Media Kedokteran Hewan Vol. 23, No. 3, September 2007 Vaksinasi BCG Meningkatkan Aktivitas Makrofag dalam Sekresi Reactive Oxygen Intermediate (ROI) pada Anjing yang Diinfeksi Mycobacterium tuberculosis BCG Vaccination Increased ROI Secretion in Dogs Macrophage Infected with Mycobacterium tuberculosis Ida Tjahajati Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Olah Raga, Karang Malang Yogyakarta 55281, Hp:081578890500 email: [email protected] Abstract The aim of this experiment is to study the effect of BCG vaccination on ROI secretion activity in dog peritoneum macrophage which infected with M. tuberculosis. The experiment used twenty four healthy dogs. The animals were divided in 2 groups, 12 dog s in each group . Group I were vaccinated by BCG, group II were control group which unvaccinated. BCG vaccination was done twice with two weeks interval. Two days after vaccination each dog was infected by 10 4 cfu M. tuberculosis intraperitoneally. The activity of macrop hages were measured at 1 st, 2nd, 12th, and 24 th, after infection using NBT reduction assay. Three dogs were used to measure the macrophage activity in each period, using triplicate sample for each dog . The results of the experiment showed that the ROI sec retion increased significant deference in vaccination group (P<0.01) compare d with the control group, and these activities reached to the plateau level at 2 weeks after infection. Although these enhanced activities were gradually diminished thereafter, hig her levels of these activities were consistently observed until the end of experiment compare d with control group. These result indicated that BCG vaccination increased the cellular i mmunity especially ROI secretion activities in dog infected with M. tuberculosis Key words: BCG, ROI, M. tuberculosis, dogs Pendahuluan Jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia menempati posisi nomer tiga terbesar di dunia setelah India dan China. M enurut Sub Direktorat Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis (P2TB) Ditjend Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, angka insidensi kasus baru mencapai 107 per 100 ribu penduduk (Siswono, 2006). Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor dua terb esar di Indonesia setelah penyakit kardiovaskuler, dan merupakan penyebab kematian nomor satu dari kelompok pe nyakit infeksi (Manaf, l997). Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang merupakan penyebab kematian hampir 3 juta manusia, d an terdapat 8-12 juta kasus baru setiap tahunnya (Raviglione et al., l999). Menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan penyakit telah menyerang sepertiga penduduk dunia, dan mem punyai potensi berkembang ke ar ah penyakit reaktif 173 (Dolin, 1994). Dengan berkembangnya human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) serta adanya masalah kekebalan kuman terhadap berbagai obat tuberkulosis ( multi drugs resistant M. tuberculosis, MDR-TB), menyebabkan tuber kulosis menjadi masalah kesehatan dunia (Nikmawati et al., 2006). Mycobacterium dari M. tuberculosis complex yang menyerang manusia telah diketahui juga dapat menyebabkan tuberkulosis bentuk pulmonari, gastro intestinal, atau bentuk menyebar pada hewan terma suk anjing dan kucing (Snider et al., 1971; Bennet dan Gaskell, l996; Montali et al., 2001). Usaha pencegahan terhadap tuberkulosis telah lama diupayakan yaitu dengan melakukan vaksinasi menggunakan M. bovis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG) yang telah dilemahkan. Vaksin ini pertama kali digunakan pada manusia tahun 1921, selanjutnya aplikasi penggunaannya meluas ke berbagai negara di dunia dengan tingkat protektivitas yang bervariasi (Huebner dan Comstock, l994; Huebner, l996). Sifat Tjahajati; Vaksinasi BCG Meningkatkan Aktivitas Makrofag dalam Sekresi Reactive Oxygen Intermediate ... imunopotensiator BCG pada hewa n percobaan telah banyak dipelajari dan terbukti dapat meningkatkan reaktivitas imunologis dengan berbagai mekanisme. Bacillus Calmette-Guerin dapat merubah beberapa komponen respon imun, mengubah beberapa tipe sel, dan dapat mendorong terjadinya efek stim ulasi atau penghambatan pada sistem imun tergantung pada bagaimana cara menggunakannya (Hennesey dan Baker, l994). Selain memacu respon imun yang diperantarai sel T, BCG juga diketahui dapat mening katkan jumlah limfosit. Secara in vitro pemberian BCG dapat meningkatkan jumlah limfosit CD4+ yang terbukti dengan meningkatnya jumlah sel -sel blast CD4+ dalam kultur (Yaqoob dan Calder, l995). Puncak proliferasi limfosit terjadi 2 minggu setelah infeksi pada hewan coba yang diinfeksi dengan BCG (Demangel et al., l999). Pengaruh BCG terhadap kemampuan fagosi tosis dan daya bunuh makrofag pada infeksi Staphylococcus aureus dan efeknya dalam meningkatkan produk si tumor necrosis factor alpha (TNF-α) oleh makrofag telah dilaporkan oleh Djamiatun et al. (1988). Peningkatan aktivitas pembunuhan terhadap intraerythrocytic Plasmodium yoelii secara in vitro karena efek BCG juga telah dilaporkan oleh Supargiono (1993 ). Laporan lain mengenai efek BCG terhadap pembunuhan Plasmodium berghei oleh makrofag telah dipublikasikan oleh Wijayanti (l996). Hasil penelitian terdahulu menun jukkan bahwa infeksi tuberkulosis pada kucing juga mengikuti paradigma Tahun 1 dan Tahun 2 yang melibatkan aktivitas makrofag dan T helper (Tjahajati et al., 2004 a). Dikatakan oleh Issac et al. (l983) bahwa anjing lebih mudah terinfeksi oleh M. tuberculosis dibanding dengan kucing. Nampaknya aktivitas makrofag khususnya dalam sekresi ROI dan fagositosis dalam merespon infeksi M. tuberculosis pada anjing dan kucing sedikit berbeda (data dalam proses publikasi). Meskipun BCG sampai saat ini digunakan di lapangan dan telah diketahui bersifat imunopoten siator, namun bagaimana pengaruhnya terhadap imunitas seluler khususnya aktivitas makrofag dalam sekresi ROI pada anjing belum pernah dilaporkan. Pada penelitian ini dipelajari bagaimana pengaruh vaksinasi BCG terhadap aktivitas makrofag khususnya dalam aktivitas sekresi ROI pada anjing yang diinfeksi M. tuberculosis. Telah diketahui meka nisme respon imun terhadap infeksi M. tuberculosis diperankan oleh imunitas seluler yaitu sel makrofag dan sel T (T-cell mediated immunity), dengan mekanisme utama meningkatnya aktiv itas makrofag dan sel T (Graham dan Blomm, l994; Ryan, l997; Flyn, 2001). Didasarkan pada BCG yang bersifat imunopotensi ator, maka hipothesis dalam penelitian ini adalah anjing yang divaksin dengan BCG setelah diinfeksi dengan M. tuberculosis akan menunjukkan aktivitas makrofag dalam sekresi ROI yang lebih tinggi dibanding dengan kelompok yang tidak divaksin BCG dalam usahanya member ikan proteksi untuk memusnahkan M. tuberculosis yang masuk dalam tubuh anjing. Metode Penelitian Hewan percobaan Dua puluh empat anjing sehat (jenis kelamin jantan dan betina, umur 1-2 tahun, berat badan 6-10 kg) dibagi secara acak dalam 2 kelompok masin gmasing 12 ekor. Kelompok I yaitu kelompok yang divaksinasi dengan BCG dan kelompok II adalah kelompok kontrol yaitu kelompok yang tidak divaksin BCG. Stimulasi BCG dilakukan secara intraperitoneal, sebanyak 2 kali dengan interval 2 minggu dengan dosis 0, 1 ml. Dua hari setelah vaksinasi semua anjing diinfeksi M. tuberculosis dengan dosis 10 4 cfu secara intraperitoneal. Mycobacterium yang digunakan dalam penelitian ini adalah M. tuberculosis strain H37Rv yang diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Daer ah, Daerah Istimewa Yogyakarta. Periode waktu pemeriksaan aktivitas makrofag Aktifitas fagositosis makrofag peritoneum anjing diukur pada minggu ke -1, 2, 12, 24 setelah dilakukan infeksi. Pada masing-masing periode pengukuran aktivitas makrofag diguna kan 3 ekor anjing, dan masing-masing anjing dibuat replikasi 3 kali. Isolasi dan kultur makrofag peritoneum Pada jadwal waktu yang telah ditentukan anj ing dianastesi dengan menggunakan Anesject R (kethamine) dengan dosis 0,1 mg/kg BB, disuntikkan secara intramuskuler. Setelah anjing tertidur, kemudian diletakkan pada posisi terlentang ( dorso lateral) pada gabus yang telah dilapisi dengan aluminium foil steril, kemudian kulit bagian perut didesinfeksi dengan alkohol 70%, selanjutnya kulit abdomen dibuka dengan gunting steril, sehingga tampak lapisan mesenterium dan cavum peritoneum beserta isinya dapat terlihat dengan jelas (Coligan et al., l997). Medium RPMI dingin kurang lebih 100 ml diinjeksikan ke dalam rongga peritoneum dan di massage kurang lebih 3 menit, kemudian medium diaspirasi kembali. Aspirat yang telah diperoleh ditampung dalam tabung sentrifus steril, kemudian disentrifus pada kecepatan 1200 rpm, 4 oC selama 10 menit. Supernatan dibuang kemudian ditambahkan 3 ml medium RPMI lengkap (mengandung F CS 10%) pada pelet yang telah diperoleh (Leijh, l986). Jumlah makrofag dihitung dengan mengguna kan hemositometer kemudian diresuspensikan lagi dengan medium RPMI lengkap sehingga didapat sel 174 Media Kedokteran Hewan dengan kepadatan 2,5 x 10 6 sel/ml. Suspensi sel yang telah dihitung, kemudian dikultur pada sumuran microplate 24 yang telah diberi cover slips bulat, setiap sumuran 200 l (5 x 10 5 sel), kemudian diinkubasi dalam inkubator CO 2 5%, 37 oC selama 30 menit. Setelah itu ditambahkan medium RPMI lengkap sebanyak 1 ml pada set iap sumuran kemudian diinkubasikan lagi selama 2 jam. Selanjutnya sel dicuci dengan RPMI sebanyak 2 kali, kemudian ditambahkan medium RPMI lengkap 1 ml pada tiap sumuran dan selanjutnya diinkubasikan selama 24 jam (Leijh et al., 1986). Uji sekresi ROI Kemampuan makrofag peritoneum anjing dalam mensekresi reactive oxygen reactive (ROI) diukur dengan nitroblue tetrazolium (NBT) reduction assay . Pada assay ini Phorbol 12 -Myristate 13-Acetate (PMA) akan menstimulasi makrofag untuk mensekresi ROI, dan adanya ROI (anion superoksida, O 2-) akan menyebabkan NBT tereduksi sehingga membentuk presipitat formazan yang tidak terlarut (Leijh et al., 1986) Untuk menstimulasi sekresi anion superoksida, kultur sel distimulasi dengan PMA dengan konsentrasi akhir 125ng/ml. Urutan cara kerja adalah sebagai berikut. Kultur makrofag dicuci 2 kali dengan RPMI, kemudian ditambahkan 500 l larutan NBT (1mg/ml PBS) yang mengandung 125 ng/ml PMA untuk tiap sumuran dan diinkubasikan pada ink ubator CO2 5%, 37 oC selama 1 jam. Sel kemudian dicuci dengan PBS 3 kali, dikeringkan pada suhu kamar dan difiksasi dengan methanol absolute selama 30 detik. Setelah kering dipulas dengan 2% Neutral Red Solution selama 15 menit, kemudian dicuci dengan aquades. Setelah kering cover slips diangkat dari sumuran microplate untuk dilihat di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali (Leijh et al., 1986). Aktivitas makrofag untuk mensekresi ROI diukur dengan menghitung persentase makrofag yang mensekresi ROI yaitu yang menunjukkan pembentukan formazan (warna gelap), dihitung 100 makrofag yang terlihat dibawah mikroskop cahaya, dan skor derajat pembentukan formazan oleh tiap 100 makrofag, dihitung dengan cara menjumlahkan besarnya skor yang dicapai oleh 100 makrofag. Skor 0 jika pada makrofag tidak terbentuk formazan, skor 1 jika pada makrofag terbentuk formazan tetapi tidak memenuhi seluruh sel, dan skor 2 jika formazan yang terbentuk memenuhi seluruh sel (Leijh et al., 1986). Analisis data Untuk mengetahui efek BCG terhadap aktivitas makrofag dalam sekresi ROI antara kelompok anjing perlakuan dan kontrol, hasil penghitungan persentase 175 Vol. 23, No. 3, September 2007 makrofag dan skor ROI yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji T (Kinnear dan Gray, l999). Dalam interprestasi dan penghitungan jumlah sel, selalu menyertakan orang kedua untuk dapat diperoleh konfirmasi penghitungan dan interpretasi hasil yang obyektif. Hasil dan Pembahasan Aktivitas makrofag peritoneum anj ing yang mensekresi ROI diukur dengan NBT reduction assay, pengukuran dilakukan dari dua aspek yaitu persentase makrofag yang mensekresi ROI dan skor ROI yang dihitung berdasarkan pada derajat pembentukan formazan. Hasil foto mikroskopis a ktivitas makrofag peritoneum anj ing yang mensekresi ROI pada kelompok anjing yang divaksin BCG dan kontrol yang tidak divaksin disajikan pada Gambar 1 . Hasil kemampuan aktivitas sekresi ROI makrofag kelompok anjing yang divaksin BCG dan kelompok anjing kontrol setelah diinfeksi dengan M. tuberculosis disajikan pada Gambar 2 dan 3. Seperti terlihat pada Gambar 2 ak tivitas sekresi ROI yang dinilai dari persentase makrofag yang mensekresi ROI, menunjukkan bahwa persentase makrofag yang mensekresi ROI kelompok anjing yang divaksin BCG lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Gambaran pola presentase makrofag yang mensekresi ROI menunjukkan adanya kecende rungan adanya peningkatan pada minggu pertama dan mencapai puncaknya pada minggu kedua, kemudian diikuti penurunan aktivitas sekresi sesuai dengan berjalannya waktu sampai akhir penelitian. Hasil penghitungan skor ROI nampaknya mem berikan gambaran yang serupa dengan persentase makrofag yang mensekresi ROI (Gambar 3). Skor ROI yang disekresi oleh makrofag (formazan yang terbentuk) diperoleh lebih tinggi pada kelompok anjing yang divaksin BCG dibanding dengan kelompok kontrol, dengan puncak tertinggi skor ROI pada minggu kedua setelah infeksi. Setelah minggu kedua, skor ROI berangsur -angsur menurun sesuai berjalannya waktu dan tetap lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol sampai akhir penelitian. Hasil analisis dengan uji T terhadap aktivitas sekresi ROI oleh makrofag menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna (P<0,01) antara persentase makrofag yang mensekresi ROI pada kelompok anjing yang divaksin BCG dan kelompok kontrol yang tidak divaksina si BCG. Demikian juga hasil analisis terhadap skor ROI yang disekresi oleh makrofag, menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (P<0,01) antara kelompok anjing yang divaksin BCG dan yang tidak divaksin BCG. Tjahajati; Vaksinasi BCG Meningkatkan Aktivitas Makrofag dalam Sekresi Reactive Oxygen Intermediate ... A B Gambar 1. Foto mikroskopik makrofag peritoneum anjing yang mensekresi ROI setelah infeksi M.tuberculosis dosis 1x10 4 cfu per ekor anjing (Pewarnaan Neutral Red, 400x). Terlihat makrofag yang mensekresi ROI (a): Kelompok kontrol yang tidak divaksin BCG (b): Kelompok perlakuan yang divaksin BCG. Tanda panah menunjukkan formazan pada makrofag yang mensekresi ROI. 80 70 60 50 Kontrol 40 30 Perlakuan 20 10 0 Mgg-1 Mgg-2 Mgg-12 Mgg-24 Waktu Gambar 2. Rata-rata persentase makrofag y ang mensekresi ROI kelompok anji ng yang divaksin BCG dan kelompok kontrol, setelah diinfeksi M.tuberculosis dosis 104 cfu. 120 100 80 Kontrol Perlakuan 60 40 20 0 Mgg-1 Mgg-2 Mgg-12 Mgg-24 Waktu Gambar 3. Rata-rata skor ROI makrofag kelompok anj ing yang divaksin BCG dan kelompok kontrol, setelah diinfeksi M.tuberculosis dosis 10 4 cfu. Dari hasil tersebut menunjuk kan bahwa vaksinasi BCG pada anjing dapat meningkatkan aktivitas makrofag dalam sekresi ROI dalam usahanya untuk memusnahkan M.tuburculosis yang masuk pada tubuh anjing. Hasil penelitian terdahulu menunjuk kan bahwa adanya infeksi M.tuberculosis pada kucing meningkatkan sekresi ROI oleh makrofag da n mencapai puncaknya pada minggu kedua setelah infeksi, yang dihubungkan dengan mekanisme pembunuhan efektif terhadap M.tuberculosis (Tjahajati et al., 2004b). 176 Media Kedokteran Hewan Peningkatan aktivitas makrofag dalam sekresi ROI yang mencapai puncaknya pada minggu kedua setelah infeksi, juga didukung dengan hasil penelitian berikutnya yang menunjukkan bahwa pada minggu kedua setelah infeksi selain aktivitas sekresi ROI yang mencapai puncak, aktivitas makrofag dalam fagosito sis juga mencapai puncaknya pada waktu yang sama (Tjahajati et al., 2004 c). Reactive oxygen intermediate (ROI) merupakan produk oksidatif makrofag yang memainkan peranan penting dalam mekanisme pem bunuhan M.tuberculosis, yang aktivitasnya diinduk si oleh sitokin IFN-γ dan TNF-α (Barnes et al., l994; Akaki, 2000). Kemampuan BCG dalam menstimulasi respon imun seluler khususnya dalam mekanisme sebagai efektor oksidatif pada mencit telah b anyak dilaporkan. Supargiono (1993 ) melaporkan peningkatan aktivitas oksidatif ma krofag mencit dalam usaha membunuh intraerythrocytic Plasmodium yoelli secara in vitro. Percobaan serupa juga telah dilaku kan oleh Shear (l989) dalam pembunuhan Plasmodium knolesi, dan juga dalam pembunuhan Plasmodium berghei pada tikus percobaan (Shear, l989)). Aktivitas pembunuhan oksidatif terhadap Toxoplasma gondii juga telah dilaporkan oleh Muthmainah (2002 ). Dari data hasil aktivitas makrofag peritoneum anj ing penelitian yang diperoleh, membuktikan bahwa BCG juga mampu meningkatkan respon imun pada a njing melalui peningkatan aktivitas sekresi ROI dalam usahanya memproteksi untuk memusnahkan M.tuberculosis yang masuk dalam tubuh anj ing. Dari hasil penelitian juga dapat terlihat bahwa pada kelompok anjing yang divaksin BCG, nampak peningkatan aktivitas makrofag dalam sekresi ROI mengalami peningkatan sejak awal infeksi M. tuberculosis sampai akhir penelitian. Walaupun peningkatan aktivitas makrofag dalam sekresi ROI juga nampak pada kelompok kontrol yang tidak divaksin BCG, namun peningkatan pada kelomp ok kontrol tidak setinggi yang dicapai o leh kelompok yang divaksin BCG. Pengaruh vaksinasi BCG terhadap peningkatan aktivitas makrofag yang terlihat sejak awal infeksi M.tuberculosis sampai akhir penelitian, dibanding dengan kelompok kontrol, dapat diartikan bahwa dampak perlindungan penga ruh vaksinasi BCG yang diberikan dapat dipertahankan dalam waktu yang lama, yang diharapkan dalam aplikasi nya di lapangan dapat memberikan perlidungan yang efektif terhadap infeksi kuman tersebut. Kesimpulan Dari hasil dan diskusi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh vaksinasi BCG pada anjing dapat meningkatkan respon imun seluler terhadap infeksi M. tuberculosis yaitu melalui peningkatan aktivitas makrofag dalam sekresi ROI. 177 Vol. 23, No. 3, September 2007 Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Prof. Dr. Marsetyawan HNE, Prof. dr. Supargiono, Ph.D., Prof. dr. Hardyanto Soebono, SpKk., dr. Yanri Wijayanti Subronto, Ph.D. , Sp.PD., FK-UGM, dan Prof. drh. Widya Asmara, M.Sc.,Ph.D., FKH-UGM, yang telah banyak memberikan masukan dan saran. Ucapan terimakasih juga penulis haturkan kepada LPPT UGM, dan Drh. Wieklati, MS., selaku Kepala Bagian Mikrobiologi, Balai Laboratorium Kesehatan Daerah, DIY yang telah memberikan ijin dan bantuan fasilitas selama penel itian. Daftar Pustaka Akaki T, Tomioka H, Shimizu, Dekio S, and Sato K. 2000. Comparative roles of free fatty acids with reactive nitrogen intermediates and reactive oxygen intermediates in expression of the anti microbial activity of macrophages agains Mycobacterium tuberculosis. Clinical and Experimental Immunology. 121: 320-332. Aranaz A, Liebana E, Pickering X, Novoa C, Mateos A, and Dominguez L. l996. Use of polymerase chain reaction in the diagnosis of tuberculosis in cat and dogs. Vet. Rec. 138: 53-58. Barnes PF, Modlin RL and Ellner JJ. l994. In tuberculosis pathogenesis and control. bloom, B.R. Editor. American Society for Microbiology, Washington, DC. Bennet M, and Gaskell RM. l996. Feline and Canine Infectious Diseases. Blackwell Wissenschaftsverlag GmbH kurfurstendamm, Berlin, Germany. Coligan JE, Kruisbeek AM, Margulies DH, Shevach EM, and Strober W. l997. Current Protocols in Immunology. Volume III. John Wiley and Sons. Inc. United Stated of America. Demangel C, Bean AG, Martin E, Feng CG. l999. Protection Against Aerosol Mycobacterium tuberculosis using Mycobacterium bovis Bacillus Calmette-Guerin infected dendritic cell. Eur. J. Immunol. 29 (6): 1972-1979. Djamiatun K, Dharmana E, Kristina T, Indar R. l998. Pengaruh vitamin A dan BCG pada produksi TNF-α dan aktivitas fagositosis makrofag terhadap Staphylococcus aureus. Laporan Akhir Tahun I Risbin Iptekdok. Dolin JP. l994. Global tuberculosis incidens and mortality during 1990-2000. Buletin World Health Organization. 72(2): 213-220. Tjahajati; Vaksinasi BCG Meningkatkan Aktivitas Makrofag dalam Sekresi Reactive Oxygen Intermediate ... Graham A., Rook W, and Bloom BR. l994. Mechanism of Phathogenesis in Tuberculosis. In Tuberculosis Pathogenesis and Control. Bloom, B.R. Editor. American Society for Microbiology. Washington. DC. Hennesey LR, and Baker JR. l994. Immunomodulator dalam Basic and Clinical Immunology. Ed. Stites. D.P. Terr Al. 8th Ed. Conecticut: Appleton and Lange. Huebner RE, dan Comstock GW. l994. BCG Vaccine dalam Friedman. L.N. Ed. Tuberculosis Current Concepts and Treatment. CRS Press. Florida. Huebner RE. l996. BCG Vaccination in the Control of Tuberculosis dalam Shinnick. TM Ed. Tuberculosis. Springer. Berlin. Isaac J, Whitehead J, Adams JW, Barton MD, and Coloe P. l983. An outbreak of Mycobacterium bovis infection in cats in an animal house. Aust. Vet. J. 60: 243-245 Kinnear PR, and Gray CD. l999. SPSS for Window Made Simple 3 rd Ed. Lawrence Erbaum. ISBN 0 86377-827-5. Leijh PCJ, Furh RV, and Zwet TLV. l986. In Vitro Determination of Phagocyte and Intracellular Killing by Polymorphonuclear and Mononuclear Phagocyte. Dalam Weir, D.M. Ed. Cellular Immunology. Blackwell Scientific Publication . London. Manaf A. l997. Permasalahan Pemberantasan Tuberkulosis di Indonesia. Seminar Nasional Tuberkulosis dan Lepra. Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada . Yogyakarta. Montali RJ, Mikota SK, and Cheng II. 2001. Mycobacterium tuberculosis in zoo and wildlife species. Rev. sci Tech. 20(10 ): 291-303. Mosmann TR, and Sad S. l996. The Expanding Universe of T-cell subset: Th1, Th2 and more. Immunol. Today 17: 138-146. Muthmainah. 2002. Studi tentang aktivitas makrofag mencit yang distimulasi dengan protein soluble Toxoplasma dan BCG selama infeksi Toxoplasma gondii. Thesis. Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis. Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Nikmawati A, Windarwati, dan Hardjoeno. 2006. Resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap obat anti tuberkulosis. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory . 12 (2): 58-61. Raviglione MC, Snider Jr DE, and Kochi A. l999. Global epidemiology of tuberculosis: morbidity and mortality of a wordwide epidemic. JAVMA 273: 220-226. Ryan JL. l997. Bacterial Disease in Medical Immunology, 9 th Ed. Stites., Terr DP, Parslow AI, T.G. Prentice-Hall International Inc. London . Shear HL. l989. The Role of Macrophage in Resistance to Malaria, dalam Malaria: Host Responses to Infection. Stevenson. M.M. Ed. C.R.C. Press. Inc. Boca Raton. Florida. Siswono 2006. Jumlah Penderita Tuberkulosis di Indonesia Nomer Tiga di Dunia. http://www.mediaindo.co.id Snider W.R. 1971. Tuberculosis in Canine and Feline: Review of the literature. Am. Rev. Respir. 104: 877-887. Supargiono. l993. Production, Proliferation and Functional Activities of Mononuclear Phagocytes during Plasmodi um vinkei petteri Infection in Mice. PhD The sis. King’s College London. UK. Tjahajati I, Prodjoharjono S, Soebono H, Asmara W, Subronto YW, dan Harada N. 2004a. Profil sitokin Th1-Th2 terhadap infeksi M.tuberculosis pada kucing. Media Medika Indonesiana. 39 (3): 137-145. Tjahajati I, Prodjoharjono S, Soebono H, Asmara W, dan Harada N. 2004b. Aktivitas sekresi reactive oxygen intermediate (ROI) pada makrofag peritoneum kucing yang diinfek si dengan M.tuberculosis. Journal Sain Veteriner . Vol XXII (1): 46-53. Tjahajati I, Prodjoharjono S, Soebono H, Asmara W, dan Harada N. 2004c. Peningkatan aktivitas fagositosis pada makrofag peritoneum kucing yang diinfeksi dengan M.tuberculosis. Journal Sain Veteriner. Vol XXII (2): 61-65. Wijayanti MA l996. Peranan makrofa g dalam imunitas terhadap infeksi malaria: Kajian kemampuan fagositosis dan sekresi ROI makrofag peritoneum mencit yang diimunisasi dan tidak diimnisasi in vitro. Thesis. Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis . Pascasarjana. niversitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Yaqoob P, dan Calder PC. l995. The effect of dietary lipid manipulation on the production of murine T-cell derived cytokine. Cytokine . 7: 548-553 178