PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Tiara Irmawati Budi Handoyo Purwanto Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan pengaruh model Numbered Heads Together terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran geografi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 7 Kediri Tahun Ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 2 kelas yaitu kelas X-8 sebagai kelas eksperimen dan kelas X-7 sebagai kelas kontrol. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen semu dengan desain penelitian pretest posttest control group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran NHT dengan kelas kontrol yang hanya menggunakan model pembelajaran klasikal. Kata kunci: Numbered Heads Together, kemampuan berpikir kritis Kemampuan berpikir kritis siswa yang rendah merupakan masalah utama dalam suatu kegiatan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2012) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis belum sepenuhnya diasah oleh guru sehingga siswa menjadi kurang peka dalam menanggapi suatu permasalahan maupun menanggapi suatu fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Jika siswa telah mengalami kesulitan dalam menganalisis suatu permasalahan, maka siswa juga akan mengalami kesulitan dalam menentukan dan menyususn alternatif-alternatif pemecahan masalah yang harus diambil. Siswa juga akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan solusi-solusi permasalahan yang terjadi. Hasil observasi dan diskusi dengan guru geografi di SMAN 7 Kediri, pembelajaran geografi yang dilakukan di SMAN 7 Kediri ini menggunakan model 1. Tiara Irmawati adalah mahasiswi Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang ([email protected]) 2. Budi Handoyo dan Purwanto adalah dosen Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang pembelajaran klasikal. Pembelajaran klasikal adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dan cenderung membuat siswa menjadi pasif. Menurut Andarini (2012) pembelajaran klasikal mencerminkan kemampuan utama guru, karena pembelajaran klasikal ini merupakan kegiatan belajar dan mengajar yang tergolong efisien. Meskipun dengan model klasikal guru dapat dengan mudah menguasai kelas dan mudah di laksanakan, tetapi suatu proses pembelajaran akan menjadi efektif dan bermakna apabila ada interaksi antara siswa dan sumber belajar dengan materi, kondisi ruangan, fasilitas, penciptaan suasana dan kegiatan belajar yang tidak monoton. Dalam proses belajar siswa adalah pelaku aktif kegiatan belajar dengan membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang di milikinya. Perubahan pembelajaran yang terpusat pada guru perlu dilakukan dengan pengembangan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan proses kegiatan belajar siswa, salah satunya adalah menggunakan model-model pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2010:10) dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat bekerja sama dalam belajar dan saling bertanggung jawab terhadap teman satu tim sehingga masing-masing dapat menyumbangkan ide dan mampu membuat diri mereka sama baiknya. Untuk memberikan keadaan belajar yang menyenangkan dan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, diperlukan suatu strategi pembelajaran. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Model kooperatif banyak ragamnya, salah satunya pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang digunakan dalam penelitian ini. Pembelajaran NHT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang menuntut siswa untuk lebih bertanggung jawab penuh dalam memahami materi. Pembelajaran kooperatif tipe NHT diharapkan dapat melatih kemampuan siswa dalam memecahkan masalah secara bersama-sama. Sumarmi (2012) mengemukakan ”proses kerjasama dalam diskusi kelompok dalam penerapan kepala bernomer (NHT) memungkinkan siswa berpikir lebih kritis dan lebih memperdalam konsep sehingga berpengaruh terhadap prestasi belajar geografi tanpa membedakan kemampuan akademik siswa”. Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa harus bekerjasama dengan siswa lain yang memiliki kemampuan akademik yang berbeda sehingga siswa akan termotivasi dalam mempelajari fakta, konsep dan generalisasi geografi dan lebih bisa mengembangkan kemampuan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi (Sumarmi, 2012). Model ini menganjurkan hubungan yang saling menunjang, keterampilan komunikasi yang baik, dan kemampuan berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi. Pembelajaran struktural model ini melibatkan siswa dalam meriview bahan yang tercakup dalam suatu pengajaran dan memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran. Model ini memiliki prosedur yang ditetapkan untuk memberi waktu lebih banyak berpikir, menjawab dan saling membantu antar anggota dalam suatu kelompok. Selain itu, model pembelajaran ini dapat meningkatkan pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran dan meningkatkan kerjasama antarsiswa dengan adanya kegiatan berpikir bersama. Rumusan masalah penelitian adalah apakah model pembelajaran NHT berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran geografi kelas X SMAN 7 Kediri? Berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevalusi informasi. Matindas 1996 (dalam Lubis 2010) menyatakan bahwa ”berpikir kritis adalah aktivitas mental yang dilakukan untuk mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan. Menurut Halpen 1996 (dalam Achmad 2007), berpikir kritis adalah memberdayakan ketrampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Pendapat senada dikemukakan Anggelo 1995 (dalam Achmad 2007), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Model NHT (Numbered Heads Together) adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan oleh Kagan, 1993 (dalam Nurhadi, dkk. 2004:66) tersebut menghendaki agar para siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual. Ada struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang tujuannya untuk mengajarkan ketrampilan sosial. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Tehnik belajar mengajar Kepala Bernomor (NHT) ini bisa digunakan dalam semua usia anak didik. Seorang siswa akan lebih merasa bebas berpendapat apabila mereka dalam keadaan berkelompok dan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menyelesaikan soal diskusi yang ada (Lie, 2005:59). Mereka akan terdorong untuk mengeluarkan pendapatnya agar mencapai tujuan kelompoknya. Pembelajaran kooperatif bukan hanya sebuah tehnik pengajaran yang ditujukan untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, ini juga merupakan cara untuk menciptakan keceriaan, lingkungan yang pro-sosial di dalam kelas, yang merupakan salah satu manfaat penting untuk memperluas perkembangan interpersonal dan keefektifan (Slavin, 2008:100). Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT terdiri dari empat langkah (Lie, 2005; Trianto, 2010; Sumarmi, 2012), yaitu: (1) guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga hingga lima orang dan memberi mereka nomor yang berbeda, (2) guru memberikan tugas kepada masing-masing kelompok untuk dikerjakan, (3) para siswa berpikir bersama untuk mendiskusikan dan meyakinkan bahwa setiap anggota mengetahui jawaban tersebut, (4) guru menyebut satu nomor dan siswa yang disebut nomornya mengangkat tangan untuk melaporkan hasil kerja kelompok. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam melaksanakan model pembelajaran ini adalah penomoran (numbering), pengajuan pertanyaan (questioning), berpikir bersama (heads together), dan pemberian jawaban (answering). Kelebihan pembelajaran kooperatif model NHT antara lain: (1) siswa mudah memahami materi pelajaran karena menggunakan bahasa teman sebaya, (2) suasana proses belajar mengajar bebas tidak ada rasa tertekan, (3) siswa mendapatkan tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial, (4) setiap anggota kelompok memiliki kesempatan yang cukup untuk mengemukakan ide, (5) menumbuhkan rasa kerjasama untuk mencapai tujuan, (6) memberikan kesempatan kepada setiap anggota untuk berpartisipasi aktif (Paito, 2013:25). Selain memiliki kelebihan, Paito (2012:25) juga menyebutkan bahwa model NHT juga memiliki kelemahan yaitu: (1) kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru, (2) tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru, (3) siswa yang pandai cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah, (4) kendala teknis, misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau kurang mendukung diatur kegiatan kelompok. Meskipun demikian kelemahan tersebut dapat diminimalisir dengan upaya dari guru dan teman sekelompok untuk senantiasa memberikan motivasi pada siswa yang lemah agar dapat berperan aktif dan dapat berkembang sejalan dengan siswa yang berkemampuan lebih, dan adanya upaya untuk meningkatkan tanggung jawab individu untuk belajar bersama-sama. Metode Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen semu (Quasi Eksperiment) dengan desain penelitian pretest posttest control group design. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 7 Kediri Tahun Ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 2 kelas yaitu kelas X-8 sebagai kelas eksperimen dan kelas X-7 sebagai kelas kontrol. Instrumen penelitian berupa tes uraian yang digunakan untuk prestest dan posttest. Tehnik analisis data yang digunakan adalah uji t-test tidak berpasangan yang diselesaikan dengan bantuan komputer program SPSS 16.0 for Windows Hasil Penelitian A. Deskripsi Data Dalam bab ini dibahas: (1) Data kemampuan awal siswa (pretest), (2) Data kemampuan akhir siswa (posttest), dan (3) Data hasil belajar siswa (gain score). 1. Data Kemampuan Awal Siswa (pretest) Data kemampuan awal siswa diperoleh dari tes yang diberikan pada siswa sebelum materi diajarkan. Tes ini diberikan pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol yang tujuannya untuk mengetahui kemampuan awal siswa kedua kelas tersebut. Data kemampuan awal siswa secara keseluruhan disajikan pada Gambar 4.1. Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 25 Frekuensi 20 15 Eksperimen; mean 45.12 10 Kontrol; mean 43.69 5 0 25 – 37 38 – 50 51 – 63 64 – 76 77 – 89 90 – 102 Interval Nilai Gambar 4.1 Diagram Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Gambar 4.1 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi kemampuan awal (pretest)) kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan frekuensi terbanyak terletak pada rentang skor 38-50. 50. Hal ini mengindikasikan bahwa sebaran data kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak jauh berbeda. Demikian juga berdasarkan rata ratarata skor kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh selisih sebesar 1.43 (45.12 – 43.12 = 1.43) dengan kelas eksperimen di atas kelas kontrol. Perbedaan rata-rata rata yang kecil il menunjukkan bahwa kemampuan awal kedua kelas adalah setara 2. Data Kemampuan Akhir Siswa ((posttest) Data kemampuan akhir siswa ((posttest)) adalah skor tes yang diperoleh setelah siswa mengalami proses belajar yang diberikan di akhir pembelajaran baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Distribusi frekuensi kelas eksperimen dan kelas kontrol tersebut selanjutnya disajikan dalam Gambar 4.2 untuk memperjelas sebaran data kedua kelas. Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 25 Frekuensi 20 15 Eksperimen; mean 61.19 10 Kontrol; mean 54.8 5 0 25 – 37 38 – 50 51 – 63 64 – 76 77 – 89 90 – 102 Interval Nilai Gambar 4.2 Diagram Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Gambar 4.2 menunjukkan Frekuensi (jumlah siswa) terbesar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol terbanyak terletak pada rentangan 51 – 63 dengan persentase frekuensi sebesar 45.71% untuk kelas eksperimen dan 60% untuk kelas kontrol. Skor terendah terletak antara 38 – 50, dengan persentase frekuensi kelas kontrol sebesar 31.43% lebih tinggi daripada kelas eksperimen yang persentase frekuensinya hanya 14.29%. Sedangkan pada rentangan skor 64 – 76 posisi frekuensi kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan persentase frekuensi 25.71% untuk kelas kontrol dan 8.57% untuk kelas kontrol. Nilai tertinggi kelas kontrol terletak pada rentangan skor 64 –76 76 sedangkan nilai tertinggi pada kelas eksperimen terletak pada rentangan skor 77 – 89. Hal ini menunjukkan nunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol. RataRata rata kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol sebesar 54.8 sedangkan pada kelas eksperimen sebesa sebesarr 61.19 lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan model NHT pada kelas eksperimen berpengaruh lebih tinggi dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa daripada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran klasikal. 3. Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ((Gain Score) Data gain score adalah data skor siswa yang diperoleh dari selisih antara posttest dengan pretest masing masing-masing kelas. Perbandingan rata-rata gain score antara kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam gambar 4.3. Gain Score Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol interval rata-rata 20 16 15 11 10 5 0 Eksperimen Kontrol Gambar 4.3 Diagram Gain Score Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Gambar 4.3 menunjukkan bahwa rata-rata rata rata kemampuan berpikir kritis siswa (gain score), rata--rata rata kelas eksperimen lebih tinggi dari pada rata rata-rata kelas kontrol dengan selisih sebesar 5 poin. Dengan demikian antara kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki rentangan kemampuan berpikir kritis siswa yang berbeda. Data pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Hal ini membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran NHT berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi atmosfer. B. Analisis Data 1. Uji Prasyarat Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji beda atau t-test,, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat untuk pengujian hipotesis. Uji prasyarat tersebut meliputi uji normalitas dan homogenitas. Adapun data yang digunakan dalam analisis data ini adalah gain score. Berikut ini paparan terkait uji prasyarat terhadap data gain score. a. Uji Normalitas Ringkasan hasil uji Kolmogorov Smirnov disajikan dalam Tabel 4.7. Tabel 4.7 Data Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen Kontrol Sig. 0.198 0.200 Kesimpulan Normal Normal Tabel 4.7 hasil uji normalitas pada taraf sig 95% atau alpha (a) 0,05 tersebut, diperoleh nilai sig 0.198 untuk kelas eksperimen dan nilai sig 0.200 untuk kelas kontrol. Tabel 4.7 menunjukkan nilai sig kelas kontrol dan kelas eksperimen lebih dari 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data gain score baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol terdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas yang digunakan adalah uji levene pada taraf sig 95%. Tabel 4.8 Data Uji Homogenitas Sig. 0.009 Kondisi Sig < alpha Kesimpulan Tidak homogen Tabel 4.8 menunjukkan nilai sig 0.009 kurang dari 0.05, sehingga dapat dinyatakan bahwa data penelitian berasal dari populasi bervarian tidak sama. 2. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis merupakan prosedur yang dilakukan untuk menentukan apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1: model pembelajaran NHT berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran geografi kelas X SMAN 7 Kediri H0: model pembelajaran NHT tidak berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran geografi kelas X SMAN 7 Kediri Tabel 4.9 Uji Hipotesis Kelas Gain Score df 68 Sig. (2-tailed) 0,008 Keterangan H0 ditolak Tabel 4.9 hasil perhitungan uji hipotesis kemampuan berpikir kritis siswa dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows diketahui bahwa nilai sig.2-tailed adalah 0.008 < 0.05, sehingga H0 ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran geografi kelas X SMAN 7 Kediri. Pembahasan Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran Numbered Heads Together berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis. Siswa yang belajar menggunakan model NHT memperoleh kemampuan berpikir kritis yang lebih baik daripada siswa yang proses pembelajarannya tidak menggunakan model NHT. Adapun rata-rata nilai posttest kelas eksperimen sebesar 61.19 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 54.80, padahal pada pretest rata-rata nilai kedua kelas tersebut tidak jauh berbeda. Rata-rata nilai pretest pada kelas eksperimen sebesar 45.12 dan pada kelas kontrol sebesar 43.69. Hal ini menunjukkan bukti adanya kontribusi NHT dalam mempengaruhi kemampuan berpikir kritis. Selain itu, hasil uji t-test juga menunjukkan bahwa pembelajaran geografi dengan menggunakan model pembelajaran NHT berpengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dengan nilai signifikansi 0.008 kurang dari 0.05. Pada kelas kontrol proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran klasikal, menunjukkan kemampuan berpikir kritis siswa cenderung lebih rendah. Proses pembelajaran di kelas sepenuhnya berpusat pada guru (teacher centered) sehingga siswa cenderung sebagai pendengar yang pasif. Hal ini sangat berdampak pada kebiasaan siswa untuk selalu menunggu informasi dari guru tanpa berupaya mencari informasi baru. Oleh karena itu, pola pembelajaran yang seperti ini kurang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Pada kelas eksperimen, model pembelajaran yang digunakan adalah NHT. Pada kelas eksperimen ini kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan lebih tinggi daripada kelas kontrol. Model pembelajaran NHT merupakan suatu model pembelajaran yang termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif mampu melibatkan siswa secara aktif dalam mencari informasi serta membangun pengetahuannya sendiri. Paito (2013) juga berpendapat bahwa dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT diskusi dan komunikasi dikembangkan dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberikan kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan peranan diri sendiri maupun teman lain. Model NHT ini sangat efektif untuk melatih siswa menjadi seorang yang kritis. Pada tahap berpikir bersama (heads together) siswa terlebih dahulu diberi kesempatan untuk berpikir secara individu sebelum berpikir bersama dalam hal memecahkan masalah, mengambil keputusan dan menganalisis terkait permasalahan yang diberikan oleh guru. Ketika siswa telah berpikir secara individu kemudian pada tahapan berpikir bersama siswa akan dihadapkan dengan pemikiran orang lain (teman diskusinya) yang berbeda-beda, maka secara tidak langsung mereka dituntut untuk menyeleksi pemikiran yang paling benar. Dalam menyeleksi ini, siswa akan berusaha mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat sendiri dan orang lain yang menjadi teman diskusinya. Sehingga kondisi semacam ini otomatis dapat membangun karakter pemikiran kritis dalam diri siswa. Model pembelajaran NHT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dilandasi oleh teori pembelajaran konstruktivisme. Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang menekankan pada siswa untuk menemukan konsepnya secara mandiri. Pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru berfungsi sebagai fasilitator. Siswa diharapkan untuk belajar aktif dan guru bukan merupakan sumber belajar utama dalam kegiatan pembelajaran. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang dimilikinya. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Numbered Heads Together berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas X SMAN 7 Kediri. Hal ini terbukti dari hasil penghitungan SPSS 16 For Windows dengan nilai sig sebesar 0.008<0.05. Rata-rata hasil kemampuan berpikir kritis siswa kelas yang menggunakan model Numbered Heads Together lebih tinggi daripada kelas yang tidak menggunakan model Numbered Heads Together. Daftar Rujukan Achmad, A. 2007. Memahami Berpikir Kritis. (Online). (http://researchengines.com/1007arief3.html), diakses 2 Januari 2013. Agustina, Sri. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Mahasiswa Universitas Kanjuruhan Malang Pada Matakuliah Hidrologi. Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Andarini, Rully. 2012. Pembelajaran Klasikal. (Online). (http://marketilmuguys.blogspot.com/2012/11/mo-del-pem-bela-ja-ranklas-ikal-oleh.html ), diakses 19 April 2013. Lie, Anita. 2005. Cooperative Learning. Jakarta: PT Gramedia. Lubis, B. 2010. Berpikir Kritis. (Online), (http://edukasi.kompasiana.com/2010/02/11/berpikirkritis%E2%80%A6/), diakses 2 Januari 2013. Nurhadi dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapan dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. Paito. 2013. Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Materi Peluang Di Kelas XI IPA-1 SMA Negeri 1 Talun. Tesis: Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Slavin. 2008. Cooperative Learning (Penerjemah Nurulita Yusron). Bandung: Nusa Media Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geografi. Malang: Aditya Media Publishing. Trianto. 2010. Mendesain Model-Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Konsep Landasan dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.