I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bakteri asam laktat (BAL) secara fisiologi dikelompokkan sebagai bakteri Gram positif, berbentuk kokus atau batang, tidak berspora dan menghasilkan asam laktat sebagai produk utama fermentasi karbohidrat (Nur, 2005). Menurut Kleerebezem dan Hugenholtz (2003), beberapa spesies BAL telah dikategorikan ke dalam genus Lactobacillus, Lactococcus, Streptococcus, Pediococcus, Oenococcus, Enterococcus dan Leuconostoc. BAL berpotensi memberikan dampak positif bagi kesehatan, beberapa diantaranya adalah dengan meningkatkan nilai nutrisi makanan, mengendalikan infeksi pada usus, meningkatkan digesti (pencernaan) laktosa, mencegah terjadinya plak pada dinding pembuluh darah (arteriosclerosis), menekan proliferasi sel kanker, dan mengatur tingkat serum kolesterol dalam darah. Sebagian keuntungan tersebut merupakan hasil dari pertumbuhan dan aktivitas bakteri selama pengolahan makanan, sedangkan sebagian lainnya hasil dari pertumbuhan BAL di dalam saluran usus (Gilliland, 1990). Beberapa strain BAL yang diisolasi dari manusia telah dimanfaatkan secara komersil seperti Lactobacillus rhamnosus GG, Lactobacillus casei Shirota, dan Lactobacillus acidophilus LA-1 (Dunne et al., 2001). Penelitian Harmsen et al. (2000) menyebutkan bahwa Bifidobacterium merupakan bakteri dominan (>60%) dalam feses bayi yang mengkonsumsi air susu ibu (ASI) selama 1 minggu setelah kelahiran. Selain Bifidobacterium ditemukan juga genus BAL seperti 1 2 Streptococcus dan Lactobacillus. Terdapat hubungan erat antara perkembangan flora saluran pencernaan setelah kelahiran dengan konsumsi ASI yang mengandung oligosakarida (Boehm dan Stahl, 2007). BAL banyak dimanfaatkan sebagai probiotik. Probiotik adalah bakteri hidup yang dapat dikonsumsi oleh manusia dalam bentuk makanan atau minuman serta dapat memberikan efek kesehatan bagi tubuh jika ditambahkan dalam jumlah yang cukup. Beberapa manfaat mengkonsumsi probiotik antara lain : meningkatkan kesehatan saluran pencernaan, mendukung perkembangan sistem kekebalan, meningkatkan nilai nutrisi, serta menurunkan gejala lactose intolerance (Collado et al., 2009). Beberapa publikasi telah melaporkan manfaat probiotik dalam menjaga keseimbangan bakteri dalam saluran pencernaan (Khan dan Ansari, 2007), merangsang sistem kekebalan saluran pencernaan (Xiao et al., 2006), menurunkan kadar kolesterol (Pareira et al., 2003), serta mencegah kanker pada saluran pencernaan (Wollowski et al., 2001). Beberapa persyaratan yang diperlukan strain BAL sebagai agensia probiotik adalah : (1) merupakan mikroflora alami saluran pencernaan manusia, (2) mampu bertahan hidup dalam saluran pencernaan, (3) tahan terhadap asam lambung, (4) memiliki kemampuan menempel pada sel epitel usus manusia, dan (5) mampu menghasilkan komponen antimikrobia lain (bakteriosin, hidrogen peroksida, diasetil dan reuterin) di samping asam organik (Rahayu, 2008). Saluran pencernaan manusia adalah organ metabolisme paling aktif dalam tubuh (Mattila-Sandholm dan Saarela, 2005). Ekosistem dalam saluran pencernaan manusia telah berkembang dari waktu ke waktu. Kolonisasi bakteri 3 dalam saluran pencernaan bayi dimulai saat proses persalinan. Mikroflora saluran pencernaan dapat berasal dari saluran reproduksi ibu atau kotoran pada bayi yang dilahirkan secara konvensional atau berasal dari lingkungan pada persalinan secara caesar. Pemilihan diet untuk bayi juga sangat penting terhadap ekosistem tersebut. Mikrobiota saluran pencernaan bayi yang mengkonsumsi ASI eksklusif didominasi oleh Bifidobacteria, sedangkan susu formula memiliki komposisi flora yang kompleks seperti komposisi mikrobiota saluran pencernaan orang dewasa yaitu Bacteriodes, Clostridia, Bifidobacteria, Lactobacillus, bakteri kokus Gram positif, Coliform dan kelompok lain. Kemampuan saluran pencernaan untuk mempertahankan kelompok bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan terhadap keberadaan bakteri berbahaya sangat penting untuk kesehatan dan mengurangi resiko penyakit (O’Grady dan Gibson, 2005). Isolasi BAL telah dilakukan dari feces bayi yang berumur kurang dari satu bulan dan mengkonsumsi ASI eksklusif serta dilahirkan secara normal karena populasi BAL yang masih cukup tinggi pada feces tersebut (Bezkorovainy, 2001). Hal tersebut juga dilakukan oleh Widodo et al. (2012a; 2012b; 2014) yang telah berhasil mengidentifikasi 17 isolat BAL yang diperoleh dari feces bayi asal Indonesia, empat diantaranya yang juga akan dipakai pada penelitian ini yaitu isolat AP dan AG yang memiliki persamaan 99% dengan L. casei, isolat BE dan BK yang memiliki persamaan 99% dengan Pediococcus acidilactici. Probiotik dan prebiotik secara simbiosis bekerja sama untuk memberikan manfaat kesehatan kepada tubuh manusia. Prebiotik didefinisikan sebagai kandungan makanan yang tidak dapat dicerna dan berfungsi sebagai substrat bagi 4 pertumbuhan sejumlah bakteri yang menguntungkan (Bifidobacterium, Lactobacillus, dan Eubacterium) yang tumbuh dalam usus (Gibson and Roberfroid, 1995). Menurut Scheppach et al., (2001), inulin dan fructo oligosaccharide (FOS) sering digunakan sebagai prebiotik. Berbagai jenis pangan karbohidrat khususnya pati resisten, serat pangan dan oligosakarida yang tidak dapat dicerna (non-digestable) merupakan substrat untuk fermentasi bakteri di dalam usus besar. Menurut Gibson dan Roberfroid (1995), prebiotik akan meningkatkan jumlah bakteri yang menguntungkan bagi pencernaan karena prebiotik tidak dapat diserap di usus kecil sehingga sampai di usus besar tetap utuh dan menjadi substrat untuk pertumbuhan bakteri yang menguntungkan. Menurut Crittenden (1999), inulin digunakan sebagai bahan tambahan makanan untuk dapat diaplikasikan sebagai substitusi lemak. Kolida (2002) menyatakan bahwa inulin memiliki kemampuan yang efektif sebagai prebiotik. Inulin telah digunakan secara luas pada yogurt, susu, ice cream, coklat, biskuit, dan spread. BAL dapat menggunakan inulin untuk pertumbuhannya (Muir, 1999), Ozer et al. (2005) menyatakan bahwa terjadi kenaikkan pertumbuhan Bifidobacteria setelah penambahan inulin. Beberapa hasil penelitian yang dilaksanakan secara in vivo dengan menggunakan hewan percobaan atau percobaan klinis telah menunjukkan peningkatan jumlah Lactobacillus ketika pemberian inulin (Kleessen et al., 2001; Langlands et al., 2004), tetapi dalam penelitian lain jumlah Lactobacillus tetap stabil setelah pemberian inulin (Kaplan dan Hutkins, 2003). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemampuan untuk memfermentasi inulin hanya dilakukan oleh strain tertentu untuk genus Lactobacillus. Hasil berbeda 5 ditunjukkan oleh Bifidobacteria dimana kemampuan fermentasi inulin lebih luas (Hopkins et al., 1988). Berdasarkan penelitian Widodo et al. (2012a; 2012b; 2014) telah didapatkan beberapa kandidat bakteri yang dapat digunakan sebagai probiotik, beberapa diantaranya yaitu L. casei strain AG, L. casei strain AP, P. acidilactici strain BK dan P. acidilactici strain BE yang digunakan dalam penelitian ini. Widodo et al. (2012a) menyatakan bahwa L. casei strain AG dapat menggunakan inulin yang ditandai dengan adanya kenaikkan pertumbuhan L. casei strain AG. Menurut Widodo et al. (2012b; 2014), BAL dapat menggunakan inulin sebagai satu-satunya sumber karbon. Hasil penelitian tersebut juga melaporkan bahwa P. acidilactici strain AA dan P. acidilactici strain BK tidak dapat menggunakan inulin ditandai dengan menurunnya pertumbuhan strain AA dan BK setelah 6 jam pada media yang mengandung inulin sebagai satu-satunya sumber karbon sedangkan P. acidilactici strain BE dapat menggunakan inulin. Hal tersebut berarti P. acidilactici strain BE berpotensial sebagai probiotik. Menurut Shin et al., (2004), proses fermentasi inulin yang terjadi di dalam bakteri kemungkinan dipengaruhi oleh protein intrasellular, namun data protein intrasellular pada BAL sangat terbatas dan banyak yang belum diketahui fungsinya (Ohmiya dan Sato, 1975; Muset et al., 1989; Akuzawa dan Okitani, 1995). Ukuran protein intrasellular BAL berbeda antar strain dan fungsi mereka mungkin juga berbeda (Shin et al., 2004). Pada sisi lain, kemampuan perlekatan (adhesi) pada sel epitel dan permukaan mukosa merupakan syarat penting BAL sebagai probiotik. Perlekatan 6 sel merupakan proses kompleks yang melibatkan kontak antara membran sel bakteri dan interaksi permukaan. Kesulitan dalam mempelajari perlekatan bakteri secara in vivo dalam tubuh manusia telah mendorong minat dalam pengembangan ke model in vitro untuk skrining awal strain yang dapat melakukan perlekatan. Perlekatan mikroba merupakan interaksi yang kompleks antara ikatan van der waals dan gaya elektrostatik serta interaksi lain. Strain yang dapat melakukan perlekatan dengan baik terhadap hidrokarbon dianggap sebagai hidrofobik dan strain yang tidak dapat melakukan perlekatan dengan baik dianggap hidrofilik (Drury et al., 2011). Sanchez dan Urdaci (2012) menyatakan bahwa protein ektrasellular berperan penting dalam proses perlekatan BAL. Telah banyak penelitian tentang probiotik dan prebiotik tetapi kebanyakan tentang aspek fisiologis seperti perlekatan secara in vitro pada sel Caco-2 atau lendir (mucus) (Apostolou et al., 2001; Ouwehand et al., 2002), sedangkan mekanisme fermentasi inulin dan perlekatan pada L. casei strain AG, L. casei strain AP, P. acidilactici strain BK dan P. acidilactici strain BE belum diketahui. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian mengenai mekanisme proses fermentasi inulin dan perlekatan secara in vitro pada strain Lactobacillus dan Pediococcus asal sistem pencernaan bayi tersebut. 1.2. Permasalahan Permasalahan pada penelitian ini adalah : 1. Apakah strain bakteri uji memiliki gen yang diduga berperan dalam proses perlekatan? 7 2. Apakah strain bakteri uji memiliki gen yang berperan dalam proses fermentasi inulin? 3. Bagaimanakah profil protein pada strain bakteri uji yang ditumbuhkan pada medium yang mengandung musin? 4. Bagaimanakah profil protein pada strain bakteri uji yang ditumbuhkan pada medium yang mengandung inulin? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah 1) mendeteksi gen yang diduga berperan dalam proses perlekatan, 2) mendeteksi gen yang diduga berperan dalam proses fermentasi inulin, 3) mengetahui profil protein pada strain bakteri uji yang ditumbuhkan pada medium yang mengandung musin, 4) mengetahui profil protein pada strain bakteri uji yang ditumbuhkan pada medium yang mengandung inulin. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah dengan memahami mekanisme perlekatan dan fermentasi inulin akan memberikan dasar ilmiah untuk seleksi strain terbaik dalam aplikasinya sebagai pangan fungsional. 1.5. Keterbaruan Penelitian Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Widodo et al., (2012a, 2012b, 2014) memperoleh enam isolat dari feces bayi dan telah teridentifikasi sebagai BAL dan memiliki potensi probiotik secara in vitro. Pada penelitian tersebut telah diketahui bahwa hanya 3 strain terpilih (L. casei strain AG, L. casei strain AP, dan P. acidilactici strain BE) yang mampu memfermentasikan inulin dan pada keenam strain tersebut juga telah dilakukan uji perlekatan pada mukus 8 yang saat ini menjadi salah satu tahapan penting dalam penapisan BAL sebagai kandidat probiotik. Pada penelitian ini dilakukan pendekatan molekuler untuk mendeteksi gen yang berperan dalam mekanisme perlekatan pada musin babi secara in vitro dan pada mekanisme fermentasi inulin. Selain itu juga dilakukan profiling protein yang terlibat pada masing-masing mekanisme tersebut.