PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PEMUKIMAN KUMUH DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT DI RT 31 KELURAHAN SUNGAI PINANG LUAR KECAMATAN SAMARINDA ILIR Perceptions of about slum areas and its impact on public health at RT 31 urban villages Sungai Pinang outside the Kecamatan Samarinda Ilir Ratna Yuliawati1, Reny2 Email : [email protected] ABSTRAK Pemukiman RT 31 Kelurahan Sungai Pinang Luar Kecamatan Samarinda Ilir merupakan pemukiman yang kumuh, dan juga merupakan lingkungan pemukiman yang sangat padat peduduk, dengan lingkungan yang padat penduduk maka akan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat tentang pemukiman kumuh dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat di RT 31 Kelurahan Sungai Pinang Luar Kecamatan Samarinda Ilir Tahun 2009. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif. Obyek penelitian adalah lokasi di RT 31 Kelurahan Sungai Pinang Luar Kecamatan Samarinda Ilir. Variabel penelitian adalah pemukiman kumuh dan dampak pemukiman kumuh terhadap kesehatan masyarakat di RT 31 Kelurahan Sungai Pinang Luar Kecamatan Samarinda Ilir. Data yang diperoleh berupa indept interview atau wawancara mendalam dengan menggunakan panduan wawancara dan pengamatan atau observasi dengan menggunakan lembar observasi. Data yang diperoleh di analisa dengan menggunakan contant analisa. Berdasarkan hasil pengumpulan dan analisa data melalui wawancara mendalam ternyata persepsi masyarakat tentang pemukiman kumuh adalah pemukiman tempat penduduk menengah kebawah, yang padat dan banyak sampah yang berserakan, tidak ada air bersih. Tetapi ada juga masyarakat yang berpendapat bahwa pemukiman kumuh merupakan pemukiman yang tidak bersih, padat, dan tidak sehat. Tetapi sebagian besar dari masyarakat menjawab yakni dampak dari pemukiman kumuh banyak timbulnya penyakit yang berbasis lingkungan akibat padatnya penduduk. Sebagian besar informan di RT 31 mengetahui apa yang dimaksud dengan pemukiman kumuh, tetapi karena rendahnya perekonomian masyarakat sehingga masyarakat di RT 31 tidak dapat membuat fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat. Penduduk yang tinggal di daerah pemukiman kumuh mempunyai kejadian penyakit menular dan kecelakaan dalam rumah yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di lingkungan pemukiman yang kesejahteraan sosial tidak hanya sekedar bebas, sakit dan cacat, yang memungkinkan seseorang dapat bekerja secara produktif. Sebaiknya masyarakat lebih meningkatkan pengetahuan akan pentingnya pemukiman yang sehat serta menjaga lingkungan. Kata kunci: Pemukiman Kumuh, Dampak Terhadap kesehatan. ABSTRACT Settlement of RT 31 urban villages sungai pinang outside the kecamatan samarinda ilir is settlement slum, and is a neighborhood very dense, with the environment densely populated so will affect degrees community health. Research objectives is to find how perceptions of about slum areas and its impact on public health at RT 31 urban villages sungai pinang outside the kecamatan samarinda ilir 2009. The kind of research is research qualitative. Was the site of objects research in RT 31 urban villages sungai pinang outside the kecamatan samarinda ilir. Variable research is a residential slum and the impact of slum areas to public health at RT 31 urban villages sungai pinang outside the kecamatan samarinda ilir. The data collected of indept interview or in-depth interviews with based on an interview guide and observation or observation by using sheets of observation. The data collected in with used them against iran an analysis. Based on the results of the collection and data analysis through in-depth interviews in fact perceptions of about slum areas is a residential place inhabitant of medium down, solid and many garbage scattered, no clean water. But there are also the public who argued that slum areas is settlements with no clean, solid, and unhealthy. But most of the respondents expressed namely the impact of slums many the emergence of a disease environmental due to dense population. Most informants in RT 31 know what is the slums, but due to the low economy the community and consequently they in RT 31 cannot makes its facilities sanitation qualified. People living in residential areas slum have occurrences of a disease contagious and number of accident in the higher than the those who live in fact, the social welfare not only function. The public should increase awareness about the importance of settlement healthy and protecting the environment. PENDAHULUAN Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia juga mempunyai fungsi yang strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang serta merupakan pengejawantahan jati diri. Untuk itu perlu menempatkan bidang perumahan dan pemukiman sebagai salah satu sektor prioritas dalam upaya pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya. Persoalan perumahan dan pemukiman di Indonesia sesungguhnya tidak terlepas dari dinamika yang berkembang dalam kehidupan masyarakat maupun kebijakan pemerintah dalam pengelola persoalan perumahan dan permukiman yang ada.1 Berdasarkan hasil Prosiding Lokakarya Nasional Bidang Perumahan dan Permukiman tahun 2002, terdapat lebih kurang 21 juta rumah tangga tinggal di daerah perkotaan dengan laju pertumbuhan kebutuhan rumah per tahun mencapai 800.000 unit. Sebanyak 16,7 juta rumah tangga memiliki rumah tinggal, dari jumlah tersebut sebanyak 13 juta tangga tidak memiliki rumah tinggal, ini artinya masih banyak permasalahan tentang perumahan di Indonesia, tidak terkecuali di Kota Samarinda yang merupakan Provinsi dari Kalimantan Timur. Berdasarkan data statistik tahun 2007 jumlah penduduk Kota Samarinda sebesar 593.827 jiwa. Jumlah penduduk Kota Samarinda sebagian besar tersebar di Kecamatan Samarinda Ilir yaitu sebanyak 107.446 jiwa. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa kecamatan Samarinda Ilir merupakan daerah yang padat penduduk, dan menjadi daerah pemukiman atau perumahan yang kumuh. METODE PENELITIAN Jenis penelitian dalam kegiatan penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Lokasi dalam penelitian adalah di Jln. Agus Salim Gg Tanjung RT 31 Kelurahan Sungai Pinang Luar Kecamatan Samarinda Ilir. Cara pengambilan sampel dengan menggunakan Nonprobability Sampling, purposive untuk sampel lokasi dan snowball sampling untuk sampel informan. rumah tangga menempati rumah yang tidak layak huni; sedangkan 4,3 juta rumah HASIL PENELITIAN Tabel 4.2 Matriks hasil wawancara persepsi masyarakat tentang pemukiman kumuh NO. KODE INFORMAN 1 RE, DI, NM 2 LA, IT 3 KL, SN, RA, SL, UA 4 5 NI, AO AI, MI, AN CONTENT (ISI) Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak tersedianya WC dan kamar mandi. Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang kotor. Pemukiman kumuh adalah pemukiman tempat penduduk menengah kebawah, yang padat dan banyak sampah yang berserakan, tidak ada air bersih. Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak bersih dan bau. Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak bersih dan padat, dan tidak sehat. Tabel 4. 3 Matriks hasil wawancara dampak pemukiman kumuh. NO. KODE INFORMAN CONTENT (ISI) 1 LA 2 3 UA, AO, NI SN, IT, AI 4 KL, RE, MI, SL, AN, RA, NM, DI Dampak dari pemukiman kumuh adalah udara menjadi tidak sehat. Dampak dari pemukiman kumuh adalah akan timbulnya banjir karena sampah yang berserakan. Dampak dari pemukiman kumuh adalah banyak sampah dan bau. Dampak dari pemukiman kumuh adalah banyak timbulnya penyakit, karena terlalu padat. Tabel 4. 4 Matriks hasil wawancara persepsi masyarakat tentangrumah sehat. NO 1 KODE INFORMAN SN, LA, AI 2 MI, AN, DI, RA, NI, UA 3 SL 4 NM 5 AO, KL 6 IT 7 RE CONTENT (ISI) Rumah sehat adalah rumah yang bersih. Rumah sehat adalah rumah yang ada WC, kamar mandi dan tempat sampah, serta bersih. Rumah sehat adalah rumah yang tidak kotor dan terbuat dari beton Rumah sehat adalah rumah yang tidak kotor, tidak ada sampah yang berserakan. Rumah sehat adalah rumah yang halamannya luas dan bersih. Rumah sehat adalah rumah yang bagus dan besar. Rumah sehat adalah rumah yang kuat dan terbuat dari beton. Tabel 4. 5 Matriks hasil wawancara persepsi masyarakat tentangKesehatan lingkungan. NO 1 2 3 4 KODE INFORMAN MI KL, RE, SL, AN, UA, DI, AO, RA, NM IT, AI, SN NI, LA CONTENT (ISI) Kesehatan lingkungan adalah lingkungan yang luas. Kesehatan lingkungan adalah lingkungan yang sehat dan bersih. Kesehatan lingkungan adalah lingkungan yang tidak kumuh dan kotor. Kesehatan lingkungan adalah lingkungan yang tidak ada penyakit PEMBAHASAN 1. PERSEPSI TENTANG PEMUKIMAN KUMUH Persepsi tentang pemukiman kumuh bagi informan biasa mempunyai kesamaan dengan informasi yang didapat dari informan kunci. Informan biasa yang mengatakan pemukiman kumuh merupakan pemukiman yang tidak layak untuk dihuni, yang padat penduduk, serta tidak dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang baik adalah KL, SN, RA, SL dan UA, kesamaan informasi tersebut didapat berdasarkan dari hasil pengumpulan dan analisa data dari informan melalui wawancara mendalam. Pemukiman kumuh di pinggiran Sungai Karang Mumus pada umumnya dan di RT 31 pada khususnya terjadi karena tingkat pendidikan masyarakat yang kebanyakan hanya lulus SD, hal ini menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai rumah yang sehat dan layak untuk di huni. Sebagian besar dari informan sudah banyak yang mengetahui tentang pemukiman yang kumuh tidak layak untuk di huni. Tetapi timbulnya permasalahan pemukiman dibantaran Sungai Karang Mumus (SKM) disebabkan oleh karena rendahnya pengetahuan, rendahnya kesadaran, dan rendahnya perekonomian masyarakat juga dikarenakan belum terlaksanannya secara optimal fungsi dan peran sektor-sektor yang terkait dalam sistem penanganan lingkungan pemukiman, terutama di daerah kumuh perkotaan. Pemukiman kumuh di bantaran Sungai Karang Mumus (SKM) pada umumnya dan di RT 31 pada khususnya. 2. DAMPAK DARI PEMUKIMAN KUMUH Persepsi masyarakat tentang dampak dari pemukiman kumuh bagi informan biasa mempunyai kesamaan dengan informasi informan kunci. Informan biasa yang mempunyai informasi yang sama dengan informan kunci adalah KL, RE, MI, SL, AN, RA, NM, DI, kesamaan informasi tersebut didapat berdasarkan dari hasil pengumpulan dan analisa data dari informan melalui wawancara mendalam, sebagian besar informan sudah menyadari akan dampak yang ditimbulkan dari pemukiman kumuh. Tetapi masih ada masyarakat yang tidak menyadarinya sama sekali, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan yang disebabkan sebagian besar masyarakat di RT 31 hanya lulusan SD, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya – bahaya yang dapat ditimbulkan dari pemukiman kumuh tersebut, seperti timbulnya penyakit – penyakit yang berbasis lingkungan seperti diare, penyakit kulit, ISPA, DBD, kecacingan. Dampak permasalahan pemukiman kumuh yang paling besar adalah pada kesehatan. Pemukiman kumuh di RT 31 yang merupakan daerah padat di bantaran sungai menimbulkan dampak yang luar biasa terhadap kesehatan karena di daerah tersebut mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan seperti : TBC, influenza, campak, batuk, penyakit kulit, karena jarak antara rumah yang satu dengan rumah yang lain kurang dari 3 M maka pemukiman di RT 31 merupakan pemukiman yang sangat padat, hal ini sangat membahayakan jika terjadi musibah kebakaran yang akan menimbulkan kerugian yang lebih besar. 3. PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUMAH SEHAT Persepsi masyarakat tentang rumah sehat bagi informan biasa yang mempunyai kesamaan dengan informan kunci adalah MI, AN, DI, RA, NI, UA, kesamaan informasi tersebut didapat berdasarkan dari hasil pengumpulan dan analisa data dari informan melalui wawancara mendalam, sebagian besar informan sudah yang mengetahui tentang rumah sehat, akan tetapi karena faktor ekonomi yang rendah masyarakat masih bertahan hidup di pemukiman kumuh dan jika dilihat dari segi standar rumah sehat, masih jauh di bawah standar. Hal ini bisa dilihat dari konstruksi bangunan, jarak rumah yang satu dengan yang lain kurang dari 3 M. 4. PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN Persepsi masyarakat tentang kesehatan lingkungan bagi informan biasa yang mempunyai kesamaan informasi dengan informan kunci adalah KL, RE, SL, AN, UA, DI, AO, RA, NM, kesamaan informasi tersebut didapat berdasarkan dari hasil pengumpulan dan analisa data dari informan melalui wawancara mendalam, sebagian besar informan sudah mengetahui kesehatan lingkungan, akan tetapi masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan dari pencemaran agar tidak timbulnya penyakit – penyakit yang di sebabkan oleh lingkungan yang sudah tercemar. Pada RT 31 merupakan lingkungan pemukiman yang sangat padat penduduk dan lingkungan yang tidak sehat, ha ini dikarenakan tidak tersedianya fasilitas sanitasi yang baik serta sarana dan prasarana lingkungan seperti tidak memiliki tempat bermain bagi anak – anak, tidak memiliki ketersediaan air bersih yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari dan pengelolaan pembuangan tinja dan air limbah rumah tangga yang belum memenuhi persyaratan kesehatan. dimaksud dengan pemukiman kumuh, tetapi karena rendahnya perekonomian masyarakat sehingga masyarakat di RT 31 tidak dapat membuat fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat. 5. PENTINGNYA KESEHATAN BAGI MASYARAKAT Pentingnya kesehatan bagi masyarakat bagi informan biasa yang mempunyai kesamaan informasi yang sama dengan informan kunci adalah RE, SL, AN, UA, DI, AO, RA, NM, kesamaan informasi tersebut didapat berdasarkan dari hasil pengumpulan dan analisa data dari informan melalui wawancara mendalam, bahwa kesehatan merupakan satu hal yang sangat penting hal ini dikarena pendapatan masyarakat yang sangat rendah dan dengan melihat biaya pengobatan yang sangat mahal. Permukiman yang kurang layak huni merupakan dampak langsung dari kemiskinan, disamping juga karena kekurang pahaman masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkungan yang bersih bagi kesehatan. SARAN 6. CARA PENANGGULANGAN PEMUKIMAN KUMUH Cara penanggulangan pemukiman kumuh informan biasa yang memberikan informasi sama dengan informan kunci adalah KL, AN, DI, RA, IT, AI, kesamaan informasi tersebut didapat berdasarkan dari hasil pengumpulan dan analisa data dari informan melalui wawancara mendalam, bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di RT 31 menginginkan pemerintah sebaiknya menyediakan perumahan dan pemukiman yang layak huni dan membangun rumah susun bagi masyarakat. Logikanya, jika saat ini warga mampu menyewa, jika rumah susun dibangun, mereka pasti sanggup menyewa, pemukiman di RT 31 yang merupakan pemukiman kumuh ini sudah seharusnya di tangani dengan cepat dan serius agar tidak menjadi permasalahan yang berlarut-larut tanpa adanya solusi penanganan. KESIMPULAN Dari hasil wawancara didapat informasi bahwa persepsi masyarakat tentang pemukiman kumuh dapat dikatakan sebagian masyarakat di RT 31 mengetahui apa yang Meningkatkan kesadaran serta pengetahuan akan pentingnya pemukiman yang sehat serta menjaga lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1997. Rumah dan Lingkungan Pemukiman Sehat. Jakarta: Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum R.I. Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I. Machfoedz, Ircham. 2008. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Fitramaya. Mukono HJ. 2000. Prinsip dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarata: Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarata: Rineka Cipta Sanropie, Djasio et al. 1989. Pengawasan Lingkungan Pemukiman. Jakarta: Depkes RI Pusat Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat Slamet., Juli Soemerat. 2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suyono. 1985. Perumahan dan Pemukiman Sehat. Banjarmasin. Proyek Pembangunan Tenaga Sanitasi Kesehatan Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen kesehatan. PRAKTIK NEGOSIASI PENGGUNAAN KONDOM DAN VAGINAL DOUCHING JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 PADA WANITA PEKERJA SEKS DI LOKALISASI SUKA DAMAI LOA HUI KOTA SAMARINDA (Studi Kualitatif Pada Wanita Pekerja Seks) The Negotiation Practice Of Using Condoms And Vaginal Douchingto The Female Sex Workerinsuka Damai Loa Hui Localization Samarinda City (Qualitative Study On Female Sex Worker) Lisa Wahidatul Oktaviani1, Rahmi Susanti2, Erni Wingki Susanti3 Email :[email protected] ABSTRACT Wanita Pekerja Seks merupakan kelompok risiko tinggi terkena infeksi menular seksual mengingat pada kelompok ini terbiasa melakukan aktivitas seksualnya dengan pasangan yang tidak tetap, dengan tingkat mobilitas yang sangat tinggi di kelompok tersebut. Perilaku dan gaya hidup pada pelanggan Wanita Pekerja Seks adalah tidak menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual dengan pelanggan. Perilaku lain yang menarik untuk dikaji adalah vaginal douching. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan wawancara mendalam pada Wanita Pekerja Seks dan informan lainnya tentang negoisasi penggunaan kondom dan vaginal douching pada Wanita Pekerja Seks. Jenis penelitian adalah deskriptif dengan pengambilan data dalam bentuk kualitatif. Hasil penelitian menginformasikan bahwa seluruh Wanita Pekerja Seks setuju bahwa pelanggan harus menggunakan kondom sebelum memakai jasa mereka. Sebagian besar Wanita Pekerja Seks melakukan negoisasi penggunaan dengan bujukan, rayuan bahkan alasan yang bersangkutan dengan keluarga mereka.Vaginal douching selalu dilakukan oleh Wanita Pekerja Seks dan hamper selalu menggunakan bahan yang tidak dianjurkan. Para Wanita Pekerja Seks merasakan lebih bersih dengan menggunakan bahan seperti sabun atau bahkan pasta gigi. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa terdapat tindakan yang konsisten pada Wanita Pekerja Seks tentang penggunaan kondom pada pelanggannya. Vaginal douching pada Wanita Pekerja Seks dilakukan dengan mengunakan produk yang dijual secara umum. Kata Kunci : Negoisasi Pengunaan Kondom, Vaginal Douching, Wanita Pekerja Seks ABSTRACT Female Sex Worker is a high-risk group exposed to sexually transmitted infections given in this group used to perform sexual activity with a partner who does not remain, with a very high level of mobility in the group. Behavior and lifestyle on the customer Female Sex Workeris not using a condom during intercourse with customers. Another interesting behavior to be studied is vaginal douching. This study aims to conduct in-depth interviews on Female Sex Workerand other informants negotiate the condoms use and vaginal douching inFemale Sex Worker. This type of research is descriptive with qualitative data collection technique. Results of the study informs that throughout Female Sex Worker agreed that the customer should use a condom before using their services. Most of Female Sex Workernegotiated with the use of persuasion, seduction and even the reasons concerned with their family. Vaginal douching is always done by Female Sex Workerand almost always used materials that are not recommended. The Female Sex Workerfeel cleaner using ingredients such as soap or toothpaste. This study provides the conclusion that there is a consistent action on Female Sex Worker on the condoms use to the customers.Vaginal douching in Female Sex Worker is done by using products sold in general. Keywords: Negotiationof Using Condoms, Vaginal Douching, Female Sex Worker 6 JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 PENDAHULUAN Fenomena WPS yang bertentangan dengan nilai, hukum, agama tidak terlepas dari latar belakang sulitnya mencari pekerjaan dengan pendidikan yang rendah, keterampilan yang tidak memadai dari seseorang adalah beberapa faktor terjadinya fenomena 1,2,3 prostitusi dewasa ini . data dari Dinas Sosial diketahui bahwa jumlah WPS di Kalimantan Timur (Kaltim) hingga bulan ketiga tahun 2012 yaitu sebanyak 4.976 orang. Lokalisasi Suka Damai Loa Hui merupakan salah satu lokalisasi terbesar yang ada di kota Samarinda. Berdasarkan data dari Dinas Kesejahteraan Sosial Samarinda diketahui jumlah WPS dari tahun 2008 – 2011 mengalami fluktuatif, dimana dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami peningkatan jumlah WPS dari 283 orang menjadi 293 orang dan pada tahun 2010 terjadi penurunan jumlah WPS menjadi 230 orang. WPS merupakan kelompok risiko tinggi terkena infeksi menular seksual mengingat pada kelompok ini terbiasa melakukan aktivitas seksualnya dengan pasangan yang tidak tetap, dengan tingkat mobilitas yang sangat tinggi di kelompok tersebut. Walaupun infeksi menular seksual merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi organisme, namun dalam penyebarannya sangat dipengaruhi oleh pola perilaku dan gaya hidup seseorang. Perilaku dan gaya hidup tersebut salah satunya adalah tidak menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual dengan pelanggan4,5. Hal lain yang seringkali dilakukan oleh penjaja seks komersial setelah melakukan hubungan seks adalah bilas vagina atau disebut vaginal douching.Bilas vagina dipercaya dapat mengurangi resiko terjangkit penyakit menular seksual pada wanita penjaja seks.Praktik vaginal douching didefinisikan sebagai upaya pembersihan/bilas vagina baik eksternal maupun internal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Joesoef dkk, pada tahun 1993 diketahui bahwa praktik vaginal douching dapat meningkatkan risiko kejadian Penyakit Menular Seksual dan Pelvic Inflammatory Disease. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana praktik negosiasi penggunaan kondom dan vaginal douching pada wanita pekerja seks di lokalisasi suka damai loa hui kota samarinda, dengan asumsi bahwa WPS berisiko tinggi terinfeksi IMS dan berpotensi menularkannya pada pelanggan yang selalu berganti - ganti. METODE PENELITIAN Penelitian dimulai dengan merumuskan masalah dan memilih variabel yang akan diteliti, yaitu variabel praktik negosiasi penggunaan kondom dan vaginal douching. Penelitian ini dilakukan di salah satu lokalisasi dikota Samarinda yang terletak di kecamatan Samarinda Seberang, yakni Lokalisasi Suka Damai Loa Hui Harapan Baru Kota Samarinda. Peubah yang akan diamati adalah praktik negoisasi kondom dan vaginal douching pada wanita pekerja seksual. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknikpengumpulan data adalah dengan melakukan wawancara mendalam pada informan dengan dibantu alat rekam, observasi non partisipan, kemudian peneliti dibantu dengan panduan wawancara serta penelitian akan dilengkapi dengan dokumentasi – dokumentasi yang dibutuhkan. Teknik analisis pada penelitian kualitatif adalah reduksi data dan peyajian data.Langkah selanjutnya setelah analisis data kualitatif adalah validasi penelitian, yaitu dengan Triangulasi yaitu pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. HASIL PENELITIAN Lokalisasi Suka Damai Loa Hui terletak di kecamatan samarinda seberang tepatnya di kelurahan harapan baru.Lokalisasi ini telah ada sejak 25 tahun lalu dengan luas kurang lebih 1.5 Ha.Jumlah wisma sebanyak 40 dengan jumlah WPS sebanyak 10 per wisma. Jumlah wps secara keseluruhan adalah 282 orang dengan 27 mucikari.Lokalisasi ini rutin mendapatkan kunjungan kesehatan dari Puskesmas setempat yakni Puskesmas Harapan Baru. Informan dalam penelitian ini terdiri dari 1 orang petugas kesehatan (Dokter Puskesmas, 5 orang WPS, dan 4 orang mucikari.Informasi diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam (indepth interview) kepada para informan. 7 JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 Praktik negosiasi penggunaan kondom Praktik negosiasi penggunaan kondompada penelitian ini mengenai tindakan WPS dalam negosiasi penggunaan kondom pada saat hubungan seks.Dari hasil wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada informan tentang ketersediaan kondom menunjukkan bahwa seluruh informan mendapatkan kondom dari lingkungan lokalisasi dimana kondom tersebut diperoleh dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Seperti yang di ungkapkan informan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : “ya dari anu … kesehatan. Maksudnya dari tempa kita pokja lisensinya dari KPA.Jadi kita semua dapat dari situ kondomnya.”(SR : 05 Mei 2015) “ya ada dari lingkungan sini kan dibagi, itu kondomnya dari eee KPA.”(VA : 08 Mei 2015 Hal ini sejalan dengan pernyataan informan kunci yaitu seorang petugas kesehatan yang menyatakan hal serupa sebagai berikut : “pemberian kondom kita berikan, kondomnya dari KPA.”(OP : 11 Mei 2015) Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat ditarik analisis makna yaitu seluruh informan mendapatkan kondom dari lingkungan lokalisasi dimana kondom tersebut diperoleh dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah provinsi Kalimantan Timur No. 5 Tahun 2007 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual pada pasal 9 dijelaskan bahwa sektor kesehatan berkewajiban untuk menyediakan kondom di tempat-tempat rawan. Dari hasil wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada informan tentang praktik negosiasi penggunaan kondom menujukkan bahwa informan selalu menawarkan kondom kepada pelanggan. Seperti yang di ungkapkan oleh informan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : “ya nawarin, harus nawarin. Kan bilang ke tamu nya harus pake kondom mas biar sehat.”(VA : 08 Mei 2015) “la iya mbak nawarin itu. Ya anu... harus, biar ndak dapat penyakit dari mana mana gitu.”(RN : 04 Mei 2015) Hal ini sejalan dengan pernyataan informan kunci yaitu seorang petugas kesehatan yang menyatakan hal serupa sebagai berikut : “ya harus menawarkan ke tamunya.Pokoknya wajib harus terima tamu wajib pake kondom.”(OP : 11 Mei 2015) Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat ditarik analisis makna yaitu informan selalu menawarkan kondom kepada pelanggan, dan hal ini diperkuat dengan pernyataan informan kunci yaitu seorang petugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah provinsi Kalimantan Timur No. 5 Tahun 2007 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual pada pasal 5 dijelaskan keharusan menggunakan kondom di tempat-tempat pelaku berisiko tinggi. Dari hasil wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada informan tentang cara negosiasi penggunaan kondom menujukkan bahwa cara yang dilakukan oleh informan pada saat melakukan negosiasi dengan pelanggan agar menggunakan kondom antara lain dengan membujuk atau merayu pelanggan dan memberitahukan kepada pelanggan untuk menggunakan kondom agar tidak terkena penyakit menular seksual. Seperti yang di ungkapkan oleh informan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : “ya pokoknya di rayu supaya mau gimana harus mau. Ya pokoknya jangan sampai kita kena penyakit dari mana-mana gitu.Ndak mau aku ndak mau takut.”(SR : 05 Mei 2015) “ya harus di rayu dong biar dia mau. Kita pake kondom mas biar sehat, itu pasti dia mau mbak.”(SA : 09 Mei 2015) Selain itu hal lain yang dilakukan informan untuk bernegosiasi dengan pelanggan adalah dengan mengingatkan 8 JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 pelanggan kepada keluarganya. Seperti yang di ungkapkan oleh informan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : “ kan bilang ke tamu nya harus pake kondom mas biar sehat. Kita di pake orang banyak mas sedangkan mas dipake istri mas sendiri di rumah, gak kasian kah kalo nanti kena gini-gini. “(VA : 08 Mei 2015) Hal ini sejalan dengan pernyataan informan kunci yaitu seorang petugas kesehatan yang menyatakan hal serupa sebagai berikut : “mereka itu kadang ngerti kadang tahu gitu ya, misalnya saja tentang penggunaan kondom itu dibanding orang yang awam itu mereka lebih tau dong itu pastinya hehe...mereka ya tau duluan yah kayak apa manfaat nya.”(OP : 11 Mei 2015) Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat ditarik analisis makna yaitu informan mengetahui bagaimana cara bernegosiasi menggunakan kondom kepada pelanggan dan hal ini diperkuat dengan pernyataan informan kunci yaitu seorang petugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan teori Hindle (2001), seni negosiasi didasarkan pada usaha mempertahankan apa yang baik bagi kita dengan apa yang baik bagi pihak lain. Dari hasil wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada informan tentang tindakan yang dilakukan oleh informan jika tidak menemui kesepakatan dalam negosiasi penggunaan kondom menunjukkan bahwa informan akan menolak pelanggan yang tidak mau menggunakan kondom. Seperti yang di ungkapkan oleh informan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : “ada juga yang kayak gitu mbak, nggak mau, tapi kita juga takut penyakit kan kita nggak terima. Uang Cuma seberapa tapi nanti sakit menyesal seumur hidup, kan nggak selamae kerja kayak gini.”(VA : 08 Mei 2015) “iya, kalo seumpama pas kita nego di luar ginikan orangnya mau trus pas eee.. apa di dalam gitu ndak mau pake atau dia lepas kondomnya pas main gitukan ya saya ndak mau lanjut, pernah ada saya dapat pelanggan gitu, saya ndak mau lanjut, tapi ya uangnya tetap saya ambil ndak saya kembalikan, kan sudah kesepakatan tadi di awal pake gitu, kenapa pas di dalam ndak, ya ndak bisa kalau gitu, salah dia sendiri.”(RN : 04 Mei 2015) Namun terdapat pernyataan informan yang menyatakan tetap berusaha mempertahankan agar pelanggan mau menggunakan kondom. Seperti yang di ungkapkan oleh informan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : “pernah, tapi tetap dipertahankan supaya dia mau, pasti mereka dengan sendiri mau pasti mau juga, karena memang demi kesehatan.”(RR : 07 Mei 2015) Hal ini sejalan dengan pernyataan informan kunci yaitu seorang petugas kesehatan yang menyatakan hal serupa sebagai berikut : “pokoknya wajib harus terima tamu wajib pake kondom kita wajibkan kan, ya tapi bagaimana kalo pelanggannya tidak mau memakai kita nggak dapat pelanggan. ”(OP : 11 Mei 2015) Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat ditarik analisis makna yaitu informan mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan jika tidak menemui kesepakatan dalam negosiasi penggunaan kondom, dan hal ini diperkuat dengan pernyataan informan kunci yaitu seorang petugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan teori Hindle (2001), negosiasi adalah proses yang diakhiri dengan keberhasilan kedua belah pihak atau kegagalan kedua belah pihak. Seni negosiasi didasarkan pada usaha mempertahankan apa yang baik bagi kita dengan apa yang baik bagi pihak lain. Dari hasil wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada informan tentang pentingnya penggunaan kondom menunjukkan bahwa informan mengetahui pentingnya penggunaan kondom pada saat melakukan hubungan seksual dengan pelanggan.Hal ini dikarenakan informan merasa takut tertular penyakit menular seksual. Seperti yang di ungkapkan oleh informan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 9 JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 “pentinglah mbak, kan mencegah kita dari penyakit kan. Penyakit tuh kan banyak dari virus-virus kan juga banyak.”(VA : 04 Mei 2015) “cebok, biar bersih mbak, biar ndak ada sisa lendir lendir itu kalo habis ada tamu kita kan, karna kan kita ya juga ndak nyaman kan kalau ada begitu”(RN : 4 Mei 2015) “yah penting toh, untuk mencegah supaya gak sakit, gak tertular penyakit dan untuk keamanan kesehatan.”(WW : 08 Mei 2015) Hal ini sejalan dengan pernyataan informan kunci yaitu seorang petugas kesehatan yang menyatakan hal serupa sebagai berikut : “itu sangat penting, demi kesehatan kita.”(RR : 04 Mei 2015) “ya penting lah. Ya untuk mencegah supaya ndak tertular penyakit.”(YN : 05 Mei 2015) Hal ini sejalan dengan pernyataan informan kunci yaitu seorang petugas kesehatan yang menyatakan hal serupa sebagai berikut : “ya sangat pentinglah karena menggunakan kondom dengan cara yang benar dapat menghindarkan mereka dari penularan penyakit menular seksual.”(OP : 11 Mei 2015) Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat ditarik analisis makna yaitu informan mengetahui bahwa penggunaan kondom bagi pekerjaan mereka sangatlah penting karena dapat menghindarkan mereka dari penularan penyakit menular seksual. Hal ini sejalan dengan teori cara kerja kondom yaitu mencegah penularan mikroorganisme (IMS termasuk HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain. Praktik vaginal douching Pertanyaan ini untuk memperoleh informasi mengenai pengetahuan informan mengenai definisi, cara serta bahan bahan yang digunakan WPS dan mucikari dalam praktik vaginal douching.Dari hasil wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada informan tentang apakah yang dimaksud dengan Vaginal Douching menunjukkan bahwa pengetahuan informan mengenai Vaginal Douching sudah baik. Seperti yang di ungkapkan WPS yang menjadi informan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : “membersihkan vagina secara steril semuanya keseluruhan.”(VA : 8 Mei 2015) “bilas vagina, . Cuman kan, tidak boleh terlalu sering itu aja kan”(OP: 11 Mei 2015) Dari pernyataan diatas dapat ditarik analisis makna yaitu, informan mengetahui definisi Vaginal Douching yaitu upaya pembersihan vagina baik eksternal maupun internal. Dari hasil wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada informan tentang cara pembilasan vagina menunjukkan bahwa perilaku vaginal douching yang selama ini informan lakukan tidak tepat. Seperti di ungkapkan WPS dan Mucikari yang menjadi informan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : “ Dikorek-korek ke dalam pakai jari”(SW: 6 Mei 2015) “ Disabun dari luar, habis itu vagina kitakan ada lubang dibersihkan, dimasukan pake alat jadinya bersih semua, keluar kotorannya.”(VA: 4 Mei 2015 ) “Yah.. waktu kita habis terima tamu itu di korek kedalam dengan sabun itu sampai bersih”DR: 7 Mei 2015) Hal ini tidak sejalan dengan pernyataan informan kunci yaitu seorang petugas kesehatan yang menyatakan hal serupa sebagai berikut : “ Gak Boleh dikorek, kalo mencuci vagina kan cukup di apa….disiram gitu aja, kan kalo gitu justru mengakibatkan iritasi.”(OP: 11 Mei 2015) Dari pernyataan diatas dapat ditarik analisis makna yaitu, Cara pembilasan vagina yang dilakukan oleh informan tidak tepat yaitu dengan cara menyiram vagina dari luar hingga kedalam, mengorek liang vagina 10 JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 dengan menggunakan jari tangan dan menggunakan sabun dan alat yang dimasukkan ke dalam vagina dengan tujuan mengeluarkan semua kotoran dalam vagina. Dari hasil wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada informan tentang bahan yang digunakan untuk vaginal douching menunjukkan bahwa bahan-bahan yang digunakan pun tidak tepat. Seperti di ungkapkan WPS dan mucikari yang menjadi informan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : “kalo saya pake sabun sirih mbak, kalo temen saya yang lain kadang ada yang pake dettol sama apa itu mbak yang di tetes itu yang ada di iklan untuk sariawan bisa untuk kita punya itu juga bisa. Nahh, biasa nya pake itu aja sih mbak.”(SR: 5 Mei 2015 ) “dari anu… kalo lagi beli… apa itu namanya, betadin… itukan ada alatnya di campur sama, disitu kalo albotil sama betadin yang ukuran tanggung ke atas itu dia ada alatnya, jadi dia di masukkan langsung ke liang vagina baru di tekan dia sih, betadin sama albotilnya masuk dengan sendirinya kita ajak ngeden baru cebok.” (LL: 4 Mei 2015) “Kadang-kadang pake odol juga.. Odol itukan bisa mencegah kuman, kalo untuk gigi aja takut kuman apa lagi disitu”(SI: 6 Mei 2015 ) Hal ini tidak sejalan dengan pernyataan informan kunci yaitu seorang petugas kesehatan yang menyatakan hal serupa sebagai berikut : “gak ada sih yang kita anjurkan, itu membunuh flora normal kan, ya itu kadang mereka kan setiap habis berhubungan di cuci vagina nya dengan itu, padahal itu bisa membunuh flora normal kan. Asumsi mereka ya mungkin mereka merasa bersih gitu dengan apa..dengan mencuci vagina itu kan.”(OP: 11 Mei 2015) Dari pernyataan diatas dapat ditarik analisis makna yaitu, bahan-bahan yang digunakan oleh informan dalam melakukan vaginal douching tidak tepat yaitu dengan menggunakan sabun antiseptik, bahkan menggunakan pasta gigi, cara yang dilakukan pun tidak tepat, yaitu dengan mengorek liang vagina dengan menggunakan jari tangan dan menggunakan sabun dan alat yang dimasukkan ke dalam vagina dengan tujuan mengeluarkan semua kotoran dalam vagina. PEMBAHASAN Prostitusi merupakan fenomena yang sudah ada sejak lama di dunia, tidak terkecuali di Indonesia dan hingga kini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan.WPS adalah salah satu bagian dari dunia prostitusi yang didalamnya termasuk gigolo, waria, mucikari.Fenomena WPS sangat menarik untuk dikaji, karena fenomena ini dari dulu hingga sekarang tetap berlangsung. Fenomena WPS yang bertentangan dengan nilai, hukum, agama tidak terlepas dari latar belakang sulitnya mencari pekerjaan dengan pendidikan yang rendah, keterampilan yang tidak memadai dari seseorang adalah beberapa faktor terjadinya fenomena prostitusi dewasa ini 1,2,3. Lokalisasi Suka Damai Loa Hui merupakan salah satu lokalisasi terbesar yang ada di kota Samarinda. Berdasarkan data dari Dinas Kesejahteraan Sosial Samarinda diketahui jumlah WPS dari tahun ke tahun mengalami fluktuatif dan memungkinkan adanya penambahan ataupun pengurangan jumlah WPS dari waktu ke waktu. WPS termasuk dalam kelompok subpopulasi berisiko karena faktor perilaku seperti gonta ganti pasangan dan tidak menggunakan kondom saat berhubungan. Penggunaan kondom merupakan cara pencegahan selain abstinensia (tidak melakukan hubungan seksual sama sekali/puasa seks) dalam mencegah penularan IMS. Seperti yang telah diketahui, penggunaan kondom dalam seks komersial merupakan kunci penting dalam pencegahan penularan IMS karena hubungan seksual merupakan salah satu jalur utama penularan 6,7 . Sebagai penyedia jasa layanan seks, WPS tentu akan berusaha memaksimalkan kepuasan konsumen dengan berbagai macam cara. Untuk menghindari beralihnya konsumen ke WPS yang lain, seorang WPS akan selalu melayani keinginan konsumen dengan memenuhi permintaan konsumen untuk tidak menggunakan kondom. Dalam keadaan ini, posisi tawar (negosiasi) WPS 11 JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 sangat lemah karena mereka dihadapkan pada tuntutan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya8. Selain penggunaan kondom permasalahan lain yang dihdapi oleh WPS adalah adanya persepsi yang salah mengenai praktik vaginal douching. Praktik vaginal douching didefinisikan sebagai upaya pembersihan/bilas vagina baik eksternal maupun internal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Joesoef dkk, pada tahun 1993 diketahui bahwa praktik vaginal douching dapat meningkatkan risiko kejadian Penyakit Menular Seksual dan Pelvic Inflammatory Disease. Douching dengan air saja setelah hubungan seks tidak berhubungan dengan PMS tetapi risiko PMS akan meningkat 2,6 kali lebih tinggi jika menggunakan air dan sabun atau dengan daun sirih atau produk komersil. Ahli kesehatan tidak menyarankan douching untuk membersihkan vagina karena douching merubah keseimbangan kimiawi dan flora normal vagina yang dapat membuat perempuan lebih rentan terhadap infeksi bakterial. Dampak nonmedis lain dari praktik douching adalah timbulnya kepercayaan “semu” khususnya untuk perempuan kelompok pekerja seks. Mereka percaya bahwa dengan douching sebelum dan sesudah berhubungan seksual akan melindungi dirinya dari penularan PMS. Berikut ini akan dibahas secara satu per satu tentang variabel dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. Praktik negosiasi penggunaan kondom Menurut Teori Green9 yang menyatakan bahwa hal terpenting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan perubahan perilaku. Dalam teori ini Green mengidentifikasi tiga faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang, dimana masing-masing tipe pengaruh berbeda-beda terhadap perilaku yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor penguat (reinforcing factors). Dalam penelitian ini faktor predisposisi yang mempengaruhi praktik penggunaan kondom pada WPS dan pelanggannya adalah pengetahuan WPS tentang pentingnya penggunaan kondom dan praktik negosiasi penggunaan kondom. Pengetahuan merupakan salah satu bagian dari faktor yang mempermudah dan mempunyai pengaruh yang kuat dalam membentuk perilaku individu atau masyarakat dengan didukung faktor lain seperti tersedianya sarana dan prasarana serta sikap dan perilaku petugas kesehatan. Berdasarkan hasil indepth interview diketahui informan mengetahui bahwa penggunaan kondom bagi pekerjaan mereka sangatlah penting karena dapat menghindarkan mereka dari penularan penyakit menular seksual. Menurut Notoatmodjo10, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Adanya pengetahuan tentang pentingnya penggunaan kondom itulah yang melatarbelakangi informan untuk selalu melakukan praktik negosiasi penggunaan kondom sebelum melakukan hubungan seksual dengan pelanggan.Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan informan kunci yaitu seorang petugas kesehatan.Praktik negosiasi penggunaan kondom dalam penelitian ini adalah tindakan WPS dalam negosiasi penggunaan kondom pada saat hubungan seks dengan pelanggan.Praktik atau perilaku menurut Kwik dalam Notoatmodjo10 adalah tindakan atau perbuatan organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari.Praktik berkaitan dengan sikap dan keyakinan seseorang terhadap sesuatu objek yang dalam hal ini adalah praktik penggunaan kondom. Bila WPS sudah mempunyai keyakinan yang positif terhadap penggunaan kondom pada saat berhubungan seksual dengan pelanggan maka diharapkan akan mempunyai sikap yang positif pula. Dengan kondisi ini diharapkan akan terjadinya praktik yang baik, walaupun hal ini tidak dapat dipastikan. Menurut Hindle, negosiasi adalah proses yang diakhiri dengan keberhasilan kedua belah pihak atau kegagalan kedua belah pihak. Keberhasilan penggunaan kondom pada setiap kegiatan seksual di lokalisasi Suka Damai tidak terlepas dari cara atau teknik negosiasi yang dilakukan oleh WPS. Berdasarkan hasil indepth interview diketahui 12 JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 bahwa informan mengetahui bagaimana cara bernegosiasi menggunakan kondom kepada pelanggan. Cara yang dilakukan oleh informan pada saat melakukan negosiasi dengan pelanggan agar menggunakan kondom antara lain dengan membujuk atau merayu pelanggan dan memberitahukan kepada pelanggan untuk menggunakan kondom agar tidak terkena penyakit menular seksual. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Garcia dan Goldman11, di Dominican Republic bahwa salah satu strategi untuk kesuksesan dalam penggunaan kondom pada buruh pabrik, mereka akan mengingatkan atau memberikan peringatan kepada mitra bahwa teman-teman dan kenalan mereka ada yang telah meninggal karena HIV dan AIDS dalam rangka memperkuat pentingnya menggunakan kondom dan melindungi diri. Apabila dalam praktik negosiasi penggunaan kondom dengan pelanggan mengalami kegagalan atau tidak menemui kesepakatan, tindakan yang dilakukan oleh WPS adalah menolak pelanggan yang tidak mau menggunakan kondom.Hal tersebut dilakukan oleh WPS karena mereka sadar bahwa pekerjaan yang meraka lakukan ini berisiko tinggi untuk terkena infeksi menular seksual.Tindakan yang dilakukan oleh WPS ini didukung oleh informan kunci yaitu seorang petugas kesehatan. Berdasarkan hasil indepth interview dengan informan kunci diketahui bahwa informan kunci mewajibkan setiap WPS yang akan melakukan hubungan seksual dengan pelanggan harus menggunakan kondom. Menurut Notoatmodjo10 perilaku ditunjang oleh pengetahuan dan sikap, ketidaktahuan seseorang terhadap sesuatu membuat ia tidak bisa bertingkah laku terhadap sesuatu tersebut. Apabila seorang WPS tidak tahu mengenai teknik negosiasi dalam penggunaan kondom maka WP tersebut tidak akan berperilaku menawarkan kondom dengan baik. WPS merupakan kelompok risiko tinggi terkena infeksi menular seksual mengingat pada kelompok ini terbiasa melakukan aktivitas seksualnya dengan pasangan yang tidak tetap. Walaupun infeksi ini disebabkan oleh infeksi organisme, namun dalam penyebarannya sangat dipengaruhi oleh perilaku dan gaya hidup seseorang. Perilaku dan gaya hidup tersebut salah satunya adalah tidak menggunakan kondom pada saat berhubungan seksul dengan kelompok risiko tinggi. Penggunaan kondom merupakan salah satu upaya pencegahan penularan infeksi menular seksual yang harus dilakukan oleh responden di lokalisasi Suka Damai Kota Samarinda. Untuk saat ini baru kondom yang paling efektif mencegah penularan infeksi menular seksual. Oleh karena itu, kondom sebaiknya selalu digunakan setiap responden melakukan hubungan seksual dengan pelanggan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Rojanapithayakorn 12, sebuah terobosan penting dalam pencegahan AIDS di Thailand pada bulan Agustus 1989 di Ratchaburi. Peluncuran program percontohan pertama untuk penggunaan kondom 100%. Program penggunaan kondom 100% ini dikembangkan untuk menegakkan penggunaan kondom pada seks komersial di lokalisasi dan pengaturan lainnya. Kesepakatan bersama tentang penggunaan kondom 100% sebagai upaya penanggulangan IMS, HIV dan AIDS di Lokalisasi Suka Damai Kota Samarinda sudah ada sesuai dengan Peraturan Daerah provinsi Kalimantan Timur No. 5 Tahun 2007 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual13. Faktor pemungkin (enabling factor) yang mempengaruhi praktik penggunaan kondom adalah ketersediaan kondom di dalam kamar WPS. Menurut teori Green9 bahwa sarana prasarana termasuk dalam faktor pemungkin yaitu faktor yang memungkinkan seseorang berperilaku khusus, dengan ketersediaan kondom yang cukup di lokalisasi Suka Damai khususnya di masingmasing kamar WPS dimungkinkan para WPS dapat selalu menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seksual dengan pelanggan. Selain itu ketersediaan kondom di dalam kamar juga dapat meminimalisir keengganan pelanggan dalam menggunakan kondom dengan alasan membeli kondom jauh. Di lokalisasi Suka Damai Samarinda kebutuhan kondom dipenuhi oleh Komisi Penanggulangan AIDS, untuk memasarkan kondom pada pelanggan WPS diwajibkan untuk menawarkan kondom pada pelanggan 13 JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 yang akan melakukan hubungan seksual. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah provinsi Kalimantan Timur No. 5 Tahun 2007 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual pada pasal 9 dan pasal 5.Pada pasal 9 dijelaskan bahwa sektor kesehatan berkewajiban untuk menyediakan kondom di tempat-tempat rawan.Sedangkan pada pasal 5 dijelaskan keharusan menggunakan kondom di tempat-tempat pelaku berisiko tinggi13. Sedangkan faktor penguat (reinforcing factor) praktik negosiasi penggunaan kondom adalah adanya dukungan dari petugas kesehatan dan Peraturan Pemerintah Daerah Kalimantan Timur dalam hal keharusan menggunakan kondom di tempat-tempat pelaku berisiko tinggi. Berdasarkan hasil indepth interview diketahui bahwa informan kunci yaitu petugas kesehatan mendukung WPS untuk selalu melakukan negosiasi penggunaan kondom kepada pelanggan sebelum melakukan hubungan seksual dan mendukung tindakan yang dilakukan oleh WPS jika tidak menemui kesepakatan dalam negosiasi penggunaan kondom yaitu dengan menolak pelanggan yang tidak mau menggunakan kondom. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Silalahi14, dimana dari penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat dukungan petugas kesehatan dengan tindakan menggunakan kondom. 2. Praktik vaginal douching Praktik vaginal douching didefinisikan sebagai upaya pembersihan/bilas vagina baik eksternal maupun internal. Eksternal douching meliputi pembilasan labia dan bagian luar vagina dengan bahan-bahan tertentu, sedangkan internal douching meliputi memasukkan bahan/alat pembersih ke dalam vagina dengan jari, dan/atau dalam bentuk spraying atau liquid. Praktik vaginal douching atau tindakan bilas vagina sering dilakukan oleh masyarakat umum maupun pekerja seks (PS) sebagai bagian dari personal hygiene perempuan15. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Lokalisasi Suka Damai Loa Hui Kecamatan Loa Janan Kota samarinda menunjukan bahwa baik WPS maupun mucikari yang menjadi informan dalam penelitian ini mengetahui definisi vaginal douching. informann menyatakan bahwa upaya mebersihkan vagina dilakukan agar selalu menjaga kebersihan organ kewanitaan, selain itu agar tidak tersisa lender-lendir setelah mereka menerima tamu. Vaginal douching juga mereka lakukan untuk mencegah keputihan serta bau tak sedap pada organ kewanitaan. Hasil penelitian di Lokalisasi Loa Hui menunjukan bahwa WPS dan Mucikari yang menjadi informan dalam penelitian ini telah memahami definisi dari vaginal douching, yang di tunjukan dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada para informan menyatakan bahwa vaginal douching adalah upaya mebersihkan vagina dilakukan agar selalu menjaga kebersihan organ kewanitaan, selain itu agar tidak tersisa lender-lendir setelah mereka menerima tamu telah sesuai dengan teori menurut Kespro. Info yaitu vaginal douching didefinisikan sebagai upaya pembersihan/bilas vagina baik eksternal maupun internal. Eksternal douching meliputi pembilasan labia dan bagian luar vagina dengan bahanbahan tertentu, sedangkan internal douching meliputi memasukkan bahan/alat pembersih ke dalam vagina dengan jari, dan/atau dalam bentuk spraying atau liquid. Praktik vaginal douching atau tindakan bilas vagina sering dilakukan oleh masyarakat umum maupun pekerja seks (PS) sebagai bagian dari personal hygiene perempuan15. Mucikari dan WPS yang menjadi informan dalam penelitian ini telah memahami definisi dari vaginal douching, namun untuk caravaginal douching yang mereka lakukan selama ini tidak tepat. Berbagai cara yang dilakukan informan diantaranya yaitu dengan hanya mencuci bagian luar vagina saja, sampai dengan mengorek-ngorek ke bagian dalam vagina menggunakan jari. Walaupun telah sesuai dengan teori yang ada menurut15 mengenai praktik vaginal douching yaitu memasukkan bahan/alat pembersih ke dalam vagina dengan jari, dan/atau dalam bentuk spraying atau liquid, namun melakukan vaginal douching ini tidak disarankan. Perempuan tidak usah melakukan douching untuk membersihkan vagina, karena ternyata douching dapat membuat pH di dalam vagina menjadi tidak seimbang apalagi kalau douching itu sering dilakukan. Ketidak seimbangan pH akan menyebabkan bakteri14 JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 bakteri komensal menjadi mati sehingga vagina dapat terserang bakteri dari luar. Sebuah penelitian mengenai hubungan praktik vaginal douching dengan Lower Genital Tract Symptoms, dan ketidak teraturan menstruasi pada wanita muda di Nigeria oleh Ekpenyong16 menyatakan bahwa 79.8% wanita muda yang melakuakn praktik vaginal douching mengalami kegatalan di daeran vagina dan ketidakteraturan menstruasi. Sebuah penelitian lain dari Shaaban17 mengenai praktik vaginal douching dengan bahaya kesehatan reproduksi pada wanita di Mesir, menyatakan bahwa secara statistik vaginal douching dapat meningkatkan bahaya kesehatan reproduksi. Bahan –bahan yang informan gunakan untuk melakukan vaginal douching juga tidak sesuai teori yang ada. Mucikari dan WPS yang menjadiinforman menggunakan bahanbahan berupa sabun antiseptic/sabun sirih, bahkan ada pula yang menggunakan pasta gigi dalam praktik vaginal douching. Penelitian lain mengenai vagianl douching pada pekerja seks di KwazuluNatal, Afrika Selatan yang dilakukan oleh Morar18 menyatakan bahwa pekerja seks di daerah tersebut juga melakukan hal serupa yaitu menggunakan bahan-bahan tradisional dan cairan antiseptic dalam upaya vaginal douching yang dilakukan. Keseimbangan pH di dalam vagina sangat sensitif, ada baiknya membiarkan vagina membersihkan dirinya sendiri dengan membasuh bagian luar vagina menggunakan air hangat dan sabun yang tidak mengandung pewangi. Produk-produk seperti sabun sehat perempuan, bedak, bahkan parfum tidak selalu baik untuk membersihkan vagina, bahkan justru dapat membahayakan. Penelitian di Amerika membuktikan bahwa seorang perempuan yang secara rutin melakukan douching lebih besar kemungkinannya terkena masalah kesehatan daripada perempuan yang tidak secara rutin melakukannya. Masalah kesehatan ini termasuk iritasi pada vagina, infeksi (yang biasa disebut Bacterial Vaginosis atau BV). Infeksi rongga panggul yang disebut di atas dikenal dengan nama Pelvic Inflammatory Disease (PID). PID sendiri adalah infeksi pada bagian dalam organ reproduksi perempuan, yang disebabkan oleh bakteri yang dapat menjalar dari vagina dan leher rahim hingga dapat mencapai rahim dan ovarium. Jika tidak dilakukan pemeriksaan, PID dapat menyebabkan ketidaksuburan (sehingga tidak dapat hamil). Baik BV maupun PID dapat menjurus ke masalah yang lebih serius selama kehamilan, seperti infeksi pada bayi dan keguguran19. Pentingnya peran petugas kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat khususnya wanita pekerja seks komersial mengenai vaginal douching dapat meningkatkan pengetahuan mereka mengenai bahayanya melakukan vaginal douching yang tidak sesuai anjuran, yaitu hanya membilas bagian luar vagina dengan air hangat saja. Hal ini sejalan dengan penelitian mengenai praktik vaginal douching di turki oleh Arslanta20 menyatakan bahwa praktik vaginal douching pada wanita di turki banyak dipengaruhi dari ibu mereka yang mengajarkan tentang praktik vaginal douching. Berdasarkan penelitian ini maka disarankan juga bagi para petugas kesehatan agar dapat memberikan pendidikan kesehatan untuk dapat membenarkan praktik vaginal douching yang selama ini telah salah diajarkan ibu mereka. KESIMPULAN Praktik negosiasi penggunaan kondom pada WPS di lokalisasi Suka Damai Loa Hui Samarinda sudah baik.Tetapi untuk praktik vaginal douching yang mereka lakukan selama ini tidak tepat yaitu dengan cara menyiram vagina dari luar hingga kedalam, mengorek liang vagina dengan menggunakan jari tangan dan menggunakan sabun dan alat yang dimasukkan ke dalam vagina dengan tujuan mengeluarkan semua kotoran dalam vagina. SARAN Mata rantai penularan infeksi menular seksual oleh wanita pekerja seks tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat diperkecil peranannya.Oleh karena itu diharapkan bagi wanita pekerja seks agar tetap terus konsisten dalam praktik negosiasi penggunaan kondom dengan pelanggan agar dapat mencegah penularan infeksi menular seksual.Mucikari dan WPS yang sebaiknya tidak melakukan praktikvaginal douching, terutama menggunakan bahan-bahan dan alat yang tidak disarankan.Cukup membasuh organ 15 JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 kewanitaan bagian luar dengan air hangat.Petugas kesehatan diharapkan memberikan pendidikan kesehatan berupa cara melakukan bilas vagina yang tepat dan tidak membahayakan khususnya bagi organ kewanitaan. /pdfs/frontiers/FR_FinalReports/DR_Suc cessfulCondomUse.pdf. Green, Lawrence, Kreuter, Marshal W. (1991). Health promotion planning, an educational and environmental approac. Mountain View. Mayfield Publishing Company, 2nd Edition. DAFTAR PUSTAKA Anonym. (2003). “Kita perlutTahu douching”,(Online)http://www.isekolah. org, diakses 15 Oktober 2015). Kartono, Kartini., (2011). Patologi Sosial. Jilid 1, Jakarta : Rajawali Pers. Anonim. (2007). “Vaginal douching praktik hygiene perorangan pada perempuan”,(Online)http://www.kesrepr o.info, diakses 20 Oktober 2015). Morar, Ramjee, Gouws & Wilkinson. (2003). Vaginal Douching and vaginal substance use among ses workers in KwazuluNatal, South Africa. Jurnal Of Science 99. University of Pretaria Arsiantas, Karabagli & Koc. (2010). Vaginal douching practice in Eskisehir in Turkey. Journal of Public Health and Epidemiology Vol. 2(9), pp. 245-250, December 2010 Available online at http://www.academicjournals.org/jphe Barliantari, Luciana., (2007). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Penggunaan Kondom Di Kalangan Pasangan Tetap WPS (Gendak) Studi Kelompok Dampingan Yayasan Perkumpulan Bandungwangi Dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia DKI Jakarta Kotamadya Jakarta Timur, tesis, FISIP-UI. hal 7-8 Cahyo, Suharjo B., (2008). Gaya Hidup Dan Penyakit Modern, Yogyakarta : Kanisius Ekpenyong, Davies. (2013). Associations between Vaginal Douching Practice and Lower Genital Tract Symptoms and Menstrual Disorders among Young Women: A Search for Risk Modulating Factors. Advances in Sexual Medicine, 2013, 3, 7684http://dx.doi.org/10.4236/asm.2013.34 012Published Online October 2013 (http://www.scirp.org/journal/asm). Garcia G. Sandra S. D. & Goldman Lisa M. (2002). Understanding successful condom use in the Dominican Republic. Diakses 21 Oktober 2014. Available from:http://www.popcouncil.net/uploads Murtiastutik, Dwi., (2008). Buku ajar infeksi menular seksual. Surabaya : Airlangga University Press. Notoatmodjo, Soekidjo., (2010). Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni, Jakarta : Rineka Cipta. Pakpahan, Triono., (2008). Posisi Tawar PSK Dalam Pemakaian Kondom Sebagai Upaya Pencegahan HIV/AIDS Studi Antropologi Di Warung Bebek, Desa Firdaus Kecamatan Sei Rempah, tesis, FISIP-USU. Peraturan Daerah provinsi Kalimantan Timur No. 5 Tahun 2007 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual. Rojanapithayakorn W. (2006). The 100% condom use programme in Asia. Reproductive health matters, 14, 41-52. Setyoadi & Triyanto E. (2012). Strategi Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita AIDS. Jakarta. Graha Ilmu. Shaaban, Youssef, Khodry & Mostafa. (2013). Vaginal douching by women with vulvovaginitis and relation to reproductive health hazards. Shaaban et al. BMC Women's Health 2013, 13:23 http://www.biomedcentral.com/14726874/13/23 16 JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 Silalahi, Roselly Evianty. (2008). Pengaruh Faktor Predisposisi Pendukung Dan Komersial Dalam Menggunakan Kondom Untuk Pencegahan HIV/AIDS Di Lokalisasi Teleju Kota Pekanbaru, tesis, Sekolah Pascasarjana-USU, hal 7182. Penguat Terhadap Tindakan Pekerja Seks Tana, Susilawati., (2004). Infeksi Menular Seksual, Terkendalikah ?. Cet. Pertama, Yogyakarta : Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada. Widodo, Edi., (2009) Praktik WPS Dalam Pencegahan Penyakit Infeksi Menular Seksual Dan HIV/AIDS Di Lokalisasi Koplak Kabupaten Grobokan, Jurnal promosi kesehatan Indonesia Vol.4/No.2/Agustus 2009, hal 95-96 17 JURNAL ILMU KESEHATAN VOL. 3 NO. 2 DESEMBER 2015 18