Kewajiban Negara Dalam Melindungi Sumber Daya Minyak Demi

advertisement
 Kewajiban Negara Dalam Melindungi Sumber Daya Minyak Demi Mewujudkan
Kemakmuran Rakyat.
Warih Tunggul Wulung, Hamid Chalid
Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Antar Negara dan Masyarakat
Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
[email protected]
Abstrak
Penelitian Ini membahas dua pokok permasalahan, Pertama Bagaimanakah Ide dasar dari para pendiri
bangsa ini dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pengelolaan sumber daya minyak, dan
Kedua Bagaimanakah perubahan-perubahan dan penyelewengan yang terjadi dalam pengelolaan
sumber daya minyak di Indonesia hingga era reformasi. Metode penelitian yang digunakan adalah
yuridis normatif. Pembahasan dimulai dengan bagaimana para pendiri bangsa ini mencoba
merumuskan tujuan bernegara dalam mewujudkan kemakmuran rakyat lewat teori welfare state. Lalu
tujuan negara dalam teori welfare state tersebut diimplementasikan dalam pengelolaan sumber daya
minyak di Indonesia. Pengelolaan sumber daya minyak di Indonesia seiring berjalannya waktu
mengalami beberapa perubahan-perubahan. Pada realitanya pengelolaan sumber daya minyak tidak
lagi berpihak terhadap kesejahteraan rakyat padahal negara Indonesia menganut sistem Welfare State.
Hasil penelitian menjabarkan perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dalam pengelolaan sumber
daya minyak, mulai dari pembelokan cita-cita negara kesejahteraan, masuknya paham neoliberalisme,
serta pembiaran berlakunya Aturan Peralihan Ayat (II) yang menganut paham individualisme.
Perubahan yang tidak berpihak kepada rakyat tersebut seharusnya tidak perlu terjadi apabila negara
menjalankan konsep negara kesejahteraan seperti yang dicita-citakan terdahulu yaitu Institutional
Welfare State yang dijewantahkan lewat keadilan sosial dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia 1945.
Kata Kunci: Welfare State, Kemakmuran Rakyat, Pengelolaan Sumber Daya Minyak
Abstract
This study discusses the two main issues, the First How The basic idea of the founders of this nation
in the welfare of the people through the management of oil resources, and the Second How changes
and abuses that occurred in the management of oil resources in Indonesia until the reform era. The
method used is a normative juridical. The discussion starts with how the founders of this nation to try
to formulate a state goal in creating prosperity of the people through the theory of the welfare state.
Then the goals of the state in welfare state theory is implemented in the management of oil resources
in Indonesia. Management of oil resources in Indonesia over time undergone some changes. In reality
the management of oil resources is no longer in favor of the people's welfare state while Indonesia
adopts a Welfare State. The results of the study describes any changes that occur in the management
of oil resources, ranging from the deflection of the ideals of the welfare state, the inclusion understand
neoliberalism, and the omission of the entry into force of the Transitional Provisions Paragraph (II),
which believed in individualism. The changes that were unfavorable to the people should not have
occurred if the state run welfare state concept as the previous aspired namely Institutional Welfare
State elaborated through social justice and Article 33 of the Constitution of the State of Indonesia in
1945.
Keywords: Welfare State, People Prosperity, Management of Petroleum Resources.
1 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
Pendahuluan
Negara Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai nilai-nilai dasar berbangsa dan
bernegara serta menjadi tolak ukur bagi setiap perilaku warga masyarakat, telah memberikan
pula dasar bagi negara untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal itu dengan jelas
tercermin melalui salah satu sila-nya, yakni untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.1
Pengejewantahan dari keadilan sosial dalam Pancasila dijabarkan lebih jauh dalam
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945. Pada ayat (2) nya tertulis bahwa
cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai negara,
sedangkan pada ayat (3) dikatakan Bumi, Air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya di kuasai oleh negara dan di gunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.2
Dari hal tersebut dapat di ketahui bahwa negara berkewajiban melindungi sektor-sektor
tertentu dan sumber daya tertentu agar tidak terdapat monopoli serta penjajahan antara satu
dengan yang lain, serta terjamin pemerataan kekayaan dan pemerataan hak atas sumber daya
dari segala sumber daya bangsa yang kita miliki ini.
Pada tahun 2002 Amandemen ke empat UUD 1945 menambah Pasal 33 UUD 1945
dengan dua ayat yaitu:
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pasal ini diatur dalam undang-undang
Perubahan tersebut menjadi celah untuk merubah bahkan menghapus esensi ideologis Pasal
33 UUD 1945. Dengan adanya perubahan Pasal 33 UUD 1945 dengan menambahkan kata
efisiensi3 pada ayat (4) nya, maka hal tersebut membawa dampak besar pada perekonomian
di Indonesia. Pada era reformasi ada beberapa pihak yang berusaha untuk membelokan
ideologi atau roh dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945, usaha tersebut
1
Aminuddin Ilmar , “Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN”, (Jakarata:Kencana Prenada
Media Group, 2012), Hal xii
2
Indonesia, Undang- Undang Dasar tahun 1945 , Pasal 33.
3
Terminologi “Efisiensi “ dalam perekonomian berorientasi terhadap maximum gain (keuntungan
maximum) dan maximum satisfaction ( kepuasan maksimum) yang merupakan ciri pandangan ekonomi neoklasikal sebagai wujud dari liberalisme ekonomi yang bekerja melalui mekanisme pasar bebas. Lihat Donald
Rutherford, Dictionary of economics, (London and New York : Routledge, 1992) hal 151
2 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
dilakukan oleh adanya pihak-pihak yang berusaha membawa perekonomian indonesia ke arah
liberal, salah satu usaha tersebut adalah dengan mencoba menyisipkan kata “efisiensi” di
dalam Pasal 33 tersebut.4 Padahal kata efisiensi mengacu kepada keuntungan maksimum
yang membuat perekonomian Indonesia dibangun menggunakan untung rugi dalam ekonomi.
Namun dalam sidang amandement undang-undang dasar tahun 2002 tersebut, ada pihakpihak yang berhasil membuat ideologi Pasal 33 UUD NRI 1945 tidak melenceng terlalu jauh
dengan menambahkan kata berkeadilan, sehingga hal tersebut membuat kata efisiensi tidak
menjadi efisiensi ekonomi dan efisiensi individual ala Konsensi Washington gaya barat,
namun lebih ke efisiensi sosial.5 Sebagai contoh bukti begitu besar niat kalangan tertentu
yang berusaha meliberalisasikan perekonomian Indonesia dapat dilihat pada Undang-Undang
no 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dalam konsiderannya nekad menyatakan:
Mengingat “...Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah
diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945...” Padahal kita semua tau
Pasal 33 UUD 1945 ayat (2) dan (3) melalui perubahan keempat (final) Tahun 2002 tidak
diubah sama sekali dari aslinya. Perubahan Keempat telah merubah hasil naskah perubahan
Kedua yang telah menghilangkan “asas kekeluargaan” dari Pasal 33 UUD 1945 (asli) dan
menggantikannya dengan “asas efisiensi” yang tendensius neoliberalistik.6 Berlakunya
Undang-Undang no 22 tahun 2001 dengan konsideran seperti itu terlihat bahwa pihak-pihak
yang berusaha untuk meliberalisasikan ekonomi begitu percaya diri bahwa Pasal 33 UUD
NRI 1945 dapat mereka rubah.7
Dengan berlakunya Undang-Undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi, pada sektor hulu Kedudukan PT Pertamina Persero yang semula sebagai satu-satunya
badan usaha yang menjalankan usaha di sektor migas dan dikuasai negara untuk kepentingan
orang banyak tidak lagi menjadi sekuat dulu, yang membuka kesempatan bagi pihak-pihak
diluar dari Badan Usaha Milik Negara untuk memiliki izin melakukan kegiatan usaha migas
4
Sri Edi, Op. Cit.,kembali ke Pasal... hal 40 Usaha dalam meliberalisasikan Pasal 33 UUD NRI telah
coba di redam oleh Anggota MPR RI CA-651
5
Moh Mahfud M.D, et al, Prosiding Kongres Pancasila IV: Srategi Pelembagaan Nilai-nilai
Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia, (Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila UGM, 2012)
hal 101
6
7
Ibid, hal 40
Ibid
3 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
di sektor hulu,8 hal ini menurunkan tingkat ekslusifitas dari PT Pertamina Persero yang
dulunya sempat berbentuk Perusahaan Negara Pertamina, yang menjadi satu-satunya badan
usaha yang berwenang. Dengan berlakunya Undang-Undang No 22 Tahun 2001 ini posisi
Pertamina sejajar dengan perusahaan asing yang melakukan penawaran di Indonesia, padahal
tantangan dalam melakukan kegiatan eksplorasi di Indonesia memiliki tantangan besar yaitu
industri minyak bumi merupakan industri yang memiliki resiko tinggi (high risk),
membutuhkan teknologi tinggi (high technology), dan modal investasi yang juga sangat
tinggi (high cost),9 sehingga hal tersebut belum membuat PT Pertamina persero dapat sejajar
dengan kontraktor asing yang tentunya memiliki modal lebih tinggi. Merujuk pada data tahun
2013 yang dirilis SKK Migas, diketahui bahwa 85% produksi sektor minyak dan gas bumi di
Indonesia dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan asing, dimana Pertamina hanya menguasai
sekitar 15% dari total produksi nasional. Produksi kotor minyak nasional Indonesia saat ini
masih dikisaran 900.000 barel per hari sedangkan kebutuhan minyak dan gas nasional
mencapai 1,4 juta barel per hari. Defisit kebutuhan minyak nasional ini akhirnya dipenuhi
dengan cara impor minyak mentah maupun dalam bentuk jadi yang jumlahnya mencapai 500
ribu barel per hari.10 Dari sini penulis beranggapan bahwa walau negara mendapatkan
deviden dari adanya kontraktor asing namun negara tidak dapat menguasai secara pernuh atas
komoditi minyak bumi, sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap bahan bakar minyak kini
sudah menjadi sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga negara harus bisa
menjamin ketersediaan minyak dalam negeri dengan harga yang sesuai dengan daya beli
masyarakat.
..
Disisi lain pada saat mulai berdirinya bangsa ini, para pendiri bangsa dengan sangat
bijak dan berhati-hati menghindari kemungkinan terjadinya kekacauan dalam pelaksanaan
transformasi ekonomi. Oleh karena itu ditetapkan Aturan peralihan Ayat (II) yang mengatur:
“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.”
8
Indonesia, Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi , Undang-Undang No 22 Tahun 2001 LN No.136
Tahun 2001, TLN No.4152, Pasal 9.
9
Widjajono Partowidagdo, Migas dan Energi di Indonesia Permasalahan dan Analisis Kebijkan,
(Bandung: Development Studies Foundation, 2009) hlm. 197.
10
Produksi
minyak
masih
jauh
dari
kebutuhan
nasional,
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/06/14/modif7-skk-migas-produksi-minyakjauh-darikebutuhan-nasional, diunduh 8 Agustus 2014
.
4 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
Dengan berlakunya aturan peralihan tersebut maka berlakulah “dualisme” di dalam sistem
ekonomi nasional. Sistem pertama secara imperatif berdasarkan paham demokrasi ekonomi
berdasar “kebersamaan dan asas kekeluargaan” dan sistem ke dua secara temporer yang
(masih) berdasar paham individualisme atau “asas perorangan” yang mengikuti ketentuan
Wetboek van Koopenhandel (KUHD) sesuai aturan peralihan UUD 1945.11
Mengingat masih berlakunya sistem kedua yang berasas perorangan sesuai dengan
peraturan peralihan yang bersifat “Temporer” seharusnya dalam menyusun sistem
perekonomian nasional asas perorangan tersebut bersifat “Temporer” juga.12 Dalam kaitan
tugas transformasi ekonomi ini maka Negara secara imperatif harus memiliki komitmen tegas
untuk menyusun perekonomian ke arah paham ekonomi yang berdasar “usaha bersama dan
asas kekeluargaan” kemudian menanggalkan paham ekonomi berdasar asas perorangan.
Dengan kata lain transformasi ekonomi berarti bahwa secara bertahap kita mempasasal 33kan KUHD.13
Implikasi dari tidak dilaksanakannya aturan peralihan Undang-Undang dasar secara
temporer tersebut menjadikan bermunculan bentuk-bentuk badan usaha yang tidak sejalan
dengan asas kekeluargaan. Dengan adanya Undang-Undang no 9 tahun 1969 tentang BentukBentuk Usaha Negara yang menentukan bentuk-bentuk dari badan usaha milik negara, untuk
pertama kalinya diperkenalkan badan usaha negara berbentuk Persero, dimana dalam
ketentuan tersebut dikatakan bahwa Persero tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang. dengan ketentuan itu maka diperbolehkan negara memiliki BUMN dalam bentuk
Perseroan Terbatas, tidak hanya Perum dan Perjan.14 Padahal bentuk usaha Persero tersebut
memiliki sifat mencari keuntungan yang diutamakan, dan kemakmuran rakyat menjadi
sesuatu yang bersifat marginal-residual bukan sentral substansial.
11
Sri Edi Swasono, Op. cit., kembali ke Pasal... hal 33
12
Ibid., hal 36
13
Ibid.
14
Indonesia, Undang-Undang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1
tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang, No 9 tahun 1969, LN 40 TLN
2904, Pasal 1.
5 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
Pada sektor hilir, PT Pertamina Persero tunduk pada prinsip-prinsip yang berlaku
seperti pada Perseroan Terbatas.15 Yang menjadi pembeda antara Persero dengan badan usaha
negara yang lain adalah sifat utama maksud dan tujuan berdirinya adalah untuk memupuk
keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan, sedangkan apabila dirasa perlu baru negara
dapat melakukan penunjukan tugas untuk melaksanakan fungsi sosial.16 Sedangkan,
kehadiran negara dalam kegiatan ekonomi sangatlah penting dan relevan dalam pencapaian
tujuan negara, yakni tercapainya kesejahteraan masyarakat.17 Dengan demikian kehadiran
negara melalui BUMN tidaklah sepenuhnya diarahkan kepada pencarian keuntungan (fungsi
profitisasi), akan tetapi yang lebih utama adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat
melalui fungsi pelayanan kepada masyarakat (fungsi sosial).18 sedangkan PT Pertamina
Persero, dalam sektor hilir menjual bahan bakar minyak berpatokan terhadap harga indeks
pasar bahan bakar minyak19 bukan terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Mekanisme
pasar yang menjadi acuan ini yang membuat rakyat Indonesia yang dimana negara nya
memiliki kandungan minyak yang sangat besar, namun untuk membeli kebutuhan nya yang
menyangkut minyak bumi sebagai bahan bakar, harus bergantung terhadap harga pasar,
bukan dari daya beli nya, hal ini membuat BUMN PT Pertamina Persero ini tidak
melaksanakan fungsi sosial, dan tidak mensejahterakan masyarakat sebagai tujuan yang
utama.
Apakah adil apabila Indonesia sebuah negara yang menganut negara kesejahteraan
melalui Keadilan Sosial dan tercantum dalam UUD Pasal 33 yang menyatakan bahwa segala
kekayaan alam yang terkandung di Indonesia digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat, namun BUMN dalam bentuk PT Pertamina tersebut menjual Bahan bakar minyak
dengan mekanisme harga pasar bukan di sesuaikan dengan daya beli masyarakat. Hal ini
yang menyebabkan begitu banyak yang harus di keluarkan negara untuk menutupi sebagian
dari harga Bahan Bakar Minyak tersebut, dan setelah disubsidi pun masih banyak yang
merasa bahwa harga minyak tersebut belum sesuai dengan daya beli masyarakat indonesia.
Implemetasi Pasal 33 UUD 1945 yang tidak mengedepankan kemakmuran rakyat tersebut
15
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Persero, No.12 Tahun 1998, LN no.15, TLN No.3731,
16
Ibid, Pasal 4 ayat (1) b
Pasal 3
17
Amminuddin Ilmar, Op. Cit., Hak Menguasai Negara hal 42
18
Ibid.
19
Indonesia, Keputusan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral no : 1713 K/12/mem/2012 6 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
menjadikan pembangunan perekonomian di indonesia lebih mengutamakan keuntungan
semata, menjadi mesin uang dimana penggunaan uang tersebut belum tentu dapat dinikmati
semua orang. Keberlakuan badan-badan usaha milik negara yang tidak sesuai dengan asas
kekeluargaan, melainkan menggunakan asas individualisme ala barat membuat negara
seolah-olah menjadi individu tersendiri yang terpisah sendiri, dimana negara memiliki uang
dari keuntungan sumber daya minyak nya namun rakyat sendiri kesulitan untuk membeli
minyak dengan harga yang layak untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Sebuah fenomena
aneh hidup di sebuah negri yang berkelimpahan minyak bumi namun rakyat nya kesulitan
dalam membeli bahan bakar minyak itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan
diatas, maka dirumuskan
beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini, yaitu:
a. Bagaimanakah konsep perlindungan negara terhadap sumber daya minyak menurut
Pasal 33 Undang-Undang Negara Indonesia dan pelaksanaannya?
b. Bagaimanakah dampak perubahan Pasal 33 terhadap konsep menguasai negara atas
sumber-sumber kemakmuran dalam kaitan nya dengan kewajiban negara dalam
melindungi sumber daya minyak ?
Metode Penelitian
Metode yang digunakan di dalam penelitian ini berdasarkan pada Metode Penelitian
dan Penulisan Hukum. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan
pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya.20 Penelitian hukum dapat
ditinjau dari berbagai sudut, seperti dipandang dari sudut sifatnya, bentuknya, namun unsur
penentu suatu penelitian dilihat dari tujuan penelitian hukum itu sendiri. Penelitian ini adalah
penelitian yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan dengan bentuk normatif sehingga data
inti yang digunakan adalah data sekunder berdasarkan kepustakaan berupa norma-norma
hukum tertulis, literature dan jenis-jenis kepustakaan lainnya.
Data yang digunakan oleh peneliti adalah data sekunder. Sumber data dalam
penelitian ini berupa literature kepustakaan baik dalam bentuk buku-buku, artikel, maupun
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
2010), hlm. 43.
7 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
norma-norma hukum tertulis yang telah ada seperti UUD dan UU terkait dengan penelitian.
Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Bahan hukum primer
yang digunakan penulis adalah Norma atau kaedah dasar, yakni pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945; Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; Undang-Undang
tentang Badan Usaha Milik Negara No.19 Tahun 2003. Undang-Undang No 22 tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria , No. 5 Tahun 1960, Undang-Undang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No. 1 tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi UndangUndang, No 9 tahun 1969, Peraturan Pemerintah tentang Persero, No.12 Tahun 1998,
Putusan Mahkamah Konsrtitusi No No 2 Tahun 2004, Keputusan mentri Energi dan Sumber
Daya Mineral no : 1713 K/12 /mem/2012. Bahan hukum sekunder yang digunakan penulis
memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan hukum primer dan
implementasinya. Yang akan digunakan oleh Penulis terkait bahan hukum sekunder ini
berupa artikel ilmiah, buku, skripsi/tesis/disertasi, laporan penelitian, dan sebagainya. Seperti
buku dari Prof Budi harsono yang berjudul Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan
Undang-Undang Agraria, isi dan pelaksanaannya, Moh Mahfud MD yang berjudul
Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, dan sebagainya.
Pembahasan
Pada awal berdirinya bangsa Indonesia, Indonesia didirikan menggunakan konsep
Institutional Welfare State, dimana negara memposisikan diri bertanggung jawab untuk
menjamin standar hidup yang layak bagi semua warga dan memberikan hak-hak universal
Dalam model negara kemakmuran ini negara lebih berperan aktif dan bertanggung jawab
langsung dalam menjamin kesejahteraan sosial dan kesetaraan sosial di masyarakatnya.
Unsur-unsur welfare state ini telah dimasukkan kedalam dasar negara Indonesia (Pancasila
dan UUD 1945) pada saat persiapan rapat pembahasan persiapan dan pasca kemerdekaan
negara Indonesia. Pembukaan UUD 1945 yang memuat rumusan tujuan negara Indonesia dan
juga Pancasila menyatakan bahwa negara Indonesia dibentuk “... untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia … dengan
berdasar kepada (disini kemudian teks Pancasila muncul) … keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.”21
21
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Alinea ke-IV.
8 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
Dalam perspektif moral terdapat dua aliran utama yang menjabarkan tentang keadilan,
yaitu aliran utilitarianisme dan deontologikalisme.22 Pada keadilan Utilitarianisme
mengatakan adil apabila pembagian sumber daya itu mendatangkan kebaikan yang besar bagi
jumlah yang terbanyak, sedangkan pada teori deontologikalisme menekankan kepada proses
dan mekanisme pembagian sumber daya, apabila proses dan mekanisme pembagiannya sudah
dirasa adil maka hasilnya juga akan adil. Moh. Mahfud MD berpendapat bahwa teori
keadilan sosial yang dianut Indonesia adalah Utilitarianisme, karena merujuk pada pendapat
dari Bill Shaw dan Art Wolfe yang menyatakan bahwa jika pendistribusian sumber daya
ditujukan untuk membawa dampak positif bagi semua orang maka distribusi tersebut
dinamakan “keadilan komutatif;” jika distribusi yang dimaksud dimaksudkan untuk
mendatangkan dampak positif bagi sekelompok orang yang dianggap secara ekonominya
lemah dan kurang diuntungkan maka keadilannya adalah “keadilan korektif;” jika distribusi
sumber daya yang dimaksudkan mengatasi kerugian sekelompok orang yang ditimbulkan
oleh tindakan pihak atau kelompok yang lain maka keadilan itu disebut “keadilan
kompensatoris.”23 Dalam konteks Pancasila sebagai penuntun hukum yang berkeadilan sosial
maka ada tuntutan bagi negara agar hukum-hukum yang dibuat di Indonesia selalu ditujukan
untuk menciptakan keadilan sosial yakni hukum-hukum yang ditujukan untuk mempersempit
kesenjangan antara yang kuat dan yang lemah kehidupan sosial ekonominya; bahkan juga
membuat hukum yang ditujukan untuk memberi proteksi khusus kepada kelompok yang
lemah agat tidak terlibat atau dilepaskan bersaing secara bebas dengan yang kuat mengingat
ia pasti akan selalu kalah.24 Melihat dari konsepsi Keadilan Sosial yang dimana negara
berusaha agar kesenjangan antara yang ekonominya kuat dengan yang ekonominya lemah
semakin sempit, serta keberadaan Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi dan menjadi
acuan terhadap segala pembentukan-pembentukan hukum di Indonesia maka jelas terlihat
bahwa Indonesia menganut sistem Institutional Welfare State.
Melihat konsep yang di anut oleh Indonesia bahwa Negara kita memiliki tanggung
jawab yang besar dan berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat maka
disusunlah BAB XIV Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 tentang Kesejahteraan
22
James Rachel, Filsafat Moral (Yogyakarta: Kanisisus, 2004) Hal 187-233.
23
Moh. Mahfud MD, Moh., Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, cet 2
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada) hal 10
. 24
Ibid., hal 11.
9 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
Sosial. Apabila ayat (1) Pasal 33 UUD 1945 menggambarkan berlakunya sistem ekonomi
yang demokratis dan berasas kekeluargaan, maka ayat (2) dan ayat (3) mengatur mekanisme
operasional bagaimana pokok-pokok kemakmuran rakyat yaitu bumi, air, dan kekayaan alam
lain diatur pemanfaatannya. Pengaturan ini yang kemudian oleh negara harus diatur
sedemikian rupa untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Pada ayat (3) terkandung
maksud bahwa pemilikan kekayaan alam selama masih didalam muka bumi harus tetap
dikuasai oleh negara dan diusahakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian
diksi “dikuasai oleh negara” disini meliputi aspek-aspek pengaturan, pengawasan,
pengendalian dan pelaksanaan usaha pengelolaan sumber daya. Dalam penjelasan UUD
Negara Indonesia 1945 dijelaskan bahwa negara harus menguasai cabang-cabang produksi
yang dirasa penting bagi negara serta menguasai hajat hidup orang banyak agar karena
apabila cabang yang penting ini dikuasai oleh satu orang saja maka rakyat banyak yang
bergantung terhadapnya dapat ditindasnya.25 Akta otentik mengenai dikuasai oleh Prof Budi
Harsono dijelaskan lewat Undang-Undang Pokok Agraria. Atas dasar ketentuan dalam Pasal
33 ayat (3) UUD 194526, maka seluruh kekayaan alam (Bumi, Air, dan kekayaann alam yang
terkandung didalamnya) pada tingkatan tertinggi dikuasai negara, sebagai organisasi
kekuasaan dan penjelamaan seluruh rakyat. Konsep hak menguasai negara dalam UUPA
mensyaratkan adanya peran negara yang kuat dalam mendistribusikan kemakmuran kepada
seluruh rakyat dengan prinsip-prinsip keadilan, atau pemihakan terhadap kepentingan rakyat.
Dengan pemikiran ini tidak dikehendaki berlakunya prinsip ekonomi pasar terutama dakam
hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak, apalagi yang menyangkut masalah
pertanahan sebagaimana amanat Pasal 33 UUD.
Paca Reformasi
Pada tahun 2002 telah terjadi perubahan besar dalam konstitusi negara kita terutama pada
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945. Perubahan itu terjadi pada judul bab
dan Pasal yang terdapat di dalam bab tersebut. Bab XIV yang semula berjudul
“KESEJAHTERAAN SOSIAL” pada tahun 2002 diubah menjadi “PEREKONOMIAN DAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL” . Selain itu Pasal 33 yang terdapat di dalam bab tersebut juga
ditambah 2 ayat yaitu:
25
Indonesia, Undang-­‐Undang Dasar Negara Indonesia 1945, Penjelasan Pasal 33. 26
Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Agraria, isi dan
pelaksanaannya,( jakarta: Penerbit Djambatan), 2003 hal 233.
10 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan Pasal ini diatur dalam undang-undang.
Mengenai perubahan ini ternyata membawa dampak yang meluas, pertama penulis mencoba
untuk mengkritisi judul dalam bab tersebut. Sebelum amandemen ini dibentuk berlakulah
Pasal 33 pada Orde Demokrasi Terpimpin, yang dimana Presiden Soekarno sebagai salah
satu pendiri bangsa pada saat itu secara berapi-api mengungkapkan bahwa konsep negara kita
pada saat menjalankan demokrasi ekonomi hendaknya bukan demokrasi barat, tetapi
permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek-ecomische democratie yang mampu
mendatangkan kesejahteraan sosial.27 Maka dari itu sociale rechtvaardigheid dengan
ekonomische democratie harus dapat di elaborasikan menjadi satu kesatuan, karena
Perekonomian Indonesia dibangun bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial, oleh
karena itu penambahan kata menjadi Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial membuka celah
pemikiran bahwa dua hal tersebut dapat berdiri sendiri seolah-olah ada kewajiban negara
dalam menyelenggarakan perekonomian nasional dan ada kewajiban negara yang lain untuk
membawa Kesejahteraan Sosial di masyarakat padahal Kesejahteraan Sosial dan
kemakmuran rakyat adalah hal yang sentral-substansial yang tidak bisa di lepas dari tujuan
perekonomian negara. Konsep Presiden Soekarno dalam mengelaborasikan politiek
democratie, sociale rechtvaardigheid dan ekonomische democratie menjadi politiekecomische democratie yang mendatangkan kesejahteraan sosial sejalan dengan konsep
Institutional Welfare State yang dikemukakan oleh Espring Andersen28, namun apabila
interpretasi dari kewajiban negara dalam membangun perekonomian dan kewajiban dalam
mewujudkan kesejahteraan Sosial adalah hal yang berdiri sendiri, maka konsep negara kita
bisa berubah ke ara Residual Welfare State.
Ayat (4) pada Pasal 33 UUD NRI 1945 yang sebagai Pasal tambahan dalam amandement pun menjadi
menarik perhatian, hal tersebut dikarenakan adanya kata “efisiensi” di dalam ayatnya, Padahal
terminologi “Efisiensi “ dalam perekonomian berorientasi terhadap maximum gain (keuntungan
maximum) dan maximum satisfaction ( kepuasan maksimum) yang merupakan ciri pandangan
ekonomi neo-klasikal sebagai wujud dari liberalisme ekonomi yang bekerja melalui mekanisme pasar
bebas.29 Padahal mekanisme pasar bebas akan menimbulkan free fight liberalism dimana hal tersebut
27
28
29
Soekarno, Op. Cit., Pidato Lahirnya Pancasila
Pinker, R. Social, Op. Cit., Policy and Social Justice hal 113
Lihat Donald Rutherford, Op. Cit., Dictionary of economics, hal 151
11 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
adalah hal yang diharapkan untuk tidak tumbuh di negri ini, karena Dalam konteks Pancasila
sebagai penuntun hukum yang berkeadilan sosial maka ada tuntutan bagi negara agar hukumhukum yang dibuat di Indonesia selalu ditujukan untuk menciptakan keadilan sosial yakni
hukum-hukum yang ditujukan untuk mempersempit kesenjangan antara yang kuat dan yang
lemah kehidupan sosial ekonominya; bahkan juga membuat hukum yang ditujukan untuk
memberi proteksi khusus kepada kelompok yang lemah agat tidak terlibat atau dilepaskan
bersaing secara bebas dengan yang kuat mengingat ia pasti akan selalu kalah.30
Pengubahan Pasal 33 ayat (4) UUD Negara RI 1945 menjadikan celah bagi pihak
asing untuk meliberalisasikan pengelolaan migas di Indonesia. Asas efisiensi tersebut
memberikan tafsir bahwa penguasaan tidak harus dikuasai 100% oleh negara selama negara
tetap menentukan dalam proses pengambilan keputusan atas penentuan kebijakan dalam
badan usaha yang bersangkutan.31 Efisensi yang juga menggunakan prinsip untung rugi
bidang ekonomi juga memberikan celah pada UU no 22 tahun 2001, dimana pada sektor hilir
tidak lagi dikuasai oleh negara, namun dilepaskan kepada Badan Usaha Milik Negara dan
juga Badan Usaha Tetap, padahal sektor hilir bersinggungan langsung dengan kebutuhan
rakyat, karena kuasanya dilepaskan oleh negara maka kewenangan negara dalam mengatur
harga minyak tidak dikuasai sepenuhnya oleh negara melainkan kepada mekanisme pasar.
Penguasaan oleh negara, menurut Mahkamah Konstitusi, tidak ditujukan untuk
kekuasaan semata melainkan agar negara dapat menunaikan kewajibannya sebagaimana yang
tercantum dalam Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945. Penguasaan atas cabang produksi
mengandung misi untuk memenuhi kepentingan masyarakat, yaitu: ketersediaan yang cukup,
distribusi yang merata dan terjangkaunya harga bagi banyak orang.32 Mahkamah Konstitusi
menjabarkan prinsip-prinsip dasar demokrasi ekonomi yang diturunkan dari Pasal 33 ayat (4)
UUD Negara RI Tahun 1945 sebagai berikut:
1. Asas Efisiensi berkeadilan adalah asas yang mengedepankan efisiensi yang
berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif dan
berdaya saing.
30
Moh. Mahfud MD, Op. Cit., hal 11.
31
Mahkamah Konstitusi, Putusan No. 008/PUU-III/2005 hal 336
32
Ibid,. Hal 329-330
12 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
2. Asas Berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya
proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan
dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik masa kini maupun masa yang
akan datang.
3. Asas
Berwawasan
Lingkungan
adalah
asas
penanaman
modal
yang
memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan
hidup.
4. Asas Kemandirian adalah asas yang mengedepankan potensi bangsa dan negara
dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya
pertumbuhan ekonomi.
5. Asas Keseimbangan, Kemajuan, dan Kesatuan Ekonomi nasional, adalah asas
yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam
kesatuan nasional.33
Penafsiran makna demokrasi ekonomi yang merujuk kepada Pasal 33 ayat (4) UUD Negara
RI Tahun 1945 sebagaimana dikemukakan Mahkamah Konstitusi berbeda dengan penjabaran
mengenai demokrasi ekonomi sebagai mana yang tercantum dalam Penjelasan UUD 1945
sebelum dihapuskan pada amandemen keempat. Demokrasi ekonomi menurut penjelasan
UUD 1945 diartikan dengan produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan
atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakuran masyarakatlah yang diutamakan
bukan kemakmuran orang-seorang. Perubahan Pasal 33 mereduksi kewajiban negara dalam
melindungi sumber daya minyak dengan membuka celah kepada pihak asing untuk
menyertakan modalnya pada cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menyangkut hajat hidup orang banyak.
Kesimpulan
Negara memiliki kewajiban untuk melindungi sumber daya minyak demi
kemakmuran rakyatnya, hal itu dibuktikan dari Pada awal berdirinya bangsa Indonesia,
dicita-citakan bahwa bangsa ini menganut sistem Institutional Welfare State dengan tipologi
Social Democratic hal-hal tersebut dapat dilihat dari Pidato Presiden Soekarno dalam sidang
BPUPKI yaitu pidato lahirnya pancasila menjelaskan tentang kesejahteraan sosial sebagai
33
Mahkamah Konstitusi, Putusan No. 21-22/PUU-V/2007, hal 221-222
13 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
dasar negara dimana segala kegiatan ekonomi dan kegiatan politik di Indonesia harus
bertujuan untuk melaksanakan kesejahteraan sosial.
Keadilan Sosial dalam Pancasila menggunakan konsep keadilan Utilitarianisme
dimana didalamnya mengandung keadilan komutatif, keadilan korektif dan keadilan
kompensatoris. Dengan itu negara berperan aktif dan bertanggung jawab besar dalam
memeratakan kesejahteraan pada rakyat nya dan meletakan peran negara yang aktif untuk
memeratakan kemakmuran, dan Ini menjadi Ideologi dasar pengelolaan sumber daya minyak
di Indonesia.
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 sebelum perubahan serta
dalam penjelasan dan risalah pembentukannya menyatakan secara jelas bahwa negara harus
menguasai cabang-cabang produksi yang dirasa penting bagi negara serta menguasai hajat
hidup orang banyak agar karena apabila cabang yang penting ini dikuasai oleh satu orang saja
maka rakyat banyak yang bergantung terhadapnya dapat ditindasnya. Sedangkan Bumi Air
dan segala kekayaan yang terkandung didalam nya dikuasai negara dan digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat, dikuasai negara karena pengelolaanya menyangkut hajat
hidup orang banyak dan mencegah dikurasnya sumber daya alam oleh pihak asing. Disini
negara memiliki peran yang sangat aktif dalam melindungi dan menjamin kemakmuran
rakyat dalam kegiatan perekonomian nasional.
Konsep hak menguasai negara dalam Undang-Undang Pokok Agraria mensyaratkan
adanya peran negara yang kuat dalam mendistribusikan kemakmuran kepada seluruh rakyat
dengan prinsip-prinsip keadilan, atau pemihakan terhadap kepentingan rakyat. Dengan
pemikiran ini tidak dikehendaki berlakunya prinsip ekonomi pasar terutama dalam hal-hal
yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang salah satunya adalah pengelolaan sumber
daya minyak
Pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Perubahan ke empat tahun 2002
negara yang memberikan kuasa kepada Badan Usaha Milik Negara, atau Bentuk Usaha
Tetap, adapun perlindungan negara adalah melalui bagi hasil minyak demi memenuhi kuota
kebutuhan minyak dalam negri, dan seleksi untuk kontraktor-kontraktor yang melakukan
penawaran pengelolaan migas di Indonesia.
Perubahan ke Empat Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 pada Pasal 33 ayat
(4) membawa perubahan Memberikan tafsir baru mengenai Demokrasi Ekonomi di
14 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
Indonesia, Negara tidak perlu 100% menguasai cabang-cabang produksi yang menyangkut
hajat hidup orang banyak, namun dipersilahkan kepada pihak-pihak lain selain negara dengan
meminta kuasa dari negara dan penguasaan terhadap kekayaan bumi pun dapat dikuasakan
kepada pihak lain selama keputusan dalam melakukan kebijakannya tetap di tangan negara,
hal tersebut membuat begitu banyak sumber daya minyak yang di kuasai asing, dan
perlindungan negara pada sektor migas pun di reduksi
Terdapat amandement Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 yang
mencantumkan kata efisiensi dalam ayat (4) nya. Padahal efisiensi tersebut mengacu pada
keuntungan Maksimum dan kenikmatan maksimum layaknya ekonomi gaya liberal,
menggunakan perhitungan untung rugi dalam ekonomi yang akhirnya perwujudan
kemakmuran rakyat harus dihitung dari untung atau ruginya negara, dan bertentangan dengan
Institutional Welfare State yang sebelumnya di anut.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian penulis, penulis merasa dapat memberikan saran antara yaitu
menguji kembali Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 karna kata efisiensi menyebabkan
banyak polemik, implementasi efesiensi berkeadilan membuka banyak celah terhadap adanya
usaha liberalisasi ekonomi di Indonesia.
Daftar Referensi
Buku:
Faqih, Mansour. Manifesto Intelektual Organik. Yogyakarta: Insist Press, 2000.
Ferragina, Emanuele and Martin Seeleib-Kaiser. “Welfare Regime Debate: Past,
Present, Futures”. Policy & Politics, vol. 39, no. 4, 2011.
Friendman, Thomas L. The World is Flat: A Brief History of The Twenty-First Century.
New York : Farar, Straus and Giroux, 2007.
Harnecker, Marta. Memahami Revolusi Venezuela: Perbincangan Dengan Hugo Chavez
(Understanding the Venezuela Revolution). Diterjemahkan oleh Tim IGJ, Jakarta:
Institute for Global Justice. 2006.
Harsono, Budi. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Agraria, isi dan pelaksanaannya. Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003.
15 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
Hatta, Mohammad. Kumpulan Pidato II. Disusun oleh I. Wangsa Widjaja, Mutia F.
Swasono, PT. Toko Gunung Agung Tbk. Jakarta 2002
Ilmar, Aminuddin. “Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN”. Jakarata :
Kencana Prenada Media Group, 2012.
Kuncoro, Mudrajat.“Transformasi Pertamina: Dilema Antara Orientasi Bisnis dan
Pelayanan Publik”. Galang Press: Yogyakarta, 2009
Mahfud, Moh, M.D. Et al. ProsidingKongresPancasila IV: Srategi Pelembagaan Nilainilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia. Yogyakarta: Pusat
Studi Pancasila UGM, 2012.
________________. Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, cet
2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mise, Ludwig von s. Menemukan Kembali Liberalisme. Jakarta: Freedom Isntitute,
Desember 2011.
M hadjon, Philiphus dan Tatiek Sri Djatmiati. Argurmentasi hokum. Gajah mada
University Press, Yogyakarta, 2010.
Partowidagdo, Widjajono. Migas dan Energi di Indonesia Permasalahan dan Analisis
Kebijkan. Bandung: Development Studies Foundation, 2009.
Pasha, Musthafa Kamal. Et.al. Pancasila dalam Tinjauan Historis, Yuridis dan Filosofis,
2nd ed. Yogyakarta: Citra KarsaMandiri, 2002.
Rachel, James. Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisisus, 2004.
Raharjo, Satjipto. IlmuHukum. Bandung: Alumni, 1982.
Rutherford, Donald. Dictionary of economics, London and New York :Routledge, 1992.
Sader, Emir. "the weakest link: Neo-liberalism in Latin Amerika", new left Review, No.
52. August 2008.
Schneiderman, David. “Investment Rules and the New-constitutionalsm, law and Social
Inquiry, Vol. 25, No. 3 Summer 2000.
16 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
__________________. "Constitutional Approaches to Privatization: An Inquiry into the
Magnitude of Neo-liberal Constitutiobalism". Law and Contemporary Problem,
vol.63, No. 4, autumn, 2000.
Sekretariat Negara. Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 29 Mei
1945-19 Agustus 1945. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 2010.
Subboutina, Tatyana O. Beyond Economic Growth: An Introduction to sustainable
Development, 2nd edition. Washington D. C: The World Bank, 2004.
Sri Edi Swasono. Indonesia Is Not for Sale: Sistem Ekonomi Nasional untuk SebesarBesar Kemakmuran Rakyat. Jakarta: Badan perencanaan Pebangunan Nasional, 2007.
Swasono, Sri Edi. Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 menolak neoliberalisme. Jakarta:
Penerbit Yayasan Hatta, 2010.
Tim pengajar mata kuliah ilmu Negara. Ilmu Negara. Depok: Badan penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2009/2010.
Peraturan Perundang-Undangan:
Indonesia. Undang- Undang Dasar 1945.
_______. Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi , Undang-Undang No 22 Tahun 2001
LN No.136 Tahun 2001, TLN No.4152.
______. Undang-Undang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
No. 1 tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang.
UU No 9 tahun 1969, LN 40 TLN 2904
________, Peraturan Pemerintah tentang Persero,PP No.12 Tahun 1998, LN no.15,
TLN No.3731, Pasal 3.
_______, Keputusan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Kepmen no : 1713
K/12/mem/2012.
17 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
_______,Undang-undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria . UU No. 5
Tahun 1960 LN. No 104, TLN. No. 2043.
_______, Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 1956 tentang Tambang Minyak Sumatra
Utara
_______, Undang-undang No 13 Tahun 1956 tentang Pembatalan Hubungan Indonesia
Nederlands Berdasarkan Konferensi Meja Bundar
_______, Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi. UU no 22 Tahun 2001
Jurnal:
Alfitri. ideologi Welfare State dalam Dasar Negara Indonesia: analisis Putusan
Mahkamah Konstitusi terkait system Jaminan sosial nasional. Jurnal Konstitusi
volume 9 no 3 September 2012
I Dewa Gede Palguna. Mahkamah Konstitusi Judicial Review dan Welfare State,
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi: Jakarta, 2008, hal. 179.
Jurnal Migas Perspektif, Bentuk Perlindungan Hukum
Terhadap Kekayaan Minyak Dan
Gas Bumi Sebagai Aset Negara Melalui Instrumen Kontrak, Universitas Airlangga
Surabaya: Volume XVIII No. 2 Tahun 2013 Edisi Mei.
Susetio, Wasis. Konsep welfare State Dalam Amandemen UUD 1945 : Implementasinya
dalam Peraturan Perundang-undanggan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI).
Lex Jurnalica Vol.4 No.2, Jakarta: 2007.
Siahaan, Maruarar. Jurnal Hukum konstitusi, Volume 4, Nomor 3. Jakarta: Penerbit
Mahkamah Konstitusi, September 2007).
Yustika, Ahmad Erani. “Reformasi Ekonomi, Washington Consensus, dan Rintangan
Politik”. Jurnal Managemen dan Kewirausahaan, Vol. 6, No. 1, (Maret 2004) : hal. 1
18 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
Thesis:
Bivitri Susanti. “Neo-Liberalisasi and Its Resistance in Indonesia’s Constitution Reform
1999-2002”, Tesis Magister Hukum, University of Warwick, United Kingdom 2002. Ledemel, Ivar. The Quest For Institutional Welfare and The Problem of The Residuum ,
Thesis submitted for the degree of PhD Department of Social Science and
Administration London School of Economics and Political science University of
London June 1989 hal 11.
Internet:
Bantuan
Asing
Hilangkan
Kedaulatan
Proses
Legislasi.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20073/bantuan-asing-hilangkankedaulatan-proses-legislasi diakses tanggal 13 november 2014
Bp
Migas
inkonstitusional.
(http://www.hukumonline.com/berita/baca/
lt50a2367d37e5c/mk--bp-migas-inskonstitusional).Diakses pada tanggal 6 April
2014
Harris, 0 Neville, “welfare state”, The New Oxford Companion to Law. Peter Cane and
Joanne Conaghan (eds.). Oxford University Press Inc. Oxford Reference
Online.Oxford University Press. University of Washington,
http://www.oxfordreference.com.offcampus.lib.washington.edu/views/ENTRY.html
?subview=Main&entry=t287.e2323 e1462, diunduh, 26 november 2014
McLean, Ed Iain and Alistair McMillan.MC “welfare state” The Concise Oxford
Dictionary of Politics. Oxford University Press 2009. Oxford Reference Online.
Oxford
University
Press.
University
of
Washington,
http://www.oxfordreference.com.offcampus.lib.washington.edu/views/ENTRY.
html?subview=Main&entry=t86.e1462 diunduh, 26 november 2014.
Menelaah
Format
Keberpihakan
UU
Migas,
http://www.migasreview.com/post/1417144648/menelaah-format-keberpihakan-uumigas.html diunduh tanggal 8 november 2014
Memorandum of Economic and Financial Policies Medium-Term Strategy and Policies
for 1999/2000 and 2000
19 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
http://www.imf.org/external/np/loi/2000/idn/01/diaksespadatanggal 13 november
2014.
Produksi
minyak
masih
jauh
dari
kebutuhan
nasional,
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/06/14/modif7-skk-migasproduksi-minyakjauh-dari-kebutuhan-nasional, diunduh 8 Agustus 2014
Situs Resmi Pertamina “Our Bisnis” http://www.pertamina.com/our-business/diunduhh
12 Agustus 2014.
Salim, Emil. Sistem Ekonomi Pancasila, http://id.scribd.com/doc/16741055/SistemEkonomi-Pancasila-Emil-Salim-1966. salinan harian kompas edisi 30 juni 1966,
diunduh 9 november 2014.
Saragih, Juli Panglima, Menata Ulang Kebijakan Pengelolaan Minyakdan Gas Bumi,
http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/buku_tim/buku-tim-9.pdf, diunduh tanggal 9
November.
Sektor Energi dibawah UU Migas. http://km.itb.ac.id/site/sektor-energi-indonesiadibawah-uu-migas/diaksespadatanggal 13 november 2014
“Welfare State”, Encyclopedia Britannica, http://www.britannica.com/print/topic/639266
diunduh, 26 november 2014
20 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014
Download