TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam menyediakan hara untuk padi sawah. Perubahan kimia dan elektrokimia utama yang mempengaruhi kesuburan tanah yang digenangi terdiri atas, (1) penurunan potensial redoks (Eh), (2) perubahan pH tanah dan pH air genangan, (3) perubahan DHL, (4) denitrifikasi, (5) akumulasi NH4+, (6) fiksasi N, (7) reduksi Mn (IV), Fe(III) dan SO42-, (8) perubahan ketersediaan N, P, K, S, B, Cu, Fe, Mn, Mo dan Zn, dan (9) terbentuknya CO2, asam-asam organik dan H2S (Situmorang dan Sudadi 2001). Kemampuan tanah untuk menyediakan hara ke zona perakaran yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimum bagi tanaman tertentu tergantung pada, (a) kemampuan tanah menyediakan hara dalam jumlah yang cukup serta dalam bentuk yang dapat diserap tanaman, (b) kemampuan tanah untuk mempertahankan tingkat penyediaan hara tersebut ke permukaan perakaran melalui aliran massa dan difusi sesuai kebutuhan tanaman, (c) adanya komposisi ionik yang sesuai, dan (d) ketiadaan bahan yang dapat meracuni atau mengganggu penyerapan hara oleh tanaman. Faktor-faktor ini sangat dipengaruhi oleh perubahan kimia dan elektrokimia yang akan terjadi akibat penggenangan (Ponnamperuma 1972). Pengaruh Penggenangan terhadap Potensial Reduksi-Oksidasi Potensial redoks merupakan parameter yang menunjukkan intensitas reduksi pada tanah untuk mengidentifikasi reaksi utama yang terjadi. Intensitas proses reduksi tergantung pada jumlah bahan organik yang mudah terurai, semakin tinggi kandungan bahan organik, semakin besar intensitas reduksinya (Sanchez 1976). Laju reduksi sangat bergantung pada suhu dan ketersediaan bahan organik untuk respirasi mikroba dan kebutuhan secara kimia dari bahan-bahan oksida anorganik, seperti ion Fe3+, Mn4+, NO3-, SO42-, CO2 dan H+, yang digunakan oleh 4 mikroorganisme anaerob. Selanjutnya ion-ion tadi akan tereduksi menjadi N2, Mn2+, Fe2+, H2S, CH4 dan H2 (Patrick dan Reddy 1978). Dalam keadaan reduktif, ketersediaan fosfat akan meningkat karena terjadi hidrolisis FePO4 dan AlPO4. Perubahan SO42- menjadi S2- serta perubahan Fe3+ menjadi Fe2+ pada keadaan reduktif dapat membentuk FeS. Pada tanah dengan kadar besi sangat rendah , dapat terbentuk H2S yang dapat meracuni tanaman. Penggenangan akan menurunkan potensial redoks yang mengakibatkan turunnya konsentrasi NO3-, S dan Zn, dan meningkatkan ketersediaan Fe dan P. Nilai Eh menjadi negatif akibat penggenangan mencirikan keadaan sistem dalam keadaan tereduksi sedangkan nilai positif mencirikan keadaan sistem yang oksidatif (Ponnamperuma 1972). Menurut Wang dan Hagan (1981), laju reduksi dipengaruhi oleh sifat dan kandungan akseptor elektron dan oleh pH. Pada kebanyakan tanah, konsentrasi bahan tereduksi mencapai puncak 2-4 minggu setelah penggenangan dan menurun secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya menuju keseimbangan (Ponnamperuma 1972). Pengaruh Penggenangan terhadap Reaksi Tanah Reaksi tanah (pH tanah) menunjukkan sifat kemasaman dan alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam tanah. Semakin banyak H+ dalam tanah, maka semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah, selain H+ dan ion-ion lain, ditemukan pula ion hidroksida (OH-), yang jumlahnya berbanding terbalik dengan H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai nilai pH 7. Penggenangan akan meningkatkan pH pada tanah masam dan menurunkan pH pada tanah alkalin, Pada awal penggenangan pH akan menurun drastis selama beberapa hari pertama, kemudian mencapai titik minimum dan dalam beberapa hari kemudian pH meningkat secara asimtot hingga mencapai nilai pH yang stabil yaitu 6.7-7.2. Pada nilai pH ini akan terjadi perubahan keseimbangan ion-ion hidroksida, karbonat, sulfida dan silikat. Keseimbangan itu akan mengatur pengendapan dan pelarutan padatan, erapan dan jerapan ion, dan 5 konsentrasi ion-ion seperti Al, Fe, gas H2S, CO2, serta asam-asam organik yang tidak terdisosiasi (Ponnamperuma 1972). Penurunan nilai pH pada tanah masam setelah penggenangan terjadi karena dalam kondisi anaerob Fe3+ (ion ferri) digunakan sebagai akseptor elektron untuk oksidasi bahan organik. Selama proses ini nilai pH tanah mendekati netral. Reaksinya adalah sebagai berikut: Fe2O3 + 1/2CH2O + 4H+ 2Fe2+ + 5/2H2O + 1/2CO2 Pada reaksi redoks diatas, ferri bertindak sebagai akseptor elektron dan bahan organik sebagai donor elektron. Reaksi tersebut menyebabkan peningkatan pH pada tanah masam. Penurunan pH pada tanah alkalin akibat penggenangan merupakan hasil dari akumulasi karbon dioksida. Karbon dioksida yang dihasilkan tertahan pada lapisan tipis di permukaan, sehingga terjadi akumulasi CO2 dalam jumlah yang besar yang kemudian membentuk asam lemah yang membantu menurunkan pH pada tanah alkalin. Reaksinya adalah sebagai berikut: CO2(gas) CO2 (aq) CO2 + H2O H2CO3 H2CO3 H+ + HCO3- Nilai pH tanah sangat menentukan mudah-tidaknya serapan hara oleh tanaman. Pada umumnya, hara mudah diserap akar pada pH sekitar netral karena pada pH tersebut, hara mudah larut dalam air. Pada tanah masam ditemukan unsur-unsur beracun. Hal ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan kelarutan unsur mikro (Fe, Mn, Zn, Cu dan Co) pada jumlah yang besar sehingga bersifat toksik bagi tanaman, sedangkan Mo akan bersifat racun pada pH yang terlalu alkalin. Selain itu, pH tanah juga menentukan perkembangan dan populasi mikrob tanah. Penggenangan menyebabkan perubahan pH tanah yang cenderung mendekati nilai stabil, yaitu sekitar 6.7-7.2 (Ponamperuma 1972). Nilai tersebut merupakan nilai pH tanah yang mantap tetapi sifat-sifat tanah dan suhu mempengaruhi perubahan-perubahan tersebut. Tanah dengan kandungan bahan 6 organik dan besi yang tinggi akan mencapai nilai pH sekitar 6.5 dalam beberapa minggu setelah penggenangan sedangkan tanah mineral masam dengan bahan organik dan besi yang rendah akan mencapai nilai pH yang kurang dari 6.5. Pengaruh Penggenangan terhadap Ketersediaan Mn Mangan adalah unsur litofil seperti besi dan terbentuk pada meteorit maupun batuan beku terutama pada mineral silikat (Krauskopf 1972). Kandungan Mn dalam litosfer kira-kira 900 ppm dan tanah biasanya mengandung 20-3000 ppm dengan rata-rata 600 ppm (Lindsay 1979). Menurut Lindsay (1979), kelarutan Mn dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama oleh pH dan Eh. Tingkat oksidasi Mn secara tidak langsung berhubungan dengan pH tanah. Kelarutan Mn menurun 100 kali jika pH naik 1 unit. Kenaikan pH meningkatkan kompleksasi pada permukaan bahan organik. Reaksi redoks terpenting dari Mn (Lindsay 1979) adalah : MnO2 + 4 H+ + 4 e- ↔ Mn2+ + 2 H2O Lindsay (1979) dan Krauskopf (1979) menyatakan bahwa fraksi Mn yang paling stabil dalam kondisi tereduksi adalah Mn2+. Reduksi Mn4+ menjadi Mn2+ mencapai puncak sekitar satu bulan setelah penggenangan, selanjutnya menurun secara gradual. Penurunan tersebut akibat terbentuknya MnCO3. Intensitas pembentukan Mn2+ sangat ditentukan oleh kandungan Mn dapat direduksi. Pada tanah masam yang kaya dengan Mn dan bahan organik, konsentrasi Mn2+ dapat mencapai lebih dari 90 ppm dalam larutan dan setelah stabil dapat menurun menjadi 10 ppm. Pengaruh Penggenangan Tanah Terhadap Fe Besi menyusun 5% dari kerak bumi dan merupakan unsur keempat terbanyak setelah oksigen, silikat dan alumunium (Tisdale dan Nelson 1975). Mineral-mineral Fe antara lain Fe-Mg silikat, pirit (FeS2), siderit (FeCO3), hematit (Fe2O3), gutit (FeOOH), limonit (FeO(OH).nH2O+Fe2O3.nH2O) dan magnetit (Fe3O4) (Tisdale dan Nelson 1975). Rata-rata kandungan Fe dalam tanah diperkirakan 3.8%. Unsur Fe merupakan penyusun mineral-mineral primer 7 ferromagnesium. Selama proses pelapukan mineral-mineral tersebut, Fe dilepaskan dan dipresipitasikan sebagai oksida dan hidroksida besi. Kelarutan Fe dalam tanah dikendalikan oleh oksida Fe (III) ketika terjadi reaksi hidrolisis, kompleksasi dan redoks. Kelarutan Fe berkaitan dengan keberadaan oksida-oksida Fe, ketersediaan P, pengkhelatan Fe dan pembentukan Fe-sulfida (Lindsay 1979). Fe dan Mn adalah logam yang dalam keadaan tereduksi berbentuk Fe2+ dan Mn2+ yang lebih mudah larut dalam air. Bila teroksidasi, besi dan mangan menjadi sukar larut sehingga sukar diserap oleh tanaman (Hardjowigeno 1985). Lebih dari 60-80% total Fe tanah berada dalam bentuk amorf pada pH < 6.5 dan berada dalam bentuk kristalin Fe oksida pada pH > 6.5 (Zhang et al. 1997). Serapan hara mikro pada berbagai tanah dipengaruhi oleh keragaman jumlah bentuk-bentuk Fe dan Mn, pH tanah, bahan organik dan sifat-sifat tanah yang lainnya (Sloan et al. 1995). Perubahan kimia yang penting akibat penggenangan adalah tereduksinya Fe3+ menjadi Fe2+ dan Mn 4+ menjadi Mn2+ (De Datta 1981). Reduksi besi dianggap sebagai reaksi terpenting karena meningkatkan ketersediaan fosfor dan melepaskan kation ke kompleks dapat dipertukarkan (Sanchez 1976). Oksisol Oksisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan banyak terdapat pada daerah tropis atau sub tropis. Ciri pengenal yang penting adalah adanya horizon oksik, yaitu horizon yang umumnya mengandung fraksi yang berukuran liat (mengandung mineral liat 1:1, seperti kaolinit yang banyak didominasi oleh oksida-oksida besi, alumunium dan silikat). Hancuran dan pencucian yang cukup hebat telah menghilangkan sebagian besar silikat dalam horizon tersebut, meninggalkan perbandingan besi dan alumunium oksida terhadap silikat yang tinggi. Sejumlah kuarsa dan liat tipe 1:1 tetap tertinggal tetapi hidroksidanya tetap dominan. Kadar liat tanah ini sangat tinggi tetapi liat itu bersifat tidak melekat. Kedalaman hancuran (horizon A, B, C) yang terjadi pada oksisol lebih dalam dibandingkan dengan hampir semua tanah dengan kedalaman 15 m atau lebih (Soepardi 1983). 8 Menurut Rachim dan Suwardi (1999), tanah ini umumnya mempunyai solum yang dangkal, kurang dari satu meter, susunan horizon A, B dan C dengan horizon B spesifik berwarna merah kuning sampai kuning coklat. Tanah ini memiliki tekstur halus dari liat dan mengandung konkresi Fe/Mn. Umumnya tingkat kesuburannya rendah sehingga diperlukan perhatian dalam pengelolaan terutama bila akan dijadikan sawah. Penyebaran tanah ini antara lain di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Masalah oksisol yang paling dominan adalah kandungan hara yang relatif rendah karena rendahnya kesuburan alami, alumunium dan besi yang tinggi serta strukturnya yang padat dan keras. Oksisol mempunyai kejenuhan basa (KB) yang rendah, kandungan sesquioksida (Fe, Al, dan Si-oksida) yang tinggi serta kapasitas tukar kation (KTK) yang rendah disebabkan rendahnya kandungan bahan organik. Bahan Organik Bahan organik dapat dibedakan menjadi bahan terhumifikasi dan bahan belum terhumifikasi. Bahan-bahan belum terhumifikasi adalah senyawa organik dalam tanaman dan organisme lain, misalnya karbohidrat, asam amino, protein, lipid, asam nukleat, lignin dan asam-asam organik. Bahan terhumifikasi dikenal sebagai humus atau senyawa humat. Karakteristik khusus dari humus adalah kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidroksida dan mineral termasuk pencemar beracun, untuk membentuk senyawa kompleks, baik yang larut dalam air maupun yang tidak larut (Schnitzer dan Huang 1997; Tan 1998). Stevenson (1982) menyatakan bahwa peranan bahan organik dalam tanah adalah sebagai sumber hara N, P dan S, merangsang aktifitas mikrob dan memperbaiki struktur tanah. Bahan organik yang ada pada tanah tergenang akan dioksidasi oleh mikrob tanah. Proses oksidasi tersebut selalu bersamaan dengan proses reduksi sehingga tanah menjadi reduktif. Oksigen, nitrat, mangan, besi sulfat dan karbon dioksida adalah akseptor (penerima) elektron, sedangkan bahan organik adalah sebagai donor (pemberi) elektron (Ponnamperuma 1972).