Kewajiban Negara Dalam Melindungi Sumber Daya Minyak Demi Mewujudkan Kemakmuran Rakyat. Warih Tunggul Wulung, Hamid Chalid Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Antar Negara dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia. [email protected] Abstrak Penelitian Ini membahas dua pokok permasalahan, Pertama Bagaimanakah Ide dasar dari para pendiri bangsa ini dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pengelolaan sumber daya minyak, dan Kedua Bagaimanakah perubahan-perubahan dan penyelewengan yang terjadi dalam pengelolaan sumber daya minyak di Indonesia hingga era reformasi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Pembahasan dimulai dengan bagaimana para pendiri bangsa ini mencoba merumuskan tujuan bernegara dalam mewujudkan kemakmuran rakyat lewat teori welfare state. Lalu tujuan negara dalam teori welfare state tersebut diimplementasikan dalam pengelolaan sumber daya minyak di Indonesia. Pengelolaan sumber daya minyak di Indonesia seiring berjalannya waktu mengalami beberapa perubahan-perubahan. Pada realitanya pengelolaan sumber daya minyak tidak lagi berpihak terhadap kesejahteraan rakyat padahal negara Indonesia menganut sistem Welfare State. Hasil penelitian menjabarkan perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dalam pengelolaan sumber daya minyak, mulai dari pembelokan cita-cita negara kesejahteraan, masuknya paham neoliberalisme, serta pembiaran berlakunya Aturan Peralihan Ayat (II) yang menganut paham individualisme. Perubahan yang tidak berpihak kepada rakyat tersebut seharusnya tidak perlu terjadi apabila negara menjalankan konsep negara kesejahteraan seperti yang dicita-citakan terdahulu yaitu Institutional Welfare State yang dijewantahkan lewat keadilan sosial dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945. Kata Kunci: Welfare State, Kemakmuran Rakyat, Pengelolaan Sumber Daya Minyak Abstract This study discusses the two main issues, the First How The basic idea of the founders of this nation in the welfare of the people through the management of oil resources, and the Second How changes and abuses that occurred in the management of oil resources in Indonesia until the reform era. The method used is a normative juridical. The discussion starts with how the founders of this nation to try to formulate a state goal in creating prosperity of the people through the theory of the welfare state. Then the goals of the state in welfare state theory is implemented in the management of oil resources in Indonesia. Management of oil resources in Indonesia over time undergone some changes. In reality the management of oil resources is no longer in favor of the people's welfare state while Indonesia adopts a Welfare State. The results of the study describes any changes that occur in the management of oil resources, ranging from the deflection of the ideals of the welfare state, the inclusion understand neoliberalism, and the omission of the entry into force of the Transitional Provisions Paragraph (II), which believed in individualism. The changes that were unfavorable to the people should not have occurred if the state run welfare state concept as the previous aspired namely Institutional Welfare State elaborated through social justice and Article 33 of the Constitution of the State of Indonesia in 1945. Keywords: Welfare State, People Prosperity, Management of Petroleum Resources. 1 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 Pendahuluan Negara Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai nilai-nilai dasar berbangsa dan bernegara serta menjadi tolak ukur bagi setiap perilaku warga masyarakat, telah memberikan pula dasar bagi negara untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal itu dengan jelas tercermin melalui salah satu sila-nya, yakni untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.1 Pengejewantahan dari keadilan sosial dalam Pancasila dijabarkan lebih jauh dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945. Pada ayat (2) nya tertulis bahwa cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai negara, sedangkan pada ayat (3) dikatakan Bumi, Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan di gunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.2 Dari hal tersebut dapat di ketahui bahwa negara berkewajiban melindungi sektor-sektor tertentu dan sumber daya tertentu agar tidak terdapat monopoli serta penjajahan antara satu dengan yang lain, serta terjamin pemerataan kekayaan dan pemerataan hak atas sumber daya dari segala sumber daya bangsa yang kita miliki ini. Pada tahun 2002 Amandemen ke empat UUD 1945 menambah Pasal 33 UUD 1945 dengan dua ayat yaitu: (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pasal ini diatur dalam undang-undang Perubahan tersebut menjadi celah untuk merubah bahkan menghapus esensi ideologis Pasal 33 UUD 1945. Dengan adanya perubahan Pasal 33 UUD 1945 dengan menambahkan kata efisiensi3 pada ayat (4) nya, maka hal tersebut membawa dampak besar pada perekonomian di Indonesia. Pada era reformasi ada beberapa pihak yang berusaha untuk membelokan ideologi atau roh dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945, usaha tersebut 1 Aminuddin Ilmar , “Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN”, (Jakarata:Kencana Prenada Media Group, 2012), Hal xii 2 Indonesia, Undang- Undang Dasar tahun 1945 , Pasal 33. 3 Terminologi “Efisiensi “ dalam perekonomian berorientasi terhadap maximum gain (keuntungan maximum) dan maximum satisfaction ( kepuasan maksimum) yang merupakan ciri pandangan ekonomi neoklasikal sebagai wujud dari liberalisme ekonomi yang bekerja melalui mekanisme pasar bebas. Lihat Donald Rutherford, Dictionary of economics, (London and New York : Routledge, 1992) hal 151 2 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 dilakukan oleh adanya pihak-pihak yang berusaha membawa perekonomian indonesia ke arah liberal, salah satu usaha tersebut adalah dengan mencoba menyisipkan kata “efisiensi” di dalam Pasal 33 tersebut.4 Padahal kata efisiensi mengacu kepada keuntungan maksimum yang membuat perekonomian Indonesia dibangun menggunakan untung rugi dalam ekonomi. Namun dalam sidang amandement undang-undang dasar tahun 2002 tersebut, ada pihakpihak yang berhasil membuat ideologi Pasal 33 UUD NRI 1945 tidak melenceng terlalu jauh dengan menambahkan kata berkeadilan, sehingga hal tersebut membuat kata efisiensi tidak menjadi efisiensi ekonomi dan efisiensi individual ala Konsensi Washington gaya barat, namun lebih ke efisiensi sosial.5 Sebagai contoh bukti begitu besar niat kalangan tertentu yang berusaha meliberalisasikan perekonomian Indonesia dapat dilihat pada Undang-Undang no 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dalam konsiderannya nekad menyatakan: Mengingat “...Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945...” Padahal kita semua tau Pasal 33 UUD 1945 ayat (2) dan (3) melalui perubahan keempat (final) Tahun 2002 tidak diubah sama sekali dari aslinya. Perubahan Keempat telah merubah hasil naskah perubahan Kedua yang telah menghilangkan “asas kekeluargaan” dari Pasal 33 UUD 1945 (asli) dan menggantikannya dengan “asas efisiensi” yang tendensius neoliberalistik.6 Berlakunya Undang-Undang no 22 tahun 2001 dengan konsideran seperti itu terlihat bahwa pihak-pihak yang berusaha untuk meliberalisasikan ekonomi begitu percaya diri bahwa Pasal 33 UUD NRI 1945 dapat mereka rubah.7 Dengan berlakunya Undang-Undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pada sektor hulu Kedudukan PT Pertamina Persero yang semula sebagai satu-satunya badan usaha yang menjalankan usaha di sektor migas dan dikuasai negara untuk kepentingan orang banyak tidak lagi menjadi sekuat dulu, yang membuka kesempatan bagi pihak-pihak diluar dari Badan Usaha Milik Negara untuk memiliki izin melakukan kegiatan usaha migas 4 Sri Edi, Op. Cit.,kembali ke Pasal... hal 40 Usaha dalam meliberalisasikan Pasal 33 UUD NRI telah coba di redam oleh Anggota MPR RI CA-651 5 Moh Mahfud M.D, et al, Prosiding Kongres Pancasila IV: Srategi Pelembagaan Nilai-nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia, (Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila UGM, 2012) hal 101 6 7 Ibid, hal 40 Ibid 3 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 di sektor hulu,8 hal ini menurunkan tingkat ekslusifitas dari PT Pertamina Persero yang dulunya sempat berbentuk Perusahaan Negara Pertamina, yang menjadi satu-satunya badan usaha yang berwenang. Dengan berlakunya Undang-Undang No 22 Tahun 2001 ini posisi Pertamina sejajar dengan perusahaan asing yang melakukan penawaran di Indonesia, padahal tantangan dalam melakukan kegiatan eksplorasi di Indonesia memiliki tantangan besar yaitu industri minyak bumi merupakan industri yang memiliki resiko tinggi (high risk), membutuhkan teknologi tinggi (high technology), dan modal investasi yang juga sangat tinggi (high cost),9 sehingga hal tersebut belum membuat PT Pertamina persero dapat sejajar dengan kontraktor asing yang tentunya memiliki modal lebih tinggi. Merujuk pada data tahun 2013 yang dirilis SKK Migas, diketahui bahwa 85% produksi sektor minyak dan gas bumi di Indonesia dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan asing, dimana Pertamina hanya menguasai sekitar 15% dari total produksi nasional. Produksi kotor minyak nasional Indonesia saat ini masih dikisaran 900.000 barel per hari sedangkan kebutuhan minyak dan gas nasional mencapai 1,4 juta barel per hari. Defisit kebutuhan minyak nasional ini akhirnya dipenuhi dengan cara impor minyak mentah maupun dalam bentuk jadi yang jumlahnya mencapai 500 ribu barel per hari.10 Dari sini penulis beranggapan bahwa walau negara mendapatkan deviden dari adanya kontraktor asing namun negara tidak dapat menguasai secara pernuh atas komoditi minyak bumi, sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap bahan bakar minyak kini sudah menjadi sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga negara harus bisa menjamin ketersediaan minyak dalam negeri dengan harga yang sesuai dengan daya beli masyarakat. .. Disisi lain pada saat mulai berdirinya bangsa ini, para pendiri bangsa dengan sangat bijak dan berhati-hati menghindari kemungkinan terjadinya kekacauan dalam pelaksanaan transformasi ekonomi. Oleh karena itu ditetapkan Aturan peralihan Ayat (II) yang mengatur: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.” 8 Indonesia, Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi , Undang-Undang No 22 Tahun 2001 LN No.136 Tahun 2001, TLN No.4152, Pasal 9. 9 Widjajono Partowidagdo, Migas dan Energi di Indonesia Permasalahan dan Analisis Kebijkan, (Bandung: Development Studies Foundation, 2009) hlm. 197. 10 Produksi minyak masih jauh dari kebutuhan nasional, http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/06/14/modif7-skk-migas-produksi-minyakjauh-darikebutuhan-nasional, diunduh 8 Agustus 2014 . 4 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 Dengan berlakunya aturan peralihan tersebut maka berlakulah “dualisme” di dalam sistem ekonomi nasional. Sistem pertama secara imperatif berdasarkan paham demokrasi ekonomi berdasar “kebersamaan dan asas kekeluargaan” dan sistem ke dua secara temporer yang (masih) berdasar paham individualisme atau “asas perorangan” yang mengikuti ketentuan Wetboek van Koopenhandel (KUHD) sesuai aturan peralihan UUD 1945.11 Mengingat masih berlakunya sistem kedua yang berasas perorangan sesuai dengan peraturan peralihan yang bersifat “Temporer” seharusnya dalam menyusun sistem perekonomian nasional asas perorangan tersebut bersifat “Temporer” juga.12 Dalam kaitan tugas transformasi ekonomi ini maka Negara secara imperatif harus memiliki komitmen tegas untuk menyusun perekonomian ke arah paham ekonomi yang berdasar “usaha bersama dan asas kekeluargaan” kemudian menanggalkan paham ekonomi berdasar asas perorangan. Dengan kata lain transformasi ekonomi berarti bahwa secara bertahap kita mempasasal 33kan KUHD.13 Implikasi dari tidak dilaksanakannya aturan peralihan Undang-Undang dasar secara temporer tersebut menjadikan bermunculan bentuk-bentuk badan usaha yang tidak sejalan dengan asas kekeluargaan. Dengan adanya Undang-Undang no 9 tahun 1969 tentang BentukBentuk Usaha Negara yang menentukan bentuk-bentuk dari badan usaha milik negara, untuk pertama kalinya diperkenalkan badan usaha negara berbentuk Persero, dimana dalam ketentuan tersebut dikatakan bahwa Persero tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. dengan ketentuan itu maka diperbolehkan negara memiliki BUMN dalam bentuk Perseroan Terbatas, tidak hanya Perum dan Perjan.14 Padahal bentuk usaha Persero tersebut memiliki sifat mencari keuntungan yang diutamakan, dan kemakmuran rakyat menjadi sesuatu yang bersifat marginal-residual bukan sentral substansial. 11 Sri Edi Swasono, Op. cit., kembali ke Pasal... hal 33 12 Ibid., hal 36 13 Ibid. 14 Indonesia, Undang-Undang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang, No 9 tahun 1969, LN 40 TLN 2904, Pasal 1. 5 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 Pada sektor hilir, PT Pertamina Persero tunduk pada prinsip-prinsip yang berlaku seperti pada Perseroan Terbatas.15 Yang menjadi pembeda antara Persero dengan badan usaha negara yang lain adalah sifat utama maksud dan tujuan berdirinya adalah untuk memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan, sedangkan apabila dirasa perlu baru negara dapat melakukan penunjukan tugas untuk melaksanakan fungsi sosial.16 Sedangkan, kehadiran negara dalam kegiatan ekonomi sangatlah penting dan relevan dalam pencapaian tujuan negara, yakni tercapainya kesejahteraan masyarakat.17 Dengan demikian kehadiran negara melalui BUMN tidaklah sepenuhnya diarahkan kepada pencarian keuntungan (fungsi profitisasi), akan tetapi yang lebih utama adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat melalui fungsi pelayanan kepada masyarakat (fungsi sosial).18 sedangkan PT Pertamina Persero, dalam sektor hilir menjual bahan bakar minyak berpatokan terhadap harga indeks pasar bahan bakar minyak19 bukan terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Mekanisme pasar yang menjadi acuan ini yang membuat rakyat Indonesia yang dimana negara nya memiliki kandungan minyak yang sangat besar, namun untuk membeli kebutuhan nya yang menyangkut minyak bumi sebagai bahan bakar, harus bergantung terhadap harga pasar, bukan dari daya beli nya, hal ini membuat BUMN PT Pertamina Persero ini tidak melaksanakan fungsi sosial, dan tidak mensejahterakan masyarakat sebagai tujuan yang utama. Apakah adil apabila Indonesia sebuah negara yang menganut negara kesejahteraan melalui Keadilan Sosial dan tercantum dalam UUD Pasal 33 yang menyatakan bahwa segala kekayaan alam yang terkandung di Indonesia digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, namun BUMN dalam bentuk PT Pertamina tersebut menjual Bahan bakar minyak dengan mekanisme harga pasar bukan di sesuaikan dengan daya beli masyarakat. Hal ini yang menyebabkan begitu banyak yang harus di keluarkan negara untuk menutupi sebagian dari harga Bahan Bakar Minyak tersebut, dan setelah disubsidi pun masih banyak yang merasa bahwa harga minyak tersebut belum sesuai dengan daya beli masyarakat indonesia. Implemetasi Pasal 33 UUD 1945 yang tidak mengedepankan kemakmuran rakyat tersebut 15 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Persero, No.12 Tahun 1998, LN no.15, TLN No.3731, 16 Ibid, Pasal 4 ayat (1) b Pasal 3 17 Amminuddin Ilmar, Op. Cit., Hak Menguasai Negara hal 42 18 Ibid. 19 Indonesia, Keputusan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral no : 1713 K/12/mem/2012 6 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 menjadikan pembangunan perekonomian di indonesia lebih mengutamakan keuntungan semata, menjadi mesin uang dimana penggunaan uang tersebut belum tentu dapat dinikmati semua orang. Keberlakuan badan-badan usaha milik negara yang tidak sesuai dengan asas kekeluargaan, melainkan menggunakan asas individualisme ala barat membuat negara seolah-olah menjadi individu tersendiri yang terpisah sendiri, dimana negara memiliki uang dari keuntungan sumber daya minyak nya namun rakyat sendiri kesulitan untuk membeli minyak dengan harga yang layak untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Sebuah fenomena aneh hidup di sebuah negri yang berkelimpahan minyak bumi namun rakyat nya kesulitan dalam membeli bahan bakar minyak itu sendiri. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dirumuskan beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini, yaitu: a. Bagaimanakah konsep perlindungan negara terhadap sumber daya minyak menurut Pasal 33 Undang-Undang Negara Indonesia dan pelaksanaannya? b. Bagaimanakah dampak perubahan Pasal 33 terhadap konsep menguasai negara atas sumber-sumber kemakmuran dalam kaitan nya dengan kewajiban negara dalam melindungi sumber daya minyak ? Metode Penelitian Metode yang digunakan di dalam penelitian ini berdasarkan pada Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya.20 Penelitian hukum dapat ditinjau dari berbagai sudut, seperti dipandang dari sudut sifatnya, bentuknya, namun unsur penentu suatu penelitian dilihat dari tujuan penelitian hukum itu sendiri. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan dengan bentuk normatif sehingga data inti yang digunakan adalah data sekunder berdasarkan kepustakaan berupa norma-norma hukum tertulis, literature dan jenis-jenis kepustakaan lainnya. Data yang digunakan oleh peneliti adalah data sekunder. Sumber data dalam penelitian ini berupa literature kepustakaan baik dalam bentuk buku-buku, artikel, maupun 20 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2010), hlm. 43. 7 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 norma-norma hukum tertulis yang telah ada seperti UUD dan UU terkait dengan penelitian. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Bahan hukum primer yang digunakan penulis adalah Norma atau kaedah dasar, yakni pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara No.19 Tahun 2003. Undang-Undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria , No. 5 Tahun 1960, Undang-Undang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi UndangUndang, No 9 tahun 1969, Peraturan Pemerintah tentang Persero, No.12 Tahun 1998, Putusan Mahkamah Konsrtitusi No No 2 Tahun 2004, Keputusan mentri Energi dan Sumber Daya Mineral no : 1713 K/12 /mem/2012. Bahan hukum sekunder yang digunakan penulis memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan hukum primer dan implementasinya. Yang akan digunakan oleh Penulis terkait bahan hukum sekunder ini berupa artikel ilmiah, buku, skripsi/tesis/disertasi, laporan penelitian, dan sebagainya. Seperti buku dari Prof Budi harsono yang berjudul Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Agraria, isi dan pelaksanaannya, Moh Mahfud MD yang berjudul Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, dan sebagainya. Pembahasan Pada awal berdirinya bangsa Indonesia, Indonesia didirikan menggunakan konsep Institutional Welfare State, dimana negara memposisikan diri bertanggung jawab untuk menjamin standar hidup yang layak bagi semua warga dan memberikan hak-hak universal Dalam model negara kemakmuran ini negara lebih berperan aktif dan bertanggung jawab langsung dalam menjamin kesejahteraan sosial dan kesetaraan sosial di masyarakatnya. Unsur-unsur welfare state ini telah dimasukkan kedalam dasar negara Indonesia (Pancasila dan UUD 1945) pada saat persiapan rapat pembahasan persiapan dan pasca kemerdekaan negara Indonesia. Pembukaan UUD 1945 yang memuat rumusan tujuan negara Indonesia dan juga Pancasila menyatakan bahwa negara Indonesia dibentuk “... untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia … dengan berdasar kepada (disini kemudian teks Pancasila muncul) … keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”21 21 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Alinea ke-IV. 8 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 Dalam perspektif moral terdapat dua aliran utama yang menjabarkan tentang keadilan, yaitu aliran utilitarianisme dan deontologikalisme.22 Pada keadilan Utilitarianisme mengatakan adil apabila pembagian sumber daya itu mendatangkan kebaikan yang besar bagi jumlah yang terbanyak, sedangkan pada teori deontologikalisme menekankan kepada proses dan mekanisme pembagian sumber daya, apabila proses dan mekanisme pembagiannya sudah dirasa adil maka hasilnya juga akan adil. Moh. Mahfud MD berpendapat bahwa teori keadilan sosial yang dianut Indonesia adalah Utilitarianisme, karena merujuk pada pendapat dari Bill Shaw dan Art Wolfe yang menyatakan bahwa jika pendistribusian sumber daya ditujukan untuk membawa dampak positif bagi semua orang maka distribusi tersebut dinamakan “keadilan komutatif;” jika distribusi yang dimaksud dimaksudkan untuk mendatangkan dampak positif bagi sekelompok orang yang dianggap secara ekonominya lemah dan kurang diuntungkan maka keadilannya adalah “keadilan korektif;” jika distribusi sumber daya yang dimaksudkan mengatasi kerugian sekelompok orang yang ditimbulkan oleh tindakan pihak atau kelompok yang lain maka keadilan itu disebut “keadilan kompensatoris.”23 Dalam konteks Pancasila sebagai penuntun hukum yang berkeadilan sosial maka ada tuntutan bagi negara agar hukum-hukum yang dibuat di Indonesia selalu ditujukan untuk menciptakan keadilan sosial yakni hukum-hukum yang ditujukan untuk mempersempit kesenjangan antara yang kuat dan yang lemah kehidupan sosial ekonominya; bahkan juga membuat hukum yang ditujukan untuk memberi proteksi khusus kepada kelompok yang lemah agat tidak terlibat atau dilepaskan bersaing secara bebas dengan yang kuat mengingat ia pasti akan selalu kalah.24 Melihat dari konsepsi Keadilan Sosial yang dimana negara berusaha agar kesenjangan antara yang ekonominya kuat dengan yang ekonominya lemah semakin sempit, serta keberadaan Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi dan menjadi acuan terhadap segala pembentukan-pembentukan hukum di Indonesia maka jelas terlihat bahwa Indonesia menganut sistem Institutional Welfare State. Melihat konsep yang di anut oleh Indonesia bahwa Negara kita memiliki tanggung jawab yang besar dan berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat maka disusunlah BAB XIV Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 tentang Kesejahteraan 22 James Rachel, Filsafat Moral (Yogyakarta: Kanisisus, 2004) Hal 187-233. 23 Moh. Mahfud MD, Moh., Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, cet 2 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada) hal 10 . 24 Ibid., hal 11. 9 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 Sosial. Apabila ayat (1) Pasal 33 UUD 1945 menggambarkan berlakunya sistem ekonomi yang demokratis dan berasas kekeluargaan, maka ayat (2) dan ayat (3) mengatur mekanisme operasional bagaimana pokok-pokok kemakmuran rakyat yaitu bumi, air, dan kekayaan alam lain diatur pemanfaatannya. Pengaturan ini yang kemudian oleh negara harus diatur sedemikian rupa untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Pada ayat (3) terkandung maksud bahwa pemilikan kekayaan alam selama masih didalam muka bumi harus tetap dikuasai oleh negara dan diusahakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian diksi “dikuasai oleh negara” disini meliputi aspek-aspek pengaturan, pengawasan, pengendalian dan pelaksanaan usaha pengelolaan sumber daya. Dalam penjelasan UUD Negara Indonesia 1945 dijelaskan bahwa negara harus menguasai cabang-cabang produksi yang dirasa penting bagi negara serta menguasai hajat hidup orang banyak agar karena apabila cabang yang penting ini dikuasai oleh satu orang saja maka rakyat banyak yang bergantung terhadapnya dapat ditindasnya.25 Akta otentik mengenai dikuasai oleh Prof Budi Harsono dijelaskan lewat Undang-Undang Pokok Agraria. Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 194526, maka seluruh kekayaan alam (Bumi, Air, dan kekayaann alam yang terkandung didalamnya) pada tingkatan tertinggi dikuasai negara, sebagai organisasi kekuasaan dan penjelamaan seluruh rakyat. Konsep hak menguasai negara dalam UUPA mensyaratkan adanya peran negara yang kuat dalam mendistribusikan kemakmuran kepada seluruh rakyat dengan prinsip-prinsip keadilan, atau pemihakan terhadap kepentingan rakyat. Dengan pemikiran ini tidak dikehendaki berlakunya prinsip ekonomi pasar terutama dakam hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak, apalagi yang menyangkut masalah pertanahan sebagaimana amanat Pasal 33 UUD. Paca Reformasi Pada tahun 2002 telah terjadi perubahan besar dalam konstitusi negara kita terutama pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945. Perubahan itu terjadi pada judul bab dan Pasal yang terdapat di dalam bab tersebut. Bab XIV yang semula berjudul “KESEJAHTERAAN SOSIAL” pada tahun 2002 diubah menjadi “PEREKONOMIAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL” . Selain itu Pasal 33 yang terdapat di dalam bab tersebut juga ditambah 2 ayat yaitu: 25 Indonesia, Undang-­‐Undang Dasar Negara Indonesia 1945, Penjelasan Pasal 33. 26 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Agraria, isi dan pelaksanaannya,( jakarta: Penerbit Djambatan), 2003 hal 233. 10 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal ini diatur dalam undang-undang. Mengenai perubahan ini ternyata membawa dampak yang meluas, pertama penulis mencoba untuk mengkritisi judul dalam bab tersebut. Sebelum amandemen ini dibentuk berlakulah Pasal 33 pada Orde Demokrasi Terpimpin, yang dimana Presiden Soekarno sebagai salah satu pendiri bangsa pada saat itu secara berapi-api mengungkapkan bahwa konsep negara kita pada saat menjalankan demokrasi ekonomi hendaknya bukan demokrasi barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek-ecomische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial.27 Maka dari itu sociale rechtvaardigheid dengan ekonomische democratie harus dapat di elaborasikan menjadi satu kesatuan, karena Perekonomian Indonesia dibangun bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial, oleh karena itu penambahan kata menjadi Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial membuka celah pemikiran bahwa dua hal tersebut dapat berdiri sendiri seolah-olah ada kewajiban negara dalam menyelenggarakan perekonomian nasional dan ada kewajiban negara yang lain untuk membawa Kesejahteraan Sosial di masyarakat padahal Kesejahteraan Sosial dan kemakmuran rakyat adalah hal yang sentral-substansial yang tidak bisa di lepas dari tujuan perekonomian negara. Konsep Presiden Soekarno dalam mengelaborasikan politiek democratie, sociale rechtvaardigheid dan ekonomische democratie menjadi politiekecomische democratie yang mendatangkan kesejahteraan sosial sejalan dengan konsep Institutional Welfare State yang dikemukakan oleh Espring Andersen28, namun apabila interpretasi dari kewajiban negara dalam membangun perekonomian dan kewajiban dalam mewujudkan kesejahteraan Sosial adalah hal yang berdiri sendiri, maka konsep negara kita bisa berubah ke ara Residual Welfare State. Ayat (4) pada Pasal 33 UUD NRI 1945 yang sebagai Pasal tambahan dalam amandement pun menjadi menarik perhatian, hal tersebut dikarenakan adanya kata “efisiensi” di dalam ayatnya, Padahal terminologi “Efisiensi “ dalam perekonomian berorientasi terhadap maximum gain (keuntungan maximum) dan maximum satisfaction ( kepuasan maksimum) yang merupakan ciri pandangan ekonomi neo-klasikal sebagai wujud dari liberalisme ekonomi yang bekerja melalui mekanisme pasar bebas.29 Padahal mekanisme pasar bebas akan menimbulkan free fight liberalism dimana hal tersebut 27 28 29 Soekarno, Op. Cit., Pidato Lahirnya Pancasila Pinker, R. Social, Op. Cit., Policy and Social Justice hal 113 Lihat Donald Rutherford, Op. Cit., Dictionary of economics, hal 151 11 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 adalah hal yang diharapkan untuk tidak tumbuh di negri ini, karena Dalam konteks Pancasila sebagai penuntun hukum yang berkeadilan sosial maka ada tuntutan bagi negara agar hukumhukum yang dibuat di Indonesia selalu ditujukan untuk menciptakan keadilan sosial yakni hukum-hukum yang ditujukan untuk mempersempit kesenjangan antara yang kuat dan yang lemah kehidupan sosial ekonominya; bahkan juga membuat hukum yang ditujukan untuk memberi proteksi khusus kepada kelompok yang lemah agat tidak terlibat atau dilepaskan bersaing secara bebas dengan yang kuat mengingat ia pasti akan selalu kalah.30 Pengubahan Pasal 33 ayat (4) UUD Negara RI 1945 menjadikan celah bagi pihak asing untuk meliberalisasikan pengelolaan migas di Indonesia. Asas efisiensi tersebut memberikan tafsir bahwa penguasaan tidak harus dikuasai 100% oleh negara selama negara tetap menentukan dalam proses pengambilan keputusan atas penentuan kebijakan dalam badan usaha yang bersangkutan.31 Efisensi yang juga menggunakan prinsip untung rugi bidang ekonomi juga memberikan celah pada UU no 22 tahun 2001, dimana pada sektor hilir tidak lagi dikuasai oleh negara, namun dilepaskan kepada Badan Usaha Milik Negara dan juga Badan Usaha Tetap, padahal sektor hilir bersinggungan langsung dengan kebutuhan rakyat, karena kuasanya dilepaskan oleh negara maka kewenangan negara dalam mengatur harga minyak tidak dikuasai sepenuhnya oleh negara melainkan kepada mekanisme pasar. Penguasaan oleh negara, menurut Mahkamah Konstitusi, tidak ditujukan untuk kekuasaan semata melainkan agar negara dapat menunaikan kewajibannya sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945. Penguasaan atas cabang produksi mengandung misi untuk memenuhi kepentingan masyarakat, yaitu: ketersediaan yang cukup, distribusi yang merata dan terjangkaunya harga bagi banyak orang.32 Mahkamah Konstitusi menjabarkan prinsip-prinsip dasar demokrasi ekonomi yang diturunkan dari Pasal 33 ayat (4) UUD Negara RI Tahun 1945 sebagai berikut: 1. Asas Efisiensi berkeadilan adalah asas yang mengedepankan efisiensi yang berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif dan berdaya saing. 30 Moh. Mahfud MD, Op. Cit., hal 11. 31 Mahkamah Konstitusi, Putusan No. 008/PUU-III/2005 hal 336 32 Ibid,. Hal 329-330 12 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 2. Asas Berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik masa kini maupun masa yang akan datang. 3. Asas Berwawasan Lingkungan adalah asas penanaman modal yang memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. 4. Asas Kemandirian adalah asas yang mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi. 5. Asas Keseimbangan, Kemajuan, dan Kesatuan Ekonomi nasional, adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan nasional.33 Penafsiran makna demokrasi ekonomi yang merujuk kepada Pasal 33 ayat (4) UUD Negara RI Tahun 1945 sebagaimana dikemukakan Mahkamah Konstitusi berbeda dengan penjabaran mengenai demokrasi ekonomi sebagai mana yang tercantum dalam Penjelasan UUD 1945 sebelum dihapuskan pada amandemen keempat. Demokrasi ekonomi menurut penjelasan UUD 1945 diartikan dengan produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Perubahan Pasal 33 mereduksi kewajiban negara dalam melindungi sumber daya minyak dengan membuka celah kepada pihak asing untuk menyertakan modalnya pada cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Kesimpulan Negara memiliki kewajiban untuk melindungi sumber daya minyak demi kemakmuran rakyatnya, hal itu dibuktikan dari Pada awal berdirinya bangsa Indonesia, dicita-citakan bahwa bangsa ini menganut sistem Institutional Welfare State dengan tipologi Social Democratic hal-hal tersebut dapat dilihat dari Pidato Presiden Soekarno dalam sidang BPUPKI yaitu pidato lahirnya pancasila menjelaskan tentang kesejahteraan sosial sebagai 33 Mahkamah Konstitusi, Putusan No. 21-22/PUU-V/2007, hal 221-222 13 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 dasar negara dimana segala kegiatan ekonomi dan kegiatan politik di Indonesia harus bertujuan untuk melaksanakan kesejahteraan sosial. Keadilan Sosial dalam Pancasila menggunakan konsep keadilan Utilitarianisme dimana didalamnya mengandung keadilan komutatif, keadilan korektif dan keadilan kompensatoris. Dengan itu negara berperan aktif dan bertanggung jawab besar dalam memeratakan kesejahteraan pada rakyat nya dan meletakan peran negara yang aktif untuk memeratakan kemakmuran, dan Ini menjadi Ideologi dasar pengelolaan sumber daya minyak di Indonesia. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 sebelum perubahan serta dalam penjelasan dan risalah pembentukannya menyatakan secara jelas bahwa negara harus menguasai cabang-cabang produksi yang dirasa penting bagi negara serta menguasai hajat hidup orang banyak agar karena apabila cabang yang penting ini dikuasai oleh satu orang saja maka rakyat banyak yang bergantung terhadapnya dapat ditindasnya. Sedangkan Bumi Air dan segala kekayaan yang terkandung didalam nya dikuasai negara dan digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat, dikuasai negara karena pengelolaanya menyangkut hajat hidup orang banyak dan mencegah dikurasnya sumber daya alam oleh pihak asing. Disini negara memiliki peran yang sangat aktif dalam melindungi dan menjamin kemakmuran rakyat dalam kegiatan perekonomian nasional. Konsep hak menguasai negara dalam Undang-Undang Pokok Agraria mensyaratkan adanya peran negara yang kuat dalam mendistribusikan kemakmuran kepada seluruh rakyat dengan prinsip-prinsip keadilan, atau pemihakan terhadap kepentingan rakyat. Dengan pemikiran ini tidak dikehendaki berlakunya prinsip ekonomi pasar terutama dalam hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang salah satunya adalah pengelolaan sumber daya minyak Pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Perubahan ke empat tahun 2002 negara yang memberikan kuasa kepada Badan Usaha Milik Negara, atau Bentuk Usaha Tetap, adapun perlindungan negara adalah melalui bagi hasil minyak demi memenuhi kuota kebutuhan minyak dalam negri, dan seleksi untuk kontraktor-kontraktor yang melakukan penawaran pengelolaan migas di Indonesia. Perubahan ke Empat Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 pada Pasal 33 ayat (4) membawa perubahan Memberikan tafsir baru mengenai Demokrasi Ekonomi di 14 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 Indonesia, Negara tidak perlu 100% menguasai cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, namun dipersilahkan kepada pihak-pihak lain selain negara dengan meminta kuasa dari negara dan penguasaan terhadap kekayaan bumi pun dapat dikuasakan kepada pihak lain selama keputusan dalam melakukan kebijakannya tetap di tangan negara, hal tersebut membuat begitu banyak sumber daya minyak yang di kuasai asing, dan perlindungan negara pada sektor migas pun di reduksi Terdapat amandement Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 yang mencantumkan kata efisiensi dalam ayat (4) nya. Padahal efisiensi tersebut mengacu pada keuntungan Maksimum dan kenikmatan maksimum layaknya ekonomi gaya liberal, menggunakan perhitungan untung rugi dalam ekonomi yang akhirnya perwujudan kemakmuran rakyat harus dihitung dari untung atau ruginya negara, dan bertentangan dengan Institutional Welfare State yang sebelumnya di anut. Saran Berdasarkan hasil penelitian penulis, penulis merasa dapat memberikan saran antara yaitu menguji kembali Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 karna kata efisiensi menyebabkan banyak polemik, implementasi efesiensi berkeadilan membuka banyak celah terhadap adanya usaha liberalisasi ekonomi di Indonesia. Daftar Referensi Buku: Faqih, Mansour. Manifesto Intelektual Organik. Yogyakarta: Insist Press, 2000. Ferragina, Emanuele and Martin Seeleib-Kaiser. “Welfare Regime Debate: Past, Present, Futures”. Policy & Politics, vol. 39, no. 4, 2011. Friendman, Thomas L. The World is Flat: A Brief History of The Twenty-First Century. New York : Farar, Straus and Giroux, 2007. Harnecker, Marta. Memahami Revolusi Venezuela: Perbincangan Dengan Hugo Chavez (Understanding the Venezuela Revolution). Diterjemahkan oleh Tim IGJ, Jakarta: Institute for Global Justice. 2006. Harsono, Budi. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Agraria, isi dan pelaksanaannya. Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003. 15 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 Hatta, Mohammad. Kumpulan Pidato II. Disusun oleh I. Wangsa Widjaja, Mutia F. Swasono, PT. Toko Gunung Agung Tbk. Jakarta 2002 Ilmar, Aminuddin. “Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN”. Jakarata : Kencana Prenada Media Group, 2012. Kuncoro, Mudrajat.“Transformasi Pertamina: Dilema Antara Orientasi Bisnis dan Pelayanan Publik”. Galang Press: Yogyakarta, 2009 Mahfud, Moh, M.D. Et al. ProsidingKongresPancasila IV: Srategi Pelembagaan Nilainilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi Pancasila UGM, 2012. ________________. Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, cet 2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Mise, Ludwig von s. Menemukan Kembali Liberalisme. Jakarta: Freedom Isntitute, Desember 2011. M hadjon, Philiphus dan Tatiek Sri Djatmiati. Argurmentasi hokum. Gajah mada University Press, Yogyakarta, 2010. Partowidagdo, Widjajono. Migas dan Energi di Indonesia Permasalahan dan Analisis Kebijkan. Bandung: Development Studies Foundation, 2009. Pasha, Musthafa Kamal. Et.al. Pancasila dalam Tinjauan Historis, Yuridis dan Filosofis, 2nd ed. Yogyakarta: Citra KarsaMandiri, 2002. Rachel, James. Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisisus, 2004. Raharjo, Satjipto. IlmuHukum. Bandung: Alumni, 1982. Rutherford, Donald. Dictionary of economics, London and New York :Routledge, 1992. Sader, Emir. "the weakest link: Neo-liberalism in Latin Amerika", new left Review, No. 52. August 2008. Schneiderman, David. “Investment Rules and the New-constitutionalsm, law and Social Inquiry, Vol. 25, No. 3 Summer 2000. 16 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 __________________. "Constitutional Approaches to Privatization: An Inquiry into the Magnitude of Neo-liberal Constitutiobalism". Law and Contemporary Problem, vol.63, No. 4, autumn, 2000. Sekretariat Negara. Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 29 Mei 1945-19 Agustus 1945. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2010. Subboutina, Tatyana O. Beyond Economic Growth: An Introduction to sustainable Development, 2nd edition. Washington D. C: The World Bank, 2004. Sri Edi Swasono. Indonesia Is Not for Sale: Sistem Ekonomi Nasional untuk SebesarBesar Kemakmuran Rakyat. Jakarta: Badan perencanaan Pebangunan Nasional, 2007. Swasono, Sri Edi. Kembali ke Pasal 33 UUD 1945 menolak neoliberalisme. Jakarta: Penerbit Yayasan Hatta, 2010. Tim pengajar mata kuliah ilmu Negara. Ilmu Negara. Depok: Badan penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009/2010. Peraturan Perundang-Undangan: Indonesia. Undang- Undang Dasar 1945. _______. Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi , Undang-Undang No 22 Tahun 2001 LN No.136 Tahun 2001, TLN No.4152. ______. Undang-Undang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang. UU No 9 tahun 1969, LN 40 TLN 2904 ________, Peraturan Pemerintah tentang Persero,PP No.12 Tahun 1998, LN no.15, TLN No.3731, Pasal 3. _______, Keputusan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Kepmen no : 1713 K/12/mem/2012. 17 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 _______,Undang-undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria . UU No. 5 Tahun 1960 LN. No 104, TLN. No. 2043. _______, Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 1956 tentang Tambang Minyak Sumatra Utara _______, Undang-undang No 13 Tahun 1956 tentang Pembatalan Hubungan Indonesia Nederlands Berdasarkan Konferensi Meja Bundar _______, Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi. UU no 22 Tahun 2001 Jurnal: Alfitri. ideologi Welfare State dalam Dasar Negara Indonesia: analisis Putusan Mahkamah Konstitusi terkait system Jaminan sosial nasional. Jurnal Konstitusi volume 9 no 3 September 2012 I Dewa Gede Palguna. Mahkamah Konstitusi Judicial Review dan Welfare State, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi: Jakarta, 2008, hal. 179. Jurnal Migas Perspektif, Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Kekayaan Minyak Dan Gas Bumi Sebagai Aset Negara Melalui Instrumen Kontrak, Universitas Airlangga Surabaya: Volume XVIII No. 2 Tahun 2013 Edisi Mei. Susetio, Wasis. Konsep welfare State Dalam Amandemen UUD 1945 : Implementasinya dalam Peraturan Perundang-undanggan (Beberapa Tinjauan dari Putusan MKRI). Lex Jurnalica Vol.4 No.2, Jakarta: 2007. Siahaan, Maruarar. Jurnal Hukum konstitusi, Volume 4, Nomor 3. Jakarta: Penerbit Mahkamah Konstitusi, September 2007). Yustika, Ahmad Erani. “Reformasi Ekonomi, Washington Consensus, dan Rintangan Politik”. Jurnal Managemen dan Kewirausahaan, Vol. 6, No. 1, (Maret 2004) : hal. 1 18 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 Thesis: Bivitri Susanti. “Neo-Liberalisasi and Its Resistance in Indonesia’s Constitution Reform 1999-2002”, Tesis Magister Hukum, University of Warwick, United Kingdom 2002. Ledemel, Ivar. The Quest For Institutional Welfare and The Problem of The Residuum , Thesis submitted for the degree of PhD Department of Social Science and Administration London School of Economics and Political science University of London June 1989 hal 11. Internet: Bantuan Asing Hilangkan Kedaulatan Proses Legislasi. http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20073/bantuan-asing-hilangkankedaulatan-proses-legislasi diakses tanggal 13 november 2014 Bp Migas inkonstitusional. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/ lt50a2367d37e5c/mk--bp-migas-inskonstitusional).Diakses pada tanggal 6 April 2014 Harris, 0 Neville, “welfare state”, The New Oxford Companion to Law. Peter Cane and Joanne Conaghan (eds.). Oxford University Press Inc. Oxford Reference Online.Oxford University Press. University of Washington, http://www.oxfordreference.com.offcampus.lib.washington.edu/views/ENTRY.html ?subview=Main&entry=t287.e2323 e1462, diunduh, 26 november 2014 McLean, Ed Iain and Alistair McMillan.MC “welfare state” The Concise Oxford Dictionary of Politics. Oxford University Press 2009. Oxford Reference Online. Oxford University Press. University of Washington, http://www.oxfordreference.com.offcampus.lib.washington.edu/views/ENTRY. html?subview=Main&entry=t86.e1462 diunduh, 26 november 2014. Menelaah Format Keberpihakan UU Migas, http://www.migasreview.com/post/1417144648/menelaah-format-keberpihakan-uumigas.html diunduh tanggal 8 november 2014 Memorandum of Economic and Financial Policies Medium-Term Strategy and Policies for 1999/2000 and 2000 19 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014 http://www.imf.org/external/np/loi/2000/idn/01/diaksespadatanggal 13 november 2014. Produksi minyak masih jauh dari kebutuhan nasional, http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/06/14/modif7-skk-migasproduksi-minyakjauh-dari-kebutuhan-nasional, diunduh 8 Agustus 2014 Situs Resmi Pertamina “Our Bisnis” http://www.pertamina.com/our-business/diunduhh 12 Agustus 2014. Salim, Emil. Sistem Ekonomi Pancasila, http://id.scribd.com/doc/16741055/SistemEkonomi-Pancasila-Emil-Salim-1966. salinan harian kompas edisi 30 juni 1966, diunduh 9 november 2014. Saragih, Juli Panglima, Menata Ulang Kebijakan Pengelolaan Minyakdan Gas Bumi, http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/buku_tim/buku-tim-9.pdf, diunduh tanggal 9 November. Sektor Energi dibawah UU Migas. http://km.itb.ac.id/site/sektor-energi-indonesiadibawah-uu-migas/diaksespadatanggal 13 november 2014 “Welfare State”, Encyclopedia Britannica, http://www.britannica.com/print/topic/639266 diunduh, 26 november 2014 20 Kewajiban Negara..., Warih Tunggul Wulung, FH UI, 2014