PENGARUH KONSUMSI, INVESTASI DAN KREDIT PERBANKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERIODE 1980-2010 Oleh Dyta Herdiana 107084000332 PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 1432 H / 2011 M ii iii iv v DAFTAR RIWAYAT HIDUP Biodata Diri: Nama Lengkap : Dyta Herdiana Jenis Kelamin : Wanita Tempat/tgl. Lahir : Jakarta, 28 Desember 1988 Agama : Islam Alamat : Jl. Lamtoro Rt 002 Rw 016 No. 39 Pamulang Timur Pamulang - Tangerang Selatan 15417 Pendidikan Formal: 1. Periode 1994 - 1995 : TK Dahlia Cirendeu 2. Periode 1995 - 2001 : SDN Cirendeu 1 3. Periode 2001 - 2004 : SMPN 1 Ciputat 4. Periode 2004 - 2007 : SMAN 1 Ciputat 5. Periode 2007 - 2011 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Latar Belakang Keluarga: 1. Ayah : Karmilan 2. Ibu : Sumirah 3. Alamat : Jl. Lamtoro Rt 002 Rw 016 No. 39 Pamulang Timur Pamulang- Tangerang Selatan 15417 Pengalaman Kerja: 1. Karyawan part time Chezs Rose Restaurant (2008) 2. Karyawan magang Koperasi Karyawan Universitas Terbuka (2010) 3. Auditor Kantor Akuntan Publik Abdi Ichjar (2011) vi ABSTRACT This study aims to analyze the influence of consumption, investment, and credit against the growth of Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia in the short and long term. The analysis was done using annual time series data which published by Indonesian National Statistical Bureau period 1980 to 2010. The method which is used in this study apply model dynamic Error Correction Model (ECM), which is introduced by Engle and Granger. The results show that the consumption and credit variables in long term were significantly positive influences the growth of Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia, while investment variable was significantly negative influences the growth of Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia. In short term the consumption was only variable which significantly positive influence the growth of Gross Domestic Product (GDP) in Indonesia, while investment and credit have no significantly influences the growth of GDP in Indonesia. Keywords: Gross Domestic Product (GDP), consumption, investment, credit, Error Correction Model (ECM) vii ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tingkat konsumsi, investasi dan kredit perbankan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan data runtut waktu tahunan yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) periode 1980 hingga 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model dinamis Error Correction Model (ECM) yang diperkenalkan oleh Engle dan Granger. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel konsumsi dan kredit perbankan dalam jangka panjang berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia, sedangkan variabel investasi berpengaruh signifikan negatif terhadap PDB Indonesia. Dalam jangka pendek hanya variabel konsumsi yang berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia, sedangkan variabel investasi dan kredit tidak berpengaruh terhadap PDB di Indonesia. Kata kunci: Produk Domestik Bruto (PDB), konsumsi, investasi, kredit perbankan, Error Correction Model (ECM) viii KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga atas bimbingan, pertolongan, dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH KONSUMSI, INVESTASI DAN KREDIT PERBANKAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERIODE 1980-2010 ”. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Strata Satu Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan dan kekurangan yang ada. Serta penulis menyadari betul bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya usaha, bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Orang tuaku tercinta, terima kasih. atas seluruh pengorbanan yang telah Kalian berikan dengan penuh ketulusan, seluruh do`a yang Kalian panjatkan dengan penuh keikhlasan. Jasa-jasa Kalian tidak akan pernah bisa aku balas sampai kapanpun. Oleh karena itu aku berdo`a semoga Allah Azza Wa Jalla mengampuni dosa-dosa Kalian dan membalasnya dengan kebaikan yang sangat banyak. Allahumma aamiiinn. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs. Lukman, M. Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik. ix 5. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan, SE, M. Sc, sebagai dosen pembimbing skripsi II yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik. 6. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa kuliah. 7. Adikku Ricky dan sepuku-sepupuku yang aku sayangi, setelah selesai perjuangan skripsi ayo kita lanjukan petualangan....terima kasih Dina atas supportnya, ayo tetap semangat! 8. Saudara-saudara seimanku, teman-teman senasib dan seperjuanganku, Keluarga Besar IESP 2007: Ade, Elva, Ocha, Eti, Tio, Widhi, Mario, dan semuanya yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu, senang sekali bisa kenal kalian semua. Terima kasih atas bantuannya. Semangat-semangat!!! Special syukron for Mawaddah dan Selamet yang baik hati terima kasih untuk semua bantuannya, terutama untuk berbagi ilmu mengolah data. 9. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini. Jazakumullahu khoyron katsiron. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sebagai wacana dan menambah wawasan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis tidak menutup diri untuk menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Jakarta, Agustus 2011 Penulis x DAFTAR ISI Cover Lembar Pengesahan skripsi .............................................................................. ii Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ................................................................... iii Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ........................................................ iv Lembar Pernyataan Keaslian Skripsi ............................................................... v Daftar Riwayat Hidup ..................................................................................... vi Abstract ........................................................................................................... viii Abstrak ............................................................................................................. viii Kata Pengantar ................................................................................................. ix Daftar Tabel ..................................................................................................... xi Daftar Gambar .................................................................................................. xiv Daftar lampiran ................................................................................................ xv Daftar Isi........................................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian .............................................................. 1 B. Perumusan Masalah ....................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 12 D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi ....................................................................................... 13 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi ........................ 13 2. Teori Konsumsi Keynes ........................................................... 16 B. Investasi.......................................................................................... 18 1. Jenis-Jenis Investasi ................................................................. 19 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi .......................... 20 C. Kredit Perbankan ............................................................................ 22 1. Tujuan dan Fungsi Kredit Perbankan ....................................... 23 2. Jenis-Jenis Kredit ..................................................................... 25 xi D. Pertumbuhan Ekonomi ................................................................... 28 E. Keterkaitan Antar Variabel ............................................................ 34 1. Peran Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ................... 34 2. Peran Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ..................... 35 3. Peran Kredit Perbankan terhadap Pertumbuhan Ekonomi ....... 36 F. Penelitian Sebelumnya ................................................................... 38 G. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 46 H. Hipotesis......................................................................................... 48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 49 B. Metode Penentuan Sampel ............................................................. 49 C. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 49 D. Metode Analisis ............................................................................. 50 1. Uji Asumsi Klasik .............................................................. 50 a. Uji Normalitas ........................................................ 50 b. Multikolinearitas .................................................... 51 c. Heteroskedastisitas ................................................. 52 d. Autokorelasi ........................................................... 53 2. Uji Stasioneritas ................................................................. 54 a. Uji Akar-Akar Unit ................................................ 54 b. Uji Derajat Integrasi ............................................... 55 3. Uji Kointegrasi ................................................................... 56 4. Pendekatan Error Correction Model (ECM) ..................... 59 E. Operasional Variabel Penelitian ..................................................... 61 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ................................... 63 1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ............. 63 2. Perkembangan Konsumsi di Indonesia .............................. 64 3. Perkembangan Investasi di Indonesia ................................ 66 4. Perkembangan Kredit Perbankan di Indonesia .................. 69 B. Analisis dan Pembahasan ............................................................... 71 xii 1. Uji Asumsi Klasik .............................................................. 72 a. Uji Normalitas ........................................................ 72 b. Multikolinearitas .................................................... 73 c. Heteroskedastisitas ................................................. 75 d. Autokorelasi ........................................................... 75 2. Uji Akar-Akar Unit ............................................................ 77 3. Uji Derajat Integrasi ........................................................... 78 4. Uji Kointegrasi ................................................................... 79 5. Pendekatan Error Correction Term (ECM) ....................... 81 a. Pengaruh Konsumsi terhadap PDB ........................ 84 b. Pengaruh Investasi terhadap PDB .......................... 87 c. Pengaruh Kredit Perbankan terhadap PDB ............ 89 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan .................................................................................... 92 B. Implikasi ......................................................................................... 93 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 95 LAMPIRAN ..................................................................................................... 98 xiii DAFTAR TABEL No. Keterangan Halaman 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ......................................................... 44 4.1 Hasil Uji Correlation Matrix .............................................................. 77 4.2 Hasil Uji White Heteroskedasticity Test ............................................. 78 4.3 Hasil regresi LM-Test .......................................................................... 80 4.4 Hasil Penyembuhan LM-Test ............................................................. 80 4.5 Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Level ......................................... 74 4.6 Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Derajat Integrasi Pertama.......... 75 4.7 Nilai Regresi Uji Kointegrasi .............................................................. 76 4.8 Hasil Estimasi Model Dinamis ECM .................................................. 82 xiv DAFTAR GAMBAR No. Keterangan Halaman 2.1 Kerangka Berpikir ............................................................................... 48 4.1 Perkembangan Pertumbuhan PDB Indonesia Periode 1980-2010 ...... 64 4.2 Perkembangan Konsumsi Periode 1980-2010 .................................... 66 4.3 Perkembangan Investasi Periode 1980-2010 ...................................... 67 4.4 Perkembangan Kredit Perbankan Periode 2003-2009 ........................ 70 4.5 Uji Normalitas ..................................................................................... 73 xv DAFTAR LAMPIRAN No. Keterangan Halaman 1 Data Penelitian .................................................................................. 98 2 Hasil Estimasi Uji Asumsi Klasik ..................................................... 99 3 Hasil Estimasi Uji Akar-Akar Unit ................................................... 102 4 Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi .................................................. 106 5 Hasil Estimasi Uji Kointegrasi .......................................................... 110 6 Hasil Estimasi Model Dinamis ECM ................................................ 111 xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai suatu proses pertumbuhan output perkapita dalam jangka panjang. Hal ini berarti, bahwa dalam jangka panjang, kesejahteraan tercermin pada peningkatan output perkapita yang sekaligus memberikan banyak alternatif dalam mengkonsumsi barang dan jasa, serta diikuti oleh daya beli masyarakat yang semakin meningkat (Boediono, 1993: 1-2). Pertumbuhan ekonomi juga bersangkut paut dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Dapat dikatakan, bahwa pertumbuhan menyangkut perkembangan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya hasil produksi dan pendapatan. Dalam hal ini berarti terdapatnya kenaikan dalam pendapatan nasional yang ditunjukkan oleh besarnya nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Indonesia, sebagai suatu negara yang sedang berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan. Pembangunan nasional mengusahakan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yang pada akhirnya memungkinkan terwujudnya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat (Yunan, 2009: 2). 1 Resesi ekonomi dunia yang telah berlangsung sejak awal tahun 1980an, telah mempengaruhi perkembangan indonesia pada tahun 1983. Oleh karena itu laju pertumbuhan ekonomi menurut harga konstan 1983 hanya mencapai sebesar 4.20% dari beberapa tahun sebelumnya rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih besar dari 5%. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi ini disebabkan antara lain menurunnya harga minyak dunia sehingga penerimaan ekspor menurun (Statistik Indonesia, 1984). Secara umum kondisi perekonomian Indonesia mengalami berbagai tekanan, baik yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal. Walaupun antara kurun waktu 1980-an sampai pertengahan 1990-an perekonomian Indonesia menunjukan perkembangan yang cukup baik, tetapi secara keseluruhan perkembangan ekonomi Indonesia sampai akhir tahun 1997 mengalami perlambatan yang cukup berarti pada paruh kedua tahun 1997 karena mulai terjadi krisis moneter khususnya kejatuhan nilai tukar dan ditambah lagi dengan meningkatnya utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun secara drastis. Ditinjau dari sisi permintaan, penurunan pertumbuhan ekonomi diakibatkan oleh melemahnya permintaan domestik khusunya konsumsi rumah tangga dan investasi swasta. Sedangkan dari sisi penawaran, perlambatan ini terjadi pada sektor-sektor yang memiliki pangsa yang cukup besar terhadap total pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan biaya impor bahan baku dan pembayaran utang yang jatuh 2 tempo dan keduanya dipacu oleh tekanan nilai tukar dan ketatnya likuditas perbankan nasional (Statistik Indonesia, 1999). Perkembangan konsumsi masyarakat di Indonesia dari tahun 1980 sampai dengan 1997 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring pertambahan penduduk, konsumsi dari tahun ke tahun penduduk Indonesia selalu meningkat, kebutuhan masyarakat atas barang dan jasa juga menunjukkan peningkatan. Namun pada pertengahan tahun 1997 sampai tahun 1998, konsumsi masyarakat di Indonesia mengalami penurunan karena terjadi krisis nilai tukar rupiah yang terus mengalami penurunan (depresiasi), yang kemudian disusul dengan krisis moneter dan pada akhirnya berubah menjadi krisis ekonomi yang menimbulkan konsekuensi terhadap ketidakstabilan perekonomian Indonesia. Walaupun satu atau dua tahun setelah krisis ekonomi 1998, ekonomi Indonesia sudah kembali menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif, namun hingga saat ini pertumbuhannya rata-rata per tahun relatif masih lambat dibandingkan negara-negara tetangga yang juga terkena krisis seperti Korea Selatan dan Thailand, atau masih jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan rata-rata per tahun yang pernah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru (ORBA), khususnya pada periode 1980-an hingga pertengahan 1990-an. Salah satu penyebabnya adalah masih belum intensifnya kegiatan investasi, termasuk arus investasi dari luar negeri maupun dalam negeri. Di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia tidak mempunyai sumber dana yang cukup guna membiayai pembangunan 3 negerinya atau terbatasnya akumulasi berupa kapital tabungan di dalam negeri. Selain itu dikarenakan oleh rendahnya produktivitas dan tingginya konsumsi. Penggairahan iklim investasi di Indonesia dimulai dengan diundangkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Pemberlakuan undang-undang ini menyusul tampilnya rezim orde baru memegang tampuk pemerintahan. Sebelumnya, dalam pemerintahan orde lama, Indonesia sempat menentang kehadiran investasi dari luar negeri. Ketika itu tertanam keyakinan bahwa modal asing hanya akan menggerogoti kedaulatan negara. Undang-undang UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN kemudian dilengkapi dan disempurnakan dengan UU No.12 Tahun 1970. Perbaikan iklim penanaman modal tak henti-hentinya dilakukan pemerintah, terutama sejak awal pelita IV atau tepatnya tahun 1984 (Dumairy, 1996: 132). Semenjak diberlakukannya Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 dan No. 12 Tahun 1970 tentang PMDN, investasi cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu. Walaupun demikian, pada tahun-tahun tertentu sempat juga terjadi penurunan. Kecenderungan peningkatan bukan hanya berlangsung pada investasi oleh kalangan masyarakat atau sektor swasta, baik PMDN maupun PMA, namun juga penanaman modal oleh pemerintah. Ini berarti pembentukan modal domestik bruto meningkat dari tahun ke tahun. Penanaman modal oleh dunia usaha meningkat pesat terutama dalam dasawarsa 1980-an sesudah pemerintah meluncurka sejumlah paket 4 kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi. Dalam dasawarsa 1970-an sebagian besar penanaman modal negeri berasal dari sektor pemerintah. Keadaan tersebut sekarang telah berbalik. Selama paruh pertama dasawarsa 1990-an sebagian besar investasi domestik berasal dari dunia usaha dan masyarakat. Investasi oleh pemerintah sendiri juga tetap bertambah sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana dan prasarana serta pelayanan dasar lainnya (Dumairy, 1996: 133). Pada tahun 1970-an, peranan investasi swasta mengalami penurunan seiring dengan meningkat pesatnya investasi pemerintah. Namun pada masa sewindu berikutnya, periode awal 1980-an hingga tahun 1987, sejalan dengan merosotnya penerimaan pemerintah dari sector minyak bumi serta membengkaknya pembayaran utang luar negeri, peranan investasi pemerintah menurun. Sebaliknya, peranan investasi swasta meningkat. Kemudian, sejajar dengan membaiknya lagi penerimaan pemerintah yang kali ini karena kenaikan pesat penerimaan pajak, peranan investasi pemerintah pun meningkat kembali, sehingga kontribusi relatif investasi swasta sedikit menurun. Perkembangan investasi sepanjang Pembangunan Jangka Panjang I bahkan melebihi pertumbuhan produksi nasional. Rasio investasi terhadap produksi nasional melonjak cukup berarti, dari semula 18 persen menjadi kemudian 30,5 persen. Lonjakan rasio ini merupakan pertanda kenaikan kapasitas produksi nasional. Semua itu dimungkinkan berkat digulirkannya kebijaksanaan-kebijaksanaan penyederhanaan prosedur dan pelunakan 5 persyaratan, sehingga calon-calon investor tertarik untuk menanamkan modal mereka (Dumairy, 1996: 133). Namun tak kalah pentingnya, kenaikan investasi yang cukup berarti itu juga dimungkinkan berkat berkat kenaikan dalam sumber pembiayaannya, baik dari tabungan dalam negeri maupun dana dari luar negeri. Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam mencerahkan iklim investasinya di masa datang, baik secara internal di dalam negeri sendiri maupun secara eksternal dari negara lain. Di dalam negeri, tantangan itu antara lain masih belum memadainya ketersediaan sarana dan prasarana perekonomian yang berupa barang publik. Sementara keuangan pemerintah justru harus dikelola lebih efisien, kalangan swasta biasanya enggan atau tidak tertarik untuk menanam modal bagi penyediaan barang publik. Tantangan lain adalah rendahnya produktivitas pekerja dan efisiensi produksi, kelangkaan tenaga kerja terampil, serta kurang terjaminnya kepastian hukum bagi investor, khususnya investor asing. Tantangan eksternalnya antara lain berupa persaingan iklim investasi dengan beberapa negara di kawasan Asia lainnya, terutama China, Vietnam, Thailand dan India (Dumairy, 1996: 134). Dilihat dari periode sebelum dan sesudah krisis moneter peran investasi baik investasi pemerintah maupun investasi swasta mengalami peningkatan yang pesat dan juga mengalami penurunan di tahun-tahun tertentu. Proporsi investasi di dalam PDB dan pesatnya pertumbuhan investasi tidak berarti pembangunan ekonomi berjalan dengan baik dan begitu pula sebaliknya, karena yang penting bukan besarnya investasi dalam nilai uang 6 atau jumlah proyek, tetapi bagaimana efisiensi atau produktivitas dari investasi tersebut. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, sumber utama pembiayaan investasi di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan. Seperti halnya di negara-negara berkembang lain, perbankan dalam perekonomian Indonesia mendominasi keseluruhan sektor keuangan dilihat dari segi pemilikan aset, pengumpulan dana maupun dana tersebut dalam perekonomian. Perkembangan Perbankan yang terjadi di Indonesia dengan hadirnya Reformasi Perbankan 1983 dan Reformasi Perbankan 1988 memiliki implikasi penting bagi perkembangan perekonomian nasional. Pada bulan maret 1983 pemerintah Indonesia memperkenalkan suatu program pengukuran sektor keuangan yang akan mengubah bentuk sistem perbankan nasional sebagai suatu program internasional termasuk transformasi pajak, regulasi perdagangan internasional, dan pasar keuangan lainnya dan kemudian disusul dengan deregulasi perbankan di tahun 1988. dengan deregulasi tersebut, pemerintah memberikan kebebasan kepada bank, baik untuk menentukan suku bunga maupun dalam memberikan kredit, yang sebelumnya baik bunga maupun kredit diatur melalui batas dan pagu tertentu. Kedua refomasi ini mendorong peningkatan penghimpunan dana masyarakat dan pemberian kredit oleh masing-masing bank (Rafika Sari, 2006: 2). Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Ketika 7 sektor perbankan terpuruk perekonomian nasional juga ikut terpuruk. Demikian pula sebaliknya, ketika perekonomian mengalami stagnasi sektor perbankan juga terkena imbasnya dimana fungsi intermediasi tidak berjalan normal (Kiryanto, 2007: 2). Krisis Moneter 1997-1998 yang melanda perekonomian Indonesia telah berimbas pada sektor perbankan. Krisis yang diawali dengan devaluasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS telah menimbulkan ledakan kredit macet dan melunturkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga perbankan, yang pada gilirannya melemahkan fungsi intermediasi perbankan. Masyarakat kala itu banyak menarik dananya (rush) yang ada di bank swasta dan mengalihkannya ke bank yang dianggap aman (flight to safety), yakni bank asing dan bank BUMN. Untuk mencegah hal ini bank-bank mematok suku bunga dananya dengan sangat tinggi, yang diikuti dengan penyesuaian suku bunga kredit. Penyaluran kredit perbankan praktis terhenti karena sektor riil tidak mampu menyerap dana yang mahal harganya Dari uraian di atas, konsumsi dan investasi adalah unsur paling esensial bagi sebuah perekonomian. Banyak alasan yang menyebabkan analisis makro ekonomi perlu memperhatikan tentang konsumsi rumah tangga secara mendalam. Alasan pertama, konsumsi rumah tangga memberikan pemasukan kepada pendapatan nasional. Di kebanyakaan negara pengeluaran konsumsi sekitar 60-75 persen dari pendapatan nasional. Alasan yang kedua, konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya (Sukirno, 2003: 338). 8 Sedangkan sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil via akumulasi kapital dan inovasi teknologi. Lebih tepatnya, sektor keuangan mampu memobilisasi tabungan. Mereka menyediakan para peminjam berbagai instrumen keuangan dengan kualitas tinggi dan resiko rendah. Hal ini akan menambah investasi dan akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi (Inggrid, 2006: 40). B. Perumusan Masalah Konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian pendapatannya yang dibelanjakan. Bagian pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan. Secara agregat, pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan, semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi dari semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan (Dumairy, 1996: 114). Di lain pihak jika tabungan semua orang di sebuah negara dijumlahkan, hasilnya adalah tabungan masyarakat negara tersebut. Selanjutnya, tabungan masyarakat bersama-sama dengan tabungan pemerintah membentuk tabungan nasional yang merupakan sumber dana untuk investasi. 9 Namun hampir semua negara berkembang merasakan bahwa tabungan masyarakat dan tabungan pemerintah kurang cukup untuk membiayai prgram pembangunan dan untuk mencapai suatu tingkat pertumbuhan tertentu. Kekurangan ini dapat diperoleh dan dipenuhi dapat dipenuhi dari modal luar negeri. Pembiayaan pembangunan baik dari pemerintah maupun swasta berupa penanaman modal atau investasi sangat penting bagi pembangunan ekonomi pada khususnya dan pembangunan yang dialokasikan ke dalam proyek pembangunan, berarti akan menambah kapital yang ada dalam suatu perekonomian, selanjutnya tambahan kapital tersebut akan berakibat pada peningkatan taraf hidup masyarakat dimana salah satu indikatornya adalah pertumbuhan ekonomi pada masyakat suatu negara tersebut karena investasi merupakan kegiatan untuk mentransformasikan sumber daya potensial menjadi kekuatan ekonomi riil. Sumber daya alam yang ada di masing-masing daerah diolah dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat secara adil dan merata. Sebagaimana umumnya negara berkembang, sumber utama pembiayaan investasi di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan. Dengan demikian wajar apabila melambatnya penyaluran kredit perbankan di Indonesia setelah krisis 1997 dituding sebagai salah satu penyebab lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia dibandingkan negara Asia lainnya yang terkena krisis (Korea Selatan dan Thailand). Meskipun kondisi makroekonomi dalam beberapa tahun terakhir relatif membaik, tercermin dari terkendalinya laju inflasi, stabilnya nilai tukar, dan turunnya suku bunga, 10 namun kredit yang disalurkan perbankan belum cukup menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis, yang berarti bahwa fungsi intermediasi perbankan masih belum pulih atau terjadi disintermediasi perbankan. Laporan Bank Indonesia (2003) menunjukkan bahwa belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan antara lain disebabkan oleh masih berlangsungnya konsolidasi internal perbankan dan belum mampunya sektor riil menyerap kredit. Sementara itu, konsolidasi internal perbankan seperti penerapan good corporate governance dan pengelolaan risiko yang baik masih merupakan proses yang dilaksanakan oleh perbankan. Semua hal tersebut sangat dicermati oleh perbankan karena pengaruhnya pada kecukupan modal perbankan atau CAR ( Capital Adequacy Ratio). Di sisi lain, dalam kondisi resesi ekonomi setelah krisis, penurunan kredit perbankan dapat juga terjadi karena melemahnya permintaan kredit dari sektor swasta akibat rendahnya prospek investasi dan belum pulihnya kondisi keuangan perusahaan. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Seberapa besar pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1980-2010? 11 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1980-2010. D. Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi : 1. Pemerintah (policy maker), sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang akan diambil khususnya kebijaksanaan yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 2. Akademisi, sebagai sumbangan informasi pengetahuan secara teoritis dan praktis bagi dunia akademik. 3. Penulis, untuk memperluas informasi dan wawasan mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia serta mengaplikasikan teori-teori ekonomi yang telah diperoleh dalam perkuliahan di program studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Fakutas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Konsumsi mempunyai pengertian yaitu barang dan jasa akhir yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Barang dan jasa akhir yang dimaksud adalah barang dan jasa yang sudah siap dikonsumsi oleh konsumen. Barang konsumsi ini terdiri dari barang konsumsi sekali habis dan barang konsumsi yang dapat dipergunakan lebih dari satu kali (Nopirin, 1997). Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan: C = a + bY (2.1) Dimana a adalah konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah 0, b adalah kecondongan konsumsi marginal, C adalah tingkat konsumsi dan Y adalah tingkat pendapatan nasional. 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi a. Pendapatan rumah tangga Pendapatan pada dasarnya merupakan balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi atas pengorbanannya dalam proses produksi. Masing-masing faktor-produksi seperti tanah akan memperoleh balas jasa dalam bentuk sewa, tenaga kerja akan memperoleh balas jasa berupa upah atau gaji, modal akan memperoleh balas jasa dalam bentuk bunga modal, serta keahlian termasuk para enterpreneur akan memperoleh balas jasa dalam bentuk laba (Sadono Sukirno, 2003). Pendapatan rumah tangga 13 13 amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin tinggi pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi pula. Karena ketika pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi makin besar, atau mungkin juga pola hidup makin konsumtif. b. Kekayaan rumah tangga Tercakup dalam pengertian kekayaan rumah tangga adalah kekayaan riil dan finasial. Kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi karena menambah pendapatan disposibel. Efek kekayaan, perubahan tingkat harga akan menyebabkan seorang yang memiliki kekayaan mengalami kenaikan dari kekayaannya tersebut. Pemegang kekayaan akan merasa lebih kaya, sehingga mungkin mereka akan memperbesar pengeluaran konsumsi. c. Tingkat bunga Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi keinginan konsumsi, baik dilihat dari sisi keluarga yang mempunyai kelebihan uang maupun kekurangan uang. Dengan tingkat bunga tinggi maka biaya ekonomi semakin mahal, bagi mereka yang ingin meminjam uang dari bank, biaya bunga akan semakin mahal sehingga lebih baik menunda. Faktor yang juga penting dalam menentukan jumlah tabungan (yang berarti juga mempengaruhi konsumsi) adalah tingkat bunga. Oleh karena konsumen mempunyai preferensi terhadap barang sekarang daripada barang pada waktu yang akan datang, maka agar konsumen 14 bersedia menagguhkan pengeluaran konsumsi diperlukan adanya balas jasa yang disebut bunga. Semakin tinggi tingkat bunga, maka akan semakin besar pula jumlah yang ditabung (konsumsi menjadi semakin sedikit) dan begitu pula sebaliknya. Keynes mengatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi adalah pendapatan atau penghasilan riil, walaupun demikian hal tersebut tidak menghilangkan pengaruh tingkat bunga terhadap alokasi penghasilan antara tabungan dan pengeluaran konsumsi. Akan tetapi tidaklah jelas apakah semakin tinggi tingkat bunga akan menyebabkan tingkat konsumsi semakin sedikit atau semakin tinggi. Karena perubahan tingkat bunga mempunyai dua efek, yaitu efek substitusi (substitution effect) dan efek pendapatan (income effect). Apabila tingkat bunga naik, efek substitusi menyebabkan rumah tangga akan mengkonsumsi lebih sedikit (tabungan lebih besar), sebaliknya efek pendapatan menyebabkan pengeluaran konsumsi menjadi semakin besar (tabungan semakin kecil). Efek totalnya tergantung efek mana yang dominan, apakah efek substitusi atau efek pendapatan. Bagi golongan masyarakat kaya yang mempunyai APC lebih besar daripada golongan masyarakat miskin, efek penghasilan mungkin lebih besar dari pada efek substitusi apabila tingkat bunganya naik. Sebaliknya golongan masyarakat miskin, efek substitusi lebih dominan dari pada efek pendapatan sehingga apabila tingkat bunga naik maka mereka cenderung akan menabung lebih banyak. 15 d. Inflasi Efek kenaikan tingkat harga umum, adanya kenaikan tingkat harga suatu barang akan menyebabkan efek substitusi dimana konsumen akan mengurangi pembelian barang yang harganya menjadi relatif lebih mahal dan menambah pembelian barang yang harganya relatif lenih murah. Akan tetapi adanya inflasi yaitu kenaikan harga secara umum menyebabkan semua harga barang mengalami kenaikan dan ini menyebabkan terjadinya efek substitusi antara pengeluaran konsumsi dan tabungan. Kenaikan tingkat harga secara umum tidak berarti bahwa harga semua barang mengalami kenaikan harga secara proposional, sehingga ada substitusi antara barang yang satu dengan barang yang lainnya secara terbatas. Bagaimana pengaruh adanya inflasi dengan pengeluaran konsumsi sangat tergantung dari teori mana yang dipilih. Teori menurut Keynes menunjukan hubungan antara pengeluaran konsumsi secara riil dan tingkat penghasilan riil, sehingga adanya inflasi tidak mempengaruhi pengeluaran konsumsi. 2. Teori Konsumsi Keynes Dalam teorinya Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan 16 fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi. Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin. Ketiga, keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting. Berdasarkan tiga dugaan ini, fungsi konsumsi keynes sering ditulis sebagai berikut (N.G Mankiw, 2003: 425-426) : C = C + cY, C > 0, 0 < c < 1 (2.2) Keterangan : C = konsumsi Y = pendapatan disposebel C = konstanta c = kecenderungan mengkonsumsi marginal Secara singkat di bawah ini beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes : 17 a. Variabel nyata adalah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan. b. Pendapatan yang terjadi disebutkan bahwa pendapatan nasional yang menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan nasional yang terjadi atau current national income. c. Pendapatan absolut disebutkan bahwa fungsi konsumsi Keynes variabel pendapatan nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolut yang dapat dilawankan dengan pendapatan relatif, pendapatan permanen dan sebagainya. d. Bentuk fungsi konsumsi menggunakan fungsi konsumsi dengan bentuk garis lurus. Keynes berpendapat bahwa fungsi konsumsi berbentuk lengkung (Soediyono Reksoprayitno, 2000: 126). B. Investasi Investasi didefinisikan sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan (Sadono Sukirno, 2000). Dengan kata lain dalam teori ekonomi, investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas memproduksi sesuatu dalam perekonomian. 18 Dornbusch & Fischer berpendapat bahwa investasi adalah permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau pendapatan di masa mendatang. Menurut Sadono Sukirno (2000) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni: investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja; pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi; investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. 1. Jenis-Jenis Investasi a. Autonomous Investment (Investasi Autonom) Investasi autonom adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Artinya tinggi rendahnya pendapatan nasional nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Investasi ini dilakukan oleh pemerintah (Public Investment), karena disamping biayanya yang sangat besar, investasi ini juga tidak memberikan keuntungan, maka swasta tidak dapat melakukan investasi jenis ini karena 19 tidak memberikan keuntungan langsung. Contohnya investasi bendungan saluran irigasi akan dapat meningkatkan produksi hasil pertanian tetapi tidak memberikan keuntungan langsung kepada pemerintah. Selain itu, pembukaan dan pembangunan prasarana jalan juga merupakan investasi otonom. Dengan dibukanya prasarana jalan akan dapat meningkatkan aktifitas perekonomian daerah yang tadinya terisolir. b. Induced Investment (Investasi Dorongan) Investasi dorongan adalah investasi yang besar kecilnya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan baik itu pendapatan daerah ataupun pendapatan pusat atau nasional. Investasi ini diadakan akibat adanya pertambahan permintaan, dimana pertambahan permintaan tersebut sebagai akibat dari pertambahan pendapatan. Jelasnya apabila pendapatan bertambah maka permintaan akan digunakan untuk tambahan konsumsi sedangkan pertambahan konsumsi pada dasarnya adalah tambahan permintaan dan jika ada tambahan permintaan maka akan mendorong berdirinya pabrik baru atau memperluas pabrik lama untuk dapat memenuhi tambahan permintaan tersebut. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi a. Tingkat Bunga Tingkat bunga sangat berperan dalam menentukan tingkat ivestasi yang terjadi dalam suatu negara. Apabila tingkat bunga rendah maka tingkat investasi yang terjadi akan tinggi karena kredit dari bank masih 20 menguntungkan untuk mengadakan investasi. Sebaliknya jika tingkat bunga tinggi, maka investasi kredit bank rendah. Ada dua istilah yang dapat digunakan untuk melihat tingkat suku bunga dari investasi yaitu: 1. Marginal Efficiency of Investment (MEI), yang menggambarkan hubungan antara tingkat suku bunga dengan investasi yang dilakukan oleh para pengusaha dalam suatu jangka waktu tertentu. 2. Marginal Efficiency of Capital (MEC), yang menggambarkan hubungan antara tingkat suku bunga dengan penanaman modal yang seharusnya dilakukan untuk usaha-usaha yang tingkat pengembalian modalnya (rate of return) lebih besar dari pada tingkat suku bunga yang menguntungkan. Keynes mengatakan masalah investasi baik ditinjau dari penentuan jumlahnya maupun kesempatan untuk mengadakan investasi itu sendiri, didasarkan pada konsep Marginal Efficiency of Capital (MEC). MEC merupakan tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (return of investment). b. Peningkatan Aktivitas Perekonomian Harapan adanya peningkatan perekonomian di masa mendatang, merupakan salah satu faktor penentu untuk mengadakan investasi atau tidak. Kalau ada perkiraan akan terjadi peningkatan perekonomian di masa yang akan datang, walaupun tingkat bunga lebih besar dari tingkat MEC (sebagai penentu investasi), investasi mungkin akan tetap dilakukan oleh 21 investor yang instingnya tajam melihat peluang meraih keuntungan yang lebih besar di masa yang akan datang. c. Kestabilan Politik Kestabilan politik suatu negara merupakan suatu pertimbangan yang sangat penting untuk menandakan investasi. Karena dengan stabilnya politik negara yang bersangkutan terutama penanaman modal dari luar negeri (Penanaman Modal Asing) tidak akan ada resiko perusahaannya dinasionalisasikan oleh negara bersangkutan (ini dapat terjadi bila ada pergantian rezim yang memerintah negara tersebut). d. Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi akan meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi biaya produksi. Dengan demikian kemajuan teknologi yang berlaku di berbagai kegiatan ekonomi akan mendorong lebih banyak investasi. Semakin besar biaya yang diperlukan untuk melakukan perombakan dalam teknologi yang digunakan semakin banyak investasi yang dilakukan. C. Kredit Perbankan Menurut Bank Indonesia kredit perbankan merupakan tagihan perbankan pada sektor swasta domestik karena pemberian pinjaman kepadanya. Rasio penyaluran kredit ini merupakan ukuran dari aktifitas sektor keuangan yang sangat penting, yaitu dalam hal penyaluran dana dari masyarakat yang kelebihan dana kepada pihak investor yang kekurangan dana. 22 Pengertian kredit perbankan adalah kredit yang diberikan oleh bank pemerintah ataupun bank swasta kepada dunia usaha untuk membiayai sebagian kebutuhan pembiayaan dan atau kredit dari bank kepada individu atau perorangan untuk membiayai pembelian barang-barang konsumsi tahan lama secara langsung . 1. Tujuan dan Fungsi Kredit Perbankan Tujuan kredit mencakup scope yang luas, ada dua fungsi pokok yang saling berkaitan dengan kredit adalah: (Sinungan, 2000). a. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang diteguk dari pemungutan bunga. b. Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti. Tujuan kredit berarti tidak lepas dari falsafah yang dianut oleh suatu negara karena pada dasarnya tujuan kredit didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yang dianut, seperti pada negara-negara liberal di mana dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Pemberian kredit yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit apabila nasabah yang akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya itu. Dari faktor kemauan dan kemampuan tersebut, maka tersimpul suatu unsur keamanan dan unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit. 23 Kehidupan perekonomian yang modern, bank memegang peranan sangat penting. Oleh karena itu, organisasi-organisasi bank selalu diikut sertakan dalam menentukan kebijaksanaan di bidang moneter, pengawasan devisa, dan lain-lain. Hal ini antara lain disebabkan usaha pokok bank adalah memberikan kredit, dan kredit yang diberikan oleh bank merupakan pengaruh yang sangat luas dalam segala bidang kehidupan, khususnya di bidang ekonomi. Tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank khususnya bank pemerintah yang mengemban tugas sebagai Agen of Development adalah sebagai berikut (Thomas Suyatno, 1990: 12) : 1. Turut mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan. 2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. 3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya Fungsi kredit perbankan dalam pengembangan perekonomian antara lain : a. Meningkatkan daya guna uang. b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. c. Meningkatkan daya guna dan peredaran uang. d. Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi. e. Meningkatkan kegairahan usaha. 24 f. Meningkatkan pemerataan pendapatan. g. Meningkatkan hubungan internasional dengan negara maju, mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi. Sedangkan fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan antara lain sebagai berikut. a. Meningkatkan daya guna dari modal atau uang Yaitu para pemilik uang atau modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya selain itu juga dapat menyimpan uangnya pada lembaga-lembaga keuangan. b. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari suatu barang. Yaitu dengan mendapatkan kredit para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat. c. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Yaitu kredit yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro bilyet dan wesel maka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. 2. Jenis-Jenis Kredit a. Kredit Menurut Jenis Yang Dibiayai 1. Kredit modal kerja Yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya untuk memenuhi modal kerjanya. Kriteria dari modal kerja yaitu kebutuhan 25 modal yang habis dalam satu cycle usaha, hal ini kalau dilihat dalam neraca suatu perusahaan akan berupa uang kas/ bank ditambah dengan piutang dagang ditambah dengan persediaan baik persediaan barang jadi, persediaan bahan dalam proses, persediaan bahan baku. Apabila dibicarakan modal kerja bersih maka perlu dikurangi lagi dengan current liabilitiesnya. 2. Kredit Investasi Yaitu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan untuk pembelian barang-barang modal yaitu tidak habis dalam satu cycle usaha, maksudnya proses dari pengeluaran uang kas dan kembali menjadi uang kas tersebut akan memakan jangka waktu yang cukup panjang setelah melalui beberapa kali perputaran. Misalnya seorang debitur mendapatkan kredit untuk mendirikan pabrik, atau barang modal lainnya. Uang kas yang dikeluarkan untuk membeli barang-barang modal tersebut akan baru dapat terhimpun kembali setelah melalui proses depresiasi/ deplesi/ amortisasinya sesuai jangka waktu ekonomisnya (economical useful life) yamg mana dana depresiasi yang berupa out of pocket cost tersebut dikumpulkan. Jadi ada 2 ciri pokok dari kredit investasi yaitu: barang yang akan dibeli merupakan barang-barang modal dan jangka waktunya cukup lama. 26 3. Kredit Konsumsi Bentuk kredit yang diberikan kepada perorangan ini bukan dalam rangka untuk mendapatkan laba tetapi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi. b. Kredit Menurut Sektor Ekonomi Untuk kepentingan perencanaan pengembangan kegiatan perekonomian maka pembagian sektor-sektor ekonomi mempunyai arti yang sangat penting. Penguasa moneter dan bank sentral mempunyai kepentingan utama dalam pembagian kredit menurut sektoral, sebagai alat perencanaan dan penegendalian kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambilnya. Secara garis besar pembagian kredit menurut sektor ekonomi: 1. Sektor pertanian, perkebunan, dan sarana pertanian 2. Sektor pertambangan 3. Sektor perindustrian 4. Sektor listrik, gas, dan air 5. Sektor kontruksi 6. Sektor perdagangan, restoran, dan hotel 7. Sektor pengangkatan, pergudangan, dan komunikasi 8. Sektor jasa-jasa dunia usaha 9. Sektor jasa-jasa sosial atau masyarakat 27 D. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sadono Sukirno, 2000). Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian. Dari suatu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan oleh pertambahan faktor-faktor produksi baik dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah barang modal dan teknologi yang digunakan juga makin berkembang. Menurut Arsyad (1999: 11) pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto/ Pendapatan Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Pertumbuhan ekonomi diukur dengan pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Laju pertumbuhan PDB akan memperlihatkan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Oleh karena itu pemahaman indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya tahunan. Aspek tersebut relevan untuk dianalisa sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah untuk mendorong aktivitas perekonomian domestik dapat dinilai efektifitasnya. 28 1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Adam Smith Adam Smith (1723 – 1790) dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of the Nations (1776) atau secara singkat sering disebut sebagai Wealth of Nations, bisa dilihat bahwa tema pokoknya adalah mengenai bagaimana perekonomian (kapitalis) tumbuh. Dalam buku tersebut Smith, mungkin orang yang pertama yang mengungkapkan proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang secara sistematis. Oleh sebab itu, teori Adam Smith sering dianggap sebagai awal dari pengkajian masalah pertumbuhan secara sistematis (Boediono, 1985: 7). Menurut Adam Smith, ada dua aspek utama dari pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan output (GDP) total dan pertumbuhan penduduk. Dalam pertumbuhan output Adam Smith melihat sistem produksi suatu negara terdiri dari tiga unsur pokok yaitu : a. Sumber-sumber alam yang tersedia (atau faktor produksi tanah) b. Sumber-sumber manusiawi (jumlah penduduk) c. Stok barang kapital yang ada Menurut Smith, sumber-sumber alam yang tersedia merupakan wadah yang paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat. Jumlah sumber-sumber alam yang tersedia merupakan batas maksimum bagi pertumbuhan perekonomian tersebut. Artinya, selama sumber-sumber ini belum sepenuhnya dimanfaatkan, yang memegang peranan dalam proses produksi adalah dua unsur produksi yang lain, yaitu jumlah 29 penduduk dan stok kapital yang ada. Dua unsur lain inilah yang menentukan besarnya output masyarakat dari tahun-ketahun. Tetapi apabila output terus meningkat, sumber-sumber alam akhirnya akan sepenuhnya dimanfaatkan (dieksploitasi), dan pada tahap ini sumbersumber alam akan membatasi output. Unsur sumber alam ini akan menjadi batas atas dari pertumbuhan suatu perekonomian. Pertumbuhan ekonomi (dalam arti pertumbuhan output dan pertumbuhan penduduk) akan berhenti apabila batas atas ini dicapai (Boediono, 1985: 8). Unsur yang kedua adalah sumber-sumber manusiawi atau jumlah penduduk. Dalam proses pertumbuhan output unsur ini dianggap peranan yang pasif, dalam arti bahwa jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari masyarakat tersebut. Apabila stok kapital yang tesedia membutuhkan, misalnya, 1 juta orang untuk menggunakannya, dan apabila jumlah tenaga kerja yang tersedia adalah 900 ribu orang, maka jumlah penduduk akan cenderung meningkat sehingga tenaga kerja yang tersedia akhirnya menjadi 1 juta orang. Pada tahap ini, bisa di anggap bahwa berapapun jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi akan tersedia lewat proses pertumbuhan (atau penurunan) penduduk. Dalam model Smith unsur produksi yang ketiga, yaitu stok kapital, yang secara aktif menentukan tingkat output. Smith memang memberikan peranan sentral kepada pertumbuhan stok kapital atau akumulasi kapital dalam proses pertumbuhan output. Apa yang terjadi dengan tingkat output 30 tergantung pada apa yang terjadi pada stok kapital, dan laju pertumbuhan output tergantung pada laju pertumbuhan stok kapital (tentu saja sampai tahap pertumbuhan dimana sumber-sumber alam mulai membatasi) (Boediono, 1985: 9). 2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow – Swan Robert Solow dan Trevor Swan secara sendiri-sendiri mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang sekarang sering disebut dengan nama model pertumbuhan Neo Klasik. Model Solow dan Swan memusatkan perhatianya pada pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi (Boediono, 1985: 81). Ada empat anggapan yang melandasi model Neo Klasik (Boediono, 1985: 83): 1. Tenaga kerja (penduduk), tumbuh dengan laju tertentu. 2. Adanya fungsi produksi yang berlaku bagi setiap periode. 3. Adanya kecenderungan untuk menabung propensity to save oleh masyarakat yang dinyatakan sebagai proporsi tertentu dari output. 4. Semua tabungan masyarakat di investasikan. Untuk keseimbangan jangka panjang Solow mengatakan bahwa posisi long run equilibrium akan tercapai apabila kapital per kapita, mencapai suatu tingkat yang stabil, artinya tidak lagi berubah nilainya. Apabila kapital konstan, maka long run equilibrium tercapai. Hai ini 31 merupakan ciri posisi keseimbangan yang pertama. Ciri yang kedua adalah mengenai laju pertumbuhan output, kapital dan tenaga kerja. Pada posisi long run equilibrium laju pertumbuhan output bisa disimpulkan dari ciri bahwa output per kapita adalah konstan dan penduduk tumbuh sesuai dengan asumsi. Definisi output per kapita adalah output total tumbuh dengan laju jumlah penduduk per tahun. Ciri yang ketiga adalah mengenai stabilitas dari posisi keseimbangan tersebut. Posisi keseimbangan model Solow-Swan bersifat stabil, dalam arti bahwa apabila kebetulan perekonomian tidak pada posisi keseimbangan, maka akan ada kekuatan-kekuatan yang cenderung membawa kembali perekonomian tersebut pada posisi keseimbangan jangka panjang. Ciri yang keempat menyangkut tingkat konsumsi dan tingkat tabungan (investasi). Tingkat tabungan (investasi) per kapita pada posisi keseimbangan adalah konstan. Apa yang tidak ditabung maka akan dikonsumsikan, sehingga konsumsi per kapita juga konstan pada posisi equilibrium. Ciri yang kelima berkaitan dengan imbalan yang diterima oleh masing-masing faktor produksi atau aspek distribusi pendapatan. Karena hanya ada dua macam faktor produksi (kapital dan tenaga kerja), maka output total akan habis terbagi antara para pemilik kapital dan pemilik faktor produksi tenaga kerja (Boediono, 1985: 88-93). 32 3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar Teori Harrod-Domar dikembangkan secara terpisah dalam periode yang bersamaan (1939,1948). oleh Keduanya E.S.Domar (1947,1948) dan R.F.Harrod melihat pentingnya investasi terhadap pertumbuhan ekonomi, sebab investasi akan meningkatkan stok barang modal, yang memungkinkan peningkatan ouput. Sumber dana domestik untuk keperluan investasi berasal dari bagian produksi (pendapatan nasional) yang ditabung. Teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh Harrod-Domar merupakan perluasan dari analisa Keynes mengenai kegiatan ekonomi nasional. Teori Harrod-Domar pada hakekatnya berusaha untuk menunjukkan syarat yang diperlukan agar pertumbuhan yang mantap atau steady growth yang dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan yang akan selalu menciptakan penggunaan sepenuhnya alat-alat modal yang akan selalu berlaku dalam perekonomian. Teori Harrod-Domar memperhatikan dua aspek dari pembentukan modal dalam kegiatan ekonomi yaitu: mempertinggi pengeluaran masyarakat dan mempertinggi jumlah alat-alat modal dalam masyarakat. Dalam teori Harrod-Dommar pembentukan modal dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang-barang maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif seluruh masyarakat. Teori HarrodDomar menganggap pula bahwa pertambahan dalam kesanggupan 33 memproduksi ini tidak secara sendirinya akan menciptakan pertambahan produksi dan kenaikan pendapatan nasional. Harrod-Domar menyatakan bahwa pertambahan produksi dan pendapatan nasional bukan ditentukan oleh pertambahan dalam kapasitas memproduksi masyarakat, tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Dengan demikian, dengan kapasitas memproduksi bertambah, pendapatan nasional baru akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi tercipta. Analisa Harrod-Domar bertujuan untuk menunjukkan syarat yang diperlukan supaya dalam jangka panjang kemampuan memproduksi yang bertambah dari masa ke masa (yang diakibatkan oleh pembentukan modal pada masa sebelumnya) akan selalu sepenuhnya digunakan (Boediono, 1985: 68). E. Keterkaitan Antar Variabel 1. Peranan Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Perkembangan konsumsi masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring pertambahan penduduk, konsumsi dari tahun ke tahun penduduk Indonesia selalu meningkat, kebutuhan masyarakat atas barang dan jasa juga menunjukkan peningkatan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki porsi terbesar dalam total pengeluaran agregat. Misalnya 34 porsi pengeluaran rumah tangga di Indonesia pada tahun 1996 sebelum krisis ekonomi mencapai sekitar 60% dari pengeluaran agregat. Sedangkan pengeluaran pemerintah umumnya berkisar antara 10% sampai 20% pengeluaran agregat. Mengingat porsinya yang besar tersebut, maka konsumsi rumah tangga mempunyai pengaruh yang besar pula terhadap stabilitas perekonomian. 2. Peranan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Investasi merupakan salah satu faktor yang krusial bagi kelangsungan proses pembangunan atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi di semua sektor ekonomi. Untuk keperluan tersebut maka dibangun pabrikpabrik, perkantoran, alat-alat produksi dan infrastruktur yang dibiayai melalui investasi baik berasal dari pemerintah maupun swasta. Korelasi antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi diuraikan di dalam model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Teori Harord Domar mengemukakan model pertumbuhan ekonomi yang merupakan pengembangan dari teori Keynes. Teori tersebut menitikberatkan pada peranan tabungan dan investasi yang sangat menentukan dalam pertumbuhan ekonomi (Lincolin Arsyad, 1999). Beberapa asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa : a. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh. 35 b. Dalam perekonomian terdiri dari dua sektor, yaitu sektor rumah tangga dan perusahaan, berarti sektor pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada. c. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original (nol). d. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga rasio antara modal dan output (Capital Output Ratio) dan ratio penambahan modal-output (Incremental Capital Output Ratio). Selanjutnya dikatakan bahwa kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan kemakmuran masyarakat (Sadono Sukirno, 2000). 3. Peranan Kredit Perbankan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Bank adalah lembaga keuangan (financial institution) yang berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dan pihak yang kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank kelebihan dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Bank menerima simpanan uang dari masyarakat (Dana Pihak Ketiga) dan kemudian menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit. 36 Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Ketika sektor perbankan terpuruk perekonomian nasional juga ikut terpuruk. Demikian pula sebaliknya, ketika perekonomian mengalami stagnasi sektor perbankan juga terkena imbasnya dimana fungsi intermediasi tidak berjalan normal (Kiryanto, 2007: 2). Menurut Halim Alamsyah, dkk (2005: 2) di negara - negara seperti Indonesia peranan bank cenderung lebih penting dalam pembangunan, karena bukan hanya sebagai sumber pembiayaan tetapi juga mampu mempengaruhi siklus usaha dalam perekonomian secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan bank lebih superior dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya dalam menghadapi informasi yang asimetris dan mahalnya biaya dalam melakukan fungsi intermediasi. Secara alami bank mampu melakukan kesepakatan dengan berbagai tipe peminjam. Bank Umum (Commercial Bank) memiliki peranan yang sangat penting dalam menggerakkan roda perekonomian nasional, karena lebih dari 95% Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional yang meliputi Bank Umum (Commercial Bank), Bank Syariah (Sharia Bank), dan Bank Perkreditan Rakyat (Rural Bank) berada di Bank Umum. DPK ini yang selanjutnya digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit. Penyaluran kredit memungkinkan masyarakat untuk melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua 37 kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. Melalui fungsi ini bank berperan sebagai Agent of Development (Susilo, Triandaru, dan Santoso, 2006: 3). F. Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Nwabueze Joy Chioma (2009) ini bertujuan menganalisis fundamental ekonomi hubungan antara produk domestik bruto dengan pengeluaran konsumsi perseorangan dengan menggunakan data time series dari tahun 1994-2007 dan metode regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukan hubungan yang tidak signifikan antara GDP dengan pengeluaran konsumsi perseorangan hal ini ditunjukan dengan koefisien signifikansi sebesar 0.0514 yang artinya koefisien slope GDB tidak signifikan terhadap pengeluaran konsumsi perseorangan. Nilai koefisien determinasi hanya sebesar 0.035%, artinya GDP hanya mampu menjelaskan sebesar 35% terhadap pengeluaran konsumsi perseorangan di Nigeria. Penelitian yang dilakukan Huan Chen (2009) dengan menggunakan model analisis simultan multi equations dengan variabel, konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor, impor dan pertumbuhan ekonomi di China dengan data time series dari tahun 19782007. Sebelum peran ekspor meningkat di Negara China, konsumsi, 38 investasi, dan pengeluaran pemerintah memainkan peran yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi China. Namun hasil penelitian ini menunjukan bahwa investasi mempunyai efek negatif pada pertumbuhan ekonomi yang artinya tidak sesuai dengan teori ekonomi. Namun hasil lain menunjukan bahwa saat ini ekspor memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi China sehingga bisa mengurangi efek negatif dari impor. Penelitian yang dilakukan oleh Danu Winoto (2009) ini bertujuan menganalisis hubungan antara penanaman modal asing (PMA), penanaman modal dalam negeri (PMDN), ekspor total dan kredit perbankan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 1970-2008 dan menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai R2 adalah sebesar 0,795251 yang berarti 79,5251 persen faktor jangka pendek dan jangka panjang tingkat PMA, PMDN, ekspor total dan kredit perbankan dapat menjelaskan variasi pembentukan pertumbuhan ekonomi sedangkan sisanya 20,4749 persen dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam jangka pendek keseluruhan variabel yaitu penanaman modal asing (PMA), penanaman modal dalam negeri (PMDN), ekspor total, dan kredit perbankan signifikan pada α 5%. Sedangkan dalam jangka panjang hanya variabel 39 ekspor total dan kredit perbankan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien ECT menunjukkan angka 0,995970 berarti bahwa proporsi pembentukan pertumbuhan ekonomi (GPDB) pada periode sebelumnya yang disesuaikan pada periode sekarang adalah sekitar 0,995970 persen. Kemudian Penelitian yang dilakukan oleh Brilliant Vanda Kusuma (2008) ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi masyarakat di indonesia. Variabel yang diteliti adalah pendapatan nasional, inflasi, suku bunga deposito dan jumlah uang beredar. Penelitian ini menggunakan data time series dari tahun 19882005 dan menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Dari hasil regresi model dinamis ECM diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0,699825 ini menunjukkan bahwa 69,98 persen variasi variabel dependen yang menunjukkan aktifitas konsumsi masyarakat dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang variasi variabel-variabel independen seperti pendapatan nasional, inflasi, suku bunga deposito dan jumlah uang beredar dapat menjelaskan variabel dependen pengeluaran konsumsi sebesar 0,984057 atau 98,40 persen. Besarnya koefisien ECT sebesar -0.621825 dengan signifikan pada tingkat 10% sebesar 0.0708. Perbedaan antara nilai aktual pengeluaran konsumsi dengan nilai keseimbangan sebesar -0.621825 akan disesuaikan dalam waktu satu tahun. 40 Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam jangka pendek hanya variabel pendapatan nasional yang signifikan pada α 10%. Sedangkan dalam jangka panjang hanya variabel pendapatan nasional dan jumlah uang beredar yang berpengaruh signifikan terhadap konsumsi di Indonesia Sedangkan variabel inflasi dan suku bunga deposito dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak signifikan terhadap pengeluaran konsumsi. Penelitian oleh Inggrid (2006) menginvestigasi keterkaitan antara aktivitas ekonomi dengan perkembangan sektor keuangan. Penelitian ini menggunakan data time series selama kurun waktu 1992:2-2004:4. Variabel dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Bruto atas harga konstan 2000, variabel kredit perbankan kepada sektor swasta, variabel spread (perbedaan antara suku bunga pinjaman dan suku bunga simpanan) sedangkan variabel kontrol terhadap sektor keuangan terdiri atas kurs riil yang diperoleh dari kurs nominal (unit mata uang domestik per unit mata uang asing) dan Indeks Harga Konsumen (domestik dan luar negeri) serta variabel kebijakan moneter suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Dalam dua dekade terakhir, telah terjadi perubahan secara substansial terhadap sektor keuangan di Indonesia. Serangkaian deregulasi sektor keuangan membawa dampak secara luar biasa, untuk kondisi makroekonomi, terutama pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan standar internasional, struktur keuangan Indonesia didominasi oleh 41 sektor perbankan yang underdeveloped. Hasil kausalitas Granger menunjukkan bi-directional causality antara pertumbuhan ekonomi dan volume kredit. Namun, dibuktikan terdapat kausalitas satu arah (oneway causality) antara spread dan output. Analisa ekonometri dengan VECM mendukung hipotesis signifikansi peranan sektor keuangan sebagai engine pertumbuhan ekonomi, melalui kenaikan ketersediaan kredit, baik dari segi volume maupun harga. Penelitian yang dilakukan Billy Arma Pratama (2010) ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena belum optimalnya penyaluran kredit perbankan. Hal ini ditunjukkan dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang masih berada dibawah harapan Bank Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan penyaluran kredit perbankan, yang meliputi Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Penelitian ini menggunakan Bank Umum secara keseluruhan sebagai satu unit obyek penelitian, dengan periode penelitian dari tahun 2005-2009 (secara bulanan). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda, sementara uji hipotesis menggunakan uji-t untuk menguji pengaruh variabel secara parsial serta uji-F untuk menguji pengaruh variabel secara serempak. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non 42 Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Sementara suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Untuk meningkatkan penyaluran kredit Bank Umum harus melakukan penghimpunan dana secara optimal, mengoptimalkan kegunaan sumber daya finansial (modal) yang dimiliki, dan memiliki manajemen perkreditan yang baik agar NPL tetap berada dalam tingkat yang rendah dan dalam batas yang disyaratkan oleh Bank Indonesia. 43 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Sebelumnya No Peneliti Judul Penelitian Vaiabel 1 Nwabueze Causal Relationship between GDP Joy Chioma Gross Domestic Product and Personal (2009) Personal Consumption Consumption Expenditure of Nigeria Expenditure 2 Huan Chen The Analysis of (2009) Simultaneous MultiEquations Model on the Relationship between Trade and Economic Growth in China 3 Danu Winoto Analisis Penanaman Modal (2009) Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Ekspor Total dan Kredit Perbankan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. GDP Konsumsi Investasi Pengeluaran pemerintah Ekspor-Impor PDB PMA PMDN ekspor total kredit perbankan Metode Penelitian OLS Model analisis simultan multi equations ECM Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukan hubungan yang tidak signifikan antara GDP dengan pengeluaran konsumsi perseorangan, ditunjukan dengan koefisien signifikansi sebesar 0.0514 yang artinya koefisien slope GDB tidak signifikan terhadap pengeluaran konsumsi perseorangan. Nilai koefisien determinasi hanya sebesar 0.035%, artinya GDP hanya mampu menjelaskan sebesar 35% terhadap pengeluaran konsumsi perseorangan di Nigeria. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa investasi mempunyai efek negatif pada pertumbuhan ekonomi yang artinya tidak sesuai dengan teori ekonomi. Namun hasil lain menunjukan bahwa saat ini ekspor memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi China sehingga bisa mengurangi efek negatif dari impor. Hasil penelitian dalam jangka pendek keseluruhan variabel yaitu PMA, PMDN, ekspor total, dan kredit perbankan signifikan pada α 5%. Sedangkan dalam jangka panjang hanya variabel ekspor total dan kredit perbankan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien ECT menunjukkan angka 0,995970 berarti bahwa proporsi pembentukan pertumbuhan ekonomi (GPDB) pada periode sebelumnya yang disesuaikan pada periode sekarang adalah sekitar 44 4 5 6 Analisis Faktor-Faktor Yang Konsumsi ECM Mempengaruhi Konsumsi pendapatan Masyarakat Di Indonesia nasional inflasi suku bunga deposito jumlah uang beredar Inggrid Sektor Keuangan dan PDB VECM (2006) Pertumbuhan Ekonomi di Kredit Indonesia: Pendekatan perbankan Kausalitas dalam Variabel Multivariate Vector Error spread Correction Model (VECM) Billy Arma Analisis Faktor-Faktor yang Dana Pihak OLS Pratama Mempengaruhi Kebijakan Ketiga (DPK) (2010) Penyaluran Kredit Perbankan Capital (Studi pada Bank Umum di Adequacy Indonesia Periode Tahun Ratio (CAR) 2005-2009) Non Performing Loan (NPL) suku bunga SBI Brilliant Vanda Kusuma (2008) 0,995970 persen. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam jangka pendek hanya variabel pendapatan nasional yang signifikan pada α 10%. Sedangkan dalam jangka panjang hanya variabel pendapatan nasional dan jumlah uang beredar yang berpengaruh signifikan terhadap konsumsi di Indonesia, variabel inflasi dan suku bunga deposito dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak signifikan terhadap pengeluaran konsumsi. Hasil kausalitas Granger menunjukkan bi-directional causality antara pertumbuhan ekonomi dan volume kredit. Analisa ekonometri dengan VECM mendukung hipotesis signifikansi peranan sektor keuangan sebagai engine pertumbuhan ekonomi, melalui kenaikan ketersediaan kredit, baik dari segi volume maupun harga. Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyaluran kredit perbankan. Untuk meningkatkan penyaluran kredit Bank Umum harus melakukan penghimpunan dana secara optimal, mengoptimalkan kegunaan sumber daya finansial (modal) yang dimiliki, dan memiliki manajemen perkreditan yang baik agar NPL tetap berada dalam tingkat yang rendah dan dalam batas yang disyaratkan oleh Bank Indonesia. 45 G. Kerangka Pemikiran Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan lainnya digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi. Kegiatan produksi ada karena ada yang mengkonsumsi, kegiatan konsumsi ada karena ada yang memproduksi, dan kegiatan produksi muncul karena ada gap atau jarak antara konsumsi dan produksi. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki keterbatasan dana untuk mencukupi upaya pembangunan ekonominya. Melihat kondisi Indonesia yang sedemikian rupa, maka peningkatan modal sangat berperan penting untuk meningkatkan perekonomian. Oleh karena itu pemerintah dan swasta berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penghimpunan dana yang diarahkan pada kegiatan ekonomi produktif yaitu dengan menggenjot investasi, baik modal domestik maupun modal asing. Berdasarkan hal tersebut, suatu negara dengan sistem ekonomi terbuka seperti Indonesia sudah pasti menjadi ajang gabungan investasi domestik dan asing. Potensi Indonesia bagi investasi adalah sangat besar, baik dilihat dari sisi penawaran maupun sisi permintaan. Dari sisi penawaran harus dibedakan antara potensi jangka pendek dan potensi jangka panjang. Potensi jangka pendek yang masih dapat diandalkan oleh Indonesia tentunya adalah masih tersedianya banyak sumber daya alam, termasuk komoditas-komoditas pertambangan dan pertanian. Sedangkan potensi jangka panjang adalah 46 pengembangan teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak mampu mengembangkan teknologi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, namun hal ini sangat tergantung pada kemauan dari negara tersebut untuk melakukannya. Berdasarkan teori pertumbuhan klasik yang menyatakan bahwa tingginya tabungan mendorong terjadinya peningkatan investasi. Peningkatan peran sektor perbankan dalam penghimpunan dana yang berasal dari masyarakat akan mendorong semakin meningkatnya investasi dengan ditandai semakin meningkatnya kredit yang disalurkan oleh sektor perbankan untuk membiayai kegiatan-kegiatan produktif, akhirnya akan berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan suatu perekonomian. Untuk mengetahui pengaruh variabel konsumsi, investasi, dan kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi, digunakan metode teknik analisis ECM (Error Correction Model). Penggunaan metode ECM ini karena Pemilihan terhadap ECM didasarkan pada pertimbangan bahwa data yang dianalisis adalah deret waktu (time series). Alat analisis ini menjadi lebih relevan jika variabel (data) yang digunakan sebagai penentu variabel dependen kebanyakan bersifat tidak stasioner, sebab salah satu persyaratan penting untuk mengaplikasi model regresi adalah dipenuhinya asumsi atau sifat data yang stasioner dari variabel pembentuk persamaan regresi. 47 Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Konsumsi Investasi Kredit Perbankan Pertumbuhan Ekonomi Uji Asumsi Klasik Uji Stasioneritas Uji Kointegrasi Analisis Error Correction Model (ECM) Hasil Penelitian dan Pembahasan Kesimpulan dan Implikasi H. Hipotesis Untuk melakukan analisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia diajukan hipotesis sebagai berikut: Diduga terdapat pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel konsumsi, investasi dan kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 1980-2010. 48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Melihat luasnya pembahasan mengenai pertumbuhan ekonomi di Indonesia, dalam penelitian ini penulis memfokuskan variabel dependennya adalah pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan data PDB. Sedangkan variabel independennya adalah konsumsi, investasi dan kredit perbankan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan data runtut waktu (time series) dengan periode penelitian tahun 1980-2010. Data yang digunakan adalah data tahunan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). B. Metode Penentuan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sample yaitu cara pengambilan sampel didasarkan atas tujuan tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah konsumsi, investasi, kredit perbankan dan PDB atas dasar harga konstan periode tahun 1980 sampai dengan tahun 2010. C. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kepustakaan (library research) untuk mendapat data sekunder. Penelitian kepustakaan meliputi kegiatan pencarian, pengumpulan dan pengkajian data dari sumber 49 49 relevan dan dapat mendukung dalam penulisan skripsi ini seperti literatur beberapa buku, artikel, jurnal ekonomi, dan bahan lain seperti surat kabar, internet, dan media massa lain yang mempunyai relevansi dengan permasalahan yang dibahas khususnya berkaitan dengan penelitian skripsi ini dan mempelajari dokumen, laporan dan informasi lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. D. Metode Analisis 1. Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik untuk melihat apakah data terbebas dari masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. Untuk itu perlu dibuktikan lebih lanjut apakah model regresi yang digunakan sudah memenuhi asumsi tersebut. a. Uji Normalitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah variabel pengganggu memiliki distribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan uji Jarque-Bera atau J-B test dengan membandingkan nilai J-B hitung yang diperoleh dari perangkat lunak Eviews 6.0 dengan nilai X2 tabel. Apabila nilai J-B hitung > nilai X2 tabel maka residual tidak 50 berdistribusi normal. Sebaliknya bila nilai J-B hitung < nilai X2 tabel maka residual berdistribusi normal. Atau jika probabilitas < 0,05 maka data yang digunakan tidak berdistribusi normal dan sebaliknya bila probablitas > 0,05 maka data yang digunakan berdistribusi normal (Wing Wahyu Winarno, 2007: 5.37). b. Multikolinearitas Multikolinieritas adalah situasi di mana terdapat korelasi variabel-variabel bebas diantara satu dengan lainnya. Hubungan linier antara variabel independen dapat terjadi dalam bentuk hubungan linier yang sempurna dan hubungan linier yang kurang sempurna (Nachrowi D. Nachrowi dan Hardius Usman, 2006). Salah satu cara mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas adalah dengan uji korelasi. Pada uji korelasi, kita menguji multikolinieritas hanya dengan melihat hubungan secara individual antara satu variabel independen dengan satu variabel independen yang lain. Tetapi multikolinieritas bisa juga muncul karena satu atau lebih variabel independen merupakan kombinasi linier dengan variabel independen lain. Dalam penelitian ini penulis akan melihat multikolienieritas dengan menguji koefisien korelasi (r) antar variabel independen. Sebagai aturan main (rule of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah diatas 0,8 maka diduga ada multikolinieritas 51 dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relatif rendah maka diduga model tidak mengandung multikolinieritas (Agus Widarjono, 2005). c. Heteroskedastisitas Salah satu asumsi penting OLS adalah varian dari residual adalah konstan. Namun dalam kenyataannya seringkali varian residual adalah tidak konstan atau disebut dengan heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas biasanya terdapat pada data cross section. Sementara itu data time series jarang mengandung unsur heteroskedastisitas, dikarenakan ketika menganalisis perilaku data yang sama dari waktu ke waktu fluktuasinya akan relatif lebih stabil (Agus Widarjono, 2005). Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas, maka bisa menggunakan uji White, yang pada prinsipnya meregres residual yang dikuadratkan dengan variabel bebas pada model. Di mana keputusan ada tidaknya heteroskedastisitas berdasarkan besar kecilnya Obs* R square. Ho : tidak ada heteroskedastisitas Ha : ada heteroskedastisitas Kriteria Uji White adalah jika: Obs* R square > χ2 tabel, tidak signifikan, Ho ditolak Obs* R square < χ2 tabel, signifikan, Ho diterima 52 Dengan tingkat signifikan (α) sebesar 5% bisa juga dengan menggunakan probabilitas Probabilitas Chi-Square, maka : Prob Chi-Square < 0,05, tidak signifikan, Ho ditolak Prob Chi-Square > 0,05, signifikan, Ho diterima d. Autokorelasi Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang lainnya. Sedangkan salah satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan residual adalah tidak adanya hubungan antara residual satu dengan residual yang lain (Agus Widarjono, 2005). Dalam penelitian ini untuk melihat ada tidaknya autokorelasi digunakan uji autokorelasi yang dikembangkan oleh Bruesch dan Godfrey yang lebih umum dan dikenal dangan uji Lagrange Multiplier (LM-test). Ho : tidak ada autokorelasi Ha : ada autokorelasi Dengan tingkat signifikan (α) sebesar 5% dan menggunakan distribusi Chi-Square, maka : Jika Prob Chi-Square < 0,05, tidak signifikan, Ho ditolak Jika Prob Chi-Square < 0,05, signifikan, Ho diterima 53 2. Uji Stasioneritas Proses yang bersifat random atau stokastik merupakan kumpulan dari variabel random dalam urutan waktu. Setiap data time series yang kita punyai merupakan suatu data dari hasil proses stokastik. Suatu data hasil proses random dikatakan stasioner jika memenuhi kriteria, yaitu: jika ratarata dan varian konstan sepanjang waktu dan kovarian antara dua data runtun waktu hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu tertentu (Agus Widarjono, 2005). Salah satu persyaratan penting untuk mengaplikasikan model seri waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner) dari variabel-variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan data dalam penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner, maka dalam penelitian ini perlu digunakan beberapa uji stasioner. Dalam melakukan uji stasioneritas, penulis akan melakukan proses analisis yang terdiri dari : a. Uji Akar-Akar Unit Uji akar-akar unit dapat dipandang sebagai uji stasioneritas, karena pada intinya uji tersebut mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Langkah awal yang harus dilakukan pengujian ini adalah menaksir model autoregresif dari masing-masing variabel yang akan digunakan dalam penelitian dengan OLS. Ada beberapa prosedur untuk melakukan uji akar-akar unit namun yang banyak digunakan adalah uji Dickey-Fuller ( DF ) dan uji Philips Peron. Uji ADF adalah uji yang 54 dikembangkan oleh Dickey-Fuller untuk menyempurnakan uji DF yang sudah ada sebelumnya. Dalam prakteknya uji ADF inilah yang seringkali digunakan untuk mendeteksi apakah data stasioner atau tidak. Uji ADF ini dilakukan dengan memasukkan konstanta dan trend. Adapun formulasi uji ADF adalah sebagai berikut : k DYt a0 a1 b1 B1 DY1 (3.1) i 1 k DYt c0 c1T c2 BYt d1 B1 DYt (3.2) i 1 Notasi: DYt = Yt-Yt-1 BYt = Yt-1 T = Trend waktu B = Operasi Kelambanan ke periode t K = N1/3, dimana N adalah jumlah observasi (sampel) Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai tstatistik ADFnya dengan nilai kritis statistik ADF tabel (Agus Widarjono, 2005: 319). Nilai ADF ditunjukkan oleh nilai t pada koefisien regresi BYt pada persamaan (3.1) dan (3.2). Bila data yang diamati pada uji akar unit ternyata tidak stasioner, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi. b. Uji Derajat Integrasi (Testing for Degree on Integration) Uji ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau order differensi ke berapa derajat data yang diteliti akan stasioner. Uji 55 derajat integrasi ini mirip dengan uji akar unit. Untuk melakukan uji tersebut juga dilakukan penaksiran model autoregresif dengan OLS. k D2Yt b0 b1 BDYt f1 B1 D2Yt (3.3) i 1 k D2Yt d 0 d1T d 2 BDYt h1 B1 D2Yt (3.4) i 1 Dimana D2Yt = DYt – DYt-1 BDYt = DYt-1 Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai ADF dengan nilai kritis distribusi statistik MacKinnon. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner (Agus Widarjono, 2005: 320). 3. Uji Kointegrasi Setelah dilakukan uji stasioneritas dan diyakini seluruh variabel yang diamati merupakan variabel yang sudah stasioner dan memiliki derajat yang sama, maka langkah selanjutnya adalah pengujian kointegrasi untuk melihat jangka panjang dari model tersebut. Dalam melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabel-variabel terkait dalam pendekatan ini memiliki derajat integrasi yang sama atau tidak (Insukindro, 1993: 132). 56 Berkaitan dengan itu, uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi perlu dilakukan terlebih dahulu. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pendekatan kointegrasi, anggaplah memiliki satu himpunan variabel runtun waktu X. Komponen X dikatakan berkointegrasi pada derajat d, h atau ditulis ~ (d,h) bila (Jaka Sriyana, 2003) : i. Setiap komponen dari X berkointegrasi pada derajat d atau I (d) ii. Terdapat suatu vektor α yang tidak sama dengan nol (α ≠‚ 0), sehingga Zt= α1 X~1(d,b), di mana b=0 dan α adalah vektor kointegrasi. Implikasi penting dari ilustrasi dan definisi di atas adalah bahwa jika dua variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda, katakanlah X = I (1) dan Y = I (2), maka kedua variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi (Insukindro, 1993). Uji ini dilakukan setelah uji stasioneritas melalui uji akar-akar unit dan derajat integrasi terpenuhi. Uji kointegrasi digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya keseimbangan atau kestabilan jangka panjang diantara variabel-variabel yang diamati. Setelah prasyarat dari uji kointegrasi dilakukan, maka dapat diketahui data yang diamati tersebut stasioner pada derajat keberapa. Hal ini perlu diketengahkan mengingat adanya syarat dari uji kointegrasi yaitu bahwa dalam melakukan uji kointegrasi data yang digunakan harus berintegrasi pada derajat yang sama. Selanjutnya bersamaan dengan uji kointegrasi, Engle dan Granger (1987) berpendapat bahwa dari tujuh uji statistik yang diketengahkan untuk menguji hipotesa nol tidak adanya kointegrasi, ternyata uji CRDW (Cointegration-Regression Durbin-Watson), DF (Dickey-Fuller), 57 dan ADF (Augmented Dickey-Fuller) merupakan uji statistik yang paling disukai. Untuk menghitung statistik CRDW, DF, dan ADF ditaksir dengan regresi kointegrasi berikut ini dengan metode kuadrat terkecil (OLS) (Insukindro,1993: 132). Yt = m0 + m1X1t + m2X2t + Et Dimana Y (3.5) = Variabel dependen X1,X2 = Variabel independen E = Nilai residual Kemudian regresi berikut ini ditaksir dengan OLS: DEt p1 Et 1 (3.6) p1 DEt q1 Et 1 w1 DEt 1 (3.7) i 1 Di mana: DEt = Et – Et-1 Nilai statistik CRDW ditunjukan oleh nilai statistik DW (Durbin Watson) pada regresi persamaan (3.5) dan nilai statistik DF dan ADF ditunjukan oleh nisbah pada koefisien Et-1 pada persamaan (3.6) dan (3.7). Nilai kritis untuk ketiga uji tersebut dapat dilihat pada Engle dan Yoo (1987). Sebagaimana telah disinggung di atas, tujuan utama dari uji kointegrasi adalah untuk mengkaji apakah residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak. Pengujian ini sangat penting bila ingin dikembangkan suatu model dinamis, khususnya model koreksi kesalahan (ECM), yang mencakup variabel-variabel kunci pada regresi kointegrasi terkait. 58 Pada prinsipnya, model koreksi kesalahan terdapat keseimbangan yang tetap dalam jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi. Bila dalam jangka pendek terdapat ketidakseimbangan dalam satu periode, maka model koreksi kesalahan akan mengoreksinya pada periode berikutnya (Engle dan Granger, 1987: 256-270). Mekanisme koreksi kesalahan ini dapat diartikan sebagai penyelaras perilaku jangka pendek dan jangka panjang. Dengan mekanisme ini pula, masalah regresi yang semrawut dapat dihindarkan melalui penggunaan variabel perbedaan yang tetap di dalam model, namun tanpa menghilangkan informasi jangka panjang yang diakibatkan oleh penggunaan data perbedaan semata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa model koreksi kesalahan dengan konsep kointegrasi atau dikenal dengan Granger Representation Theorem (Jaka Sriyana, 2003). 4. Pendekatan Error Correction Model (ECM) Untuk menguji pengaruh konsumsi, investasi dan kredit perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia digunakan analisis Error Correction Model (ECM). Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel dalam penelitian ini berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistik dan teori ekonometrika dengan lebih menekankan pada pendekatan model analisis seri waktu (time series analysis). Model umum yang dipakai dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Salah satu prasyarat penting untuk mengaplikasikan model seri waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner) dari variabel- 59 variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan data dalam penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner, maka penelitian ini digunakan teknik kointegrasi (Cointegration Tecnique) dan model koreksi kesalahan atau ECM (Error Correction Model). Digunakannya ECM karena mekanisme ECM memiliki keunggulan baik dari segi nilainya dalam menghasilkan persamaan yang diestimasi dengan properti statistik yang diinginkan maupun dari kemudahan persamaan tersebut untuk diinterprestasi (Insukindro, 1993). ECM juga bisa menghindari regresi lancung atau regresi semu yang menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan. Proses analisis yang akan dilakukan terdiri dari uji asumsi klasik, uji akar unit (testing for unit root) dan uji derajat integrasi (testing for degree of integration), uji kointegrasi (Cointegration test), pendekatan ECM (Error Correction Model), serta analisis ekonomi. Hubungan konsumsi, investasi dan kredit perbankan dengan pertumbuhan ekonomi dapat diformulasikan sebagai berikut : Y = f (Konsumsit, Investasit, Kredit Perbankant) (3.8) Dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut : DPDBt = β0 + β1DKonsumsit + β2DInvestasit + β3DKreditt + β4BKonsumsit-1 + β5BInvestasit-1 + β6BKreditt-1 + β7ECT (3.9) Dimana : DPDBt = Pertumbuhan ekonomi (PDB) pada periode t 60 β0 = Konstanta DKonsumsit = Konsumsi pada periode t DInvestasit = Investasi pada periode t DKreditt = Kredit perbankan pada periode t BKonsumsit-1 = Konsumsi pada periode t-1 BInvestasit-1 = Investasi pada periode t-1 BKreditt-1 = Kredit perbankan pada periode t-1 ECT = RES (-1) β1, β2, β3, β4, β5, β6 = Koefisien regresi dari masing-masing variabel β7 = Koefisien ECT (error correction term) E. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Dependen (Y) Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan terlihat adanya aspek dinamis dalam suatu perekonomian. Data pertumbuhan ekonomi ini merupakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan. Satuan pengukuran variabel pertumbuhan ekonomi ini adalah miliar rupiah. 2. Variabel Independen a. Konsumsi (X1) Pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga atas barangbarang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan. Satuan pengukuran variabel konsumsi ini adalah miliar rupiah. 61 b. Investasi (X2) Seluruh nilai realisasi investasi dalam bentuk PMA dan PMDN di Indonesia. Satuan pengukuran variabel pertumbuhan investasi ini adalah miliar rupiah. c. Kredit Perbankan (X3) Besarnya jumlah kredit yang disalurkan perbankan kepada dunia usaha untuk membiayai sebagian kebutuhan pembiayaan dan atau kepada individu untuk membiayai pembelian barang-barang konsumsi tahan lama secara langsung yang dinyatakan dalam milyar rupiah. 62 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Selama kurun waktu 1980 – pertengahan 1997, perkembangan kondisi perekonomian Indonesia sangat baik. Pada awal 1980 sampai pertengahan 1990-an perekonomian Indonesia, rata-rata berkisar antara 67%. Pertumbuhan yang terendah selama periode tersebut terjadi pada tahun 1982 akibat adanya penurunan harga minyak dunia setelah adanya oil boom kedua pada tahun 1979-1980. Pada tahun 1997 Indonesia terkena krisis ekonomi akibat nilai tukar rupiah yang sangat fluktuatif, sehingga perekonomian Indonesia sempat mengalami pertumbuhan yang negatif. Hal itu dikarenakan nilai tukar rupiah yang anjlok dan kondisi politik yang buruk sehingga dunia usaha pun menjadi lesu dan akibatnya perekonomian juga sulit tumbuh. Pertumbuhan ekonomi yang negatif tersebut terjadi pada tahun 1998 yaitu –13,20%. Namun setahun kemudian mulai ada pertumbuhan ekonomi yang positif walaupun kurang dari 1%. Perekonomian tumbuh sebesar 0,78% dan tahun-tahun berikutnya perekonomian tumbuh positif rata-rata sebesar 4%. Memasuki tahun 2000, perekonomian Indonesia diwarnai oleh nuansa optimisme yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,64 % lebih tinggi dari 63 63 prakiraan awal tahun oleh Bank Indonesia sebesar 3,0 % sampai dengan 4,0 %. Perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang membaik dan lebih stabil selama 2003 (Laporan Bank Indonesia, 2003: 4-5). Sedangkan pertumbuhan dari tahun 2004-2010 masih berfluktuatif. Data pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut: Gambar 4.1 Pertumbuhan PDB Indonesia Tahun 1980-2010 Sumber: Badan Pusat Statistik, 1983-2010 2. Perkembangan Konsumsi di Indonesia Banyak alasan yang menyebabkan analisis makro ekonomi perlu memperhatikan tentang konsumsi rumah tangga secara mendalam. Alasan pertama, konsumsi rumah tangga memberikan pemasukan kepada pendapatan nasional. Di kebanyakaan negara pengeluaran konsumsi sekitar 60-75 % dari pendapatan nasional. Alasan yang kedua, konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya (Sadono Sukirno, 2003: 338). 64 Perkembangan konsumsi masyarakat di Indonesia dari tahun 1980 sampai dengan 1997 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring pertambahan penduduk, konsumsi dari tahun ke tahun penduduk Indonesia selalu meningkat, kebutuhan masyarakat atas barang dan jasa juga menunjukkan peningkatan. Pada pertengahan tahun 1997 sampai tahun 1998, konsumsi masyarakat di Indonesia mengalami penurunan karena terjadi krisis nilai tukar rupiah yang terus mengalami penurunan (depresiasi), yang kemudian disusul dengan krisis moneter dan pada akhirnya berubah menjadi krisis ekonomi yang menimbulkan konsekuensi terhadap ketidakstabilan perekonomian Indonesia. Akibat krisis yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 adalah inflasi yang meningkat tajam pada tahun 1998 yang mencapai angka 77,63%. Dari kejadian tersebut berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat karena pendapatan masyarakat tetap sementara harga-harga barang dan jasa naik. Selain itu juga tingkat suku bunga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini menimbulkan konsumsi masyarakat mengalami penurunan, karena masyarakat lebih memilih menyimpan uangnya di bank dengan kompensasi bunga dari pada konsumsi. 65 Gambar 4.2 Pertumbuhan Konsumsi Penduduk Indonesia Tahun 1980-2010 Konsumsi 2000000 1500000 1000000 Konsumsi 500000 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 0 Sumber: Badan Pusat Statistik, 1983-2010 Pada tahun 2000 sampai 2002, inflasi sempat mengalami kenaikan yang bersumber dari nilai tukar yang bergejolak karena berbagai perubahan kondisi sosial politik yang terjadi serta meningkatnya harga BBM dan barang-barang yang dikendalikan oleh pemerintah sehubungan dengan dikuranginya subsidi. Akibat dari meningkatnya harga BBM, harga-harga kebutuhan pokok masyarakat juga ikut naik. Pada tahun 2003 sampai tahun 2010 perekonomian indonesia mulai membaik dengan penurunan inflasi dan tingkat suku bunga sehingga pengeluaran konsumsi masyarakat mulai menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. 3. Perkembangan Investasi di Indonesia Investasi di Indonesia mulai menunjukan suatu peningkatan pada tahun 1985 setelah pemerintah mengeluarkan strategi yang berupa paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi pada tahun 1984. Paket tersebut berupa penyederhanaan tata cara impor barang modal, pelunakan syarat 66 investasi, serta perangsangan investasi untuk sektor dan daerah tertentu. Peningkatan investasi tersebut tidak hanya pada investasi pada sektor swasta tetapi juga investasi pemerintah. Oleh sebab itu, pembentukan modal tetap bruto juga ikut meningkat. Berdasarkan Gambar 4.3, investasi Indonesia secara nominal selalu mengalami peningkatan sejak tahun 1980 hingga 1997. Gambar 4.3 Pertumbuhan Investasi di Indonesia Tahun 1980-2010 Investasi 300000.0 250000.0 200000.0 150000.0 Investasi 100000.0 50000.0 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 0.0 Sumber: Badan Pusat Statistik, 1983-2010 Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 membuat investasi menurun drastis hingga berlanjut ke tahun 1999. Akan tetapi, mulai tahun 2000 investasi kembali meningkat seiring dengan pemulihan kondisi perekonomian. Peningkatan nilai nominal investasi tersebut terus berlanjut hingga tahun 2008. Walau demikian, rata-rata pertumbuhan setelah krisis belum dapat melebihi rata-rata pertumbuhan sebelum krisis, dimana sebelum krisis rata-rata pertumbuhan mencapai 10,18% per tahun dan setelah krisis hanya 8,64% per tahun. 67 Berdasarkan gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pertumbuhan investasi selama tahun 1980-2010 masih terus berfluktuasi sepanjang tahun. Pertumbuhan investasi yang tinggi pada awal dekade 80 menurun hingga - 6,00% pada tahun 1984. Akan tetapi, pada tahun 1985 mulai menunjukan peningkatan pertumbuhan, begitu pula dengan nilai nominalnya. Kondisi tersebut terjadi karena suksesnya strategi pemerintah dengan mengeluarkan paket kebijakan investasi pada tahun 1984. Sebelum tahun 1984, kebijakan investasi telah dimulai pada tahun 1967-1968 yang merupakan tahun-tahun pertama rezim Orde Baru. Kebijakan tersebut ditandai dengan diterbitkannya dua undang-undang yang berkenaan dengan investasi, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Undang-Undang mengenai PMA dibuat terlebih dahulu karena pada waktu itu kondisi perekonomian sangat membutuhkan investasi dari asing dalam rangka pemulihan kondisi perekonomian domestik. Dalam Undang-Undang tersebut termuat beberapa persyaratan berinvestasi yang masih relatif ringan, seperti pembebasan pajak deviden serta perusahaan selama 5 tahun; keringanan pajak perusahaan PMA; jaminan tidak akan dinasionalisasikan, dan masa operasioanal PMA yang mencapai 30 tahun (Dumairy, 1996: 149). 68 4. Perkembangan Kredit Perbankan di Indonesia Kredit merupakan sumber pembiayaan untuk sektor riil. Kredit yang disalurkan oleh perbankan terdiri dari beberapa jenis berdasarkan sektor usaha yang dilayani. Jenis kredit terdiri dari: kredit sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor perindustrian, sektor jasa, dan sektor lain-lain. Jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan disajikan dalam gambar 4.4 Perkembangan penyaluran kredit perbankan di Indonesia menunjukan dua fase. Fase pertama adalah periode tahun1980-1999, dimana fase tersebut dapat dilihat bahwa penyaluran kredit mengalami peningkatan dengan laju yang masih fluktuatif. Kemudian fase 1999-2010, dimana dapat dilihat bahwa penyaluran kredit mengalami peningkatan dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan dengan peride 1980-1999. Fase tersebut dipisahkan oleh kejadian tahun 1998-1999, dimana pada periode tersebut terjadi penurunan penyaluran kredit yang sangat besar. Hal ini merupakan dampak krisis ekonomi yang masih belum teratasi dengan baik sehingga sektor riil banyak yang terpuruk. Pesatnya pertumbuhan kredit perbankan sebelum krisis ekonomi dan keuangan di Indonesia pada pertengahan tahun 1997, tidak terlepas dari besarnya kemampuan perbankan dalam memberikan kredit (lending capacity) yang disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penghimpunan simpanan masyarakat atau Dana Pihak Ketiga (DPK) yang menjadi sumber dana pemberian kredit. Krisis yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 tersebut selanjutnya menimbulkan situasi yang berbalik yaitu 69 menurunnya DPK yang kemudian diikuti oleh menurunnya secara cepat lending capacity perbankan. Gambar 4.4 Pertumbuhan Kredit Perbankan di Indonesia Tahun 1980-2010 Kredit 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 Kredit Sumber: Badan Pusat Statistik 1983-2010 Kondisi pertumbuhan kredit tersebut di atas sejalan dengan pertumbuhan perekonomian Indonesia dimana sebelum krisis ekonomi dan keuangan tahun 1997 menunjukkan angka pertumbuhan sebesar 7% – 8%, selanjutnya pada periode setelah krisis (tahun 1999-2004) perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh 3% – 5%. Penggunaan dana perbankan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang produktif sangat mendukung pertumbuhan perekonomian. Penyaluran kredit oleh perbankan di Indonesia tahun 1980 terus meningkat sampai periode seblum krisis ekonomi tahun 1998. Penyaluran kredit perbankan menunjukan fluktuasi setiap tahun. Pada periode 1980-1999 peningkatan penyaluran kredit paling tinggi pada tahun 1995 sebesar 32.89% dan yang paling rendah adalah pada tahun 1993 yaitu hanya sebesar 4.5%. pada tahun 1999 terjadi penurunan kredit sebesar 123%. 70 Selanjutnya pada periode tahun 1999-2010 pertumbuhan penyaluran kredit yang paling tinggi adalah tahun 2002 yaitu sebesar 25.47% dan pertumbuhan penyaluran kredit perbankan paling rendah adalah pada tahun 2000 yaitu sebesar 7.84%. B. Analisis dan Pembahasan Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret waktu (time series) yang berbentuk tahunan mulai tahun 1980-2010. Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi di sini menggunakan data produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebagai variabel dependen (variabel terikat). Sedangkan variabel independen (variabel bebas) terdiri dari konsumsi, investasi dan kredit perbankan. Keseluruhan dari data yang digunakan sebagai bahan penelitian ini diperoleh dari laporan tahunan Indonesia di Badan Pusat Statistik (BPS). Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya model yang digunakan sebagai alat analisis adalah model dinamis Error Correction Model (ECM). Model ECM digunakan untuk menguji spesifikasi model dan kesesuaian teori dengan kenyataan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Eviews 6.0 untuk mempercepat perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti. Pembahasan dilakukan dengan analisis secara ekonometrik. 71 1. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi tersebut mempunyai penyakit atau tidak maka dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu berupa uji asumsi klasik. Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi di dalam model penelitian. Sehingga dapat diketahui apakah hasil-hasil regresi telah memenuhi kaidah Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) yang berarti bahwa tidak ada gangguan serius terhadap asumsi klasik dalam metode kuadrat terkecil tunggal (OLS) yaitu masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. a. Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan teknik Jarque-Berra. Pedoman yang digunakan adalah apabila nilai Jarque-Berra lebih besar jika dibandingkan dengan nilai X2 tabel (dengan α 5 % ) atau probabilitas < 0,05 data yang digunakan tidak berdistribusi normal dan sebaliknya, bila probabilitas > 0,05 maka data yang digunakan adalah berdistribusi normal (Wing Wahyu Winarno, 2009: 5.37). 72 Gambar 4.5 Hasil Uji Normalitas 12 Series: Residuals Sample 1980 2009 Observations 30 10 8 6 4 2 0 -6.0e+13 -4.0e+13 -2.0e+13 1.0e+08 2.0e+13 4.0e+13 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 0.147005 -6.74e+12 5.77e+13 -5.97e+13 2.82e+13 0.111592 2.480534 Jarque-Bera Probability 0.399570 0.818907 6.0e+13 Sumber: Lampiran 2 Dari hasil uji normalitas di atas dapat diketahui nilai probabilitas sebesar 0.818907 lebih besar dari α 5% (0.05) maka dapat disimpulkan data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal. b. Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang signifikan di antara dua atau lebih variabel independen dalam model regresi. Deteksi adanya multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar variabel independen. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel independen, dapat diputuskan apakah data terkena multikolinearitas atau tidak, yaitu dengan menguji koefisien korelasi antar variabel independen. Hasil pengujian multikolinearitas menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat sebagai berikut : 73 Tabel 4.1 Hasil Uji Correlation Matrix KONSUMSI KONSUMSI INVESTASI KREDIT INVESTASI 0.572734032 1 0.59485074 1 0.572734032 0.95476212 KREDIT 0.95476212 0.59485074 1 Sumber: Lampiran 2 Adanya kolinearitas dalam suatu model merupakan hal yang sangat serius dan perlu segera dibenahi. Parameter yang terestimasi pada saat adanya kolinearitas menjadi tidak reliable. Dengan demikian, pada saat kita hendak menginterpretasikan parameter tersebut analisisnya menjadi kurang atau tidak akurat. Akan tetapi, model yang mengandung kolinearitas masih bermanfaat, jika model yang terestimasi hanya digunakan untuk membuat suatu ramalan (forecast) saja, asalkan R2 masih cukup tinggi. Sebab untuk keperluan meramal, yang penting adalah menganalisis keseluruhan model dan tidak individual parameter (Nachrowi D. Nachrowi dan Hardius Usman, 2006: 107). Dari tabel hasil analisis uji multikolinearitas dengan correlation matrix di atas terlihat bahwa koefisien korelasi ada yang di atas 0.8, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat masalah multikolinearitas. Meskipun terdapat multikolinearitas, tetapi tidak mempengaruhi model secara signifikan sehingga hasil akhir estimasi tetap menunjukan hasil yang cukup bagus (Agus Widarjono, 2005). 74 c. Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah uji white. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Eviews 6.0, dan diperoleh hasil regresi seperti pada tabel berikut : Tabel 4.2 Hasil Uji White Heteroskedasticity Test Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 1.173357 10.37276 5.612719 Prob. F(9,21) Prob. Chi-Square(9) Prob. Chi-Square(9) 0.3604 0.3212 0.7780 Sumber: Lampiran 2 Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai probabilitas dari ChiSquare sebesar 0.3212 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05. karena nilai probabilitas Chi Square lebih besar dari α = 5% maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak ada masalah heteroskedastisitas (Agus Widarjono, 2005). d. Autokorelasi Untuk mendeteksi masalah autokorelasi digunakan uji Langrange Multiplier (LM-test). Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat. Uji autokorelasi juga bisa dilihat dari nilai probabilitas Chi Square. Jika 75 probabilitas Chi Square lebih besar dari tingkat signifikansi 5% maka tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas Chi Square lebih kecil dari α 5% maka terdapat autokorelasi. Tabel 4.3 Hasil Regresi LM-Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 4.737313 8.519699 Prob. F(2,25) Prob. Chi-Square(2) 0.0180 0.0141 Sumber: Lampiran 2 Dari tabel di atas diketahui bahwa koefisien nilai probabilitas dari Chi-Square sebesar 0.0141 yang lebih kecil dari nilai α sebesar 0.05. Karena nilai probabilitas Chi-Square lebih kecil dari α = 5% maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam model terdapat masalah autokorelasi, agar model yang diestimasi tetap bersifat BLUE, maka permasalahan autokorelasi tersebut harus disembuhkan. Berikut hasil regresi penyembuhan autokorelasi: Tabel 4.4 Hasil Penyembuhan Regresi LM-Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 0.965270 2.233513 Prob. F(2,24) Prob. Chi-Square(2) 0.3952 0.3273 Sumber: Lampiran 2 Dari tabel diketahui bahwa koefisien nilai probabilitas dari ChiSquare sebesar 0.3273 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05. Karena nilai probabilitas Chi-Square lebih besar dari α = 5% maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam model tidak terdapat masalah autokorelasi (Agus Widarjono, 2005). 76 2. Uji Akar-Akar Unit (Testing for Unit Root) Pengujian akar-akar unit untuk semua variabel yang digunakan dalam analisis time series perlu dilakukan untuk memenuhi keabsahan analisis Error Correction Model (ECM). Dalam hal ini data harus bersifat stasioner dengan kata lain perilaku data yang stasioner memiliki varians yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan mendekati nilai rata-rata (Suhendra, 2003). Uji akar-akar unit dipandang sebagai uji stasioneritas karena pengujian ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model autoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dua pengujian yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller (1979,1981). Pengujian akar-akar unit dikatakan stasioner apabila nilai statistik ADF hitung lebih besar dari nilai kritis statistik ADF, sebaliknya jika nilai stasistik ADF lebih kecil dari nilai kritis statistik ADF tabel maka variabel tersebut tidak stasioner. Hasil dari pengujian akar-akar unit ini dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini : Tabel 4.5 Hasil Estimasi Akar-Akar Unit pada Level Variabel Nilai tNilai Kritis Prob. Statistik Statistik ADF ADF α = 5% PDB 1.155136 -2.963972 0.9970 Konsumsi 1.021813 -2.963972 0.9957 Investasi -1.113842 -2.963972 0.6971 Kredit 3.271991 -2.963972 1.0000 Sumber: Lampiran 3 Kesimpulan Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner 77 Dari tabel di atas tersebut dapat diketahui bahwa nilai t-statistik ADF masing-masing variabel dengan α = 5% variabel PDB, konsumsi, investasi tidak stasioner disebabkan karena nilai t-statistik ADF lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai kritis statistik ADF tabel, dan probabilitas semua variabel lebih besar dari α 5% maka terjadi unit root dengan kata lain variabel-variabel perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi pertama (Shochrul R. Ajija dkk, 2011: 145). 3. Uji Derajat Integrasi (Testing for Degree on Integration) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau order differensi ke berapa data yang diteliti akan stasioner. Pengujian ini dilakukan pada uji akar-akar unit (langkah pertama di atas), jika ternyata data tersebut tidak stasioner pada derajat pertama (Insukindro, 1992: 261). Nilai statistik ADF untuk mengetahui pada derajat berapa suatu data akan stasioner dapat dilihat pada nilai t-statistik ADF lebih besar dari nilai kritis statistik ADF, maka variabel tersebut dikatakan stasioner pada derajat pertama. Hasil dari pengujian derajat integrasi pertama dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini : Tabel 4.6 Hasil Estimasi Akar-Akar Unit pada Derajat Integrasi Pertama Variabel Nilai tNilai Kritis Prob. Kesimpulan Statistik Statistik ADF ADF α = 5% PDB -4.923051 -2.967767 0.0004 Stasioner Konsumsi -5.066493 -2.967767 0.0003 Stasioner Investasi -5.021142 -2.967767 0.0003 Stasioner Kredit -2.977349 -2.967767 0.0490 Stasioner Sumber : Lampiran 4 78 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai t-statistik ADF masing-masing variabel dengan α 5% sudah stasioner pada integrasi pertama (first difference). Hal ini dapat dilihat bahwa nilai t-statistik ADF variabel Produk Domestik Bruto (PDB), Konsumsi, Investasi, dan Kredit Perbankan lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kritis statistik ADF tabel dan probabilitasnya lebih kecil dari α 5%. Dari hasil uji stasioneritas tersebut dapat disimpulkan bahwa semua variabel sudah stasioner pada ordo yang sama, yaitu pada derajat integrasi pertama, sehingga pengujian selanjutnya dapat dilanjutkan ke uji kointegrasi (Shochrul R. Ajija dkk, 2011: 147). 4. Uji Kointegrasi (Cointegration Test) Setelah dilakukan uji stasioneritas dan diyakini seluruh variabel yang diamati merupakan variabel yang sudah stasioner dan memiliki derajat yang sama, maka langkah selanjutnya adalah pengujian kointegrasi untuk melihat hubungan jangka panjang dari model tersebut. Dalam melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabelvariabel terkait dalam penelitian ini memiliki derajat integrasi yang sama atau tidak (Insukindro, 1992). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakan dalam jangka panjang terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependennya. Tujuan utama uji kontegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual regresi terkointegrasi stasioner 79 atau tidak. Apabila variabel terkointegrasi maka diduga terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Sebaliknya jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka diduga implikasi tidak adanya keterkaitan hubungan dalam jangka panjang. Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis null mengenai tidak adanya kointegrasi ini adalah menggunakan metode ADF (Augmented Dickey-Fuller), sedangkan persamaan jangka panjangnya akan diturunkan dari persamaan Error Correction Model (ECM). Berikut ini hasil uji kointegrasi ADF : Tabel 4.7 Nilai Regresi Uji Kointegrasi Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.275425 -2.644302 -1.952473 -1.610211 0.0019 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Sumber: Lampiran 5 Dari hasil estimasi di atas dapat dilihat bahwa nilai t-statistik ADF sebesar -3.275425 sedangkan nilai kritis statistik ADF pada tingkat signifikansi 5% yaitu -1.952473. Karena nilai t-statistik lebih besar dari nilai kritis statistik ADF tabel, artinya residual dari persamaan telah stasioner pada derajat nol atau I(0). Sehingga variabel-variabel tersebut dikatakan terkointegrasi atau terdapat indikasi hubungan jangka panjang. 80 Adanya indikasi hubungan keseimbangan dalam jangka panjang belum dapat digunakan sebagai bukti bahwa terdapat hubungan jangka pendek. Sehingga untuk menentukan variabel mana yang menyebabkan perubahan pada variabel lain, dan untuk menyediakan short run dynamic adjustment guna menuju periode jangka panjang, maka dilakukan perhitungan ECM. 5. Pendekatan Error Correction Model (ECM) Dengan ditemukannya fenomena hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang digunakan dalam pengujian kointegrasi di atas, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pendekatan Error Correction Model (ECM). Model koreksi kesalahan (ECM) merupakan metode pengujian yang dapat digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antar variabel dalam jangka pendek. ECM merupakan pendekatan untuk menganalisis model time series yang digunakan untuk melihat konsistensi antara hubungan jangka pendek dengan hubungan jangka panjang dari variabel-variabel yang diuji. Untuk menyatakan apakah model ECM yang digunakan valid (shohih) atau tidak maka koefisien Error Correction Term (ECT) harus signifikan. Jika koefisien ini tidak signifikan maka model tersebut tidak cocok dan perlu dilakukan perubahan spesifikasi lebih lanjut (Insukindro,1993: 12). Berikut merupakan persamaan ECM yang digunakan pada penelitian ini: 81 DPDBt = β0 + β1DKonsumsit + β2DInvestasit + β3DKreditt + β4BKonsumsit-1 + β5BInvestasit-1 + β6BKreditt-1 + β7ECT (4.1) Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Eviews 6.0, dengan linier ECM ditampilkan sebagai berikut: Tabel 4.8 Hasil Estimasi Model Dinamis ECM Dependent Variable: D(PDB) Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:03 Sample (adjusted): 1981 2010 Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C D(KONSUMSI) D(INVESTASI) D(KREDIT) KONSUMSI(-1) INVESTASI(-1) KREDIT(-1) ECT 7.90E+12 1.701201 0.006700 0.089020 0.330774 -0.839103 0.395664 0.472095 7.17E+12 0.038925 0.179060 0.094623 0.102744 0.273309 0.135409 0.172208 1.100780 43.70424 0.037417 0.940784 3.219400 -3.070166 2.921986 2.741428 0.2829 0.0000 0.9705 0.3570 0.0039 0.0056 0.0079 0.0119 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.893381 0.891276 2.14E+13 1.01E+28 -958.7396 471.7124 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 8.52E+13 2.29E+14 64.44931 64.82296 64.56884 2.600875 Sumber: Lampiran 6 Estimasi model dinamis ECM adalah sebagai berikut: DPDB= 7.9 x 1012 + 1.701201 DKonsumsit + 0.006700 DInvestasit + 0.089020 DKreditt + 0.330774 BKonsumsit-1 – 0.839103 BInvestasit-1 + 0.395664 BKreditt-1 + 0.472095 ECT (4.2) 82 Berdasarkan hasil perhitungan dengan analisis ECM di atas, dapat diketahui besarnya nilai variabel ECT (Error Correction Term). ECT tersebut merupakan indikator apakah spesifikasi model dianggap baik atau tidak. Hal ini dapat dilihat dari besarnya tingkat signifikansi dan koefisien dari ECT. Jika variabel ECT signifikan pada α 5% dan menunjukkan tanda positif, maka spesifikasi model sudah sahih (valid). Koefisien ECT menunjukkan angka 0.472095 berarti bahwa proporsi pembentukan pertumbuhan ekonomi (PDB) pada periode sebelumnya yang disesuaikan pada periode sekarang adalah sekitar 0.472095%, sedangkan tingkat signifikansi dari ECT menunjukkan angka 0.0119 berarti signifikan pada α 5%. Hal ini berarti bahwa spesifikasi model yang dipakai adalah tepat dan mampu menjelaskan variasi dinamis. Dari hasil regresi model dinamis ECM di atas dapat diketahui bahwa nilai Adjsted R-squared sebesar 0.891276 ini menunjukan bahwa 89% variasi variabel jangka pendek dan jangka pendek PDB dapat dijelaskan oleh variasi variabel konsumsi, investasi, dan kredit perbankan sedangkan sisanya 11% dijelaskan oleh variasi di luar model yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Variabel jangka panjang dari model persamaan tersebut dapat ditunjukkan oleh Konsumsi(-1), Investasi(-1) dan Kredit(-1). Sedangkan variabel jangka pendek dari model persamaan tersebut ditunjukkan oleh DKonsumsi, DInvestasi dan DKredit. Koefisien regresi jangka pendek dari regresi ECM PDB ditunjukkan oleh besarnya koefisien pada variabel- 83 variabel jangka pendek di atas sedangkan koefisien regresi jangka panjang dengan simulasi dari regresi ECM PDB diperoleh dari : Konsumsi : (β4+β7)/β7 (0.330774+0.472095)/0.472095 = 1.700651352 Investasi : (β5+β7)/β7 (-0.839103+0.472095)/0.472095 = -0.777402853 Kredit : (β6+β7)/β7 (0.395664+ 0.472095 )/0.472095 = 1.838102501 Jangka panjang merupakan suatu periode yang memungkinkan mengadakan penyesuaian penuh untuk setiap perubahan yang terjadi. Variabel Konsumsi(-1), Investasi(-1) dan Kredit(-1) merupakan variabel jangka panjang, berarti jika ECT-nya signifikan pada tingkat signifikansi 5% maka ada hubungan ECM dengan uji kointegrasi, sehingga koefisien regresi jangka panjang merupakan besarnya kekuatan pengaruh terhadap variabel dependen yang disebabkan oleh perubahan pada variabel independen dalam jangka panjang. Berikut analisis interpretasi koefisien regresi variabel-variabel dalam model ECM maupun model regresi linier yaitu sebagai berikut: a. Pengaruh Konsumsi terhadap PDB 1) Jangka Pendek Dalam jangka pendek variabel konsumsi juga mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien regresi parsial variabel konsumsi dalam jangka pendek sebesar 1.701201 84 dan dihasilkan probabilitas dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% yaitu sebesar 0,0000 dengan nilai t-statistik 43.70424. Hal ini berarti jika konsumsi naik 1 miliar, maka akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar Rp 1.701201 miliar dengan catatan variabel lain diasumsikan ceteris paribus. 2) Jangka Panjang Hasil estimasi Error Correction Model (ECM) menunjukkan bahwa variabel konsumsi dalam jangka panjang mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien regresi parsial variabel konsumsi dalam jangka panjang sebesar 1.700651352 dan signifikan pada α 5% yang ditunjukkan dengan probabilitas tingkat signifikan sebesar 0.0039. Hal ini berarti jika konsumsi naik 1 miliar, maka akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar Rp 1.700651352 miliar atau dengan catatan variabel lain diasumsikan ceteris paribus. Sehingga dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel konsumsi berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil estimasi Error Correction Model (ECM) menunjukkan bahwa variabel investasi dalam jangka pendek dan jangka panjang mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi, yang juga komponen tunggal terbesar dari GNP, yang 85 mempunyai hubungan erat dengan pendapatan dan tabungan. J.M.Keynes seorang akhli ekonomi Inggris, telah menjadikan konsumsi sebagai elemen primer dalam pemikiran ekonominya, yang cenderung memperlakukan konsumsi sebagai hal yang ekuivalen dengan permintaan. Keynes juga mengasumsikan bahwa, apabila pendapatan meningkat maka meningkat pula pendapatan disposable sekarang maupun pendapatan nasional sekarang. Keputusan konsumsi rumah tangga mempengaruhi keseluruhan perilaku perekonomian baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Keputusan konsumsi sangat penting untuk analisis jangka panjang karena peranannya dalam pertumbuhan ekonomi. Model pertumbuhan Solow menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan penting dari persediaan modal dalam kondisi-mapan dan tingkat kesejahteraan ekonomi. Tingkat tabungan mengukur seberapa besar dari pendapatan generasi sekarang disisihkan untuk generasinya sendiri dan generasi mendatang. Keputusan konsumsi sangat penting untuk analisis jangka pendek karena peranannya dalam menentukan permintaan agregat. Konsumsi adalah bagian terbesar dari GNP, sehingga fluktuasi dalam konsumsi adalah elemen penting dari booming dan resesi ekonomi. Pengeluran konsumsi masyarakat mempengaruhi pendapatan nasional yaitu terdapat kecenderungan jika pengeluaran konsumsi masyarakat suatu negara mengalami peningkatan maka hal tersebut berdampak pada kenaikan dalam pendapatan nasional. Karena secara 86 aggregat pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional, semakin besar pengeluaran konsumsi masyarakat maka semakin besar pula pendapatan nasional dan sebaliknya. b. Pengaruh Investasi terhadap PDB 1) Jangka Pendek Dalam jangka pendek variabel investasi mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukan dari koefisien regresi parsial variabel investasi dalam jangka panjang sebesar 0.006700 dan dihasilkan probabilitas yang tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5% yaitu sebesar 0.9705. Berdasarkan nilai probabilitas dan koefisien variabel investasi ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek variabel investasi tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap pertumbuhan ekonomi. 2) Jangka Panjang Hasil estimasi Error Correction Model (ECM) menunjukkan bahwa variabel investasi dalam jangka panjang mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari koefisien regresi parsial variabel investasi dalam jangka pendek sebesar -0.777402853 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% yang ditunjukkan dengan probabilitas tingkat signifikan sebesar 0.0056. Hal ini berarti jika investasi turun 1 miliar, maka akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar Rp 0.777402853 miliar dengan catatan variabel lain diasumsikan ceteris paribus. Sehingga dari pemaparan di atas 87 dapat disimpulkan bahwa variabel investasi berpengaruh signifikan negatif dalam jangka panjang sedangkan dalam jangka pendek berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil estimasi Error Correction Model (ECM) menunjukkan bahwa variabel investasi dalam jangka panjang berpengaruh signifikan negatif. Investasi dalam jangka panjang dapat mengurangi tingkat tabungan yang tercipta pada masa yang akan datang apabila kegiatan investasi justru mempertinggi tingkat konsumsi mayarakat. Adanya investasi melalui perusahaan-perusahaan asing juga dapat menghambat perkembangan perusahaan-perusahaan nasional yang sejenis dengannya. Apabila perkembangan perusahaan-perusahaan asing tersebut mematikan perusahaan-perusahaan nasional yang sudah ada, maka hal ini akan menimbulkan pengangguran dan menghapuskan mata pencaharian golongan masyarakat tertentu. Untuk dapat menarik investasi asing, pemerintah juga harus menciptakan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh investor asing, terutama perbaikan prasarana-prasarana yang diperlukan. Untuk keperluan ini harus menggunakan dana pembangunan yang seharusnya dapat digunakan untuk mengembangkan sektor lain. Selain itu, pemerintah biasanya juga harus menawarkan beberapa keringanan fiskal untuk menarik investasi asing, misalnya pembebasan pajak untuk beberapa tahun dan pembebasan pembayaran bea impor atas alat-alat modal dan peralatan yang digunakan. Dengan demikian, pembangunan di beberapa sektor ekonomi lainnya harus dikorbankan dan pemerintah tidak 88 memperoleh pendapatan yang berarti dari adanya investasi asing yang masuk oleh adanya pengiriman kembali keuntungan hasil bunga, royalti, dan biaya-biaya jasa manajemen ke negara asalnya. c. Pengaruh Kredit Perbankan terhadap PDB 1) Jangka Pendek Dalam jangka pendek variabel kredit perbankan mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien regresi parsial variabel kredit perbankan dalam jangka pendek sebesar 0.089020 dan dihasilkan probabilitas yang tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5% yaitu sebesar 0.3570. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berapapun jumlah kredit perbankan tidak akan berpengaruh apa-apa dalam jangka pendek terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 2) Jangka Panjang Hasil estimasi Error Correction Model (ECM) menunjukkan bahwa variabel kredit perbankan dalam jangka panjang mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dilihat dari nilai koefisien regresi variabel kredit perbankan dalam jangka panjang sebesar 1.838102501 dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% yang ditunjukkan dengan probabilitas tingkat signifikan sebesar 0.0079. Hal ini berarti jika Kredit Perbankan naik 1 miliar, maka akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar Rp 1.838102501 miliar dengan catatan variabel lain diasumsikan ceteris paribus. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel kredit perbankan dalam jangka pendek 89 dan jangka panjang berpengaruh positif namun hanya jangka panjang yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil estimasi Error Correction Model (ECM) menunjukkan bahwa variabel kredit perbankan dalam jangka panjang memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil via akumulasi kapital dan inovasi teknologi. Lebih tepatnya, sektor keuangan mampu memobilisasi tabungan. Mereka menyediakan para peminjam berbagai instrumen keuangan dengan kualitas tinggi dan resiko rendah. Sehingga dana berlebih (surplus fund) yang disalurkan secara efisien bagi unit yang mengalami defisit akan meningkatkan kegiatan produksi. Hal ini akan menambah investasi dan akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi. Menurut Halim Alamsyah dalam Billy Arma Pratama (2010: 2) di negara-negara seperti Indonesia peranan bank cenderung lebih penting dalam pembangunan, karena bukan hanya sebagai sumber pembiayaan tetapi juga mampu mempengaruhi siklus usaha dalam perekonomian secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan bank lebih superior dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya dalam menghadapi informasi yang asimetris dan mahalnya biaya dalam melakukan fungsi intermediasi. Secara alami bank mampu melakukan kesepakatan dengan berbagai tipe peminjam. 90 Kredit yang disalurkan kepada masyarakat memiliki arti penting baik bagi masyarakat maupun bagi bank itu sendiri, masyarakat yang membutuhkan dana segar memperoleh dana untuk modal usaha, bagi bank tersebut memperoleh pendapatan bunga, dan bagi perekonomian secara keseluruhan, akan mengerakkan roda perekonomian. Menurut Malayu (2002) fungsi kredit bagi masyarakat, antara lain dapat : menjadi motivator dan dinamisator kegiatan perdagangan dan perekonomian, memperluas lapangan kerja bagi masyarakat, memperlancar arus barang dan arus uang, meningkatkan produktivitas yang ada, meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat, memperbesar modal kerja perusahaan. Sedangkan bagi bank sendiri, tujuan penyaluran kredit, antara lain untuk: memperoleh pendapatan bunga dari kredit, memanfaatkan dan memproduktifkan danadana yang ada, melaksanakan kegiatan operasional bank, memenuhi permintaan kredit dari masyarakat, menambah modal kerja perusahaan, memperlancar lalu lintas pembayaran dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 91 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat konsumsi baik jangka pendek maupun jangka panjang berhubungan signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari nilai probabilitas jangka pendek dan jangka panjangnya berturut-turut sebesar 0.0000 dan 0.0039, signifikan pada α 5% dengan koefisien berturut-turut sebesar 1.701210 dan 1.700651352 Oleh karena itu kenaikan dan penurunan pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi. Hal ini karena pentingnya peranan konsumsi dalam menentukan permintaan agregat dan dapat mengukur tingkat tabungan. 2. Tingkat investasi di Indonesia untuk jangka pendek tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas jangka pendek sebesar 0.9705 lebih besar bila dibandingkan dengan α 5%. Sedangkan untuk jangka panjang berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan tingkat probabilitas dalam jangka pendek sebesar 0.0056, signifikan karena lebih besar dari α 5%. Nilai koefisien dalam jangka panjang bernilai negatif sebesar -0.777402853. Hal ini dikarenakan investasi dalam jangka panjang 92 92 dapat mengurangi tingkat tabungan yang tercipta pada masa yang akan datang apabila kegiatan tersebut mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat sebagai akibat lebih banyaknya barang-barang konsumsi yang tersedia dan tidak menanam kembali keuntungan yang diperoleh. 3. Tingkat penyaluran kredit perbankan di Indonesia untuk jangka pendek tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia hal ini dapat diketahui dari nilai probabilitas jangka pendek sebesar 0.3570 lebih besar bila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5%. Sedangkan untuk jangka panjang berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan tingkat probabilitas dalam jangka panjang sebesar 0.0079 lebih kecil dari α 5%. Hal ini dikarenakan sektor keuangan mampu memobilisasi tabungan. Mereka menyediakan para peminjam berbagai instrumen keuangan dengan kualitas tinggi dan resiko rendah. Sehingga dana berlebih (surplus fund) yang disalurkan secara efisien bagi unit yang mengalami defisit akan meningkatkan kegiatan produksi. Hal ini akan menambah investasi dan akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi. B. Implikasi 1. Pemerintah perlu melakukan upaya menaikkan pendapatan nasional sebagai salah satu faktor yang menentukan besarnya pengeluaran konsumsi masyarakat dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, 93 mengingat pengeluaran konsumsi masyarakat indonesia sudah menjadi faktor penggerak perekonomian negara. 2. Untuk variabel investasi, pemerintah sebaiknya mengadakan kualifikasi kembali terhadap jenis investasi yang akan ditanam agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi. Jika yang ditanam adalah investasi asing, pemerintah harus berhati-hati dalam memutuskan tipe dari modal asing yang akan ditanam. Jangan sampai perusahaan-perusahaan asing menghambat perusahaan nasional sejenis dengan mereka untuk mengembangkan potensinya. Sedangkan untuk investasi domestik pemerintah harus lebih menyederhanakan perijinan penanaman modal, terutama di tingkat daerah. 3. Untuk meningkatkan penyaluran kredit, bank-bank umum harus memberikan informasi yang lengkap serta kemudahan proses peminjaman kepada calon investor. Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui kredit dengan persyaratan yang ringan dan mudah, pelayanan yang baik, suku bunga pinjaman yang rendah dan jaringan layanan yang luas dan mudah diakses guna menarik minat masyarakat 94 DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, Halim, dkk. “Banking Disintermediation and Its Implication for Monetery Policy : The Case of Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan”, Maret 2005 : 499 – 521, 2005. Anonim, “Laporan Tahunan Bank Indonesia”, Bank Indonesia, Jakarta, 2003. Ajija, Shochrul R. Dkk. “Cara Cerdas Menguasai Eviews”, Salemba Empat, Jakarta, 2011 Arsyad, Lincolin, “Ekonomi Pembangunan”, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta, 1997. Badan Pusat Statistik (BPS), “Statistik Tahunan Indonesia”, Berbagai Tahun Penerbitan 1983-2010. Boediono, “Teori Pertumbuhan Ekonomi”, BPFE, Yogyakarta, 1985. Boediono, “Teori Pertumbuhan Ekonomi”, Seri Sinopsis PIE No. 4. BPFE, Yogyakarta, 1993. Chen, Huan. “The Analysis of Simultaneous Multi-Equations Model on the Relationship between Trade and Economic Growth in China”, International Journal of Business and Management, Vol.4, No.1, 2009. Chioma, Nwabueze Joy, “Causal Relationship between Gross Domestic Product and Personal Consumption Expenditure of Nigeria”,. African Journal of Mathematics and Computer Science Research Vol.2 (8), 2009. Dumairy, ”Perekonomian Indonesia”, Cetakan kelima, Jakarta, Penerbit Erlangga, 1996. Inggrid, “Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia: Pendekatan Kausalitas dalam Multivariate Vector Error Correction Model (VECM)”, 2006. Insukindro, “Ekonomi Uang dan Bank, Teori dan Pengalaman di Indonesia”, BPFE, Yogyakarta, 1992. Insukindro, “Ekonomi Uang dan Bank”, BPFE, UGM, Yogyakarta, 1993. Kiryanto, Ryan. “Langkah Terobosan Mendorong Ekspansi Kredit”, Economic Review No. 208. Juni 2007. 95 Kusuma, Brilliant Vanda, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Masyarakat Di Indonesia”, Skripsi Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, 2008. Lincoln, Arsyad, “Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah”, BPFE-UGM, Yogyakarta, 1999. Mangkoesoebroto, Guritno, “Ekonomi Publik”. Edisi 3, BPFE, Yogyakarta, 1998. Mankiw, N. Gregory, “Teori Makro Ekonom”,. Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta, 2003. Nachrowi D. Nachrowi dan Usman, Hardius, “Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan” Jakarta, LPFE-UI, 2006 Nopirin, “Ekonomi Internasional”, BPFE, Yoyakarta, 1997. Pratama, Billy Arma “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan (Studi pada Bank Umum di Indonesia Periode Tahun 2005-2009)”, 2010. Reksoprayitno, Soediyono. “Ekonomi Makro (Pengantar Analisis Pendapatan Nasional)”, Edisi Kelima, Cetakan Kedua, Liberty, Yogyakarta, 2000. Sari, Rafika. “Analisis Pengaruh Perkembangan Perbankan terhadap Pertumbuhan ekonomi Regional di Indonesia”. Tesis S2 Program Studi Ilmu Ekonomi, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 2006. Sinungan, Muchdarsyah, “Manajemen Dana Bank”, Edisi Kedua, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2000. Sriyana, Jaka, “Modul Teori Pelatihan Ekonometrika”, Yogyakarta, 2003. Sukirno, Sadono, “Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran Dari Klasik Hingga Keynesian Baru”, Raja Grafindo Pustaka, Jakarta, 2000. Sukirno, Sadono, “Pengantar Teori Makro Ekonomi”, (ed.2), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Suparmoko, M, “Pengantar Ekonomika Makro” , BPFE, Yogyakarta, 1991. Suyatno, Thomas.. dkk, “Dasar-Dasar Perkreditan”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995. 96 Susilo, Y. Sri, Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi Santoso, “Bank & Lembaga Keuangan Lain”, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Widarjono, Agus, “Ekonometrika Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis”, Ekonisia FE UII, Yogyakarta, 2005. Winoto, Danu, “Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing terhadap (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Ekspor Total Dan Kredit Perbankan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”, Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, 2009. Winarno, Wing Wahyu, “Analisis Ekonometrika dan Statistik dengan Eviews”, UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2009. Yunan. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. Tesis S2 Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, 2009. 97 Lampiran 1 : Data Penelitian (miliar rupiah) Tahun 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 PDB 11169.2 12054.6 12325.4 73697.6 77996.8 80119.6 83318.2 86307.1 99981.4 107522.8 115447.1 123181.1 131101.6 139707.1 345640.8 383792.3 414418.9 433245.9 376374.9 379557.7 397666.3 411132.1 426943.0 444453.5 1660578.8 1750815.2 1847292.9 1963974.3 2082315.9 2176975.5 2567390.4 Sumber : KONSUMSI 8867.7 10349.5 10697.5 44739.3 46898.3 48009.0 49637.8 52115.5 54225.0 56475.7 62053.2 66723.5 69277.2 72476.2 200445.1 234245.4 259719.2 277116.1 260022.1 272070.2 281957.4 298703.6 296559.3 308477.4 1003809.0 1043805.1 1076928.1 1131186.7 1191190.8 1249011.2 1456390.2 INVESTASI 3296.4 1572.1 3783.1 4049.9 4184.9 3995.1 5451.0 11608.8 23245.3 32593.0 76514.1 58140.0 50607.5 56634.7 105482.6 161976.1 172041.7 182941.3 148146.4 163032.0 179029.3 160822.2 143380.0 135503.3 119978.4 89418.9 114067.8 174952.4 138790.9 161943.5 165884.1 KREDIT 5915 7795 10273 12804 15070 18735 22134 27349 33962 44615 65814 87391 96451 100996 126753 188876 234490 261534 313118 140527 152482 202618 271851 342026 438880 566444 639153 793186 1057083 1183209 1210776 Statistik Indonesia Berbagai Tahun Terbitan, Badan Pusat Statistik (BPS), 1983-2010. 98 Lampiran 2 : Uji Asumsi Klasik Hasil Uji Normalitas 12 Series: Residuals Sample 1980 2009 Observations 30 10 8 6 4 2 0 -6.0e+13 -4.0e+13 -2.0e+13 1.0e+08 2.0e+13 4.0e+13 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 0.147005 -6.74e+12 5.77e+13 -5.97e+13 2.82e+13 0.111592 2.480534 Jarque-Bera Probability 0.399570 0.818907 6.0e+13 Hasil Estimasi Uji Correlation Matrix KONSUMSI INVESTASI KREDIT KONSUMSI 1 0.572734032 0.95476212 INVESTASI 0.572734032 1 0.59485074 KREDIT 0.95476212 0.59485074 1 99 Hasil Uji White Heteroskedasticity Test Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS 1.173357 10.37276 5.612719 Prob. F(9,21) Prob. Chi-Square(9) Prob. Chi-Square(9) 0.3604 0.3212 0.7780 Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:18 Sample: 1980 2010 Included observations: 31 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C KONSUMSI KONSUMSI^2 KONSUMSI*INVESTASI KONSUMSI*KREDIT INVESTASI INVESTASI^2 INVESTASI*KREDIT KREDIT KREDIT^2 4.01E+26 -2.94E+12 -0.001293 -0.010015 0.006270 7.67E+12 -0.078746 0.061243 4.52E+12 -0.012675 3.74E+26 1.14E+13 0.011595 0.066763 0.022993 1.87E+13 0.113636 0.107794 1.64E+13 0.014527 1.071576 -0.258308 -0.111525 -0.150003 0.272701 0.410399 -0.692964 0.568148 0.276171 -0.872475 0.2961 0.7987 0.9123 0.8822 0.7877 0.6857 0.4959 0.5760 0.7851 0.3928 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.334605 0.049436 9.55E+26 1.91E+55 -1963.783 1.173357 0.360393 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 8.07E+26 9.79E+26 127.3408 127.8034 127.4916 1.863083 Hasil Regresi LM-Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 4.737313 8.519699 Prob. F(2,25) Prob. Chi-Square(2) 0.0180 0.0141 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:16 Sample: 1980 2010 Included observations: 31 Presample missing value lagged residuals set to zero. 100 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C KONSUMSI INVESTASI KREDIT RESID(-1) RESID(-2) 9.19E+10 0.076093 -0.037579 -0.086445 0.492919 0.251442 8.26E+12 0.046703 0.091537 0.058390 0.201729 0.230157 0.011117 1.629296 -0.410533 -1.480471 2.443470 1.092479 0.9912 0.1158 0.6849 0.1512 0.0219 0.2850 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.274829 0.129795 2.69E+13 1.81E+28 -999.3075 1.894925 0.131114 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.055696 2.89E+13 64.85855 65.13609 64.94902 1.973663 Penyembuhan Regresi LM-Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 0.965270 2.233513 Prob. F(2,24) Prob. Chi-Square(2) 0.3952 0.3273 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 13:27 Sample: 1981 2010 Included observations: 30 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C D(KONSUMSI) D(INVESTASI) D(KREDIT) RESID(-1) RESID(-2) -1.92E+12 -0.001862 0.033649 0.036442 -0.308151 -0.101025 5.96E+12 0.037390 0.197865 0.076015 0.221781 0.224245 -0.322053 -0.049808 0.170062 0.479402 -1.389436 -0.450512 0.7502 0.9607 0.8664 0.6360 0.1775 0.6564 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.074450 -0.118372 2.55E+13 1.55E+28 -965.2539 0.386108 0.853353 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat -0.022656 2.41E+13 64.75026 65.03050 64.83991 1.938269 101 Lampiran 3 : Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Level Produk Domestik Bruto (PDB) Null Hypothesis: PDB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* 1.155136 -3.670170 -2.963972 -2.621007 0.9970 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDB) Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:06 Sample (adjusted): 1981 2010 Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PDB(-1) C 0.068691 4.71E+13 0.059466 5.31E+13 1.155136 0.887005 0.2578 0.3826 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.045487 0.011398 2.28E+14 1.45E+30 -1033.309 1.334340 0.257798 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 8.52E+13 2.29E+14 69.02063 69.11405 69.05052 2.115050 102 Konsumsi Null Hypothesis: KONSUMSI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* 1.021813 -3.670170 -2.963972 -2.621007 0.9957 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KONSUMSI) Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:08 Sample (adjusted): 1981 2010 Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. KONSUMSI(-1) C 0.059862 2.83E+13 0.058584 3.08E+13 1.021813 0.919609 0.3156 0.3656 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.035949 0.001518 1.30E+14 4.76E+29 -1016.577 1.044101 0.315617 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 4.83E+13 1.30E+14 67.90512 67.99854 67.93501 2.136522 103 Investasi Null Hypothesis: INVESTASI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -1.113842 -3.670170 -2.963972 -2.621007 0.6971 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INVESTASI) Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:09 Sample (adjusted): 1981 2010 Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INVESTASI(-1) C -0.074128 1.21E+13 0.066552 7.43E+12 -1.113842 1.622607 0.2748 0.1159 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.042429 0.008230 2.43E+13 1.65E+28 -966.1916 1.240643 0.274818 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 5.42E+12 2.44E+13 64.54611 64.63952 64.57599 1.867805 104 Kredit Perbankan Null Hypothesis: KREDIT has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* 3.271991 -3.670170 -2.963972 -2.621007 1.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KREDIT) Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:09 Sample (adjusted): 1981 2010 Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. KREDIT(-1) C 0.120141 1.03E+13 0.036718 1.45E+13 3.271991 0.710917 0.0028 0.4830 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.276597 0.250761 6.14E+13 1.06E+29 -993.9936 10.70593 0.002836 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 4.02E+13 7.10E+13 66.39957 66.49298 66.42945 1.526203 105 Lampiran 4 : Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada First Difference Produk Domestik Bruto (PDB) Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -4.923051 -3.679322 -2.967767 -2.622989 0.0004 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDB,2) Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:09 Sample (adjusted): 1982 2010 Included observations: 29 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PDB(-1)) C -0.976325 8.63E+13 0.198317 4.64E+13 -4.923051 1.861352 0.0000 0.0736 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.473031 0.453514 2.37E+14 1.51E+30 -999.9545 24.23643 0.000037 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 1.34E+13 3.20E+14 69.10031 69.19461 69.12984 1.945922 106 Konsumsi Null Hypothesis: D(KONSUMSI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -5.066493 -3.679322 -2.967767 -2.622989 0.0003 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KONSUMSI,2) Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:10 Sample (adjusted): 1982 2010 Included observations: 29 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(KONSUMSI(-1)) C -0.999693 4.99E+13 0.197315 2.64E+13 -5.066493 1.885743 0.0000 0.0701 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.487368 0.468382 1.35E+14 4.91E+29 -983.6468 25.66935 0.000025 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 7.10E+12 1.85E+14 67.97564 68.06994 68.00517 1.954256 107 Investasi Null Hypothesis: D(INVESTASI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -5.021142 -3.679322 -2.967767 -2.622989 0.0003 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INVESTASI,2) Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:10 Sample (adjusted): 1982 2010 Included observations: 29 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(INVESTASI(-1)) C -0.964288 5.47E+12 0.192046 4.80E+12 -5.021142 1.138729 0.0000 0.2648 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.482876 0.463723 2.52E+13 1.72E+28 -935.0425 25.21187 0.000029 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 1.95E+11 3.45E+13 64.62362 64.71792 64.65315 1.992425 108 Kredit Perbankan Null Hypothesis: D(KREDIT) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -2.977349 -3.679322 -2.967767 -2.622989 0.0490 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KREDIT,2) Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:10 Sample (adjusted): 1982 2010 Included observations: 29 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(KREDIT(-1)) C -0.489658 2.08E+13 0.164461 1.34E+13 -2.977349 1.545155 0.0061 0.1340 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.247169 0.219286 6.28E+13 1.06E+29 -961.4729 8.864609 0.006073 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 8.86E+11 7.11E+13 66.44641 66.54070 66.47594 2.005133 109 Lampiran 5 : Hasil Estimasi Uji Kointegrasi Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.275425 -2.644302 -1.952473 -1.610211 0.0019 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RESID01) Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:21 Sample (adjusted): 1981 2010 Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. RESID01(-1) -0.552763 0.168761 -3.275425 0.0027 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.268285 0.268285 2.62E+13 1.99E+28 -968.9927 1.990331 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. 1.48E+12 3.07E+13 64.66618 64.71289 64.68112 110 Lampiran 6 : Hasil Estimasi Model Dinamis ECM Dependent Variable: D(PDB) Method: Least Squares Date: 07/06/11 Time: 12:03 Sample (adjusted): 1981 2010 Included observations: 30 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C D(KONSUMSI) D(INVESTASI) D(KREDIT) KONSUMSI(-1) INVESTASI(-1) KREDIT(-1) ECT 7.90E+12 1.701201 0.006700 0.089020 0.330774 -0.839103 0.395664 0.472095 7.17E+12 0.038925 0.179060 0.094623 0.102744 0.273309 0.135409 0.172208 1.100780 43.70424 0.037417 0.940784 3.219400 -3.070166 -2.921986 2.741428 0.2829 0.0000 0.9705 0.3570 0.0039 0.0056 0.0079 0.0119 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.893381 0.891276 2.14E+13 1.01E+28 -958.7396 471.7124 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 8.52E+13 2.29E+14 64.44931 64.82296 64.56884 2.600875 111