AKTIVITAS ANTIBAKTERI JAMU “EMPOT SUPER” - e

advertisement
AKTIVITAS ANTIBAKTERI JAMU “EMPOT SUPER” TERHADAP
BAKTERI Staphylococcus saprophyticus DAN Escherichia coli
SKRIPSI
Oleh:
IKA RINDA ROSANA
NIM. 11620017/S-1
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
i
AKTIVITAS ANTIBAKTERI JAMU “EMPOT SUPER” TERHADAP
BAKTERI Staphylococcus saprophyticus DAN Escherichia coli
SKRIPSI
Diajukan Kepada:
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh:
IKA RINDA ROSANA
NIM. 11620017/S-1
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
i
ii
iii
iv
MOTTO
‫ر‬
‫اَّلل ح ٌّق وََل يستَ رخ َّفن َ َّ ر‬
﴾٠٦﴿ ‫ين ََل يُوقرنُو َن‬
ْ َ‫ف‬
ْ َ َ َ َّ ‫اصر ِْب إر َّن َو ْع َد‬
َ ‫َّك الذ‬
“Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar
dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini
(kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu”
(QS. Ar Rum (30), 60)
‫سسواْ رمن يوس َ ر ر‬
‫َسواْ رمن َّرْو رح هر ر‬
‫َس رمن‬
َّ ‫يَا بَر‬
ُ ‫ف َوأَخيه َوَلَ تَ ْيأ‬
ُ ُ
ُ ‫اَّلل إنَّهُ َلَ يَ ْيأ‬
ُ َّ ‫ِن ا ْذ َهبُواْ فَ تَ َح‬
‫َّرو رح هر‬
﴾٧٨﴿ ‫اَّلل إرَلَّ الْ َق ْو ُم الْ َكافر ُرو َن‬
ْ
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf
dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan
kaum yang kafir"
(QS. Yusuf (12), 87)
v
LEMBAR PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, rasa syukur ku haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberi kekuatan di setiap langkahku hingga saat ini. Sholawat serta salam
semoga tetap teranugerahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah
menuntun dari gelapnya zaman kejahiliaan menuju zaman yang penuh dengan
ilmu pengetahuan.
Ku persembahkan karya ini untuk:
Ayahanda ‘H. San’an Najib’ dan Ibunda ‘Hj. Istighfaroh’ tersayang yang selalu
memberi kasih sayang dan semangat tiada henti, yang selalu memberi motivasi
di setiap waktu, yang selalu mendampingi di kala bangkit dan terjatuh, yang
selalu memberi dukungan moral dan yang selalu melimpahkan do’a untukku.
Adikku tersayang ‘Zulfina Lutfi Zakiah’ yang selalu memberikan semangat dan
dukungan spiritual, serta keluarga besarku yang selalu memanjatkan do’a
untukku.
Keluarga besar di Malang, keluarga besar Pondok Pesantren Putri Darul Ulum Al
Fadholi, khususnya kamar C1 yang tak pernah lalai memberikan semangat,
Keluarga besar Biologi ’11 (Peneliti mikrobiologi, peneliti zoologi, peneliti botani
dan peneliti ekologi) yang sangat membantu dalam menyelesaikan karya ini dan
juga memberi dukungan yang tak ternilai besarnya. Big hug for you gaess… 
vi
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah yang telah
memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya serta atas segala nikmat yang tidak
terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si). Shalawat dan salam
semoga tetap teranugerahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang
telah menuntun kita dari gelapnya zaman kejahiliaan menuju zaman terang
benderang melalui cahaya Islam dan ilmu pengetahuan hakiki.
Kiranya penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini telah mendapatkan banyak bantuan dan dorongan semangat
dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan dan ketulusan hati,
penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda (H. San’an Najib), Ibunda (Hj. Istighfaroh), adik (Zulfina Lutfi
Zakiah), saudara-saudara dan keluargaku tercinta yang telah mendidik dan
selalu memberikan kasih sayang dengan sepenuh hati dan telah memberikan
do'a restunya kepada penulis dalam menuntut ilmu. Semoga rahmat dan
kasih sayang Allah selalu menaungi mereka dan kemudian kelak
dikumpulkan di Surga-Nya.
2. Guru-guruku TK, SD, SMP dan SMA yang telah mengajar dan mendidik
penulis hingga penulis memahami ilmu-ilmu yang telah diberikan melalui
perantara beliau-beliau. Semoga ilmu yang telah diberikan bermanfaat bagi
penulis sehingga menjadi amal jariyah di akhirat nanti.
3. Para Kyai - Bu nyai dan para asatidz di Pondok Pesantren Sunan Drajat
Pandaan dan Pondok Pesantren Darul Ulum Al Fadholi Malang. Ajaran dan
didikan mereka menjadikan penulis memahami ilmu agama dengan benar.
Semoga Allah selalu melimpahkan ramat dan hidayah-Nya kepada Beliau.
Serta ilmunya dapat mendatangkan barakah-manfaat dalam hidup, sehingga
menjadi amal jariyah di akhir hayat nanti.
4. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo dan Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si
selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim
Malang yang menjabat selama penulis menyelesaikan studi. Semoga Beliau
selalu menjadi tauladan yang baik bagi penulis khususnya.
vii
5. Prof. Sutiman B. Sumitro, S.U, D.Sc dan Dr. drh. Hj. Bayyinatul
Muchtaromah, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Maliki Malang yang telah memberikan arahan kepada penulis melalui
kebijakan-kebijakannya dan menjadi teladan bagi penulis.
6. Dr. Eko Budi Minarno, M.Pd dan Dr. Evika Sandi Savitri, M.P selaku Ketua
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maliki Malang yang
selalu memberikan nasehat dan koreksi positif terhadap menulis selama
kuliah di Jurusan Biologi UIN Maliki Malang.
7. Kholifah Holil, M.Si selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan terkait
penulisan atau pun penelitian dengan sabar dan tekun. Terimakasih atas
bimbingan ibu selama penulisan skripsi ini. Semoga rahmat Allah selalu
mendampingi perjalanan ibu.
8. Umaiyatus Syarifah, M.A selaku Dosen Pembimbing Agama yang telah
memberikan pengarahan terkait integrasi dan nilai-nilai moral kepada
penulis.
9. Dr. drh. Hj. Bayyinatul Muchtaromah, M.Si dan Anik Maunatin, M.P selaku
Dosen Penguji yang telah memberi masukan dan saran-saran yang
membangun kepada penulis.
10. Dr. drh. Hj. Bayyinatul Muchtaromah, M.Si selaku Dosen Wali yang telah
membimbing penulis baik akademik maupun non akademik dan selalu
memberikan dorongan motivasi agar penulis tetap progres dalam
menempuh studi di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim
Malang.
11. Segenap Dosen Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang yang telah turut
membimbing dan mencurahkan segenap ilmunya kepada penulis selama
menempuh studi di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim
Malang.
12. Mahrus Ismail, M.Si, Retno Novitasari D., S.Si, Moh. Basyarudin, S.Si, Lil
Hanifah, S.Si, Murtadlo Zulfan, S.Si, Zaimatul Khoiroh, S.Si, Joko Trisilo
Wahono, S.Pd (Biomedik FIK UMM), Lamijan, S.E (UPT. Materia Medica
Batu) selaku laboran dan karyawan setempat yang telah meluangkan
waktunya untuk membantu kinerja selama penelitian berlangsung, sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
viii
13. Seluruh staff Jurusan Biologi maupun Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang yang telah
membantu kelancaran penulis selama mengurus apapun berkenaan dengan
akademik maupun non akademik.
14. Mahasiswa Biologi Angkatan 2011 yang telah memberikan warna hidup
dengan beribu kisah, semangat, kebersamaan, persaudaraan serta
kekeluargaan selama kuliah yang tidak akan pernah bisa terlupakan.
15. Keluarga besar Al Fadholi, khususnya keluarga C1 yang selalu memberi
motivasi kepada penulis, yang selalu mendampingi penulis di saat bangkit
dan terjatuh.
16. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini baik berupa materiil maupun moril,
Akhirnya, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini. Karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk itu,
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya. Amin Yaa Rabbal Alamiin.
Malang, 20 November 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv
MOTTO .......................................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
ABSTRAK INDONESIA ............................................................................... xv
ABSTRAK INGGRIS ................................................................................... xvi
ABSTRAK ARAB ......................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1.4 Hipotesis .................................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
1.6 Batasan Masalah ........................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 8
2.1 Jamu .......................................................................................................... 8
2.1.1 Tinjauan Umum Tentang Jamu ........................................................... 8
2.1.2 Jamu “Empot Super” ........................................................................... 12
a. Kulit Buah Delima (Punica granatum) .................................................. 16
b. Biji Pronojiwo (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.) .......................... 18
c. Biji Manjakani (Quercus infectoria) ...................................................... 19
d. Kulit Kayu Rapet (Parameria barbata (Miq.) K.) ................................. 21
2.2 Bakteri ....................................................................................................... 21
2.2.1 Tinjauan Umum Tentang Bakteri ........................................................ 21
2.2.2 Klasifikasi Bakteri ............................................................................... 26
2.2.2.1 Berdasarkan Bentuk ....................................................................... 26
2.2.2.2 Berdasarkan Pewarnaan Gram ....................................................... 28
a. Bakteri Gram Positif ............................................................................ 29
b. Bakteri Gram Negatif ........................................................................... 31
2.2.3. Siklus Pertumbuhan Bakteri ............................................................... 34
2.2.3.1 Pembelahan Bakteri ........................................................................ 34
2.2.3.2 Waktu Generasi (Generation Time) ............................................... 35
2.2.3.3 Fase Pertumbuhan .......................................................................... 36
2.2.4 Mekanisme Jamu Sebagai Antibakteri ................................................ 37
2.2.4.1 Antibakteri ...................................................................................... 37
2.2.4.2 Mekanisme Kerja Zat Antibakteri .................................................. 38
2.2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Zat Antibakteri .................. 42
2.2.4.4 Uji Antibakteri ................................................................................ 43
x
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 45
3.1 Rancangan Penelitian ................................................................................ 45
3.2 Populasi dan Sampel ................................................................................. 45
3.3 Variabel Penelitian .................................................................................... 45
3.3.1 Variabel Bebas .................................................................................. 45
3.3.2 Variabel Terikat ................................................................................. 45
3.3.3. Variabel Terkendali .......................................................................... 46
3.4 Waktu dan Tempat .................................................................................... 46
3.5 Alat dan Bahan .......................................................................................... 46
3.6 Prosedur Penelitian .................................................................................... 47
3.6.1 Uji Antibakteri ................................................................................... 47
3.6.1.1 Sterilisasi Alat dan Bahan .......................................................... 47
3.6.1.2 Pembuatan Media ...................................................................... 47
3.6.1.3 Pembuatan Larutan Uji .............................................................. 48
3.6.1.4 Regenerasi Bakteri ..................................................................... 48
3.6.1.5 Pembuatan Inokulum Bakteri .................................................... 48
3.6.1.6 Uji Zona Hambat ....................................................................... 49
3.6.1.7 Penentuan KHM dan KBM ....................................................... 50
3.6.1.8 Perhitungan Koloni bakteri ........................................................ 52
3.6.1.9 Analisis Data .............................................................................. 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 54
4.1 Uji Zona Hambat Jamu “Empot Super” Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli........................................ 54
4.2 Uji Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM)
Jamu “Empot Super” Terhadap Bakteri Staphylococcus saprophyticus dan
Escherichia coli ........................................................................................... 58
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 66
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 66
5.2 Saran .......................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 67
LAMPIRAN ................................................................................................... 74
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Bakteri ........................................................................... 23
Gambar 2.2 Bentuk Bulat Bakteri ................................................................... 27
Gambar 2.3 Bentuk Batang Bakteri ................................................................ 27
Gambar 2.4 Bentuk Lengkung Bakteri ........................................................... 28
Gambar 2.5 Dinding Sel Bakteri Gram Positif ............................................... 30
Gambar 2.6 Dinding Sel Bakteri Gram Negatif .............................................. 32
Gambar 2.7 Pembelahan Biner Pada Bakteri .................................................. 35
Gambar 2.8 Siklus Pertumbuhan Bakteri ........................................................ 37
Gambar 4.1 Zona Hambat Ekstrak Jamu “Empot Super” 100 % dan Ciprofloxacin
Terhadap Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli . 56
Gambar 4.3 Koloni Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli Pada Media
Padat............................................................................................ 59
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Suhu Tumbuh Bakteri ................................................... 23
Tabel 4.1 Diameter Zona Hambat Jamu “Empot Super” Pada Bakteri
Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli ....................... 54
Tabel 4.2 Perbedaan Hasil Uji KHM dan KBM antara Staphylococcus
saprophyticus Dan Escherichia coli ............................................... 60
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Flow Chart.................................................................................... 74
a. Uji Pewarnaan Gram ...............................................................................74
b. Sterilisasi ............................................................................................... 75
c. Pembuatan Media .................................................................................. 75
d. Regenerasi Bakteri ................................................................................ 77
e. Pembuatan Inokulum Bakteri ................................................................ 77
f. Uji Zona Hambat .................................................................................... 78
g. Uji KHM dan KBM ................................................................................ 79
Lampiran 2 Tabel Hasil Penelitian .................................................................. 80
a. Hasil Zona Hambat ................................................................................. 80
b. Hasil Uji KHM dan KBM Pada Bakteri Staphylococcus saprophyticus 80
c. Hasil Uji KHM dan KBM Pada Bakteri Escherichia coli ...................... 81
Lampiran 3 Dokumentasi ................................................................................ 82
a. Uji Pewarnaan Gram .............................................................................. 82
b. Uji Antibakteri ........................................................................................ 82
c. Uji KHM dan KBM ................................................................................ 85
xiv
ABSTRAK
Rosana, Ika Rinda. 2015. Aktivitas Antibakteri Jamu “Empot Super” Terhadap
Bakteri Staphylococcus saprophyticus Dan Escherichia coli. Skripsi,
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Pembimbing Biologi: Kholifah
Holil, M.Si; Pembimbing Agama: Umaiyatus Syarifah, M. A
Kata Kunci: Jamu “empot super”, Antibakteri, Staphylococcus saprophyticus,
Escherichia coli
Jamu “empot super” merupakan salah satu jamu Madura yang berkhasiat
mengurangi lendir yang keluar dari vagina. Jamu ini tersusun dari 4 tanaman yakni
kulit buah delima, biji pronojiwo, buah manjakani dan kulit kayu rapat. Jamu
“empot super” ini memiliki kandungan senyawa aktif yang berpotensi sebagai
antibakteri antara lain flavonoid, tanin dan triterpenoid. Staphylococcus
saprophyticus dan Escherichia coli merupakan bakteri terbesar penyebab infeksi
saluran kemih. Kedua bakteri ini perlu dihambat salah satunya dengan jamu “empot
super”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri jamu “empot
super” terhadap bakteri Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Kedua bakteri uji
diidentifikasi menggunakan uji pewarnaan gram. Sedangkan pada uji antibakteri
terdapat 3 parameter yakni zona hambat, KHM dan KBM. Zona hambat yang
diamati adalah dari konsentrasi 100 % dari jamu. Sedangkan konsentrasi yang
digunakan pada uji KHM dan KBM antara lain adalah 50 %, 25 %, 12,5 %, 6,25
%, 3,13 %, 1,56 %, 0,78 %, 0,39 %. Metode yang digunakan pada uji KHM dan
KBM adalah metode dilusi padat dengan perhitungan koloni menggunakan colony
counter.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi 100 %, jamu “empot
super” mampu menghambat Staphylococcus saprophyticus dengan zona hambat
3,59 mm dan pada Escherichia coli 6,28 mm. Nilai KHM yang terbentuk dari jamu
“empot super” terhadap bakteri Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli
terdapat pada konsentrasi yang sama yaitu 6,25 % dengan total koloni pada
Staphylococcus saprophyticus sebanyak 207 x 103/mL dan pada Escherichia coli
sebanyak 110,33 x 104/mL. Sedangkan nilai KBM terdapat pada konsentrasi 12,5 % yang
ditandai dengan tidak adanya bakteri yang tumbuh.
xv
ABSTRACT
Rosana, Ika Rinda. 2015. Antibacterial Activity of Jamu "Empot Super"
Against Bacteria Staphylococcus saprophyticus and Escherichia coli.
Thesis, Biology Department, Faculty of Science and Technology of the State
Islamic University (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Biology Advisor:
Kholifah Holil, M.Si; Religion Advisor: Umaiyatus Syarifah, M. A
Keywords: Jamu "empot super", antibacterial, Staphylococcus saprophyticus,
Escherichia coli
Jamu "empot super" is one that is efficacious herbs Madura reduce mucus
from the vagina. This herbal medicine is composed of 4 plants, the skin of
pomegranates, Pronojiwo seeds, manjakani and kayu rapet. This Jamu "empot
super" contains active compounds that has potential as antibacterial, such as
flavonoids, tannins and triterpenoids. Staphylococcus saprophyticus and
Escherichia coli are leading causes bacterial of urinary tract infections. Both of
these bacteria need to be inhibited either by jamu "empot super". This study aims
to determine the antibacterial activity of jamu "empot super" against
Staphylococcus saprophyticus and Escherichia coli.
This research is a qualitative descriptive research. Both of bacteria were
identified using gram staining test. Whereas in the antibacterial test, parameters
were observed among others are inhibition zone, MIC and MBC. Inhibition zone
observed is of a concentration of 100% of the jamu. Concentrations that used in the
MIC and MBC test include 50%, 25%, 12.5%, 6.25%, 3.13%, 1.56%, 0.78%,
0.39%. Test method used in MIC and MBC are solid dilution method by calculation
using a colony by colony counter.
The results showed that at concentration of 100%, jamu "empot super" can
inhibit Staphylococcus saprophyticus with inhibition zone 3.59 mm and 6.28 mm
in Escherichia coli. MIC values were formed from jamu "empot super" against
Staphylococcus saprophyticus and Escherichia coli present in the same
concentration is 6.25% with total colonies Staphylococcus saprophyticus is 207 x
103 cfu/ml and in 110.33 x 104 cfu/mL Escherichia coli. Whereas the MBC value
of both bacteria contained at a concentration of 12.5% that characterized by the
absence of bacteria growing.
xvi
‫مستخلص البحث‬
‫روسانا ‪,‬إيكا رندى ‪ .5102 ،‬نشاط المضادة للبكتيريا طب األعشاب "أمبوت سوبر"على بكتيريا المكوّ رات‬
‫العنقودية سابروفيتيكوس المكوّ رات العنقودية و اإلشريكيّة القولونية ‪.‬البحث الجامعي‪ .‬قسم علم‬
‫األحياء كلية العلوم والتكنولوجيا بجامعة موالنا مالك إبراهيم اإلسالمية الحكومية ماالنج‪ .‬المشرفة علم‬
‫األحياء‪ :‬خليفة خليل الماجستير و المشرفة الدينية‪ :‬أمية الشريفة الماجستير‪.‬‬
‫المكورات العنقودية سابروفيتيكوس ‪،‬‬
‫الكلمات الرئيسية ‪ :‬طب األعشاب "أمبوت سوبر"‪ ،‬المضادة للبكتيريا‪،‬‬
‫ّ‬
‫اإلشريكيّة القولونية‪.‬‬
‫طب األعشاب "أمبوت سوبر" هو أحد من األدوية العشبية من مادورا الذي يساعد على الحد من‬
‫المخاط يخرج من بوسها‪ .‬طب األعشاب يتكون من أربعة مصانع هي الجلد والرمان‪ ،‬وبذور هيل برونوجيو‬
‫والفاكهة واللحاء مانجاكاني‪ .‬طب األعشاب "أمبوت السوبر" يحتمل على مركبات نشطة كمضاد للجراثيم‪،‬‬
‫المكورات العنقودية سابروفيتيكوس واإلشريكيّة القولونية هو‬
‫الفالفونويدات‪ ،‬والعفص‪ ،‬وتريتيربينويد‪ .‬بكتيريا‬
‫ّ‬
‫أكبر سبب اللتهابات المسالك البولية‪ .‬كل من هذه البكتيريا ضرورة تحول دون بطب األعشاب "أمبوت سوبر"‪.‬‬
‫المكورات‬
‫ويهدف هذا البحث لمعرفة نشاط المضادة للبكتيريا طب األعشاب "أمبوت سوبر"على بكتيريا‬
‫ّ‬
‫العنقودية سابروفيتيكوس و اإلشريكيّة القولونية‪.‬‬
‫ومنهج البحث المستخدم في هذا البحث هو بحث كيفي بالمدخل الوصفي‪ .‬اختبار البكتيريا الثانية حددت‬
‫باستخدام غرام تلطيخ االختبار‪ .‬بينما يتم اختبار البكتيريا هناك ثالثة معلمات منها‪ :‬سحب المنطقة‪،KHM ،‬‬
‫‪ .KBM‬اسحب منطقة المالحظ ير ّكز في ‪ %011‬طب األعشاب‪ .‬ولكن التركيز المستخدم في اختبار ‪KHM‬‬
‫و ‪ KBM‬هو ‪ .%1.30 ،% 1..0 ،%0.25 ،%3.03 ،% 5.52 ،%05.2 ،%52 ،%21‬واألساليب‬
‫المستخدمة في ‪ KHM‬و‪ KBM‬هي أسلوب االختبار لتمييع الصلبة مع حساب مستعمرة باستخدام عداد‬
‫مستعمرة‪.‬‬
‫المكورات‬
‫تثبط‬
‫على‬
‫قادرة‬
‫سوبر"‬
‫"أمبوت‬
‫األعشاب‬
‫طب‬
‫‪%‬‬
‫‪011‬‬
‫تركيز‬
‫أن‬
‫على‬
‫تدل‬
‫البحث‬
‫هذا‬
‫ونتائج‬
‫ّ‬
‫العنقودية سابرفيتيكوس مع المثبطة مناطق ‪ 3.20‬ملم وفي اإلشريكيّة القولونية ‪ 5.50‬ملم‪ .‬تشكل قيمة ‪KHM‬‬
‫من طب األعشاب "أمبوت سوبر" على بكتيريا المكورات العنقودية سابيروفيتيكوس واإلشريكية القولونية‬
‫المكورات العنقودية سابروفيتيكوس بقدر ما ‪51.‬‬
‫موجودة في تركيز نفسه ‪ %5.52‬مع إجمالي مستعمرة على‬
‫ّ‬
‫× ‪/013‬مل و اإلشريكية القولونية في العديد من ‪/011 x 001.33‬مل‪ .‬ولكن قيمة ‪KBM‬‬
‫‪xvii‬‬
18
ABSTRAK
Rosana, Ika Rinda. 2015. Aktivitas Antibakteri Jamu “Empot Super” Terhadap
Bakteri Staphylococcus saprophyticus Dan Escherichia coli. Skripsi,
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Pembimbing Biologi: Kholifah
Holil, M.Si; Pembimbing Agama: Umaiyatus Syarifah, M. A
Kata Kunci: Jamu “empot super”, Antibakteri, Staphylococcus saprophyticus,
Escherichia coli
Jamu “empot super” merupakan salah satu jamu Madura yang berkhasiat
mengurangi lendir yang keluar dari vagina. Jamu ini tersusun dari 4 tanaman yakni
kulit buah delima, biji pronojiwo, buah manjakani dan kulit kayu rapat. Jamu
“empot super” ini memiliki kandungan senyawa aktif yang berpotensi sebagai
antibakteri antara lain flavonoid, tanin dan triterpenoid. Staphylococcus
saprophyticus dan Escherichia coli merupakan bakteri terbesar penyebab infeksi
saluran kemih. Kedua bakteri ini perlu dihambat salah satunya dengan jamu “empot
super”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri jamu “empot
super” terhadap bakteri Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Kedua bakteri uji
diidentifikasi menggunakan uji pewarnaan gram. Sedangkan pada uji antibakteri
terdapat 3 parameter yakni zona hambat, KHM dan KBM. Zona hambat yang
diamati adalah dari konsentrasi 100 % dari jamu. Sedangkan konsentrasi yang
digunakan pada uji KHM dan KBM antara lain adalah 50 %, 25 %, 12,5 %, 6,25
%, 3,13 %, 1,56 %, 0,78 %, 0,39 %. Metode yang digunakan pada uji KHM dan
KBM adalah metode dilusi padat dengan perhitungan koloni menggunakan colony
counter.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi 100 %, jamu “empot
super” mampu menghambat Staphylococcus saprophyticus dengan zona hambat
3,59 mm dan pada Escherichia coli 6,28 mm. Nilai KHM yang terbentuk dari jamu
“empot super” terhadap bakteri Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli
terdapat pada konsentrasi yang sama yaitu 6,25 % dengan total koloni pada
Staphylococcus saprophyticus sebanyak 207 x 103 cfu/mL dan pada Escherichia
coli sebanyak 110,33 x 104 cfu/mL. Sedangkan nilai KBM terdapat pada konsentrasi 12,5
% yang ditandai dengan tidak adanya bakteri yang tumbuh.
ABSTRACT
Rosana, Ika Rinda. 2015. Antibacterial Activity of Jamu "Empot Super"
Against Bacteria Staphylococcus saprophyticus and Escherichia coli.
Thesis, Biology Department, Faculty of Science and Technology of the State
Islamic University (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Biology Advisor:
Kholifah Holil, M.Si; Religion Advisor: Umaiyatus Syarifah, M. A
Keywords: Jamu "empot super", antibacterial, Staphylococcus saprophyticus,
Escherichia coli
Jamu "empot super" is one that is efficacious herbs Madura reduce mucus
from the vagina. This herbal medicine is composed of 4 plants, the skin of
pomegranates, Pronojiwo seeds, manjakani and kayu rapet. This Jamu "empot
super" contains active compounds that has potential as antibacterial, such as
flavonoids, tannins and triterpenoids. Staphylococcus saprophyticus and
Escherichia coli are leading causes bacterial of urinary tract infections. Both of
these bacteria need to be inhibited either by jamu "empot super". This study aims
to determine the antibacterial activity of jamu "empot super" against
Staphylococcus saprophyticus and Escherichia coli.
This research is a qualitative descriptive research. Both of bacteria were
identified using gram staining test. Whereas in the antibacterial test, parameters
were observed among others are inhibition zone, MIC and MBC. Inhibition zone
observed is of a concentration of 100% of the jamu. Concentrations that used in the
MIC and MBC test include 50%, 25%, 12.5%, 6.25%, 3.13%, 1.56%, 0.78%,
0.39%. Test method used in MIC and MBC are solid dilution method by calculation
using a colony by colony counter.
The results showed that at concentration of 100%, jamu "empot super" can
inhibit Staphylococcus saprophyticus with inhibition zone 3.59 mm and 6.28 mm
in Escherichia coli. MIC values were formed from jamu "empot super" against
Staphylococcus saprophyticus and Escherichia coli present in the same
concentration is 6.25% with total colonies Staphylococcus saprophyticus is 207 x
103 cfu/ml and in 110.33 x 104 cfu/mL Escherichia coli. Whereas the MBC value
of both bacteria contained at a concentration of 12.5% that characterized by the
absence of bacteria growing.
‫مستخلص البحث‬
‫المكورات‬
‫روسانا ‪,‬إيكا رندى ‪ .5102 ،‬نشاط المضادة للبكتيريا طب األعشاب "أمبوت سوبر"على بكتيريا‬
‫ّ‬
‫المكورات العنقودية و اإلشريكيّة القولونية ‪.‬البحث الجامعي‪ .‬قسم علم‬
‫العنقودية سابروفيتيكوس‬
‫ّ‬
‫األحياء كلية العلوم والتكنولوجيا بجامعة موالنا مالك إبراهيم اإلسالمية الحكومية ماالنج‪ .‬المشرفة‬
‫علم األحياء‪ :‬خليفة خليل الماجستير و المشرفة الدينية‪ :‬أمية الشريفة الماجستير‪.‬‬
‫المكورات العنقودية سابروفيتيكوس‬
‫الكلمات الرئيسية ‪ :‬طب األعشاب "أمبوت سوبر"‪ ،‬المضادة للبكتيريا‪،‬‬
‫ّ‬
‫‪ ،‬اإلشريكيّة القولونية‪.‬‬
‫طب األعشاب "أمبوت سوبر" هو أحد من األدوية العشبية من مادورا الذي يساعد على الحد من‬
‫المخاط يخرج من بوسها‪ .‬طب األعشاب يتكون من أربعة مصانع هي الجلد والرمان‪ ،‬وبذور هيل برونوجيو‬
‫والفاكهة واللحاء مانجاكاني‪ .‬طب األعشاب "أمبوت السوبر" يحتمل على مركبات نشطة كمضاد للجراثيم‪،‬‬
‫المكورات العنقودية سابروفيتيكوس واإلشريكيّة القولونية‬
‫الفالفونويدات‪ ،‬والعفص‪ ،‬وتريتيربينويد‪ .‬بكتيريا‬
‫ّ‬
‫هو أكبر سبب اللتهابات المسالك البولية‪ .‬كل من هذه البكتيريا ضرورة تحول دون بطب األعشاب "أمبوت‬
‫سوبر"‪.‬‬
‫المكورات‬
‫بكتيريا‬
‫سوبر"على‬
‫"أمبوت‬
‫األعشاب‬
‫طب‬
‫للبكتيريا‬
‫المضادة‬
‫نشاط‬
‫معرفة‬
‫ل‬
‫البحث‬
‫هذا‬
‫ويهدف‬
‫ّ‬
‫العنقودية سابروفيتيكوس و اإلشريكيّة القولونية‪.‬‬
‫ومنهج البحث المستخدم في هذا البحث هو بحث كيفي بالمدخل الوصفي‪ .‬اختبار البكتيريا الثانية حددت‬
‫باستخدام غرام تلطيخ االختبار‪ .‬بينما يتم اختبار البكتيريا هناك ثالثة معلمات منها‪ :‬سحب المنطقة‪،KHM ،‬‬
‫‪ .KBM‬اسحب منطقة المالحظ ير ّكز في ‪ %011‬طب األعشاب‪ .‬ولكن التركيز المستخدم في اختبار‬
‫‪ KHM‬و ‪ KBM‬هو ‪.%1.30 ،% 1..0 ،%0.25 ،%3.03 ،% 5.52 ،%05.2 ،%52 ،%21‬‬
‫واألساليب المستخدمة في ‪ KHM‬و‪ KBM‬هي أسلوب االختبار لتمييع الصلبة مع حساب مستعمرة‬
‫باستخدام عداد مستعمرة‪.‬‬
‫ونتائج هذا البحث تدل على أن تركيز ‪ %011‬طب األعشاب "أمبوت سوبر" قادرة على تثبط‬
‫المكورات العنقودية سابرفيتيكوس مع المثبطة مناطق ‪ 3.20‬ملم وفي اإلشريكيّة القولونية ‪ 5.50‬ملم‪ .‬تشكل‬
‫ّ‬
‫قيمة ‪ KHM‬من طب األعشاب "أمبوت سوبر" على بكتيريا المكورات العنقودية سابيروفيتيكوس‬
‫المكورات العنقودية‬
‫واإلشريكية القولونية موجودة في تركيز نفسه ‪ %5.52‬مع إجمالي مستعمرة على‬
‫ّ‬
‫سابروفيتيكوس بقدر ما ‪/013 × 51.‬مل و اإلشريكية القولونية في العديد من ‪/011 x 001.33‬مل‪ .‬ولكن‬
‫قيمة ‪ KBM‬موجودة في تركيز ‪ % 05.2‬التي تتميز بعدم وجود البكتيريا على النمو‪.‬‬
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak jaman kolonial, perempuan Madura terkenal memiliki kelebihan
dibandingkan perempuan Jawa yaitu memiliki bentuk tubuh langsing dan padat,
(Mutmainnah, 2007). Kelebihan perempuan Madura tersebut karena mereka
mengkonsumsi jamu Madura yang dipercaya memberi efek baik terhadap tubuh
perempuan.
Salah satu jamu Madura yang sering dikonsumsi oleh perempuan Madura
adalah jamu “empot super”. Handayani, dkk (1998) menyatakan bahwa manfaat
jamu dimaksudkan untuk mengurangi lendir yang keluar dari liang senggama
wanita (vagina) sehingga menjadi lebih kering. Jamu “empot super” ini disebut juga
jamu sari rapet sesuai pernyataan Handayani, dkk (1998) bahwa jamu sari rapat
mempunyai nama lain misalkan jamu rapat, pakak, sari rapet, empot ayam, empotempot.
Jamu ini disusun dari beberapa tanaman obat. Beberapa simplisia yang
digunakan dalam jamu “empot super” adalah kulit buah Delima (Punica granatum
L.), biji Pronojiwo (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.), buah Manjakani
(Quercus infectoria), dan kulit Kayu Rapet (Parameria barbata (Miq.) K.).
Berbagai macam tumbuhan tersebut sudah dijelaskan dalam surat al An’aam
(6): 99,
1
2
         
      
  
  
            

                  
     
Artinya: “Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami
tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka Kami keluarkan
dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman
yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkaitangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan pula) zaitun
dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu
pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
beriman”.
Lafadz ‫ نبات‬dalam ayat di atas menunjukkan makna jama’ yakni bermacammacam tumbuhan yang meliputi bermacam-macam bentuk, ciri khas, warna dan
rasa serta berbeda-beda manfaatnya (al Maraghi, 1992; al Qarni, 2008). Sementara
itu, pada lafadz ‫ انظروا‬menunjukkan kata perintah “perhatikanlah”. Hal yang
dimaksud adalah manusia diperintah oleh Allah SWT untuk memperhatikan
macam-macam tumbuhan yang di dalamnya ada tanda-tanda kekuasaan Allah
SWT. Tanda-tanda kekuasaan Allah SWT telah dijelaskan pada kalimat ‫اليت لقوم‬
‫ يؤمنون‬yang menunjukkan bahwa adanya berbagai macam tumbuhan tersebut
merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah, yang hanya bisa diketahui oleh orangorang yang beriman yakni orang yang hidup hatinya, bekerja, berfikir dan
memahami tanda-tanda kekuasaan Allah SWT (al-Jazairi, 2007). Orang yang hidup
hatinya akan bekerja sambil memikirkan tentang segala ciptaan Allah SWT dengan
cara mencari tahu tanda-tanda kekuasaan Allah, sehingga bisa meningkatkan
3
keimanannya. Salah satunya adalah manfaat yang ada pada macam-macam
tumbuhan tersebut. Untuk mengetahui manfaat dari tumbuhan-tumbuhan tersebut,
maka perlu dilakukan riset.
Keempat tanaman ramuan jamu “empot super” mempunyai kandungan
fitokimia yang berbeda-beda. Berdasarkan beberapa penelitian, kulit buah delima
mengandung flavonoid, triterpenoid, fenol dan tanin (Prihantoro, dkk, 2006).
Pronojiwo mengandung senyawa kaur-16-ene dan senyawa asam palmitat (Tirta, I
G, dkk, 2010). Manjakani mengandung tanin, asam galik,syringic acid, ellagic acid,
gallatonic acid, strarch dan gula (R. Rina, dkk, 2011; Basri, dkk, 2012). Kayu rapat
(Parameria barbata (Miq.) K.) mengandung flavonoid, polifenol, saponin dan
tanin (Mursito, 2000). Sedangkan jamu “empot super” mengandung tanin,
triterpenoid dan flavonoid (Hajar, 2015 data belum dipublikasikan).
Tanin, triterpenoid dan flavonoid yang terdapat pada ramuan jamu “empot
super” tersebut mempunyai potensi sebagai antibakteri. Tanin bekerja sebagai
antibakteri dengan cara merusak membran sel dan mengkerutkan dinding sel
(Ajizah, 2004). Akibatnya, substansi seluler dari bakteri tersebut keluar dan
menyebabkan kematian pada bakteri (Prihantoro, 2006). Sedangkan triterpenoid
bekerja sebagai antibakteri dengan cara bereaksi dengan porin, membentuk ikatan
polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin
menyebabkan berkurangnya permeabilitas, sehingga bakteri kekurangan nutrisi dan
pertumbuhannya terhambat (Rachmawati, 2010). Demikian juga flavonoid dapat
bekerja sebagai antibakteri. Flavonoid akan menginaktivasi protein (enzim) pada
membran sel sehingga mengakibatkan struktur protein menjadi rusak (Maharani,
4
2012). Hal ini menyebabkan aktivitas metabolisme sel bakteri terhenti sehingga
mengakibatkan kematian sel bakteri (Trease dan Evasn, 1978 dalam Miranti, 2013).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kandungan
senyawa aktif pada tanaman penyusun jamu “empot super” mempunyai aktivitas
antibakteri. Ekstrak kulit buah delima terbukti memiliki efek antibakteri terhadap
Shigella dysentriae (Prihantoro, 2006), Salmonella typhi dan Vibrio cholerae
(Sundari, 1998) serta Candida albicans (Nauli, 2010). Sedangkan manjakani
(Quercus infectoria) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. mutans
ATCC 25175, S. salivarius ATCC 13419, P.gingivalis ATCC 33277 dan F.
nucleatum ATCC 25586 (Basri, dkk, 2012).
Penelitian yang telah disebutkan di atas menunjukkan aktivitas antibakteri
dari beberapa tanaman penyusun jamu "empot super" terhadap beberapa bakteri
tertentu, namun belum ada penelitian terkait aktivitas antibakteri dari jamu “empot
super” yang tersusun dari kombinasi empat tanaman di atas terhadap bakteri
Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli. Kedua bakteri ini merupakan
bakteri flora normal yang terdapat di vagina, yang berperan dalam mengatur pH
pada lendir yang keluar dari vagina. Lendir fisiologis yang keluar dari vagina tidak
berbahaya, namun jika lendir yang keluar adalah lendir patologis maka akan
berbahaya. Lendir secara patologis ditandai dengan adanya perubahan warna dan
bau busuk. Hal ini disebabkan oleh infeksi bakteri atau adanya bakteri flora normal
yang berlebihan di vagina. Lendir patologis atau abnormal ini akan menyebabkan
infeksi ke organ dalam seperti infeksi saluran kemih.
5
Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli juga termasuk bakteri
penyebab infeksi saluran kemih (Brooks, et al., 2005; King et al., 2012) yang
berbahaya dan perlu diatasi dengan berbagai bahan aktif yang terdapat pada
tanaman-tanaman penyusun jamu “empot super”. Staphylococcus saprophyticus
menyebabkan infeksi di daerah perineal (King et al., 2012). Sedangkan Escherichia
coli menyebabkan infeksi di daerah saluran kemih. Uretra perempuan yang pendek
serta dekat dengan anus mempermudah bakteri untuk naik ke dalam saluran kemih
(Sumolang, 2013).
Informasi yang sudah ada terkait bakteri Staphylococcus saprophyticus dan
Escherichia coli adalah antibakteri dari tanaman lain selain penyusun jamu “empot
super”. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2010) menunjukkan bahwa dengan
konsentrasi ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia) sebesar 10 %
mampu menghambat Escherichia coli (1 mm) dan Staphylococcus saprophyticus
(1,3 mm). Kemampuan mengkudu dalam menghambat bakteri karena mengandung
flavonoid yang berpotensi sebagai antibakteri. Oleh karena itu pada penelitian yang
akan dilakukan dimungkinkan memiliki peluang yang sama untuk menghambat
pertumbuhan bakteri mengingat jamu “empot super” memiliki kandungan senyawa
aktif yang sama seperti yang terdapat dalam mengkudu.
Untuk mengetahui potensi tersebut, maka pemilihan konsentrasi diperlukan
agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Pada penelitian ini,
konsentrasi yang digunakan didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Basri,
et al., (2012) yaitu dibuat seri konsentrasi 50 %, 25 %, 12,5 %, 6,25 %, 3,13 %,
1,56 %, 0,78 %, 0,39 %. Penggunaan konsentrasi tersebut dikarenakan penelitian
6
yang dilakukan oleh Basri, et al., (2012) menggunakan ekstrak dari salah satu
komposisi jamu “empot super”, yaitu manjakani. Selain itu, metode yang digunakan
sama yaitu menggunakan mikrodilusi padat pada uji KHM dan KBM.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian
aktivitas antibakteri jamu “empot super” terhadap bakteri Staphylococcus
saprophyticus dan Escherichia coli.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang muncul
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah jamu “empot super” mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli?
2. Berapakah konsentrasi minimum jamu “empot super” yang menghambat
pertumbuhan bakteri (KHM) dan membunuh bakteri (KBM)?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui aktivitas antibakteri jamu “empot super” terhadap bakteri
Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli.
2.
Untuk mengetahui konsentrasi minimum jamu “empot super” yang
menghambat pertumbuhan bakteri (KHM) dan membunuh bakteri (KBM).
7
1.4 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1.
Jamu “empot super” mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:
1.
Memberikan informasi tentang aktivitas antibakteri jamu “empot super”
terhadap Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli.
2.
Jamu “empot super” berpotensi dalam mengobati infeksi saluran kemih yang
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli.
1.6 Batasan Masalah
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang terarah, maka penelitian ini perlu
dibatasi sebagai berikut:
1. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak jamu Madura “empot super”.
2. Konsentrasi larutan uji yang digunakan dalam uji antibakteri adalah 50 %, 25 %,
12,5 %, 6,25 %, 3,13 %, 1,56 %, 0,78 %, 0,39 %.
3. Bakteri yang digunakan adalah Staphylococcus saprophyticus yang diperoleh
dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang dan Escherichia coli yang diperoleh dari Laboratorium Bakteriologi
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
4. Parameter yang diamati adalah zona hambat, KHM dan KBM.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Jamu
2.1.1 Tinjauan Umum Tentang Jamu
Jamu menurut Permenkes No.003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat. Jamu merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang
sampai saat ini masih bertahan dan terus dilestarikan. Munculnya jamu ini karena
adanya masalah pada jaman dulu terkait bagaimana merawat tubuh dan mengobati
berbagai penyakit
(Wulandari dan Rodiyati, 2014). Jamu disebut juga obat
tradisional yang digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Harmanto,
2007). Menurut Limananti dan Atik (2003) jamu dapat disebut sebagai obat
tradisional karena menggunakan bahan-bahan alami seperti tumbuh-tumbuhan
berkhasiat yang sudah biasa digunakan oleh masyarakat setempat.
Jamu memiliki khasiat yang sangat banyak bagi masyarakat. Jamu telah
digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatan dan
mengatasi berbagai penyakit sejak berabad-abad yang lalu jauh sebelum era
Majapahit (WHO, 2002). Produk jamu Indonesia juga berfungsi untuk menjaga
kebugaran, perawatan tubuh dan kecantikan (Muslimin, dkk, 2009). Dibandingkan
8
9
obat-obat modern, jamu memiliki beberapa kelebihan, antara lain: efek sampingnya
relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling
mendukung, pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta
lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif (Katno dan
Pramono, 2003).
Jamu dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan cara tradisional maupun
dengan cara modern. Secara tradisional, jamu dikonsumsi dalam bentuk serbuk,
godogan, olesan, dodol dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi
penyusun jamu tersebut (Sudarmin dan Rayandra, 2012; Riswan dan Roemantyo,
2002; Wasito, 2011). Sedangkan cara modern yakni dalam bentuk pil, tablet atau
kapsul (Riswan dan Roemantyo, 2002).
Penyajian jamu secara tradisional maupun modern memiliki bahan dasar yang
sama, yakni berupa simplisia, sediaan galenik atau campurannya. Sediaan serbuk
dapat dibuat dari bagian-bagian tumbuhan yang dikeringkan secara alami atau
merupakan campuran dari dua atau lebih bahan dalam perbandingan tertentu.
Serbuk dapat berasal seluruhnya dari bahan yang padat dan kering atau juga
mengandung sejumlah kecil cairan atau ekstrak tumbuh-tumbuhan atau bahan
lainnya yang disebarkan secara merata pada campuran bahan yang padat (Wasito,
2011). Selain bentuk serbuk, bentuk godogan juga termasuk dalam penyajian jamu
secara tradisional. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling sederhana. Menurut
Wasito (2011) bentuk sediaan rajangan atau godogan adalah sediaan obat
tradisional
berupa
potongan
simplisia
dengan
sediaan
galenik,
yang
penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air panas.
10
Bentuk jamu yang disediakan secara tradisional lainnya adalah olesan. Olesan
disebut juga salep atau krim. Menurut Wasito (2011) sediaan salep adalah sediaan
padat yang mudah dioleskan, yang bahan bakunya berupa sediaan galenik yang
larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep/krim yang cocok dan umumnya
digunakan sebagai obat luar. Konsistensi atau kepekatan dari salep lebih tinggi jika
dibandingkan dengan krim yang memiliki kadar air yang lebih banyak. Bentuk
dodol juga bentuk jamu dengan penyajian secara tradisional. Wasito (2011)
menyatakan bahwa dalam pembuatan dodol, bahan-bahan yang akan dicampurkan
terlebih dahulu dibuat adonan dodol atau sediaan setengah padat yang homogen.
Kemudian dari adonan tersebut dicetak atau dipotong sehingga dihasilkan sediaan
setengah padat yang seragam. Bentuk yang terakhir dari penyajian tradisional
adalah cairan. Beberapa bentuk sediaan cair menurut Wasito (2011) adalah sirup,
emulsi, suspensi, larutan, jamu cair, eliksir dan cairan lainnya.
Penyajian jamu secara modern antara lain adalah bentuk pil, tablet atau
kapsul. Sediaan pil biasanya digunakan secara oral atau ditelan. Pil dibuat dengan
mencampurkan bahan obat tradisional dengan bahan pengisi dan pengikat yang
cocok. Bentuk yang kedua adalah tablet atau kapsul. Kapsul adalah sediaan obat
tradisional yang terbungkus cangkang keras atau lunak. Cangkang kapsul biasanya
terbuat dari campuran gelatin, gula dan air (Wasito, 2011). Pil atau kapsul tersebut
diletakkan dalam wadah berbentuk silinder dengan tutup (Handayani, dkk, 1998).
Jamu atau obat tradisional harus dibuat dan diolah dengan sebaik-baiknya
agar jamu yang diperoleh berkualitas tinggi. Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) telah mengeluarkan peraturan dengan nomor HK.00.05.4.1380 mengenai
11
pedoman dalam pembuatan obat tradisional yang baik, yang dikenal dengan
CPOTB atau Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (Wasito, 2011).
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan obat tradisional hendaknya
disortir terlebih dahulu untuk membebaskan dari bahan asing atau kotoran serta
dilakukan pemeriksaan secara organoleptik dan laboratorik jika diperlukan.
Selanjutnya dilakukan pencucian dengan air bersih dan mengalir atau dibersihkan
dengan cara yang tepat sehingga diperoleh simplisia yang bersih dan terbebas dari
mikroba patogen, kapang, khamir serta pencemar lainnya (Wasito, 2011).
Simplisia yang sudah bersih dikeringkan dengan cara yang sesuai sehingga
tidak mengubah mutu dan dapat mencapai kadar air yang dipersyaratkan biasanya
10 % sehingga dapat mencegah pembusukan oleh jamur atau bakteri. Proses
pengeringan untuk bahan berukuran besar atau banyak mengandung air dapat
dilakukan dengan memotong simplisia tersebut menjadi ukuran yang lebih kecil.
Pengeringan dapat menggunakan sinar matahari secara langsung atau memakai
pelindung seperti kawat halus, pengeringan dengan mengangin-anginkan simplisia
di tempat yang teduh atau dalam ruang pengeringan yang aliran udaranya baik atau
dapat menggunakan oven dengan pengaturan suhu yang telah disesuaikan (Wasito,
2011).
Setelah proses pengeringan, maka selanjutnya adalah peroses pembentukan
jamu atau obat tradisional menjadi berbagai bentuk sediaan. Menurut Wasito (2011)
alat-alat yang digunakan dalam pembentukan berbagai bentuk sediaan antara lain
adalah alat pengeringan, alat pembuatan serbuk dan pengayak yang dapat
mengubah simplisia menjadi serbuk dengan kehalusan yang dikehendaki. Alat
12
pengaduk juga dibutuhkan untuk mencampur bahan-bahan menjadi homogen. Alatalat yang lain adalah alat penimbang, alat pengukur volume, alat perajang simplisia,
alat pembuat pil dan alat pengolahan untuk sediaan cair.
Produk yang sudah dihasilkan kemudian dikemas dengan bahan pengemas
yang sesuai (Wasito, 2011). Jamu godok dikemas dalam kotak plastik transparan
atau kantong plastik atau dalam kantong kertas, sedangkan jamu yang berbentuk pil
atau kapsul dikemas dalam wadah berbentuk silinder dengan tutup terbuat dari
plastik transparan (Handayani, dkk, 1998). Wadah yang digunakan diberi label atau
penanda yang menunjukkan identitas, jumlah dan nomor kode produksi (Wasito,
2011).
2.1.2 Jamu “Empot Super”
Jamu di berbagai daerah itu berbeda-beda. Di Madura, jamu banyak
dikonsumsi oleh kalangan perempuan Madura untuk menjaga tubuh agar tetap
padat. Namun sebenarnya jamu Madura dibuat untuk mengatasi berbagai hal, yakni
untuk mengatasi berbagai penyakit atau hanya sekedar menjaga kesehatan badan
agar tetap fit (Mutmainnah, 2007) sebagaimana hadits yang telah diriwayatkan oleh
Imam Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah, dia berkata, Rasulullah bersabda:
‫لكل داء دواء فاذا اصاب الدواء الداء برا باذن هللا عز و جل‬
Artinya: “Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan
penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu Wa Ta’ala”
Setiap penyakit yang telah diciptakan oleh Allah SWT, telah diciptakan pula
obatnya. Hal ini menunjukkan bahwa Allah SWT itu Maha Adil. Jamu Madura
termasuk salah satu obat tradisional. Jamu Madura memiliki banyak variasi untuk
13
mengatasi berbagai penyakit. Jika salah satu jamu Madura diberikan sesuai dengan
khasiatnya, maka dengan izin Allah SWT penyakit tersebut akan hilang. Salah satu
khasiat jamu Madura adalah untuk mengatasi terkait kesehatan reproduksi wanita.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa manusia diperintah oleh Allah SWT untuk
berikhtiar dalam menemukan obat untuk suatu penyakit. Salah satu jalan ikhtiar
yang dilakukan adalah dengan melakukan sebuah penelitian.
Beberapa jamu Madura yang dipergunakan untuk pengobatan gejala
penyakit yang berkaitan dengan reproduksi wanita dapat dibedakan menjadi 11
macam (Handayani, dkk, 1998):
1.
Jamu sari rapat
Jamu ini bermanfaat untuk mengurangi lendir yang keluar dari vagina.
2.
Jamu keputihan
Jamu ini bermanfaat untuk menyembuhkan lendir vagina yang berlebihan
seperti keputihan yang biasanya gatal dan berbau.
3.
Jamu galian putri
Jamu ini bermanfaat untuk mencocokkan datang bulan yang tidak teratur
serta merawat tubuh agar tetap bagus dan ramping. Selain itu bermanfaat
untuk membuat wajah tetap berseri serta kulit tetap mulus.
4.
Jamu sehat wanita
Jamu ini bermanfaat untuk menjaga kesehatan wanita secara umum.
5.
Jamu terlambat haid
Jamu ini bermanfaat untuk mendatangkan haid yang sampai dengan
tanggalnya belum datang.
14
6.
Jamu haid tidak teratur/ pelancar haid
Jamu ini bermanfaat untuk mendatangkan haid setiap bulan secara teratur.
7.
Jamu subur kandungan
Jamu ini bermanfaat untuk menyuburkan kandungan seorang wanita
sehingga kehamilan bisa terjadi.
8.
Jamu perawatan kehamilan
Jamu ini bermanfaat untuk merawat kehamilan baik ibu maupun janin
dalam perut sehingga tetap sehat.
9.
Jamu bersalin
Jamu ini bermanfaat untuk mengeluarkan darah nifas sampai bersih serta
melancarkan air susu ibu.
10. Jamu melancarkan air susu ibu
Jamu ini bermanfaat untuk meningkatkan jumlah air susu ibu.
11. Jamu pengantin
Jamu ini bermanfaat untuk merawat pengantin putri menjelang hari
pernikahan.
Jamu “empot super” merupakan salah satu jamu Madura yang berperan
terkait dengan reproduksi wanita. Jamu “empot super” merupakan sinonim dari
jamu sari rapat yang berfungsi untuk mengurangi lendir yang keluar dari senggama
wanita (vagina) sehingga menjadi lebih kering. Dalam hal ini biasanya yang
dimaksudkan adalah lendir vagina yang bersifat fisiologis. Dengan demikian
dikatakan bahwa vagina akan lebih rapat sehingga lebih memberikan keharmonisan
hubungan suami istri. Jamu ini ditujukan kepada wanita yang sudah menikah dan
15
dianjurkan diminum secara teratur setiap hari atau seminggu dua atau tiga kali
(Handayani, dkk, 1998).
Bentuk dari jamu “empot super” ini antara lain adalah berupa serbuk, dodol,
pil, kapsul dan rajangan/godokan. Bentuk serbuk biasanya dikemas dalam plastik
atau kantong kertas, sedangkan pil atau kapsul diletakkan dalam wadah berbentuk
silinder dengan tutup. (Handayani, dkk, 1998).
Jamu “empot super” disusun dari empat tanaman berkhasiat obat. Tanamantanaman tersebut antara lain adalah kulit buah Delima (Punica granatum L.), biji
Pronojiwo (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.), buah Manjakani (Quercus
infectoria), dan kulit Kayu Rapet (Parameria barbata (Miq.) K.). Tanamantanaman tersebut merupakan tanaman pilihan dengan khasiat yang baik seperti yang
telah dijelaskan dalam al Qur’an surat asy Syu’ara (42): 7,
٧ ‫ض َك ۡم أ َ ۢنبَ ۡتنَا فِي َها ِمن ُك ِل زَ ۡو ٖج َك ِر ٍيم‬
ِ ‫أ َ َو لَ ۡم يَ َر ۡواْ إِلَى ۡٱۡل َ ۡر‬
Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya
Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik”.
Lafadz ‫ اولم يروا‬yang artinya “dan apakah mereka tidak memperhatikan”
secara tersirat menunjukkan bahwa manusia diperintah oleh Allah SWT untuk
memperhatikan. Lafadz ‫ الى االرض‬yang artinya “bumi” menunjukkan bahwa yang
perlu diperhatikan menurut Allah SWT adalah bumi. Bumi yang dimaksud adalah
bumi yang awalnya tandus kemudian menjadi subur setelah Allah SWT
menurunkan air hujan dari langit. Tanah yang awalnya mati kemudian Allah SWT
hidupkan dengan air hujan lalu ditumbuhkannya bermacam-macam tumbuhan yang
bagus (al Jazairi, 2008).
16
Tumbuh-tumbuhan yang bagus ditunjukkan dengan lafadz ‫كريم‬. Lafadz ‫كريم‬
disini artinya baik dan mulia. Adapun asal kata al karam dalam bahasa arab adalah
al fadhl (keutamaan) (al Qurthubi, 2009). Sedangkan lafadz ‫ زوج كريم‬bermakna
jenis yang mulia (al Jazairi, 2008). Hal tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT
telah menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik dan mulia.
Tumbuhan yang baik adalah tumbuhan yang subur dan bermanfaat (Shihab, 2002),
termasuk bermanfaat untuk pengobatan (Savitri, 2008). Keempat tanaman
penyusun jamu “empot super” merupakan tanaman-tanaman baik yang memiliki
banyak manfaat, salah satunya yakni untuk pengobatan. Hal ini menunjukkan
bahwa semua ciptaan Allah SWT tidak ada yang sia-sia.
a. Kulit buah delima (Punica granatum L.)
Seluruh bagian tumbuhan delima bisa dimanfaatkan sebagai obat. Kulit buah
delima digunakan untuk pengobatan sakit perut karena cacingan dan buang air besar
yang mengandung darah dan lendir (disentri) (Savitri, 2008) yang disebabkan oleh
Shigella dysentriae. Hal ini didukung oleh penelitian Prihantoro, dkk (2006) bahwa
secara in vitro, ekstrak kulit buah delima memiliki efek antibakteri terhadap
Shigella dysentriae sebagai bakteri penyebab disentri. Kulit buah delima juga dapat
digunakan untuk mengobati diare atau mencret sebagaimana penelitian Sundari,
dkk (1999) yang menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70 % kulit buah delima
mempunyai efek antibakteri terhadap Salmonella typhi dan Vibrio cholerae. Savitri
(2008) juga menyatakan bahwa kulit buah delima dapat digunakan untuk mengobati
keputihan. Hal ini didukung oleh penelitian Nauli (2010) yang menunjukkan bahwa
ekstrak kulit buah delima putih (Punica granatum Linn.) 100 % mampu
17
menghambat pertumbuhan Candida albicans pada kandidiasis vaginalis secara in
vitro.
Selain kulit buahnya, bagian lain juga mempunyai khasiat yang banyak. Kulit
akar dan kulit kayu digunakan untuk membunuh cacing pita dan bakteri (Latief,
2012), batuk dan diare (Savitri, 2008). Sedangkan bunganya digunakan untuk
penyembuhan radang gusi. Daging buah delima bisa dimanfaatkan sebagai penurun
berat badan, cacingan, sariawan, sakit tenggorokan, suara parau, tekanan darah
tinggi, rematik dan perut kembung. Kemudian biji-bijinya bisa dipakai untuk obat
penurun demam, batuk keracunan dan cacingan (Savitri, 2008).
Bagian buah delima dipercaya mampu menangkal penyakit jantung dan
meluruhkan tumpukan lemak. Buah delima juga mempunyai kandungan
antioksidan yang tinggi sehingga mampu menangkal radikal bebas (Savitri, 2008).
Salah satu kandungan senyawa aktif pada buah delima yang berpotensi sebagai
antioksidan adalah flavonoid (Yanjun et al., 2009). Sedangkan jus delima dapat
digunakan untuk mengatasi dispepsia (nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut
bagian atas atau dada yang biasanya timbul setelah makan) karena mengandung
asam sitrat dan natrium sitrat (Latief, 2012).
Banyaknya khasiat tumbuhan delima ini sudah dijelaskan di dalam surat ar
Rahmaan (55):68,
ٞ ‫ل َو ُر َّم‬ٞ ‫ة َون َۡخ‬ٞ ‫فِي ِه َما َٰفَ ِك َه‬
٨٦ ‫ان‬
Artinya: “Di dalam keduanya (ada macam-macam) buah-buahan dan kurma serta
delima.”
Penyebutan dua nama buah di atas yakni kurma dan delima menunjukkan bahwa
kedua buah tersebut memiliki beberapa kelebihan. Di dalam tafsir al Mishbah
18
dijelaskan bahwa isi atau perasan delima mengandung asam sitrat dengan kadar
yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan jenis buah-buahan lainnya. Ketika
terjadi pembakaran, asam sitrat sangat membantu mengurangi keasaman urin dan
darah yang akhirnya dapat mencegah penyakit encok dan sengal pada tubuh.
Perasan buah delima ini juga mengandung kadar gula yang cukup, sekitar 11 %,
untuk mempermudah pembakaran dan menghasilkan energi. Selain itu, kulit buah
delima juga mengandung astringen yang dapat membasmi cacing pita sehingga
dapat mengobati diare (Shihab, 2002).
b. Biji Pronojiwo (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.)
Pronojiwo merupakan salah satu kategori tumbuhan obat langka (Hidayat,
2007). Pronojiwo termasuk dalam kategori dua ratus tumbuhan langka di Indonesia
(Tirta, dkk, 2010). Pronojiwo memiliki persentase reproduktif yang rendah, yakni
berkisar 2,7-8,7 %. Hal ini didukung juga dengan kebiasaan orang mencari buahnya
untuk dijadikan obat sakit perut, tanpa melakukan usaha budi dayanya. Meskipun
secara individu jenis ini ditemukan melimpah namun dengan tingkat reproduktif
yang rendah dan tingkat ancaman yang tinggi, maka kemungkinan jenis ini
mengalami proses kelangkaan di alam sangat tinggi (Hidayat, 2007).
Secara tradisional khasiat biji pronojiwo dikenal terbatas di kalangan
keluarga maupun masyarakat tertentu yakni sebagai penyegar tubuh dan sebagai
obat perangsang. Akar dan batang pronojiwo mengandung flavonoid, isoflavon,
pterocarpan, flavonon, dan kumaronokhromon yang berfungsi sebagai antimikroba
dan antivirus. Biji mengandung alkaloid berupa cytosin (1,5%), matrin dan matrin-
19
N-oxid yang berkhasiat untuk menaikkan tekanan darah (Lemmens and
Banyapraphatsara, 2003 dalam Tirta, dkk, 2010). Biji pronojiwo juga berkhasiat
untuk obat TBC, perangsang syahwat, penyakit dada dan muntah darah (Heyne,
1987 dalam Tirta, dkk, 2010).
Hasil uji GC-MS pada penelitian Tirta, dkk (2010) menunjukkan bahwa pada
akar, batang, daun, kulit biji dan biji ditemukan asam-asam lemak, baik asam lemak
jenuh (palmitik, myristik, stearik, laurik, behenik, arachidic dan lain-lain) maupun
asam lemak tak jenuh (linolerik) dan senyawa lain seperti kurkumin. Asam lemak
tak jenuh dan kurkumin berperan sebagai obat liver. Senyawa kimia yang
ditemukan pada tumbuhan pronojiwo adalah kaur-16-ene yang berperan sebagai
antikanker dan asam palmitat yang berguna untuk merangsang pertumbuhan
insulin, sehigga mampu mengobati diabetes.
Pengujian antioksidan dari pronojiwo pada penelitian Tirta, dkk (2010)
menunjukkan bahwa kadar antioksidan tertinggi ditemukan pada daun. Tingginya
kadar antioksidan dapat digunakan untuk mengikat radikal bebas yang merupakan
salah satu penyebab timbulnya penyakit. Vitamin C dan vitamin E merupakan
antioksidan dari golongan vitamin. Vitamin C tertinggi pada pronojiwo adalah pada
bagian kulit biji, sehingga bagian yang memiliki kadar antioksidan tertinggi adalah
daun dan kulit biji.
c. Buah Manjakani (Quercus infectoria)
Quercus infectoria atau manjakani adalah pohon oak kecil yang berasal dari
daerah Yunani, Asia Minor, Syria dan Persi. Manjakani ditemukan di Kumaun,
20
Garhwal dan hutan Bijnor di India (Hapidin, et al., 2012; Iminjan, et al., 2014).
Secara tradisional manjakani digunakan dalam bentuk ramuan untuk pengobatan
beberapa penyakit, antara lain menstruasi tidak teratur, wasir, keputihan dan lainlain. Selain itu, juga sering dijadikan sebagai campuran bahan tradisional lain yang
berkhasiat dalam membatasi konsepsi. Umumnya resep-resep jamu Madura
(dengan indikasi untuk mempersempit alat intim perempuan) dicampur dengan
manjakani (Agoes, 2010).
Ekstrak manjakani juga memiliki berbagai sifat farmakologi, yakni
antidiabetes, antitumor, anestesi lokal, antivirus, antibakteri, antijamur, larvasidal,
antimikroba, antiinflamasi dan penyembuhan luka (Hapidin, et al., 2012; Basri, et
al., 2012). Pengujian HPLC pada penelitian Syukriah (2014) menunjukkan bahwa
Quercus infectoria mengandung gallic acid dan tannic acid yang berperan sebagai
antibakteri. Kekuatan antioksidan dan aktivitas antibakteri dari Quercus infectoria
mengacu pada besarnya komponen senyawa bioaktif pada tumbuhan tersebut.
Potensi Quercus infectoria sebagai antibakteri juga didukung oleh penelitian Basri,
et al. (2012) yang menunjukkan bahwa Quercus infectoria mampu menghambat
bakteri S. mutans, S. salivarius, P. gingivalis dan F. nucleatum. Selain itu, Hapidin,
et al. (2012) menyatakan bahwa ekstrak Quercus infectoria mempunyai kandungan
mineral yang tinggi (kalsium, fosfor, kalium dan magnesium) dan polifenol yang
penting bagi kesehatan tulang, yakni untuk mencegah osteoporosis.
Di Malaysia, manjakani sangat terkenal di kalangan wanita dan sudah biasa
digunakan di kalangan perempuan Melayu lokal sebagai ramuan khusus untuk
perawatan post partum atau memperbaiki elastisitas dinding rahim setelah
21
melahirkan dan juga untuk menstimulasi kontraksi otot vagina (R. Rina, et al.,
2011; Basri, et al., 2012; Hapidin, et al., 2012). Di India, manjakani merupakan
unsur pokok dari pasta gigi untuk mengobati gusi dan penyakit gigi berlubang.
Buah manjakani digunakan untuk mengobati diare, disentri, pendarahan internal,
gonorea (kencing nanah), impetigo (bintul-bintul berisi nanah), radang amandel dan
nyeri haid. (Basri, et al., 2012). Manjakani juga dilaporkan mempunyai potensi
tinggi sebagai pemutih kulit (Syukria, A. R., et al., 2014).
d. Kulit Kayu Rapet (Parameria barbata (Miq.) K.)
Kulit, kayu, dan akar kayu rapat mengandung flavonoida, polifenol, saponin
dan tanin. Kulit kayu rapat mempunyai khasiat sebagai pelangsing, obat luka,
koreng disentri dan nyeri rahim sehabis bersalin (Mursito, 2000). Flavonoid dan
polifenol dalam kayu rapat berperan sebagai analgesik sebagaimana penelitian
Christiana, dkk (2012) yang menunjukkan bahwa infusa kulit kayu rapat
(Parameria laevigata (Juss.) Moldenke) memiliki efek analgesik, yakni mampu
mengurangi rasa nyeri.
2.2
Bakteri
2.2.1 Tinjauan Umum Tentang Bakteri
Bakteri merupakan mikroba uniseluler. Bakteri umumnya berukuran kecil
dengan berat jenis 1,05 - 1,1 g cm-3 dan berat sekitar 10-12 g sebagai partikel kering
(Hidayat, dkk, 2006). Umumnya, bakteri berukuran lebar 0,5-1 mikron dan panjang
hingga 10 mikron (1 mikron = 10-3 mm) (Irianto, 2006). Dinding sel bakteri
22
mengandung kompleks karbohidrat dan protein yang disebut peptidoglikan. Bakteri
bereproduksi dengan cara membelah diri menjadi dua sel yang berukuran sama
yang disebut dengan pembelahan biner. Bakteri mendapatkan nutrisinya dengan
menggunakan bahan kimia organik yang diperoleh secara alami dari organisme
hidup atau organisme yang sudah mati. Beberapa bakteri dapat membuat makanan
sendiri dengan biosintesis, sedangkan beberapa bakteri yang lain memperoleh
nutrisi dari substansi organik (Radji, 2010).
Berdasarkan struktur selnya, bakteri termasuk dalam golongan prokariotik.
Struktur utama dari sel prokariotik adalah dinding sel, membran plasma sel,
ribosom dan bahan genetik. Sel prokariotik memiliki struktur sel yang lebih
sederhana dibandingkan dengan sel eukariotik. Salah satu ciri struktural utama yang
membedakannya dengan jasad eukariotik adalah tidak adanya membran inti sel
(nukleus) (Yuwono, 2002).
Struktur sel bakteri terdiri atas tiga bagian penting, yaitu struktur eksternal
sel, struktur internal sel dan struktur dinding sel. Struktur eksternal sel merupakan
bagian-bagian penting yang ada di permukaan sel, antara lain adalah glikokaliks
(substansi yang menyelimuti permukaan sel), flagel (bagian yang membantu bakteri
dalam bergerak), fimbria (bagian yang berperan dalam adhesi bakteri dengan sel
hospes) dan pili (alat untuk menempel). Sedangkan struktur internal sel bakteri
terdiri dari membran sitoplasma, sitoplasma, area nukleus, ribosom, mesosom dan
inklusi. Bagian yang terakhir adalah bagian struktur dinding sel. Dinding sel
berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan keutuhan sel. Selain itu, dinding sel
23
juga berperan dalam proses pembelahan sel. Dinding sel dapat melaksanakan
biosintesis sendiri untuk membentuk dinding sel itu sendiri (Radji, 2010).
Gambar 2.1. Struktur Bakteri (Radji, 2010)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri:
a. Suhu
Sebagian besar bakteri tumbuh optimal pada suhu tubuh manusia. Akan
tetapi, beberapa bakteri dapat tumbuh dalam lingkungan ekstrim yang berada di luar
batas pertahanan organisme eukariot (Radji, 2010).
Bakteri digolongkan menjadi tiga bagian berdasarkan perbedaan suhu
tumbuh (Waluyo, 2009):
Tabel 2.1 Tabel Perbedaan Suhu Tumbuh Bakteri
Minimum (°C)
Optimum (°C)
Maksimum (°C)
Psikrofil
-10 s. d +5
+10 s. d +20
+20 s. d +30
Mesofil
+10 s. d +15
+30 s. d +40
+40 s. d +50
Termofil
+25 s. d +45
+50 s. d +75
+75 s. d +93
24
b. pH
pH adalah derajat keasaman suatu larutan. Kebanyakan bakteri tumbuh subur
pada pH 6,5-7,5 (Radji, 2010). Sementara itu, menurut Hidayat, dkk (2006)
berdasarkan pH yang ada, bakteri dibagi menjadi tiga yaitu asidofil (mikroba yang
dapat tumbuh pada pH antara 2,0 – 5,0), neurofil (mikroba yang dapat tumbuh pada
kisaran pH 5,5 – 8,0) dan alkalifil (mikroba yang dapat tumbuh pada kisaran pH 8,4
– 9,5).
c. Tekanan Osmotik
Bakteri memperoleh semua nutrisi dari cairan di sekitarnya. Bakteri
membutuhkan air untuk pertumbuhan. Tekanan osmotik yang tinggi dapat
menyebabkan air keluar dari dalam sel. Konsentrasi garam dan gula yang tinggi
menyebabkan air keluar dari sel bakteri sehingga menghambat pertumbuhan atau
menyebabkan plasmolisis (Radji, 2010). Secara umum, medium yang baik bagi
pertumbuhan bakteri adalah medium isotonis terhadap isi sel bakteri (Pelczar dan
Chan, 2008). Namun ada beberapa jenis bakteri yang dapat menyesuaikan diri
terhadap tekanan osmotik yang tinggi, misalnya halofil (jasad yang membutuhkan
kadar garam tertentu untuk hidup) dan halodurik (jasad yang membutuhkan kadar
garam tinggi untuk hidup) (Hidayat, dkk, 2006).
d. Faktor Kimia
Unsur penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme selain
air adalah unsur kimia seperti karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, dan unsur kelumit
(misalnya Cu, Zn dan Fe). Karbon merupakan unsur penting dalam setiap makhluk
hidup. Setengah berat kering suatu bakteri adalah karbon. Kemoheterotrof
25
mendapatkan sebagian besar karbon dari sumber energi yang diperoleh, seperti
protein, karbohidrat dan lemak, sedangkan kemoautotrof dan fotoautotrof
mendapatkan unsur karbon dari CO2 (Radji, 2010).
Beberapa unsur lain juga diperlukan oleh bakteri untuk sintesis materi seluler,
yaitu nitrogen dan sulfur untuk sintesis protein, nitrogen dan fosfor untuk sintesis
DNA, RNA dan ATP. Nitrogen juga digunakan oleh bakteri untuk membentuk
gugus amino berupa asam amino dan protein. Sebagian besar bakteri mampu
menguraikan protein dan menyusun kembali asam amino menjadi protein baru yang
dibutuhkannya. Selain itu, bakteri juga menggunakan sulfur untuk sintesis asam
amino dan vitamin. Bakteri juga menggunakan sejumlah unsur mineral (K, Mg, Ca,
Fe, Cu, Zn dan Mo) sebagai kofaktor, yang merupakan unsur penting untuk
memfungsikan beberapa enzim. Unsur-unsur ini terdapat dalam air dan komponen
media lain secara alamiah (Radji, 2010).
e. Oksigen
Mikroorganisme yang menggunakan oksigen menghasilkan lebih banyak
energi dari nutrien yang diperoleh daripada mikroba yang tidak menggunakan
oksigen (Radji, 2010). Berdasarkan respon terhadap oksigen, bakteri dibagi
menjadi empat kelompok: aerobik (organisme yang tumbuh dengan membutuhkan
oksigen), anaerobik (organisme yang tumbuh tanpa membutuhkan oksigen),
anaerobik fakultatif (organisme yang tumbuh pada keadaan aeobik maupun
anaerobik) dan mikroaerofilik (organisme yang tumbuh terbaik bila ada sedikit
oksigen) (Pelczar dan Chan, 2008). Sedangkan menurut Radji (2010) bakteri yang
selalu membutuhkan oksigen untuk hidup disebut bakteri aerob obligat, sedangkan
26
bakteri yang tidak menggunakan oksigen sama sekali untuk tumbuh disebut bakteri
anaerob obligat.
f. Faktor Pertumbuhan Organik
Komponen organik penting yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh bakteri
disebut faktor pertumbuhan organik. Salah satu contoh faktor pertumbuhan organik
adalah vitamin. Sebagian besar dari bakteri mampu mensintesis vitaminnya sendiri
dan tidak bergantung pada sumber dari luar. Akan tetapi, beberapa bakteri
kekurangan enzim untuk mensintesis beberapa vitamin tertentu. Untuk bakteribakteri seperti itu, maka vitamin ini disebut sebagai faktor pertumbuhan organik.
Faktor pertumbuhan organik lain yang dibutuhkan oleh bakteri antara lain adalah
asam amino, purin dan pirimidin (Radji, 2010).
2.2.2 Klasifikasi Bakteri
2.2.2.1 Berdasarkan Bentuk
Berdasarkan bentuknya, bakteri diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
1. Bentuk bulat
Sel bakteri yang berbentuk seperti bola atau elips dinamakan kokus (Pelczar
dan Chan, 1986). Bentuk bulat atau kokus dapat dibedakan lagi dalam (Hidayat,
dkk, 2008; Irianto, 2006):
1) Kokus, yakni bulat satu-satu. Contohnya adalah Neisseria gonorrhoeae.
2) Diplokokus, yakni bulat bergandengan dua-dua. Contohnya adalah
Streptococcus pneumoniae.
3) Streptokokus, yakni bulat bergandengan seperti rantai. Contohnya adalah
Streptococcus pyogenes.
27
4) Tetrakokus, yakni bulat terdiri dari 4 sel yang tersusun dalam bentuk bujur
sangkar. Contohnya adalah Pediococcus cerevisiae.
5) Sarsina, yakni bulat yang terdiri dari 8 sel yang tersusun dalam bentuk kubus.
Contohnya adalah Sarcina ventriculi.
6) Stafilokokus, yakni bulat tersusun sebagai kelompok buah anggur. Contohnya
adalah Staphylococcus aureus.
Gambar 2.2. Bentuk Bulat Bakteri (Harley, 2005)
2. Bentuk batang
Sel bakteri yang mempunyai silindris atau seperti batang disebut bacillus.
Ujung beberapa bacillus tampak persegi, bundar, meruncing atau lancip. Terkadang
bacillus tetap saling melekat satu dengan lainnya, ujung dengan ujung, sehingga
memberikan penampilan rantai. Contohnya adalah Bacillus cereus (Pelczar dan
Chan, 2008).
Gambar 2.3. Bentuk Batang Bakteri (Harley, 2005)
28
3. Bentuk lengkung
Bakteri dengan bentuk lengkung dapat dibagi menjadi bentuk koma (vibrio),
jika lengkunganya kurang dari setengah lingkaran. Jika spiralnya halus dan lentur
disebut spirochaeta dan jika spiralnya tebal dan kaku disebut spirillium. Contohnya
adalah Treponema pallidum, Borrelia anserina dan Spirillum volutans (Hidayat,
dkk, 2006; Pelczar dan Chan, 2008).
Gambar 2.4. Bentuk Lengkung Bakteri (Harley, 2005)
2.2.2.2 Berdasarkan Pewarnaan Gram
Berdasarkan pewarnaan gram, bakteri dibagi menjadi dua yaitu bakteri gram
positif dan bakteri gram negatif (Yuwono, 2002). Bakteri gram positif adalah
bakteri yang dapat mempertahankan zat warna ungu (metilviolet, kristalviolet atau
gentianviolet) meskipun telah didekolorisasi dengan alkohol. Bakteri tersebut juga
akan tetap mempertahankan warna ungunya meskipun disertai dengan pengecatan
oleh zat warna kontras. Hal ini terjadi karena kandungan peptidoglikan yang cukup
banyak pada bakteri gram positif yang mampu mempertahankan warna ungu.
Sebaliknya, bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak dapat mempertahankan
zat warna setelah didekolorisasi dengan alkohol akan kembali menjadi tidak
berwarna. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kandungan lipid yang tidak mampu
29
mempertahankan warna ungu. Apabila diberikan pengecatan dengan zat warna
kontras, maka akan berwarna sesuai dengan zat warna kontras (Irianto, 2006).
a.
Bakteri Gram positif
Bakteri gram positif merupakan bakteri yang mempunyai struktur dinding sel
yang tebal (15-80 µm) dan berlapis tunggal (mono). Komponen utama penyusun
dinding sel bakteri gram positif adalah peptidoglikan dan asam teikoat (Pelczar dan
Chan, 1986). Asam teikoat ada dua jenis, yaitu asam teikoat ribitol dan asam teikoat
gliserol. Fungsi asam teikoat belum sepenuhnya diketahui, namun diperkirakan
berperan dalam pertumbuhan dan pembelahan sel. Asam teikoat mempunyai sifat
antigen spesifik sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi spesiesspesies bakteri gram positif secara serologi (Radji, 2010). Menurut Klien, et al.
(1999) pada beberapa bakteri, asam teikoat merupakan selaput pada selnya. Asam
teikoat ini terdiri dari gula netral seperti galaktosa, manosa, ramnosa, arabinosa dan
glukosamin. Lapisan tersebut akan menyelimuti seluruh sel bakteri sehingga
menyerupai selubung yang kuat dan dinamakan murein.
Jenis-jenis bakteri gram positif adalah famili Micrococcaceae dan famili
Streptococcaceae. Famili Micrococcaceae bersifat aerobik dan katalase positif,
sedangkan Streptococcaceae bersifat katalase negatif, berbentuk kokus (Fardiaz,
1992).
30
Gambar 2.5. Dinding sel bakteri gram positif (Radji, 2010)
Salah satu bakteri yang tergolong dalam bakteri gram positif adalah
Staphylococcus saprophyticus. Bakteri ini mempunyai bentuk bulat, berdiameter 1
µm dan biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur.
Bersifat aerob, nonmotil, dan tidak membentuk spora, tumbuh dengan cepat pada
temperatur
37ºC.
Staphylooccus
saprophyticus
mampu
memfermentasi
karbohidrat, seperti fermentasi mannitol dalam media Mannitol Salt Agar yang
ditunjukkan dengan warna kuning, serta menghasilkan asam laktat (Brooks, et al.,
2005). Staphylococcus saprophyticus tidak berpigmen, resisten terhadap
novobiosin dan nonhemolitik (Jawetz, et al., 2005).
Berdasarkan ciri-ciri di atas, Staphylococcus saprophyticus diklasifikasikan
sebagai berikut (Brooks, et al., 2005):
Kingdom : Prokaryota
Divisio
: Firmicutes
Class
: Bacilli
Ordo
: Bacillales
Family
: Staphylococcaceae
31
Genus
: Staphylococcus
Spesies
: Staphylococcus saprophyticus
Staphylococcus saprophyticus merupakan bakteri penyebab infeksi saluran
kemih kedua setelah Escherichia coli (Jawetz, et al., 2005; Raz, et al., 2005).
Penyakit-penyakit yang termasuk infeksi saluran kemih adalah pyelonephritis akut,
septicemia dan nephrolithiasis (Raz, et al., 2005). Infeksi saluran kemih terjadi pada
wanita muda yang aktif melakukan seks (Jawetz, et al., 2005; Raz, et al., 2005).
Penelitian Wallmak et al. (1978) dalam Raz et al. (2005) menunjukkan bahwa
infeksi Staphylococcus saprophyticus tertinggi terjadi pada wanita dengan umur
berkisar antara 16-25 tahun. Sedangkan penelitian Gupta, et al. (1999) dalam Raz
et al. (2005) menunjukkan bahwa wanita yang terkena infeksi Staphylococcus
saprophyticus berkisar berumur 13-40 tahun. Beberapa tempat dari koloni
Staphylococcus saprophyticus adalah gastrointestinal, rectum, vagina dan uretra
(Raz et al., 2005).
b. Bakteri Gram Negatif
Bakteri gram negatif adalah bakteri yang mempunyai struktur dinding sel
yang tipis (10-15 nm) dan berlapis tiga (multi). Dinding selnya meliputi sedikit
peptidoglikan dan selaput luar yang mengandung tiga polimer yaitu lipoprotein,
fosfolipida dan lipopolisakarida (Pelczar dan Chan, 2008). Komponen
lipopolisakarida pada membran luar bakteri gram negatif ini mempunyai peranan
penting. Gugus polisakarida dari lipopolisakarida yang disebut dengan O-
32
polisakarida berfungsi sebagai antigen spesifik yang dapat dimanfaatkan untuk
membedakan spesies-spesies bakteri gram negatif (Radji, 2010).
Selain itu, lapisan membran luar dapat menjadi penghalang beberapa jenis
antibiotik dan dapat menghambat kerja beberapa enzim dan bahan kimia lain seperti
lisozim, detergen, logam berat, garam empedu dan beberapa jenis bahan pewarna.
Namun demikian, membran luar dinding sel tidak sepenuhnya dapat menahan
semua substansi yang ada di lingkungan karena nutrisi yang dibutuhkan bakteri
harus dapat masuk ke dalam sel. Permeabilitas membran luar ditentukan oleh
adanya protein tertentu yang disebut dengan porin. Porin merupakan pintu masuk
bagi beberapa molekul antara lain adalah nukleotida, disakarida, peptide, asam
amino, vitamin B12 dan zat besi (Radji, 2010). Bakteri yang termasuk dalam bakteri
gram negatif antara lain adalah Escherichia coli, Pseudomonas aeroginosa, dan lain
lain (Mulyadi, dkk, 2013),
Gambar 2.6. Dinding sel bakteri gram negatif (Radji, 2010)
Salah satu bakteri yang termasuk bakteri gram negatif adalah Escherichia
coli. Escherichia coli merupakan bakteri yang mempunyai bentuk batang pendek,
tidak berspora dan berukuran 0,4-0,7 mikron. Sebagian besar Escherichia coli
33
mempunyai flagel peritrik dan mempunyai kapsul (Jawetz, et al., 1996).
Escherichia coli mempunyai beberapa antigen, yaitu antigen O (polisakarida),
antigen K (kapsular), antigen H (flagella). Antigen O merupakan antigen somatik
berada dibagian terluar dinding sel lipopolisakarida dan terdiri dari unit berulang
polisakarida. Antibodi terhadap antigen O adalah IgM. Antigen K adalah antigen
polisakarida yang terletak di kapsul (Juliantina, dkk., 2008 dalam Arista, 2013).
Ciri-ciri yang dimiliki oleh Escherichia coli antara lain sebagai berikut
(Supardi dan Sukamto, 1999):
a. Termasuk bakteri coliform, merupakan flora komensal yang paling banyak pada
usus manusia dan hewan, hidup aerobik/fakultatif anaerobik.
b. Merupakan bakteri yang mempunyai fimbria, bersifat motil dan tersusun
tunggal.
c. Tumbuh pada suhu antara 10-40°C, dengan suhu optimum 37°C. pH optimum
untuk pertumbuhannya adalah pada 7,0-7,5. pH minimum pada 4,0 dan
maksimum pada pH 9,0. Bakteri ini sangat sensitif terhadap panas.
Berdasarkan ciri-ciri di atas, Escherichia coli diklasifikasikan sebagai berikut
(Brooks, et al., 2001):
Kingdom : Prokaryota
Divisio
: Gracilicutes
Class
: Scotobacteria
Ordo
: Eubacteriales
Family
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
34
Spesies
: Escherichia coli
Escherichia coli merupakan penyebab paling banyak dari infeksi saluran
kencing. Gejala dan tanda-tanda meliputi dysuria (susah buang air kecil), hematuria
(ada darah dalam urine), dan pyuria (adanya nanah dalam urin). Nyeri dada (nyeri
tubuh di bagian bawah iga) dihubungkan dengan infeksi sistem saluran bagian atas
(Jawetz, et al., 2005).
Salah satu faktor yang mempengaruhi sifat patogenik Escherichia coli adalah
kemampuan untuk melakukan adesi pada sel-sel hewan dan manusia. Kemampuan
untuk adesi ini diduga disebabkan oleh adanya fimbria atau pili yang dapat
menyebabkan adesi (Supardi dan Sukamto, 1999).
2.2.3 Siklus Pertumbuhan Bakteri
2.2.3.1 Pembelahan Bakteri
Pembelahan bakteri menunjukkan pertambahan jumlah bakteri, bukan
pertambahan ukuran sel. Bakteri bereproduksi dengan cara pembelahan biner.
Pembelahan biner termasuk pembelahan aseksual (Radji, 2010). Pertama-tama,
kromosom bakteri dilekatkan pada membran plasma. Setelah sel bakteri
mereplikasi kromosomnya dalam persiapan untuk pembelahan, kedua salinannya
tetap melekat pada membran di tempat yang bersebelahan. Pertumbuhan membran
diantara kedua tempat pelekatan itu akan memisahkan kedua salinan kromosom
tadi. Ketika bakteri telah mencapai sekitar dua kali ukuran awalnya, membran
plasmanya menekuk ke dalam, memisahkan sel induk menjadi dua sel anak. Setiap
sel mewarisi genom yang lengkap (Campbell, 2003). Setelah itu, masing-masing
35
sel bakteri akan mengulang proses pembelahan yang sama sampai seterusnya
(Pelczar dan Chan, 2008).
Gambar 2.7. Pembelahan biner pada bakteri (Radji, 2010)
2.2.3.2 Waktu Generasi (Generation Time)
Waktu generasi atau waktu perbanyakan adalah waktu yang dibutuhkan oleh
satu sel bakteri untuk membelah dari satu sel menjadi dua sel. Waktu yang
dibutuhkan oleh sebuah sel untuk membelah sangat bervariasi antar organisme dan
sangat bergantung pada kondisi lingkungan, antara lain suhu. Sebagian besar
bakteri mempunyai waktu perbanyakan 1-3 jam, tetapi ada juga yang membutuhkan
waktu lebih dari 24 jam tiap generasi (Radji, 2010). Menurut Pelczar dan Chan
(2008) pada beberapa spesies, populasi (panen sel terbanyak yang dapat diperoleh)
tercapai dalam waktu 24 jam. Populasinya dapat mencapai 10 sampai 15 milyar sel
36
bakteri per mililiter. Perbanyakan ini disebabkan oleh pembelahan sel secara
aseksual.
2.2.3.3 Fase Pertumbuhan
Menurut Dwidjoseputro (2005) fase pertumbuhan bakteri adalah:
a.
Fase Adaptasi
Fase pertama yaitu fase adaptasi. Pada fase ini bakteri belum mengadakan
pembiakan. Fase adaptasi ini terjadi pada 1 sampai 2 jam setelah pemindahan.
b.
Fase Logaritma
Pada fase ini, pembiakan bakteri berlangsung paling cepat. Fase ini
berlangsung selama 8-24 jam. Menurut Radji (2010) metabolisme sel paling aktif
adalah pada fase log. Oleh karena itu, beberapa perlakuan terhadap sel, baik untuk
isolasi protein tertentu dari dalam sel maupun manipulasi sel, dilakukan pada fase
logaritma.
c.
Fase Stasioner (Fase konstan)
Pada fase ini menunjukkan bahwa jumlah bakteri yang berbiak sama dengan
jumlah bakteri yang mati, sehingga kurva menunjukkan garis yang hampir
horizontal.
d.
Fase Kematian
Fase ini menunjukkan semakin banyaknya bakteri yang mati sehingga
melebihi jumlah bakteri yang membelah diri. Keadaan ini dapat berlangsung selama
beberapa minggu. Hal ini bergantung pada spesies dan keadaan medium serta
37
faktor-faktor lingkungan. Jika keadaan dibiarkan terus menerus, maka
kemungkinan besar bakteri tidak dapat dihidupkan kembali dalam medium baru.
Gambar 2.8. Siklus pertumbuhan sel bakteri (Radji, 2010)
2.2.4 Mekanisme Jamu Sebagai Antibakteri
2.2.4.1 Antibakteri
Antibakteri merupakan komponen kimia yang mempunyai kemampuan
dalam menghambat atau mematikan bakteri. Antibakteri yang mempunyai
kemampuan untuk membunuh bakteri disebut bakterisidal. Sedangkan antibakteri
yang mempunyai kemampuan hanya menghambat pertumbuhan bakteri disebut
bakteristatik (Volk and Wheeler, 1998). Zat antibakteri bertujuan untuk
mengeliminasi bakteri infektif atau mencegah terjadinya infeksi. Selain itu, zat
antibakteri harus bersifat toksik hanya terhadap patogen infektif, tetapi tidak
terhadap inangnya (Harmita dan Maksum, 2008). Beberapa senyawa sintetis yang
mempunyai aktivitas antibakteri adalah sodium benzoat, senyawa fenol, asam-asam
organik, asam lemak, sulfur dioksida, nitrit, senyawa kolagen, dimetil karbonat dan
38
metil askorbat (Volk and Wheeler, 1993). Sedangkan senyawa dari bahan alam
yang mempunyai aktivitas antibakteri antara lain adalah alkaloid, saponin, tanin,
flavonoid, steroid dan triterpenoid (Fitrial, dkk, 2008).
Antibakteri sebaiknya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Pelczar dan
Chan, 2008):
1. Menghambat atau membunuh patogen tanpa merusak hospes.
2. Bersifat bakterisidal dan bukan bakteriostatik.
3. Tidak menyebabkan resistensi pada kuman.
4. Berspektrum luas.
5. Tidak bersifat alergenik atau tidak menimbulkan efek samping bila digunakan
dalam jangka waktu yang lama.
6. Tetap aktif dalam plasma.
7. Larut di dalam air dan stabil.
8. Kadar bakterisidal di dalam tubuh cepat tercapai dan bertahan dalam waktu
lama.
2.2.4.2 Mekanisme Kerja Zat Antibakteri
Mekanisme kerja zat antibakteri dalam melakukan penghambatan maupun
membunuh bakteri pada dasarnya adalah mempengaruhi bagian sel yang vital dari
bakteri seperti membran sel, enzim-enzim, dan protein struktural (Volk dan
Wheeler, 1993).
Mekanisme dari zat antibakteri dalam melakukan efeknya terhadap
mikroorganisme adalah sebagai berikut (Pelczar dan Chan, 2008) :
39
a. Kerusakan dinding sel
Dinding sel berisi polimer “mucopeptida” komplek (peptidoglikan) yang
secara kimia berisi polisakarida dan campuran rantai polipeptida yang tinggi.
Polisakarida berisi gula amino N-acetylglucosamine dan asam acetylmuramic.
Kerasnya dinding sel disebabkan oleh hubungan saling silang rantai peptid yang
dilakukan oleh beberapa enzim (Jawetz, et al., 2005). Zat antibakteri yang
mempunyai target pada polipeptida dinding sel akan menyebabkan kerusakan pada
dinding sel dengan membentuk ikatan hidrogen dengan protein enzim sel sehingga
protein menjadi terendapkan (terdenatuasi). Apabila protein enzim dari sel
terdenaturasi, maka enzim akan menjadi inaktif sehingga metabolisme akan
terganggu dan berakibat pada kerusakan sel (Ajizah, 2004).
Selain itu, mekanisme zat antibakteri terhadap dinding sel yakni dengan cara
mengkerutkan dinding sel atau membran sel, sehingga mengganggu permeabilitas
sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan
aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati (Ajizah,
2004).
b. Perubahan permeabilitas sel
Membran sitoplasma berfungsi mempertahankan bahan-bahan tertentu di
dalam sel serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain. Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular. Kerusakan pada membran ini
akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel. Zat
antibakteri yang mampu mengkerutkan dinding sel akan mengganggu permeabilitas
40
sel yang mengarah pada kematian sel. Selain itu, zat antibakteri juga dapat
meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga dapat menyebabkan
keluarnya zat-zat penting dari sel (Tjay dan Rahardja, 2002), mengubah struktur
dan fungsi membran, menyebabkan denaturasi protein membran sehingga
membran sel akan mati dan rusak (Siswandono dan Soekarjo, 1995).
c. Perubahan molekul protein dan asam nukleat
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein
dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu kondisi atau substansi yang
mengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasikan protein dan asam-asam nukleat
dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi
pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversibel
(tak dapat balik) komponen-komponen selular yang vital. Trease dan Evans (1978)
dalam Miranti, dkk (2013) menyatakan bahwa senyawa antibakteri yang dapat
mendenaturasi protein dapat menyebabkan aktivitas metabolisme sel bakteri
berhenti, karena semua aktivitas metabolisme sel bakteri dikatalis oleh suatu enzim
yang
merupakan
protein.
Berhentinya
aktivitas
metabolisme
ini
akan
mengakibatkan kematian sel bakteri.
d. Penghambatan kerja enzim
Setiap enzim yang ada di dalam sel merupakan sasaran potensial bagi
bekerjanya suatu penghambat. Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu
reaksi biokimiawi. Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya
metabolisme atau matinya sel. Menurut Bakhriansyah (2008) dalam Arista (2013)
zat antibakteri yang dapat mengganggu metabolisme bakteri bersifat sebagai
41
inhibitor kompetitif terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS). Dengan
dihambatnya
enzim
DHPS
ini
menyebabkan tidak terbentuknya
asam
tetrahidrofolat bagi bakteri. Tetrahidrofolat merupakan bentuk aktif asam folat,
dimana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis diantaranya dalam produksi
dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein.
e. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA, RNA dan protein memegang peranan penting dalam proses kehidupan
normal sel. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan apapun yang terjadi pada
pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total
pada sel. Menurut Tjay dan Rahardja (2002) zat antibakteri dapat berikatan dengan
subunit ribosom bakteri sehingga menghambat sintesis asam-asam amino dan
menghasilkan protein yang inaktif.
Setiap zat antibakteri memiliki mekanisme penghambatan asam nukleat dan
protein yang berbeda. Misalnya tetrasiklin dan kloramfenikol. Tetrasiklin berikatan
dengan ribosom subunit 30S dari bakteri. Kemudian tetrasiklin menghambat
sintesis protein dengan memblokir penambahan aminoasil t-RNA. Selanjutnya
tetrasiklin mencegah pemasukan asam amino baru ke rantai peptida yang mulai
memanjang. Sedangkan pada kloramfenikol, kloramfenikol berikatan dengan
subunit 50S ribosom. Kloramfenikol akan menghambat ikatan asam amino baru
pada rantai peptida yang memanjang dan menghambat enzim peptidil transferase
(Jawetz, et al., 2005).
42
2.2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Zat Antibakteri
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kerja zat antibakteri adalah (Pelczar
dan Chan, 2008):
a. Konsentrasi atau intensitas zat antimikroba
Semakin tinggi konsentrasi suatu zat antimikroba maka akan semakin tinggi
daya antimikrobanya, artinya banyak bakteri akan terbunuh lebih cepat apabila
konsentrasi zat tersebut lebih tinggi.
b. Jumlah mikroorganisme
Semakin banyak jumlah organisme yang ada semakin banyak pula waktu
yang diperlukan untuk membunuhnya.
c. Suhu
Kenaikan suhu yang tinggi dapat menaikkan keefektifan suatu desinfektan
atau bahan zat antimikroba yang lainnya. Hal ini disebabkan karena zat kimia dapat
merusak mikroorganisme melalui reaksi kimiawi dan laju reaksi kimiawi dipercepat
dengan meningkatkan suhu.
d. Spesies mikroorganisme
Spesies mikroorganisme menunjukkan kerentanan yang berbeda-beda
terhadap suatu bahan kimia. Pada spesies pembentuk spora, sel vegetatif yang
sedang tumbuh lebih mudah dibunuh dibandingkan dengan sporanya.
e. Adanya bahan organik
Adanya bahan organik asing dapat menurunkan keefektifan zat kimia
antimikroba dengan cara menonaktifkan bahan kimia tersebut. Adanya bahan
organik dalam campuran zat antimikroba dapat mengakibatkan:
43

Penggabungan zat antimikroba dengan bahan organik membentuk produk
yang tidak bersifat antimikroba.

Penggabungan zat antimikroba dengan bahan organik menghasilkan suatu
endapan
sehingga
animikroba
tidak
mungkin
lagi
mengikat
mikroorganisme.

Akumulasi bahan organik pada permukaan sel mikroba menjadi suatu
pelindung yang akan mengganggu kontak antar zat antimikroba dengan sel.
f. Keasaman atau kebasahan (pH)
Mikroorganisme yang hidup pada pH asam akan lebih mudah dibasmi pada
suhu rendah dalam waktu yang singkat bila dibandingkan dengan mikroorganisme
yang hidup pada pH basa.
2.2.4.4 Uji Antibakteri
Uji antibakteri merupakan salah satu uji antimikroba. Macam-macam metode
dalam uji antibakteri adalah:
a.
Metode Dilusi
Metode ini menggunakan antibakteri dengan konsentrasi yang berbeda-beda
dimasukkan pada media cair. Media tersebut langsung diinokulasikan dengan
bakteri dan diinkubasi. Tujuan dari metode ini adalah menentukan konsentrasi
terkecil suatu zat antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh
bakteri uji (Jawetz, et al., 2001).
44
b.
Metode Difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram
kertas saring yang berisi sejumlah obat tertentu ditempatkan pada permukaan
medium padat yang sebelumnya telah diinokulasikan bakteri uji pada
permukaannya. Setelah inkubasi, diameter zona hambat sekitar cakram dihitung
sebagai ukuran kemampuan penghambatan obat terhadap organisme uji (Jawetz, et
al., 2005). Prinsip metode ini adalah mengukur zona hambat pertumbuhan bakteri
yang terjadi akibat difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat.
Daerah hambat pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih di sekitar cakram. Luas
daerah hambat berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri. Semakin kuat daya
aktivitas antibakterinya, maka semakin luas daerah hambatnya (Jawetz, et al.,
2001). Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik dan kimia, selain antara
faktor obat dan organisme (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran
molekular dan stabilitas obat) (Jawetz, et al., 2005).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian terkait aktivitas antibakteri jamu “empot super” terhadap bakteri
Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli merupakan jenis penelitian
deskriptif kualitatif. Tahap pertama yaitu untuk mengetahui zona hambat, tahap
kedua untuk mengetahui konsentrasi hambat minimum (KHM) dan tahap ketiga
untuk mengetahui kadar bunuh minimum (KBM).
3.2 Populasi dan Sampel
Sampel yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus saprophyticus dan
yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Brawaijaya Malang dan bakteri gram negatif Escherichia coli yang diperoleh dari
Laboratorium Bakteriologi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Jamu
“empot super” yang digunakan diperoleh dari toko jamu Madura.
3.3 Variabel Penelitian
a.
Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi jamu “empot
super”.
b.
Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pertumbuhan Staphylococcus
saprophyticus dan Escherichia coli.
45
46
c.
Variabel terkendali
Variabel terkendali dalam penelitian ini pH, media, suhu inkubasi dan
waktu.
3.4 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2015 di Laboratorium
Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
3.5 Alat dan Bahan
a.
Alat
Alat-alat yang digunakan pada uji antibakteri antara lain adalah alat-alat yang
digunakan antara lain adalah timbangan analitik, erlenmeyer 1 L, beaker glass,
jarum ose, mikropipet, cawan petri, tabung reaksi, microplate, mikroskop, plastik
wrap, botol semprot, bunsen, hotplate, vortex, autoklaf, LAF, inkubator, colony
counter dan jangka sorong.
b. Bahan
Bahan yang digunakan pada uji antibakteri antara lain adalah jamu “empot
super”, media NA (Nutrient Agar), NB (Nutrient Broth), MHA (Mueller Hinton
Agar) dan EMB (Eosin Methylene Blue), aquades steril, alkohol 70 %, tablet
ciprofloxacin, NaCl 0,9 %, spirtus, larutan tween 80, alumunium foil dan kertas
wrap.
47
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1
Uji Antibakteri
3.6.1.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
Sterilisasi merupakan suatu usaha untuk membebaskan atau memusnahkan
alat-alat atau bahan-bahan dari segala macam bentuk kehidupan, terutama
mikroorganisme (Savitri dan Sinta, 2010). Sterilisasi dilakukan dengan cara
mencuci alat-alat hingga bersih kemudian dikeringkan. Selanjutnya, membungkus
alat-alat dengan kertas (hanya alat yang bisa dibungkus) dan kemudian dimasukkan
ke dalam plastik. Langkah selanjutnya adalah dilakukan sterilisasi dengan
memasukkan semua alat dan bahan (termasuk media) ke dalam autoklaf selama 20
menit dengan temperatur 121°C dengan tekanan 1 atm selama 20 menit (Mulyadi,
dkk, 2013).
3.6.1.2 Pembuatan Media
Media yang digunakan pada penelitian ini antara lain media NA (Nutrient
Agar), NB (Nutrient Broth), MHA (Mueller Hinton Agar), EMB (Eosin Metilyene
Blue). Media NA (Nutrient Agar) dibuat dengan cara melarutkan 20 g bubuk media
NA dengan aquades ke dalam erlenmeyer, hingga volume 1 L. Kemudian larutan
media dipanaskan sampai bubuk media NA benar-benar larut yang ditandai dengan
tidak ada bubuk di bagian dasar. Selanjutnya dibuat media NA miring dengan
memasukkan 5 mL media NA yang sudah larut ke dalam tabung reaksi (Dewi,
2010). Media NB (Nutrient Broth) dibuat dengan cara melarutkan 8 gram bubuk
NB dengan 1 L aquades dalam erlenmeyer kemudian diaduk dengan menggunakan
magnetic stirrer (Hudaya,2010). Media MHA (Mueller Hinton Agar) dibuat dengan
48
cara melarutkan 38 g bubuk media MHA ke dalam 1 L aquades. Kemudian media
dipanaskan sampai mendidih agar tercampur dengan sempurna (Safitri dan Sinta,
2010). Sedangkan Media EMB (Eosin Metilyene Blue) dibuat dengan cara
melarutkan 36 g bubuk media MHA ke dalam 1 L aquades. Kemudian media
dipanaskan sampai mendidih agar tercampur dengan sempurna. Selanjutnya, semua
media disterilisasi menggunakan autoklaf selama 20 menit pada suhu 121ºC dengan
tekanan 1 atm (Safitri dan Sinta, 2010). Tabung reaksi yang sudah disterilisasi
kemudian dimiringkan agar diperoleh media NA miring (Dewi, 2010).
3.6.1.3 Pembuatan Larutan Uji
Pertama-tama dibuat larutan uji 100 % (g/mL) untuk mengetahui adanya
aktivitas antibakteri dari jamu “empot super”. Jika terbentuk zona hambat pada
konsentrasi 100 %, maka dilanjutkan dengan pembuatan larutan uji 50 %, 25 %,
12,5 %, 6,25 %, 3,13 %, 1,56 %, 0,78 %, 0,39 %.
3.6.1.4 Regenerasi Bakteri
Mengambil 1 ose Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli dari
stok yang akan digunakan. Kemudian diinokulasikan pada 5 ml media NA miring.
Selanjutnya diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator suhu 37ºC. Koloni yang
terbentuk menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri (Dewi, 2010).
3.6.1.5 Pembuatan Inokulum Bakteri
Bakeri yang dibiakkan kemudian diambil 1 ose dan ditambahkan NaCl 0,9%
steril sebanyak 5 mL. Selanjutnya dihomogenkan dengan vortex. Setelah itu larutan
tersebut dibandingkan dengan larutan Mc Farland. Apabila kekeruhan suspensi
49
bakteri uji adalah sama dengan kekeruhan pada larutan Mc Farland, maka
konsentrasi suspensi bakteri adalah 108 CFU/mL (Fatisa, 2013).
3.6.1.6 Uji Zona Hambat
Uji zona hambat dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan kertas
cakram. Dimasukkan media MHA cair ke dalam 12 cawan petri sebanyak ±15 ml
(3 cawan untuk Staphylococcus saprophyticus, 3 cawan untuk Escherichia coli¸6
cawan untuk kontrol positif). Kemudian ditunggu hingga memadat. Setelah itu,
dilakukan swab bakteri secara streak di atas media MHA. Selanjutnya, di atas
medium MHA diletakkan kertas cakram yang telah direndam jamu “empot super”
dengan konsentrasi 100% selama 30 menit menggunakan pinset dan sedikit ditekan.
Kontrol positif dilakukan dengan merendam kertas cakram pada ciprofloxacin
selama 30 menit. Kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam (Suganda,
2003). Setelah 24 jam, diamati ada tidaknya zona bening disekitar kertas cakram.
Zona bening yang terbentuk diukur diameternya menggunakan jangka sorong.
Adanya daerah bening di sekeliling cakram kertas menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri. Cara menghitung luas zona hambat yaitu (Dewi, 2010):
Luas zona hambat = Luas zona bening-Luas kertas cakram
Kategori zona hambat menurut Susanto, dkk (2012) antara lain adalah:
Diameter
Kekuatan daya hambat
≤5 mm
Lemah
6 - 10 mm
Sedang
11 – 20 mm
Kuat
≥ 21 mm
Sangat kuat
50
3.6.1.7 Penentuan KHM dan KBM
Penentuan KHM dan KBM dilakukan dengan menggunakan metode
mikrodilusi padat menggunakan microplate steril. KHM (Kadar Hambat
Minimum) adalah kadar atau konsentrasi minimal dari jamu “empot super” yang
mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji, sedangkan KBM (Kadar Bunuh
Minimum) adalah kadar atau konsentrasi minimal yang mampu membunuh bakteri
uji, yang ditunjukkan dengan tidak adanya koloni atau jumlah koloni < 0,1 % dari
Original Inoculum (Winarsih, dkk, 2011). Original Inoculum adalah kontrol kuman
yang berisi bakteri uji dan media. Selain kontrol kuman, digunakan juga kontrol
bahan yang berisi bahan uji (jamu “empot super”) dan aquades steril untuk
mengetahui ada tidaknya mikroba yang tumbuh pada bahan uji (Prihantoro, dkk,
2006).
Penelitian ini menggunakan metode pengenceran secara bertingkat. Pada
metode ini digunakan 30 sumuran pada microplate untuk tiap bakteri (3 sumuran
untuk kontrol bahan, 3 sumuran untuk kontrol mikroba dan 24 sumuran untuk
perlakuan uji. Seri konsentrasi yang digunakan adalah 50 %, 25 %, 12,5 %, 6,25 %,
3,13 %, 1,56 %, 0,78 %, 0,39 %. Pertama-tama dibuat konsentrasi jamu “empot
super” 100 % dengan pelarut aquades. Pada pembuatan konsentrasi tersebut,
dicampur dengan larutan tween 80 % sebagai pengemulsi minyak dalam air.
Selanjutnya jamu 100 % dimasukkan ke dalam sumuran pertama sebanyak 200 µl
(sebagai kontrol bahan) dan ke dalam sumuran kedua sebanyak 100 µl. Kemudian
sumuran ke-3 sampai ke-10 diisi dengan aquades steril sebanyak 100 µl. Setelah
51
itu, dari sumuran ke-3 diambil 100 µl dan diletakkan di sumuran ke-4. Proses ini
dilakukan hingga sumuran ke-9. Pada sumuran ke-9, larutan sebanyak 100 µl
dibuang. Selanjutnya, dari sumuran ke-2 hingga ke-10, ditambahkan bakteri uji
(Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli) sebanyak
100 µl. Pada
sumuran pertama disebut kontrol bahan. Pada sumuran ke-2 hingga ke-9 merupakan
perlakuan uji, sedangkan pada sumuran terakhir disebut konrol mikroba. Tahapan
dilusi bisa dilihat pada bagan di bawah:
1
0
0
µl
+ 100
µl
bakt
1
0
0
µl
+ 100
µl
bakt
KB
50 %
25 %
+ 100
µl
bakt
1
0
0
µl
+ 100
µl
bakt
1
0
0
µl
+ 100
µl
bakt
1
0
0
µl
+ 100
µl
bakt
1
0
0
µl
+ 100
µl
bakte
ri
12,5 %
6,25 % 3,125 % 1,5625 % 0,78 % 0,4 %
+ 100
µl
bakt
KK
Tahap dilusi tersebut diulang tiga kali untuk masing-masing bakteri. Suspensi
bakteri yang digunakan adalah dengan konsentrasi 106 CFU/mL dengan media NB.
Selanjutnya diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24 jam, diamati kekeruhan dari tiap
konsentrasi. Nilai KHM ditentukan dari konsentrasi uji yang mempunyai larutan
lebih keruh dari kontrol mikroba. Kemudian, nilai KHM tersebut dipertegas dengan
cara menanam masing-masing konsentrasi di media padat untuk mengetahui jumlah
koloni. Bakteri Staphylococcus saprophyticus ditanam di media NA, sedangkan
52
Escherichia coli ditanam di media EMB. Kemudian diinkubasi selama 24 jam.
Setelah itu, jumlah bakteri dihitung menggunakan Colony Counter.
3.6.1.8 Perhitungan Koloni Bakteri Secara (Khunaifi, 2010)
Biakan bakteri yang tumbuh dihitung menggunakan Colony Counter. Biakan
yang dihitung Diambil koloni yang tumbuh sesuai dengan standar plat count yaitu
30-300 koloni per cawan. Adapun cara menghitung koloni adalah sebagai berikut:
a) Satu koloni dihitung 1 koloni
b) Dua koloni yang bertumpuk dihitung 1 koloni
c) Beberapa koloni yang berhubungan dihitung 1 koloni
d) Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat dibedakan dihitung 2 koloni
e) Satu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan, dihitung
sebagai 1 koloni
f) Satu koloni yang membentuk satu deretan atau rantai dan terlihat sebagai satu
garis tebal dihitung sebagai 1 koloni.
3.6.1.9 Analisis Data
Data yang diperoleh dari uji antibakteri adalah besarnya zona hambat, nilai
KHM, nilai KBM dan total koloni bakteri. Zona hambat menunjukkan kemampuan
ekstrak sebagai antibakteri. KHM ditunjukkan dengan konsentrasi minimal yang
mampu menghambat bakteri sedangkan KBM ditentukan dengan konsentrasi
minimal yang mampu membunuh bakteri atau tidak ditumbuhi bakteri sama sekali.
53
Total koloni dari uji KHM dan KBM dihitung menggunakan colony counter. Data
yang diperoleh tersebut dianalisa secara deskriptif kualitatif.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Zona Hambat Jamu “Empot Super” Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli
Bakteri Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli merupakan
bakteri flora normal di vagina dan termasuk bakteri terbesar penyebab infeksi
saluran kemih. Bakteri ini tumbuh optimum pada suhu 37ºC. Pertumbuhan dari
kedua bakteri tersebut sangat bergantung pada suhu tumbuh dan nutrisi yang
terkandung pada media tumbuh. Ketika bakteri tersebut diberi suatu zat tertentu,
maka pertumbuhannya akan terhambat. Terhambatnya pertumbuhan tersebut bisa
dilihat dengan terbentuknya zona hambat. Zona hambat merupakan zona dimana
bakteri tidak menunjukkan aktivitas tumbuh. Pada penelitian ini, pertumbuhan
bakteri Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli akan dihambat oleh
jamu “empot super” menggunakan metode kertas cakram. Diameter zona hambat
yang terbentuk pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1. sebagai berikut:
Tabel 4.1 Diameter Zona Hambat Jamu “Empot Super” Pada Bakteri
Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli
Perlakuan
Rata-rata zona hambat (mm)
Staphylococcus saprophyticus
Escherichia coli
3,59 (Lemah)
6,28 (Sedang)
Jamu 100 %
33,63 (Sangat Kuat)
42,56 (Sangat Kuat)
Kontrol +
Hasil uji antibakteri menggunakan metode kertas cakram (Tabel 4.1)
menunjukkan bahwa besar zona hambat pada Staphylococcus saprophyticus adalah
3,59 mm dan termasuk kategori lemah. Sedangkan pada Escherichia coli sebesar
54
55
6,28 mm dengan kategori sedang. Pada kontrol positif, zona hambat yang terbentuk
termasuk kategori sangat kuat dengan diameter zona hambat pada Staphylococcus
saprophyticus sebesar 33,63 mm dan pada Escherichia coli sebesar 42,56 mm.
Kontrol positif yang digunakan adalah ciprofloxacin yang menurut Fauzia, dkk
(2005) merupakan antibiotik sintetik dengan spektrum luas terhadap bakteri gram
positif dan gram negatif.
Rendahnya zona hambat yang terbentuk terhadap kedua bakteri sebagai flora
normal menunjukkan kemampuan jamu “empot super” dalam menghambat bakteri
tersebut juga rendah. Hal ini membuktikan bahwa jamu “empot super” hanya
membunuh sedikit dari bakteri flora normal. Bakteri flora normal yang ada di
vagina mempunyai peran dalam perubahan vagina. Jika pertumbuhan bakteri yang
dihambat hanya sedikit, maka hal ini berdampak baik untuk keadaan di vagina.
Namun jika bakteri flora normal yang dihambat cukup banyak, maka dimungkinkan
jumlah bakteri yang terdapat di vagina menurun sehingga perubahan pH di area
vagina tidak terkontrol.
Berdasarkan hasil uji zona hambat di atas, zona hambat pada Staphylococcus
saprophyticus (3,59 mm) lebih kecil daripada Escherichia coli (6,28 mm).
Perbedaan ini karena bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang
cukup banyak, sehingga senyawa antibakteri lebih sulit memasuki dinding sel.
Sedangkan gram negatif memiliki sedikit peptidoglikan sehingga memudahkan
senyawa antibakteri menembus dinding sel.
56
Hasil tersebut didukung oleh Maryati, et al. (2007) yang menyatakan bahwa
tebal tipisnya peptidoglikan akan mempengaruhi permeabilitas dinding sel bakteri.
Bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan yang tipis, terdiri dari 1-2
lapisan sehingga memiliki permeabilitas yang cukup tinggi. Sedangkan bakteri
gram positif mempunyai susunan dinding sel dengan lapisan peptidoglikan
sebanyak 30 lapis sehingga permeabilitasnya rendah. Hal inilah yang menyebabkan
jamu “empot super” lebih mudah menembus dinding sel bakteri gram negatif
dibanding bakteri gram positif. Hasil zona hambat yang terbentuk bisa dilihat pada
gambar 4.1 sebagai berikut:
Gambar 4.1. Zona hambat ekstrak jamu “Empot Super”
100 % terhadap Staphylococcus saprophyticus (A), Zona
hambat
Ciprofloxacin
terhadap
Staphylococcus
saprophyticus (B), Zona hambat ekstrak jamu “Empot
Super” 100 % terhadap Escherichia coli (C), Zona hambat
Ciprofloxacin terhadap Escherichia coli (D), tanda panah
menunjukkan zona hambat yang terbentuk.
57
Berdasarkan gambar 4.1, zona hambat dari ekstrak jamu “empot super”
merupakan zona hambat radikal. Sedangkan zona hambat dari ciprofloxacin adalah
zona hambat iradikal. Pelczar dan Chan (1986) menyatakan bahwa zona iradikal
merupakan suatu daerah di sekitar kertas cakram dimana pertumbuhan bakteri
dihambat oleh antibakteri tapi tidak dimatikan. Hal ini ditandai dengan masih ada
bakteri di sekitar zona hambat. Sedangkan zona radikal adalah tidak ditemukan
pertumbuhan bakteri sama sekali di daerah zona hambat.
Pada ciprofloxacin, zona hambat yang terbentuk adalah zona iradikal yang
menunjukkan bahwa di dalam zona tersebut masih ada bakteri yang tumbuh. Hal
ini menunjukkan bahwa ciprofloxacin bersifat bakterisidal (antibakteri yang
mampu menghambat bakteri). Meskipun zona hambat yang terbentuk sangat besar,
namun kemampuan ciprofloxacin dalam membunuh bakteri Staphylococcus
saprophyticus dan Escherichia coli cukup rendah karena masih terdapat
pertumbuhan bakteri dalam zona bening. Sedangkan pada jamu “empot super”,
zona yang terbentuk adalah zona radikal karena tidak ada bakteri sama sekali yang
terdapat di zona bening. Hal ini menunjukkan bahwa jamu “empot super” bersifat
bakteriostatik (antibakteri yang mampu membunuh bakteri) sehingga jamu ini
memiliki kemampuan antibakteri yang cukup tinggi mengingat jamu tersebut
mampu membunuh bakteri tanpa menghambat pertumbuhan bakteri.
Pada penelitian-penelitian sebelumnya, belum ditemukan penelitian terkait
antibakteri dari jamu “empot super” terhadap bakteri Staphylococcus saprophyticus
dan Escherichia coli. Namun ada penelitian antibakteri dari salah tanaman tertentu
terhadap bakteri Staphylococcus saprophyticus. Dewi (2010) melaporkan bahwa
58
ekstrak buah mengkudu 100 % mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus
saprophyticus dengan besar zona hambat 12,30 mm (kuat). Sedangkan jamu
“empot super” hanya menghasilkan zona hambat sebesar 3,59 mm. Perbedaan
diameter zona hambat di atas dimungkinkan karena kandungan senyawa aktif yang
berbeda antara buah mengkudu dan jamu “empot super”.
Sementara itu, penelitian yang ada terkait antibakteri terhadap Escherichia
coli adalah dari salah satu tanaman penyusun jamu ini, yaitu delima. Yanti (2014)
melaporkan bahwa ekstrak daun delima 100 % mampu menghambat bakteri
Escherichia coli dengan zona hambat 12,2 mm (kuat). Sedangkan pada penelitian
ini hanya 6,28 mm (sedang). Perbedaan tersebut dimungkinkan karena simplisia
yang digunakan dalam jamu “empot super” adalah kulit buah delima, sedangkan
pada penelitian Yanti (2014) adalah daun delima. Selain itu, jamu ini tidak hanya
tersusun oleh delima, melainkan dari beberapa tanaman-tanaman lain, sehingga
kandungan senyawa aktif yang berpotensi sebagai antibakteri berbeda.
4.2 Uji Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum
(KBM) Jamu “Empot Super” Terhadap Bakteri Staphylococcus
saprophyticus Dan Escherichia coli
Zona hambat yang terbentuk pada uji zona hambat membuktikan bahwa jamu
“empot super” dengan konsentrasi 100 % mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli. Pada uji aktivitas
antibakteri ini, perlu diketahui kadar minimal dari jamu yang bisa digunakan
sebagai antibakteri terhadap kedua bakteri uji. Uji KHM (Kadar Hambat Minimum)
dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) dengan metode dilusi padat merupakan pilihan
59
tepat untuk mengetahui kadar minimal dari ekstrak yang mampu menghambat atau
pun membunuh bakteri. Pemilihan metode dilusi padat ini dilakukan karena
mengingat ekstrak jamu “empot super” yang sangat keruh sehingga tidak bisa
dibaca oleh spektrofotometer dengan metode dilusi cair. Nilai KHM dan KBM
ditentukan oleh jumlah koloni bakteri yang telah ditanam di media padat.
Konsentrasi yang digunakan antara lain adalah 50 %, 25 %, 12,5 %, 6,25 %, 3,12
%, 1,56 %, 0,78 % dan 0,39 %. Hasil uji KHM dan KBM terhadap Staphylococcus
saprophyticus dan Escherichia coli bisa dilihat pada gambar 4.2 sebagai berikut:
Gambar 4.2. Koloni Staphylococcus saprophyticus Pada Media Padat (A), Koloni
Escherichia coli Pada Media Padat (B), 1 (kontrol mikroba), 2 (jamu empot super
0,39 %), 3 (jamu empot super 0,78 %), 4 (jamu empot super 1,56 %), 5 (jamu empot
super 3,12 %), 6 (jamu empot super 6,25 %), 7 (jamu empot super 12,5 %), 8 (jamu
empot super 25 %), 9 (jamu empot super 50 %), 10 (kontrol bahan).
60
Gambar 4.2. menunjukkan hasil uji KHM dan KBM menggunakan metode
dilusi padat. Kontrol bahan disini dimaksudkan untuk mengetahui bahwa jamu
“empot super” yang digunakan tidak membawa bakteri apa pun. Pada kontrol bahan
membuktikan jamu”empot super” ini bersifat steril atau tidak terkontaminasi oleh
bakteri sama sekali, yang ditandai dengan tidak adanya koloni pada kontrol bahan.
Sedangkan kontrol mikroba digunakan sebagai kontrol positif (tanpa perlakuan).
Pada konsentrasi 50 %, 25 % dan 12,5 % juga terlihat bening yang menunjukkan
tidak ada bakteri yang tumbuh pada konsentrasi itu, sehingga konsentrasi tersebut
bisa dikatakan mampu membunuh bakteri Staphylococcus saprophyticus dan
Escherichia coli. Sedangkan pada konsentrasi 6,25 % hingga 0,39 % masih terdapat
bakteri yang tumbuh sehingga perlu dilakukan perhitungan koloni. Hasil
perhitungan koloni bisa dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2. Perbedaan Hasil Uji KHM dan KBM antara Staphylococcus
saprophyticus Dan Escherichia coli
Perlakuan
Rata-rata Jumlah Koloni (cfu/mL)
Staphyococcus
saprophyticus
Escherichia coli
Kontrol mikroba
117 x 1014
114 x 1012
Jamu [0,39%]
109 x 1014
76,33 x 1012
Jamu [0,78%]
95 x 1014
72,33 x 1012
Jamu [1,56%]
85,66 x 1014
51 x 1012
Jamu [3,13%]
65,33 x 1014
43 x 1012
Jamu [6,25%] *
207 x 103
Jamu [12,50%] **
0
Jamu [25,00%]
0
Jamu [50,00%]
0
Kontrol Bahan
0
Keterangan: * : KHM (Kadar Hambat Minimum)
**: KBM (Kadar Bunuh Minimum)
110,33 x 104
0
0
0
0
61
Berdasarkan Tabel 4.2, diketahui kontrol mikroba mengandung jumlah
bakteri yang paling banyak dibanding yang lain, yakni 117 x 1014 /mL pada
Staphylococcus saprophyticus dan 114 x 1012 pada Escherichia coli. Sementara itu,
hasil pada perlakuan uji menunjukkan jumlah bakteri berbanding terbalik dengan
konsentrasi uji, yaitu semakin tinggi konsentrasi jamu “empot super” menunjukkan
jumlah bakteri yang semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi jamu
“empot super” berpengaruh terhadap jumlah bakteri yang tumbuh. Penelitian
dengan metode sama yang telah dilakukan oleh Prihantoro, dkk (2008) tentang
pengaruh delima terhadap bakteri Shigella dysentriae juga menunjukkan jumlah
koloni yang tumbuh semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi yang
diberikan. Menurut Pelczar dan Chan (1986) semakin tinggi konsentrasi ekstrak
maka senyawa aktif antibakteri yang terkandung semakin banyak sehingga
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri semakin tinggi pula. Yanti
(2014) juga menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin
besar pula penghambatannya terhadap bakteri uji sehingga pada konsentrasi tinggi
total koloni semakin sedikit.
Hasil dari uji KHM dan KBM ini menunjukkan bahwa Staphylococcus
saprophyticus dan Escherichia coli memiliki nilai KBM yang sama yaitu pada
konsentrasi 6,25 % yang merupakan konsentrasi minimal dimana tidak ada
pertumbuhan bakteri sama sekali. Nilai KHM juga terdapat pada konsentrasi yang
sama yaitu 6,12 %, namun jumlah koloni pada konsentrasi tersebut berbeda. Pada
Staphylococcus saprophyticus, total koloni bakteri adalah 207 x 103 sedangkan
pada Escherichia coli terdapat 110,33 x 104. Sementara itu, hasil dari selisih total
62
koloni pada konsentrasi terendah (0,39 %) dan konsentrasi tertinggi (6,25 %)
menunjukkan hasil yang lebih besar pada Staphylococcus saprophyticus daripada
Escherichia coli. Hasil tersebut menunjukkan bahwa total koloni bakteri
Staphyloccus saprophyticus yang mati lebih banyak daripada Escherichia coli,
sehingga hal ini membuktikan bahwa pada uji KHM, jamu “empot super” lebih
mudah menghambat bakteri Staphylococcus saprophyticus daripada Escherichia
coli.
Hasil KHM di atas membuktikan bahwa jamu “empot super” lebih mudah
menghambat bakteri gram positif (Staphylococcus saprophyticus) daripada bakteri
gram negatif (Escherichia coli) karena struktur dinding sel bakteri gram positif
lebih sederhana daripada gram negatif. Menurut Jawetz (2005) struktur dinding sel
bakteri gram positif lebih sederhana dengan kandungan lipid yang rendah (1-4 %)
sehingga memudahkan bahan bioaktif yang berupa flavonoid, tanin dan triterpenoid
masuk ke dalam sel. Sedangkan struktur dinding sel bakteri gram negatif lebih
kompleks yaitu berlapis tiga terdiri dari lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah
lipopolisakarida yang berperan sebagai penghalang masuknya bahan bioaktif
antibakteri, dan lapisan dalam berupa peptidoglikan dengan kandungan lipid tinggi
(11-12 %).
Selain itu, dinding sel bakteri gram positif lebih peka terhadap senyawa
antibakteri daripada gram negatif. Menurut Tortora, et al (2007) dalam Manu
(2013) kepekaan tersebut karena dinding sel bakteri gram positif tidak memiliki
lapisan lipopolisakarida sehingga senyawa antibakteri yang bersifat hidrofilik
maupun hidrofobik dapat melewati dinding sel bakteri gram positif melalui
63
mekanisme difusi pasif. Dewi (2010) juga menambahkan bahwa asam teikoat yang
terdapat pada dinding sel bakteri gram positif merupakan polimer yang larut dalam
air, yang berfungsi sebagai transport ion positif untuk keluar atau masuk. Sifat larut
air ini yang menunjukkan bahwa dinding sel bakteri gram positif bersifat lebih
polar. Sifat polar ini yang memudahkan bakteri gram positif dihambat oleh jamu
“empot super” yang mempunyai kandungan senyawa flavonoid. Flavonoid
merupakan senyawa aktif yang bersifat polar sehingga lebih mudah menembus
lapisan peptidoglikan yang bersifat polar daripada lapisan lipid yang non polar.
Kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam jamu “empot super” adalah
flavonoid, tanin dan triterpenoid. Ketiga senyawa ini akan membentuk mekanisme
untuk menyerang bakteri. Triterpenoid akan bereaksi dengan porin (protein
transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer
yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin (Cowan, 1999). Setelah porin
rusak, flavonoid sebagai senyawa fenol akan masuk ke dalam sel dan merusak
membran sitoplasma. Sedangkan tanin akan menyerang inti sel. Menurut Retnowati
(2011) ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya akan menyerang gugus polar
(gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipida akan terurai menjadi gliserol, asam
karboksilat dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipida tidak mampu
mempertahankan bentuk sitoplasma sehingga membran sitoplasma akan bocor. Hal
ini mengakibatkan transport zat ke dalam sel maupun ke luar sel menjadi tidak
terkontrol. Zat yang berada di dalam sel seperti enzim, asam amino dan nutrisi dapat
keluar dari sel. Sedangkan target tanin di inti sel adalah merusak enzim yang
dihasilkan oleh besi. Khasanah, dkk (2014) menjelaskan bahwa beberapa enzim
64
yang dihasilkan besi mampu diinhibisi oleh astringent yang dimiliki oleh tanin.
Kemampuan tanin mengikat besi yang relatif besar dan berinteraksi dengan besi
untuk membentuk chelates membuat besi tidak tersedia untuk bakteri. Sedangkan
bakteri membutuhkan besi untuk berbagai fungsi metabolisme. Keluarnya berbagai
nutrisi dari dalam sel akibat rusaknya sitoplasma dan tidak tersedianya besi, maka
metabolisme bakteri terganggu dan pertumbuhan bakteri akan terhambat.
Berdasarkan hasil uji KHM dan KBM, jika ingin membunuh bakteri
Staphylococcus saprophyticus dan Escherichia coli, maka bisa menggunakan
konsentrasi terendah yakni 12,5 % untuk meminimalisir penggunaan bahan
pembuatan jamu mengingat salah satu komposisi jamu merupakan tanaman langka
yaitu pronojiwo. Selain itu, manfaat mengetahui nilai KHM dan KBM ini adalah
untuk meminimalisir penggunaan jamu “empot super” dalam mengobati infeksi
saluran kemih yang disebabkan oleh Staphylococcus saprophyticus dan
Escherichia coli. Penentuan kadar atau konsentrasi sebagai hasil KHM dan KBM
tersebut sudah dijelaskan oleh Allah dalam surat al Furqon (25): 2,
ٞ ‫ض َولَ ۡم يَت َّ ِخ ۡذ َولَدٗ ا َولَ ۡم َي ُكن لَّ ۥهُ ش َِر‬
‫يك فِي ۡٱل ُم ۡل ِك َو َخلَقَ ُك َّل ش َۡيء‬
ِ ‫س َٰ َم َٰ َو‬
َّ ‫ٱلَّذِي لَهۥُ ُم ۡلكُ ٱل‬
ِ ‫ت َو ۡٱۡل َ ۡر‬
٢ ‫ِيرا‬
ٗ ‫فَقَد ََّرهۥُ ت َۡقد‬
Artinya: “yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak
mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia
telah menciptakan segala sesuatu, lalu Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya”.
Kalimat ‫ فقدره تقديرا‬pada ayat di atas bermakna bahwa Allah telah
menetapkan suatu ukuran dengan serapi-rapinya tanpa ada cela atau kebengkokan
di dalamnya, tidak perlu ada penambahan atau pengurangan walaupun dengan
alasan untuk suatu hikmah atau maslahat. Semua yang Allah tentukan adalah demi
65
kemaslahatan manusia (al Jazairi, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa nilai KHM
dan KBM merupakan ukuran yang sebaik-baiknya, yakni pemakaian jamu ini
disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Apabila konsentrasi pada penggunaan
jamu kurang dari nilai KHM, dimungkinkan bakteri yang tumbuh tidak mampu
terhambat karena konsentrasi jamu yang terlalu kecil. Sedangkan jika
menggunakan konsentrasi lebih dari konsentrasi 100 % sebagai konsentrasi
maksimal yang mampu membunuh bakteri uji, maka dimungkinkan akan terjadi
kelebihan dosis. Penggunaan jamu dengan konsentrasi berlebihan tidak dianjurkan
karena pada dasarnya yang berlebihan itu tidak baik seperti yang sudah dijelaskan
oleh Allah dalam surat al A’raaf (7):31,
ۡ ‫َٰيَبَنِ ٓي َءادَ َم ُخذُواْ ِزينَت َ ُك ۡم ِعندَ ُك ِل َم ۡس ِجد َو ُكلُواْ َو‬
١٣ َ‫ٱش َربُواْ َو ََل ت ُ ۡس ِرفُ ٓو ْۚاْ ِإنَّ ۥهُ ََل يُ ِحبُّ ۡٱل ُم ۡس ِرفِين‬
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.
Lafadz ‫ وَل تسرفوا‬yang artinya “janganlah berlebihan” berasal dari lafadz
‫اسراف‬. Menurut al Jazairi (2008) ‫ اسراف‬adalah melampaui batas dari yang
semestinya dalam segala sesuatu. Jika batas minimal dan maksimal dari konsentrasi
jamu sudah ditentukan, maka jika penggunaan lebih dari konsentrasi yang
ditentukan akan berbahaya bahkan akan menimbulkan penyakit. Al Maraghi (1993)
juga menambahkan bahwa orang yang makan dan minum rizki Allah yang baikbaik tanpa berlebih-lebihan merupakan pangkal kehidupan dan kesehatan. Dengan
kesehatan, maka semua pekerjaan terkait agama maupun dunia akan terlaksana,
baik pekerjaan akal maupun tubuh.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1.
Jamu “empot super” memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus
saprophyticus dan Escherichia coli. Daya antibakteri yang dihasilkan
ditandai dengan adanya zona hambat pada Staphylococcus saprophyticus
sebesar 3,59 mm (lemah) dan Escherichia coli sebesar 6,28 mm (sedang).
2.
Nilai KHM jamu “empot super” terhadap Staphylococcus saprophyticus dan
Escherichia coli terdapat pada konsentrasi 6,25 % dengan total koloni
Staphylococcus saprophyticus 207 x 103 dan pada Escherichia coli sebanyak
110,33 x 104. Sedangkan nilai KBM terdapat pada konsentrasi 12,5 %.
5.2
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
yaitu:
1.
Untuk mengetahui kadar senyawa aktif yang terkandung dalam jamu “empot
super”, maka perlu dilakukan uji GCMS dan uji HPLC.
2.
Untuk mengetahui aktivitas antibakteri jamu “empot super” terhadap bakteri
patogen di vagina, maka perlu dilakukan uji antibakteri terhadap
Trichomonas vaginalis dan Neisseria gonorrhoeae.
66
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Azwar. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Salemba Medika
Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhimurium Terhadap Ekstrak Daun
Psidium guajava L. Bioscientiae. Vol. 1. No. 1. Hal: 31-38
Anderson, J. E., Goetz C.M., Mc Laughlin J. L. 1991. A Blind Comparison
of Simple Bench-top Bioassay and Human Tumor Cell Cytotoxicities
as Antitumor Prescrenss. Amsterdam: Natural Product Chemistry, Elseiver
Anuar, Waidil, Andi Dahliaty dan Christine Jose. 2014. Isolasi Bakteri Selulotik
Dari Perairan Dumai. JOM FMIPA. Vol. 1. No. 2. Hal: 149-159
Arista, Moh Syafiq. 2013. Efektifitas Antibakteri Infusa Biji Pepaya (Carica
papaya Linn) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli
dan Pseudomonas aeruginosa Secara in Vitro. Skripsi Tidak Diterbitkan.
Semaranag: Universitas Muhammadiyah Semarang
Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. 2008. Tafsir Ath-Thabari tentang al
an’am. Jakarta: Pustaka Azzam
Basri, Dayang Fredalina, Liy Si Tan, Zaleha Shafiei dan Noraziah Mohammad Zin.
2012. In Vitro Antibacterial Activity of Galls of Quercus infectoria Olivier
against Oral Pathogens. Evidence-Based Complementary and Alternative
Medicine.
Brooks, G. F., J. S. Butel dan S.A Morse. 2001. Mikrobiologi Kedokteran Buku 1
Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika
Brooks, G. F., J. S. Butel dan S.A Morse. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:
Salemba Medika
Cahyono, A. B. 2004. Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri. Yogyakarta:
UGM Press
Campbell, Reece-Mitchell. 2003. Biologi. Jakarta: Erlangga
Christiana, Imelda, Endang Evacuasuany dan Meilinah Hidayat. 2012. The
Analgetic Effect of Kayu Rapat Bark Infusion (Parameria laevigata (juss.)
Moldenke) on Male Mice Treated With Thermal Induction. Jurnal Medika
Planta. Vol. 2. No. 1. Hal: 69-76
Cowan, M. M. 1999. Plant Product as Antimicrobial Agents. Oxford: Miamy
University
67
68
Dewi, Fajar Kusuma. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu
Morinda citrifolia, Linnaeus) Terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar.
Skripsi Tidak Diterbitkan. Surakarta: Jurusan Biologi Universitas Sebelas
Maret Surakarta
Dhahiyat, Y dan Djuangsih. 1997. Uji Hayati (Bioassay), LC 50 (Acute Toxicity
Tests) Menggunakan Daphnia dan Ikan. Laporan Hasil Penelitian.
Bandung: UNPAD
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Fatisa, Y. 2013. Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Daun dan Biji Buah Pulasan
(Nephelium mutabile) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli Secara In Vitro. Jurnal Peternakan. Vol. 10. No. 1. Hal: 31-38
Fatnasa, Khalifa AA, Alaa Othman Harb and Abdalhamed M Alkout. 2014. Urinary
Tract Infection In Sobrata, Algmel Cities In Libya 2013. Clinical
Microbiology Open Access Journal. Vol. 3. No. 5. Hal: 1-3
Fauzia, Wiryanto dan Sofyan Lubis. 2005. Pemeriksaan Potensi Tablet
Ciprofloxacin yang Beredar di Apotek Kota Medan dngan Metode
Pengenceran. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol. 38. No. 4. Hal: 302-304
Fitrial, Yusphiana, Made Astawan, Soewarno S. Soekarto, Komang G. Wiryawan,
Tutik Wresdiyati dan Rita Khairina. 2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Biji Teratai (Nymphaea pubescens Willd) Terhadap Bakteri Patogen
Penyebab Diare. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. 3. No. 2. Hal:
158-164
Handayani, Lestari, Suharmiati, Suharti Sakirno, Badrijah Djoerban, K.R.
Soegijono dan Setia Pranata. 1998. Inventarisasi Jamu Madura Yang
Dimanfaatkan Untuk Pengobatan Atau Perawatan gangguan Kesehatan
Berkaitan dengan Fungsi Reproduksi Wanita. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan. Vol. 2. No. 1
Hapidin, Hermizi, Hasmah Abdullah dan Ima Nirwana Soelaiman. 2012. The
Potential Role of Quercus infectoria Gall Extract on Osteoblast Function
and Bone Metabolis. Open Journal of Endocrine and Metabolic Diseases.
Vol. 2. No. 1. Hal: 82-88
Harley, John P. 2005. Laboratory Exercises in Microbiology Sixth Edition. New
York: McGraw-Hill
Harmita dan Maksum Radji. 2008. Buku Ajar Analisis Jayati. Jakarta: EGC
69
Hidayat, Nur, Masdiana C. Padaga dan Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri.
Yogyakarta: ANDI
Iminjan, Mubarak, Nurmuhammat Amat, Xiao-Hui Li, Halmurat Upur, Dilnur
Ahmat dan Bin He. 2014. Investigation into the Toxicity of Traditional
Uyghur Medicine Quercus infectoria Galls Water Extract. PLOSONE. Vol.
9. No. 3. Hal: 1-8
Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung:
Yrama Widya
Jawetz, Melnick dan Adelberg’s. 2005. Mikrobiologi Kedokteran (Medical
Microbiology). Jakarta: Salemba Medika
Jazairi, Syaikh Abu Bakar Jabir. 2007. Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar Jilid 5. Jakarta:
Darus Sunnah
Jazairi, Syaikh Abu Bakar Jabir. 2007. Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar Jilid 3. Jakarta:
Darus Sunnah
Jazairi, Syaikh Abu Bakar Jabir. 2007. Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar Jilid tentang al
anam. Jakarta: Darus Sunnah
Katno dan Pramono. 2003. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional. Yogyakarta: Balai Penelitian Obat Tawangmangu,
Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada
Khotimah, F. K. 2009. Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri Minyak Atsiri Bunga
Cengkeh (Syzygium aromaticum. Skripsi Tidak Diterbitkan. Program Studi
Kimia Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
King, Nathan P., Turkan Sakinc, Nouri L Ben Zakour, Makrina Totsika, Begona
Heras, Pavla Simerska, Mark Shepherd, Soren G Gatermann, Scott A
Beatson dan Mark A Schembri. 2012. Characterisation of a cell wallanchored protein of Staphylococcus saprophyticus associated with linoleic
acid resistance. BMC Microbiology. Vol. 12. No. 8. Hal: 3-12
Kristanti, Alfinda Novi, Nanik Siti Aminah, Mulyadi Tanjung dan Bambang
Kurniadi. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press
Lahlou, M. 2004. Review Article Methods to Study the Phytochemistry and
Bioactivity of Essential Oils. Phytother. Vol. 18. No.1. Hal: 435-448
Latief, Abdul. 2012. Obat Tradisional. Jakarta: EGC
70
Limananti, Afianin Ika dan Atik Triratnawati. 2003. Ramuan Jamu Cekok Sebagai
Penyembuhan Kurang Nafsu Makan Pada Anak; Suatu Kajian Etnomedisin.
MAKARA, KESEHATAN. Vol. 7. No. 1. Hal: 11-20
Mansyur. 2004. Toxicologi, Efek-Efek yang Tidak Diinginkan. Sumatera Utara:
Bagian Kimia Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Manu, Ratna Radjani Sakti. 2013. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Beluntas (Pluchea indica L.) Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus
cereus Dan Pseudomonas aeruginosa. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas
Surabaya. Vol. 2. No. 1. Hal: 1-10
Marahi, Ahmad Musthafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Jilid 8. Semarang:
CV. Toha Putra
Miranti, Mira, Prasetyorini dan Chrys Suwary. 2013. Perbandingan Aktivitas
ntibakteri Ekstrak Etanol 30 % dan 96 % Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus
sabdariffa L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus.Ekologia. Vol. 13.
No. 1. Hal: 9-18
Mulyadi, Moh, Wuryanti dan Purbowatiningrum Ria S. 2013. Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) Kadar Sampel Alang-Alang (Imperata cylindrica) Dalam
Etanol Melalui Metode Difusi Cakram. Chem Info. Vol. 1. No. 1. Hal: 3542
Mursito, Bambang. 2000. Ramuan Tradisional untuk Pelangsing Tubuh. Jakarta:
Penebar Swadaya
Muslimin, dkk. 2009. Kajian Potensi Pengembangan Pasar Jamu. Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri Badan Penelitian
dan Pengembangan Perdagangan Kementrian Perdagangan
Mutmainnah. 2007. Pemanfaatan Jamu Madura oleh Perempuan di Kabupaten
Bangkalan. Madura: Program Studi Sosiologi Universitas Trunojoyo
Nauli, Rizki rahma. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Delima Putih
(Punica granatum Linn) dan Ketokonazol 2 % Terhadap Pertumbuhan
Candida albicans Secara In Vitro Pada Kandidiasis Vulvovaginalis.
Semarang: Universitas Diponegoro
Pelczar, M. J dan Chan, E. C. S. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi I. Jakarta: UI
Press
Pratita, Maria Yuli Endah dan Surya Rosa Putra. 2012. Isolasi dan Identifikasi
Bakteri Termofilik Dari Sumber Mata Air Panas di Songgoriti Setelah Dua
Hari Inkubasi. Jurnal Teknik Pomits. Vol. 1. No. 1. Hal: 1-5
71
Prihantoro, Teguh, Rasjad Indra dan Sumarno. 2006. Efek Antibakteri Ekstrak
Kulit Buah Delima (Punica granatum) Terhadap Shigella dysentriae Secara
In Vitro. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol. XXII. No. 1
Products. BioMed Central Biotechnology. Vol. 2. No. 17. Hal: 1-5
Purwanti, E. 2007. Senyawa Bioaktif Tanaman Sereh (Cymbopogon nardus)
Ekstrak Kloroform dan Etanol serta Pengaruhnya terhadap
Mikroorganisme Penyebab Diare. Skripsi. Jurusan Pendidikan Biologi.
Fakultas Pendidikan Biologi dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Muhammadiyah Malang
Qurthubi, Syekh Imam. 2009. Tafsir al Qurthubi Jilid (tentang asy syuara). Jakarta:
Pustaka Azzam
Qurthubi, Syekh Imam. 2009. Tafsir al Qurthubi Jilid 15. Jakarta: Pustaka Azzam
R. Rina, Rafiquzzaman M. Dan Hasmah A. 2011. Spectrophotometric
Determination of Total Phenol and Flavonoid Content in Manjakani
(Quercus infectoria) Extracts. Health and the Environment Journal. Vol. 2.
No. 1. Hal: 9-13
Rachmawati, Fahrina, Maulita Cut Nuria dan Sumantri. 2010. Uji Aktivitas
Antibakteri Fraksi Kloroform Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L)
Urb) Serta Identifikasi Senyawa Aktifnya. Prosiding Seminar Nasional.
Vol. 1. No. 1. Hal: 7-13
Radji, Maksum, Ratna Chandra dan Atiek Sumiati. 2008. Uji aktivitas Antimikroba
dan Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol Akar Tanamn Akar Kucing (Acalypha
indica Linn), Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Sheff)
Boerl) dan Sari Buah Merah (Pandanus conoideus Lam). Majalah Ilmu
Kefarmasian. Vol. 1. No.1. Hal: 40-46
Radji, Maksum. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran. Jakarta: EGC
Raz, Raul, Raul Colodner dan Calcin M. Kunin. 2005. Who Are YouStaphylococcus saprophyticus. Brief Report. Hal: 896-898
Restasari, A., D. Kusrini, & E. Fachriyah. 2009. Isolasi dan identifikasi Fraksi
Teraktif dari Ekstrak Kloroform Daun Ketapang (Terminalia catappa
Linn). Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Diponegoro
Retnowati, Yuliana, Nurhayati Bialangi dan Nona Wingti Posangi. 2011.
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Pada Media ang Diekspos
Dengan Infus Daun Sambiloto (Andrographis paniculata). Saintek. Vol. 6.
No. 2. Hal: 1-9
72
Riswan, S. dan Roemantyo, H.S. 2002. Jamu as Traditional Medicine in Java.
South Pasific Study. Vol. 23. No. 1. Hal: 1-10
Safitri, Ratu dan Sinta Sasika Novel. 2010. Medium Analisis Mikroorganisme
(Isolasi dan Kultur). Jakarta: CV. Trans Info Media
Sardiani, Nenis, Magdalena Litaay, Risco G. Budji, Dody Priosambodo,
Syahribulan dan Zaraswati Dwyana. 2015. Potensi Tunikata Rhopalaea sp
Sebagai Sumber Inokulum Bakteri Endosimbion Penghasil Antibakteri; 1.
Karakterisasi Isolat. Jurnal Alam dan Lingkungan. Vol. 6. No. 11. Hal: 110
Savitri, Evika Sandi. 2008. Rahasia Tumbuhan Berkhasiat Obat Perspektif Islam.
Malang: UIN Press
Shihab., M. Quraish. 2002. Tafsir Al Mishbah. Jakarta: Lentera Hati
Siswandono dan Soekarjo, B. 1995. Kimia Nasional. Surabaya: Airlangga
University Press
Sudarmin dan Rayandra Asyhar. 2012. Transformasi Pengetahuan Sains
Tradisional menjadi Sains Ilmiah dalam Proses Produksi Jamu Tradisional.
Edu-Sains. Vol. 1. No. 1. Hal: 1-7
Suganda, A. G., dkk. 2003. Aktivitas Antibakteri dan Antifungi Ekstrak Etanol
Daun Allamanda cathartica L. dan Allamanda neriifolia Hoo. Jurnal Bahan
Alam Indonesia. Vol. 2. No. 3
Sumolang, Shirby A. CH., John Porotu’o dan Standy Soeliongan. 2013. Pola
Bakteri Pada Penderita Infeksi Saluran Kemih Di BLU RSUP PROF. dr. R.
D. KANDOU MANADO. Jurnal e-Biomedik (eBM). Vol. 1. No. 1. Hal:
597-601
Sundari, Dian, Budi Nuratmi dan Triyani Soekarno. 1999. Efek Antibakteri Esktrak
kulit Buah Delima (Punica granatum) Terhadap Bakteri Penyebab Diare
Secara In Vitro dan uju Toksisitas Akut. Media Litbangkes Edisi Khusus
“Obat Asli Indonesia”. Vol. VIII. No. 3 & 4
Supardi, Imam dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan
Keamanan Pangan. Bandung: Alumni
Susanto, D. Sudrajat dan R. Ruga. 2012. Studi Kandungan Bahan Aktif Tumbuhan
Meranti Merah (Shorea leprosula Miq) Sebagai Sumber Senyawa
Antibakteri. Mulawarman Scientifie. Vol. 11. No. 2. Hal: 181-190
Syukriah, Nur, A. R., Liza, M. S., Harisun, Y. dan Fadzillah A. A. M. 2014. Effect
of Solvent Extraction on Antioxidant and Antibacterial Activities From
73
Quercus infectoria (Manjakani). International Food Research Journal. Vol.
21. No. 3. Hal: 1067-1073
Tirta, I. G, I M. Ardaka dan I Dw. Pt. Darma. 2010. Studi Fenologi dan Senyawa
Kimia Pronojiwo (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.). Buletin Littro. Vol.
1. No.1. Hal: 28-36
Tjay, T. H. Dan Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Volk, W. A and Wheeler, M. F. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga
Volk, W. A and Wheeler, M. F. 1998. Mikrobiologi Dasar. Surabaya: Erlangga
Waluyo, Lud. 2008. Teknik Metode Dasar Mikrobiologi. Malang: Universitas
Muhamadiyah Malang Press
Waluyo, Lud. 2009. Mikrobiologi
Muhammadiyah Malang Press
Lingkungan.
Malang:
Universitas
Wasito, Hendri. 2011. Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Yogyakarta: Graha
Ilmu
WHO. 2002. Traditional Medicine – Growing Needs and Potential. Geneva
Widyana, Wiwid, Siti Khotimah dan Irwan Lovadi. 2014. Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Lumut Octoblepharum albidium Hedw terhadap Pertumbuhan
Staphylococcus epidermidis dan Pseudomonas aeruginosa. Vol. 3. No. 2.
Hal: 166-170
Winarsih, Sri, Rita Rosita dan Irisda Nurkhayya. 2011. Hambatan Ekstrak Etanol
Gel Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Pertumbuhan Jamur Candida
albicans Isolat Vagina 218 SV Secara In Vitro. Jurnal Penelitian
Mahasiswa. Program Studi Pendidikan Dokter. Hal: 1-14
Wulandari, Rahmy Ayu dan Rodiyati Azrianingsih. 2014. Etnobotani Jamu
Gendong Berdasarkan Persepsi Produsen Jamu Gendong di Desa
Karangrejo, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Jurnal Biotropika.
Vol. 2. No. 4. Hal: 198-202
Yanjun, Gao, et al. Study of Ag-Na Ion-exchange Process and Refractive Index
Profiles of Glass Waveguides. Changchun : Jilin University
Yuwono, Triwibowo. 2002. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga
LAMPIRAN
Lampiran 1
a. Uji Pewarnaan Gram
Bakteri Uji
-
Diambil 1 ose dan digoreskan pada permukaan preparat steril.
-
Ditetesi kristal violet sebanyak 1 tetes dan didiamkan selama 1 menit.
-
Dibilas dengan air sampai zat warna luntur.
-
Dikeringkan di atas spirtus.
-
Ditetesi larutan iodin sebanyak 1 tetes dan didiamkan selam 1 menit.
-
Dibilas dengan air.
-
Dibilas dengan alkohol 95 % sampai zat warna luntur
-
Dicuci dengan air.
-
Ditetesi safranin sebanyak 1 tetes dan didiamkan selama 45 detik.
-
Dicuci dengan air dan dikeringkan
-
Diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 1000x
HASIL
74
75
b. Sterilisasi
Alat
-
Dicuci dan dikeringkan.
-
Dibungkus dengan kertas HVS.
-
Dimasukkan ke dalam plastik.
-
Disterilisasi ke dalam autoklaf temperatur 121°C dengan tekanan 1 atm
selama 20 menit
HASIL
c. Pembuatan Media
NA
-
Ditimbang media NA 20 gram
-
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1 L
-
Ditambahkan aquades hingga volume 1L
-
Dipanaskan di atas hotplate
-
Disterilisasi
HASIL
NB
-
Ditimbang media NB 8 gram
-
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1 L
-
Ditambahkan aquades hingga volume 1L
-
Dipanaskan di atas hotplate
-
Disterilisasi
HASIL
76
MHA
-
Ditimbang media NB 38 gram
-
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1 L
-
Ditambahkan aquades hingga volume 1L
-
Dipanaskan di atas hotplate
-
Disterilisasi
HASIL
EMB
-
Ditimbang media NB 36 gram
-
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1 L
-
Ditambahkan aquades hingga volume 1L
-
Dipanaskan di atas hotplate
-
Disterilisasi
HASIL
77
d. Regenerasi Bakteri
Bakteri
-
Diambil 1 ose dari stok yang akan digunakan
-
Diinokulasikan pada 5 mL media NA miring
-
Diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator dengan suhu 37ºC
-
Ditambahkan aquades hingga volume 1L
HASIL
e. Pembuatan Inokulum Bakteri
Bakteri
-
Diambil 1 ose
-
Ditambahkan NaCl 0,9 % steril sebanyak 5 mL
-
Dihomogenkan
-
Dibandingkan dengan larutan Mc Farland
HASIL
78
f. Uji Zona Hambat
Media
-
Dimasukkan media MHA cair ke dalam 12 cawan petri sebanyak ±15
ml (3 cawan untuk Staphylococcus saprophyticus, 3 cawan untuk
Escherichia coli¸6 cawan untuk kontrol positif)
-
Ditunggu hingga memadat
-
Dilakukan swab bakteri secara streak di atas media MHA
-
Diletakkan kertas cakram yang telah direndam jamu “empot super”
dengan konsentrasi 100% selama 30 menit menggunakan pinset dan
sedikit ditekan
-
Diletakkan kertas cakram yang telah direndam ciprofloxacin dengan
konsentrasi 100% selama 30 menit menggunakan pinset dan sedikit
ditekan
-
Diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam
-
Diamati zona hambat yang terbentuk dan diukur menggunakan jangka
sorong
HASIL
79
g. Uji KHM dan KBM
Media
-
Dibuat konsentrasi jamu “empot super” 100 %
-
Dicampur dengan larutan tween 80 %
-
Dimasukkan jamu 100 % ke dalam sumuran sebanyak 200 µl
-
Dimasukkan jamu 100 % ke dalam sumuran kedua sebanyak 100 µl
-
Diisi aquades steril sebanyak 100 µl pada sumuran ke-3 hingga sumuran
ke-10
-
Diambil 100 µl dari sumuran ke-3 dan diletakkan di sumuran ke-4
-
Diambil 100 µl dari sumuran ke-4 dan diletakkan di sumuran ke-5
-
Diambil 100 µl dari sumuran ke-5 dan diletakkan di sumuran ke-6
-
Diambil 100 µl dari sumuran ke-6 dan diletakkan di sumuran ke-7
-
Diambil 100 µl dari sumuran ke-7 dan diletakkan di sumuran ke-8
-
Diambil 100 µl dari sumuran ke-8 dan diletakkan di sumuran ke-9
(setelah dihomogenkan, sebanyak 100 µl dibuang)
-
Ditambahkan
bakteri
uji
(Staphylococcus
saprophyticus
dan
Escherichia coli) sebanyak 100 µl pada sumuran ke-2 hingga ke-10
-
Diinkubasi selama 24 jam
-
Diamati kekeruhannya
-
Ditanam di media agar dan diinkubasi selama 24 jam
-
Dihitung total kolini bakteri menggunakan colony counter
HASIL
80
Lampiran 2
a. Hasil Uji Zona Hambat
Nama Bakteri
Staphylococcus
saprophyticus
Escherichia
coli
Perlakuan
Jamu 100
%
1
1
2
9,14
10,23
Zona Hambat (mm) Pada Ulangan Ke 2
3
1
2
3
1
8,5
7,44
8,38
10,22 10,23
3
2
3
11,6
10,56
11,12 11,33 12,75 11,49 10,83 12,44 14,62 12,26 13,68
b. Hasil Uji KHM dan KBM Pada Bakteri Staphylococcus saprophyticus
Perlakuan
Σ Koloni (cfu/mL) Pada Ulangan Ke 1
2
3
Rata-rata
Kontrol mikroba
117 x 1014
117 x 1014
117 x 1014
117 x 1014
Jamu [0,39%]
105 x 1014
98 x 1014
124 x 1014
109 x 1014
Jamu [0,78%]
102 x 1014
95 x 1014
88 x 1014
95 x 1014
Jamu [1,56%]
71 x 1014
87 x 1014
99 x 1014
85,66 x 1014
Jamu [3,13%]
73 x 1014
58 x 1014
65 x 1014
65,33 x 1014
Jamu [6,25%]
Jamu [12,50%]
Jamu [25,00%]
Jamu [50,00%]
Kontrol Bahan
206 x 103
0
0
0
0
207 x 103
0
0
0
0
208 x 103
0
0
0
0
207 x 103
0
0
0
0
81
c. Hasil Uji KHM dan KBM Pada Bakteri Escherichia coli
Σ Koloni (cfu/mL) Pada Ulangan Ke 1
2
3
12
12
Kontrol mikroba 114 x 10
114 x 10
114 x 1012
Jamu [0,39%]
98 x 1012
72 x 1012
59 x 1012
Jamu [0,78%]
55 x 1012
85 x 1012
77 x 1012
Jamu [1,56%]
43 x 1012
62x 1012
48 x 1012
Jamu [3,13%]
46 x 1012
38 x 1012
45 x 1012
Jamu [6,25%]
90 x 104
120 x 104 121 x 104
Jamu [12,50%]
0
0
0
Jamu [25,00%]
0
0
0
Jamu [50,00%]
0
0
0
Kontrol Bahan
0
0
0
Perlakuan
Rata-rata
114 x 1012
76,33 x 1012
72,33 x 1012
51 x 1012
43 x 1012
110,33 x 104
0
0
0
0
82
Lampiran 2
a. Uji Pewarnaan Gram
Gambar 1. Reagen Pewarnaan
Gram
Gambar 2. Objek Glass
Gambar 3. Staphylococcus
saprophyticus
Gambar 4. Escherichia coli
b. Uji Antibakteri
Gambar 5. Jamu “empot super”
Gambar 6. Pembuatan Media
83
Gambar 7. Staphylococcus
saprophytocus pada NA miring
Gambar 8. Escherichia coli pada
NA miring
Gambar 9. Larutan Mc Farland
Gambar 10. NaCl 0,9 %
Gambar 11. Inkubator
Gambar 12. Autoklaf
84
Gambar 13. Zona hambat pada
Staphylococcus saprophyticus
(Ulangan 1)
Gambar 14. Zona hambat pada
Staphylococcus saprophyticus
(Ulangan 2)
Gambar 15. Zona hambat pada
Staphylococcus saprophyticus
(Ulangan 3)
Gambar 16. Zona hambat
ciprofloxacin terhadap
Staphylococcus saprophyticus
Gambar 17. Zona hambat pada
Escherichia coli (Ulangan 1)
Gambar 18. Zona hambat pada
Escherichia coli (Ulangan 2)
85
Gambar 19. Zona hambat pada
Escherichia coli (Ulangan 3)
Gambar 20. Zona hambat
ciprofloxacin terhadap Escherichia
coli
c. Uji KHM dan KBM
Gambar 21. Bahan untuk uji
KHM dan KBM
Gambar 22. Microplate
86
Gambar 24. Perlakuan uji KHM
dan KBM setelah inkubasi
Gambar 23. Perlakuan uji KHM
dan KBM sebelum inkubasi
Gambar 25. Koloni Bakteri
Staphylococcus saprophyticus
pada media NA
Gambar 26. Koloni Bakteri
Staphylococcus saprophyticus
pada media NA
87
88
Download