlah 13 orang (19,4%), dan tidak ada yang berstatus gizi buruk. 8. Sebagian besar pasien rawat jalan sudah sesuai indikasi rawat jalan yaitu diare dengan dehidrasi ringan atau tanpa dehidrasi. 9. Pemberian tata laksana diare sudah sesuai dengan protap yang dikeluarkan oleh WHO yaitu pemberian tablet zink, probiotik, dan cairan rehidrasi sesuai dengan derajat dehidrasinya. SARAN 1. RS Bhineka Bakti Husada dapat memberikan penyuluhan kepada warga di sekitarnya agar angka kejadian diare dapat menurun. 2. Dapat meningkatkan pelayanannya agar menjadi lebih baik lagi sehingga dapat dijadikan Rumah Sakit teladan bagi lingkungan di sekitarnya dan membantu peningkatan kualitas kesehatan masyarakat kabupaten Tangerang Selatan. 3. Dilakukan pengukuran tinggi badan (TB) dan pengukuran lingkar lengan atas (LLA) agar dapat digunakan sebagai indikator yang akurat terhadap status gizi anak. 31 DAFTAR PUSTAKA Asnil P, Noerasid H, dan Suraatmadja S. Gastroenteritis Akut. Dalam : Suharyono, Boediarso Aswitha, Halimun Em . Gatroenterologi Anak Praktis. Balai Penerbit FKUI: Jakarta. 2003. 51-69 Aswhill dan Droske. Rehidration Terapy. Mosby: USA. 1997. p304 Black RE. Zinc deficiency, infectious disease and mortality in the developing country. GGS Book Services: USA. 2003. p1485 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Perencanaan dan Pengelolaan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.1991 Departemen Kesehatan RI. Tatalaksana Penderita Diare. Departemen Kesehatan RI: Jakarta. 2008 Direktorat Jendral PPM dan PLP. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Direktorat Jendral PPM dan PLP: Jakarta. 2002.1-58 Goepp J dan Hostetler M. Procedure for Primary Care Pediatricians . Mosby Inc: USA. 2001. p305 Guarino A, dkk. Oral bacterial therapy reduces the duration of symptoms and off viral excretion in children with mild diarrhea. J Pediatr Gastroenterol Nutr. p25; 516-9. 1997 Gregorio GV, dkk. Suplementasi Zink Menurunkan Biaya dan Lamanya Diare pada Anak-anak. J Clin Epidemiol Jun. 60(6):560-566. 2007 Hassan R, dan Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. FKUI: Jakarta. 2007. 283 Isolauri E, dkk. A human Lactobacillus strain (Lactobacillus casei sp strain GG) promotes recovery from acute diarrhea in children. Pediatrics. p88;90-7. 1991. John M, and Hassan S. Kamus Inggris Indonesia. PT Gramedia: Jakarta. 1995 Juffrie M, dkk. Buku ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jilid 1. Balai penerbit IDAI: Jakarta. 2010. 105-16 Linder MC. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme ( terjemahan ). UI Press: Jakarta. 1999 Minocha A. Handbook of Digestive Diseases. Slack Inc: USA. 2004. p42 Naulita N. Efektivitas pemberian sinbiotik dibandingkan plasebo pada anak penderita diare akut. USU press: Medan. 2008 32 Nawawi H. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University: Yogyakarta. 2003. 63 Notoatmodjo S . Metodologi Penelitian Kesehatan . Rineka Cipta: Jakarta. 2002 Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit . Edisi 2 . EGC: Jakarta. 2005. 223-33 Siregar MR. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. EGC: Jakarta. 1995 Sudarmo S. Epidemiologi penyakit infeksi. Rineka Cipta: Jakarta. 2001. 59 Suharyono. Diare Akut : klinik dan laboratorik. Cet 2 . Rineka Cipta: Jakarta. 2008. 67 Suriadi dan Yulianni R. Asuhan Keperawatan pada Anak. Ed.2. Sagung Seto: Jakarta. 2006. 81 Van Niel, et al. Lactobacillus Therapy for Acute Infectious Diarrhea Children : A.Metaanalysis Pediatrics. 109;678-84. 2002. Wapnir RA. Zinc deficiency, malnutrition and the gastrointestinal tract. GGS Book Services: USA. 2000. p1388 33 LAMPIRAN Gambaran data SPSS umur sampel Umur Frequency Percent Valid Cumulative Percent Percent Valid 0-2 tahun 42 62.7 62.7 62.7 2-3 tahun 14 20.9 20.9 83.6 3-5 tahun 11 16.4 16.4 100.0 Total 100.0 100.0 67 Gambaran data SPSS jenis kelamin sampel Jeniskelamin Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent 37 55.2 55.2 55.2 perempuan 30 44.8 44.8 100.0 Total 100.0 100.0 Valid laki-laki 67 Gambaran derajat dehidrasi Dehidrasi Cumulative Frequency Percent Valid tanpa dehirasi 41 Valid Percent Percent 61.2 61.2 61.2 Ringan 24 35.8 35.8 97.0 Berat 2 3.0 3.0 100.0 Total 67 100.0 100.0 34 Gambaran status gizi Statusgizi Valid Cumulative Frequency Percent Percent Percent 54 80.6 80.6 80.6 gizi kurang 13 19.4 19.4 100.0 Total 100.0 100.0 Valid gizi baik 67 Gambaran tata laksana diare tatalaksana Valid Cumulative Frequency Percent Percent Percent 14 20.9 20.9 20.9 Probiotik 10 14.9 14.9 35.8 zink&probiotik 15 22.4 22.4 58.2 ORS,probiotik,& zink 25 37.3 37.3 95.5 3 4.5 4.5 100.0 67 100.0 100.0 Valid Zink parenteral,probiotik, & zink Total 35