BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN,
HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan pustaka
Tingkat kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam
pembangunan sektor pertanian. Pada saat ini tingkat kesejahteraan petani sedang
menjadi perhatian utama, karena tingkat kesejahteraan petani diperkirakan makin
menurun. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab menurunnya tingkat
kesejahteraan petani makin sempitnya lahan yang dimiliki petani, harga gabah
yang cenderung rendah pada saaat panen raya dan naiknya beberapa faktor input
produksi usaha tani ( Wiryono, 1997 ).
Salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani adalah nilai tukar petani (NTP).
Nilai tukar petani adalah rasio indeks yang diterima petani dengan indeks yang
dibayar petani. Nilai Tukar Petani diatas 100 berarti indeks yang diterima petani
lebih tinggi dari yang dibayar petani, sehingga dapat dikatakan petani lebih
sejahtera dibandingkan jika NTP di bawah 100.
Secara umum ada tiga macam pengertian NTP yaitu :
1) NTP >100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksinya naik lebih
besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar
dari pengeluarannya, dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik
dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
2) NTP = 100, berarti petani mengalami impas/break even. Kenaikan/penurunan
harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang
konsumsinya. Tingkat kesejahteraaan petani tidak mengalami perubahan.
3) NTP <100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang
produksinya relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang
konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami
penurunan dibanding tingkat kesejahteraan petani pada periode sebelumnya.
Adapun kegunaan dari NTP adalah :
1) Dari indeks harga yang diterima petani (It) dapat dilihat fluktuasi harga
barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini juga digunakan sebagai data
penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.
2) Dari kelompok konsumsi rumah tangga dalam indeks harga yang dibayar
petani (Ib), dapat digunakan untuk melihat fluktuasi harga barang-barang yang
dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di
pedesaan.
3) Nilai tukar petani mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar
produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam
memproduksi. Hal ini terlihat bila dibandingkan kemampuan nilai tukarnya
pada tahun dasar. Dengan demikian, NTP dapat dipakai sebagai salah satu
indikator
dalam
menilai
tingkat
kesejahteraan
petani
( Badan Pusat Statistik, 2008 ).
Universitas Sumatera Utara
Besar kecilnya proporsi pendapatan rumah tangga petani dari sektor pertanian
akan mempengaruhi besar kecilnya kekuatan nilai tukar pertanian bagi petani
yang berkaitan erat dengan peran pertanian dalam pemenuhan kebutuhan rumah
tangga petani. Perbedaan peran proporsi pertanian selain dipengaruhi dan terkait
menurut kelompok masyarakat, antara petani berlahan luas dengan berlahan
sempit dan buruh tani, juga dipengaruhi oleh tingkat profitabilitas usaha pertanian,
kekuatan/kemampuan pasar dan kebijaksanaan pemerintah. Dengan demikian
mekanisme komplek dari sistem permintaan,penawaran, dan kebijaksanaan akan
berpengaruh dalam pembentukan nilai tukar pertanian. Pembentukan harga tidak
semata ditentukan oleh sektor pertanian, tetapi juga oleh perilaku sektor di luar
pertanian baik sektor riil, fiskal, maupun moneter (Killick, 1983: Timmer dkk).
Penelitian tentang nilai tukar petani di Indonesia relatif banyak dilakukan.
Penelitian tersebut sebagian besar hanya melihat aspek nilai tukar komoditas
pertanian. Analisis nilai tukar komoditas pertanian pernah dilakukan oleh
Supriyati ( 2004 ) dalam penelitiannya yang berjudul “ analisis nilai tukar
komoditas pertanian
( kasus komoditas kentang ) “ menjelaskan bahwa
dalam periode 1987 – 1998, tingkat kesejahteraan petani kentang di Provinsi Jawa
Tengah dan Jawa Timur cenderung meningkat karena pertumbuhan
harga
kentang lebih besar dibandingkan dengan harga yang dibayar petani untuk barang
konsumsi, sarana produksi dan barang modal. Sebaliknya, di Sulawesi Selatan
tingkat kesejahteraan petani kentang cenderung menurun. Hal ini disebabkan laju
pertumbuhan harga kentang lebih lambat dibandingkan dengan harga yang
dibayar petani untuk barang konsumsi, sarana produksi dan barang modal. Nilai
tukar penerimaan komoditas kentang dipengaruhi oleh tingkat penerapan
Universitas Sumatera Utara
teknologi, harga sarana produksi, tingkat produktivitas, dan harga jual komoditas
kentang. Harga kentang di tingkat produsen di tiga provinsi dipengaruhi oleh
tingkat inflasi.
Penelitian Hendayana dan Tarigan ( 1995 ) menjelaskan bahwa sumbangan sektor
pertanian terhadap PDB nasional semakin menurun. Pangsa subsektor tanaman
juga cenderung sering menurun, tetapi jumlah penurunannya lebih rendah
daripada sektor pertanian secara keseluruhan. Nilai tukar sektor tanaman pangan
sangat bergejolak dan mempunyai kecenderungan meningkat. Jumlah stok awal,
PDB, nilai tukar dan pangsa subsektor pangan terhadap total PDB berpengaruh
positif terhadap jumlah beras yang tersedia, sedangkan jumlah impor dan pangsa
sektor industri terhadap PDB total berpengaruh negatif terhadap jumlah beras
yang tersedia.
Pada tahun 1950-an, Presbich dan Singer dalam ( Sarkar 1986 ) menyatakan
bahwa harga komoditas primer cenderung menurun dan penurunan ini
kemungkinan akan berlanjut terus. Adapun faktor yang mempengaruhi penurunan
harga tersebut adalah :
1)
Rendahnya
elastisitas
pendapatan
dari
bahan
pangan
dasar
( Hukum Engle ).
2)
Perubahan teknologi dengan laju yang berbeda yang menguntungkan
barang – barang produksi sektor manufaktur.
3)
Struktur pasar yang kurang kompetitif pada sektor manufaktur, yang
mengarah kepada pasar monopoli.
( Hutabarat , 1995 )
Universitas Sumatera Utara
Menurut Presbich (1964),
penurunan nilai tukar
negara -negara pengekspor
produk pertanian pada tahun 1950-an dan 1960-an disebabkan oleh kegagalan
negara – negara industri membagi kemajuan teknis kepada negara-negara pembeli
barang industri. Sebagian besar manfaat perbaikan teknis dalam manufacturing
dapat dinikmati oleh pekerja dalam bentuk upah yang lebih tinggi daripada
disalurkan kepada konsumen dalam bentuk harga – harga yang lebih rendah
( Hutabarat, 1995).
Menurut Simatupang ( 1992), penurunan nilai tukar barter sektor pertanian itu
merupakan fenomena alamiah yang akan terjadi secara otomatis dalam suatu
perekonomian yang mengalami pertumbuhan dimana kaitan antar sektor pertanian
dengan industri pengolahan sangat rendah disebabkan oleh faktor – faktor :
1) Perubahan struktur ekonomi yang tumbuh bias ke sektor non pertanian.
2) Pembangunan agroindustri berjalan lambat.
3) Kemajuan teknologi pertanian yang dapat mendorong peningkatan produksi
dengan pesat.
4) Perubahan struktur pasar, dengan kekuatan tawar menawar petani penjual
produk pertanian semakin menurun relatif terhadap pembelinya.
5) Kebijakan pemerintah yang melindungi konsumen produk– produk pertanian.
6) Perubahan struktur demografi karena terjadinya urbanisasi.
( Hutabarat , 1995 ).
Penelitian Saleh dkk (2000) dari Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian
menjelaskan bahwa faktor harga berpengaruh besar terhadap nilai tukar
penerimaan dan nilai tukar pendapatan. Nilai tukar penerimaan dipengaruhi oleh
Universitas Sumatera Utara
tingkat penerapan teknologi , tingkat serangan hama/penyakit, musim/cuaca serta
harga (baik harga saprodi maupun harga produk). Nilai tukar subsisten
dipengaruhi
oleh besarnya tingkat pendapatan usaha pertanian dan tingkat
pengeluaran untuk konsumsi pangan. Pada penelitian ini nilai tukar komoditas
pertanian diukur dengan menggunakan konsep nilai tukar penerimaan dan nilai
tukar barter. Nilai tukar pendapatan diukur dengan konsep nilai tukar subsisten
dan nilai tukar pendapatan total.
Penelitian nilai tukar petani dilakukan oleh Rachmat ( 2000 ) menunjukkan bahwa
dibandingkan kondisi pada tahun dasar, secara kumulatif dalam tahun
1987 – 1998 terjadi peningkatan NTP di 8 provinsi yaitu di Provinsi Bali, Sunbar,
NTB, Sulsel, Kalsel, Sulut, dan D I Yogyakarta; dan penurunan NTP di provinsi
Lampung, Sumut, Jatim, Jateng, dan Jabar. Pada masa krisis terjadi penurunan
NTP padi dan sayuran sedangkan NTP palawija dan tanaman perkebunan rakyat
meningkat.
Lebih lanjut Rachmad ( 2000 ) menjelaskan bahwa daerah dengan pangsa
komoditas padi tinggi menghasilkan NTP relatif konstan. Daerah dengan pangsa
perkebunan dominan NTP cenderung menurun. Sedangkan daerah dengan pangsa
konsumsi makanan tinggi menghasilkan NTP yang cenderung lebih rendah.
Hasil penelitian Hutabarat ( 1995 ) menunjukkan Indeks NTP secara dominan
dipengaruhi oleh indeks harga tanaman pangan dan harga konsumsi rumah tangga.
Kemerosotan nilai tukar petani dan produk pertanian pada umumnya juga terjadi
karena penurunan harga komoditas yang diproduksi dan dijual petani sementara
harga barang industri yang dibeli petani meningkat. Sedangkan penelitian
Universitas Sumatera Utara
Hendayana & Tarigan ( 1995 ) yang berjudul “ dimensi perubahan nilai tukar dan
faktor – faktor yang mempengaruhinya menjelaskan penurunan NTP lebih banyak
terjadi karena menurunnya indeks harga yang diterima petani dari subsektor
tanaman perdagangan rakyat.
Perubahan NTP padi di Sumatera Utara
dipengaruhi oleh produktivitas, harga gabah, konsumsi rumah tangga, dan luas
garapan sawah petani.
Penelitian NTP juga pernah dilakukan pada sektor perikanan. Penelitian Hadi &
Sugiarto ( 2003 ) yang berjudul “ analisis nilai tukar nelayan di wilayah pesisir
pantai utara Jawa (studi kasus wilayah pesisir Kabupaten Pekalongan ) “
menjelaskan bahwa pendapatan keluarga yang diterima nelayan masih lebih besar
dari pengeluaran. Hal tersebut menunjukkan NTN lebih dari satu, atau ada
indikasi
bahwa nelayan
berpotensi untuk melakukan
investasi dengan
kecenderungan menurun. Hal ini disebabkan faktor pengeluaran untuk kebutuhan
konsumsi, ketidakpastian hasil tangkapan, besarnya biaya operasional dan jenis
ikan yang ditangkap dan harga yang diterima.
Keadaan
nilai
tukar
sektor
pertanian
yang
tidak
menguntungkan
perlu diatur kembali agar sektor pertanian dapat melaksanakan peranannya dengan
sebaik – baiknya. Arah pengaturannya ialah merangsang produksi, meningkatkan
pendapatan rill dan taraf hidup produsen dan menimbulkan alokasi sumber daya
yang menunjang pembangunan pertanian ( Anonimus, 1979 ).
Universitas Sumatera Utara
2.2
Landasan teori
Nilai tukar petani didefinisikan sebagai pengukur kemampuan tukar barang
barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang dan jasa yang
diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan kebutuhan dalam memproduksi
hasil pertanian. Dengan demikian NTP diperoleh dari persentase rasio indeks
harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). It
mencakup sektor tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat,
sedangkan Ib mencakup kelompok konsumsi rumahtangga dan biaya produksi dan
penambahan barang modal ( Departemen Pertanian , 2003 ).
Indeks harga yang diterima petani (It) adalah perbandingan antara harga yang
diterima petani pada tahun berlaku dengan harga tersebut pada tahun dasar.
Sedangkan perbandingan antara harga yang dibayarkan petani pada tahun berlaku
dengan harga yang dibayarkan petani pada tahun dasar merupakan indeks harga
yang dibayarkan petani (Ib). NTP ditentukan oleh interaksi antara empat unsur
harga yang terpisah, yaitu harga output pertanian, harga input pertanian, harga
luaran sektor industri perkotaan (non pertanian), dan harga masukan sektor nonpertanian. Pemerintah dapat mempengaruhi keempat harga-harga di atas dengan
tujuan yang sangat khusus . Jika campur tangan pemerintah ini dikombinasikan,
maka akan terbentuklah nilai tukar sektor pertanian/pedesaan terhadap sektor
perkotaan atau industri. Oleh karena itu, nilai tukar petani dapat dipakai sebagai
petunjuk tentang keuntungan di sektor pertanian dan kemampuan daya beli barang
dan jasa dari pendapatan petani. Jika seandainya campur tangan pemerintah ini
tidak
ada,
maka
nilai
tukar
akan
ditentukan
oleh
kekuatan
pasar
( Hendayana , 1995 ).
Universitas Sumatera Utara
Nilai Tukar Petani ( NTP ) berbeda menurut wilayah/provinsi karena adanya
perbedaan inflasi ( laju pertumbuhan indeks harga konsumen ), sistem distribusi
pupuk dan input-input pertanian lainnya dan juga perbedaan titik ekuilibrium
pasar untuk komoditi-komoditi pertanian. Titik keseimbangan pasar itu sendiri
dipengaruhi oleh kondisi penawaran dan permintaan di wilayah tersebut. Dari sisi
penawaran, faktor penentu adalah terutama volume dan kapasitas produksi
(ditambah dengan impor kalau ada ), sedangkan dari sisi permintaan adalah
terutama jumlah penduduk (serta komposisinya menurut umur dan jenis kelamin)
dan tingkat pendapatan riil masyarakat rata-rata per kapita
( Hendayana, 1995 ).
Kecenderungan rendahnya NTP akan dapat mengurangi insentif petani dalam
meningkatkan produktivitas pertanian secara optimal dalam jangka panjang.
Kondisi demikian dapat mengurangi laju peningkatan produksi relatif terhadap
laju peningkatan konsumsi dalam negeri, sehingga swasembada pangan terutama
beras
yang
telah
tercapai
selama
ini
bisa
terancam
kelestariannya
( Hendayana, 1995 ).
Berbagai fenomena perubahan situasi yang terjadi baik yang bersifat alami seperti
gejolak produksi pertanian maupun gejolak yang terjadi akibat adanya distorsi
pasar seperti penerapan kebijaksanaan yang disengaja, baik di sektor pertanian
dan non-pertanian, ditingkat mikro maupun makro, akan mempengaruhi hargaharga yang pada gilirannya akan mempengaruhi nilai tukar petani dan akan
menjadi masukan penting bagi penyusunan program kebijaksanaan ke arah
pembentukan nilai tukar yang diinginkan. Keadaan ini dapat mengindikasikan
bahwa kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dari awal yang terkait dengan
Universitas Sumatera Utara
input produksi usahatani sampai pada pemasaran hasil produk pertanian seperti
kebijaksanaan harga input dan output, subsidi, modal/perkreditan dan lainnya
akan mempengaruhi nilai tukar petani secara langsung maupun tidak langsung
( Elizabeth dan Darwis , 2000 ).
Fluktuasi nilai tukar petani akan menunjukkan fluktuasi kemampuan pembayaran
ataupun tingkat pendapatan riil petani. Kegiatan pertanian tentu saja tidak lepas
dari kegiatan di luar sektor pertanian, dengan demikian nilai tukar petani juga
dipengaruhi oleh peran dan perilaku di luar sektor pertanian. Perbaikan dan
peningkatan nilai tukar petani yang mengindikasikan peningkatan kesejahteraan
petani akan terkait dengan kegairahan petani untuk berproduksi. Hal ini akan
berdampak ganda, tidak saja dalam peningkatan partisipasi petani dan produksi
pertanian dalam menggairahkan perekonomian pedesaan, penciptaan lapangan
pekerjaan di pedesaan dan menumbuhkan permintaan produk non pertanian,
tetapi juga diharapkan akan mampu mengurangi perbedaan (menciptakan
keseimbangan) pembangunan antar daerah, maupun antar wilayah serta
optimalisasi sumberdaya nasional. Keragaman penerimaan, pengeluaran dan nilai
tukar petani antar daerah dan waktu dipengaruhi oleh mekanisme pembentukan
dalam sistem nilai tukar petani yang berbeda antar daerah dan antar waktu sebagai
akibat dari keragaman sistem pembentukan penawaran dan penerimaan. Dari sisi
penerimaan petani, keragaman antar daerah dan waktu terjadi berkaitan dengan
keragaman sumberdaya dan komoditas yang diusahainya serta diversivikasi
sumber pendapatan lain. Keragaman pengeluaran petani terkait dengan keragaman
pola konsumsi petani antar daerah dan waktu (Supriyati, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Walaupun sebagai suatu konsep, nilai tukar sudah jelas dengan sendirinya, di
dalam penelitian empiris besaran angka ini sangat tergantung kepada implikasi
apa yang ingin dinilai. Sementara ini di Indonesia, baik secara konsepsional
maupun dalam penelitian empiris, rumus nilai tukar yang sering digunakan yaitu:
1) Konsep barter: menunjukkan harga nisbi suatu komoditas tanaman terpilih
yang dihasilkan petani terhadap barang niaga bukan-pertanian yang
dibutuhkan petani dengan rumus matematis :
NT =
Px
× 100
Py
dimana :
NT : Nilai tukar
Px : harga atau indeks harga komoditas yang dihasilkan petani.
Py : harga atau indeks harga komoditas yang dibeli petani.
2) Konsep faktor tunggal: yang menunjukkan pengaruh perubahan teknologi
terhadap nilai tukar (1) dan dirumuskan sebagai:
NT* = Ey × NT
NT*
: nilai tukar yang mengalami perubahan teknologi
Ey
: tingkat produktivitas komoditas pada waktu tertentu diukur sebagai
nisbah nilai hasil dibagi biaya produksi yang dikorbankan per hektar
untuk memperoleh hasil.
3) Konsep pendapatan: menyatakan nisbah nilai hasil yang diproduksi
petani dengan nilai keluaran per hektar untuk memperoleh hasil, sehingga
ditulis sebagai :
Universitas Sumatera Utara
NT =
Px.Qx
× 100
Py.Qy
dimana :
NT : nilai tukar
Px : harga atau indeks harga komoditas yang dihasilkan petani
Qx : jumlah komoditas yang dihasilkan petani
Py : harga atau indeks harga komoditas yang dibayarkan petani.
Qy : jumlah komoditas yang dibayarkan petani
4) Konsep subsisten: menyatakan nilai hasil komoditas yang dihasilkan petani
yang mampu ditukarkan dengan sejumlah nilai barang yang diperlukan petani
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari bersama rumah tangganya.
Konsep ini dirumuskan sebagai berikut :
NT =
Px ⋅ Qx
× 100
(PyQy) + (PzQz )
dimana :
x : indeks harga komoditas yang dihasilkan petani
y : indeks harga komoditas yang dibeli petani
z : satuan komoditas yang dibeli petani guna memenuhi kebutuhan
hidupnya.
5) Konsep BPS: Nilai tukar yang dihitung oleh BPS ini lebih mendekati rumus
nomor (4) yang mana indeks harga yang diterima dan indeks harga yang dibeli
petani dihitung menurut metode Laspeyres. Sehingga besaran nilai tukar yang
dipublikaskan oleh BPS dirumuskan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
It
× 100
Ib
dan
Pt
× Pt − 1 Q0
× 100
lt = Pt − 1
P0 Q0
NT =
dimana :
It
: indeks harga yang diterima petani
Ib
: indeks harga yang dibayar petani
Pt
: harga bulan ke-t;
P t-1 Q 0
: nilai konsumsi bulan ke t-1
P0 Q0
: nilai konsumsi tahun dasar
(Hendayana, 1995 )
2.3
Kerangka Pemikiran
Kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan
sektor pertanian. Tingkat kesejahteraan petani sekarang ini menjadi perhatian
utama dikarenakan tingkat kesejahteraan petani semakin lama semakin menurun.
Adapun faktor –faktor yang menyebabkan penurunan tingkat kesejahteraan petani
adalah semakin sempitnya lahan yang dimiliki petani, harga gabah yang
cenderung rendah pada saat panen raya,
dan naiknya beberapa faktor input
produksi .
Usahatani merupakan suatu kombinasi yang tersusun dari faktor-faktor input
produksi yang terdiri dari alam, tenaga kerja, modal, dan keahlian (skill). Faktorfaktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh.
Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal
Universitas Sumatera Utara
untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen
adalah faktor produksi yang terpenting di antara faktor produksi yang lain.
Hubungan antara faktor produksi ( input ) dan produksi ( output ) biasanya disebut
dengan fungsi produksi. Beberapa input produksi seperti ketersediaan lahan, bibit,
pupuk, obat-obatan, tenaga kerja disebut sebagai biaya produksi.
Selain biaya produksi, hal yang berperan dalam pelaksanaan usahatani padi adalah
proses produksi. Keduanya sangat berperan agar usahatani padi sawah dapat
terlaksana. Proses produksi dipengaruhi oleh karakteristik petani padi sawah.
Karakteristik petani padi sawah memiliki ciri meliputi umur, pendidikan,luas
lahan yang dimiliki, dan pengalaman bertani.
Proses produksi akan mendapatkan hasil produksi yang merupakan penerimaan
yang diperoleh petani dari hasil penjualan. Penerimaan petani dari hasil penjualan
dinamakan pendapatan petani. Pendapatan (income) adalah suatu ukuran balas
jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pada
akhirnya para petani dari setiap usahataninya mengharapkan pendapatan yang
disebut dengan pendapatan usahatani.
Salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani.
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan hubungan antara hasil pertanian yang dijual
petani dengan barang dan jasa lain yang dibeli oleh petani. Secara konsepsional
nilai tukar petani adalah mengukur kemampuan tukar barang-barang (produk)
pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk
konsumsi rumah tangga petani dan keperluan dalam memproduksi barang-barang
Universitas Sumatera Utara
pertanian. Nilai tukar petani dibatasi sebagai nisbah antara indeks harga yang
diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani.
Indeks harga yang diterima petani ( It) mencakup tanaman bahan makanan
( TBM ) yang merupakan indeks harga padi, palawija, sayur-sayuran, dan buah.
Sedangkan indeks harga yang dibayarkan petani digunakan untuk konsumsi
rumah tangga
( KRT ) yang merupakan fungsi dari indeks harga makanan,
perumahan, pakaian, aneka barang dan jasa , biaya produksi serta penambahan
barang modal.
Universitas Sumatera Utara
SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN
Petani Padi Sawah
Usaha Tani Padi Sawah
Faktor produksi
•
Alam
•
Tenaga Kerja
•
Modal ( bibit , pupuk ,
peralatan
,
obat-obatan,
tenaga kerja )
Proses Produksi
Hasil Produksi
Biaya Produksi
Penjualan
Pengeluaran Petani
Penerimaan Petani
Pendapatan Petani
Nilai Tukar Petani
Indeks Harga Yang
Indeks Harga Yang
Diterima Petani ( It)
dibayar Petani ( Ib)
Tanaman
Bahan Makanan
Konsumsi
Rumah Tangga
Universitas Sumatera Utara
2.4
Hipotesis penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah produktivitas, luas lahan, upah tenaga kerja,
harga gabah, harga pupuk berpengaruh secara nyata terhadap nilai tukar petani.
Universitas Sumatera Utara
Download