BAB II MUSIK TIUP PADA UPACARA ADAT KEMATIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN 2.1 Deskripsi Masyarakat Batak Toba di Kota Medan 2.1.1 Etnografi Kota Medan Kota Medan merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan terdiri dari 21 kecamatan, dan 151 kelurahan. Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut: Sebelah utara : berbatasan dengan selat Malaka Sebelah selatan : berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang Sebelah timur : berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang Sebelah barat : berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang Kota Medan dapat juga dikatakan sebagai kota yang multi etnis, karena penduduk kota Medan terdiri dari beberapa suku, yaitu seperti Melayu, Batak Toba, Batak Karo, Simalungun, Pakpak, Nias, Mandailing, Pesisir, Minang, Jawa, Tionghoa, Aceh, India, dan penduduk yang berasal dari luar pulau sumatera lainnya. Dari komposisi penduduk kota Medan, penduduk kota Medan merupakan Universitas Sumatera Utara penduduk yang heterogen. Memang pada awalnya penduduk kota Medan yang dominan adalah masyarakat Melayu. Namun seiring perkembangan waktu masyarakat kota Medan semakin heterogen dengan percampuran etnis dari luar kota Medan. 14 Gambar : Denah kota Medan 14 Sumber ; www.wikipedia/bps-sumut/2013/php.com. Terakhir dilihat pada tanggal 23 mei 2013 Universitas Sumatera Utara 2.1.2 Masyarakat Batak Toba di Kota Medan. Masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya berasal dari daerah Tapanuli ataupun dari daerah Toba. Asal Batak toba secara administratif berasal dari kabupaten Samosir, kabupaten Humbang Hasundutan, kabupaten Tapanuli Utara, dan kabupaten Toba Samosir. Pada umumnya masyarakat batak Toba memang merupakan perantau di kota Medan. Pada umumnya memang masyarakat Batak Toba yang ada di kota Medan merupakan pekerja ataupun pencari kerja di kota Medan. Perpindahan masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya adalah bertujuan untuk meningkatakan taraf hidup dari segi ekonomi. Masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya membentuk komunitas tersendiri khususnya dalam bidang sosial budaya. Masyarakat Batak Toba di kota Medan umumnya membentuk komunitas berdasarkan garis marga, ataupun asal daerah. Namun komunitas yang paling menonjol pada umumnya membentuk komunitas berdasarkan garis marga. Kebudayaan masyarakat Batak Toba di kota Medan memang mengalami perubahan, itu karena pada umuumnya masyarakat Batak Toba di kota Medan berasal dari daerah yang berbeda, yang tentu dengan kebudayaan yang berbeda pula. Namun disamping perbedaan tersebut namun tetap memiliki kesamaan budaya juga. 2.1.3 Sistem kepercayaan masyarakat Batak di Kota Medan. Masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya menganut system kepercayaan berdasarkan keyakinan orang tua. Atau dapat dikatakan masyarakat Batak di kota Medan memang menganut system kepercayaan yang dianutnya dari Universitas Sumatera Utara lahir hingga dewasa. Namun banyak juga masyarakat Batak Toba yang berubah kepercayaaanya, atau dengan kata lain kepercayaannya pada saat anak anakhingga dewasa bisa saja berubah setelah ia dewasa. Pada umumnya masyarakat Batak Toba dikota Medan menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, maupun Islam. Dari beberapa agama tersebut agama yang paling berkembang pesat dalam masyarakat Batak Toba adalah agama Kristen Protestan. 2.1.4 Mata Pencaharian Masyarakat Batak Toba di Kota Medan Masyarakat Batak Toba yang berada di kota Medan memang pada ummnya adalah perantau. Masyarakat Batak Toba datang ke kota Medan memang tujuan awalnya adalah untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih layak dari segi ekonomi. System pencaharian masyarakat Batak di kota Medan padan umumnya memang beragam. Adapun keragaman dari mata pencaharian masyarakat batak di kota Medan memang pada umumnya adalah dengan berperan sebagai wiraswasta, pegawai ( baik pegawai negeri di instansi pemerintahan maupun di perusahaan swasta ), buruh, petani, pekerja seni ( seniman) dan pedagang. Namun untuk wilayah kota Medan karena lahan pertaniannya yang sempit, sangat jarang masyarakat Batak Toba yang berprofesi sebagai petani. Dilihat dari pekerjaanya, sebagian besar masyarakat Batak Toba di kota Medan adalah pegawai pemerintah, pegawai swasta, dan wiraswasta. Orang Batak Toba di kota Medan juga banyak yang berprofesi sebagai pedagang di pasar tradisional yang ada di kota Medan. Universitas Sumatera Utara 2.2 Upacara Kematian Dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba Dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, upacara kematian dibagi atas beberapa jenis berdasarkan usia dan status yang meninggal dunia (Sianturi, 2012 ; 101). Perlakuan atau upacara untuk meninggal tersebut juga berbeda. Maka untuk lebih jelasnya dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, adalah sebagai berikut: 1. Mate di bortian, artinya orang yang meninggal dunia ketika masih berada dalam kandungan. Biasanya orang yang meninggal seperti ini tidak mendapat perlakuan adat atau dapat dikatakan lansung dikubur tanpa menggunakan peti mati. 2. Mate poso-poso, artinya orang yang meninggal dunia ketika masih bayi. Kematian seperti ini sudah mendapat perlakuan adat, dimana mayatnya sudah ditutupi ulos 15 dimana ulos penutup mayatnya diberikan oleh orang tua dari yang meninggal tersebut. 3. Mate dakdanak, artinya adalah meninggal dunia pada saat usia masih anak-anak. Kematian seperti ini juga sudah mendapat perlakuan adat, mayatnya sudah ditutupi ulos dimana ulosnya berasal dari tulang 16 yang meninggal. 4. Mate bulung, artinya adalah orang yang meninggal pada saat usia remaja. Kematian seperti ini sudah mendapat perlakuan adat, ulos penutup mayat juga diberikan oleh tulang dari yang meninggal 5. Mate ponggol, orang yang meninggal dunia pada saat sudah dewasa namun belum menikah, orang yang meninggal seperti ini sudah 15 Ulos adalah sejenis pakaian adat masyarakat Batak Toba yang ditenun. Tulang dalam bahasa Batak Toba adalah saudara laki-laki dari ibu yang meninggal atau secara harafiah diartikan paman. 16 Universitas Sumatera Utara mendapatkan perlakuan adat, dan kain penutup mayatnya diberikan oleh tulang dari yang meninggal tersebut. Kelima jenis kematian di atas merupakan kematian yang dibagi atas dasar usia dan status belum menikah. Sianturi ( 2012 : 101) memaparkan jenis kematian menurut masyarakat Batak Toba, sesudah menikah antara lain : 1. Mate diparang-alangan/ mate punu artinya adalah orang yang meninggal, namun belum memiliki anak. 2. Mate mangkar,artinya adalah orang yang meninggal dunia sudah memiliki anak, namun anak-anaknya masih kecil atau tergolong usia anak-anak,atau balita 3. Mate hatungganeon, artinya adalah orang yang meninggal dunia sudah memiliki anak yang sudah dewasa dan bahkan sudah ada yang kawin, namun belum memiliki cucu 4. Mate Sari matua, artinya adalah orang yang meninggal dunia yang sudah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum kawin, dan yang terakhir adalah 5. Mate Saur matua, artinya adalah orang yang meningggal dunia dimana telah mempunyai cucu dari semua anak-anaknya. Disamping kelima jenis kematian diatas, ada lagi satu jenis kematian yang paling tinggi derajatnya dalam budaya orang Batak, yaitu “mate mauli bulung”. Yang dimaksud mate mauli bulung adalah seseorang yang sudah meninggal yang telah mempunyai cicit dari anak laki laki dan mempunyai cicit dari anak perempuan, dan dari antara keturunannya tersebut belum ada yang Universitas Sumatera Utara meninggal. Kematian seperti ini memang sangat jarang dijumpai karena memang berkaitan dengan usianya yang sangat tinggi. 17 Dalam masyarakat Batak Toba kelima jenis kematian di atas sudah mendapatkan perlakuan adat. Namun yang menjadi kematian tingkat tertinggi klasifikasi upacara adatnya adalah saur matua. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi di atas dari saur matua, yaitu saur matua bulung. Yang dimaksud dengan saur matua bulung adalah jika seseorang yang meninggal dunia dimana anak-anaknya sudah menikah semua dan telah memiliki cicit dari anaknya laki-laki dan cicit dari anaknya perempuan. Namun jenis kematian keduanya ( saur matua dan saur matua bulung) dianggap sebagai sebuah kematian yang ideal, karena tidak memiliki tanggungan anak lagi. Dari kelima jenis kematian di atas, yang akan menjadi objek penelitian dalam tulisan ini adalah kematian saur matua. Alasannya adalah, karena pada umumnya musik tiup, digunakan oleh masyarakat Batak Toba yang ada dikota Medan pada jenis kematian tersebut. 2.3 Ensambel Musik Tiup dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba di Kota Medan 2.3.1 Makna ensambel musik tiup Musik tiup adalah kesatuan musik yang terbuat dari bahan logam. Menurut teori Curt Sachs dalam bukunya “Wellspring of music”, pengelompokan musik tentang konsep sexes dalam klasifikasi alat atau penjenisan musik, musik tiup 17 Wawancara dengan Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Dosen di Departemen Etnomusikologi USU. Universitas Sumatera Utara brass 18 termasuk dalam kelompok aerophone (sumber bunyi dari karena adanya getaran dari udara ).( Monang Asi Sianturi; 2012 : 206) Sadie dalam bukunya yang berjudul The New Grove Dictionary of Music juga mengatakan bahwa musik tiup adalah suatu bentuk musik tiup (wind band) yang keseluruhan alatnya yang digunakan terdiri dari logam kuningan.(1980 : 20) Monang Asi Sianturi, dalam Tesisnya mengatakan bahwa, lahirnya musik Batak Toba dikomersialkan berawal dari desa Tambunan, Balige, Toba Samosir. Awalnya alat musik tiup ini digunakan untuk mengiringi pesta yang bersifat hiburan maupun dalam konteks upacara adat, telah membuat kelompok musik tiup sebagai sumber mata pencaharian baru, dan itu menjadikan para pemusik tiup di gereja memperoleh pekerjaan sebagai sumber mata pencaharian yang memadai. Anggapan itu terbukti ketika beberapa pesanan untuk undangan-undangan banyak yang datang dari luar kota, luar provinsi datang memesan kelompok musik ini. Kelompok musik tiup Batak Toba pertama dapat dicatat pada komunitas Batak Toba, adalah grup Tambunan Musik, sesuai dengan nama tempat kelahiran grup musik tiup itu yaitu, desa Tambunan, Balige yang kemudian pindah ke kota Medan. Dengan hadirnya kelompok musik tiup ini, membuat para musisi yang belum punya pekerjaan namun memiliki pengetahuan dan bakat didalam musik bergabung denagn mencari induk semang untuk membentuk kelompok musik tiup yang baru. Di kota Medan, pada tahun 1987 kelompok musik tiup yang terbentuk pertama sekali adalah kelompok musik tiup yang bernama DUMA MUSIK, yang dikelola seorang pengusaha penerbit buku Fa.Masco pimpinan Drs.R.T 18 Musik tiup brass adalah alat musik itup yang terbuat dari bahan kuningan Universitas Sumatera Utara Situmorang. kelompok ini didirikan dengan latar belakang untuk mengisi acara adat. Pemain musiknya berasal dari personil Tambunan Musik Balige, yang sengaja didatangkan ke kota Medan. ( 2012 : 211) Musik tiup pada budaya masyarakat Batak Toba mulai berkembang setelah ajaran agama Kristen Protestan mulai berkembang dan menjadi salah satu agama yang cukup banyak penganutnya merupakan masyarakat Batak Toba. Sebelum ajaran agama Kristen muncul pada kebudayaan masyarakat batak toba, musik yang digunakan dalam upacara adat kematian saur matua adalah satu set ensambel Gondang sabangunan ( terdiri dari sarune bolon, taganing, odap, ogung, dan hesek ). Namun setelah ajaran agama Kristen mulai berkembang, maka gondang sabangunan ini mulai tergantikan dengan ensambel musik tiup. Berkembangnya musik tiup dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, ditandai dengan semakin sering digunakannya musik tiup untuk mengiringi upacara adat dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba. Ensambel ini kemudian semakin sering digunakan terutama dalam upacara adat kematian saur matua ataupun sari matua. Menurut pemahaman masyarakat Batak Toba pada awalnya, musik tiup adalah seperangkat alat musik yang ditiup yang terbuat dari bahan logam, dan merupakan hasil dari kebudayaan barat yang digunakan untuk mengiringi upacara adat dalam budaya masyarakat Batak Toba, dimana awalnya musik tiup ini berkembang di lingkungan gereja, namun seiring dengan perkembangan jaman musik tiup keluar dari lingkungan gereja dan digunakan dalam upacara adat Batak Toba. Universitas Sumatera Utara Sampai saat ini, musik tiup pada masyarakat Batak Toba telah berubah pemahamannya. Saat ini, dengan satu buah sulim, keyboard, taganing, satu terompet, satu trombone, dan satu saxophone juga telah disebut juga musik tiup. Saat ini sudah sangat jarang sekali kita menjumpai musik tiup seperti awalnya ensambel musik tiup mulai digunakan dalam gereja. Bahkan jika kita lihat sekarang ensambel musik tiup pun sudah memasukkan instrument gitar, bass dan drum. 2.3.2 Fungsi dan penggunaan musik tiup pada upacara adat kematian masyarakat Batak Toba Penggunaan musik tiup dalam upacara adat kematian dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, adalah pada saat mengiringi tortor 19 dalam upacara adat kematian. Selain itu, musik tiup dalam upacara adat kematian digunakan pada saat mengiringi acara kebaktian. Selain upacara kebaktian, musik tiup juga digunakan untuk mengiringi jenazah ke pemakaman, dan juga mengiringi acara kebaktian di tempat pemakaman. Fungsi musik tiup dalam upacara adat kematian adalah sebagai salah satu bagian dari kelengkapan dari upacara adat pada upacara adat kematian dan salah satu kelengkapan juga untuk mengiringi upacara kebaktian. 19 Tortor adalah sejenis tarian tradisional dalam Batak Toba Universitas Sumatera Utara