hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang perawatan

advertisement
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT
TENTANG PERAWATAN DOWER CATHETER DENGAN
PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL
PADA PASIEN STROKE DI RSUD DR SOEHADI
PRIJONEGORO SRAGEN
Skripsi
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
Agnes Triwijaya Kusumawati
NIM. ST 14002
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT
TENTANG KUALITAS PERAWATAN DOWER CATHETER DENGAN
PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL SALURAN KEMIH
PADA PASIEN STROKE DI RUANG INAP RSUD DR SOEHADI
PRIJONEGORO SRAGEN
Oleh:
Agnes Triwijaya Kusumawati
NIM. ST 14002
Telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal 09 Februari 2016 dan
dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjan Keperawatan
Pembimbing Utama,
Pembimbing Pendamping,
Atiek Murhayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Galih Priambodo, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK. 200680023
NIK. 2015587142
Penguji,
Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep
NIK. 201279102
Surakarta, 09 Februari 2016
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan,
Atiek Murhayati, S.Kep.,Ns., M.Kep
NIK. 200680023
ii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: Agnes Tri Wijaya Kusumawati
NIM
: ST 14002
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKES Kusuma Husada
Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku diperguruan tinggi ini.
Surakarta, Januari 2016
Yang membuat pernyataan,
Agnes Tri Wijaya Kusumawati
NIM ST 14002
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas
perawatan dower catheter dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial
saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro
Sragen”.
Hasil penelitian ini
disusun dalam rangka memenuhi syarat
memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi S1 Keperawatan
Stikes Kusuma Husada Surakarta. Proses penyusunan skripsi ini, peneliti
banyak menghadapi berbagai macam kesulitan dan hambatan. Namun berkat
bantuan dari beberapa pihak, hal tersebut akhirnya dapat teratasi. Untuk itu
pada kesempatan ini perkenankanlah peneliti mengucapkan banyak terima
kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep selaku Ketua STIKES Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti
dan menyelesaikan pendidikan Program Studi S1 Keperawatan .
2. Ns. Atiek Murhayati, M.Kep selaku Kaprodi S1 Keperawatan STIKES
Kusuma Husada Surakarta dan juga selaku dosen pembimbing utama yang
telah memberikan kesempatan, bimbingan dan arahan untuk mengikuti
pendidikan Program Studi S1 Keperawatan.
iv
3. Ns.Galih Priambodo, M.Kep selaku dosen pembimbing pendamping yang telah
banyak memberikan bimbingan, dukungan, motivasi dan pengalaman.
4. RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang telah memberikan ijin kepada
peneliti sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar.
5. Segenap responden penelitian di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang
telah bersedia menjadi responden penelitian sehingga penelitian dapat selesai
dengan cukup lancar
6. Orang tua dan Suami tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungannya
kepada peneliti sehingga proposal skripsi ini dapat selesai.
7. Teman-teman dari Prodi S1 Transfer STIKes Kusuma Husada Angkatan 2014
yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi kepada peneliti.
8. Untuk semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tugas ini
peneliti ucapkan banyak terima kasih atas doa dan dukungannya.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada kami mendapat
pahala dan balasan dari Allah SWT.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak
sekali kekurangan, maka dari itu peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik
untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini akan
bermanfaat bagi peneliti pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta, Januari 2016
Peneliti
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .........................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................
ii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN ............................................
iii
KATA PENGANTAR .......................................................................
iv
DAFTAR ISI .....................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .............................................................................
iii
DAFTAR BAGAN ............................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................
x
ABSTRAK ........................................................................................
xi
ABSTRACT ......................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................
5
1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori ............................................................................
8
2.2 Keaslian Penelitian .....................................................................
51
2.3 Kerangka Teori ...........................................................................
53
2.4 Kerangka Konsep .......................................................................
54
2.5 Hipotesa .....................................................................................
55
vi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................
56
3.2 Populasi dan Sampel ...................................................................
56
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................
57
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ...............
57
3.5 Alat penelitian dan Cara Mengumpulkan Data ...........................
58
3.6 Teknik pengolahan dan Analisa Data ..........................................
59
3.7 Etika Penelitian ............................................................................
65
BAB IV HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden ...................................................................
67
Uji Univariat .....................................................................................
69
Uji Bivariat ........................................................................................
71
BAB V PEMBAHASAN
Karakteristik Responden ...................................................................
73
Uji Univariat .....................................................................................
77
Uji Bivariat ........................................................................................
81
BAB VI PENUTUP
Simpulan ............................................................................................
87
Saran ..................................................................................................
89
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Prosedur Pelaksanaan Perawatan DC ................................
34
Tabel 2.2 Keaslian Penelitian ............................................................
51
Tabel 3.1 Variabel,Definisi Operasional, dan skala pengukuran ......
56
Tabel 4.1 Data distribusi frekuensi responden berdasarkan umur ....
67
Tabel 4.2 Data distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin .........
68
Tabel 4.3 Data distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan
68
Tabel 4.4 Data distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja .............
69
Tabel 4.5 Data distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ..................
69
Tabel 4.6 Data distribusi frekuensi sikap ..........................................
70
Tabel 4.7 Data distribusi frekuensi perilaku .....................................
70
Tabel 4.8 Hubungan pengetahuan dengan perilaku .........................
71
Tabel 4.9 Hubungan sikap dengan perilaku ......................................
72
viii
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori ..........................................
53
Bagan 2.2 Kerangka Konsep.......................................
54
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Jadwal Penelitian
Lampiran 2.
Kuesioner Hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang
kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi
nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD
Dr Soehadi Prijonegoro Sragen
Lampiran 3.
Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 4.
Surat Pernyataan/ Persetujuan (Informed Consent)
Lampiran 5.
Pengajuan Ijin Pendahuluan studi (F.04)
Lampiran 6.
Pernyataan Pengajuan Judul Skripsi (F.02)
Lampiran 7.
Lembar Konsultasi Dosen Pembimbing
Lampiran 8.
Surat Ijin Pendahuluan Penelitian
Lampiran 9
Surat ijin Uji Validitas & Reliabilitas
Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 11 Lampiran Data Statistik SPSS
x
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Agnes Triwijaya Kusumawati
Hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan dower
catheter dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada
pasien stroke di ruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen
Abstrak
Penyakit Stroke memerlukan perawatan yang cukup serius, salah satunya
pemasangan DC.Tindakan ini perlu perawatan rutin dan perlu pengetahuan dan
sikap yang baik sehingga akan berpengaruh pada perilaku pencegahan ISK.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap
perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi
nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro Sragen.
Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional. Sampel berjumlah 50 orang perawat diruang inap penyakit syaraf. Uji
analisa data yang dipakai adalah uji Chi Square. Instrument penelitian
menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan variabel pengetahuan ditemukan nilai x²
hitung > x² tabel (7,890 > 3,841) dan nilai p= 0,005, maka H0 ditolak yang artinya
ada hubungan pengetahuan perawat tentang kualitas perawatan DC terhadap
perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih. Sedangkan variabel sikap
ditemukan nilai x² hitung > x² tabel (4,608 > 3,841) dan nilai p= 0,032 sehingga
H0 ditolak. Yang artinya ada hubungan sikap perawat tentang kualitas perawatan
DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih.
Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan pengetahuan dan
sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi
nosokomial saluran kemih pada pasien Stroke diruang inap RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro Sragen.
Kata kunci: pengetahuan, sikap, perilaku, perawatan DC, infeksi nosokomial
saluran kemih stroke
Daftar pustaka: 24 (2000-2015)
xi
BACHELOR OF NURSING PROGRAM
SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
Agnes Triwijaya Kusumawati
The Relationship between Nurses’ Knowledge and Attitude on the Quality of
Dower Catheter Treatment and Preventive Behavior for Nosocomial Urinary
Tract Infections (UTI) of Patients with Stroke in Inpatient Wards at dr.
Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen
Abstract
Stroke is a disease requiring serious treatments, one of which is the
placement of Dower Catheter (DC). This medical therapy needs regular treatment
and good knowledge and attitude which influence the prevention of Urinary Tract
Infections (UTI). This research aims at investigating the relationship between
nurses’ knowledge and attitude on the quality of Dower Catheter treatment and
preventive behavior for nosocomial urinary tract infections of patients with stroke
in inpatient wards at dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen.
This is a descriptive quantitative research with cross sectional approach. The
reseach samples comprising 50 nurses in neurology inpatient wards. Chi Square
test was applied for data analysis. Questionnaires were used as the research
instrumenst.
The results demonstrate that the knowledge variable is characterized with
the value of x² count > x² table (7.890 > 3.841) and p-value = 0.005, and therefore,
H0 is rejected, meaning that there is a relationship between nurses’ knowledge on
the quality of Dower Catheter treatment and preventive behavior for nosocomial
urinary tract infections. Meanwhile, the result on attitude variable shows x² count
> x² table (4.608 > 3.841) and p-value = 0.032; and hence, H0 is rejected. This
indicates that there is a relationship between nurses’ attitude on the quality of
Dower Catheter treatment and preventive behavior for nosocomial urinary tract
infections.
It can be concluded that there is a relationship between nurses’ knowledge
and attitude on the quality of Dower Catheter treatment and preventive behavior
for nosocomial urinary tract infections of patients with stroke in inpatient wards at
dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen.
Keywords
: knowledge, attitude, behavior, DC treatment, nosocomial urinary
tract infection, stroke
Bibliography : 24 (2000-2015)
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius
didalam beberapa tahun terakhir ini. Perawatan dan penyembuhan penyakit
ini membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga menyebabkan timbulnya
berbagai masalah seperti beban keluarga dan dapat menyebabkan kecacatan
jangka panjang atau bahkan kematian pada penderita dengan penyakit stroke
(Fatmawati, 2010 ).
Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang
diseluruh dunia menderita stroke dengan jumlah kematian sebanyak lima juta
orang dan lima juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen.
Penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi penyebab
utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu penyebab
terbanyak di dunia (Xu, et al, 2010). Prevalensi kejadian stroke di Amerika
diperkirakan sekitar dua juta penderita pasca stroke di tahun 2008. Insiden
stroke di India diperkirakan sekitar 203 pasien per 100.000 penduduk, dan di
China insiden stroke sekitar 219 per 100.000 penduduk. Di Indonesia stroke
merupakan pembunuh nomor tiga. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 pada usia 45-54 tahun angka kematian akibat stroke
sebesar 15,9% (di daerah perkotaan) dan 11,5% (di daerah pedesaan) (Sjahrir,
2009). Jumlah total penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 persen atau 250
1
2
ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat
(Menkes RI, 2009).
Kasus stroke di rumah sakit sebagian besar membutuhkan perawatan
yang cukup lama. Kelemahan atau kelumpuhan juga seringkali masih dialami
pasien sewaktu keluar dari rumah sakit. Keluarga perlu mempertimbangkan
tingkat kemandirian atau tingkat ketergantungan pasien terhadap orang lain
dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS) Mulyatsih (2008).
Aktivitas kehidupan sehari-hari / ADL (activity daily living) adalah fungsi
dan aktivitas individu yang normalnya dilakukan tanpa bantuan orang lain
(Wallace dalam Triswandari, 2008). Penelitian Haqhqoo et al, (2013)
menemukan
sekitar
65,5%
penderita
stroke
ketergantungan
dan
membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS).
Penderita stroke biasa memerlukan pemasangan alat bantu BAK yang
biasa di kenal dengan selang kencing (dower catheter). Pemasangan DC
bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi pasien, disamping itu juga
memudahkan perawat / dokter untuk memantau output cairan penderita.
Terdapat sisi keuntungan dan kegunaan pemasangan DC, tetapi ada segi
resikonya juga yaitu resiko terjadinya infeksi nosokomial khususnya di
saluran kemih. Resiko infeksi nosokomial ini terjadi dikarenakan kurangnya
perhatian dan perawatan dari perawat dalam memasang DC. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Afsah (2008) di RS PKU Muhammadiyah
3
Yogyakarta didapatkan angka kejadian ISK pada pasien yang dipasang
kateter urin sebanyak 20 % dari 30 pasien.
Indikator perawatan DC yang berkualitas adalah berdasarkan
pengetahuan dan sikap perawat terhadap standar operasional prosedur (SOP)
rumah sakit tentang perawatan DC. Penelitian yang dilakukan oleh Widya
Sepalanita (2012) dengan judul pengaruh perawatan kateter urin indwelling
model AACN (American association of critical care nurses) terhadap
bakteriuria di RSU Raden Mattaher Jambi yang menunjukkan hasil uji
bivariat menunjukkan bahwa perawatan kateter urin indwelling model AACN
signifikan menurunkan bakteriuria dibandingkan kelompok kontrol.
Tingkat pengetahuan dan pemahaman masing masing perawat berbeda
beda, begitu pula dengan sikap dan perilaku perawat yang tidak sama menjadi
salah satu faktor penyebab kualitas perawatan DC. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Tri Kesuma Dewi, 2009
tentang Tingkat pengetahuan
perawat tentang perawatan kateter urin di RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat tentang SOP perawatan
DC secara keseluruhan dalam kriteria baik 20% dan dalam kriteria cukup
sebanyak 80%. Penelitian oleh Kasmad, 2007 tentang hubungan antara
kualitas perawatan kateter dengan kejadian infeksi nosokomial saluran
kemih” menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara kualitas perawatan
kateter dengan kejadian infeksi nosokomial saluran kemih.
Hasil studi pendahuluan di RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen
yaitu didapatkan jumlah pasien stroke di RSUD Dr Soehadi Prijonegoro
4
Sragen dari bulan Januari sampai bulan April 2015 berjumlah 180 pasien.
Berdasarkan data dari Tim PPI RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen, rata
rata pasien stroke tersebut terpasang DC yaitu sekitar 65% dari total penderita
stroke yang dirawat di rumah sakit tersebut. Hasil wawancara dari 10 orang
perawat di rumah sakit tersebut, enam orang perawat tersebut mengatakan
tidak pernah melakukan perawatan DC pada pasien yang terpasang DC dan
empat orang perawat mengatakan rutin melakukan perawatan DC meskipun
belum begitu menguasai bagaimana SOP perawatan DC yang benar. Di ruang
syaraf kelas tiga sebagian besar perawat yang jaga mengatakan tidak paham
bagaimana SOP perawatan DC yang benar dan tidak pernah melakukan
perawatan DC tersebut. Angka kejadian INOS di RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro Sragen menurut Tim PPI sebanyak 0,6 %. Kejadian INOS yang
sering terjadi adalah decubitus dan plebitis. Sedangkan untuk kasus
pemasangan DC belum menjadi perhatian oleh Tim PPI dirumah sakit
tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul hubungan pengetahuan dan sikap
perawat tentang kualitas perawatan dower catheter dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang
Inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
1.2 Rumusan masalah
Kasus stroke memerlukan beberapa perawatan yang berkelanjutan
sebagai contoh adalah pemasangan alat bantu BAK yaitu pemasangan DC.
5
Tindakan ini membutuhkan perawatan yang tepat agar terhindar dari infeksi
khususnya pada saluran kemih. Bagi perawat yang merawat pasien tersebut
jelas membutuhkan pengetahuan dan sikap yang baik tentang tindakan
tersebut sehingga diharapkan perilaku mereka pun dapat mengurangi resiko
terjadinya inos pada saluran kemih.
Berdasarkan ringkasan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang: Bagaimanakah hubungan antara pengetahuan
dan sikap perawat tentang kualitas perawatan dower catheter dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang
inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen ?.
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat tentang
kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial
saluran pada pasien stroke kemih di ruang inap RSUD Dr Soehadi
Prijonegoro Sragen.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:
a. Mengidentifikasi karakteristik demografi perawat di ruang inap RSUD
Dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
b. Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang kualitas perawatan DC.
c. Mengidentifikasi sikap perawat tentang kualitas perawatan DC.
6
d. Mengidentifikasi
perilaku
perawat
tentang
pencegahan
infeksi
nosokomial saluran kemih.
e. Mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan perawat tentang kualitas
perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran
kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro
Sragen.
f. Mengidentifikasi hubungan antara sikap perawat tentang kualitas
perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran
kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro
Sragen.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi rumah sakit / masyarakat.
a. Bagi rumah sakit
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar dalam pembuatan SOP
perawatan DC yang benar dan berkualitas dan dapat merubah pola perilaku
perawat / tenaga medis lain dalam mengurangi kejadian infeksi nosokomial
saluran kemih.
b. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi kejadian infeksi nosokomial
saluran kemih pada masyarakat.
1.4.2 Bagi penelitian lain.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber acuan dalam pembuatan
penelitian lain berikutnya.
7
1.4.3 Bagi institusi pendidikan.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah materi tentang pembuatan SOP
perawatan DC dan juga menambah referensi tentang infeksi nosokomial
saluran kemih.
1.4.4 Bagi peneliti.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengalaman dan wawasan serta
menambah pengetahuan bagi peneliti dalam membuat sebuah penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan teori
2.1.1 Pengetahuan
2.1.1.1 Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
diperoleh dari usaha seseorang mencari tahu terlebih dahulu terhadap
rangsangan berupa objek dari luar melalui proses sensori dan interaksi
antara
dirinya
dengan
lingkungan
sosial
sehingga
memperoleh
pengetahuan baru tentang suatu objek (Notoadmodjo, 2010).
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang
sekedar menjawab pertanyaan “what”. Pengetahuan merupakan hasil dari
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behaviour) (Notoadmodjo, 2010).
Menurut Bloom & Skinner pengetahuan adalah kemampuan
seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam
bentuk bukti jawaban baik lisan dan tulisan, bukti atau tulisan tersebut
merupakan reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan
maupun tulisan (Notoadmodjo, 2010).
8
9
2.1.1.2 Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang cukup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan yaitu ( Bloom, 1956 dalam Notoadmodjo, 2010):
1.
Tahu (know)
Tahu artinya sebagai kemampuan mengingat materi yang telah
dipelajari sebelumnya, yang termasuk pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang diterima. Tahu
merupakan tingkatan pengetahuan yang pakling rendah, kata kerja
untuk
mengukurnya
antara
lain:
menyebutkan,
menguraikan,
mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.
2.
Memahami (comprehension)
Memahami berarti kemampuan menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui serta dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya.
3.
Aplikasi (application)
Aplikasi merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan materi
yng telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya pada
kenyataannya.
10
4.
Analisa (analysis)
Aplikasi dituntut untuk bisa menganalisa suatu hubungan atau situasi.
a) Sintesa (synthesis)
Sintesa menunjukan pada kemampuan untuk menjelaskan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam satu bentuk keseluruhan
yang baru.
b) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian ini
berdasarkan
suatu
kriteria
yang
ditentukan
seendiri
atau
menggunakan kriteri-kriteria yang telah ada.
2.1.1.3 Sumber-sumber pengetahuan
Sumber-sumber pengetahuan antara lain (Salam, 2003):
1. Empirisme
Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dengan jalan observasi
atau dengan penginderaan.
2. Rasionalisme
Pengetahuan diperoleh dari pikiran manusia, sehingga mampu
mengetahui kebenaran.
3. Intuisionisme
Secara etiomologi istilah intuisi berarti langsung melihat. Intuisi dapat
dipergunakan sehingga kita mengetahui diri kita, karakter, perasaan,
dan motif orang lain serta kita mengetahui, mengalami hakekat
11
sebenarnya tentang aktu, gerak dan aspek yang mendasar dalam jagad
raya.
4. Wahyu Allah
Pengetahuan disampaikan oleh Allah S.W.T kepada manusia lewat
para nabi yang diutusnya.
2.1.1.4 Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan adalah suatu keadaan yang merupakan hasil dari
suatu sistem pendidikan yang akanmendapatkan pengalaman dimana suatu
saat akan memberikan pengetahuan dan kemampuan tertentu. Pengetahuan
dalam masyarakat dipengaruhi beberapa faktor antara lain (Notoadmodjo,
2010).
1. Umur
Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini.
Umur merupakan periode terhadap pola-pola kehidupan yang baru.
Semakin bertambah umur pengetahuan semakin meningkat, semakin
tua (umur) pengetahuan akan mengalami degenerasi.
2. Tempat tinggal
Tempat tinggal adalah tempat menetap responden sehari-hari.
Pengetahuan seseorang akan lebih baik jika berada diperkotaan dari
pada di pedesaan karena diperkotaan perkembangan teknologi sangat
maju sehingga mudah dan luas kesempatan untuk mendapatkan
informasi.
12
3. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang
sedang ekonomi dikaitkan dengan pendidikan. Ekonomi baik, tingkat
pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi pula.
4. Kultur (budaya dan agama)
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang.
Karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak
dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.
5. Pendididkan
Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal
baru dan mudah menyesuaikan diri dengan hal yang baru tersebut.
6. Pengalaman
Pengalaman disini dikaitkan dengan umur dan pendidikan individu,
maksudnya adalah pendidikan yang semakin tinggi maka pengalaman
akan semakin luas, sedangkan semakin tua umur seseorang, maka
pengalaman semakin banyak.
7. Sumber informasi
Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi
tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh
informasi maka ia akan cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih
luas. Pengetahuan dapat diukur dengan menggunakan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari
subjek peneliti atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
13
kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas
(Notoadmodjo, 2010).
2.1.2 Sikap
2.1.2.1 Pengertian sikap
Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),
pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) terhadap suatu
aspek dilingkungan sekitarnya (Secord & Backman dalam Saifuddin
Azwar, 2012).
Sikap adalah kesiapan atau kecendrungan seseorang untuk
bertindak berkenaan dengan objek tertentu (Harlen dalam Djali, 2006).
Definisi-definisi sikap yang telah dijelaskan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan sikap merupakan keadaan
sikap, bertingkah laku, atau respon yang diberikan atas apa yang terjadi,
serta bereaksi dengan cara tertentu yang dipengaruhi oleh keadaan
emosional terhadap objek, baik berupa orang, lembaga atau persoalan
tertentu yang didalamnya terdapat tiga komponen, yaitu komponen
kognitif, komponen afektif, serta komponen tingkah laku. Sikap juga dapat
mempengaruhi
keadaan
seseorang
untuk
memilih
sesuatu
yang
dianggapnya benar, disaat ia dihadapkan di pilihan yang benar dan salah,
karena sikap merupakan keadaan emosional seseorang.
14
2.1.2.2 Unsur-unsur sikap
Sikap mengandung unsur-unsur, yaitu:
1. Adanya objek: tanpa adanya objek sikap tidak akan terbentuk.
2. Bentuk sikap berupa pandangan, perasaan, kecenderungan untuk
bertindak (respon terhadap objek).
3. Tanpa adanya individu suatu sikap tidak akan terjadi walau adanya
objek, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan uraian di atas, unsur yang terdapat dalam sikap ini
merupakan hal yang mempengaruhi sikap itu sendiri. Karena unsur
merupakan hal terpenting dalam pembentuk sikap, baik itu sikap positif
atau negatif.
2.1.2.3 Struktur sikap
Menurut Saifuddin Azwar (2012) struktur sikap terdiri dari tiga komponen
yang saling menunjang yaitu :
1. Komponen Kognitif
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
2. Komponen Afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang
terhadap suatu objek sikap.
15
3. Komponen perilaku/konatif
Komponen perilaku atau konatif dalam struktur sikap menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam
diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
Sikap yang dimiliki seseorang adalah suatu jalinan atau suatu
kesatuan dari berbagai komponen yang bersifat evaluasi. Langkah
pertama adalah keyakinan, pengetahuan, dan pengamatan. Kedua,
perasaan atau feeling. Ketiga, kecenderungan individu untuk
melakukan atau bertindak. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan
yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ketiganya
merupakan suatu sistem yang menetap pada diri individu yang dapat
menjelmakan suatu penilaian positif atau negatif. Penilaian tersebut
disertai dengan perasaan tertentu yang mengarah pada kecenderungan
yang setuju (pro) dan tidak setuju (kontra).
Ketiga komponen sikap ini saling terkait erat pada kognisi atau
perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap tertentu, maka dapat
diketahui pula kecenderungan perilakunya. Kenyataannya tidak selalu
suatu sikap tertentu berakhir dengan perilaku yang sesuai dengan
sikap. Ketiga komponen dari sikap menyangkut kecenderungan
berperilaku. Pada mulanya secara sederhana diasumsikan bahwa sikap
seseorang menentukan perilakunya. Tetapi, lambat laun disadari
banyak kejadian dimana perilaku tidak didasarkan pada sikap.
16
2.1.2.4 Bentuk sikap
Selanjutnya sikap dapat dibedakan atas bentuknya dalam sikap positif dan
sikap negatif (Azwar, 2012), yaitu:
1.
Sikap positif
Merupakan perwujudan nyata dari intensitas perasaan yang
memperhatikan hal-hal yang positif. Suasana jiwa yang lebih
mengutamakan kegiatan kreatif daripada kegiatan yang menjemukan,
kegembiraan daripada kesedihan, harapan daripada keputusasaan.
Sesuatu yang indah dan membawa seseorang untuk selalu dikenang,
dihargai, dihormati oleh orang lain. Sikap yang positif dinyatakan oleh
seseorang tidak hanya dengan mengekspresikannya hanya melalui
wajah, tetapi juga dapat melalui bagaimana cara ia berbicara, berjumpa
dengan orang lain, dan cara menghadapi masalah.
2. Sikap negatif
Sikap negatif harus dihindari, karena hal ini mengarahkan
seseorang pada kesulitan diri dan kegagalan. Sikap ini tercermin pada
muka yang muram, sedih, suara parau, penampilan diri yang tidak
bersahabat. Sesuatu yang menunjukkan ketidakramahan, ketidak
mentenangkan, dan tidak memiliki kepercayaan diri.
2.1.2.5 Ciri-ciri sikap
Sikap merupakan keadaan sikap, bertingkah laku, atau respon yang
diberikan atas apa yang terjadi, serta bereaksi dengan cara tertentu yang
dipengaruhi oleh keadaan emosional terhadap objek, baik berupa orang,
17
lembaga atau persoalan tertentu. Perbedaan antara attitude, motif
kebiasaan dan lain-lain, faktor psikis yang turut menyusun pribadi orang,
maka telah dirumuskan lima buah sifat khas dari pada attitude. (W. A.
Gerungan, 2009).
Adapun ciri-ciri sikap itu adalah:
1. Attitude ini bukan dibawa orang sejak lahir melainkan dibentuk atau
dipelajari sepanjang perkembangan orang lain dalam hubungan dengan
objeknya.
2. Attitude itu dapat berubah-ubah.
3. Attitude itu tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung
relasi tertentu terhadap objek.
4. Objek attitude kumpulan dari hal-hal tertentu.
5. Attitude tidak mempunyai segi-segi motivasi dan segi perasaan, sifat
inilah yang membedakan attitude dari pada kecakapan-kecakapan atau
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
2.1.2.6 Fungsi sikap
Menurut Katz dalam Zaim Elmubarok (2008) ada empat fungsi sikap
yaitu:
1) Fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat yang menunjukkan bahwa
individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal
yang
diinginkannya
dan
menghindari
hal-hal
yang
tidak
diinginkannya, maka individu akan membentuk sikap positif terhadap
18
hal-hal
yang
dirasakan
akan
mendatangkan
keuntungan
dan
membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang merugikannya.
2) Fungsi pertahanan ego yang menunjukkan keinginan individu untuk
menghindarkan diri serta melindungi dari hal-hal yang mengancam
egonya atau apabila ia mengetahui fakta yang tidak mengenakkan,
maka sikap dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang
akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut.
3) Fungsi pernyataan nilai, menunjukkan keinginan individu untuk
memperoleh kepuasan dalam menyatakan sesuatu nilai yang dianutnya
sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.
4) Fungsi
pengetahuan,
menunjukkan
keinginan
individu
untuk
mengekspresikan rasa ingin tahunya, mencari pebalaran dan untuk
mengorganisasikan pengalamannya.
Sikap memiliki fungsi penting dalam hidup. Bagi individu agar
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di tempat tinggalnya. Agar
sesuai dengan tata cara kebiasaan setempat serta dapat merubah sikap
individu untuk terus berubah ke kebaikan.
Menurut Walgito (2010) terdapat empat fungsi sikap, antara lain:
a. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri.
Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang
mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Sikap
berfungsi sebagai alat pengukur pengalaman-pengalaman.
b. Sikap berfungsi sebagai pengatur tingkah laku.
19
c. Sikap berfungsi sebagai alat pengukur pengalaman-pengalaman.
Manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar
sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya pengalaman
yang berasal dari dunia luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia,
tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak
perlu dilayani.
d. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering
mencerminkan pribadi seseorang, karena sikap tidak pernah terpisah
dari pribadi yang mendukungnya.
Berdasarkan pendapat di atas, fungsi sikap merupakan alat yang
digunakan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan sikap
merupakan hasil dari cerminan sikap seseorang, baik itu baik ataupun
buruk, serta merupakan alat pengatur tingkah laku dan perekam
pengalaman-pengalaman yang terjadi di dalam diri pribadi seseorang.
2.1.2.7 Perubahan sikap
Menurut Davidoff dalam Zaim Elmubarok (2008) Sikap dapat
berubah dan berkembang karena hasil dari proses belajar, proses
sosialisasi, arus informasi, pengaruh kebudayaan dan adanya pengalamanpengalaman baru yang dialami oleh individu. Menurut Sarlito W. Sarwono
(2009), sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat cara yaitu :
1) Adopsi
Adopsi yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi
berulang-ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap
20
diserap kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu
sikap.
2) Diferensiasi
Berkembangnya intelegensi dan bertambahnya pengalaman, sejalan
dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang sebelumnya
dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya.
Terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.
3) Integrasi
Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan
berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu
sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut.
4) Trauma
Trauma adalah pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba dan
menegangkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang
yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis juga
menyebabkan perubahan sikap.
Menurut Kelman dalam Azwar S (2012) ada tiga proses yang berperan
dalam proses perubahan sikap yaitu :
1. Kesediaan (compliance)
Terjadinya proses yang disebut kesediaan adalah ketika individu
bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau kelompok lain
dikarenakan ia berharap untuk memperoleh reaksi positif, seperti
pujian, dukungan, simpati, dan semacamnya sambil menghindari hal-
21
hal yang dianggap negatif. Perubahan perilaku yang terjadi dengan
cara seperti itu tidak akan dapat bertahan lama dan biasanya hanya
tampak selama pihaklain diperkirakan masih menyadari akan
perubahan sikap yang ditunjukkan.
2. Identifikasi (identification)
Proses identifikasi terjadi apabila individu meniru perilaku atau sikap
seseorang atau sikap sekelompok orang dikarenakan sikap tersebut
sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan
menyenangkan antara lain dengan pihak yang dimaksud. Pada
dasarnya proses identifikasi merupakan sarana atau cara untuk
memelihara hubungan yang diinginkan dengan orang atau kelompok
lain dan cara menopang pengertiannya sendiri mengenai hubungan
tersebut.
3. Internalisasi (internalization)
Internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia
menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa
yang ia percaya dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya. Isi dan
hakekat sikap yang diterima itu sendiri dianggap memuaskan oleh
individu. Sikap demikian itulah yang biasanya merupakan sikap yang
dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk berubah
selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang bersangkutan
masih bertahan.
22
2.1.2.8 Jenis-jenis skala sikap
Menurut Arikunto (1993) ada beberapa bentuk skala yang dapat digunakan
untuk mengukur sikap, antara lain:
1) Skala Likert
Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima
respons yang menunjukkan tingkatan. Misalnya seperti yang telah
dikutip, yaitu:
SS = Sangat setuju
S = Setuju
TB = Tidak berpendapat
TS = Tidak setuju
STS = Sangat tidak setuju
2) Skala Jhon West
Skala ini penyederhana dari skala Likert yang mana disusun dalam
bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh tiga respons yang
menunjukkan tingkatan. Misalnya:
S = Setuju
R = Ragu-ragu
TS = Tidak setuju
3) Skala pilihan ganda
Skala ini bentuknya seperti soal pilihan ganda yaitu suatu pernyatan
yang diikuti oleh sejumlah alternative pendapat.
23
4) Skala Thurstone
Skala Thurstone merupakan skala mirip skala Likert karena merupakan
suatu instrumen yang jawabannya menunjukkan tingkatan.
5) Skala Guttman
Skala ini dengan yang disusun oleh Bergadus, yaitu berupa tiga atau
empat buah pernyataan yang masing-masing harus dijawab “ya” atau
“tidak”. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang
berurutan sehingga bila respoden setuju pernyataan nomor 2,
diasumsikan setuju nomor 1. Selanjutnya jika responden setuju dengan
nomor 3, berarti setuju pernyataan nomor 1 dan 2.
6) Semantic Differential
Instrumen yang disusun oleh Osgood dan kawan-kawan ini mengukur
konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi-dimensi yang ada diukur
dalam tiga kategori. Baik-tidak baik, kuat-lemah, cepat-lambat dan
aktif–pasif, atau dapat juga berguna–tidak berguna.
2.1.3 Perawat
2.1.3.1 Pengertian perawat
Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti
merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah
seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung
jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada
berbagai jenjang pelayanan keperawatan.
24
Wardhono (1998) mendefinisikan perawat adalah orang yang telah
menyelesaikan
pendidikan
professional
keperawatan,
dan
diberi
kewenangan untuk melaksanakan peran serta fungsinya.
Perawat adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi yang
didefinisikan sebagai fungsi profesional keperawatan. Fungsi profesional
yaitu membantu mengenali dan menemukan kebutuhan pasien yang
bersifat segera. Itu merupakan tanggung jawab perawat untuk mengetahui
kebutuhan pasien dan membantu memenuhinya. Dalam teorinya tentang
disiplin proses keperawatan mengandung elemen dasar, yaitu perilaku
pasien, reaksi perawat dan tindakan perawatan yang dirancang untuk
kebaikan pasien (Suwignyo, 2007)
2.1.4 Perilaku
2.1.4.1 Pengertian
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan
atau lingkungan (Depdiknas, 2005). Perilaku juga diartikan sebagai suatu
kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan
(Notoatmodjo, 2007). Pengertian lain tentang perilaku adalah suatu
kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004).
Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar), oleh karena perilaku itu terjadi melalui proses adanya stimulus
25
terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons. Respons
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Respondent respons atau reflexive, yaitu respons yang timbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Misalnya cahaya terang
menyebabkan mata tertutup. Respons ini mencakup perilaku emosional,
misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih.
b. Operant respons atau instrumental respons, yaitu respons yang timbul
dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang
tertentu. Misalnya apabila petugas kesehatan melaksanakan tugasnya
dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya, maka
petugas kesehatan tersebut akan lebih baik dalam melaksanakan
tugasnya.
2.1.4.2 Ciri-ciri perilaku
Ciri-ciri perilaku antara lain (Notoadmodjo, 2003):
1. Kepekaan sosial
Kepekaan sosial merupakan kemampuan manusia untuk dapat
menyesuaikan perilaku sesuai pandangan dan harapan orang lain.
Manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan
bekerja sama dengan orang lain.
2. Kelangsungan perilaku
Kelangsungan perilaku merupakan antara perilaku yang satu ada
kaitannya dengan perilaku yang lain, perilaku sekarang adalah
kelanjutan perilaku yang baru lalu, dan seterusnya. Secara sigkat,
26
perilaku perilaku manusia terjadi secara berkesinambungan bukan
serta merta.
3. Orientasi tugas
Orientasi tugas meupakan setiap perilaku selalu memiliki orientasi
pada tugas tertentu.
4. Usaha dan perjuangan
Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan
sendiri serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak
ingin diperjuangkan.
2.1.4.3 Jenis perilaku
Jenis perilaku dibagi menjadi dua, antara lain (Notoadmodjo, 2003):
1. Perilaku tertutup (cover behaviour)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (cover). Respon atau reaksi stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati
atau dilihat orang lain.
27
2.1.4.4 Determinan perilaku
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk
dibatasi karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik
internal maupun eksternal (lingkungan). Secara lebih terinci perilaku
manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan,
seperti pengetahuan keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap
dan sebagainya. Namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau
dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila
ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau
dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor
pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio-budaya masyarakat dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
2.1.4.5 Faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan (1980)
menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok,
yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non
behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau
terbentuk dari 3 faktor yaitu:
a. Faktor
predisposisi
(predisposing
factors),
yang
mencakup
pengetahuan, sikap, kepercayaan, norma sosial dan unsur lain yang
terdapat pada diri individu atau masyarakat.
b. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup umur, status
sosial ekonomi, pendidikan dan lingkungan fisik,
28
c. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor yang menguatkan
perubahan perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh sikap suami,
orang tua, tokoh masyarakat dan petugas kesehatan (Notoatmodjo,
2003).
2.1.4.6 Domain perilaku
Perilaku manusia dibagi menjadi tiga domain ( Bloom, 1990 dikutip oleh
Notoadmodjo, 1997):
1. Cognitive domain (ranah kognitif)
Cognitif domain dapat diukur dari knowledge (pengetahuan).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu terjadi melalui proses sensori
khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
terbuka (overt behaviour). Perilaku yang didasari pengetahuan
umumnya bersifat langsung (Sunaryo,2004).
2. Affective domain diukur dari attitude( sikap)
Sikap merupakan suatu bentuk reaksi atau reaksi perasaan (Azwar,
2007). Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intensitas yaitu terdiri
dari: menerima, menanggapi, menghargai, nbertanggung jawab
(Notoadmodjo, 2005). Sikap juga dapat dibentuk melalui pengalaman
pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh
kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama, dan
pengaruh faktor emosional.
29
3. Psychomotor domain atau practice atau ketrampilan
Merupakan suatu sikap belum belum otomatis terwujud dalam suatui
tindakan (overt behaviour). Ketrampilan atau tindakan ini dapat
dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya adalah sebagai
berikut:
a) Praktik terpimpin
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sessuatu tetapi
masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan.
b) Praktik secara mekanis
Apabila
subjek
atau
seseorang
telah
melakukan
atau
mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktis
atau tindakan mekanis.
c) Adopsi
Suatu tindakan atau praktis yang sudah berkembang. Artinya apa
yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi
sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang
berkualitas.
2.1.5 Kualitas perawatan dower catheter
2.1.5.1 Pengertian Dower Catheter
K a teter
u nt u k
(dower
catheter )
adala h
me m asu k k a n
m e n g el uar k a n
caira n.
K a teter
pi pa
ata u
terutama
terbuat dari bahan karet atau plastik, metal, woven silk dan silicon.
30
Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya kateter melalui urethra
(saluran kemih) ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air seni
atau urine. Kateterisasi urine adalah tindakan memasukan selanng kateter
kedalam
kandung
d e n ga n
kemih
tuju a n
( B r u n n er
&
melal u i
salu r a n
ke m i h
m e n ge luar k a n
urin
S u d d a rt, 2 0 0 0 ).
2 . 1 . 5 . 2 P e n g e r t i a n p e r a w a t a n dower catheter
P era w ata n
kateter ( D C ) a dala h suatu
tin da ka n
keperaw a t a n
m e m e li hara
kateter
a ntise pti k
untu k
u j u n g
uretra
b a gia n
luar
k e p ate na n
2. 1.5.3 T u j u a n
1.
den ga n
m e m b e rsi h k a n
da n
serta
dala m
sela n g
kateter
m e m p e rta ha n k a n
p osisi kateter.
peraw a ta n
M e n ja ga
kateter
k e b ersiha n
sal u r a n
k e n ci n g
2.
M e m p e rta h a n k a n
ke pate na n
( fixasi )
k ateter
3.
M e n c e ga h terja di n ya in fe ksi
4.
M e n g e n d alik a n in fe ksi
2. 1.5.4 K u a litas pera w ata n
kateter ( D C )
31
Kualitas perawatan kateter didasarkan pada pemberian perawatan
kateter yang dilakukan Kualitas perawatan kateter merupakan tingkat
pemberian pelayanan keperawatan berupa perawatan kateter sesuai
standar operasional perawatan kateter dengan mengacu pada standar
pelayanan profesi keperawatan. Perawatan kateter pada pasien-pasien
terpasang kateter dower mutlak dilakukan untuk meminimalkan
dampak yang tidak diinginkan berupa terjadinya infeksi nosokomial
saluran kemih.
2.1.5.5 Jenis tindakan perawatan kateter / DC (Brunner & Suddart, 2000):
1. Tindakan mencuci tangan mutlak harus dilakukan ketika beralih dari
pasien yang satu dengan yang lainnya saat memberikan perawatan dan
saat sebelum serta sesudah menangani setiap bagian dari kateter atau
sistem drainase untuk mengurangi penularan infeksi.
2. Perawatan perineum harus sering dilakukan yaitu mencuci daerh
perineum dengan sabun dan air dua kali sehari atau sesuai kebutuhan
kliendan setelah defekasi. Sabun dan air efektif mengurangi jumlah
mikroorganisme sehingga dapat mencegah kontaminasi terhadap
uretra.
3. Kateter urin harus dicuci dengan sabun dan air paling sedikit dua kali
sehari, gerakan yang membuat kateter bergeser maju mundur harus
dihindari untuk mencegah iritasi pada kandung kemih ataupun
orifisium internal uretra yang dapat menimbulkan jalur masuknya
kuman kedalam kandung kemih.
32
4. Cegah pengumpulan urin dalam selang dengan menghindari berlipat
atau tertekuknya selang, terbentang di atas tempat tidur. Hindarkan
memposisikan klien diatas selang. Monitoradanya bekuan darah atau
sedimen yang dapat menyumbat selang penampung. Urin didalam
kantong drainase merupakan tempat yang sangat baik untuk
pertumbuhan bakteri.
5. Cegah refluks urin kedalam kandung kemih dengan mempertahankan
kantung drainase lebih rendah dari pada ketinggian kandung kemih
klien.
6. Kantung penampung tidak boleh menyentuh lantai. Kantung dan
selang drainase harus segera diganti jika terjadi kontaminasi, aliran rin
tersumbat atau tempat persambungan selang dengan kateter mulai
bocor hal ini untuk mencegah berkembangnya bakteri.
7. Kantong urin harus dikosongkan sekurang-kurangnya setiap delapan
jam melalui katup (klem) drainase.
8. Mengosongkan kantung penampung kedalam takaran urin untuk klien
tersebut, takaran harus dibersihkan dengan teratur agar tidak terjadi
kontaminasi pada sistem drainase.
9. Jangan melepaskan sambungan selang kateter, kecuali bila akan dibilas
untuk mencegh masuknya bakteri.
10. Kateter urin tidak boleh dilepas dari selang untuk mengambil sampel
urin, mengirigasi kateter, memindahkan atau mengubah posisi pasien
untuk mencegah kontaminasi bakteri dari luar.
33
11. Mengambil urin untuk pemeriksaan harus menggunakan teknik aseptik
yaitu ditusuk dengan jarum suntik, bagian yang akan ditusuk harus
dibesihkan dulu dengan alkohol atau bethadin.
12. Kateter tidak boleh terpasang lebih lama dari yang diperlukan.
2.1.5.6 Standar operasional prosedur (SOP) perawatan kateter (DC)
A. Alat dan bahan
a) Sarung tangan steril
b) Pengalas
c) Bengkok
d) Lidi waten steril
e) Kapas steril
f) Kassa steril
g) Antiseptic (bethadin)
h) Aquadest / air hangat
i) Korentang
j) Plester
k) Kapas alkohol
l) Pinset
m) Kantong sampah
B. Prosedur pelaksanaan (Brunner & Suddart, 2002).
Tabel 2.1 prosedur pelaksanaan perawatan DC
34
No
A.
1.
2.
3.
B.
1.
2.
3.
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
D.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Prosedur pelaksanaan
Tahap Pra Interaksi
Mengecek program terapi
Mencuci tangan
Menyiapkan alat
Tahap Orientasi
Beri salam & tanya nama
pasien
Jelaskan tujuan dan prosedur
Tanyakan kesiapan pasien
Tahap kerja
Pasang sampiran & jaga
privasi
Posisikan pasien pada pria :
supinasi, dan pada wanita:
dorsal recumbent
Pasang perlak & pengalas
Pakai sarung tangan
Bersihkan genetalia dengan
air hangat
Pastikan
posisi
kateter
terpasang dengan benar
Bersihkan ujung penis( pria)
atau ujung pemasangan
kateter.
Lepas sarung tangan dan
pengalas
Rapikan pasien
Tahap terminasi
Evaluasi tindakan
Rapikan
pasien
dan
lingkungan
Berpamitan dengan klien
Bereskan dan kembalikan
alat
Cuci tangan
Dokumentasi
2.1.6 Infeksi Nosokomial
2.1.6.1 Pengertian infeksi nosokomial
Evaluasi
Ttd
35
Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme
di dalam tubuh pejamu yang mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter,
2005; Linda Tietjen, 2004). Infeksi nosokomial dapat didefinisikan
sebagai infeksi yang didapatkan saat pasien dirawat dirumah sakit. Pasien
dikatakan mengalami infeksi nosokomial apabila memenuhi beberapa
kriteria atau batasan sebagai berikut : pada saat pasien mulai dirawat
dirumah sakit tidak didapatkan tandatanda klinik dari infeksi, pada saat
pasien mulai dirawat dirumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari
infeksi (Kozier, 2010).
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat seseorang dalam
waktu 3x24 jam sejak mereka masuk rumah sakit (Depkes RI, 2003).
Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam
fasilitas perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu tempat yang
paling
mungkin
mendapat
infeksi
karena
mengandung
populasi
mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten
terhadap antibiotik (Perry & Potter, 2005). Interaksi antara pejamu
(pasien,perawat, dokter, dan lain-lain), agen (mikroorganisme pathogen)
dan
lingkungan
(lingkungan
rumah
sakit,
prosedur
pengobatan)
menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak. Infeksi nosokomial
tidak hanya melibatkan pasien, tetapi juga orang lain yang kontak dengan
pasien, termasuk perawat dan petugas kesehatan serta lingkungan rumah
sakit (Kozier, 2010).
2.1.6.2 Kriteria infeksi nosokomial
36
Kriteria infeksi nosokomial (Depkes RI, 2003), antara lain:
1. Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak
sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
2. Infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3x24 jam (72 jam) sejak pasien
mulai dirawat.
3. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama
dari waktu inkubasi infeksi tersebut.
4. Infeksi terjadi pada neonatus yang diperoleh dari ibunya pada saat
persalinan atau selama dirawat di rumah sakit.
Tanda-tanda infeksi jika sudah ada dan terbukti infeksi tersebut
didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu
yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
Infeksi rumah sakit sering terjadi pada pasien berisiko tinggi yaitu pasien
dengan karakteristik usia tua, berbaring lama, menggunakan obat
imunosupresan dan/atau steroid, imunitas turun misal pada pasien yang
menderita luka bakar atau pasien yang mendapatkan tindakan invasif,
pemasangan infus yang lama, atau pemasangan kateter urin yang lama dan
infeksi nosokomial pada luka operasi (Depkes RI, 2001). Infeksi
nosokomial dapat mengenai setiap organ tubuh, tetapi yang paling banyak
adalah infeksi nafas bagian bawah, infeksi saluran kemih, infeksi luka
operasi, dan infeksi aliran darah primer atau phlebitis (Depkes RI, 2003).
2.1.6.3 Cara penularan infeksi nosokomial
Cara penularan infeksi nosokomial antara lain :
37
1.
Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi baik secara kontak langsung, kontak tidak
langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi
berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person
pada penularan infeksi hepatitis A virus secara fekal oral. Kontak tidak
langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara
(biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah
terkontaminasi oleh sumber infeksi, misalnya kontaminasi peralatan
medis oleh mikroorganisme (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010).
2. Penularan melalui common vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh
kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu pejamu.
Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan
intra vena, obat-obatan, cairan antiseptik, dan sebagainya (Uliyah dkk,
2006; Yohanes, 2010).
3. Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang
sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang
cukup jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme
yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas akan membentuk debu
yang dapat menyebar jauh (Staphylococcus) dan tuberkulosis (Uliyah
dkk, 2006; Yohanes, 2010).
4. Penularan dengan perantara vektor
38
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Penularan
secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari
mikroorganime yang menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella
dan
salmonella
oleh
lalat.
Penularan
secara
internal
bila
mikroorganisme masuk kedalam tubuh vektor dan dapat terjadi
perubahan biologik, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak
mengalami perubahan biologik, misalnya Yersenia pestis pada ginjal
(flea) (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010).
5. Penularan melalui makanan dan minuman
Penyebaran mikroba patogen dapat melalui makanan atau minuman
yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut
menyertainya sehingga menimbulkan gejala baik ringan maupun berat
(Uliyah dkk, 2006).
2.1.6.4 Mata rantai infeksi
Ada enam mata rantai yang membentuk rantai infeksi yaitu :
1. Infectious agent, yaitu penyebab pertama dari infeksi. Mikroorganisme
dapat menyebabkan infeksi pada host virulensi kuman atau cenderung
meningkatkan proses terjadinya infeksi (Potter and Perry, 2007).
2. Reservoir (sumber mikroorganisme)
Contohnya manusia, hewan, tumbuhan tumbuhan, lingkungan umum
(Kozier, 2008).
3. Portal of exit, yaitu suatu media untuk mikroorganisme berpindah dari
39
reservoir ke host. Perpindahan ini tidak akan terjadi bila tidak terjadi
infeksi, misalnya kontak kulit dengan infeksi (Smith and Duell, 2008).
Cara penyebaran:
Setelah meninggalkan sumber mikroorganisme, mikroorganisme
membutuhkan cara penyebaran yang terdiri dari penyebaran langsung
contohnya melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas,
pengunjung, dan pasien lainnya atau dari darah saat transfusi darah,
penyebaran tidak langsung dapat berupa:
a) Penyebaran lewat perantara
Contohnya penularan mikroba pathogen melalui benda-benda mati
contohnya peralatan medis, penularan mikroba pathogen melalui
makanan dan minuman, penularan mikroba pathogen melalui air.
b) Penyebaran lewat vektor
Yaitu hewan atau serangga terbang yang bertindak sebagai media
transportasi agen infeksi dan penularan terjadi secara eksternal
melalui pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang
menempel pada tubuh vektor contohnya salmonella oleh lalat dan
penularan secara internal terjadi pada mikroorganisme masuk ke
dalam tubuh vektor sehingga dapat terjadi perubahan biologis,
contohnya parasit malaria dalam nyamuk (Tietjen, 2004),
c) Penyebaran lewat udara
Contohnya
droplet
atau
debu,
penularan
terjadi
apabila
mikroorganisme mempunyai ukuran sangat kecil dan dapat
40
mengenai penderita dalam jarak yang jauh dan melalui pernafasan,
contohnya staphylococcus dan tuberculosis (Kozier, 2010).
4. Portal of entry , yaitu barier yang efektif terhadap transmisi
mikroorganisme. Sebelum menginfeksi individu, mikroorganisme
harus masuk ke tubuh individu, kulit adalah barier terhadap agen
infeksi tetapi apabila ada kerusakan pada kulit maka mudah menjadi
pintu masuk mikroorganisme (Potter and Perry, 2007).
5. Inang yang rentan yaitu individu yang berisiko mengalami infeksi,
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerentanan individu terhadap
infeksi, contohnya usia (individu yang sangat muda dan individu yang
sangat tua), klien yang menerima pengobatan kanker yang menekan
sistem imun (Kozier, 2010). Transmisi mikroorganisme di rumah sakit
dapat terjadi sebagai berikut: contact, droplet, airborne, common
vehicles, dan vector borne (Potter and Perry, 2007).
2.1.6.5 Contoh mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial
Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial (WHO, 2002):
1.
Conventional pathogens
Menyebabkan penyakit pada orang sehat, karena tidak adanya
kekebalan
terhadap
kuman
tersebut:
Staphylococcus
aureus,
streptococcus, salmonella, shigella, virus influenza, virus hepatitis.
2. Conditional pathogens
41
Penyebab penyakit pada orang dengan penurunan daya tahan tubuh
terhadap kuman langsung masuk dalam jaringan tubuh yang tidak
steril: pseudomonas, proteus, klebsiella, serratia, dan enterobacter.
3. Opportunistic pathogens
Menyebabkan penyakit menyeluruh pada penderita dengan daya tahan
tubuh sangat menurun: mycobacteria, nocardia, pneumocytis.
2.1.6.6 Jenis jenis infeksi nosokomial
Jenis jenis infeksi nosokomial diantaranya (Muhlis, 2006):
1. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih adalah merupakan infeksi nosokomial yang
paling sering,sekitar 40% dari kejadian infeksi nosokomial. 80% nya
adalah infeksi dari penggunaan kateter urin, dimana bakteri yang
sering menyerang adalah E. Colli.
2. Infeksi pada saluran operasi
Infeksi pada saluran operasi sekitar 25-30 % infeksi nosokomial tetap
berperan sekitar 57 % hari perawatan tambahan dirumah sakit dan 42
% biaya tambahan.
3. Bakterimia
Infeksi ini hanya sekitar 5% dari ineksi nosokomial yang terjadi, tetapi
angka kematiannya sangat tinggi terutama disebabkan oleh bakteri
staphylococus dan candida.
4. Infeksi saluran nafas bagian bawah atau Pneumonia
42
Pneumonia menyebabkan sekitar 15% sampai dengan 20% infeksi
nosokomial tetapi menyebabkan 24% hari-hari tambahan dirawat
dirumah sakit dan 39% biaya tambahan.
2.1.6.7 Jenis pencegahan infeksi nosokomial
a. Pengertian Pencegahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah
proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu
tidak terjadi. Dengan demikian, pencegahan merupakan tindakan.
Pencegahan identik dengan perilaku.
b. Jenis-jenis pencegahan infeksi nosokomial sebagai berikut :
1. Penerapan standar precaution
meliputi : Mencuci tangan, Menggunakan alat pelindung diri,
contohnya sarung tangan, masker wajah, baju pelindung dan pelindung
mata
2. Kewaspadaan isolasi,
3. Pembersih, desinfeksi dan sterilisasi,
4. Antiseptik dan aseptik
2.1.7
Pasien
2.1.7.1 Pengertian pasien.
Istilah pasien berasal dari kata kerja bahasa latin yang artinya “
menderita”, secara tradisional telah digunakan untuk menggambarkan
orang yang menerima perawatan. Konotasi yang melekat pada kata itu
adalah ketergantungan. Karena alasan inilah banyak perawat memilih kata
43
pasien, yang berasal dari kata kerja bahasa latin yang artinya “bersandar”
dan berkonotasi bekerja sama dan independen.
Figur sentral dalam pelayanan perawatan kesehatan adalah pasien.
Pasien yang datang ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
dengan masalah kesehatan juga datang sebagai individu, anggota keluarga
atau anggota dari komunitas. Tergantung pada masalahnya, keadaan yang
berhubungan, dan pengalaman masa lalu, kebutuhan pasien akan beragam.
2.1.8
Stroke
2.1.8.1 Pengertian stroke
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang
terjadi secara tiba-tiba dan cepat, dsebabkan karena gangguan perdarahan
otak (Tobing, 2002). Stroke atau cerebro vascular accident (CVA) adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentiny suplay darah ke
bagian otak (Brunner & Suddart, 2002).
WHO dalam Jenny (2005) mendefinisikan bahwa stroke adalah
gejala-gejala defisit fungsi susunan syaraf yang diakibatkan oleh penyakit
pembuluh darah otak dan bukan oleh lain dari itu. Stroke dbagi menjadi
dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Stroke
iskemik
yaitu
tersumbatnya
pembuluh
darah
yang
menyebabkan aliran darah keotak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80
% kejadian stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik dibagi menjadi
tiga jenis, yaitu ( Tobing,2002):
44
1. Stroke trombotic diakibatkan proses terbentuknya trombus yang
membuat penggumpalan.
2. Stroke embolic diakibatkan tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan
darah.
3. Hipoperfusion sistemic diakibatkan berkurangnya aliran darah
keseluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak, hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi
penderita hipertensi. Stroke hemoragik dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a) Intracerebral hemoragic yaitu disebabkan oleh perdarahan yang terjadi
didalam jaringan otak.
b) Subarachnoid hemoragic disebabkan perdarahan yang terjadi pada
ruang sub arachnoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak). (Tobing, 2002).
2.1.8.2 Tanda dan gejala stroke
Berdasarkan letak lokasi nya ditubuh, tanda dan gejala stroke diantaranya
(Tobing, 2002):
1. Bagian sistem syaraf pusat: kelemahan otot (hemiplegia), kaku,
menurunnya fungsi sensorik.
2. Batang otak, dimana terdapat 12 syaraf kranial: menurunnya
kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau
keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan
dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
45
3. Cerebral
cortex:
afasia,
daya
ingat
menurun,
hemineglect,
kebingungan.
Tanda dan gejala tersebut apabila hilang dalam waktu 24 jam, maka
dinyatakan sebagai TIA (transient ischemic attact) dimana merupakan
serangan kecil atau serangan awal stroke.
2.1.8.3 Letak kelumpuhan akibat stroke (Harsono, 2003):
a) Kelumpuhan sebelah kiri (hemiparesis sinistra)
Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak menyebabkan kelemahan
tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelemahan sebelah kiri sering
memperlihatkan ketidakmampuan visuo motor (ketidakmampuan
tangan dan jari-jari serta koordinasi mata-tangan untuk memanipulasi
lingkungan), kehilangan mmori visual dan mengabaikan sisi kiri.
Penderita memberikan perhatian hanya kepada sesuatu yang berada
dalam lapang pandang yang dapat dilihat.
b) Kelumpuhan sebelah kanan (hemiparesis dextra)
kerusakan pada sisi sebelah kiri otak menyebabkan kelemahan atau
kelumpuhan tubuh sebelah kanan. Penderita ini biasanya mempunyai
kekurangan dalam kemampuan komunikasi verbal. Pesepsi dan
memori visuomotor masih sangat baik, sehingga dalam melatih
perilaku tertentu harus dengan cermat diperhatikan tahap demi tahap
secara visual. Body language (bahasa tubuh) lebih banyak kita
gunakan dalam berkomunikasi.
46
c) Kelumpuhan kedua sisi (paraparese).
Adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada
dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan diikuti satu sisi
lainnya. Timbul gangguan pseudobulber (biasanya hanya pada
vaskuler) dengan tanda-tanda hemiplegic dopleks, sukar menelan,
sukar berbicara, dan juga menyebabkan kedua kaki sulit untuk
digerakkan dan mengalami hiperaduksi.
2.1.8.4 Faktor penyebab stroke
Faktor penyebab stroke ada dua macam (Tobing, 2002) yaitu:
1. Faktor yang tidak dapat dikontrol.
a) Usia
Setiap manusia akan
bertambah umurnya,
dengan demikian
kemungkinan terjadinya stroke semakin besar. Resiko terjadinya
stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali pada tahun
berikutnya.
b) Jenis kelamin
Pria memiliki kecenderungan lebih besar terkena serangan stroke
dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1 (Noer, 2000).
c) Faktor keturunan
Seseorang yang mempunyai riwayat stroke dalam keluarganya,
menjadi seseorang yang beresiko tinggi terkena serangan stroke.
2. Faktor yang dapat dikontrol.
a) Hipertensi
47
Faktor ini merupakan faktor utama terjadinya stroke iskemik dan
perdarahan, yaitu sering disebut the silent killer, karena hipertensi
meningkatkan terjadinya stroke sebanyak 4-6 kali. Makin tinggi
tekanan darah kemungkinan stroke semakin besar karena terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan
terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak (Eric, 2004).
b) Diabetes Mellitus
Gula darah yang tinggi dapat menimbulkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Pria yang
mendeita diabetes mellitus, cenderung berada pada posisi yang
beresiko tinggi akan terkena serangan stroke dari pada yang tidak
menderita diabetes mellitus, sekalipun penyakit mereka dibawah
pengawasan. Orang yang menderita diabetes mellitus, resiko untuk
terkena stroke 1,5 – 3 kali lipat lebih besar (Wolf, 2007).
c) Penyakit jantung
Hubungan kausal antar beberapa jenis penyakit jantung dan stroke
telah dapat dibuktikan. Gagal jantung kongestif dan penyakit jantung
koroner bisa menyebabkan terjadinya stroke. Dua pertiga orang yang
mengidap penyakit jantung kemungkinan akan terkena serangan
stroke (Sheldon, 2005).
d) Merokok
48
Merokok meningkatkan terjadinya stroke hampir dua kali lipat.
Adapun perokok pasif beresiko terkena stroke 1-2 kali lipat
(Martini,dkk, 2006).
e) Obesitas
Berat badan yang terlalu berlebihan menyebabkan adanya tambahan
beban ekstra pada jantung dan pembuluh-pembuluh darah, hal ini akan
semakin meningkatkan terkena stroke (Hakim, 2004).
f) Alkohol
Konsumsi alkohol dapat mengganggu metabolisme tubuh, sehingga
terjadi diabetes mellitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan
darah, dapat merusak sel-sel darah tepi, saraf otak dan lain lain.
Peminum berat alkohol dapat mengakibatkan resiko terkena stroke 1-3
kali lebih besar.
g) Hiperkolesterolemik
Kolesterol yang tinggi akan membentuk plak didalam pembuluh darah
dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun diotak.
2.1.8.5 Akibat stroke
Penurunan parsial total gerakan lengan dan tungkai, 90%
bermasalah dalam berfikir dan mengingat, 70% menderita depresi, 30%
menderita kesulitan berbicara , menelan, dan juga dalam membedakan
49
kanan dan kiri. Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok lansia, namun
kini cenderung menyerang generasi muda yang masih produktif. Stroke
juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan, namun juga
dialami warga pedesaan yang hidup dengan serba keterbatasan
(Waluyo, 2009).
2.1.8.6 Pasca stroke
Setelah stroke, sel otak mati dan hematom akan diserap kembali secara
bertahap. Proses alami ini selesai dalam waktu tiga bulan, 1/3 orang yang
selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang
dapat menyebabkan kematian atau cacat. Hanya 10-15 % penderita stroke
bisa kembali hidup normal seperti sebelumnya, sisanya mengalami cacat,
sehingga banyak penderita stroke menderita stres akibat kecacatan yang
ditimbulkan setelah diserang stroke (Jenny, 2005).
2.1.8.7 Upaya pencegahan stroke
Ada beberapa hal yang dapatr dilakukan untuk mencegah stroke (Jenny,
2005):
1. Pencegahan primordial
Adalah upaya yang dimaksudkan untuk memberikan kondisi pada
masyarakat yang memungkinkan penyakit stroke tidak meningkat
dengan adanya dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup, dan faktor
resiko lainnya, misalnya kebersihan lingkungan yaitu terbebas dari
50
polusi seperti asap rokok yang dapat menimbulkan penyemnpitan
pembuluh darah.
2. Pencegahan primer
Tujuannya adalah untuk mencegah timbulnya faktor resiko stroke bagi
individu yang belum atau mempunyai faktor resiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke.
3. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita
stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronik.
4. Pencegahan tersier
Pencegahan dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi. Rehabilitasi
merupakan pencegahan tersier yang bertujuan untuk menjaga atau
meningkatkan kemampuan fisik, ekonomi, dan kemampuan untuk
bekerja seoptimal mungkin (Harsono, 2003).
51
2.2 Keaslian Penelitian
Tabel 2.2 Tabel keaslian penelitian
No
Nama peneliti
1. Tri Kesuma
Dewi (2009)
Judul penelitian
Metode
penelitian
Tingkat
Penelitian
pengetahuan
adalah non
perawat
tentang eksperimental
perawatan kateter dengan
urin di RS PKU pendekatan
Muhamadiyah
cross sectional,
Yogyakarta
teknik
sampelnya
adalah
purposive
sampling.
Teknik analisa
data adalah
dengan
deskriptive
kuantitatif.
Hasil penelitian
Hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa
tingkat
pengetahuan
perawat
tentang
SOP
perawatan
kateter
dalam
kriteria baik 15%
dan kriteria cukup
85%, pengetahuan
perawat
tentang
tujuan perawatan
kateter
menunjukkan
kriteria cukup 22%
dan kriteria kurang
sebanyak 77,5%,
dan pengetahuan
perawat
tentang
akibat pemasangan
kateter dan tanda
ISK menunjukkan
kriteria baik 50%
dan kriteria cukup
50%.
Secara
keseluruhan
pengetahuan
perawat
tentang
perawatan dalam
52
kriteria baik 20%
dan dalam kriteria
cukup
sebanyak
80%.
2. Kasmad (2007)
Hubungan
antara
kualitas perawatan
kateter
dengan
kejadian
infeksi
nosokomial saluran
kemih.
Metode
penelitian
ini
dengan
observasi
dan
menggunakan
instrumen
penelitian
berupa lembar
observasi.
3. Sukardjo, dkk
Hubungan
pengetahuan
dan
sikap
perawat
tentang
kontrol
infeksi nosokomial
di RS Islam Sultan
Agung Semarang
Merupakan
penelitian
kuantitatif,
rancangan cross
sectional.
Pengumpulan
data dengan
kuesioner dan
angket
observasi.
Pengambilan
sampel dengan
menggunakan
teknik
proportional
stratified
random
sampling.data
yang diperoleh
diolah dengan
menggunakan
SPSS
menggunakan
uji regresi
berganda.
Hasil
penelitian
menunjukkan
Uji
statistik
menggunakan uji chi
square dan hasilnya
nilai t hitung (7,081)
> dari nilai t table
(5,99) dan nilai p
value (0,029) < 0,05
yang menunjukkan
adanya
hubungan
antara
kualitas
perawatan
kateter
dengan
kejadian
infeksi nosokomial
saluran kemih.
Hasil penelitian ini
menunjukkan tidak
ada hubungan antara
pengetahuan perawat
tentang
kontrol
infeksi
terhadap
pencegahan infeksi
nosokomial di RS
Islam Sultan Agung
Semarang (p < 0,05,
dimana p = 0,308).
Ada
hubungan
antara sikap perawat
tentang
kontrol
infeksi
terhadap
pencegahan infeksi
nosokomial di RS
Islam Sultan Agung
Semarang (p < 0,05,
dimana p = 0,019).
Berdasarkan tiga penelitian terdahulu yang ditampilkan diatas, terdapat
perbedaan antara penelitian diatas dengan penelitian ini. Dalam penelitian
sebelumnya belum meneliti hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang
53
kualitas perawatan DC terhadap perilaku pencegahan infeksi nosokomial
saluran kemih. Untuk itu peneliti mencoba ingin meneliti topik ini untuk
diangkat menjadi sebuah penelitian yang terbaru.
2.3 Kerangka teori
Predisposing
factors:
· Pengetahuan
· Sikap
· Kepercayaan
· Norma
· dll
·
·
·
·
Enabling
factors:
Umur
Pendidikan
Status sosial
ekonomi
dll
Kualitas perawatan DC
Alat ukur: SOP perawatan DC
Perilaku pencegahan infeksi
nosokomial saluran kemih
Reinforcing
factors:
· Sikap teman
· Petugas
kesehatan
· Tokoh
masyarakat
· dll
54
Keterangan:
: diteliti
: tidak diteliti
Bagan 2.1 kerangka teori
Sumber: Notoadmodjo ( 2010), Syaifudin azwar (2012), Brunner &
Suddart (2000), Kozier (2010), Lawrence Green (1989) dalam Notoatmodjo
(2003)
2.4 Kerangka
konsep
Sikap
Pengetahuan
tentang
kualitas
kualitas
perawatan
perawatan
Perilaku
DC
DC
pencegahan
infeksi
nosokomial
saluran kemih
Bagan 2.2 Kerangka konsep
55
2.5 Hipotesa
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha: ada hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas
perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih
pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen
Ho: tidak ada hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat tentag kualitas
perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih
pada pasien stroke diruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan rancangan penelitian
Desain ataupun rancangan penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan
untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi kesulitan yang
dapat terjadi selama proses penelitian (Burn & Grove 1991 dalam
Notoadmodjo, 2005).
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional dengan
menekankan waktu pengukuran dan observasi data antara variabel dependen
dan independen serta dilakukan satu kali pada satu saat (point time approach)
secara simultan (Nursalam, 2008).
3.2 Populasi dan sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono,
56
57
2009). Populasi dari penelitian ini adalah perawat di ruang inap di RSUD
Dr Soehadi Prijonegoro Sragen berjumlah 94 orang.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah 50
orang perawat PNS yaitu ruang sakura 9 orang, ruang wijaya kusuma 12
orang, ruang teratai 8 orang, ruang ICU 10 orang dan ruang tulip 11 orang.
Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode
pengambilan sampel total sampling, dimana semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2015).
3.3 Tempat dan waktu penelitian
Tempat penelitian ini adalah di ruang rawat inap dengan kasus penyakit syaraf
yaitu ruang sakura, ruang teratai, ruang wijaya kusuma, ruang tulip dan ruang
ICU di RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen pada bulan Desember 2015
sampai bulan Januari 2016.
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
Tabel 3.1 variabel, definisi operasional dan skala pengukuran
Variabel
Definisi
operasional
Cara
ukur
Alat ukur
Perilaku
pencegahan
inos saluran
kemih
Kegiatan atau
aktivitas
organisme
/
individu yang
bersangkutan
yaitu
dalam
pencegahan
inos
saluran
kemih.
Sesuatu yang
diketahui
Dengan
checklist
Kuesioner
Nominal
yang terdiri
dari 18 butir
pertanyaan
dengan
jawaban ya
dan tidak.
Baik: ya ≥
9
Buruk: ya
<9
Dengan
checklist
Kuesioner
pertanyaan
Tinggi
benar
Pengetahuan
perawat
Skala
ukur
Ordinal
Skor
:
≥
58
tentang
kualitas
perawatan
DC
setelah orang
melakukan
penginderaan
terhadap
kualitas
perawatan DC.
Sikap
perawat
tetang
kualitas
perawatan
DC
Kesiapan atau Dengan
kecenderungan checklist
seseorang
(perawat) untuk
bertindak
tentang kualitas
perawatan DC.
yang terdiri
dari
17
pertanyaan
dengan
jawaban
benar dan
salah.
Kuesioner
Nominal
yang terdiri
dari
17
pertanyaan
dengan
jawaban
setuju dan
tidak setuju.
8,5
Rendah :
benar
<
8,5
Positif:
jawaban
setuju
≥
8,5
Negatif:
jawaban
setuju
<
8,5
3.5 Alat penelitian dan cara pengumpulan data.
3.5.1 Cara pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek
dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2008). Cara pengumpulan data pada penelitian ini
adalah dengan kuesioner tentang pengetahuan dan sikap tentang kualitas
perawatan kateter, serta kusioner tentang perilaku pencegahan infeksi
nosokomial yang bersifat tertutup artinya pertanyaan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga responden dibatasi dalam memberikan jawaban
atas beberapa alternatif jawaban atau satu jawaban saja. Kemudian
kuesioner yang telah dibuat didistribusikan kepada para responden atau
perawat ruang rawat inap penyakit syaraf di RSUD Dr Soehadi
Prijonegoro Sragen.
3.6 Teknik pengolahan dan analisa data
59
3.6.1 Teknik pengolahan data
a) Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekkan kelengkapan data
yang telah dikumpulkan. Data dikelompokkan berdasarkan variabel
dependen (perilaku) dan variabel independen ( pengetahuan dan sikap)
b) Coding
Memberikan kode pada data dengan merubah huruf menjadi angka.
Jawaban Ya diberi kode 1 dan Tidak diberi kode 0, jawaban Setuju
diberi kode 1 dan Tidak setuju diberi kode 0. Jawaban Benar diberi
kode 1 dan Salah diberi kode 0. Kriteria pengukuran adalah:
Pengetahuan:Tinggi : benar ≥ 8,5
Rendah : benar < 8,5
Sikap
Positif: jawaban setuju ≥ 8,5
Negatif: jawaban setuju < 8,5
Perilaku: Baik: ya ≥ 9
Buruk: ya < 9
c) Transfering
Memindahkan jawaban atau kode jawaban kedalam media tertentu.
Setelah jawaban diberi kode kode tertentu kemudian dipindahkan ke
dalam sebuah tabel agar lebih mudah untuk menghitungnya.
d) Tabulating
Merupakan kegiatan menyusun data dalam tabel. Data disusun dalam
sebuah tabel agar lebih mudah dalam menghitungnya.
60
e) Entry data
Entry data merupakan suatu proses memasukkan data kedalam
komputer untuk diolah dengan menggunakan SPSS. Sebelum data
diklasifikasikan,
data
dikelompokkan
terlebih
dahulu
guna
kepentingan penelitian ini, selanjutnya data ditabulasi sehingga
diperoleh frekuensi dari masing-masing kelompok pertanyaan dari
setiap alternatif jawaban yang tersedia. Setelah data dibuat tabel dalam
microsoft Excel, kemudian dipindahkan ke SPSS dan dihitung sesuai
dengan rumus.
3.6.2 Analisa data
Analisa hasil penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai
berikut:
a) Analisa univariat
Analisa yang dilakukan menganalisis tiap variabel dari hasil
penelitian. Analisa univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data
hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut
berubah menjadi informasi yang berguna, peringkasan tersebut dapat
berupa ukuran statistik, tabel, grafik. Analisa univariat dilakukan
masing-masing variabel yang diteliti (Notoadmodjo, 2005). Pada
analisa univariat ini sekaligus bertujuan untuk melihat jumlah
responden berdasarkan karakteristik demografi individunya yaitu
dilihat dari umur, jenis kelamin, lama bekerja dan jenis pendidikan.
Selain itu juga analisa univariat ini juga untuk melihat tingkat
61
pengetahuan, sikap tentang kualitas perawatan DC dan juga perilaku
dalam pencegahan inos saluran kemih.
b) Analisa bivariat
Setelah diketahui karakteristik masing masing variabel maka
dilakukan analisa lebih lanjut yaitu dengan analisa bivariat. Analisa
bivariat adalah dilakukan untuk menganalisa dua variabel yaitu
variabel bebas (pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas
perawatan DC) dengan variabel dependent yaitu perilaku pencegahan
inos saluran kemih. Penelitian ini menggunakan uji khai kuadrat (chi
square) dengan menggunakan CI 95% ,derajat kemaknaan 5%.
Nilai antara variabel bebas terikat dengan variabel terikat didapat
nilai p value < α (alpha), berarti ada hubungan yang bermakna antara
variabel bebas dengan variabel terikat. Sebaliknya bila nilai p value >
α (alpha), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kedua
variabel.
3.6.3 Uji validitas dan uji reliabilitas
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner. Menurut
Notoatmodjo (2005) kuesioner yaitu teknik pengumpulan data dengan
menyebar angket atau daftar pernyataan mengenai masalah yang
berhubungan dengan data yang diperlukan dan dibagikan kepada seluruh
responden. Agar instrumen dalam bentuk kuesioner tersebut keabsahan
dan keajegannya dapat dipertanggungjawabkan, maka perlu diuji validitas
62
dan reliabilitasnya. Uji validitas dan reliabilitas diolah menggunakan
program komputer.
1. Uji validitas
Validitas instrument adalah keadaan yang menggambarkan
instrument tersebut benar-benar mengukur apa yang ingin diukur
(Notoatmodjo, 2002). Uji validitas eksternal pada penelitian ini
menggunakan jumlah sampel sebanyak 30 orang (Sugiyono, 2010) dan
akan dilakukan di Ruang inap syaraf RSUD Kab. Sukoharjo, Jawa tengah
mengingat tipe karakteristik sampel dan populasinya hampir sama. Untuk
menguji validitas dapat dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi
product moment (Notoatmodjo, 2005) .
Rumus product moment adalah sebagai berikut:
rxy=
N ∑ XY-(∑X)(∑Y)
ξሼσܺ െ ሺσܺሻଶ ሽሼܰσܻ ଶ െ ሺσܻሻଶ ሽ
ଶ
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
∑xy = jumlah perkalian X dan Y
X
= nilai hasil uji coba hasil per item
Y
= total skor quesioner per responden
X²
= kuadrat dari X (X x X)
N
= jumlah responden
Kriteria
pengukuran
validitas
instrument
yaitu
dengan
membandingkan antara r hitung dengan r tabel. Pengukuran dinyatakan
valid apabila r hitung > r tabel, dan dikatakan tidak valid apabila r hitung
< r tabel, perbandingan r hitung dan r tabel pada taraf 5% (Sugiyono,
63
2005). Pada penelitian ini, instrument penelitian telah dilakukan uji
validitas di RSUD Sukoharjo dan hasilnya sebagai berikut:
a. Kuesioner tingkat pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dari
jumlah pertanyaan 20 soal sudah dilakukan uji validitas tehadap 30
respoden dengan kriteria: soal dikatakan valid bila r hitung > 0,361 dan
tidak valid bila r hitung < 0,361. (r tabel dari 30 responden 2-tailed =
0,361). Hasil uji validitas kuesioner tingkat pengetahuan adalah 17 soal
dinyatakan valid ( soal no: 1,2,3,4,5,6,8,9,10,12,13,14,15,16,17,18,20)
dan 3 soal tidak valid (soal no: 7,11,19).
b. Kuesioner sikap tentang kualitas perawatan DC dari jumlah pertanyaan
20 soal sudah dilakukan uji validitas tehadap 30 respoden dengan
kriteria: soal dikatakan valid bila r hitung > 0,361 dan tidak valid bila r
hitung < 0,361. Hasil uji validitas kuesioner sikap adalah 17 soal
dinyatakan valid (soal no: 1,2,3,4,5,6,7,9,10,11,13,15,16,17,18,19,20)
dan 3 soal dinyatakan tidak valid (soal no: 8,12,14).
c. Kuesioner perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih dari
jumlah pertanyaan 20 soal sudah dilakukan uji validitas tehadap 30
respoden dengan kriteria: soal dikatakan valid bila r hitung > 0,361 dan
tidak valid bila r hitung < 0,361. Hasil uji validitas kuesioner perilaku
adalah 18 soal dinyatakan valid (soal no: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,
12, 13, 14, 15, 17, 18, 19) dan 2 soal dinyatakan tidak valid ( soal no:
16, 20).
64
2. Uji reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan hal ini berarti
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap
asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama dengan menggunakan
rumus Alpha Cronbach dalam Sugiyono (2002).
Rumus Alfa Cronbach sebagai berikut:
r11 = k
{ 1 - ∑ St2 }
k–1
St 2
Dimana:
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑ St2 = jumlah varians butir
St2 = varians total
Maka pertanyaan yang valid tadi diuji kembali dengan uji
reliabilitas. Kriteria keputusan reliabel tidaknya kuesioner dinyatakan
apabila nilai r alpha lebih besar dibandingkan r alpha tabel, maka reliabel.
Dan apabila r alpha < r alpha tabel maka tidak reliabel, perbandingan r
alpha dengan r alpha tabel dengan taraf signifikansi 0,05 (Arikunto, 2006).
Dalam penelitian ini, instrument penelitian ini telah dilakukan uji
reliabilitas yaitu dengan hasil temuan:
a. Dari 17 soal pertanyaan tingkat pengetahuan tentang kualitas perawatan
DC pada 30 responden yang sudah dinyatakan valid, didapatkan hasil
0,727 > 0,361 maka dinyatakan reliabel.
65
b. Dari 17 soal pertanyaan sikap tentang kualitas perawatan DC pada 30
responden yang sudah dinyatakan valid, kemudian dilakukan uji
reliabilitas didapatkan hasil 0,736 > 0,361 maka dinyatakan reliabel.
c. Dari 18 soal pertanyaan perilaku pencegahan infeksi nosokomial
saluran kemih pada 30 responden yang sudah dinyatakan valid,
kemudian dilakukan uji reliabilitas dan ditemukan hasil 0,731 > 0,361,
maka dinyatakan reliabel.
3.7 Etika penelitian
Secara umum prinsip dalam penelitian atau pengumpulan data dapat
dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, manfaat, prinsip menghargai hak-hak
subjek dan prinsip keadilan (Nursalam, 2008). Data yang didapat dengan cara
menekankan etika yang mengacu pada:
3.7.1 Lembar persetujuan menjadi responden (informed consent)
Lembar persetujuan diberikan kepada subjek yang akan diteliti. Peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian jika calon responden bersedia
untuk diteliti, maka mereka harus mengisi lembar persetujuan tersebut,
namun apabila responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh
memaksakan dan tetap menghormati hak-hak responden.
3.7.2 Tanpa nama (anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak mencantumkan
nama responden pada lembar pengumpulan data (lembar observasi) cukup
dengan memberikan kode pada masing-masing lembar observasi tersebut.
66
3.7.3 Kerahasiaan (confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena hanya
kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai
hasil riset atau hasil dari penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Responden
Karakteristik responden pada penelitian ini adalah berdasarkan data
demografi responden yang meliputi: umur responden, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, lama masa kerja responden. Pada bab ini akan diuraikan untuk
masing-masing karakteristik responden tersebut.
4.1.1 Karakteristik responden berdasarkan umur
Berikut
ini
akan
diuraikan
hasil
karakteristik
responden
berdasarkan umur dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1
Data distribusi frekuensi responden berdasarkan umur
No
1
2
3
Umur
26-35 tahun
36-45 tahun
46-55 tahun
Jumlah
Jumlah
25
19
6
50
Persentase
50%
38%
12%
100%
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa mayoritas
jumlah responden adalah berusia 26-35 tahun yaitu sebanyak 25 responden
(50%).
4.1.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Berikut
ini
akan
diuraikan
hasil
karakteristik
berdasarkan jenis kelamin dalam tabel berikut ini:
67
responden
68
Tabel 4.2
Data distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
No
1
2
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Jumlah
18
32
50
Persentase
36%
64%
100%
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa mayoritas dari jumlah
responden adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 32 responden
(64%). Peneliti memiliki argumen berkenaan dengan hasil temuan ini,
bahwa terkadang sangat mudah dilihat perbedaan antar kaum laki-laki
dengan kaum perempuan. Dimana mayoritas kaum perempuan lebih
cenderung rajin dan juga ulet dalam beerja ataupun melakukan rutinitas
mereka sehari-hari. Sedangkan kaum laki-laki biasanya lebih malas dan juga
lebih cuek dalam melakukan pekerjaannya. Seperti pernyataan yang
dikemukakan oleh Sunaryo (2004), bahwa salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang adalah jenis kelamin. Sebagai contohnya
adalah perbedaan perilaku antara pria dan wanita dapat dilihat dari cara
berpakaian atau cara melakukan pekerjaannya sehari-hari.
4.1.3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan.
Berikut
ini
akan
diuraikan
hasil
karakteristik
responden
berdasarkan tingkat pendidikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.3
Data distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan
No
Tingkat pendidikan
Jumlah
Persentase
1
D3 Keperawatan
27
54%
2
S1 keperawatan
21
42%
3
Lain-lain
2
4%
Jumlah
50
100%
69
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa mayoritas dari jumlah
responden adalah memiliki tingkat pendidikan D3 keperawatan yaitu
sebanyak 27 responden (54%).
4.1.4 Karakteristik responden berdasarkan lama masa kerja
Berikut
ini
akan
diuraikan
hasil
karakteristik
responden
berdasarkan lama masa kerja responden dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.4
Data distribusi frekuensi responden berdasarkan lama masa kerja
No
Lama kerja
Jumlah
Persentase
1
5-10 tahun
23
46%
2
11-15 tahun
19
38%
3
>15 tahun
8
16%
Jumlah
50
100%
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa mayoritas dari jumlah
responden memiliki masa kerja selama 5-10 tahun yaitu sebanyak 23
responden (46%).
4.2 Uji Univariat
4.2.1 Pengetahuan tentang perawatan DC
Tabel berikut ini akan menguraikan karakteristik responden
berdasarkan tingkat pengetahuan responden tentang perawatan DC yang
telah dilakukan penelitian yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.5
Data distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden tentang perawatan
DC
No
Kategori pengetahuan
Jumlah
Persentase
1
Tinggi
33
66%
2
Rendah
17
34%
Jumlah
50
100%
70
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa mayoritas tingkat
pengetahuan responden tentang perawatan DC adalah tinggi yaitu sebanyak
33 responden (66%).
4.2.2 Sikap tentang perawatan DC
Tabel berikut ini menguraikan karakteristik responden berdasarkan
sikap responden tentang perawatan DC yang telah dilakukan penelitian
yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.6
Data distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap tentang perawatan
DC
No
Sikap responden
Jumlah
Persentase
1
Positif
32
64%
2
Negatif
18
36%
Jumlah
50
100%
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa mayoritas sikap
responden tentang perawatan DC adalah
positif yaitu sebanyak 32
responden (64%).
4.2.3 Perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih
Tabel berikut ini menguraikan karakteristik responden berdasarkan
perilaku responden tentang pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih
yang telah dilakukan penelitian yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.7
Data distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku tentang
pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih
No
1
2
Perilaku responden
Baik
Buruk
Jumlah
Jumlah
26
24
50
Persentase
52%
48%
100%
71
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa mayoritas perilaku
responden tentang pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih adalah
baik yaitu sebanyak 26 responden (52%).
4.3
Uji Bivariat
Berdasarkan analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik chi
kuadrat diperoleh hasil sebagai berikut:
4.3.1 Hubungan pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih.
Tabel 4.8
Hubungan pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih
Perilaku
Baik
Buruk Total
x²
Asymp.
sig (2sided)/
p
Pengetahuan Tinggi
21
12
33
7,890
0,005
Rendah
10
24
34
Jumlah
31
36
67
Berdasarkan tabel 4.8 didapat nilai x² hitung (pearson chi square)
adalah 7,890 dan dengan tingkat keyakinan 95%, alpha = 5%, df 1(jumlah
baris-1) x (jumlah kolom-1) = (2-1) x (2-1) = 1 x 1 = 1, hasil untuk x² tabel
sebesar 3,841. Karena x² hitung > x² tabel (7,890 > 3,841) dan nilai p: 0,005,
maka H0 ditolak, jadi ada hubungan pengetahuan tentang kualitas
perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran
kemih pada pasien stroke diruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Sragen, dengan tingkat kelemahan sebesar p: 0,005.
72
4.3.2 Hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih
Tabel 4.9
Hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih
Perilaku
Baik
Buruk Total
x²
Asymp.
sig (2sided)/
p
Sikap
Positif
13
19
32
4,608
0,032
Negatif
13
5
18
Jumlah
26
24
50
Berdasarkan tabel 4.9 didapat nilai x² hitung (pearson chi square)
adalah 4,608 dan dengan tingkat keyakinan 95%, alpha = 5%, df 1(jumlah
baris-1) x (jumlah kolom-1) = (2-1) x (2-1) = 1 x 1 = 1, hasil untuk x² tabel
sebesar 3,841. Karena x² hitung > x² tabel (4,608 > 3,841) dan nilai p:
0,032, maka H0 ditolak, jadi ada hubungan sikap tentang kualitas
perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran
kemih pada pasien stroke diruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Sragen, dengan tingkat kelemahan sebesar p: 0,032
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
5.1.1
Karakteristik responden berdasarkan umur
Dari jumlah responden penelitian yaitu sebesar 50 orang
responden didapatkan data bahwa jumlah responden yang berusia
26-35 tahun sebanyak 25 respon (50%), 36-45 tahun sebanyak 19
responden (38%) dan 46-55 tahun sebanyak 6 responden (12%).
Pembagian
rentang
usia
responden
diatas
adalah
berdasarkan pembagian umur dari DepKes (2009), yaitu usia
dewasa awal (26-35 tahun), usia dewasa akhir (36-45 tahun), usia
lansia awal (46-55 tahun), usia lansia akhir (56-65 tahun) dan usia
manula (diatas 65 tahun).
Dilihat dari data diatas dapat dijelaskan bahwa mayoritas
responden dalam rentang usia dewasa awal (26-35 tahun) yaitu
sekitar 25 responden atau 50% dan yang paling sedikit adalah
responden pada rentang usia 46-55 tahun yaitu hanya 6 responden
(12%). Berdasarkan pendapat peneliti bahwa seperti kondisi
dilahan penelitian memang benar mayoritas dari responden ialah
mereka yang masih berumur dewasa awal, dimana mereka masih
memiliki fisik yang kuat, semangat yang cukup tinggi dan juga
kemampuan daya ingat dan daya serap ketika diberikan ilmu atau
73
74
ketrampilan baru, mereka lebih mudah menguasai dari pada
responden yang berusia lebih tua.
Hal ini sejalan dengan teori yang telah dikemukakan
bahwa tingkat pengetahuan seseorang salah satu faktor yang
mempengaruhinya adalah dari faktor umur. Dimana semakin
bertambah umur pengetahuan semakin meningkat, semakin tua
(umur) pengetahuan akan mengalami degenerasi (Notoadmojo,
2010).
5.1.2
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan jumlah total responden yaitu sebanyak 50
orang dapat diketahui bahwa jumlah responden yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 18 responden (36%) dan perempuan
sebanyak 32 responden (64%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa
mayoritas responden yang terbanyak adalah berjenis kelamin
perempuan yaitu sebesar 32 responden (64%).
Peneliti memiliki argumen berkenaan dengan hasil temuan
ini, bahwa terkadang sangat mudah dilihat perbedaan antar kaum
laki-laki dengan kaum perempuan. Dimana mayoritas kaum
perempuan lebih cenderung rajin dan juga ulet dalam beerja
ataupun melakukan rutinitas mereka sehari-hari. Sedangkan kaum
laki-laki biasanya lebih malas dan juga lebih cuek dalam
melakukan pekerjaannya. Seperti pernyataan yang dikemukakan
oleh Sunaryo (2004), bahwa salah satu faktor yang dapat
75
mempengaruhi perilaku seseorang adalah jenis kelamin. Sebagai
contohnya adalah perbedaan perilaku antara pria dan wanita dapat
dilihat dari cara berpakaian atau cara melakukan pekerjaannya
sehari-hari.
5.1.4
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Berdasarkan jumlah total responden yaitu sebanyak 50
orang responden dapat diketahui bahwa jumlah responden yang
memiliki pendidikan D3 keperawatan sebanyak 27 responden
(54%), S1 keperawatan sebanyak 21 responden (42%) dan lain lain
sebanyak 2 responden (4%).
Berdasarkan data diatas dapat di simpulkan bahwa tingkat
pendidikan responden pada penelitian ini adalah mulai dari D3
keperawatan sampai S2 Keperawatan. Menurut pendapat peneliti
berkenaan dengan tingkat pendidikan responden dalam penelitian
ini bahwa memang benar kamampuan responden dalam menerima
atau memahami setiap pengalaman ataupun ketika mereka
diberikan ketrampilan baru terlihat perbedaan yang cukup jelas.
Dimana responden dengan tingkat pendidikan Sarjana mereka
lebih mudah diberikan ketrampilan baru dibandingkan dengan
responden dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Hal ini
sangat mendukung pernyataan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin mudah pula seseorang
76
tersebut menyerap ilmu / hal hal baru ataupun lebih mudah
menyesuaikan dengan hal hal baru tersebut (Notoadmojo, 2010).
5.1.5
Karakteristik responden berdasarkan lama masa kerja
Berdasarkan jumlah responden yaitu 50 orang responden
dapat diketahui bahwa jumlah responden yang memiliki masa kerja
selama 5-10 tahun sebanyak 23 responden (46%), 11-15 tahun
sebanyak 19 tahun (38%) dan > 15 tahun sebanyak 8 responden
(16%).
Berdasarkan rentang lama masa kerja responden diatas,
ternyata lama masa kerja responden yang paling lama adalah > 15
tahun. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pengalaman
responden dalam bekerja maupun tingkat pengetahuan responden.
Lama masa kerja disini tentu saja berkaitan dengan umur
responden, dimana responden yang sudah memiliki umur yang
lebih tua tentu saja akan memiliki pengalaman dan juga masa kerja
yang lebih dibandingkan dengan responden dengan umur yang
lebih muda.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti
dilapangan ternyata memang benar, mayoritas responden yang
sudah berusia diatas 40 tahun, mereka mengaku memiliki
pengalaman atau masa kerja yang rata rata lebih dari 15 tahun
dibandingkan dengan responden yang lebih muda. Dan responden
yang sudah lama bekerja biasanya akan memiliki posisi yang lebih
77
dibandingkan dengan responden yang baru beberapa tahun bekerja,
misalnya mereka dapat menjadi Katim ataupun Kepala ruang. Dan
tentunya mereka akan lebih terlihat berpengalaman dalam bekerja
dibanding yang lebih muda. Hal ini pun sesuai dengan konsep teori
bahwa tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi juga oleh
tingkat pengalaman dalam bekerja (lama masa kerja). Tingkat
pendidikan seeorang yang semakin tinggi maka pengalaman akan
semakin luas, sedangkan semakin tua umur seseorang, maka
pengalaman semakin banyak (Notoadmojo, 2010).
5.2 Uji Univariat
5.2.1
Pengetahuan responden tentang kualitas perawatan DC
Berdasarkan jumlah total responden yaitu sejumlah 50
orang dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden
tentang
perawatan
DC
adalah
sebangai
berikut:
tingkat
pengetahuan tinggi sebanyak 33 responden (66%) dan tingkat
pengetahuan rendah sebanyak 17 responden (34%).
Berdasarkan kondisi di RSUD dr. Soehadi prijonegoro
Sragen dimana jumlah responden mayoritas masih memiliki latar
belakang pendidikan D3 keperawatan yaitu sebesar 27 responden
(54%) dan juga kemungkinan diakibatkan oleh tingkat pengalaman
responden yang dapat dikatakan mayoritas responden masih
memiliki pengalaman kerja yang dilihat dari lama masa kerja
masih banyak yang baru yaitu kurang dari 10 tahun yaitu sejumlah
78
23 responden (46%). Hal ini tentunya akan banyak terjadi
perubahan hasil temuan misalkan, pengetahuan responden akan
menjadi lebih tinggi lagi dari pada temuan diawal apabila semua
responden memiliki tingkat pendidikan yang lebih banyak lulusan
sarjana atau mungkin S2. Dan juga kondisi akan berubah apabila
sebagian besar dari responden memiliki masa bekerja yang jauh
lebih lama sehingga kemungkinan mereka memiliki pengalaman
yang lebih banyak lagi dibanding hasil penelitian ini.
Berdasarkan temuan hasil penelitian diatas perbedaan
tingkat pengetahuan responden baik tinggi maupun rendah
kemungkinan adalah dipengaruhi oleh umur, tempat tinggal, sosial
ekonomi, kultur, pendidikan, pengalaman, dan sumber informasi
yang diperoleh (Notoadmojo, 2010).
5.2.2
Sikap responden tentang kualitas perawatan DC
Berdasarkan jumlah total responden penelitian yaitu
sebanyak 50 orang dapat diketahui bahwa sikap responden tentang
perawatan DC adalah sebangai berikut: sikap yang positif sebanyak
32 responden (64%) dan sikap yang negatif sebanyak 18 responden
(36%).
Berdasarkan temuan diatas dapat ditarik kesimpulkan
bahwa mayoritas responden memiliki sikap yang positif yaitu
sejumlah 32 orang responden (64%). Menurut peneliti kondisi
dilapangan yang sesungguhnya adalah masih cukup banyak sikap
79
dari responden yang setiap kali melakukan tindakan keperawatan
terhadap pasien yang semaunya sendiri tanpa mengikuti SOP yang
berlaku. Demikian juga ketika responden melakukan perawatan
DC terhadap pasien yang memakai kateter.
Sikap yang negatif dari para responden tersebut tentunya
akan dapat dikurangi atau bahkan diubah apabila mereka mau dan
mampu mendapatkan ilmu dan ketrampilan yang baru sehingga
lambat laun akan mempengaruhi sikap dan pengalaman mereka
dalam bekerja. Seperti kutipan dari teori yang menerangkan bahwa
perubahan sikap seseorang dapat terjadi dikarenakan beberapa hal,
diantaranya hasil dari proses belajar, proses sosialisasi, arus
informasi,
pengaruh
kebudayaan
dan
adanya
pengalaman-
pengalaman baru yang dialami oleh individu (Davidoff dalam
Zaim Elmubarok, 2008).
5.2.3
Perilaku responden dalam pencegahan infeksi nosokomial saluran
kemih
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa
perilaku responden tentang pencegahan infeksi nosokomial saluran
kemih adalah sebagai berikut: perilaku baik sebanyak 26 responden
(52%) dan perilaku yang buruk sebanyak 24 responden (48%).
Perbedaan tingkat perilaku responden yang dapat diamati
ditempat
penelitian
adalah
kemungkinan
dipengaruhi
oleh
beberapa alasan yaitu perbedaan tingkat pendidikan yang
80
mayoritas masih D3 Keperawatan, terlalu sedikitnya pengalaman
bekerja dari sebagian besar responden yang mana mayoritas
responden memiliki lama masa kerja kurang dari 10 tahun dan juga
perbedaan sikap responden yang masih memiliki sikap negatif
misalnya malas dalam berperilaku.
Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di RSUD dr.
Soehadi Prijonegoro Sragen menjelaskan bahwa sebanyak 24
responden masih terkadang berperilaku yang kurang baik dalam
hal pencegahan INOS. Dimana mereka dengan sengaja membuang
sampah tidak sesuai dengan tempatnya, tidak memakai APD yang
sesuai dengan standar dan juga terkadang mereka tidak
memperhatikan konsep steril dan non steril disetiap tindakan
mereka kepada pasien. Hal inipun juga terlihat dalam hal perilaku
perawatan DC setiap harinya.
Masih ada sekitar 17 responden yang belum tahu tentang
bagaimana perawatan DC yang benar dan juga ditemukan
sebanyak 18 responden yang menganggap tidak penting akan
tindakan perawatan DC pada pasien terhadap pencegahan infeksi.
Biasanya responden yang belum tahu akan SOP perawatan DC
yang benar ataupun enggan melakukan perawatan DC adalah
responden yang sudah tua ataupun yang berpendidikan rendah.
Karena kemungkinan mereka belum paham akan manfaat dan juga
81
resiko yang ditimbulkan bila melakukan perawatan DC yang
berkualitas.
Hal ini pun sejalan dengan penjelasan teori bahwa yaitu
perilaku yang baik dan perilaku yang buruk kemungkinan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor
endogen (jenis ras, jenis kelamin, sifat kepribadian, bakat
pembawaan, intelegensi dan usia) dan juga faktor eksogen (faktor
lingkungan, pendidikan, agama, sosial ekonomi dan kebudayaan)
(Sunaryo, 2004).
5.3 Uji Bivariat
5.3.1
Hubungan pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dengan
perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih.
Uji
statistik
khai
kuadrat
(Chi
Square)
untuk
mengidentifikasi hubungan pengetahuan tentang kualitas perawatan
DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih.
Pada perhitungan uji statistik khai kuadrat (chi square)
apabila nilai x² hitung < x² tabel maka H0 diterima. Dan
sebaliknya, apabila nilai x² hitung > x² tabel maka H0 ditolak. Dari
hasil temuan penelitian ini didapatkan hasil bahwa nilai x² hitung
(pearson chi square) adalah sebesar 7,890
dengan tingkat
keyakinan sebesar 95% dan alpha 5% > dari nilai x² tabel yaitu
sebesar 3,841 dan nilai p = 0,005, maka dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak atau ada hubungan pengetahuan tentang kualitas
82
perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial
saluran kemih pada pasien Stroke di ruang inap RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro Sragen.
Hasil penelitian ini menjelaskan terdapat hubungan antara
tingkat pengetahuan seseorang dengan perilaku seseorang tersebut.
Berdasarkan hasil temuan dilapangan didapatkan data bahwa
mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi
yaitu sebanyak 33 responden (66%) yang mana hal ini mungkin
saja berpengaruh juga terhadap pola perilaku responden dalam
menerapkan perilaku pencegahan infeksi nosokomial. Berdasarkan
hasil survey dilapangan ternyata tingkat perilaku responden pun
ditemukan data bahwa sebagian besar dari responden masih
memiliki pola perilaku yang baik yaitu sebanyak 26 responden
(52%).
Walaupun
demikian
peneliti
dapat
mengemukakan
pendapatnya bahwa hendaknya pengetahuan dari responden harus
lebih ditingkatkan lagi supaya perilaku mereka pun akan jauh lebih
baik dalam hal pencegahan infeksi. Pengetahuan responden tentang
bagaimana kualitas perawatan DC yang baik tentunya dapat di
perbaharui dan juga dapat diperoleh dengan memotivasi responden
untuk terus belajar dan juga mungkin mengikuti pelatihan ataupun
workshop terkini. Langkah ini bertujuan agar mereka dapat
memperoleh informasi dan pengetahuan terbaru tentang berbagai
83
ketrampilan berkenaan dengan prosedur perawatan. Dengan cara
seperti ini tentunya diharapkan pola perilaku responden dalam
bekerja ataupun bertindak dalam menggiatkan pencegahan infeksi
nosokomial salah satunya dapat lebih baik lagi.
Berdasarkan hasil penelitian ini pengetahuan responden
yang mayoritas masih tinggi tentunya akan mempermudah daya
serap dan kemampuan belajar responden ketika mereka diberikan
pengetahuan ataupun ketrampilan baru khususnya ketrampilan
perawatan
DC
yang
berkualitas.
Sehingga
pola
perilaku
pencegahan infeksi nosokomial respondenpun juga akan berubah
lebih baik.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Evie Wulan
Ningsih, 2013 yang menemukan hasil bahwa terdapat hubungan
antara tingkat pengetahuan dan motivasi perawat dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial di RSUD Sukoharjo. Dimana
tingkat pengetahuan dan juga motivasi perawat yang baik tentunya
akan berpengaruh terhadap perilaku yang baik pula dalam
pencegahan infeksi nosokomial. Hal ini dikarenakan perilaku
seseorang itu dibagi menjadi beberapa tiga domain, yaitu cognitive
domain, affective domain dan psychomotor domain (Bloom, 1990
dikutip oleh Notoadmodjo, 1997). Cognitive domain biasa diukur /
dilihat
dari
tingkat
pengetahuan
seseorang.
Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
84
perilaku terbuka (overt behaviour). Perilaku yang didasari
pengetahuan umumnya bersifat langsung (Sunaryo,2004).
5.3.2
Hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih
Uji statistik khai kuadrat (Chi Square) digunakan untuk
mengidentifikasi hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC
dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih.
Sebagaimana dijelaskan diawal tentang uji khai kuadrat
(Chi Square), bahwa apabila nilai x² hitung < nilai x² tabel maka
H0 diterima. Dan sebaliknya, apabila nilai x² hitung > nilai x² tabel,
maka H0 ditolak. Hasil temuan uji statistik yang didapat adalah
nilai x² hitung > nilai x² tabel (4,608 > 3,841) dengan nilai p:
0,032, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan sikap
tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi
nosokomial saluran kemih pada pasien Stroke di ruang inap RSUD
dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
Kondisi ini dapat dilihat dari hasil survey dilapangan bahwa
sebagian besar responden masih memiliki sikap yang positif dalam
hal penerapan kualitas perawatan DC yaitu sebanyak 32 responden
(64%). Sehingga hal ini pun kemungkinan juga akan membawa
dampak yang sangat baik terhadap perilaku responden dalam
pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih.
85
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sukardjo dkk tentang Hubungan pengetahuan dan
sikap perawat tentang kontrol infeksi nosokomial di RS Islam
Sultan
Agung
Semarang.
Dengan
hasil
penelitian
yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan perawat
tentang kontrol infeksi terhadap pencegahan infeksi nosokomial di
RS Islam Sultan Agung Semarang (p < 0,05, dimana p = 0,308).
Sedangkan ada hubungan antara sikap perawat tentang kontrol
infeksi terhadap pencegahan infeksi nosokomial di RS Islam Sultan
Agung Semarang (p < 0,05, dimana p = 0,019).
Menurut
pendapat
peneliti
apabila
melihat
kondisi
sebenarnya, dimana masih ditemukan sikap responden yang negatif
khususnya dalam hal pemberian perawatan DC yang ternyata
belum berkualitas, maka secara tidak langsung pola perilaku
mereka pun tentunya akan ikut terpengaruh. Dimana responden
yang memiliki sikap negatif, pola perilaku mereka pun juga
cenderung buruk. Dan juga begitu sebaliknya. Apabila responden
dengan sikap positif, perilaku mereka pun juga cenderung baik.
Seandainya saja semua responden memiliki sikap yang positif,
kemungkinan besar perilaku dalam hal pencegahan infeksi
nosokomial pun juga akan lebih baik.
Perilaku seseorang dapat dibentuk oleh sikap seseorang,
karena sikap merupakan cara untuk mengukur perilaku seseorang
86
yaitu dari segi affective domain
(Bloom, 1990 dikutip oleh
Notoadmodjo, 1997). Sikap merupakan suatu bentuk reaksi atau
reaksi perasaan (Azwar, 2007). Sikap mempunyai tingkat
berdasarkan intensitas yaitu terdiri dari: menerima, menanggapi,
menghargai, bertanggung jawab (Notoadmodjo, 2005). Sikap juga
dapat dibentuk melalui pengalaman pribadi, pengaruh orang lain
yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa,
lembaga pendidikan dan agama, dan pengaruh faktor emosional.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut:
6.1.1 Karakteristik responden berdasarkan:
a. Umur adalah dari 50 orang responden sebagian besar dari responden
berusia 26-35 tahun yaitu sebanyak 25 responden (50%).
b. Jenis kelamin adalah dari jumlah responden sebanyak 50 orang
didapatkan data bahwa mayoritas responden adalah
perempuan
yaitu sebanyak 32 responden (64%).
c. Tingkat pendidikan adalah dari 50 orang responden diperoleh hasil
bahwa mayoritas responden memiliki pendidikan D3 keperawatan
yaitu sebanyak 27 responden (54%).
d. Lama masa kerja adalah dari 50 orang responden didapatkan data
bahwa sebagian besar responden memiliki masa kerja selama 5-10
tahun yaitu sebanyak 23 responden (46%)
6.1.2 Pengetahuan tentang perawatan DC adalah dari 50 orang responden
dapat diketahui bahwa mayoritas tingkat pengetahuan responden
tentang perawatan DC adalah tinggi yaitu sebanyak 33 responden
(66%).
87
88
6.1.3 Sikap tentang perawatan DC adalah dari 50 orang responden dapat
diketahui bahwa mayoritas sikap responden tentang perawatan DC
adalah positif yaitu sebanyak 32 responden (64%).
6.1.4 Perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih adalah dari 50
orang responden dapat diketahui bahwa mayoritas perilaku responden
tentang pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih adalah baik
yaitu sebanyak 26 responden (52%).
6.1.5 Hubungan pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih didapatkan
nilai x²
hitung (pearson chi square) adalah 7,890 dan dengan tingkat keyakinan
95%, alpha = 5%, df 1(jumlah baris-1) x (jumlah kolom-1) = (2-1) x (21) = 1 x 1 = 1, hasil untuk x² tabel sebesar 3,841. Karena x² hitung > x²
tabel (7,890 > 3,841) dan nilai p: 0,005, maka H0 ditolak, jadi ada
hubungan pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke
diruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, dengan tingkat
kelemahan sebesar p: 0,005.
6.1.6 Hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih didapatkan nilai x²
hitung (pearson chi square) adalah 4,608 dan dengan tingkat keyakinan
95%, alpha = 5%, df 1(jumlah baris-1) x (jumlah kolom-1) = (2-1) x (21) = 1 x 1 = 1, hasil untuk x² tabel sebesar 3,841. Karena x² hitung > x²
tabel (4,608 > 3,841) dan nilai p: 0,032, maka H0 ditolak, jadi ada
89
hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke
diruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, dengan tingkat
kelemahan sebesar p: 0,032.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi rumah sakit
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar dalam pembuatan
dan diterapkannya SOP perawatan DC yang benar dan berkualitas
sehingga dapat menambah pengetahuan dan merubah pola perilaku
perawat / tenaga medis lain dalam mengurangi kejadian infeksi
nosokomial saluran kemih.
6.2.2 Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak yang baik
terhadap kualitas perawatan DC pada masyarakat dalam hal ini pasien
guna mengurangi kejadian infeksi nosokomial saluran kemih.
6.2.3 Bagi penelitian lain.
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi sumber acuan dalam
pembuatan penelitian lain berikutnya dan diharapkan penelitian
berikutnya lebih menekankan pada perubahan perilaku responden tidak
hanya dari segi kognitifnya saja. Sehingga penelitian tidak hanya
dilakukan sekali waktu saja.
90
6.2.4 Bagi institusi pendidikan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang
pembuatan SOP perawatan DC dan juga menambah referensi tentang
infeksi nosokomial saluran kemih.
6.2.5 Bagi peneliti.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengalaman dan wawasan
serta menambah pengetahuan bagi peneliti dalam membuat sebuah
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,S.(2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta
Brunner, L & Suddart, D. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
(H.Kuncoro, A.Hartono, M. Ester, Y. Asih, terjemahan). Edisi 8 vol 1.
Jakarta: EGC
Data RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun 2014-2015
Fatmawati,Baiq Rulli. (2010). Gambaran Beban Keluarga dengan Anggota
keluarga yang Menderita Stroke di wilayah Kerja Puskesmas Kasihan II
Bantul Yogyakarta. www. publikasi.umy.ac.id diakses 27 Desember 2010.
19.20 wib
Habni, Yulia. (2009). Perilaku Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di
Ruang Rindu A, Rindu B, ICU, IGD,Rawat jalan di RSUP H Adam Malik
Medan
Hakim, Irfan. (2004). Kegemukan dan masalahnya, Suara pembaharuan, posting
pertama: 22 Agustus 2004. www.pembaruan.com. diakses 5 januari 2011,
21.15 wib
Harsono. (2003). Kapita Selekta Neurologi. Gajahmada University Press.
Yogyakarta
Jenny. (2005). Perawatan Pasca Stroke di Rumah. Sahabat Setia. Yogyakarta
Kelana Dharma, K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta
Kozier, B, Erb. G,Berman A. Synder , S.J. (2010). Buku Ajar Keperawatan
Fundamental ( Esty Wahyunigsih penerjemah). Jakarta: EGC
Mangoenprasodjo, A. Setiono, dan Fitri Nur Kayati. (2005). Stroke jangan Lagi
jadikan Hantu: Awasi gejala sejak dini dan cara menolong penderita Think
Fresh. Yogyakarta
Martini, Santi dan Lucia, Y. Hendrati. (2006). Usia Merokok Pertama Kali
merupakan faktor yang meningkatkan Resiko Kejadian Hipertensi: Besar
resiko kejadian Hipertensi menurut pola merokok. Jurnal kedokteran Yarsi
.14 (3). 191-198
Narbuko, C. (2007). Metodologi penelitian . Jakarta: Bumi Aksara
Noer, H.M. Sjaifoellah. (2000). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: Balai
penerbit FKUI
Notoadmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku kesehatan. Jakarta: PT Rieka
Cipta
Notoadmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Notoadmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta:
penerbit Rineka Cipta Jakarta
Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Potter, P. A. & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar keperawatan Fundamental (vol 12). Jakarta: EGC
Sheldon G. Sheps.(2005). Mayo clinic Hipertension. Terjemahan Meita
Tjandrasa. Jakarta: PT intisari Mediatama
Sopiyudin Dahlan, M.(2010). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan edisi
5. Jakarta
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfa Beta
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC
Download