PENGARUH KONSUMSI, INVESTASI DAN KREDIT PERBANKAN

advertisement
PENGARUH KONSUMSI, INVESTASI DAN KREDIT
PERBANKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
INDONESIA PERIODE 1980-2010
Oleh
Dyta Herdiana
107084000332
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
TAHUN 1432 H / 2011 M
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Biodata Diri:
Nama Lengkap
: Dyta Herdiana
Jenis Kelamin
: Wanita
Tempat/tgl. Lahir : Jakarta, 28 Desember 1988
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Lamtoro Rt 002 Rw 016 No. 39 Pamulang Timur
Pamulang - Tangerang Selatan 15417
Pendidikan Formal:
1. Periode 1994 - 1995 : TK Dahlia Cirendeu
2. Periode 1995 - 2001 : SDN Cirendeu 1
3. Periode 2001 - 2004 : SMPN 1 Ciputat
4. Periode 2004 - 2007 : SMAN 1 Ciputat
5. Periode 2007 - 2011 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Latar Belakang Keluarga:
1. Ayah
: Karmilan
2. Ibu
: Sumirah
3. Alamat : Jl. Lamtoro Rt 002 Rw 016 No. 39 Pamulang Timur
Pamulang- Tangerang Selatan 15417
Pengalaman Kerja:
1. Karyawan part time Chezs Rose Restaurant (2008)
2. Karyawan magang Koperasi Karyawan Universitas Terbuka (2010)
3. Auditor Kantor Akuntan Publik Abdi Ichjar (2011)
vi
ABSTRACT
This study aims to analyze the influence of consumption, investment, and
credit against the growth of Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia in the
short and long term. The analysis was done using annual time series data which
published by Indonesian National Statistical Bureau period 1980 to 2010. The
method which is used in this study apply model dynamic Error Correction Model
(ECM), which is introduced by Engle and Granger.
The results show that the consumption and credit variables in long term
were significantly positive influences the growth of Gross Domestic Product
(GDP) in Indonesia, while investment variable was significantly negative
influences the growth of Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia. In short
term the consumption was only variable which significantly positive influence the
growth of Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia, while investment and
credit have no significantly influences the growth of GDP in Indonesia.
Keywords: Gross Domestic Product (GDP), consumption, investment, credit,
Error Correction Model (ECM)
vii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tingkat konsumsi,
investasi dan kredit perbankan dalam jangka pendek maupun jangka panjang
terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Analisis
dilakukan dengan menggunakan data runtut waktu tahunan yang dipublikasikan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) periode 1980 hingga 2010. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model dinamis Error Correction Model
(ECM) yang diperkenalkan oleh Engle dan Granger.
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel konsumsi dan kredit
perbankan dalam jangka panjang berpengaruh signifikan positif terhadap
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia, sedangkan variabel
investasi berpengaruh signifikan negatif terhadap PDB Indonesia. Dalam jangka
pendek hanya variabel konsumsi yang berpengaruh signifikan positif terhadap
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia, sedangkan variabel
investasi dan kredit tidak berpengaruh terhadap PDB di Indonesia.
Kata kunci: Produk Domestik Bruto (PDB), konsumsi, investasi, kredit
perbankan, Error Correction Model (ECM)
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga atas bimbingan,
pertolongan, dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul
“PENGARUH
KONSUMSI,
INVESTASI
DAN
KREDIT
PERBANKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
PERIODE 1980-2010 ”.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Strata Satu Program Studi Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya akan
keterbatasan dan kekurangan yang ada. Serta penulis menyadari betul bahwa
penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya usaha, bantuan, dorongan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tuaku tercinta, terima kasih. atas seluruh pengorbanan yang telah
Kalian berikan dengan penuh ketulusan, seluruh do`a yang Kalian panjatkan
dengan penuh keikhlasan. Jasa-jasa Kalian tidak akan pernah bisa aku balas
sampai kapanpun. Oleh karena itu aku berdo`a semoga Allah Azza Wa Jalla
mengampuni dosa-dosa Kalian dan membalasnya dengan kebaikan yang
sangat banyak. Allahumma aamiiinn.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Lukman, M. Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini
hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik.
ix
5. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan, SE, M. Sc, sebagai dosen pembimbing skripsi
II yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik.
6. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada penulis selama masa kuliah.
7. Adikku Ricky dan sepuku-sepupuku yang aku sayangi, setelah selesai
perjuangan skripsi ayo kita lanjukan petualangan....terima kasih Dina atas
supportnya, ayo tetap semangat!
8. Saudara-saudara seimanku, teman-teman senasib dan seperjuanganku,
Keluarga Besar IESP 2007: Ade, Elva, Ocha, Eti, Tio, Widhi, Mario, dan
semuanya yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu, senang sekali
bisa kenal kalian semua. Terima kasih atas bantuannya. Semangat-semangat!!!
Special syukron for Mawaddah dan Selamet yang baik hati terima kasih untuk
semua bantuannya, terutama untuk berbagi ilmu mengolah data.
9. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang
telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian skripsi ini. Jazakumullahu khoyron katsiron.
Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca sebagai wacana dan menambah wawasan. Penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis
tidak menutup diri untuk menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.
Jakarta, Agustus 2011
Penulis
x
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan skripsi .............................................................................. ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ................................................................... iii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ........................................................ iv
Lembar Pernyataan Keaslian Skripsi ............................................................... v
Daftar Riwayat Hidup ..................................................................................... vi
Abstract ........................................................................................................... viii
Abstrak ............................................................................................................. viii
Kata Pengantar ................................................................................................. ix
Daftar Tabel ..................................................................................................... xi
Daftar Gambar .................................................................................................. xiv
Daftar lampiran ................................................................................................ xv
Daftar Isi........................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian .............................................................. 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsumsi ....................................................................................... 13
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi ........................ 13
2. Teori Konsumsi Keynes ........................................................... 16
B. Investasi.......................................................................................... 18
1. Jenis-Jenis Investasi ................................................................. 19
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi .......................... 20
C. Kredit Perbankan ............................................................................ 22
1. Tujuan dan Fungsi Kredit Perbankan ....................................... 23
2. Jenis-Jenis Kredit ..................................................................... 25
xi
D. Pertumbuhan Ekonomi ................................................................... 28
E. Keterkaitan Antar Variabel ............................................................ 34
1. Peran Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ................... 34
2. Peran Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ..................... 35
3. Peran Kredit Perbankan terhadap Pertumbuhan Ekonomi ....... 36
F. Penelitian Sebelumnya ................................................................... 38
G. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 46
H. Hipotesis......................................................................................... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 49
B. Metode Penentuan Sampel ............................................................. 49
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 49
D. Metode Analisis ............................................................................. 50
1. Uji Asumsi Klasik .............................................................. 50
a. Uji Normalitas ........................................................ 50
b. Multikolinearitas .................................................... 51
c. Heteroskedastisitas ................................................. 52
d. Autokorelasi ........................................................... 53
2. Uji Stasioneritas ................................................................. 54
a. Uji Akar-Akar Unit ................................................ 54
b. Uji Derajat Integrasi ............................................... 55
3. Uji Kointegrasi ................................................................... 56
4. Pendekatan Error Correction Model (ECM) ..................... 59
E. Operasional Variabel Penelitian ..................................................... 61
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ................................... 63
1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ............. 63
2. Perkembangan Konsumsi di Indonesia .............................. 64
3. Perkembangan Investasi di Indonesia ................................ 66
4. Perkembangan Kredit Perbankan di Indonesia .................. 69
B. Analisis dan Pembahasan ............................................................... 71
xii
1. Uji Asumsi Klasik .............................................................. 72
a. Uji Normalitas ........................................................ 72
b. Multikolinearitas .................................................... 73
c. Heteroskedastisitas ................................................. 75
d. Autokorelasi ........................................................... 75
2. Uji Akar-Akar Unit ............................................................ 77
3. Uji Derajat Integrasi ........................................................... 78
4. Uji Kointegrasi ................................................................... 79
5. Pendekatan Error Correction Term (ECM) ....................... 81
a. Pengaruh Konsumsi terhadap PDB ........................ 84
b. Pengaruh Investasi terhadap PDB .......................... 87
c. Pengaruh Kredit Perbankan terhadap PDB ............ 89
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan .................................................................................... 92
B. Implikasi ......................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 95
LAMPIRAN ..................................................................................................... 98
xiii
DAFTAR TABEL
No.
Keterangan
Halaman
2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ......................................................... 44
4.1 Hasil Uji Correlation Matrix .............................................................. 77
4.2 Hasil Uji White Heteroskedasticity Test ............................................. 78
4.3 Hasil regresi LM-Test .......................................................................... 80
4.4 Hasil Penyembuhan LM-Test ............................................................. 80
4.5 Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Level ......................................... 74
4.6 Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Derajat Integrasi Pertama.......... 75
4.7 Nilai Regresi Uji Kointegrasi .............................................................. 76
4.8 Hasil Estimasi Model Dinamis ECM .................................................. 82
xiv
DAFTAR GAMBAR
No.
Keterangan
Halaman
2.1 Kerangka Berpikir ............................................................................... 48
4.1 Perkembangan Pertumbuhan PDB Indonesia Periode 1980-2010 ...... 64
4.2 Perkembangan Konsumsi Periode 1980-2010 .................................... 66
4.3 Perkembangan Investasi Periode 1980-2010 ...................................... 67
4.4 Perkembangan Kredit Perbankan Periode 2003-2009 ........................ 70
4.5 Uji Normalitas ..................................................................................... 73
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Keterangan
Halaman
1
Data Penelitian .................................................................................. 98
2
Hasil Estimasi Uji Asumsi Klasik ..................................................... 99
3
Hasil Estimasi Uji Akar-Akar Unit ................................................... 102
4
Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi .................................................. 106
5
Hasil Estimasi Uji Kointegrasi .......................................................... 110
6
Hasil Estimasi Model Dinamis ECM ................................................ 111
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai suatu proses pertumbuhan
output perkapita dalam jangka panjang. Hal ini berarti, bahwa dalam jangka
panjang, kesejahteraan tercermin pada peningkatan output perkapita yang
sekaligus memberikan banyak alternatif dalam mengkonsumsi barang dan
jasa, serta diikuti oleh daya beli masyarakat yang semakin meningkat
(Boediono, 1993: 1-2).
Pertumbuhan
ekonomi
juga
bersangkut
paut
dengan
proses
peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
Dapat dikatakan, bahwa pertumbuhan menyangkut perkembangan yang
berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan
pendapatan. Dalam hal ini berarti terdapatnya kenaikan dalam pendapatan
nasional yang ditunjukkan oleh besarnya nilai Produk Domestik Bruto (PDB).
Indonesia, sebagai suatu negara yang sedang berkembang berusaha
dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa
mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan. Pembangunan nasional
mengusahakan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yang
pada akhirnya memungkinkan terwujudnya peningkatan taraf hidup dan
kesejahteraan seluruh rakyat (Yunan, 2009: 2).
1
Resesi ekonomi dunia yang telah berlangsung sejak awal tahun 1980an, telah mempengaruhi perkembangan indonesia pada tahun 1983. Oleh
karena itu laju pertumbuhan ekonomi menurut harga konstan 1983 hanya
mencapai sebesar 4.20% dari beberapa tahun sebelumnya rata-rata
pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih besar dari 5%. Penurunan laju
pertumbuhan ekonomi ini disebabkan antara lain menurunnya harga minyak
dunia sehingga penerimaan ekspor menurun (Statistik Indonesia, 1984).
Secara umum kondisi perekonomian Indonesia mengalami berbagai
tekanan, baik yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal.
Walaupun antara kurun waktu 1980-an sampai pertengahan 1990-an
perekonomian Indonesia menunjukan perkembangan yang cukup baik, tetapi
secara keseluruhan perkembangan ekonomi Indonesia sampai akhir tahun
1997 mengalami perlambatan yang cukup berarti pada paruh kedua tahun
1997 karena mulai terjadi krisis moneter khususnya kejatuhan nilai tukar dan
ditambah lagi dengan meningkatnya utang luar negeri Indonesia yang jatuh
tempo menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun secara drastis.
Ditinjau dari sisi permintaan, penurunan pertumbuhan ekonomi
diakibatkan oleh melemahnya permintaan domestik khusunya konsumsi
rumah tangga dan investasi swasta. Sedangkan dari sisi penawaran,
perlambatan ini terjadi pada sektor-sektor yang memiliki pangsa yang cukup
besar terhadap total pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti sektor industri
pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan. Hal ini terjadi karena
adanya kenaikan biaya impor bahan baku dan pembayaran utang yang jatuh
2
tempo dan keduanya dipacu oleh tekanan nilai tukar dan ketatnya likuditas
perbankan nasional (Statistik Indonesia, 1999).
Perkembangan konsumsi masyarakat di Indonesia dari tahun 1980
sampai dengan 1997 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring
pertambahan penduduk, konsumsi dari tahun ke tahun penduduk Indonesia
selalu meningkat, kebutuhan masyarakat atas barang dan jasa juga
menunjukkan peningkatan. Namun pada pertengahan tahun 1997 sampai
tahun 1998, konsumsi masyarakat di Indonesia mengalami penurunan karena
terjadi krisis nilai tukar rupiah yang terus mengalami penurunan (depresiasi),
yang kemudian disusul dengan krisis moneter dan pada akhirnya berubah
menjadi
krisis
ekonomi
yang
menimbulkan
konsekuensi
terhadap
ketidakstabilan perekonomian Indonesia.
Walaupun satu atau dua tahun setelah krisis ekonomi 1998, ekonomi
Indonesia sudah kembali menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif,
namun hingga saat ini pertumbuhannya rata-rata per tahun relatif masih
lambat dibandingkan negara-negara tetangga yang juga terkena krisis seperti
Korea Selatan dan Thailand, atau masih jauh lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan rata-rata per tahun yang pernah dicapai oleh pemerintahan Orde
Baru (ORBA), khususnya pada periode 1980-an hingga pertengahan 1990-an.
Salah satu penyebabnya adalah masih belum intensifnya kegiatan investasi,
termasuk arus investasi dari luar negeri maupun dalam negeri.
Di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia tidak
mempunyai sumber dana yang cukup guna membiayai pembangunan
3
negerinya atau terbatasnya akumulasi berupa kapital tabungan di dalam
negeri. Selain itu dikarenakan oleh rendahnya produktivitas dan tingginya
konsumsi.
Penggairahan
iklim
investasi
di
Indonesia
dimulai
dengan
diundangkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN). Pemberlakuan undang-undang ini menyusul
tampilnya rezim orde baru memegang tampuk pemerintahan. Sebelumnya,
dalam pemerintahan orde lama, Indonesia sempat menentang kehadiran
investasi dari luar negeri. Ketika itu tertanam keyakinan bahwa modal asing
hanya akan menggerogoti kedaulatan negara. Undang-undang UU No.6 Tahun
1968 tentang PMDN kemudian dilengkapi dan disempurnakan dengan UU
No.12 Tahun 1970. Perbaikan iklim penanaman modal tak henti-hentinya
dilakukan pemerintah, terutama sejak awal pelita IV atau tepatnya tahun 1984
(Dumairy, 1996: 132).
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 dan
No. 12 Tahun 1970 tentang PMDN, investasi cenderung terus meningkat dari
waktu ke waktu. Walaupun demikian, pada tahun-tahun tertentu sempat juga
terjadi penurunan. Kecenderungan peningkatan bukan hanya berlangsung pada
investasi oleh kalangan masyarakat atau sektor swasta, baik PMDN maupun
PMA, namun juga penanaman modal oleh pemerintah. Ini berarti
pembentukan modal domestik bruto meningkat dari tahun ke tahun.
Penanaman modal oleh dunia usaha meningkat pesat terutama dalam
dasawarsa 1980-an sesudah pemerintah meluncurka sejumlah paket
4
kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi. Dalam dasawarsa 1970-an
sebagian besar penanaman modal negeri berasal dari sektor pemerintah.
Keadaan tersebut sekarang telah berbalik. Selama paruh pertama dasawarsa
1990-an sebagian besar investasi domestik berasal dari dunia usaha dan
masyarakat. Investasi oleh pemerintah sendiri juga tetap bertambah sejalan
dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana dan prasarana serta pelayanan
dasar lainnya (Dumairy, 1996: 133).
Pada tahun 1970-an, peranan investasi swasta mengalami penurunan
seiring dengan meningkat pesatnya investasi pemerintah. Namun pada masa
sewindu berikutnya, periode awal 1980-an hingga tahun 1987, sejalan dengan
merosotnya penerimaan pemerintah dari sector minyak bumi serta
membengkaknya pembayaran utang luar negeri, peranan investasi pemerintah
menurun. Sebaliknya, peranan investasi swasta meningkat. Kemudian, sejajar
dengan membaiknya lagi penerimaan pemerintah yang kali ini karena
kenaikan pesat penerimaan pajak, peranan investasi pemerintah pun
meningkat kembali, sehingga kontribusi relatif investasi swasta sedikit
menurun.
Perkembangan investasi sepanjang Pembangunan Jangka Panjang I
bahkan melebihi pertumbuhan produksi nasional. Rasio investasi terhadap
produksi nasional melonjak cukup berarti, dari semula 18 persen menjadi
kemudian 30,5 persen. Lonjakan rasio ini merupakan pertanda kenaikan
kapasitas produksi nasional. Semua itu dimungkinkan berkat digulirkannya
kebijaksanaan-kebijaksanaan
penyederhanaan
prosedur
dan
pelunakan
5
persyaratan, sehingga calon-calon investor tertarik untuk menanamkan modal
mereka (Dumairy, 1996: 133). Namun tak kalah pentingnya, kenaikan
investasi yang cukup berarti itu juga dimungkinkan berkat berkat kenaikan
dalam sumber pembiayaannya, baik dari tabungan dalam negeri maupun dana
dari luar negeri.
Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam mencerahkan iklim
investasinya di masa datang, baik secara internal di dalam negeri sendiri
maupun secara eksternal dari negara lain. Di dalam negeri, tantangan itu
antara lain masih belum memadainya ketersediaan sarana dan prasarana
perekonomian yang berupa barang publik. Sementara keuangan pemerintah
justru harus dikelola lebih efisien, kalangan swasta biasanya enggan atau tidak
tertarik untuk menanam modal bagi penyediaan barang publik. Tantangan lain
adalah rendahnya produktivitas pekerja dan efisiensi produksi, kelangkaan
tenaga kerja terampil, serta kurang terjaminnya kepastian hukum bagi
investor, khususnya investor asing. Tantangan eksternalnya antara lain berupa
persaingan iklim investasi dengan beberapa negara di kawasan Asia lainnya,
terutama China, Vietnam, Thailand dan India (Dumairy, 1996: 134).
Dilihat dari periode sebelum dan sesudah krisis moneter peran
investasi baik investasi pemerintah maupun investasi swasta mengalami
peningkatan yang pesat dan juga mengalami penurunan di tahun-tahun
tertentu. Proporsi investasi di dalam PDB dan pesatnya pertumbuhan investasi
tidak berarti pembangunan ekonomi berjalan dengan baik dan begitu pula
sebaliknya, karena yang penting bukan besarnya investasi dalam nilai uang
6
atau jumlah proyek, tetapi bagaimana efisiensi atau produktivitas dari
investasi tersebut.
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, sumber utama
pembiayaan investasi di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit
perbankan. Seperti halnya di negara-negara berkembang lain, perbankan
dalam perekonomian Indonesia mendominasi keseluruhan sektor keuangan
dilihat dari segi pemilikan aset, pengumpulan dana maupun dana tersebut
dalam perekonomian.
Perkembangan Perbankan yang terjadi di Indonesia dengan hadirnya
Reformasi Perbankan 1983 dan Reformasi Perbankan 1988 memiliki implikasi
penting bagi perkembangan perekonomian nasional. Pada bulan maret 1983
pemerintah Indonesia memperkenalkan suatu program pengukuran sektor
keuangan yang akan mengubah bentuk sistem perbankan nasional sebagai
suatu
program
internasional
termasuk
transformasi
pajak,
regulasi
perdagangan internasional, dan pasar keuangan lainnya dan kemudian disusul
dengan deregulasi perbankan di tahun 1988. dengan deregulasi tersebut,
pemerintah memberikan kebebasan kepada bank, baik untuk menentukan suku
bunga maupun dalam memberikan kredit, yang sebelumnya baik bunga
maupun kredit diatur melalui batas dan pagu tertentu. Kedua refomasi ini
mendorong peningkatan penghimpunan dana masyarakat dan pemberian
kredit oleh masing-masing bank (Rafika Sari, 2006: 2).
Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada
perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Ketika
7
sektor perbankan terpuruk perekonomian nasional juga ikut terpuruk.
Demikian pula sebaliknya, ketika perekonomian mengalami stagnasi sektor
perbankan juga terkena imbasnya dimana fungsi intermediasi tidak berjalan
normal (Kiryanto, 2007: 2). Krisis Moneter 1997-1998 yang melanda
perekonomian Indonesia telah berimbas pada sektor perbankan. Krisis yang
diawali dengan devaluasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS telah
menimbulkan ledakan kredit macet dan melunturkan kepercayaan masyarakat
kepada lembaga perbankan, yang pada gilirannya melemahkan fungsi
intermediasi perbankan. Masyarakat kala itu banyak menarik dananya (rush)
yang ada di bank swasta dan mengalihkannya ke bank yang dianggap aman
(flight to safety), yakni bank asing dan bank BUMN. Untuk mencegah hal ini
bank-bank mematok suku bunga dananya dengan sangat tinggi, yang diikuti
dengan penyesuaian suku bunga kredit. Penyaluran kredit perbankan praktis
terhenti karena sektor riil tidak mampu menyerap dana yang mahal harganya
Dari uraian di atas, konsumsi dan investasi adalah unsur paling
esensial bagi sebuah perekonomian. Banyak alasan yang menyebabkan
analisis makro ekonomi perlu memperhatikan tentang konsumsi rumah tangga
secara mendalam. Alasan pertama, konsumsi rumah tangga memberikan
pemasukan kepada pendapatan nasional. Di kebanyakaan negara pengeluaran
konsumsi sekitar 60-75 persen dari pendapatan nasional. Alasan yang kedua,
konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi
kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang
berbanding lurus dengan pendapatannya (Sukirno, 2003: 338).
8
Sedangkan sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan
dalam
memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan
menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil via akumulasi kapital dan inovasi
teknologi. Lebih tepatnya, sektor keuangan mampu memobilisasi tabungan.
Mereka menyediakan para peminjam berbagai instrumen keuangan dengan
kualitas tinggi dan resiko rendah. Hal ini akan menambah investasi dan
akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi (Inggrid, 2006: 40).
B. Perumusan Masalah
Konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan
fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi
seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Pengeluaran konsumsi
seseorang
adalah
bagian
pendapatannya
yang
dibelanjakan.
Bagian
pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan. Secara agregat,
pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan
nasional. Semakin besar pendapatan, semakin besar pula pengeluaran
konsumsi. Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi dari semua orang
dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi
masyarakat negara yang bersangkutan (Dumairy, 1996: 114).
Di lain pihak jika tabungan semua orang di sebuah negara
dijumlahkan,
hasilnya
adalah
tabungan
masyarakat
negara
tersebut.
Selanjutnya, tabungan masyarakat bersama-sama dengan tabungan pemerintah
membentuk tabungan nasional yang merupakan sumber dana untuk investasi.
9
Namun hampir semua negara berkembang merasakan bahwa tabungan
masyarakat dan tabungan pemerintah kurang cukup untuk membiayai prgram
pembangunan dan untuk mencapai suatu tingkat pertumbuhan tertentu.
Kekurangan ini dapat diperoleh dan dipenuhi dapat dipenuhi dari modal luar
negeri. Pembiayaan pembangunan baik dari pemerintah maupun swasta
berupa penanaman modal atau investasi sangat penting bagi pembangunan
ekonomi pada khususnya dan pembangunan yang dialokasikan ke dalam
proyek pembangunan, berarti akan menambah kapital yang ada dalam suatu
perekonomian, selanjutnya tambahan kapital tersebut akan berakibat pada
peningkatan taraf hidup masyarakat dimana salah satu indikatornya adalah
pertumbuhan ekonomi pada masyakat suatu negara tersebut karena investasi
merupakan kegiatan untuk mentransformasikan sumber daya potensial
menjadi kekuatan ekonomi riil. Sumber daya alam yang ada di masing-masing
daerah diolah dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kemakmuran seluruh
rakyat secara adil dan merata.
Sebagaimana
umumnya
negara
berkembang,
sumber
utama
pembiayaan investasi di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit
perbankan. Dengan demikian wajar apabila melambatnya penyaluran kredit
perbankan di Indonesia setelah krisis 1997 dituding sebagai salah satu
penyebab lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia dibandingkan negara Asia
lainnya yang terkena krisis (Korea Selatan dan Thailand). Meskipun kondisi
makroekonomi dalam beberapa tahun terakhir relatif membaik, tercermin dari
terkendalinya laju inflasi, stabilnya nilai tukar, dan turunnya suku bunga,
10
namun kredit yang disalurkan perbankan belum cukup menjadi mesin
pendorong pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis,
yang berarti bahwa fungsi intermediasi perbankan masih belum pulih atau
terjadi
disintermediasi
perbankan.
Laporan
Bank
Indonesia
(2003)
menunjukkan bahwa belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan antara
lain disebabkan oleh masih berlangsungnya konsolidasi internal perbankan
dan belum mampunya sektor riil menyerap kredit.
Sementara itu, konsolidasi internal perbankan seperti penerapan good
corporate governance dan pengelolaan risiko yang baik masih merupakan
proses yang dilaksanakan oleh perbankan. Semua hal tersebut sangat dicermati
oleh perbankan karena pengaruhnya pada kecukupan modal perbankan atau
CAR ( Capital Adequacy Ratio). Di sisi lain, dalam kondisi resesi ekonomi
setelah krisis, penurunan kredit perbankan dapat juga terjadi karena
melemahnya permintaan kredit dari sektor swasta akibat rendahnya prospek
investasi dan belum pulihnya kondisi keuangan perusahaan.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Seberapa besar pengaruh jangka
pendek dan jangka panjang variabel konsumsi, investasi, pengeluaran
pemerintah dan kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia
periode 1980-2010?
11
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas tujuan
penelitian ini adalah : Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jangka
pendek dan jangka panjang variabel konsumsi, investasi, pengeluaran
pemerintah, dan kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia
periode 1980-2010.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi :
1. Pemerintah
(policy
maker),
sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
menentukan kebijakan yang akan diambil khususnya kebijaksanaan yang
berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
2. Akademisi, sebagai sumbangan informasi pengetahuan secara teoritis dan
praktis bagi dunia akademik.
3. Penulis,
untuk
memperluas
informasi
dan
wawasan
mengenai
pertumbuhan ekonomi Indonesia serta mengaplikasikan teori-teori
ekonomi yang telah diperoleh dalam perkuliahan di program studi Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Fakutas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsumsi
Konsumsi mempunyai pengertian yaitu barang dan jasa akhir yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Barang dan jasa akhir yang
dimaksud adalah barang dan jasa yang sudah siap dikonsumsi oleh konsumen.
Barang konsumsi ini terdiri dari barang konsumsi sekali habis dan barang
konsumsi yang dapat dipergunakan lebih dari satu kali (Nopirin, 1997). Fungsi
konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan:
C = a + bY
(2.1)
Dimana a adalah konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional
adalah 0, b adalah kecondongan konsumsi marginal, C adalah tingkat
konsumsi dan Y adalah tingkat pendapatan nasional.
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi
a. Pendapatan rumah tangga
Pendapatan pada dasarnya merupakan balas jasa yang diterima
pemilik faktor produksi atas pengorbanannya dalam proses produksi.
Masing-masing faktor-produksi seperti tanah akan memperoleh balas jasa
dalam bentuk sewa, tenaga kerja akan memperoleh balas jasa berupa upah
atau gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal,
serta keahlian termasuk para enterpreneur akan memperoleh balas jasa
dalam bentuk laba (Sadono Sukirno, 2003). Pendapatan rumah tangga
13
13
amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin tinggi
pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi pula. Karena ketika
pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka
kebutuhan konsumsi makin besar, atau mungkin juga pola hidup makin
konsumtif.
b. Kekayaan rumah tangga
Tercakup dalam pengertian kekayaan rumah tangga adalah
kekayaan riil dan finasial. Kekayaan tersebut dapat meningkatkan
konsumsi karena menambah pendapatan disposibel. Efek kekayaan,
perubahan tingkat harga akan menyebabkan seorang yang memiliki
kekayaan mengalami kenaikan dari kekayaannya tersebut. Pemegang
kekayaan akan merasa lebih kaya, sehingga mungkin mereka akan
memperbesar pengeluaran konsumsi.
c. Tingkat bunga
Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi keinginan konsumsi,
baik dilihat dari sisi keluarga yang mempunyai kelebihan uang maupun
kekurangan uang. Dengan tingkat bunga tinggi maka biaya ekonomi
semakin mahal, bagi mereka yang ingin meminjam uang dari bank, biaya
bunga akan semakin mahal sehingga lebih baik menunda.
Faktor yang juga penting dalam menentukan jumlah tabungan
(yang berarti juga mempengaruhi konsumsi) adalah tingkat bunga. Oleh
karena konsumen mempunyai preferensi terhadap barang sekarang
daripada barang pada waktu yang akan datang, maka agar konsumen
14
bersedia menagguhkan pengeluaran konsumsi diperlukan adanya balas
jasa yang disebut bunga. Semakin tinggi tingkat bunga, maka akan
semakin besar pula jumlah yang ditabung (konsumsi menjadi semakin
sedikit) dan begitu pula sebaliknya.
Keynes mengatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi
pengeluaran konsumsi adalah pendapatan atau penghasilan riil, walaupun
demikian hal tersebut tidak menghilangkan pengaruh tingkat bunga
terhadap alokasi penghasilan antara tabungan dan pengeluaran konsumsi.
Akan tetapi tidaklah jelas apakah semakin tinggi tingkat bunga akan
menyebabkan tingkat konsumsi semakin sedikit atau semakin tinggi.
Karena perubahan tingkat bunga mempunyai dua efek, yaitu efek
substitusi (substitution effect) dan efek pendapatan (income effect).
Apabila tingkat bunga naik, efek substitusi menyebabkan rumah tangga
akan mengkonsumsi lebih sedikit (tabungan lebih besar), sebaliknya efek
pendapatan menyebabkan pengeluaran konsumsi menjadi semakin besar
(tabungan semakin kecil). Efek totalnya tergantung efek mana yang
dominan, apakah efek substitusi atau efek pendapatan.
Bagi golongan masyarakat kaya yang mempunyai APC lebih besar
daripada golongan masyarakat miskin, efek penghasilan mungkin lebih
besar dari pada efek substitusi apabila tingkat bunganya naik. Sebaliknya
golongan masyarakat miskin, efek substitusi lebih dominan dari pada efek
pendapatan sehingga apabila tingkat bunga naik maka mereka cenderung
akan menabung lebih banyak.
15
d. Inflasi
Efek kenaikan tingkat harga umum, adanya kenaikan tingkat harga
suatu barang akan menyebabkan efek substitusi dimana konsumen akan
mengurangi pembelian barang yang harganya menjadi relatif lebih mahal
dan menambah pembelian barang yang harganya relatif lenih murah. Akan
tetapi adanya inflasi yaitu kenaikan harga secara umum menyebabkan
semua harga barang mengalami kenaikan dan ini menyebabkan terjadinya
efek substitusi antara pengeluaran konsumsi dan tabungan. Kenaikan
tingkat harga secara umum tidak berarti bahwa harga semua barang
mengalami kenaikan harga secara proposional, sehingga ada substitusi
antara barang yang satu dengan barang yang lainnya secara terbatas.
Bagaimana pengaruh adanya inflasi dengan pengeluaran konsumsi sangat
tergantung dari teori mana yang dipilih. Teori menurut Keynes
menunjukan hubungan antara pengeluaran konsumsi secara riil dan tingkat
penghasilan riil, sehingga adanya inflasi tidak mempengaruhi pengeluaran
konsumsi.
2. Teori Konsumsi Keynes
Dalam teorinya Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi
marginal (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam
setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan
mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes
untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan
16
fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh
pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan
konsumsi.
Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan,
yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to
consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah
kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang
lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.
Ketiga, keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan
konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting.
Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya
sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat
bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder
dan relatif tidak penting. Berdasarkan tiga dugaan ini, fungsi konsumsi keynes
sering ditulis sebagai berikut (N.G Mankiw, 2003: 425-426) :
C = C + cY, C > 0, 0 < c < 1
(2.2)
Keterangan :
C = konsumsi
Y = pendapatan disposebel
C = konstanta
c = kecenderungan mengkonsumsi marginal
Secara singkat di bawah ini beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi
Keynes :
17
a. Variabel nyata adalah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan
hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi
yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan.
b. Pendapatan yang terjadi disebutkan bahwa pendapatan nasional yang
menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan
nasional yang terjadi atau current national income.
c. Pendapatan absolut disebutkan bahwa fungsi konsumsi Keynes variabel
pendapatan nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai pendapatan
nasional absolut yang dapat dilawankan dengan pendapatan relatif,
pendapatan permanen dan sebagainya.
d. Bentuk fungsi konsumsi menggunakan fungsi konsumsi dengan bentuk
garis lurus. Keynes berpendapat bahwa fungsi konsumsi berbentuk
lengkung (Soediyono Reksoprayitno, 2000: 126).
B. Investasi
Investasi
didefinisikan
sebagai
pengeluaran-pengeluaran
untuk
membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan
untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam
perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di
masa depan (Sadono Sukirno, 2000). Dengan kata lain dalam teori ekonomi,
investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas
memproduksi sesuatu dalam perekonomian.
18
Dornbusch & Fischer berpendapat bahwa investasi adalah permintaan
barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau
pendapatan di masa mendatang.
Menurut Sadono Sukirno (2000) kegiatan investasi memungkinkan
suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan
kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf
kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari
kegiatan investasi, yakni:

investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat,
sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat,
pendapatan nasional serta kesempatan kerja;

pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah
kapasitas produksi;

investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi.
1. Jenis-Jenis Investasi
a. Autonomous Investment (Investasi Autonom)
Investasi autonom adalah investasi yang besar kecilnya tidak
dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Artinya tinggi rendahnya pendapatan
nasional nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan.
Investasi ini dilakukan oleh pemerintah (Public Investment), karena
disamping biayanya yang sangat besar, investasi ini juga tidak memberikan
keuntungan, maka swasta tidak dapat melakukan investasi jenis ini karena
19
tidak memberikan keuntungan langsung. Contohnya investasi bendungan
saluran irigasi akan dapat meningkatkan produksi hasil pertanian tetapi tidak
memberikan
keuntungan
langsung
kepada
pemerintah.
Selain
itu,
pembukaan dan pembangunan prasarana jalan juga merupakan investasi
otonom. Dengan dibukanya prasarana jalan akan dapat meningkatkan
aktifitas perekonomian daerah yang tadinya terisolir.
b. Induced Investment (Investasi Dorongan)
Investasi dorongan adalah investasi yang besar kecilnya sangat
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan baik itu pendapatan daerah ataupun
pendapatan pusat atau nasional. Investasi ini diadakan akibat adanya
pertambahan permintaan, dimana pertambahan permintaan tersebut sebagai
akibat dari pertambahan pendapatan.
Jelasnya apabila pendapatan bertambah maka permintaan akan
digunakan untuk tambahan konsumsi sedangkan pertambahan konsumsi
pada dasarnya adalah tambahan permintaan dan jika ada tambahan
permintaan maka akan mendorong berdirinya pabrik baru atau memperluas
pabrik lama untuk dapat memenuhi tambahan permintaan tersebut.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi
a. Tingkat Bunga
Tingkat bunga sangat berperan dalam menentukan tingkat ivestasi
yang terjadi dalam suatu negara. Apabila tingkat bunga rendah maka
tingkat investasi yang terjadi akan tinggi karena kredit dari bank masih
20
menguntungkan untuk mengadakan investasi. Sebaliknya jika tingkat
bunga tinggi, maka investasi kredit bank rendah.
Ada dua istilah yang dapat digunakan untuk melihat tingkat suku
bunga dari investasi yaitu:
1. Marginal Efficiency of Investment (MEI), yang menggambarkan
hubungan antara tingkat suku bunga dengan investasi yang dilakukan
oleh para pengusaha dalam suatu jangka waktu tertentu.
2. Marginal Efficiency of Capital (MEC),
yang menggambarkan
hubungan antara tingkat suku bunga dengan penanaman modal yang
seharusnya dilakukan untuk usaha-usaha yang tingkat pengembalian
modalnya (rate of return) lebih besar dari pada tingkat suku bunga
yang menguntungkan.
Keynes mengatakan masalah investasi baik ditinjau dari penentuan
jumlahnya maupun kesempatan untuk mengadakan investasi itu sendiri,
didasarkan pada konsep Marginal Efficiency of Capital (MEC). MEC
merupakan tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi yang
dilakukan (return of investment).
b. Peningkatan Aktivitas Perekonomian
Harapan adanya peningkatan perekonomian di masa mendatang,
merupakan salah satu faktor penentu untuk mengadakan investasi atau
tidak. Kalau ada perkiraan akan terjadi peningkatan perekonomian di masa
yang akan datang, walaupun tingkat bunga lebih besar dari tingkat MEC
(sebagai penentu investasi), investasi mungkin akan tetap dilakukan oleh
21
investor yang instingnya tajam melihat peluang meraih keuntungan yang
lebih besar di masa yang akan datang.
c. Kestabilan Politik
Kestabilan politik suatu negara merupakan suatu pertimbangan
yang sangat penting untuk menandakan investasi. Karena dengan stabilnya
politik negara yang bersangkutan terutama penanaman modal dari luar
negeri (Penanaman Modal Asing) tidak akan ada resiko perusahaannya
dinasionalisasikan oleh negara bersangkutan (ini dapat terjadi bila ada
pergantian rezim yang memerintah negara tersebut).
d. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi akan meningkatkan efisiensi produksi dan
mengurangi biaya produksi. Dengan demikian kemajuan teknologi yang
berlaku di berbagai kegiatan ekonomi akan mendorong lebih banyak
investasi. Semakin besar biaya yang diperlukan untuk melakukan
perombakan dalam teknologi yang digunakan semakin banyak investasi
yang dilakukan.
C. Kredit Perbankan
Menurut Bank Indonesia kredit perbankan merupakan tagihan
perbankan pada sektor swasta domestik karena pemberian pinjaman
kepadanya. Rasio penyaluran kredit ini merupakan ukuran dari aktifitas sektor
keuangan yang sangat penting, yaitu dalam hal penyaluran dana dari
masyarakat yang kelebihan dana kepada pihak investor yang kekurangan dana.
22
Pengertian kredit perbankan adalah kredit yang diberikan oleh bank
pemerintah ataupun bank swasta kepada dunia usaha untuk membiayai
sebagian kebutuhan pembiayaan dan atau kredit dari bank kepada individu
atau perorangan untuk membiayai pembelian barang-barang konsumsi tahan
lama secara langsung .
1. Tujuan dan Fungsi Kredit Perbankan
Tujuan kredit mencakup scope yang luas, ada dua fungsi pokok
yang saling berkaitan dengan kredit adalah: (Sinungan, 2000).
a. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa
keuntungan yang diteguk dari pemungutan bunga.
b. Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus
benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti.
Tujuan kredit berarti tidak lepas dari falsafah yang dianut oleh
suatu negara karena pada dasarnya tujuan kredit didasarkan kepada usaha
untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yang
dianut, seperti pada negara-negara liberal di mana dengan pengorbanan
yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Pemberian kredit yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan
maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada
nasabahnya dalam bentuk kredit apabila nasabah yang akan menerima
kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya
itu. Dari faktor kemauan dan kemampuan tersebut, maka tersimpul suatu
unsur keamanan dan unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit.
23
Kehidupan perekonomian yang modern, bank memegang peranan
sangat penting. Oleh karena itu, organisasi-organisasi bank selalu diikut
sertakan dalam menentukan kebijaksanaan di bidang moneter, pengawasan
devisa, dan lain-lain. Hal ini antara lain disebabkan usaha pokok bank
adalah memberikan kredit, dan kredit yang diberikan oleh bank merupakan
pengaruh yang sangat luas dalam segala bidang kehidupan, khususnya di
bidang ekonomi.
Tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank khususnya bank
pemerintah yang mengemban tugas sebagai Agen of Development adalah
sebagai berikut (Thomas Suyatno, 1990: 12) :
1.
Turut mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan.
2.
Meningkatkan
aktivitas
perusahaan
agar
dapat
menjalankan
fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
3.
Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan
dapat memperluas usahanya
Fungsi kredit perbankan dalam pengembangan perekonomian
antara lain :
a. Meningkatkan daya guna uang.
b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
c. Meningkatkan daya guna dan peredaran uang.
d. Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.
e. Meningkatkan kegairahan usaha.
24
f. Meningkatkan pemerataan pendapatan.
g. Meningkatkan hubungan internasional dengan negara maju,
mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi.
Sedangkan
fungsi
kredit
perbankan
dalam
kehidupan
perekonomian dan perdagangan antara lain sebagai berikut.
a. Meningkatkan daya guna dari modal atau uang Yaitu para pemilik
uang atau modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya
kepada para pengusaha yang memerlukan untuk meningkatkan
produksi atau untuk meningkatkan usahanya selain itu juga dapat
menyimpan uangnya pada lembaga-lembaga keuangan.
b. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari suatu barang. Yaitu
dengan mendapatkan kredit para pengusaha dapat memproses
bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang
tersebut menjadi meningkat.
c. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Yaitu
kredit yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan
pembayaran baru seperti cek, giro bilyet dan wesel maka akan
dapat meningkatkan peredaran uang giral.
2. Jenis-Jenis Kredit
a. Kredit Menurut Jenis Yang Dibiayai
1. Kredit modal kerja
Yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya untuk
memenuhi modal kerjanya. Kriteria dari modal kerja yaitu kebutuhan
25
modal yang habis dalam satu cycle usaha, hal ini kalau dilihat dalam
neraca suatu perusahaan akan berupa uang kas/ bank ditambah dengan
piutang dagang ditambah dengan persediaan baik persediaan barang jadi,
persediaan bahan dalam proses, persediaan bahan baku. Apabila
dibicarakan modal kerja bersih maka perlu dikurangi lagi dengan current
liabilitiesnya.
2. Kredit Investasi
Yaitu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan untuk pembelian
barang-barang modal yaitu tidak habis dalam satu cycle usaha, maksudnya
proses dari pengeluaran uang kas dan kembali menjadi uang kas tersebut
akan memakan jangka waktu yang cukup panjang setelah melalui beberapa
kali perputaran.
Misalnya seorang debitur mendapatkan kredit untuk mendirikan
pabrik, atau barang modal lainnya. Uang kas yang dikeluarkan untuk
membeli barang-barang modal tersebut akan baru dapat terhimpun
kembali setelah melalui proses depresiasi/ deplesi/ amortisasinya sesuai
jangka waktu ekonomisnya (economical useful life) yamg mana dana
depresiasi yang berupa out of pocket cost tersebut dikumpulkan. Jadi ada 2
ciri pokok dari kredit investasi yaitu: barang yang akan dibeli merupakan
barang-barang modal dan jangka waktunya cukup lama.
26
3. Kredit Konsumsi
Bentuk kredit yang diberikan kepada perorangan ini bukan dalam
rangka untuk mendapatkan laba tetapi untuk pemenuhan kebutuhan
konsumsi.
b. Kredit Menurut Sektor Ekonomi
Untuk
kepentingan
perencanaan
pengembangan
kegiatan
perekonomian maka pembagian sektor-sektor ekonomi mempunyai arti
yang sangat penting. Penguasa moneter dan bank sentral mempunyai
kepentingan utama dalam pembagian kredit menurut sektoral, sebagai alat
perencanaan
dan
penegendalian
kebijaksanaan-kebijaksanaan
yang
diambilnya. Secara garis besar pembagian kredit menurut sektor ekonomi:
1. Sektor pertanian, perkebunan, dan sarana pertanian
2. Sektor pertambangan
3. Sektor perindustrian
4. Sektor listrik, gas, dan air
5. Sektor kontruksi
6. Sektor perdagangan, restoran, dan hotel
7. Sektor pengangkatan, pergudangan, dan komunikasi
8. Sektor jasa-jasa dunia usaha
9. Sektor jasa-jasa sosial atau masyarakat
27
D. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi
dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat
(Sadono Sukirno, 2000). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari
perkembangan suatu perekonomian. Dari suatu periode ke periode lainnya
kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan
meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh pertambahan
faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan
menambah barang
modal dan teknologi yang digunakan juga makin
berkembang.
Menurut Arsyad (1999: 11) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai
kenaikan Produk Domestik Bruto/ Pendapatan Nasional Bruto tanpa
memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau
tidak. Pertumbuhan ekonomi diukur dengan pertumbuhan Pendapatan
Domestik Bruto (PDB). Laju pertumbuhan PDB akan memperlihatkan proses
kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Oleh karena itu pemahaman
indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu
tertentu, misalnya tahunan. Aspek tersebut relevan untuk dianalisa sehingga
kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah untuk
mendorong aktivitas perekonomian domestik dapat dinilai efektifitasnya.
28
1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Adam Smith
Adam Smith (1723 – 1790) dalam bukunya An Inquiry into the
Nature and Causes of the Wealth of the Nations (1776) atau secara singkat
sering disebut sebagai Wealth of Nations, bisa dilihat bahwa tema
pokoknya adalah mengenai bagaimana perekonomian (kapitalis) tumbuh.
Dalam buku tersebut Smith, mungkin orang yang pertama yang
mengungkapkan proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang
secara sistematis. Oleh sebab itu, teori Adam Smith sering dianggap
sebagai awal dari pengkajian masalah pertumbuhan secara sistematis
(Boediono, 1985: 7).
Menurut Adam Smith, ada dua aspek utama dari pertumbuhan
ekonomi yaitu pertumbuhan output (GDP) total dan pertumbuhan
penduduk. Dalam pertumbuhan output Adam Smith melihat sistem
produksi suatu negara terdiri dari tiga unsur pokok yaitu :
a. Sumber-sumber alam yang tersedia (atau faktor produksi tanah)
b. Sumber-sumber manusiawi (jumlah penduduk)
c. Stok barang kapital yang ada
Menurut Smith, sumber-sumber alam yang tersedia merupakan
wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat.
Jumlah sumber-sumber alam yang tersedia merupakan batas maksimum
bagi pertumbuhan perekonomian tersebut. Artinya, selama sumber-sumber
ini belum sepenuhnya dimanfaatkan, yang memegang peranan dalam
proses produksi adalah dua unsur produksi yang lain, yaitu jumlah
29
penduduk dan stok kapital yang ada. Dua unsur lain inilah yang
menentukan besarnya output masyarakat dari tahun-ketahun. Tetapi
apabila output terus meningkat, sumber-sumber alam akhirnya akan
sepenuhnya dimanfaatkan (dieksploitasi), dan pada tahap ini sumbersumber alam akan membatasi output. Unsur sumber alam ini akan menjadi
batas atas dari pertumbuhan suatu perekonomian. Pertumbuhan ekonomi
(dalam arti pertumbuhan output dan pertumbuhan penduduk) akan
berhenti apabila batas atas ini dicapai (Boediono, 1985: 8).
Unsur yang kedua adalah sumber-sumber manusiawi atau jumlah
penduduk. Dalam proses pertumbuhan output unsur ini dianggap peranan
yang pasif, dalam arti bahwa jumlah penduduk akan menyesuaikan diri
dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari masyarakat tersebut. Apabila
stok kapital yang tesedia membutuhkan, misalnya, 1 juta orang untuk
menggunakannya, dan apabila jumlah tenaga kerja yang tersedia adalah
900 ribu orang, maka jumlah penduduk akan cenderung meningkat
sehingga tenaga kerja yang tersedia akhirnya menjadi 1 juta orang. Pada
tahap ini, bisa di anggap bahwa berapapun jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan dalam proses produksi akan tersedia lewat proses pertumbuhan
(atau penurunan) penduduk.
Dalam model Smith unsur produksi yang ketiga, yaitu stok kapital,
yang secara aktif menentukan tingkat output. Smith memang memberikan
peranan sentral kepada pertumbuhan stok kapital atau akumulasi kapital
dalam proses pertumbuhan output. Apa yang terjadi dengan tingkat output
30
tergantung pada apa yang terjadi pada stok kapital, dan laju pertumbuhan
output tergantung pada laju pertumbuhan stok kapital (tentu saja sampai
tahap pertumbuhan dimana sumber-sumber alam mulai membatasi)
(Boediono, 1985: 9).
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow – Swan
Robert
Solow
dan
Trevor
Swan
secara
sendiri-sendiri
mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang sekarang sering
disebut dengan nama model pertumbuhan Neo Klasik. Model Solow dan
Swan memusatkan perhatianya pada pertumbuhan penduduk, akumulasi
kapital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses
pertumbuhan ekonomi (Boediono, 1985: 81).
Ada empat anggapan yang melandasi model Neo Klasik
(Boediono, 1985: 83):
1. Tenaga kerja (penduduk), tumbuh dengan laju tertentu.
2. Adanya fungsi produksi yang berlaku bagi setiap periode.
3. Adanya kecenderungan untuk menabung propensity to save oleh
masyarakat yang dinyatakan sebagai proporsi tertentu dari output.
4. Semua tabungan masyarakat di investasikan.
Untuk keseimbangan jangka panjang Solow mengatakan bahwa
posisi long run equilibrium akan tercapai apabila kapital per kapita,
mencapai suatu tingkat yang stabil, artinya tidak lagi berubah nilainya.
Apabila kapital konstan, maka long run equilibrium tercapai. Hai ini
31
merupakan ciri posisi keseimbangan yang pertama. Ciri yang kedua
adalah mengenai laju pertumbuhan output, kapital dan tenaga kerja. Pada
posisi long run equilibrium laju pertumbuhan output bisa disimpulkan
dari ciri bahwa output per kapita adalah konstan dan penduduk tumbuh
sesuai dengan asumsi. Definisi output per kapita adalah output total
tumbuh dengan laju jumlah penduduk per tahun.
Ciri
yang
ketiga
adalah
mengenai
stabilitas
dari
posisi
keseimbangan tersebut. Posisi keseimbangan model Solow-Swan
bersifat stabil, dalam arti bahwa apabila kebetulan perekonomian tidak
pada posisi keseimbangan, maka akan ada kekuatan-kekuatan yang
cenderung membawa kembali perekonomian tersebut pada posisi
keseimbangan jangka panjang.
Ciri yang keempat menyangkut tingkat konsumsi dan tingkat
tabungan (investasi). Tingkat tabungan (investasi) per kapita pada posisi
keseimbangan adalah konstan. Apa yang tidak ditabung maka akan
dikonsumsikan, sehingga konsumsi per kapita juga konstan pada posisi
equilibrium.
Ciri yang kelima berkaitan dengan imbalan yang diterima oleh
masing-masing faktor produksi atau aspek distribusi pendapatan. Karena
hanya ada dua macam faktor produksi (kapital dan tenaga kerja), maka
output total akan habis terbagi antara para pemilik kapital dan pemilik
faktor produksi tenaga kerja (Boediono, 1985: 88-93).
32
3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar
Teori Harrod-Domar dikembangkan secara terpisah dalam periode
yang bersamaan
(1939,1948).
oleh
Keduanya
E.S.Domar (1947,1948) dan R.F.Harrod
melihat
pentingnya
investasi
terhadap
pertumbuhan ekonomi, sebab investasi akan meningkatkan stok barang
modal, yang memungkinkan peningkatan ouput. Sumber dana domestik
untuk keperluan investasi berasal dari bagian produksi (pendapatan
nasional) yang ditabung.
Teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh Harrod-Domar
merupakan perluasan dari analisa Keynes mengenai kegiatan ekonomi
nasional. Teori Harrod-Domar pada hakekatnya berusaha untuk
menunjukkan syarat yang diperlukan agar pertumbuhan yang mantap
atau steady growth yang dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan yang
akan selalu menciptakan penggunaan sepenuhnya alat-alat modal yang
akan selalu berlaku dalam perekonomian.
Teori Harrod-Domar memperhatikan dua aspek dari pembentukan
modal dalam kegiatan ekonomi yaitu: mempertinggi pengeluaran
masyarakat dan mempertinggi jumlah alat-alat modal dalam masyarakat.
Dalam teori Harrod-Dommar pembentukan modal dipandang sebagai
pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian
untuk menghasilkan barang-barang maupun sebagai pengeluaran yang
akan menambah permintaan efektif seluruh masyarakat. Teori HarrodDomar menganggap pula bahwa pertambahan dalam kesanggupan
33
memproduksi ini tidak secara sendirinya akan menciptakan pertambahan
produksi dan kenaikan pendapatan nasional.
Harrod-Domar menyatakan bahwa pertambahan produksi dan
pendapatan nasional bukan ditentukan oleh pertambahan dalam kapasitas
memproduksi masyarakat, tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat.
Dengan
demikian,
dengan
kapasitas
memproduksi
bertambah,
pendapatan nasional baru akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi
tercipta. Analisa Harrod-Domar bertujuan untuk menunjukkan syarat
yang
diperlukan
supaya
dalam
jangka
panjang
kemampuan
memproduksi yang bertambah dari masa ke masa (yang diakibatkan oleh
pembentukan modal pada masa sebelumnya) akan selalu sepenuhnya
digunakan (Boediono, 1985: 68).
E. Keterkaitan Antar Variabel
1. Peranan Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan
fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi
seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Perkembangan
konsumsi masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Seiring pertambahan penduduk, konsumsi dari tahun ke tahun
penduduk Indonesia selalu meningkat, kebutuhan masyarakat atas barang
dan jasa juga menunjukkan peningkatan. Pengeluaran konsumsi rumah
tangga memiliki porsi terbesar dalam total pengeluaran agregat. Misalnya
34
porsi pengeluaran rumah tangga di Indonesia pada tahun 1996 sebelum
krisis ekonomi mencapai sekitar 60% dari pengeluaran agregat. Sedangkan
pengeluaran pemerintah umumnya berkisar antara 10% sampai 20%
pengeluaran agregat. Mengingat porsinya yang besar tersebut, maka
konsumsi rumah tangga mempunyai pengaruh yang besar pula terhadap
stabilitas perekonomian.
2. Peranan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Investasi merupakan salah satu faktor yang krusial bagi
kelangsungan proses pembangunan atau pertumbuhan ekonomi jangka
panjang. Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi di
semua sektor ekonomi. Untuk keperluan tersebut maka dibangun pabrikpabrik, perkantoran, alat-alat produksi dan infrastruktur yang dibiayai
melalui investasi baik berasal dari pemerintah maupun swasta.
Korelasi antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi diuraikan
di dalam model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Teori Harord
Domar mengemukakan model pertumbuhan ekonomi yang merupakan
pengembangan dari teori Keynes. Teori tersebut menitikberatkan pada
peranan tabungan dan investasi yang sangat menentukan dalam
pertumbuhan ekonomi (Lincolin Arsyad, 1999). Beberapa asumsi yang
digunakan dalam teori ini adalah bahwa :
a. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan
barang-barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh.
35
b. Dalam perekonomian terdiri dari dua sektor, yaitu sektor rumah tangga
dan perusahaan, berarti sektor pemerintah dan perdagangan luar negeri
tidak ada.
c. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya
pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original
(nol).
d. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS)
besarnya tetap, demikian juga rasio antara modal dan output (Capital
Output Ratio) dan ratio penambahan modal-output (Incremental
Capital Output Ratio).
Selanjutnya dikatakan bahwa kegiatan investasi memungkinkan
suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan
kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan kemakmuran
masyarakat (Sadono Sukirno, 2000).
3. Peranan Kredit Perbankan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Bank adalah lembaga keuangan (financial institution) yang
berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara
pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dan pihak yang kekurangan dana
(deficit unit). Melalui bank kelebihan dana tersebut dapat disalurkan
kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat bagi
kedua belah pihak. Bank menerima simpanan uang dari masyarakat (Dana
Pihak Ketiga) dan kemudian menyalurkannya kembali dalam bentuk
kredit.
36
Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada
perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Ketika
sektor perbankan terpuruk perekonomian nasional juga ikut terpuruk.
Demikian pula sebaliknya, ketika perekonomian mengalami stagnasi
sektor perbankan juga terkena imbasnya dimana fungsi intermediasi tidak
berjalan normal (Kiryanto, 2007: 2).
Menurut Halim Alamsyah, dkk (2005: 2) di negara - negara seperti
Indonesia peranan bank cenderung lebih penting dalam pembangunan,
karena bukan hanya sebagai sumber pembiayaan tetapi juga mampu
mempengaruhi siklus usaha dalam perekonomian secara keseluruhan. Hal
ini dikarenakan bank lebih superior dibandingkan dengan lembaga
keuangan lainnya dalam menghadapi informasi yang asimetris dan
mahalnya biaya dalam melakukan fungsi intermediasi. Secara alami bank
mampu melakukan kesepakatan dengan berbagai tipe peminjam.
Bank Umum (Commercial Bank) memiliki peranan yang sangat
penting dalam menggerakkan roda perekonomian nasional, karena lebih
dari 95% Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional yang meliputi
Bank Umum (Commercial Bank), Bank Syariah (Sharia Bank), dan Bank
Perkreditan Rakyat (Rural Bank) berada di Bank Umum. DPK ini yang
selanjutnya digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
penyaluran kredit.
Penyaluran kredit memungkinkan masyarakat untuk melakukan
investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua
37
kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi selalu berkaitan dengan
penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi
ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.
Melalui fungsi ini bank berperan sebagai Agent of Development (Susilo,
Triandaru, dan Santoso, 2006: 3).
F. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Nwabueze Joy Chioma (2009) ini
bertujuan menganalisis fundamental ekonomi hubungan antara produk
domestik bruto dengan pengeluaran
konsumsi perseorangan dengan
menggunakan data time series dari tahun 1994-2007 dan metode regresi
sederhana. Hasil penelitian menunjukan hubungan yang tidak signifikan
antara GDP dengan pengeluaran konsumsi perseorangan hal ini
ditunjukan dengan koefisien signifikansi sebesar 0.0514 yang artinya
koefisien slope GDB tidak signifikan terhadap pengeluaran konsumsi
perseorangan. Nilai koefisien determinasi hanya sebesar 0.035%, artinya
GDP hanya mampu menjelaskan sebesar 35% terhadap pengeluaran
konsumsi perseorangan di Nigeria.
Penelitian
yang
dilakukan
Huan
Chen
(2009)
dengan
menggunakan model analisis simultan multi equations dengan variabel,
konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah, ekspor, impor dan
pertumbuhan ekonomi di China dengan data time series dari tahun 19782007. Sebelum peran ekspor meningkat di Negara China, konsumsi,
38
investasi, dan pengeluaran pemerintah memainkan peran yang signifikan
pada pertumbuhan ekonomi China.
Namun hasil penelitian ini
menunjukan bahwa investasi mempunyai efek negatif pada pertumbuhan
ekonomi yang artinya tidak sesuai dengan teori ekonomi. Namun hasil
lain menunjukan bahwa saat ini ekspor memainkan peran penting dalam
pertumbuhan ekonomi China sehingga bisa mengurangi efek negatif dari
impor.
Penelitian yang dilakukan oleh Danu Winoto (2009) ini bertujuan
menganalisis hubungan antara penanaman modal asing (PMA),
penanaman modal dalam negeri (PMDN), ekspor total dan kredit
perbankan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Penelitian ini
menggunakan data time series dari tahun 1970-2008 dan menggunakan
metode Error Correction Model (ECM).
Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai R2 adalah
sebesar 0,795251 yang berarti 79,5251 persen faktor jangka pendek dan
jangka panjang tingkat PMA, PMDN, ekspor total dan kredit perbankan
dapat
menjelaskan
variasi
pembentukan
pertumbuhan
ekonomi
sedangkan sisanya 20,4749 persen dipengaruhi oleh faktor lain di luar
model.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam jangka pendek
keseluruhan variabel yaitu penanaman modal asing (PMA), penanaman
modal dalam negeri (PMDN), ekspor total, dan kredit perbankan
signifikan pada α 5%. Sedangkan dalam jangka panjang hanya variabel
39
ekspor total dan kredit perbankan yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Koefisien ECT menunjukkan angka 0,995970 berarti bahwa
proporsi pembentukan pertumbuhan ekonomi (GPDB) pada periode
sebelumnya yang disesuaikan pada periode sekarang adalah sekitar
0,995970 persen.
Kemudian Penelitian yang dilakukan oleh Brilliant Vanda Kusuma
(2008) ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi masyarakat di indonesia. Variabel yang diteliti adalah
pendapatan nasional, inflasi, suku bunga deposito dan jumlah uang
beredar. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 19882005 dan menggunakan metode Error Correction Model (ECM).
Dari hasil regresi model dinamis ECM diketahui bahwa nilai R2
sebesar 0,699825 ini menunjukkan bahwa 69,98 persen variasi variabel
dependen yang menunjukkan aktifitas konsumsi masyarakat dapat
dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen dalam jangka
pendek, sedangkan dalam jangka panjang variasi variabel-variabel
independen seperti pendapatan nasional, inflasi, suku bunga deposito
dan jumlah uang beredar dapat menjelaskan variabel dependen
pengeluaran konsumsi sebesar 0,984057 atau 98,40 persen. Besarnya
koefisien ECT sebesar -0.621825 dengan signifikan pada tingkat 10%
sebesar 0.0708. Perbedaan antara nilai aktual pengeluaran konsumsi
dengan nilai keseimbangan sebesar -0.621825 akan disesuaikan dalam
waktu satu tahun.
40
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam jangka pendek hanya
variabel pendapatan nasional yang signifikan pada α 10%. Sedangkan
dalam jangka panjang hanya variabel pendapatan nasional dan jumlah
uang beredar yang berpengaruh signifikan terhadap konsumsi di
Indonesia Sedangkan variabel inflasi dan suku bunga deposito dalam
jangka pendek maupun jangka panjang tidak signifikan terhadap
pengeluaran konsumsi.
Penelitian oleh Inggrid (2006) menginvestigasi keterkaitan antara
aktivitas ekonomi dengan perkembangan sektor keuangan. Penelitian
ini menggunakan data time series selama kurun waktu 1992:2-2004:4.
Variabel dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Bruto atas harga
konstan 2000, variabel kredit perbankan kepada sektor swasta, variabel
spread (perbedaan antara suku
bunga pinjaman dan
suku bunga
simpanan) sedangkan variabel kontrol terhadap sektor keuangan terdiri
atas kurs riil yang diperoleh dari kurs nominal (unit mata uang domestik
per unit mata uang asing) dan Indeks Harga Konsumen (domestik dan
luar negeri) serta variabel kebijakan moneter suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI).
Dalam dua dekade terakhir,
telah terjadi perubahan secara
substansial terhadap sektor keuangan di Indonesia. Serangkaian
deregulasi sektor keuangan membawa dampak secara luar biasa, untuk
kondisi makroekonomi, terutama pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan
standar internasional, struktur keuangan Indonesia didominasi
oleh
41
sektor perbankan yang underdeveloped. Hasil
kausalitas Granger
menunjukkan bi-directional causality antara pertumbuhan ekonomi dan
volume kredit. Namun, dibuktikan terdapat kausalitas satu arah (oneway causality) antara spread dan output. Analisa ekonometri dengan
VECM
mendukung hipotesis signifikansi peranan sektor keuangan
sebagai engine pertumbuhan ekonomi, melalui kenaikan ketersediaan
kredit, baik dari segi volume maupun harga.
Penelitian yang dilakukan Billy Arma Pratama (2010) ini
dilatarbelakangi oleh adanya fenomena belum optimalnya penyaluran
kredit perbankan. Hal ini ditunjukkan dengan Loan to Deposit Ratio
(LDR) yang masih berada dibawah harapan Bank Indonesia. Oleh karena
itu perlu dilakukan pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi
kebijakan penyaluran kredit perbankan, yang meliputi Dana Pihak
Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan
(NPL), dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Penelitian ini
menggunakan Bank Umum secara keseluruhan sebagai satu unit obyek
penelitian, dengan periode penelitian dari tahun 2005-2009 (secara
bulanan). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda,
sementara uji hipotesis menggunakan uji-t untuk menguji pengaruh
variabel secara parsial serta uji-F untuk menguji pengaruh variabel
secara serempak. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa
Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penyaluran kredit perbankan. Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non
42
Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
penyaluran kredit perbankan. Sementara suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
penyaluran kredit perbankan. Untuk meningkatkan penyaluran kredit
Bank Umum harus melakukan penghimpunan dana secara optimal,
mengoptimalkan kegunaan sumber daya finansial (modal) yang dimiliki,
dan memiliki manajemen perkreditan yang baik agar NPL tetap berada
dalam tingkat yang rendah dan dalam batas yang disyaratkan oleh Bank
Indonesia.
43
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Sebelumnya
No
Peneliti
Judul Penelitian
Vaiabel
1
Nwabueze
Causal Relationship between  GDP
Joy Chioma Gross Domestic Product and  Personal
(2009)
Personal
Consumption Consumption
Expenditure of Nigeria
Expenditure
2
Huan Chen The
Analysis
of
(2009)
Simultaneous
MultiEquations Model on the
Relationship between Trade
and Economic Growth in
China
3
Danu Winoto Analisis Penanaman Modal
(2009)
Asing (PMA), Penanaman
Modal
Dalam
Negeri
(PMDN), Ekspor Total dan
Kredit Perbankan terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi
Indonesia.
 GDP
 Konsumsi
 Investasi
 Pengeluaran
pemerintah
 Ekspor-Impor
 PDB
 PMA
 PMDN
 ekspor total
 kredit
perbankan
Metode
Penelitian
OLS
Model
analisis
simultan
multi
equations
ECM
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukan hubungan yang tidak
signifikan antara GDP dengan pengeluaran konsumsi
perseorangan, ditunjukan dengan koefisien signifikansi
sebesar 0.0514 yang artinya koefisien slope GDB tidak
signifikan terhadap pengeluaran konsumsi perseorangan.
Nilai koefisien determinasi hanya sebesar 0.035%,
artinya GDP hanya mampu menjelaskan sebesar 35%
terhadap pengeluaran konsumsi perseorangan di Nigeria.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa investasi
mempunyai efek negatif pada pertumbuhan ekonomi
yang artinya tidak sesuai dengan teori ekonomi. Namun
hasil lain menunjukan bahwa saat ini ekspor memainkan
peran penting dalam pertumbuhan ekonomi China
sehingga bisa mengurangi efek negatif dari impor.
Hasil penelitian dalam jangka pendek keseluruhan
variabel yaitu PMA, PMDN, ekspor total, dan kredit
perbankan signifikan pada α 5%. Sedangkan dalam
jangka panjang hanya variabel ekspor total dan kredit
perbankan yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Koefisien ECT menunjukkan angka 0,995970
berarti bahwa proporsi pembentukan pertumbuhan
ekonomi (GPDB) pada periode sebelumnya yang
disesuaikan pada periode sekarang adalah sekitar
44
4
5
6
Analisis Faktor-Faktor Yang  Konsumsi
ECM
Mempengaruhi
Konsumsi  pendapatan
Masyarakat Di Indonesia
nasional
 inflasi
 suku
bunga
deposito
 jumlah uang
beredar
Inggrid
Sektor
Keuangan
dan  PDB
VECM
(2006)
Pertumbuhan Ekonomi di  Kredit
Indonesia:
Pendekatan
perbankan
Kausalitas
dalam  Variabel
Multivariate Vector Error
spread
Correction Model (VECM)
Billy Arma Analisis Faktor-Faktor yang  Dana
Pihak OLS
Pratama
Mempengaruhi
Kebijakan
Ketiga (DPK)
(2010)
Penyaluran Kredit Perbankan  Capital
(Studi pada Bank Umum di
Adequacy
Indonesia Periode Tahun
Ratio (CAR)
2005-2009)
 Non
Performing
Loan (NPL)
 suku
bunga
SBI
Brilliant
Vanda
Kusuma
(2008)
0,995970 persen.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam jangka pendek
hanya variabel pendapatan nasional yang signifikan pada
α 10%. Sedangkan dalam jangka panjang hanya variabel
pendapatan nasional dan jumlah uang beredar yang
berpengaruh signifikan terhadap konsumsi di Indonesia,
variabel inflasi dan suku bunga deposito dalam jangka
pendek maupun jangka panjang tidak signifikan terhadap
pengeluaran konsumsi.
Hasil kausalitas Granger menunjukkan bi-directional
causality antara pertumbuhan ekonomi dan volume
kredit. Analisa ekonometri dengan VECM mendukung
hipotesis signifikansi peranan sektor keuangan sebagai
engine pertumbuhan ekonomi, melalui kenaikan
ketersediaan kredit, baik dari segi volume maupun harga.
Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Capital
Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Loan (NPL)
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran
kredit perbankan, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
penyaluran kredit perbankan. Untuk meningkatkan
penyaluran kredit Bank Umum harus melakukan
penghimpunan dana secara optimal, mengoptimalkan
kegunaan sumber daya finansial (modal) yang dimiliki,
dan memiliki manajemen perkreditan yang baik agar
NPL tetap berada dalam tingkat yang rendah dan dalam
batas yang disyaratkan oleh Bank Indonesia.
45
G. Kerangka Pemikiran
Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang
kebutuhan lainnya digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang
yang di produksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya dinamakan barang konsumsi. Kegiatan produksi ada karena ada
yang mengkonsumsi, kegiatan konsumsi ada karena ada yang memproduksi,
dan kegiatan produksi muncul karena ada gap atau jarak antara konsumsi dan
produksi.
Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki keterbatasan dana
untuk mencukupi upaya pembangunan ekonominya. Melihat kondisi
Indonesia yang sedemikian rupa, maka peningkatan modal sangat berperan
penting untuk meningkatkan perekonomian. Oleh karena itu pemerintah dan
swasta berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penghimpunan
dana yang diarahkan pada kegiatan ekonomi produktif yaitu dengan
menggenjot investasi, baik modal domestik maupun modal asing. Berdasarkan
hal tersebut, suatu negara dengan sistem ekonomi terbuka seperti Indonesia
sudah pasti menjadi ajang gabungan investasi domestik dan asing.
Potensi Indonesia bagi investasi adalah sangat besar, baik dilihat dari
sisi penawaran maupun sisi permintaan. Dari sisi penawaran harus dibedakan
antara potensi jangka pendek dan potensi jangka panjang. Potensi jangka
pendek yang masih dapat diandalkan oleh Indonesia tentunya adalah masih
tersedianya banyak sumber daya alam, termasuk komoditas-komoditas
pertambangan dan pertanian. Sedangkan potensi jangka panjang adalah
46
pengembangan teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak mampu mengembangkan
teknologi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, namun hal ini
sangat tergantung pada kemauan dari negara tersebut untuk melakukannya.
Berdasarkan teori pertumbuhan klasik yang menyatakan bahwa
tingginya tabungan mendorong terjadinya peningkatan investasi. Peningkatan
peran sektor perbankan dalam penghimpunan dana yang berasal dari
masyarakat akan mendorong semakin meningkatnya investasi dengan ditandai
semakin meningkatnya kredit yang disalurkan oleh sektor perbankan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan produktif, akhirnya akan berpengaruh secara
positif terhadap pertumbuhan suatu perekonomian.
Untuk mengetahui pengaruh variabel konsumsi, investasi, dan kredit
perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi, digunakan metode teknik analisis
ECM (Error Correction Model). Penggunaan metode ECM ini karena
Pemilihan terhadap ECM didasarkan pada pertimbangan bahwa data yang
dianalisis adalah deret waktu (time series). Alat analisis ini menjadi lebih
relevan jika variabel (data) yang digunakan sebagai penentu variabel
dependen kebanyakan bersifat tidak stasioner, sebab salah satu persyaratan
penting untuk mengaplikasi model regresi adalah dipenuhinya asumsi atau
sifat data yang stasioner dari variabel pembentuk persamaan regresi.
47
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berpikir
Konsumsi
Investasi
Kredit Perbankan
Pertumbuhan Ekonomi



Uji Asumsi Klasik
Uji Stasioneritas
Uji Kointegrasi
Analisis Error Correction Model (ECM)
Hasil Penelitian dan
Pembahasan
Kesimpulan dan Implikasi
H. Hipotesis
Untuk melakukan analisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi Indonesia diajukan hipotesis sebagai berikut:
Diduga terdapat pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel
konsumsi, investasi dan kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia periode 1980-2010.
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Melihat luasnya pembahasan mengenai pertumbuhan ekonomi di
Indonesia, dalam penelitian ini penulis memfokuskan variabel dependennya
adalah pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan data PDB. Sedangkan
variabel independennya adalah konsumsi, investasi dan kredit perbankan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan data runtut
waktu (time series) dengan periode penelitian tahun 1980-2010. Data yang
digunakan adalah data tahunan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS).
B. Metode Penentuan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive
sample yaitu cara pengambilan sampel didasarkan atas tujuan tertentu. Sampel
dalam penelitian ini adalah konsumsi, investasi, kredit perbankan dan PDB
atas dasar harga konstan periode tahun 1980 sampai dengan tahun 2010.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kepustakaan
(library research) untuk mendapat data sekunder. Penelitian kepustakaan
meliputi kegiatan pencarian, pengumpulan dan pengkajian data dari sumber
49
49
relevan dan dapat mendukung dalam penulisan skripsi ini seperti literatur
beberapa buku, artikel, jurnal ekonomi, dan bahan lain seperti surat kabar,
internet, dan media massa lain yang mempunyai relevansi dengan
permasalahan yang dibahas khususnya berkaitan dengan penelitian skripsi ini
dan mempelajari dokumen, laporan dan informasi lainnya yang berkaitan
dengan penulisan skripsi ini.
D. Metode Analisis
1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
klasik untuk melihat apakah data terbebas dari masalah multikolinieritas,
heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan
untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang
minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model
regresi tidak mengandung masalah. Untuk itu perlu dibuktikan lebih lanjut
apakah model regresi yang digunakan sudah memenuhi asumsi tersebut.
a. Uji Normalitas
Uji
ini
bertujuan
untuk
menguji
apakah
variabel
pengganggu memiliki distribusi normal atau tidak. Uji normalitas
yang digunakan pada penelitian ini menggunakan uji Jarque-Bera
atau J-B test dengan membandingkan nilai J-B hitung yang
diperoleh dari perangkat lunak Eviews 6.0 dengan nilai X2 tabel.
Apabila nilai J-B hitung > nilai X2
tabel maka residual tidak
50
berdistribusi normal. Sebaliknya bila nilai J-B hitung < nilai X2
tabel maka residual berdistribusi normal. Atau jika probabilitas <
0,05 maka data yang digunakan tidak berdistribusi normal dan
sebaliknya bila probablitas > 0,05 maka data yang digunakan
berdistribusi normal (Wing Wahyu Winarno, 2007: 5.37).
b. Multikolinearitas
Multikolinieritas adalah situasi di mana terdapat korelasi
variabel-variabel bebas diantara satu dengan lainnya. Hubungan
linier antara variabel independen dapat terjadi dalam bentuk
hubungan linier yang sempurna dan hubungan linier yang kurang
sempurna (Nachrowi D. Nachrowi dan Hardius Usman, 2006).
Salah satu cara mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas
adalah dengan uji korelasi. Pada uji korelasi, kita menguji
multikolinieritas hanya dengan melihat hubungan secara individual
antara satu variabel independen dengan satu variabel independen
yang lain. Tetapi multikolinieritas bisa juga muncul karena satu
atau lebih variabel independen merupakan kombinasi linier dengan
variabel independen lain.
Dalam penelitian ini penulis akan melihat multikolienieritas
dengan menguji koefisien korelasi (r) antar variabel independen.
Sebagai aturan main (rule of thumb), jika koefisien korelasi cukup
tinggi katakanlah diatas 0,8 maka diduga ada multikolinieritas
51
dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relatif rendah
maka diduga model tidak mengandung multikolinieritas (Agus
Widarjono, 2005).
c. Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi penting OLS adalah varian dari residual
adalah konstan. Namun dalam kenyataannya seringkali varian
residual
adalah
tidak
konstan
atau
disebut
dengan
heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas biasanya terdapat pada data
cross section. Sementara itu data time series jarang mengandung
unsur heteroskedastisitas, dikarenakan ketika menganalisis perilaku
data yang sama dari waktu ke waktu fluktuasinya akan relatif lebih
stabil (Agus Widarjono, 2005). Untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas, maka bisa menggunakan uji White, yang pada
prinsipnya meregres residual yang dikuadratkan dengan variabel
bebas
pada
model.
Di
mana
keputusan
ada
tidaknya
heteroskedastisitas berdasarkan besar kecilnya Obs* R square.
Ho : tidak ada heteroskedastisitas
Ha : ada heteroskedastisitas
Kriteria Uji White adalah jika:
Obs* R square > χ2 tabel, tidak signifikan, Ho ditolak
Obs* R square < χ2 tabel, signifikan, Ho diterima
52
Dengan tingkat signifikan (α) sebesar 5% bisa juga dengan
menggunakan probabilitas Probabilitas Chi-Square, maka :
Prob Chi-Square < 0,05, tidak signifikan, Ho ditolak
Prob Chi-Square > 0,05, signifikan, Ho diterima
d. Autokorelasi
Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara
anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan
waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode OLS, autokorelasi
merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang
lainnya. Sedangkan salah satu asumsi penting metode OLS
berkaitan dengan residual adalah tidak adanya hubungan antara
residual satu dengan residual yang lain (Agus Widarjono, 2005).
Dalam
penelitian
ini
untuk
melihat
ada
tidaknya
autokorelasi digunakan uji autokorelasi yang dikembangkan oleh
Bruesch dan Godfrey yang lebih umum dan dikenal dangan uji
Lagrange Multiplier (LM-test).
Ho : tidak ada autokorelasi
Ha : ada autokorelasi
Dengan
tingkat
signifikan
(α)
sebesar
5%
dan
menggunakan distribusi Chi-Square, maka :
Jika Prob Chi-Square < 0,05, tidak signifikan, Ho ditolak
Jika Prob Chi-Square < 0,05, signifikan, Ho diterima
53
2. Uji Stasioneritas
Proses yang bersifat random atau stokastik merupakan kumpulan
dari variabel random dalam urutan waktu. Setiap data time series yang kita
punyai merupakan suatu data dari hasil proses stokastik. Suatu data hasil
proses random dikatakan stasioner jika memenuhi kriteria, yaitu: jika ratarata dan varian konstan sepanjang waktu dan kovarian antara dua data
runtun waktu hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu
tertentu (Agus Widarjono, 2005). Salah satu persyaratan penting untuk
mengaplikasikan model seri waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang
normal atau stabil (stasioner) dari variabel-variabel pembentuk persamaan
regresi. Karena penggunaan data dalam penelitian ini dimungkinkan
adanya data yang tidak stasioner, maka dalam penelitian ini perlu
digunakan beberapa uji stasioner. Dalam melakukan uji stasioneritas,
penulis akan melakukan proses analisis yang terdiri dari :
a. Uji Akar-Akar Unit
Uji akar-akar unit dapat dipandang sebagai uji stasioneritas,
karena pada intinya uji tersebut mengamati apakah koefisien tertentu
dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak.
Langkah awal yang harus dilakukan pengujian ini adalah menaksir
model autoregresif dari masing-masing variabel yang akan digunakan
dalam penelitian dengan OLS. Ada beberapa prosedur untuk
melakukan uji akar-akar unit namun yang banyak digunakan adalah uji
Dickey-Fuller ( DF ) dan uji Philips Peron. Uji ADF adalah uji yang
54
dikembangkan oleh Dickey-Fuller untuk menyempurnakan uji DF
yang sudah ada sebelumnya. Dalam prakteknya uji ADF inilah yang
seringkali digunakan untuk mendeteksi apakah data stasioner atau
tidak. Uji ADF ini dilakukan dengan memasukkan konstanta dan
trend. Adapun formulasi uji ADF adalah sebagai berikut :
k
DYt  a0  a1  b1 B1 DY1
(3.1)
i 1
k
DYt  c0  c1T  c2 BYt   d1 B1 DYt
(3.2)
i 1
Notasi:
DYt
= Yt-Yt-1
BYt
= Yt-1
T
= Trend waktu
B
= Operasi Kelambanan ke periode t
K
= N1/3, dimana N adalah jumlah observasi (sampel)
Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai tstatistik ADFnya dengan nilai kritis statistik ADF tabel (Agus
Widarjono, 2005: 319). Nilai ADF ditunjukkan oleh nilai t pada
koefisien regresi BYt pada persamaan (3.1) dan (3.2). Bila data
yang diamati pada uji akar unit ternyata tidak stasioner, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi.
b. Uji Derajat Integrasi (Testing for Degree on Integration)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau order
differensi ke berapa derajat data yang diteliti akan stasioner. Uji
55
derajat integrasi ini mirip dengan uji akar unit. Untuk melakukan
uji tersebut juga dilakukan penaksiran model autoregresif dengan
OLS.
k
D2Yt  b0  b1 BDYt   f1 B1 D2Yt
(3.3)
i 1
k
D2Yt  d 0  d1T  d 2 BDYt   h1 B1 D2Yt
(3.4)
i 1
Dimana D2Yt = DYt – DYt-1
BDYt = DYt-1
Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau
tidak dengan cara membandingkan antara nilai ADF dengan nilai
kritis distribusi statistik MacKinnon. Jika nilai absolut statistik
ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati
menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik
ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner
(Agus Widarjono, 2005: 320).
3. Uji Kointegrasi
Setelah dilakukan uji stasioneritas dan diyakini seluruh variabel yang
diamati merupakan variabel yang sudah stasioner dan memiliki derajat yang
sama, maka langkah selanjutnya adalah pengujian kointegrasi untuk melihat
jangka panjang dari model tersebut. Dalam melakukan uji kointegrasi harus
diyakini terlebih dahulu bahwa variabel-variabel terkait dalam pendekatan
ini memiliki derajat integrasi yang sama atau tidak (Insukindro, 1993: 132).
56
Berkaitan dengan itu, uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi perlu
dilakukan terlebih dahulu. Untuk mendapatkan gambaran mengenai
pendekatan kointegrasi, anggaplah memiliki satu himpunan variabel runtun
waktu X. Komponen X dikatakan berkointegrasi pada derajat d, h atau ditulis
~ (d,h) bila (Jaka Sriyana, 2003) :
i. Setiap komponen dari X berkointegrasi pada derajat d atau I (d)
ii. Terdapat suatu vektor α yang tidak sama dengan nol (α ≠‚ 0), sehingga
Zt= α1 X~1(d,b), di mana b=0 dan α adalah vektor kointegrasi.
Implikasi penting dari ilustrasi dan definisi di atas adalah bahwa jika
dua variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda,
katakanlah X = I (1) dan Y = I (2), maka kedua variabel tersebut tidak dapat
berkointegrasi (Insukindro, 1993). Uji ini dilakukan setelah uji stasioneritas
melalui uji akar-akar unit dan derajat integrasi terpenuhi. Uji kointegrasi
digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya keseimbangan atau
kestabilan jangka panjang diantara variabel-variabel yang diamati. Setelah
prasyarat dari uji kointegrasi dilakukan, maka dapat diketahui data yang
diamati
tersebut
stasioner
pada
derajat
keberapa.
Hal
ini
perlu
diketengahkan mengingat adanya syarat dari uji kointegrasi yaitu bahwa
dalam melakukan uji kointegrasi data yang digunakan harus berintegrasi
pada derajat yang sama. Selanjutnya bersamaan dengan uji kointegrasi,
Engle dan Granger (1987) berpendapat bahwa dari tujuh uji statistik yang
diketengahkan untuk menguji hipotesa nol tidak adanya kointegrasi, ternyata
uji CRDW (Cointegration-Regression Durbin-Watson), DF (Dickey-Fuller),
57
dan ADF (Augmented Dickey-Fuller) merupakan uji statistik yang paling
disukai. Untuk menghitung statistik CRDW, DF, dan ADF ditaksir dengan
regresi kointegrasi berikut ini dengan metode kuadrat terkecil (OLS)
(Insukindro,1993: 132).
Yt = m0 + m1X1t + m2X2t + Et
Dimana Y
(3.5)
= Variabel dependen
X1,X2
= Variabel independen
E
= Nilai residual
Kemudian regresi berikut ini ditaksir dengan OLS:
DEt  p1 Et 1
(3.6)
p1
DEt  q1 Et 1   w1 DEt 1
(3.7)
i 1
Di mana: DEt = Et – Et-1
Nilai statistik CRDW ditunjukan oleh nilai statistik DW (Durbin
Watson) pada regresi persamaan (3.5) dan nilai statistik DF dan ADF
ditunjukan oleh nisbah pada koefisien Et-1 pada persamaan (3.6) dan (3.7).
Nilai kritis untuk ketiga uji tersebut dapat dilihat pada Engle dan Yoo
(1987). Sebagaimana telah disinggung di atas, tujuan utama dari uji
kointegrasi adalah untuk mengkaji apakah residual regresi kointegrasi
stasioner atau tidak. Pengujian ini sangat penting bila ingin dikembangkan
suatu model dinamis, khususnya model koreksi kesalahan (ECM), yang
mencakup variabel-variabel kunci pada regresi kointegrasi terkait.
58
Pada prinsipnya, model koreksi kesalahan terdapat keseimbangan
yang tetap dalam jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi. Bila
dalam jangka pendek terdapat ketidakseimbangan dalam satu periode, maka
model koreksi kesalahan akan mengoreksinya pada periode berikutnya
(Engle dan Granger, 1987: 256-270). Mekanisme koreksi kesalahan ini
dapat diartikan sebagai penyelaras perilaku jangka pendek dan jangka
panjang. Dengan mekanisme ini pula, masalah regresi yang semrawut dapat
dihindarkan melalui penggunaan variabel perbedaan yang tetap di dalam
model, namun tanpa menghilangkan informasi jangka panjang yang
diakibatkan oleh penggunaan data perbedaan semata. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa model koreksi kesalahan dengan konsep kointegrasi
atau dikenal dengan Granger Representation Theorem (Jaka Sriyana, 2003).
4. Pendekatan Error Correction Model (ECM)
Untuk menguji pengaruh konsumsi, investasi dan kredit perbankan
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia digunakan analisis Error
Correction Model (ECM). Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis
hubungan antara variabel dalam penelitian ini berupa pendekatan teori
ekonomi, teori statistik dan teori ekonometrika dengan lebih menekankan
pada pendekatan model analisis seri waktu (time series analysis). Model
umum yang dipakai dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda.
Salah satu prasyarat penting untuk mengaplikasikan model seri waktu yaitu
dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner) dari variabel-
59
variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan data dalam
penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner, maka
penelitian ini digunakan teknik kointegrasi (Cointegration Tecnique) dan
model koreksi kesalahan atau ECM (Error Correction Model).
Digunakannya
ECM
karena
mekanisme
ECM
memiliki
keunggulan baik dari segi nilainya dalam menghasilkan persamaan yang
diestimasi dengan properti statistik yang diinginkan maupun dari
kemudahan persamaan tersebut untuk diinterprestasi (Insukindro, 1993).
ECM juga bisa menghindari regresi lancung atau regresi semu yang
menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan. Proses analisis yang akan
dilakukan terdiri dari uji asumsi klasik, uji akar unit (testing for unit root)
dan uji derajat integrasi (testing for degree of integration), uji kointegrasi
(Cointegration test), pendekatan ECM (Error Correction Model), serta
analisis ekonomi.
Hubungan konsumsi, investasi dan kredit perbankan dengan
pertumbuhan ekonomi dapat diformulasikan sebagai berikut :
Y = f (Konsumsit, Investasit, Kredit Perbankant)
(3.8)
Dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut :
DPDBt = β0 + β1DKonsumsit + β2DInvestasit + β3DKreditt
+ β4BKonsumsit-1 + β5BInvestasit-1 + β6BKreditt-1
+ β7ECT
(3.9)
Dimana :
DPDBt
= Pertumbuhan ekonomi (PDB) pada periode t
60
β0
= Konstanta
DKonsumsit
= Konsumsi pada periode t
DInvestasit
= Investasi pada periode t
DKreditt
= Kredit perbankan pada periode t
BKonsumsit-1
= Konsumsi pada periode t-1
BInvestasit-1
= Investasi pada periode t-1
BKreditt-1
= Kredit perbankan pada periode t-1
ECT
= RES (-1)
β1, β2, β3, β4, β5, β6 = Koefisien regresi dari masing-masing variabel
β7
= Koefisien ECT (error correction term)
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen (Y)
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan output per kapita dalam
jangka panjang dan terlihat adanya aspek dinamis dalam suatu
perekonomian. Data pertumbuhan ekonomi ini merupakan data Produk
Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan. Satuan pengukuran
variabel pertumbuhan ekonomi ini adalah miliar rupiah.
2. Variabel Independen
a. Konsumsi (X1)
Pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga atas barangbarang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan.
Satuan pengukuran variabel konsumsi ini adalah miliar rupiah.
61
b. Investasi (X2)
Seluruh nilai realisasi investasi dalam bentuk PMA dan PMDN di
Indonesia. Satuan pengukuran variabel pertumbuhan investasi ini
adalah miliar rupiah.
c. Kredit Perbankan (X3)
Besarnya jumlah kredit yang disalurkan perbankan kepada dunia
usaha untuk membiayai sebagian kebutuhan pembiayaan dan atau
kepada individu untuk membiayai pembelian barang-barang konsumsi
tahan lama secara langsung yang dinyatakan dalam milyar rupiah.
62
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Selama kurun waktu 1980 – pertengahan 1997, perkembangan
kondisi perekonomian Indonesia sangat baik. Pada awal 1980 sampai
pertengahan 1990-an perekonomian Indonesia, rata-rata berkisar antara 67%. Pertumbuhan yang terendah selama periode tersebut terjadi pada
tahun 1982 akibat adanya penurunan harga minyak dunia setelah adanya
oil boom kedua pada tahun 1979-1980.
Pada tahun 1997 Indonesia terkena krisis ekonomi akibat nilai
tukar rupiah yang sangat fluktuatif, sehingga perekonomian Indonesia
sempat mengalami pertumbuhan yang negatif. Hal itu dikarenakan nilai
tukar rupiah yang anjlok dan kondisi politik yang buruk sehingga dunia
usaha pun menjadi lesu dan akibatnya perekonomian juga sulit tumbuh.
Pertumbuhan ekonomi yang negatif tersebut terjadi pada tahun 1998 yaitu
–13,20%. Namun setahun kemudian mulai ada pertumbuhan ekonomi
yang positif walaupun kurang dari 1%. Perekonomian tumbuh sebesar
0,78% dan tahun-tahun berikutnya perekonomian tumbuh positif rata-rata
sebesar 4%.
Memasuki tahun 2000, perekonomian Indonesia diwarnai oleh
nuansa optimisme yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,64 % lebih tinggi dari
63
63
prakiraan awal tahun oleh Bank Indonesia sebesar 3,0 % sampai dengan
4,0 %. Perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang membaik dan
lebih stabil selama 2003 (Laporan Bank Indonesia, 2003: 4-5). Sedangkan
pertumbuhan dari tahun 2004-2010 masih berfluktuatif. Data pertumbuhan
ekonomi Indonesia dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut:
Gambar 4.1
Pertumbuhan PDB Indonesia Tahun 1980-2010
Sumber: Badan Pusat Statistik, 1983-2010
2. Perkembangan Konsumsi di Indonesia
Banyak alasan yang menyebabkan analisis makro ekonomi perlu
memperhatikan tentang konsumsi rumah tangga secara mendalam. Alasan
pertama, konsumsi rumah tangga memberikan pemasukan kepada
pendapatan nasional. Di kebanyakaan negara pengeluaran konsumsi
sekitar 60-75 % dari pendapatan nasional. Alasan yang kedua, konsumsi
rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan
ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang
berbanding lurus dengan pendapatannya (Sadono Sukirno, 2003: 338).
64
Perkembangan konsumsi masyarakat di Indonesia dari tahun 1980
sampai dengan 1997 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring
pertambahan penduduk, konsumsi dari tahun ke tahun penduduk Indonesia
selalu meningkat, kebutuhan masyarakat atas barang dan jasa juga
menunjukkan peningkatan. Pada pertengahan tahun 1997 sampai tahun
1998, konsumsi masyarakat di Indonesia mengalami penurunan karena
terjadi krisis nilai tukar rupiah yang terus mengalami penurunan
(depresiasi), yang kemudian disusul dengan krisis moneter dan pada
akhirnya berubah menjadi krisis ekonomi yang menimbulkan konsekuensi
terhadap ketidakstabilan perekonomian Indonesia. Akibat krisis yang
terjadi pada pertengahan tahun 1997 adalah inflasi yang meningkat tajam
pada tahun 1998 yang mencapai angka 77,63%. Dari kejadian tersebut
berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat karena pendapatan
masyarakat tetap sementara harga-harga barang dan jasa naik. Selain itu
juga tingkat suku bunga mengalami peningkatan yang cukup signifikan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini menimbulkan konsumsi
masyarakat mengalami penurunan, karena masyarakat lebih memilih
menyimpan uangnya di bank dengan kompensasi bunga dari pada
konsumsi.
65
Gambar 4.2
Pertumbuhan Konsumsi Penduduk Indonesia Tahun 1980-2010
Konsumsi
2000000
1500000
1000000
Konsumsi
500000
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
0
Sumber: Badan Pusat Statistik, 1983-2010
Pada tahun 2000 sampai 2002, inflasi sempat mengalami kenaikan
yang bersumber dari nilai tukar yang bergejolak karena berbagai
perubahan kondisi sosial politik yang terjadi serta meningkatnya harga
BBM dan barang-barang yang dikendalikan oleh pemerintah sehubungan
dengan dikuranginya subsidi. Akibat dari meningkatnya harga BBM,
harga-harga kebutuhan pokok masyarakat juga ikut naik. Pada tahun 2003
sampai tahun 2010 perekonomian indonesia mulai membaik dengan
penurunan inflasi dan tingkat suku bunga sehingga pengeluaran konsumsi
masyarakat mulai menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.
3. Perkembangan Investasi di Indonesia
Investasi di Indonesia mulai menunjukan suatu peningkatan pada
tahun 1985 setelah pemerintah mengeluarkan strategi yang berupa paket
kebijakan deregulasi dan debirokratisasi pada tahun 1984. Paket tersebut
berupa penyederhanaan tata cara impor barang modal, pelunakan syarat
66
investasi, serta perangsangan investasi untuk sektor dan daerah tertentu.
Peningkatan investasi tersebut tidak hanya pada investasi pada sektor
swasta tetapi juga investasi pemerintah. Oleh sebab itu, pembentukan
modal tetap bruto juga ikut meningkat. Berdasarkan Gambar 4.3, investasi
Indonesia secara nominal selalu mengalami peningkatan sejak tahun 1980
hingga 1997.
Gambar 4.3
Pertumbuhan Investasi di Indonesia Tahun 1980-2010
Investasi
300000.0
250000.0
200000.0
150000.0
Investasi
100000.0
50000.0
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
0.0
Sumber: Badan Pusat Statistik, 1983-2010
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 membuat
investasi menurun drastis hingga berlanjut ke tahun 1999. Akan tetapi,
mulai tahun 2000 investasi kembali meningkat seiring dengan pemulihan
kondisi perekonomian. Peningkatan nilai nominal investasi tersebut terus
berlanjut hingga tahun 2008. Walau demikian, rata-rata pertumbuhan
setelah krisis belum dapat melebihi rata-rata pertumbuhan sebelum krisis,
dimana sebelum krisis rata-rata pertumbuhan mencapai 10,18% per tahun
dan setelah krisis hanya 8,64% per tahun.
67
Berdasarkan gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pertumbuhan
investasi selama tahun 1980-2010 masih terus berfluktuasi sepanjang
tahun. Pertumbuhan investasi yang tinggi pada awal dekade 80 menurun
hingga - 6,00% pada tahun 1984. Akan tetapi, pada tahun 1985 mulai
menunjukan peningkatan pertumbuhan, begitu pula dengan nilai
nominalnya. Kondisi tersebut terjadi karena suksesnya strategi pemerintah
dengan mengeluarkan paket kebijakan investasi pada tahun 1984. Sebelum
tahun 1984, kebijakan investasi telah dimulai pada tahun 1967-1968 yang
merupakan tahun-tahun pertama rezim Orde Baru. Kebijakan tersebut
ditandai dengan diterbitkannya dua undang-undang yang berkenaan
dengan investasi, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Undang-Undang
mengenai PMA dibuat terlebih dahulu karena pada waktu itu kondisi
perekonomian sangat membutuhkan investasi dari asing dalam rangka
pemulihan kondisi perekonomian domestik. Dalam Undang-Undang
tersebut termuat beberapa persyaratan berinvestasi yang masih relatif
ringan, seperti pembebasan pajak deviden serta perusahaan selama 5
tahun; keringanan pajak perusahaan PMA; jaminan tidak akan
dinasionalisasikan, dan masa operasioanal PMA yang mencapai 30 tahun
(Dumairy, 1996: 149).
68
4. Perkembangan Kredit Perbankan di Indonesia
Kredit merupakan sumber pembiayaan untuk sektor riil. Kredit
yang disalurkan oleh perbankan terdiri dari beberapa jenis berdasarkan
sektor usaha yang dilayani. Jenis kredit terdiri dari: kredit sektor pertanian,
sektor pertambangan, sektor perindustrian, sektor jasa, dan sektor lain-lain.
Jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan disajikan dalam gambar 4.4
Perkembangan
penyaluran
kredit
perbankan
di
Indonesia
menunjukan dua fase. Fase pertama adalah periode tahun1980-1999,
dimana fase tersebut dapat dilihat bahwa penyaluran kredit mengalami
peningkatan dengan laju yang masih fluktuatif. Kemudian fase 1999-2010,
dimana dapat dilihat bahwa penyaluran kredit mengalami peningkatan
dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan dengan peride 1980-1999.
Fase tersebut dipisahkan oleh kejadian tahun 1998-1999, dimana pada
periode tersebut terjadi penurunan penyaluran kredit yang sangat besar.
Hal ini merupakan dampak krisis ekonomi yang masih belum teratasi
dengan baik sehingga sektor riil banyak yang terpuruk.
Pesatnya pertumbuhan kredit perbankan sebelum krisis ekonomi
dan keuangan di Indonesia pada pertengahan tahun 1997, tidak terlepas
dari besarnya kemampuan perbankan dalam memberikan kredit (lending
capacity) yang disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penghimpunan
simpanan masyarakat atau Dana Pihak Ketiga (DPK) yang menjadi
sumber dana pemberian kredit. Krisis yang terjadi pada pertengahan tahun
1997 tersebut selanjutnya menimbulkan situasi yang berbalik yaitu
69
menurunnya DPK yang kemudian diikuti oleh menurunnya secara cepat
lending capacity perbankan.
Gambar 4.4
Pertumbuhan Kredit Perbankan di Indonesia Tahun 1980-2010
Kredit
1400000
1200000
1000000
800000
600000
400000
200000
0
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
Kredit
Sumber: Badan Pusat Statistik 1983-2010
Kondisi pertumbuhan kredit tersebut di atas sejalan dengan
pertumbuhan perekonomian Indonesia dimana sebelum krisis ekonomi dan
keuangan tahun 1997 menunjukkan angka pertumbuhan sebesar 7% – 8%,
selanjutnya pada periode setelah krisis (tahun 1999-2004) perekonomian
Indonesia hanya mampu tumbuh 3% – 5%.
Penggunaan dana perbankan untuk membiayai kegiatan-kegiatan
yang
produktif
sangat
mendukung
pertumbuhan
perekonomian.
Penyaluran kredit oleh perbankan di Indonesia tahun 1980 terus meningkat
sampai periode seblum krisis ekonomi tahun 1998. Penyaluran kredit
perbankan menunjukan fluktuasi setiap tahun. Pada periode 1980-1999
peningkatan penyaluran kredit paling tinggi pada tahun 1995 sebesar
32.89% dan yang paling rendah adalah pada tahun 1993 yaitu hanya
sebesar 4.5%. pada tahun 1999 terjadi penurunan kredit sebesar 123%.
70
Selanjutnya pada periode tahun 1999-2010 pertumbuhan penyaluran kredit
yang paling tinggi adalah tahun 2002 yaitu sebesar 25.47% dan
pertumbuhan penyaluran kredit perbankan paling rendah adalah pada
tahun 2000 yaitu sebesar 7.84%.
B. Analisis dan Pembahasan
Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data
sekunder deret waktu (time series) yang berbentuk tahunan mulai tahun
1980-2010.
Penelitian
mengenai
pertumbuhan
ekonomi
di
sini
menggunakan data produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebagai
variabel dependen (variabel terikat). Sedangkan variabel independen
(variabel bebas) terdiri dari konsumsi, investasi dan kredit perbankan.
Keseluruhan dari data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini
diperoleh dari laporan tahunan Indonesia di Badan Pusat Statistik (BPS).
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya model yang
digunakan sebagai alat analisis adalah model dinamis Error Correction
Model (ECM). Model ECM digunakan untuk menguji spesifikasi model
dan kesesuaian teori dengan kenyataan. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak Eviews 6.0 untuk mempercepat perolehan
hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti.
Pembahasan dilakukan dengan analisis secara ekonometrik.
71
1. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah hasil
estimasi tersebut mempunyai penyakit atau tidak maka dilakukan
pengujian lebih lanjut yaitu berupa uji asumsi klasik. Pengujian ini
dimaksudkan
untuk
mendeteksi
ada
tidaknya
multikolinearitas,
heteroskedastisitas, dan autokorelasi di dalam model penelitian. Sehingga
dapat diketahui apakah hasil-hasil regresi telah memenuhi kaidah Best
Linier Unbiased Estimator (BLUE) yang berarti bahwa tidak ada
gangguan serius terhadap asumsi klasik dalam metode kuadrat terkecil
tunggal (OLS) yaitu masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi.
a. Uji Normalitas
Uji
normalitas
yang
digunakan
pada
penelitian
ini
menggunakan teknik Jarque-Berra. Pedoman yang digunakan adalah
apabila nilai Jarque-Berra lebih besar jika dibandingkan dengan nilai
X2 tabel (dengan α 5 % ) atau probabilitas < 0,05 data yang digunakan
tidak berdistribusi normal dan sebaliknya, bila probabilitas > 0,05
maka data yang digunakan adalah berdistribusi normal (Wing Wahyu
Winarno, 2009: 5.37).
72
Gambar 4.5
Hasil Uji Normalitas
12
Series: Residuals
Sample 1980 2009
Observations 30
10
8
6
4
2
0
-6.0e+13
-4.0e+13
-2.0e+13
1.0e+08
2.0e+13
4.0e+13
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
0.147005
-6.74e+12
5.77e+13
-5.97e+13
2.82e+13
0.111592
2.480534
Jarque-Bera
Probability
0.399570
0.818907
6.0e+13
Sumber: Lampiran 2
Dari hasil uji normalitas di atas dapat diketahui nilai
probabilitas sebesar 0.818907 lebih besar dari α 5% (0.05) maka dapat
disimpulkan data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi
normal.
b. Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan (korelasi) yang signifikan di antara dua atau lebih variabel
independen dalam model regresi. Deteksi adanya multikolinearitas
dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar variabel
independen. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel
independen, dapat diputuskan apakah data terkena multikolinearitas
atau tidak, yaitu dengan menguji koefisien korelasi antar variabel
independen. Hasil pengujian multikolinearitas menggunakan uji
korelasi (r) dapat dilihat sebagai berikut :
73
Tabel 4.1
Hasil Uji Correlation Matrix
KONSUMSI
KONSUMSI
INVESTASI
KREDIT
INVESTASI
0.572734032
1
0.59485074
1
0.572734032
0.95476212
KREDIT
0.95476212
0.59485074
1
Sumber: Lampiran 2
Adanya kolinearitas dalam suatu model merupakan hal yang
sangat serius dan perlu segera dibenahi. Parameter yang terestimasi
pada saat adanya kolinearitas menjadi tidak reliable. Dengan
demikian, pada saat kita hendak menginterpretasikan parameter
tersebut analisisnya menjadi kurang atau tidak akurat. Akan tetapi,
model yang mengandung kolinearitas masih bermanfaat, jika model
yang terestimasi hanya digunakan untuk membuat suatu ramalan
(forecast) saja, asalkan R2 masih cukup tinggi. Sebab untuk keperluan
meramal, yang penting adalah menganalisis keseluruhan model dan
tidak individual parameter (Nachrowi
D. Nachrowi dan Hardius
Usman, 2006: 107).
Dari
tabel
hasil
analisis
uji
multikolinearitas
dengan
correlation matrix di atas terlihat bahwa koefisien korelasi ada yang di
atas 0.8, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat
masalah multikolinearitas. Meskipun terdapat multikolinearitas, tetapi
tidak mempengaruhi model secara signifikan sehingga hasil akhir
estimasi tetap menunjukan hasil yang cukup bagus (Agus Widarjono,
2005).
74
c. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Metode yang digunakan untuk
mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah uji
white. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan bantuan
perangkat lunak Eviews 6.0, dan diperoleh hasil regresi seperti pada
tabel berikut :
Tabel 4.2
Hasil Uji White Heteroskedasticity Test
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
1.173357
10.37276
5.612719
Prob. F(9,21)
Prob. Chi-Square(9)
Prob. Chi-Square(9)
0.3604
0.3212
0.7780
Sumber: Lampiran 2
Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai probabilitas dari ChiSquare sebesar 0.3212 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05.
karena nilai probabilitas Chi Square lebih besar dari α = 5% maka Ho
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak ada
masalah heteroskedastisitas (Agus Widarjono, 2005).
d. Autokorelasi
Untuk
mendeteksi
masalah
autokorelasi
digunakan
uji
Langrange Multiplier (LM-test). Uji ini sangat berguna untuk
mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat
pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat. Uji
autokorelasi juga bisa dilihat dari nilai probabilitas Chi Square. Jika
75
probabilitas Chi Square lebih besar dari tingkat signifikansi 5% maka
tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas Chi Square
lebih kecil dari α 5% maka terdapat autokorelasi.
Tabel 4.3
Hasil Regresi LM-Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
4.737313
8.519699
Prob. F(2,25)
Prob. Chi-Square(2)
0.0180
0.0141
Sumber: Lampiran 2
Dari tabel di atas diketahui bahwa koefisien nilai probabilitas
dari Chi-Square sebesar 0.0141 yang lebih kecil dari nilai α sebesar
0.05. Karena nilai probabilitas Chi-Square lebih kecil dari α = 5%
maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam model
terdapat masalah autokorelasi, agar model yang diestimasi tetap
bersifat BLUE, maka permasalahan autokorelasi tersebut harus
disembuhkan. Berikut hasil regresi penyembuhan autokorelasi:
Tabel 4.4
Hasil Penyembuhan Regresi LM-Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.965270
2.233513
Prob. F(2,24)
Prob. Chi-Square(2)
0.3952
0.3273
Sumber: Lampiran 2
Dari tabel diketahui bahwa koefisien nilai probabilitas dari ChiSquare sebesar 0.3273 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05.
Karena nilai probabilitas Chi-Square lebih besar dari α = 5% maka Ho
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam model tidak
terdapat masalah autokorelasi (Agus Widarjono, 2005).
76
2. Uji Akar-Akar Unit (Testing for Unit Root)
Pengujian akar-akar unit untuk semua variabel yang digunakan
dalam analisis time series perlu dilakukan untuk memenuhi keabsahan
analisis Error Correction Model (ECM). Dalam hal ini data harus bersifat
stasioner dengan kata lain perilaku data yang stasioner memiliki varians
yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan mendekati nilai
rata-rata (Suhendra, 2003).
Uji akar-akar unit dipandang sebagai uji stasioneritas karena
pengujian ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengamati apakah
koefisien tertentu dari model autoregresif yang ditaksir mempunyai nilai
satu atau tidak. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dua pengujian
yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller (1979,1981).
Pengujian akar-akar unit dikatakan stasioner apabila nilai statistik
ADF hitung lebih besar dari nilai kritis statistik ADF, sebaliknya jika nilai
stasistik ADF lebih kecil dari nilai kritis statistik ADF tabel maka variabel
tersebut tidak stasioner. Hasil dari pengujian akar-akar unit ini dapat
dilihat pada tabel 4.4 berikut ini :
Tabel 4.5
Hasil Estimasi Akar-Akar Unit pada Level
Variabel
Nilai tNilai Kritis
Prob.
Statistik
Statistik
ADF
ADF α = 5%
PDB
1.155136
-2.963972
0.9970
Konsumsi
1.021813
-2.963972
0.9957
Investasi
-1.113842
-2.963972
0.6971
Kredit
3.271991
-2.963972
1.0000
Sumber: Lampiran 3
Kesimpulan
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
77
Dari tabel di atas tersebut dapat diketahui bahwa nilai t-statistik
ADF masing-masing variabel dengan α = 5% variabel PDB, konsumsi,
investasi tidak stasioner disebabkan karena nilai t-statistik ADF lebih kecil
bila dibandingkan dengan nilai kritis statistik ADF tabel, dan probabilitas
semua variabel lebih besar dari α 5% maka terjadi unit root dengan kata
lain variabel-variabel perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi
pertama (Shochrul R. Ajija dkk, 2011: 145).
3. Uji Derajat Integrasi (Testing for Degree on Integration)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau order
differensi ke berapa data yang diteliti akan stasioner. Pengujian ini
dilakukan pada uji akar-akar unit (langkah pertama di atas), jika ternyata
data tersebut tidak stasioner pada derajat pertama (Insukindro, 1992: 261).
Nilai statistik ADF untuk mengetahui pada derajat berapa suatu data akan
stasioner dapat dilihat pada nilai t-statistik ADF lebih besar dari nilai kritis
statistik ADF, maka variabel tersebut dikatakan stasioner pada derajat
pertama. Hasil dari pengujian derajat integrasi pertama dapat dilihat pada
tabel 4.5 berikut ini :
Tabel 4.6
Hasil Estimasi Akar-Akar Unit pada Derajat Integrasi Pertama
Variabel
Nilai tNilai Kritis
Prob.
Kesimpulan
Statistik
Statistik ADF
ADF
α = 5%
PDB
-4.923051
-2.967767
0.0004
Stasioner
Konsumsi -5.066493
-2.967767
0.0003
Stasioner
Investasi
-5.021142
-2.967767
0.0003
Stasioner
Kredit
-2.977349
-2.967767
0.0490
Stasioner
Sumber : Lampiran 4
78
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai t-statistik ADF
masing-masing variabel dengan α 5% sudah stasioner pada integrasi
pertama (first difference). Hal ini dapat dilihat bahwa nilai t-statistik ADF
variabel Produk Domestik Bruto (PDB), Konsumsi, Investasi, dan Kredit
Perbankan lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kritis statistik ADF
tabel dan probabilitasnya lebih kecil dari α 5%.
Dari hasil uji
stasioneritas tersebut dapat disimpulkan bahwa semua variabel sudah
stasioner pada ordo yang sama, yaitu pada derajat integrasi pertama,
sehingga pengujian selanjutnya dapat dilanjutkan ke uji kointegrasi
(Shochrul R. Ajija dkk, 2011: 147).
4. Uji Kointegrasi (Cointegration Test)
Setelah dilakukan uji stasioneritas dan diyakini seluruh variabel
yang diamati merupakan variabel yang sudah stasioner dan memiliki
derajat yang sama, maka langkah selanjutnya adalah pengujian kointegrasi
untuk melihat hubungan jangka panjang dari model tersebut. Dalam
melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabelvariabel terkait dalam penelitian ini memiliki derajat integrasi yang sama
atau tidak (Insukindro, 1992). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
apakan dalam jangka panjang terdapat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependennya. Tujuan utama uji kontegrasi ini
adalah untuk mengetahui apakah residual regresi terkointegrasi stasioner
79
atau tidak. Apabila variabel terkointegrasi maka diduga terdapat hubungan
yang stabil dalam jangka panjang.
Sebaliknya jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka
diduga implikasi tidak adanya keterkaitan hubungan dalam jangka
panjang. Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis null
mengenai tidak adanya kointegrasi ini adalah menggunakan metode ADF
(Augmented Dickey-Fuller), sedangkan persamaan jangka panjangnya
akan diturunkan dari persamaan Error Correction Model (ECM). Berikut
ini hasil uji kointegrasi ADF :
Tabel 4.7
Nilai Regresi Uji Kointegrasi
Null Hypothesis: RESID01 has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.275425
-2.644302
-1.952473
-1.610211
0.0019
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Sumber: Lampiran 5
Dari hasil estimasi di atas dapat dilihat bahwa nilai t-statistik ADF
sebesar -3.275425 sedangkan nilai kritis statistik ADF pada tingkat
signifikansi 5% yaitu -1.952473. Karena nilai t-statistik lebih besar dari
nilai kritis statistik ADF tabel, artinya residual dari persamaan telah
stasioner pada derajat nol atau I(0). Sehingga variabel-variabel tersebut
dikatakan terkointegrasi atau terdapat indikasi hubungan jangka panjang.
80
Adanya indikasi hubungan keseimbangan dalam jangka panjang
belum dapat digunakan sebagai bukti bahwa terdapat hubungan jangka
pendek. Sehingga untuk menentukan variabel mana yang menyebabkan
perubahan pada variabel lain, dan untuk menyediakan short run dynamic
adjustment guna menuju periode jangka panjang, maka dilakukan
perhitungan ECM.
5. Pendekatan Error Correction Model (ECM)
Dengan ditemukannya fenomena hubungan jangka panjang antara
variabel-variabel yang digunakan dalam pengujian kointegrasi di atas,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan pendekatan Error Correction
Model (ECM). Model koreksi kesalahan (ECM) merupakan metode
pengujian yang dapat digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan
antar variabel dalam jangka pendek. ECM merupakan pendekatan untuk
menganalisis model time series yang digunakan untuk melihat konsistensi
antara hubungan jangka pendek dengan hubungan jangka panjang dari
variabel-variabel yang diuji.
Untuk menyatakan apakah model ECM yang digunakan valid
(shohih) atau tidak maka koefisien Error Correction Term (ECT) harus
signifikan. Jika koefisien ini tidak signifikan maka model tersebut tidak
cocok
dan
perlu
dilakukan
perubahan
spesifikasi
lebih
lanjut
(Insukindro,1993: 12). Berikut merupakan persamaan ECM yang
digunakan pada penelitian ini:
81
DPDBt = β0 + β1DKonsumsit + β2DInvestasit + β3DKreditt
+ β4BKonsumsit-1 + β5BInvestasit-1 + β6BKreditt-1
+ β7ECT
(4.1)
Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak Eviews 6.0, dengan linier ECM ditampilkan sebagai
berikut:
Tabel 4.8
Hasil Estimasi Model Dinamis ECM
Dependent Variable: D(PDB)
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 12:03
Sample (adjusted): 1981 2010
Included observations: 30 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
D(KONSUMSI)
D(INVESTASI)
D(KREDIT)
KONSUMSI(-1)
INVESTASI(-1)
KREDIT(-1)
ECT
7.90E+12
1.701201
0.006700
0.089020
0.330774
-0.839103
0.395664
0.472095
7.17E+12
0.038925
0.179060
0.094623
0.102744
0.273309
0.135409
0.172208
1.100780
43.70424
0.037417
0.940784
3.219400
-3.070166
2.921986
2.741428
0.2829
0.0000
0.9705
0.3570
0.0039
0.0056
0.0079
0.0119
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.893381
0.891276
2.14E+13
1.01E+28
-958.7396
471.7124
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
8.52E+13
2.29E+14
64.44931
64.82296
64.56884
2.600875
Sumber: Lampiran 6
Estimasi model dinamis ECM adalah sebagai berikut:
DPDB= 7.9 x 1012 + 1.701201 DKonsumsit + 0.006700 DInvestasit +
0.089020 DKreditt
+ 0.330774 BKonsumsit-1 – 0.839103
BInvestasit-1 + 0.395664 BKreditt-1 + 0.472095 ECT
(4.2)
82
Berdasarkan hasil perhitungan dengan analisis ECM di atas, dapat
diketahui besarnya nilai variabel ECT (Error Correction Term). ECT
tersebut merupakan indikator apakah spesifikasi model dianggap baik atau
tidak. Hal ini dapat dilihat dari besarnya tingkat signifikansi dan koefisien
dari ECT. Jika variabel ECT signifikan pada α 5% dan menunjukkan tanda
positif, maka spesifikasi model sudah sahih (valid).
Koefisien ECT menunjukkan angka 0.472095 berarti bahwa
proporsi pembentukan pertumbuhan ekonomi (PDB) pada periode
sebelumnya yang disesuaikan pada periode sekarang adalah sekitar
0.472095%, sedangkan tingkat signifikansi dari ECT menunjukkan angka
0.0119 berarti signifikan pada α 5%. Hal ini berarti bahwa spesifikasi
model yang dipakai adalah tepat dan mampu menjelaskan variasi dinamis.
Dari hasil regresi model dinamis ECM di atas dapat diketahui
bahwa nilai Adjsted R-squared sebesar 0.891276 ini menunjukan bahwa
89% variasi variabel jangka pendek dan jangka pendek PDB dapat
dijelaskan oleh variasi variabel konsumsi, investasi, dan kredit perbankan
sedangkan sisanya 11% dijelaskan oleh variasi di luar model yang tidak
diikutsertakan dalam penelitian ini.
Variabel jangka panjang dari model persamaan tersebut dapat
ditunjukkan oleh Konsumsi(-1), Investasi(-1) dan Kredit(-1). Sedangkan
variabel jangka pendek dari model persamaan tersebut ditunjukkan oleh
DKonsumsi, DInvestasi dan DKredit. Koefisien regresi jangka pendek dari
regresi ECM PDB ditunjukkan oleh besarnya koefisien pada variabel-
83
variabel jangka pendek di atas sedangkan koefisien regresi jangka panjang
dengan simulasi dari regresi ECM PDB diperoleh dari :
Konsumsi : (β4+β7)/β7
(0.330774+0.472095)/0.472095 = 1.700651352
Investasi
: (β5+β7)/β7
(-0.839103+0.472095)/0.472095 = -0.777402853
Kredit
: (β6+β7)/β7
(0.395664+ 0.472095 )/0.472095 = 1.838102501
Jangka panjang merupakan suatu periode yang memungkinkan
mengadakan penyesuaian penuh untuk setiap perubahan yang terjadi.
Variabel Konsumsi(-1), Investasi(-1) dan Kredit(-1) merupakan variabel
jangka panjang, berarti jika ECT-nya signifikan pada tingkat signifikansi
5% maka ada hubungan ECM dengan uji kointegrasi, sehingga koefisien
regresi jangka panjang merupakan besarnya kekuatan pengaruh terhadap
variabel dependen yang disebabkan oleh perubahan pada variabel
independen dalam jangka panjang. Berikut analisis interpretasi koefisien
regresi variabel-variabel dalam model ECM maupun model regresi linier
yaitu sebagai berikut:
a. Pengaruh Konsumsi terhadap PDB
1) Jangka Pendek
Dalam jangka pendek variabel konsumsi juga mempunyai
pengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien
regresi parsial variabel konsumsi dalam jangka pendek sebesar 1.701201
84
dan dihasilkan probabilitas dan signifikan pada tingkat signifikansi 5%
yaitu sebesar 0,0000 dengan nilai t-statistik 43.70424. Hal ini berarti jika
konsumsi naik 1 miliar, maka akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan
ekonomi sebesar Rp 1.701201 miliar dengan catatan variabel lain
diasumsikan ceteris paribus.
2) Jangka Panjang
Hasil estimasi Error Correction Model (ECM) menunjukkan
bahwa variabel konsumsi dalam jangka panjang mempunyai pengaruh
signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari
nilai koefisien regresi parsial variabel konsumsi dalam jangka panjang
sebesar 1.700651352 dan signifikan pada α 5% yang ditunjukkan dengan
probabilitas tingkat signifikan sebesar 0.0039. Hal ini berarti jika
konsumsi naik 1 miliar, maka akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan
ekonomi sebesar Rp 1.700651352 miliar atau dengan catatan variabel lain
diasumsikan ceteris paribus. Sehingga dari pemaparan di atas dapat
disimpulkan bahwa variabel konsumsi berpengaruh secara signifikan
dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia.
Hasil estimasi Error Correction Model (ECM) menunjukkan
bahwa variabel investasi dalam jangka pendek dan jangka panjang
mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel
makroekonomi, yang juga komponen tunggal terbesar dari GNP, yang
85
mempunyai hubungan erat dengan pendapatan dan tabungan. J.M.Keynes
seorang akhli ekonomi Inggris, telah menjadikan konsumsi sebagai elemen
primer dalam pemikiran ekonominya, yang cenderung memperlakukan
konsumsi sebagai hal yang ekuivalen dengan permintaan. Keynes juga
mengasumsikan bahwa, apabila pendapatan meningkat maka meningkat
pula pendapatan disposable sekarang maupun pendapatan nasional
sekarang.
Keputusan konsumsi rumah tangga mempengaruhi keseluruhan
perilaku perekonomian baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
Keputusan konsumsi sangat penting untuk analisis jangka panjang karena
peranannya dalam pertumbuhan ekonomi. Model pertumbuhan Solow
menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan penting dari
persediaan modal dalam kondisi-mapan dan tingkat kesejahteraan
ekonomi. Tingkat tabungan mengukur seberapa besar dari pendapatan
generasi sekarang disisihkan untuk generasinya sendiri dan generasi
mendatang. Keputusan konsumsi sangat penting untuk analisis jangka
pendek karena peranannya dalam menentukan permintaan agregat.
Konsumsi adalah bagian terbesar dari GNP, sehingga fluktuasi dalam
konsumsi adalah elemen penting dari booming dan resesi ekonomi.
Pengeluran konsumsi masyarakat mempengaruhi pendapatan
nasional yaitu terdapat kecenderungan jika pengeluaran konsumsi
masyarakat suatu negara mengalami peningkatan maka hal tersebut
berdampak pada kenaikan dalam pendapatan nasional. Karena secara
86
aggregat pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan
pendapatan nasional, semakin besar pengeluaran konsumsi masyarakat
maka semakin besar pula pendapatan nasional dan sebaliknya.
b. Pengaruh Investasi terhadap PDB
1) Jangka Pendek
Dalam jangka pendek variabel investasi mempunyai pengaruh
tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukan dari
koefisien regresi parsial variabel investasi dalam jangka panjang sebesar
0.006700 dan dihasilkan probabilitas yang tidak signifikan pada tingkat
signifikansi 5% yaitu sebesar 0.9705. Berdasarkan nilai probabilitas dan
koefisien variabel investasi ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek
variabel investasi tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap pertumbuhan
ekonomi.
2) Jangka Panjang
Hasil estimasi Error Correction Model (ECM) menunjukkan
bahwa variabel investasi dalam jangka panjang mempunyai pengaruh
signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat
dari koefisien regresi parsial variabel investasi dalam jangka pendek
sebesar -0.777402853 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% yang
ditunjukkan dengan probabilitas tingkat signifikan sebesar 0.0056. Hal ini
berarti jika investasi turun 1 miliar, maka akan menyebabkan kenaikan
pertumbuhan ekonomi sebesar Rp 0.777402853 miliar dengan catatan
variabel lain diasumsikan ceteris paribus. Sehingga dari pemaparan di atas
87
dapat disimpulkan bahwa variabel investasi berpengaruh signifikan negatif
dalam jangka panjang sedangkan dalam jangka pendek berpengaruh positif
tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Hasil estimasi Error Correction Model (ECM) menunjukkan
bahwa variabel investasi dalam jangka panjang berpengaruh signifikan
negatif. Investasi dalam jangka panjang dapat mengurangi tingkat
tabungan yang tercipta pada masa yang akan datang apabila kegiatan
investasi justru mempertinggi tingkat konsumsi mayarakat. Adanya
investasi melalui perusahaan-perusahaan asing juga dapat menghambat
perkembangan perusahaan-perusahaan nasional yang sejenis dengannya.
Apabila perkembangan perusahaan-perusahaan asing tersebut mematikan
perusahaan-perusahaan nasional yang sudah ada, maka hal ini akan
menimbulkan pengangguran dan menghapuskan mata pencaharian
golongan masyarakat tertentu. Untuk dapat menarik investasi asing,
pemerintah juga harus menciptakan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh
investor asing, terutama perbaikan prasarana-prasarana yang diperlukan.
Untuk keperluan ini harus menggunakan dana pembangunan yang
seharusnya dapat digunakan untuk mengembangkan sektor lain. Selain itu,
pemerintah biasanya juga harus menawarkan beberapa keringanan fiskal
untuk menarik investasi asing, misalnya pembebasan pajak untuk beberapa
tahun dan pembebasan pembayaran bea impor atas alat-alat modal dan
peralatan yang digunakan. Dengan demikian, pembangunan di beberapa
sektor ekonomi lainnya harus dikorbankan dan pemerintah tidak
88
memperoleh pendapatan yang berarti dari adanya investasi asing yang
masuk oleh adanya pengiriman kembali keuntungan hasil bunga, royalti,
dan biaya-biaya jasa manajemen ke negara asalnya.
c. Pengaruh Kredit Perbankan terhadap PDB
1) Jangka Pendek
Dalam jangka pendek variabel kredit perbankan mempunyai
pengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien
regresi parsial variabel kredit perbankan dalam jangka pendek sebesar
0.089020 dan dihasilkan probabilitas yang tidak signifikan pada tingkat
signifikansi 5% yaitu sebesar 0.3570. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
berapapun jumlah kredit perbankan tidak akan berpengaruh apa-apa dalam
jangka pendek terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
2) Jangka Panjang
Hasil estimasi Error Correction Model (ECM) menunjukkan
bahwa variabel kredit perbankan dalam jangka panjang mempunyai
pengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dilihat
dari nilai koefisien regresi variabel kredit perbankan dalam jangka panjang
sebesar 1.838102501 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% yang
ditunjukkan dengan probabilitas tingkat signifikan sebesar 0.0079. Hal ini
berarti jika Kredit Perbankan naik 1 miliar, maka akan menyebabkan
kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar Rp 1.838102501 miliar dengan
catatan variabel lain diasumsikan ceteris paribus. Dari pemaparan di atas
dapat disimpulkan bahwa variabel kredit perbankan dalam jangka pendek
89
dan jangka panjang berpengaruh positif namun hanya jangka panjang yang
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Hasil estimasi Error Correction Model (ECM) menunjukkan
bahwa variabel kredit perbankan dalam jangka panjang memiliki pengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena sektor keuangan
memegang peranan yang sangat signifikan dalam memicu pertumbuhan
ekonomi
suatu negara. Sektor keuangan
menjadi lokomotif
pertumbuhan sektor riil via akumulasi kapital dan inovasi teknologi.
Lebih tepatnya, sektor keuangan mampu memobilisasi tabungan. Mereka
menyediakan para peminjam berbagai instrumen keuangan dengan
kualitas tinggi dan resiko rendah. Sehingga dana berlebih (surplus fund)
yang disalurkan secara efisien bagi unit yang mengalami defisit akan
meningkatkan kegiatan produksi. Hal ini akan menambah investasi dan
akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Menurut Halim Alamsyah dalam Billy Arma Pratama (2010: 2) di
negara-negara seperti Indonesia peranan bank cenderung lebih penting
dalam pembangunan, karena bukan hanya sebagai sumber pembiayaan
tetapi juga mampu mempengaruhi siklus usaha dalam perekonomian
secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan bank lebih superior dibandingkan
dengan lembaga keuangan lainnya dalam menghadapi informasi yang
asimetris dan mahalnya biaya dalam melakukan fungsi intermediasi.
Secara alami bank mampu melakukan kesepakatan dengan berbagai tipe
peminjam.
90
Kredit yang disalurkan kepada masyarakat memiliki arti penting
baik bagi masyarakat maupun bagi bank itu sendiri, masyarakat yang
membutuhkan dana segar memperoleh dana untuk modal usaha, bagi bank
tersebut memperoleh pendapatan bunga, dan bagi perekonomian secara
keseluruhan, akan mengerakkan roda perekonomian. Menurut Malayu
(2002) fungsi kredit bagi masyarakat, antara lain dapat : menjadi motivator
dan dinamisator kegiatan perdagangan dan perekonomian, memperluas
lapangan kerja bagi masyarakat, memperlancar arus barang dan arus uang,
meningkatkan produktivitas yang ada, meningkatkan kegairahan berusaha
masyarakat, memperbesar modal kerja perusahaan. Sedangkan bagi bank
sendiri, tujuan penyaluran kredit, antara lain untuk: memperoleh
pendapatan bunga dari kredit, memanfaatkan dan memproduktifkan danadana yang ada, melaksanakan kegiatan operasional bank, memenuhi
permintaan kredit dari masyarakat, menambah modal kerja perusahaan,
memperlancar lalu lintas pembayaran dan meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat yang akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.
91
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat konsumsi baik jangka pendek maupun jangka panjang
berhubungan signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari nilai probabilitas jangka pendek
dan jangka panjangnya berturut-turut sebesar 0.0000 dan 0.0039,
signifikan pada α 5% dengan koefisien berturut-turut sebesar 1.701210
dan 1.700651352 Oleh karena itu kenaikan dan penurunan pertumbuhan
ekonomi sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi. Hal ini karena
pentingnya peranan konsumsi dalam menentukan permintaan agregat dan
dapat mengukur tingkat tabungan.
2. Tingkat investasi di Indonesia untuk jangka pendek tidak berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat
dilihat dari nilai probabilitas jangka pendek sebesar 0.9705 lebih besar bila
dibandingkan dengan α 5%. Sedangkan untuk jangka panjang berpengaruh
signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan tingkat
probabilitas dalam jangka pendek sebesar 0.0056, signifikan karena lebih
besar dari α 5%. Nilai koefisien dalam jangka panjang bernilai negatif
sebesar -0.777402853. Hal ini dikarenakan investasi dalam jangka panjang
92
92
dapat mengurangi tingkat tabungan yang tercipta pada masa yang akan
datang apabila kegiatan tersebut mempertinggi tingkat konsumsi
masyarakat sebagai akibat lebih banyaknya barang-barang konsumsi yang
tersedia dan tidak menanam kembali keuntungan yang diperoleh.
3. Tingkat penyaluran kredit perbankan di Indonesia untuk jangka pendek
tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia
hal ini dapat diketahui dari nilai probabilitas jangka pendek sebesar 0.3570
lebih besar bila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5%. Sedangkan
untuk
jangka
panjang
berpengaruh
signifikan
positif
terhadap
pertumbuhan ekonomi, dengan tingkat probabilitas dalam jangka panjang
sebesar 0.0079 lebih kecil dari α 5%. Hal ini dikarenakan sektor keuangan
mampu memobilisasi tabungan. Mereka menyediakan para peminjam
berbagai instrumen keuangan dengan kualitas tinggi dan resiko rendah.
Sehingga dana berlebih (surplus fund) yang disalurkan secara efisien bagi
unit yang mengalami defisit akan meningkatkan kegiatan produksi. Hal ini
akan menambah investasi dan akhirnya
mempercepat pertumbuhan
ekonomi.
B. Implikasi
1. Pemerintah perlu melakukan upaya menaikkan pendapatan nasional
sebagai salah satu faktor yang menentukan besarnya pengeluaran
konsumsi masyarakat dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
93
mengingat pengeluaran konsumsi masyarakat indonesia sudah menjadi
faktor penggerak perekonomian negara.
2. Untuk variabel investasi, pemerintah sebaiknya mengadakan kualifikasi
kembali terhadap jenis investasi yang akan ditanam agar tidak
menghambat pertumbuhan ekonomi. Jika yang ditanam adalah investasi
asing, pemerintah harus berhati-hati dalam memutuskan tipe dari modal
asing yang akan ditanam. Jangan sampai perusahaan-perusahaan asing
menghambat
perusahaan
nasional
sejenis
dengan
mereka
untuk
mengembangkan potensinya. Sedangkan untuk investasi domestik
pemerintah harus lebih menyederhanakan perijinan penanaman modal,
terutama di tingkat daerah.
3. Untuk meningkatkan penyaluran kredit, bank-bank umum harus
memberikan informasi yang lengkap serta kemudahan proses peminjaman
kepada calon investor. Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui kredit
dengan persyaratan yang ringan dan mudah, pelayanan yang baik, suku
bunga pinjaman yang rendah dan jaringan layanan yang luas dan mudah
diakses guna menarik minat masyarakat
94
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Halim, dkk. “Banking Disintermediation and Its Implication for
Monetery Policy : The Case of Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan”, Maret 2005 : 499 – 521, 2005.
Anonim, “Laporan Tahunan Bank Indonesia”, Bank Indonesia, Jakarta, 2003.
Ajija, Shochrul R. Dkk. “Cara Cerdas Menguasai Eviews”, Salemba Empat,
Jakarta, 2011
Arsyad, Lincolin, “Ekonomi Pembangunan”, Bagian Penerbitan STIE YKPN,
Yogyakarta, 1997.
Badan Pusat Statistik (BPS), “Statistik Tahunan Indonesia”, Berbagai Tahun
Penerbitan 1983-2010.
Boediono, “Teori Pertumbuhan Ekonomi”, BPFE, Yogyakarta, 1985.
Boediono, “Teori Pertumbuhan Ekonomi”, Seri Sinopsis PIE No. 4. BPFE,
Yogyakarta, 1993.
Chen, Huan. “The Analysis of Simultaneous Multi-Equations Model on the
Relationship between Trade and Economic Growth in China”,
International Journal of Business and Management, Vol.4, No.1, 2009.
Chioma, Nwabueze Joy, “Causal Relationship between Gross Domestic Product
and Personal Consumption Expenditure of Nigeria”,. African Journal of
Mathematics and Computer Science Research Vol.2 (8), 2009.
Dumairy, ”Perekonomian Indonesia”, Cetakan kelima, Jakarta, Penerbit Erlangga,
1996.
Inggrid, “Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia: Pendekatan
Kausalitas dalam Multivariate Vector Error Correction Model (VECM)”,
2006.
Insukindro, “Ekonomi Uang dan Bank, Teori dan Pengalaman di Indonesia”,
BPFE, Yogyakarta, 1992.
Insukindro, “Ekonomi Uang dan Bank”, BPFE, UGM, Yogyakarta, 1993.
Kiryanto, Ryan. “Langkah Terobosan Mendorong Ekspansi Kredit”, Economic
Review No. 208. Juni 2007.
95
Kusuma, Brilliant Vanda, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Konsumsi Masyarakat Di Indonesia”, Skripsi Program Studi Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, 2008.
Lincoln, Arsyad, “Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah”,
BPFE-UGM, Yogyakarta, 1999.
Mangkoesoebroto, Guritno, “Ekonomi Publik”. Edisi 3, BPFE, Yogyakarta, 1998.
Mankiw, N. Gregory, “Teori Makro Ekonom”,. Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta,
2003.
Nachrowi D. Nachrowi dan Usman, Hardius, “Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan” Jakarta, LPFE-UI,
2006
Nopirin, “Ekonomi Internasional”, BPFE, Yoyakarta, 1997.
Pratama, Billy Arma “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan
Penyaluran Kredit Perbankan (Studi pada Bank Umum di Indonesia
Periode Tahun 2005-2009)”, 2010.
Reksoprayitno, Soediyono. “Ekonomi Makro (Pengantar Analisis Pendapatan
Nasional)”, Edisi Kelima, Cetakan Kedua, Liberty, Yogyakarta, 2000.
Sari,
Rafika. “Analisis Pengaruh Perkembangan Perbankan terhadap
Pertumbuhan ekonomi Regional di Indonesia”. Tesis S2 Program Studi
Ilmu Ekonomi, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 2006.
Sinungan, Muchdarsyah, “Manajemen Dana Bank”, Edisi Kedua, PT. Bumi
Aksara, Jakarta, 2000.
Sriyana, Jaka, “Modul Teori Pelatihan Ekonometrika”, Yogyakarta, 2003.
Sukirno, Sadono, “Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran Dari
Klasik Hingga Keynesian Baru”, Raja Grafindo Pustaka, Jakarta, 2000.
Sukirno, Sadono, “Pengantar Teori Makro Ekonomi”, (ed.2), PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2003.
Suparmoko, M, “Pengantar Ekonomika Makro” , BPFE, Yogyakarta, 1991.
Suyatno, Thomas.. dkk, “Dasar-Dasar Perkreditan”, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1995.
96
Susilo, Y. Sri, Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi Santoso, “Bank & Lembaga
Keuangan Lain”, Salemba Empat, Jakarta, 2006.
Widarjono, Agus, “Ekonometrika Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis”,
Ekonisia FE UII, Yogyakarta, 2005.
Winoto, Danu, “Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing terhadap (PMA),
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Ekspor Total Dan Kredit
Perbankan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”, Program
Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, 2009.
Winarno, Wing Wahyu, “Analisis Ekonometrika dan Statistik dengan Eviews”,
UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2009.
Yunan. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia”. Tesis S2 Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, 2009.
97
Lampiran 1 : Data Penelitian (miliar rupiah)
Tahun
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
PDB
11169.2
12054.6
12325.4
73697.6
77996.8
80119.6
83318.2
86307.1
99981.4
107522.8
115447.1
123181.1
131101.6
139707.1
345640.8
383792.3
414418.9
433245.9
376374.9
379557.7
397666.3
411132.1
426943.0
444453.5
1660578.8
1750815.2
1847292.9
1963974.3
2082315.9
2176975.5
2567390.4
Sumber :
KONSUMSI
8867.7
10349.5
10697.5
44739.3
46898.3
48009.0
49637.8
52115.5
54225.0
56475.7
62053.2
66723.5
69277.2
72476.2
200445.1
234245.4
259719.2
277116.1
260022.1
272070.2
281957.4
298703.6
296559.3
308477.4
1003809.0
1043805.1
1076928.1
1131186.7
1191190.8
1249011.2
1456390.2
INVESTASI
3296.4
1572.1
3783.1
4049.9
4184.9
3995.1
5451.0
11608.8
23245.3
32593.0
76514.1
58140.0
50607.5
56634.7
105482.6
161976.1
172041.7
182941.3
148146.4
163032.0
179029.3
160822.2
143380.0
135503.3
119978.4
89418.9
114067.8
174952.4
138790.9
161943.5
165884.1
KREDIT
5915
7795
10273
12804
15070
18735
22134
27349
33962
44615
65814
87391
96451
100996
126753
188876
234490
261534
313118
140527
152482
202618
271851
342026
438880
566444
639153
793186
1057083
1183209
1210776
Statistik Indonesia Berbagai Tahun Terbitan,
Badan Pusat Statistik (BPS), 1983-2010.
98
Lampiran 2 : Uji Asumsi Klasik
 Hasil Uji Normalitas
12
Series: Residuals
Sample 1980 2009
Observations 30
10
8
6
4
2
0
-6.0e+13
-4.0e+13
-2.0e+13
1.0e+08
2.0e+13
4.0e+13
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
0.147005
-6.74e+12
5.77e+13
-5.97e+13
2.82e+13
0.111592
2.480534
Jarque-Bera
Probability
0.399570
0.818907
6.0e+13
 Hasil Estimasi Uji Correlation Matrix
KONSUMSI
INVESTASI
KREDIT
KONSUMSI
1
0.572734032
0.95476212
INVESTASI
0.572734032
1
0.59485074
KREDIT
0.95476212
0.59485074
1
99
 Hasil Uji White Heteroskedasticity Test
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
1.173357
10.37276
5.612719
Prob. F(9,21)
Prob. Chi-Square(9)
Prob. Chi-Square(9)
0.3604
0.3212
0.7780
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 12:18
Sample: 1980 2010
Included observations: 31
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KONSUMSI
KONSUMSI^2
KONSUMSI*INVESTASI
KONSUMSI*KREDIT
INVESTASI
INVESTASI^2
INVESTASI*KREDIT
KREDIT
KREDIT^2
4.01E+26
-2.94E+12
-0.001293
-0.010015
0.006270
7.67E+12
-0.078746
0.061243
4.52E+12
-0.012675
3.74E+26
1.14E+13
0.011595
0.066763
0.022993
1.87E+13
0.113636
0.107794
1.64E+13
0.014527
1.071576
-0.258308
-0.111525
-0.150003
0.272701
0.410399
-0.692964
0.568148
0.276171
-0.872475
0.2961
0.7987
0.9123
0.8822
0.7877
0.6857
0.4959
0.5760
0.7851
0.3928
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.334605
0.049436
9.55E+26
1.91E+55
-1963.783
1.173357
0.360393
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
8.07E+26
9.79E+26
127.3408
127.8034
127.4916
1.863083
 Hasil Regresi LM-Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
4.737313
8.519699
Prob. F(2,25)
Prob. Chi-Square(2)
0.0180
0.0141
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 12:16
Sample: 1980 2010
Included observations: 31
Presample missing value lagged residuals set to zero.
100
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
KONSUMSI
INVESTASI
KREDIT
RESID(-1)
RESID(-2)
9.19E+10
0.076093
-0.037579
-0.086445
0.492919
0.251442
8.26E+12
0.046703
0.091537
0.058390
0.201729
0.230157
0.011117
1.629296
-0.410533
-1.480471
2.443470
1.092479
0.9912
0.1158
0.6849
0.1512
0.0219
0.2850
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.274829
0.129795
2.69E+13
1.81E+28
-999.3075
1.894925
0.131114
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.055696
2.89E+13
64.85855
65.13609
64.94902
1.973663
 Penyembuhan Regresi LM-Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.965270
2.233513
Prob. F(2,24)
Prob. Chi-Square(2)
0.3952
0.3273
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 13:27
Sample: 1981 2010
Included observations: 30
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
D(KONSUMSI)
D(INVESTASI)
D(KREDIT)
RESID(-1)
RESID(-2)
-1.92E+12
-0.001862
0.033649
0.036442
-0.308151
-0.101025
5.96E+12
0.037390
0.197865
0.076015
0.221781
0.224245
-0.322053
-0.049808
0.170062
0.479402
-1.389436
-0.450512
0.7502
0.9607
0.8664
0.6360
0.1775
0.6564
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.074450
-0.118372
2.55E+13
1.55E+28
-965.2539
0.386108
0.853353
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-0.022656
2.41E+13
64.75026
65.03050
64.83991
1.938269
101
Lampiran 3 : Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Level
 Produk Domestik Bruto (PDB)
Null Hypothesis: PDB has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
1.155136
-3.670170
-2.963972
-2.621007
0.9970
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(PDB)
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 12:06
Sample (adjusted): 1981 2010
Included observations: 30 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
PDB(-1)
C
0.068691
4.71E+13
0.059466
5.31E+13
1.155136
0.887005
0.2578
0.3826
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.045487
0.011398
2.28E+14
1.45E+30
-1033.309
1.334340
0.257798
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
8.52E+13
2.29E+14
69.02063
69.11405
69.05052
2.115050
102
 Konsumsi
Null Hypothesis: KONSUMSI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
1.021813
-3.670170
-2.963972
-2.621007
0.9957
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(KONSUMSI)
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 12:08
Sample (adjusted): 1981 2010
Included observations: 30 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
KONSUMSI(-1)
C
0.059862
2.83E+13
0.058584
3.08E+13
1.021813
0.919609
0.3156
0.3656
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.035949
0.001518
1.30E+14
4.76E+29
-1016.577
1.044101
0.315617
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
4.83E+13
1.30E+14
67.90512
67.99854
67.93501
2.136522
103
 Investasi
Null Hypothesis: INVESTASI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.113842
-3.670170
-2.963972
-2.621007
0.6971
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INVESTASI)
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 12:09
Sample (adjusted): 1981 2010
Included observations: 30 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
INVESTASI(-1)
C
-0.074128
1.21E+13
0.066552
7.43E+12
-1.113842
1.622607
0.2748
0.1159
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.042429
0.008230
2.43E+13
1.65E+28
-966.1916
1.240643
0.274818
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
5.42E+12
2.44E+13
64.54611
64.63952
64.57599
1.867805
104
 Kredit Perbankan
Null Hypothesis: KREDIT has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
3.271991
-3.670170
-2.963972
-2.621007
1.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(KREDIT)
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 12:09
Sample (adjusted): 1981 2010
Included observations: 30 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
KREDIT(-1)
C
0.120141
1.03E+13
0.036718
1.45E+13
3.271991
0.710917
0.0028
0.4830
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.276597
0.250761
6.14E+13
1.06E+29
-993.9936
10.70593
0.002836
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
4.02E+13
7.10E+13
66.39957
66.49298
66.42945
1.526203
105
Lampiran 4 : Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada First Difference
 Produk Domestik Bruto (PDB)
Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.923051
-3.679322
-2.967767
-2.622989
0.0004
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(PDB,2)
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 12:09
Sample (adjusted): 1982 2010
Included observations: 29 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(PDB(-1))
C
-0.976325
8.63E+13
0.198317
4.64E+13
-4.923051
1.861352
0.0000
0.0736
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.473031
0.453514
2.37E+14
1.51E+30
-999.9545
24.23643
0.000037
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.34E+13
3.20E+14
69.10031
69.19461
69.12984
1.945922
106
 Konsumsi
Null Hypothesis: D(KONSUMSI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.066493
-3.679322
-2.967767
-2.622989
0.0003
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(KONSUMSI,2)
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 12:10
Sample (adjusted): 1982 2010
Included observations: 29 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(KONSUMSI(-1))
C
-0.999693
4.99E+13
0.197315
2.64E+13
-5.066493
1.885743
0.0000
0.0701
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.487368
0.468382
1.35E+14
4.91E+29
-983.6468
25.66935
0.000025
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
7.10E+12
1.85E+14
67.97564
68.06994
68.00517
1.954256
107
 Investasi
Null Hypothesis: D(INVESTASI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.021142
-3.679322
-2.967767
-2.622989
0.0003
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INVESTASI,2)
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 12:10
Sample (adjusted): 1982 2010
Included observations: 29 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(INVESTASI(-1))
C
-0.964288
5.47E+12
0.192046
4.80E+12
-5.021142
1.138729
0.0000
0.2648
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.482876
0.463723
2.52E+13
1.72E+28
-935.0425
25.21187
0.000029
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.95E+11
3.45E+13
64.62362
64.71792
64.65315
1.992425
108
 Kredit Perbankan
Null Hypothesis: D(KREDIT) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.977349
-3.679322
-2.967767
-2.622989
0.0490
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(KREDIT,2)
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 12:10
Sample (adjusted): 1982 2010
Included observations: 29 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(KREDIT(-1))
C
-0.489658
2.08E+13
0.164461
1.34E+13
-2.977349
1.545155
0.0061
0.1340
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.247169
0.219286
6.28E+13
1.06E+29
-961.4729
8.864609
0.006073
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
8.86E+11
7.11E+13
66.44641
66.54070
66.47594
2.005133
109
Lampiran 5 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi
Null Hypothesis: RESID01 has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.275425
-2.644302
-1.952473
-1.610211
0.0019
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(RESID01)
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 12:21
Sample (adjusted): 1981 2010
Included observations: 30 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RESID01(-1)
-0.552763
0.168761
-3.275425
0.0027
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.268285
0.268285
2.62E+13
1.99E+28
-968.9927
1.990331
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
1.48E+12
3.07E+13
64.66618
64.71289
64.68112
110
Lampiran 6 : Hasil Estimasi Model Dinamis ECM
Dependent Variable: D(PDB)
Method: Least Squares
Date: 07/06/11 Time: 12:03
Sample (adjusted): 1981 2010
Included observations: 30 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
D(KONSUMSI)
D(INVESTASI)
D(KREDIT)
KONSUMSI(-1)
INVESTASI(-1)
KREDIT(-1)
ECT
7.90E+12
1.701201
0.006700
0.089020
0.330774
-0.839103
0.395664
0.472095
7.17E+12
0.038925
0.179060
0.094623
0.102744
0.273309
0.135409
0.172208
1.100780
43.70424
0.037417
0.940784
3.219400
-3.070166
-2.921986
2.741428
0.2829
0.0000
0.9705
0.3570
0.0039
0.0056
0.0079
0.0119
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.893381
0.891276
2.14E+13
1.01E+28
-958.7396
471.7124
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
8.52E+13
2.29E+14
64.44931
64.82296
64.56884
2.600875
111
Download