HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TENTANG PERAWATAN DOWER CATHETER DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL PADA PASIEN STROKE DI RSUD DR SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN Skripsi Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : Agnes Triwijaya Kusumawati NIM. ST 14002 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 i LEMBAR PENGESAHAN Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TENTANG KUALITAS PERAWATAN DOWER CATHETER DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL SALURAN KEMIH PADA PASIEN STROKE DI RUANG INAP RSUD DR SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN Oleh: Agnes Triwijaya Kusumawati NIM. ST 14002 Telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal 09 Februari 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjan Keperawatan Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping, Atiek Murhayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep Galih Priambodo, S.Kep.,Ns.,M.Kep NIK. 200680023 NIK. 2015587142 Penguji, Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep NIK. 201279102 Surakarta, 09 Februari 2016 Ketua Program Studi S-1 Keperawatan, Atiek Murhayati, S.Kep.,Ns., M.Kep NIK. 200680023 ii SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Agnes Tri Wijaya Kusumawati NIM : ST 14002 Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKES Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain. 2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji. 3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4) Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku diperguruan tinggi ini. Surakarta, Januari 2016 Yang membuat pernyataan, Agnes Tri Wijaya Kusumawati NIM ST 14002 iii KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan dower catheter dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen”. Hasil penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi S1 Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta. Proses penyusunan skripsi ini, peneliti banyak menghadapi berbagai macam kesulitan dan hambatan. Namun berkat bantuan dari beberapa pihak, hal tersebut akhirnya dapat teratasi. Untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah peneliti mengucapkan banyak terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep selaku Ketua STIKES Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi S1 Keperawatan . 2. Ns. Atiek Murhayati, M.Kep selaku Kaprodi S1 Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta dan juga selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan arahan untuk mengikuti pendidikan Program Studi S1 Keperawatan. iv 3. Ns.Galih Priambodo, M.Kep selaku dosen pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan bimbingan, dukungan, motivasi dan pengalaman. 4. RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang telah memberikan ijin kepada peneliti sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar. 5. Segenap responden penelitian di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang telah bersedia menjadi responden penelitian sehingga penelitian dapat selesai dengan cukup lancar 6. Orang tua dan Suami tercinta yang selalu memberikan doa dan dukungannya kepada peneliti sehingga proposal skripsi ini dapat selesai. 7. Teman-teman dari Prodi S1 Transfer STIKes Kusuma Husada Angkatan 2014 yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi kepada peneliti. 8. Untuk semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tugas ini peneliti ucapkan banyak terima kasih atas doa dan dukungannya. Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada kami mendapat pahala dan balasan dari Allah SWT. Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak sekali kekurangan, maka dari itu peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini akan bermanfaat bagi peneliti pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Surakarta, Januari 2016 Peneliti v DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... ii HALAMAN SURAT PERNYATAAN ............................................ iii KATA PENGANTAR ....................................................................... iv DAFTAR ISI ..................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................. iii DAFTAR BAGAN ............................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... x ABSTRAK ........................................................................................ xi ABSTRACT ...................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 5 1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori ............................................................................ 8 2.2 Keaslian Penelitian ..................................................................... 51 2.3 Kerangka Teori ........................................................................... 53 2.4 Kerangka Konsep ....................................................................... 54 2.5 Hipotesa ..................................................................................... 55 vi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................. 56 3.2 Populasi dan Sampel ................................................................... 56 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 57 3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ............... 57 3.5 Alat penelitian dan Cara Mengumpulkan Data ........................... 58 3.6 Teknik pengolahan dan Analisa Data .......................................... 59 3.7 Etika Penelitian ............................................................................ 65 BAB IV HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden ................................................................... 67 Uji Univariat ..................................................................................... 69 Uji Bivariat ........................................................................................ 71 BAB V PEMBAHASAN Karakteristik Responden ................................................................... 73 Uji Univariat ..................................................................................... 77 Uji Bivariat ........................................................................................ 81 BAB VI PENUTUP Simpulan ............................................................................................ 87 Saran .................................................................................................. 89 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Prosedur Pelaksanaan Perawatan DC ................................ 34 Tabel 2.2 Keaslian Penelitian ............................................................ 51 Tabel 3.1 Variabel,Definisi Operasional, dan skala pengukuran ...... 56 Tabel 4.1 Data distribusi frekuensi responden berdasarkan umur .... 67 Tabel 4.2 Data distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin ......... 68 Tabel 4.3 Data distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan 68 Tabel 4.4 Data distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja ............. 69 Tabel 4.5 Data distribusi frekuensi tingkat pengetahuan .................. 69 Tabel 4.6 Data distribusi frekuensi sikap .......................................... 70 Tabel 4.7 Data distribusi frekuensi perilaku ..................................... 70 Tabel 4.8 Hubungan pengetahuan dengan perilaku ......................... 71 Tabel 4.9 Hubungan sikap dengan perilaku ...................................... 72 viii DAFTAR BAGAN Halaman Bagan 2.1 Kerangka Teori .......................................... 53 Bagan 2.2 Kerangka Konsep....................................... 54 ix DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Jadwal Penelitian Lampiran 2. Kuesioner Hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen Lampiran 3. Lembar Persetujuan Responden Lampiran 4. Surat Pernyataan/ Persetujuan (Informed Consent) Lampiran 5. Pengajuan Ijin Pendahuluan studi (F.04) Lampiran 6. Pernyataan Pengajuan Judul Skripsi (F.02) Lampiran 7. Lembar Konsultasi Dosen Pembimbing Lampiran 8. Surat Ijin Pendahuluan Penelitian Lampiran 9 Surat ijin Uji Validitas & Reliabilitas Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian Lampiran 11 Lampiran Data Statistik SPSS x PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Agnes Triwijaya Kusumawati Hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan dower catheter dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen Abstrak Penyakit Stroke memerlukan perawatan yang cukup serius, salah satunya pemasangan DC.Tindakan ini perlu perawatan rutin dan perlu pengetahuan dan sikap yang baik sehingga akan berpengaruh pada perilaku pencegahan ISK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Desain penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 50 orang perawat diruang inap penyakit syaraf. Uji analisa data yang dipakai adalah uji Chi Square. Instrument penelitian menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan variabel pengetahuan ditemukan nilai x² hitung > x² tabel (7,890 > 3,841) dan nilai p= 0,005, maka H0 ditolak yang artinya ada hubungan pengetahuan perawat tentang kualitas perawatan DC terhadap perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih. Sedangkan variabel sikap ditemukan nilai x² hitung > x² tabel (4,608 > 3,841) dan nilai p= 0,032 sehingga H0 ditolak. Yang artinya ada hubungan sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien Stroke diruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Kata kunci: pengetahuan, sikap, perilaku, perawatan DC, infeksi nosokomial saluran kemih stroke Daftar pustaka: 24 (2000-2015) xi BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Agnes Triwijaya Kusumawati The Relationship between Nurses’ Knowledge and Attitude on the Quality of Dower Catheter Treatment and Preventive Behavior for Nosocomial Urinary Tract Infections (UTI) of Patients with Stroke in Inpatient Wards at dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen Abstract Stroke is a disease requiring serious treatments, one of which is the placement of Dower Catheter (DC). This medical therapy needs regular treatment and good knowledge and attitude which influence the prevention of Urinary Tract Infections (UTI). This research aims at investigating the relationship between nurses’ knowledge and attitude on the quality of Dower Catheter treatment and preventive behavior for nosocomial urinary tract infections of patients with stroke in inpatient wards at dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen. This is a descriptive quantitative research with cross sectional approach. The reseach samples comprising 50 nurses in neurology inpatient wards. Chi Square test was applied for data analysis. Questionnaires were used as the research instrumenst. The results demonstrate that the knowledge variable is characterized with the value of x² count > x² table (7.890 > 3.841) and p-value = 0.005, and therefore, H0 is rejected, meaning that there is a relationship between nurses’ knowledge on the quality of Dower Catheter treatment and preventive behavior for nosocomial urinary tract infections. Meanwhile, the result on attitude variable shows x² count > x² table (4.608 > 3.841) and p-value = 0.032; and hence, H0 is rejected. This indicates that there is a relationship between nurses’ attitude on the quality of Dower Catheter treatment and preventive behavior for nosocomial urinary tract infections. It can be concluded that there is a relationship between nurses’ knowledge and attitude on the quality of Dower Catheter treatment and preventive behavior for nosocomial urinary tract infections of patients with stroke in inpatient wards at dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen. Keywords : knowledge, attitude, behavior, DC treatment, nosocomial urinary tract infection, stroke Bibliography : 24 (2000-2015) xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius didalam beberapa tahun terakhir ini. Perawatan dan penyembuhan penyakit ini membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga menyebabkan timbulnya berbagai masalah seperti beban keluarga dan dapat menyebabkan kecacatan jangka panjang atau bahkan kematian pada penderita dengan penyakit stroke (Fatmawati, 2010 ). Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang diseluruh dunia menderita stroke dengan jumlah kematian sebanyak lima juta orang dan lima juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen. Penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi penyebab utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu penyebab terbanyak di dunia (Xu, et al, 2010). Prevalensi kejadian stroke di Amerika diperkirakan sekitar dua juta penderita pasca stroke di tahun 2008. Insiden stroke di India diperkirakan sekitar 203 pasien per 100.000 penduduk, dan di China insiden stroke sekitar 219 per 100.000 penduduk. Di Indonesia stroke merupakan pembunuh nomor tiga. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 pada usia 45-54 tahun angka kematian akibat stroke sebesar 15,9% (di daerah perkotaan) dan 11,5% (di daerah pedesaan) (Sjahrir, 2009). Jumlah total penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 persen atau 250 1 2 ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat (Menkes RI, 2009). Kasus stroke di rumah sakit sebagian besar membutuhkan perawatan yang cukup lama. Kelemahan atau kelumpuhan juga seringkali masih dialami pasien sewaktu keluar dari rumah sakit. Keluarga perlu mempertimbangkan tingkat kemandirian atau tingkat ketergantungan pasien terhadap orang lain dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS) Mulyatsih (2008). Aktivitas kehidupan sehari-hari / ADL (activity daily living) adalah fungsi dan aktivitas individu yang normalnya dilakukan tanpa bantuan orang lain (Wallace dalam Triswandari, 2008). Penelitian Haqhqoo et al, (2013) menemukan sekitar 65,5% penderita stroke ketergantungan dan membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Penderita stroke biasa memerlukan pemasangan alat bantu BAK yang biasa di kenal dengan selang kencing (dower catheter). Pemasangan DC bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi pasien, disamping itu juga memudahkan perawat / dokter untuk memantau output cairan penderita. Terdapat sisi keuntungan dan kegunaan pemasangan DC, tetapi ada segi resikonya juga yaitu resiko terjadinya infeksi nosokomial khususnya di saluran kemih. Resiko infeksi nosokomial ini terjadi dikarenakan kurangnya perhatian dan perawatan dari perawat dalam memasang DC. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Afsah (2008) di RS PKU Muhammadiyah 3 Yogyakarta didapatkan angka kejadian ISK pada pasien yang dipasang kateter urin sebanyak 20 % dari 30 pasien. Indikator perawatan DC yang berkualitas adalah berdasarkan pengetahuan dan sikap perawat terhadap standar operasional prosedur (SOP) rumah sakit tentang perawatan DC. Penelitian yang dilakukan oleh Widya Sepalanita (2012) dengan judul pengaruh perawatan kateter urin indwelling model AACN (American association of critical care nurses) terhadap bakteriuria di RSU Raden Mattaher Jambi yang menunjukkan hasil uji bivariat menunjukkan bahwa perawatan kateter urin indwelling model AACN signifikan menurunkan bakteriuria dibandingkan kelompok kontrol. Tingkat pengetahuan dan pemahaman masing masing perawat berbeda beda, begitu pula dengan sikap dan perilaku perawat yang tidak sama menjadi salah satu faktor penyebab kualitas perawatan DC. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tri Kesuma Dewi, 2009 tentang Tingkat pengetahuan perawat tentang perawatan kateter urin di RS PKU Muhamadiyah Yogyakarta menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat tentang SOP perawatan DC secara keseluruhan dalam kriteria baik 20% dan dalam kriteria cukup sebanyak 80%. Penelitian oleh Kasmad, 2007 tentang hubungan antara kualitas perawatan kateter dengan kejadian infeksi nosokomial saluran kemih” menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara kualitas perawatan kateter dengan kejadian infeksi nosokomial saluran kemih. Hasil studi pendahuluan di RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen yaitu didapatkan jumlah pasien stroke di RSUD Dr Soehadi Prijonegoro 4 Sragen dari bulan Januari sampai bulan April 2015 berjumlah 180 pasien. Berdasarkan data dari Tim PPI RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen, rata rata pasien stroke tersebut terpasang DC yaitu sekitar 65% dari total penderita stroke yang dirawat di rumah sakit tersebut. Hasil wawancara dari 10 orang perawat di rumah sakit tersebut, enam orang perawat tersebut mengatakan tidak pernah melakukan perawatan DC pada pasien yang terpasang DC dan empat orang perawat mengatakan rutin melakukan perawatan DC meskipun belum begitu menguasai bagaimana SOP perawatan DC yang benar. Di ruang syaraf kelas tiga sebagian besar perawat yang jaga mengatakan tidak paham bagaimana SOP perawatan DC yang benar dan tidak pernah melakukan perawatan DC tersebut. Angka kejadian INOS di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen menurut Tim PPI sebanyak 0,6 %. Kejadian INOS yang sering terjadi adalah decubitus dan plebitis. Sedangkan untuk kasus pemasangan DC belum menjadi perhatian oleh Tim PPI dirumah sakit tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan dower catheter dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang Inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen. 1.2 Rumusan masalah Kasus stroke memerlukan beberapa perawatan yang berkelanjutan sebagai contoh adalah pemasangan alat bantu BAK yaitu pemasangan DC. 5 Tindakan ini membutuhkan perawatan yang tepat agar terhindar dari infeksi khususnya pada saluran kemih. Bagi perawat yang merawat pasien tersebut jelas membutuhkan pengetahuan dan sikap yang baik tentang tindakan tersebut sehingga diharapkan perilaku mereka pun dapat mengurangi resiko terjadinya inos pada saluran kemih. Berdasarkan ringkasan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang: Bagaimanakah hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan dower catheter dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen ?. 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran pada pasien stroke kemih di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen. 1.3.2 Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: a. Mengidentifikasi karakteristik demografi perawat di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen. b. Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang kualitas perawatan DC. c. Mengidentifikasi sikap perawat tentang kualitas perawatan DC. 6 d. Mengidentifikasi perilaku perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih. e. Mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen. f. Mengidentifikasi hubungan antara sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen. 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Bagi rumah sakit / masyarakat. a. Bagi rumah sakit Penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar dalam pembuatan SOP perawatan DC yang benar dan berkualitas dan dapat merubah pola perilaku perawat / tenaga medis lain dalam mengurangi kejadian infeksi nosokomial saluran kemih. b. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi kejadian infeksi nosokomial saluran kemih pada masyarakat. 1.4.2 Bagi penelitian lain. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber acuan dalam pembuatan penelitian lain berikutnya. 7 1.4.3 Bagi institusi pendidikan. Penelitian ini diharapkan dapat menambah materi tentang pembuatan SOP perawatan DC dan juga menambah referensi tentang infeksi nosokomial saluran kemih. 1.4.4 Bagi peneliti. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengalaman dan wawasan serta menambah pengetahuan bagi peneliti dalam membuat sebuah penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan teori 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.1 Pengertian pengetahuan Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh dari usaha seseorang mencari tahu terlebih dahulu terhadap rangsangan berupa objek dari luar melalui proses sensori dan interaksi antara dirinya dengan lingkungan sosial sehingga memperoleh pengetahuan baru tentang suatu objek (Notoadmodjo, 2010). Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what”. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour) (Notoadmodjo, 2010). Menurut Bloom & Skinner pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan dan tulisan, bukti atau tulisan tersebut merupakan reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan maupun tulisan (Notoadmodjo, 2010). 8 9 2.1.1.2 Tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan yang cukup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu ( Bloom, 1956 dalam Notoadmodjo, 2010): 1. Tahu (know) Tahu artinya sebagai kemampuan mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya, yang termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang diterima. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang pakling rendah, kata kerja untuk mengukurnya antara lain: menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) Memahami berarti kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui serta dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya. 3. Aplikasi (application) Aplikasi merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yng telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya pada kenyataannya. 10 4. Analisa (analysis) Aplikasi dituntut untuk bisa menganalisa suatu hubungan atau situasi. a) Sintesa (synthesis) Sintesa menunjukan pada kemampuan untuk menjelaskan atau menghubungkan bagian-bagian dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. b) Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan seendiri atau menggunakan kriteri-kriteria yang telah ada. 2.1.1.3 Sumber-sumber pengetahuan Sumber-sumber pengetahuan antara lain (Salam, 2003): 1. Empirisme Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dengan jalan observasi atau dengan penginderaan. 2. Rasionalisme Pengetahuan diperoleh dari pikiran manusia, sehingga mampu mengetahui kebenaran. 3. Intuisionisme Secara etiomologi istilah intuisi berarti langsung melihat. Intuisi dapat dipergunakan sehingga kita mengetahui diri kita, karakter, perasaan, dan motif orang lain serta kita mengetahui, mengalami hakekat 11 sebenarnya tentang aktu, gerak dan aspek yang mendasar dalam jagad raya. 4. Wahyu Allah Pengetahuan disampaikan oleh Allah S.W.T kepada manusia lewat para nabi yang diutusnya. 2.1.1.4 Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan adalah suatu keadaan yang merupakan hasil dari suatu sistem pendidikan yang akanmendapatkan pengalaman dimana suatu saat akan memberikan pengetahuan dan kemampuan tertentu. Pengetahuan dalam masyarakat dipengaruhi beberapa faktor antara lain (Notoadmodjo, 2010). 1. Umur Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini. Umur merupakan periode terhadap pola-pola kehidupan yang baru. Semakin bertambah umur pengetahuan semakin meningkat, semakin tua (umur) pengetahuan akan mengalami degenerasi. 2. Tempat tinggal Tempat tinggal adalah tempat menetap responden sehari-hari. Pengetahuan seseorang akan lebih baik jika berada diperkotaan dari pada di pedesaan karena diperkotaan perkembangan teknologi sangat maju sehingga mudah dan luas kesempatan untuk mendapatkan informasi. 12 3. Sosial ekonomi Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang sedang ekonomi dikaitkan dengan pendidikan. Ekonomi baik, tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi pula. 4. Kultur (budaya dan agama) Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut. 5. Pendididkan Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan diri dengan hal yang baru tersebut. 6. Pengalaman Pengalaman disini dikaitkan dengan umur dan pendidikan individu, maksudnya adalah pendidikan yang semakin tinggi maka pengalaman akan semakin luas, sedangkan semakin tua umur seseorang, maka pengalaman semakin banyak. 7. Sumber informasi Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi maka ia akan cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Pengetahuan dapat diukur dengan menggunakan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek peneliti atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin 13 kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoadmodjo, 2010). 2.1.2 Sikap 2.1.2.1 Pengertian sikap Sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya (Secord & Backman dalam Saifuddin Azwar, 2012). Sikap adalah kesiapan atau kecendrungan seseorang untuk bertindak berkenaan dengan objek tertentu (Harlen dalam Djali, 2006). Definisi-definisi sikap yang telah dijelaskan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan sikap merupakan keadaan sikap, bertingkah laku, atau respon yang diberikan atas apa yang terjadi, serta bereaksi dengan cara tertentu yang dipengaruhi oleh keadaan emosional terhadap objek, baik berupa orang, lembaga atau persoalan tertentu yang didalamnya terdapat tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, serta komponen tingkah laku. Sikap juga dapat mempengaruhi keadaan seseorang untuk memilih sesuatu yang dianggapnya benar, disaat ia dihadapkan di pilihan yang benar dan salah, karena sikap merupakan keadaan emosional seseorang. 14 2.1.2.2 Unsur-unsur sikap Sikap mengandung unsur-unsur, yaitu: 1. Adanya objek: tanpa adanya objek sikap tidak akan terbentuk. 2. Bentuk sikap berupa pandangan, perasaan, kecenderungan untuk bertindak (respon terhadap objek). 3. Tanpa adanya individu suatu sikap tidak akan terjadi walau adanya objek, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, unsur yang terdapat dalam sikap ini merupakan hal yang mempengaruhi sikap itu sendiri. Karena unsur merupakan hal terpenting dalam pembentuk sikap, baik itu sikap positif atau negatif. 2.1.2.3 Struktur sikap Menurut Saifuddin Azwar (2012) struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu : 1. Komponen Kognitif Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. 2. Komponen Afektif Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. 15 3. Komponen perilaku/konatif Komponen perilaku atau konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Sikap yang dimiliki seseorang adalah suatu jalinan atau suatu kesatuan dari berbagai komponen yang bersifat evaluasi. Langkah pertama adalah keyakinan, pengetahuan, dan pengamatan. Kedua, perasaan atau feeling. Ketiga, kecenderungan individu untuk melakukan atau bertindak. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ketiganya merupakan suatu sistem yang menetap pada diri individu yang dapat menjelmakan suatu penilaian positif atau negatif. Penilaian tersebut disertai dengan perasaan tertentu yang mengarah pada kecenderungan yang setuju (pro) dan tidak setuju (kontra). Ketiga komponen sikap ini saling terkait erat pada kognisi atau perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap tertentu, maka dapat diketahui pula kecenderungan perilakunya. Kenyataannya tidak selalu suatu sikap tertentu berakhir dengan perilaku yang sesuai dengan sikap. Ketiga komponen dari sikap menyangkut kecenderungan berperilaku. Pada mulanya secara sederhana diasumsikan bahwa sikap seseorang menentukan perilakunya. Tetapi, lambat laun disadari banyak kejadian dimana perilaku tidak didasarkan pada sikap. 16 2.1.2.4 Bentuk sikap Selanjutnya sikap dapat dibedakan atas bentuknya dalam sikap positif dan sikap negatif (Azwar, 2012), yaitu: 1. Sikap positif Merupakan perwujudan nyata dari intensitas perasaan yang memperhatikan hal-hal yang positif. Suasana jiwa yang lebih mengutamakan kegiatan kreatif daripada kegiatan yang menjemukan, kegembiraan daripada kesedihan, harapan daripada keputusasaan. Sesuatu yang indah dan membawa seseorang untuk selalu dikenang, dihargai, dihormati oleh orang lain. Sikap yang positif dinyatakan oleh seseorang tidak hanya dengan mengekspresikannya hanya melalui wajah, tetapi juga dapat melalui bagaimana cara ia berbicara, berjumpa dengan orang lain, dan cara menghadapi masalah. 2. Sikap negatif Sikap negatif harus dihindari, karena hal ini mengarahkan seseorang pada kesulitan diri dan kegagalan. Sikap ini tercermin pada muka yang muram, sedih, suara parau, penampilan diri yang tidak bersahabat. Sesuatu yang menunjukkan ketidakramahan, ketidak mentenangkan, dan tidak memiliki kepercayaan diri. 2.1.2.5 Ciri-ciri sikap Sikap merupakan keadaan sikap, bertingkah laku, atau respon yang diberikan atas apa yang terjadi, serta bereaksi dengan cara tertentu yang dipengaruhi oleh keadaan emosional terhadap objek, baik berupa orang, 17 lembaga atau persoalan tertentu. Perbedaan antara attitude, motif kebiasaan dan lain-lain, faktor psikis yang turut menyusun pribadi orang, maka telah dirumuskan lima buah sifat khas dari pada attitude. (W. A. Gerungan, 2009). Adapun ciri-ciri sikap itu adalah: 1. Attitude ini bukan dibawa orang sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang lain dalam hubungan dengan objeknya. 2. Attitude itu dapat berubah-ubah. 3. Attitude itu tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap objek. 4. Objek attitude kumpulan dari hal-hal tertentu. 5. Attitude tidak mempunyai segi-segi motivasi dan segi perasaan, sifat inilah yang membedakan attitude dari pada kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. 2.1.2.6 Fungsi sikap Menurut Katz dalam Zaim Elmubarok (2008) ada empat fungsi sikap yaitu: 1) Fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat yang menunjukkan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkannya dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkannya, maka individu akan membentuk sikap positif terhadap 18 hal-hal yang dirasakan akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang merugikannya. 2) Fungsi pertahanan ego yang menunjukkan keinginan individu untuk menghindarkan diri serta melindungi dari hal-hal yang mengancam egonya atau apabila ia mengetahui fakta yang tidak mengenakkan, maka sikap dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut. 3) Fungsi pernyataan nilai, menunjukkan keinginan individu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan sesuatu nilai yang dianutnya sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya. 4) Fungsi pengetahuan, menunjukkan keinginan individu untuk mengekspresikan rasa ingin tahunya, mencari pebalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Sikap memiliki fungsi penting dalam hidup. Bagi individu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di tempat tinggalnya. Agar sesuai dengan tata cara kebiasaan setempat serta dapat merubah sikap individu untuk terus berubah ke kebaikan. Menurut Walgito (2010) terdapat empat fungsi sikap, antara lain: a. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Sikap berfungsi sebagai alat pengukur pengalaman-pengalaman. b. Sikap berfungsi sebagai pengatur tingkah laku. 19 c. Sikap berfungsi sebagai alat pengukur pengalaman-pengalaman. Manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya pengalaman yang berasal dari dunia luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. d. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang, karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Berdasarkan pendapat di atas, fungsi sikap merupakan alat yang digunakan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan sikap merupakan hasil dari cerminan sikap seseorang, baik itu baik ataupun buruk, serta merupakan alat pengatur tingkah laku dan perekam pengalaman-pengalaman yang terjadi di dalam diri pribadi seseorang. 2.1.2.7 Perubahan sikap Menurut Davidoff dalam Zaim Elmubarok (2008) Sikap dapat berubah dan berkembang karena hasil dari proses belajar, proses sosialisasi, arus informasi, pengaruh kebudayaan dan adanya pengalamanpengalaman baru yang dialami oleh individu. Menurut Sarlito W. Sarwono (2009), sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat cara yaitu : 1) Adopsi Adopsi yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap 20 diserap kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap. 2) Diferensiasi Berkembangnya intelegensi dan bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang sebelumnya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula. 3) Integrasi Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut. 4) Trauma Trauma adalah pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba dan menegangkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis juga menyebabkan perubahan sikap. Menurut Kelman dalam Azwar S (2012) ada tiga proses yang berperan dalam proses perubahan sikap yaitu : 1. Kesediaan (compliance) Terjadinya proses yang disebut kesediaan adalah ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau kelompok lain dikarenakan ia berharap untuk memperoleh reaksi positif, seperti pujian, dukungan, simpati, dan semacamnya sambil menghindari hal- 21 hal yang dianggap negatif. Perubahan perilaku yang terjadi dengan cara seperti itu tidak akan dapat bertahan lama dan biasanya hanya tampak selama pihaklain diperkirakan masih menyadari akan perubahan sikap yang ditunjukkan. 2. Identifikasi (identification) Proses identifikasi terjadi apabila individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau sikap sekelompok orang dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan menyenangkan antara lain dengan pihak yang dimaksud. Pada dasarnya proses identifikasi merupakan sarana atau cara untuk memelihara hubungan yang diinginkan dengan orang atau kelompok lain dan cara menopang pengertiannya sendiri mengenai hubungan tersebut. 3. Internalisasi (internalization) Internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia percaya dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya. Isi dan hakekat sikap yang diterima itu sendiri dianggap memuaskan oleh individu. Sikap demikian itulah yang biasanya merupakan sikap yang dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan. 22 2.1.2.8 Jenis-jenis skala sikap Menurut Arikunto (1993) ada beberapa bentuk skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, antara lain: 1) Skala Likert Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima respons yang menunjukkan tingkatan. Misalnya seperti yang telah dikutip, yaitu: SS = Sangat setuju S = Setuju TB = Tidak berpendapat TS = Tidak setuju STS = Sangat tidak setuju 2) Skala Jhon West Skala ini penyederhana dari skala Likert yang mana disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh tiga respons yang menunjukkan tingkatan. Misalnya: S = Setuju R = Ragu-ragu TS = Tidak setuju 3) Skala pilihan ganda Skala ini bentuknya seperti soal pilihan ganda yaitu suatu pernyatan yang diikuti oleh sejumlah alternative pendapat. 23 4) Skala Thurstone Skala Thurstone merupakan skala mirip skala Likert karena merupakan suatu instrumen yang jawabannya menunjukkan tingkatan. 5) Skala Guttman Skala ini dengan yang disusun oleh Bergadus, yaitu berupa tiga atau empat buah pernyataan yang masing-masing harus dijawab “ya” atau “tidak”. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga bila respoden setuju pernyataan nomor 2, diasumsikan setuju nomor 1. Selanjutnya jika responden setuju dengan nomor 3, berarti setuju pernyataan nomor 1 dan 2. 6) Semantic Differential Instrumen yang disusun oleh Osgood dan kawan-kawan ini mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi-dimensi yang ada diukur dalam tiga kategori. Baik-tidak baik, kuat-lemah, cepat-lambat dan aktif–pasif, atau dapat juga berguna–tidak berguna. 2.1.3 Perawat 2.1.3.1 Pengertian perawat Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan. 24 Wardhono (1998) mendefinisikan perawat adalah orang yang telah menyelesaikan pendidikan professional keperawatan, dan diberi kewenangan untuk melaksanakan peran serta fungsinya. Perawat adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi yang didefinisikan sebagai fungsi profesional keperawatan. Fungsi profesional yaitu membantu mengenali dan menemukan kebutuhan pasien yang bersifat segera. Itu merupakan tanggung jawab perawat untuk mengetahui kebutuhan pasien dan membantu memenuhinya. Dalam teorinya tentang disiplin proses keperawatan mengandung elemen dasar, yaitu perilaku pasien, reaksi perawat dan tindakan perawatan yang dirancang untuk kebaikan pasien (Suwignyo, 2007) 2.1.4 Perilaku 2.1.4.1 Pengertian Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan (Depdiknas, 2005). Perilaku juga diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007). Pengertian lain tentang perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), oleh karena perilaku itu terjadi melalui proses adanya stimulus 25 terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons. Respons dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Respondent respons atau reflexive, yaitu respons yang timbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Misalnya cahaya terang menyebabkan mata tertutup. Respons ini mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih. b. Operant respons atau instrumental respons, yaitu respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Misalnya apabila petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya, maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik dalam melaksanakan tugasnya. 2.1.4.2 Ciri-ciri perilaku Ciri-ciri perilaku antara lain (Notoadmodjo, 2003): 1. Kepekaan sosial Kepekaan sosial merupakan kemampuan manusia untuk dapat menyesuaikan perilaku sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama dengan orang lain. 2. Kelangsungan perilaku Kelangsungan perilaku merupakan antara perilaku yang satu ada kaitannya dengan perilaku yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan perilaku yang baru lalu, dan seterusnya. Secara sigkat, 26 perilaku perilaku manusia terjadi secara berkesinambungan bukan serta merta. 3. Orientasi tugas Orientasi tugas meupakan setiap perilaku selalu memiliki orientasi pada tugas tertentu. 4. Usaha dan perjuangan Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan sendiri serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin diperjuangkan. 2.1.4.3 Jenis perilaku Jenis perilaku dibagi menjadi dua, antara lain (Notoadmodjo, 2003): 1. Perilaku tertutup (cover behaviour) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (cover). Respon atau reaksi stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2. Perilaku terbuka (overt behaviour) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. 27 2.1.4.4 Determinan perilaku Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Secara lebih terinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio-budaya masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). 2.1.4.5 Faktor yang mempengaruhi perilaku Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan (1980) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu: a. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, norma sosial dan unsur lain yang terdapat pada diri individu atau masyarakat. b. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup umur, status sosial ekonomi, pendidikan dan lingkungan fisik, 28 c. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor yang menguatkan perubahan perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat dan petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2003). 2.1.4.6 Domain perilaku Perilaku manusia dibagi menjadi tiga domain ( Bloom, 1990 dikutip oleh Notoadmodjo, 1997): 1. Cognitive domain (ranah kognitif) Cognitif domain dapat diukur dari knowledge (pengetahuan). Pengetahuan adalah hasil dari tahu terjadi melalui proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behaviour). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langsung (Sunaryo,2004). 2. Affective domain diukur dari attitude( sikap) Sikap merupakan suatu bentuk reaksi atau reaksi perasaan (Azwar, 2007). Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intensitas yaitu terdiri dari: menerima, menanggapi, menghargai, nbertanggung jawab (Notoadmodjo, 2005). Sikap juga dapat dibentuk melalui pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama, dan pengaruh faktor emosional. 29 3. Psychomotor domain atau practice atau ketrampilan Merupakan suatu sikap belum belum otomatis terwujud dalam suatui tindakan (overt behaviour). Ketrampilan atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya adalah sebagai berikut: a) Praktik terpimpin Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sessuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan. b) Praktik secara mekanis Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktis atau tindakan mekanis. c) Adopsi Suatu tindakan atau praktis yang sudah berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas. 2.1.5 Kualitas perawatan dower catheter 2.1.5.1 Pengertian Dower Catheter K a teter u nt u k (dower catheter ) adala h me m asu k k a n m e n g el uar k a n caira n. K a teter pi pa ata u terutama terbuat dari bahan karet atau plastik, metal, woven silk dan silicon. 30 Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya kateter melalui urethra (saluran kemih) ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air seni atau urine. Kateterisasi urine adalah tindakan memasukan selanng kateter kedalam kandung d e n ga n kemih tuju a n ( B r u n n er & melal u i salu r a n ke m i h m e n ge luar k a n urin S u d d a rt, 2 0 0 0 ). 2 . 1 . 5 . 2 P e n g e r t i a n p e r a w a t a n dower catheter P era w ata n kateter ( D C ) a dala h suatu tin da ka n keperaw a t a n m e m e li hara kateter a ntise pti k untu k u j u n g uretra b a gia n luar k e p ate na n 2. 1.5.3 T u j u a n 1. den ga n m e m b e rsi h k a n da n serta dala m sela n g kateter m e m p e rta ha n k a n p osisi kateter. peraw a ta n M e n ja ga kateter k e b ersiha n sal u r a n k e n ci n g 2. M e m p e rta h a n k a n ke pate na n ( fixasi ) k ateter 3. M e n c e ga h terja di n ya in fe ksi 4. M e n g e n d alik a n in fe ksi 2. 1.5.4 K u a litas pera w ata n kateter ( D C ) 31 Kualitas perawatan kateter didasarkan pada pemberian perawatan kateter yang dilakukan Kualitas perawatan kateter merupakan tingkat pemberian pelayanan keperawatan berupa perawatan kateter sesuai standar operasional perawatan kateter dengan mengacu pada standar pelayanan profesi keperawatan. Perawatan kateter pada pasien-pasien terpasang kateter dower mutlak dilakukan untuk meminimalkan dampak yang tidak diinginkan berupa terjadinya infeksi nosokomial saluran kemih. 2.1.5.5 Jenis tindakan perawatan kateter / DC (Brunner & Suddart, 2000): 1. Tindakan mencuci tangan mutlak harus dilakukan ketika beralih dari pasien yang satu dengan yang lainnya saat memberikan perawatan dan saat sebelum serta sesudah menangani setiap bagian dari kateter atau sistem drainase untuk mengurangi penularan infeksi. 2. Perawatan perineum harus sering dilakukan yaitu mencuci daerh perineum dengan sabun dan air dua kali sehari atau sesuai kebutuhan kliendan setelah defekasi. Sabun dan air efektif mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga dapat mencegah kontaminasi terhadap uretra. 3. Kateter urin harus dicuci dengan sabun dan air paling sedikit dua kali sehari, gerakan yang membuat kateter bergeser maju mundur harus dihindari untuk mencegah iritasi pada kandung kemih ataupun orifisium internal uretra yang dapat menimbulkan jalur masuknya kuman kedalam kandung kemih. 32 4. Cegah pengumpulan urin dalam selang dengan menghindari berlipat atau tertekuknya selang, terbentang di atas tempat tidur. Hindarkan memposisikan klien diatas selang. Monitoradanya bekuan darah atau sedimen yang dapat menyumbat selang penampung. Urin didalam kantong drainase merupakan tempat yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. 5. Cegah refluks urin kedalam kandung kemih dengan mempertahankan kantung drainase lebih rendah dari pada ketinggian kandung kemih klien. 6. Kantung penampung tidak boleh menyentuh lantai. Kantung dan selang drainase harus segera diganti jika terjadi kontaminasi, aliran rin tersumbat atau tempat persambungan selang dengan kateter mulai bocor hal ini untuk mencegah berkembangnya bakteri. 7. Kantong urin harus dikosongkan sekurang-kurangnya setiap delapan jam melalui katup (klem) drainase. 8. Mengosongkan kantung penampung kedalam takaran urin untuk klien tersebut, takaran harus dibersihkan dengan teratur agar tidak terjadi kontaminasi pada sistem drainase. 9. Jangan melepaskan sambungan selang kateter, kecuali bila akan dibilas untuk mencegh masuknya bakteri. 10. Kateter urin tidak boleh dilepas dari selang untuk mengambil sampel urin, mengirigasi kateter, memindahkan atau mengubah posisi pasien untuk mencegah kontaminasi bakteri dari luar. 33 11. Mengambil urin untuk pemeriksaan harus menggunakan teknik aseptik yaitu ditusuk dengan jarum suntik, bagian yang akan ditusuk harus dibesihkan dulu dengan alkohol atau bethadin. 12. Kateter tidak boleh terpasang lebih lama dari yang diperlukan. 2.1.5.6 Standar operasional prosedur (SOP) perawatan kateter (DC) A. Alat dan bahan a) Sarung tangan steril b) Pengalas c) Bengkok d) Lidi waten steril e) Kapas steril f) Kassa steril g) Antiseptic (bethadin) h) Aquadest / air hangat i) Korentang j) Plester k) Kapas alkohol l) Pinset m) Kantong sampah B. Prosedur pelaksanaan (Brunner & Suddart, 2002). Tabel 2.1 prosedur pelaksanaan perawatan DC 34 No A. 1. 2. 3. B. 1. 2. 3. C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. D. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Prosedur pelaksanaan Tahap Pra Interaksi Mengecek program terapi Mencuci tangan Menyiapkan alat Tahap Orientasi Beri salam & tanya nama pasien Jelaskan tujuan dan prosedur Tanyakan kesiapan pasien Tahap kerja Pasang sampiran & jaga privasi Posisikan pasien pada pria : supinasi, dan pada wanita: dorsal recumbent Pasang perlak & pengalas Pakai sarung tangan Bersihkan genetalia dengan air hangat Pastikan posisi kateter terpasang dengan benar Bersihkan ujung penis( pria) atau ujung pemasangan kateter. Lepas sarung tangan dan pengalas Rapikan pasien Tahap terminasi Evaluasi tindakan Rapikan pasien dan lingkungan Berpamitan dengan klien Bereskan dan kembalikan alat Cuci tangan Dokumentasi 2.1.6 Infeksi Nosokomial 2.1.6.1 Pengertian infeksi nosokomial Evaluasi Ttd 35 Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di dalam tubuh pejamu yang mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005; Linda Tietjen, 2004). Infeksi nosokomial dapat didefinisikan sebagai infeksi yang didapatkan saat pasien dirawat dirumah sakit. Pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial apabila memenuhi beberapa kriteria atau batasan sebagai berikut : pada saat pasien mulai dirawat dirumah sakit tidak didapatkan tandatanda klinik dari infeksi, pada saat pasien mulai dirawat dirumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi (Kozier, 2010). Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat seseorang dalam waktu 3x24 jam sejak mereka masuk rumah sakit (Depkes RI, 2003). Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten terhadap antibiotik (Perry & Potter, 2005). Interaksi antara pejamu (pasien,perawat, dokter, dan lain-lain), agen (mikroorganisme pathogen) dan lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur pengobatan) menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak. Infeksi nosokomial tidak hanya melibatkan pasien, tetapi juga orang lain yang kontak dengan pasien, termasuk perawat dan petugas kesehatan serta lingkungan rumah sakit (Kozier, 2010). 2.1.6.2 Kriteria infeksi nosokomial 36 Kriteria infeksi nosokomial (Depkes RI, 2003), antara lain: 1. Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut. 2. Infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3x24 jam (72 jam) sejak pasien mulai dirawat. 3. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama dari waktu inkubasi infeksi tersebut. 4. Infeksi terjadi pada neonatus yang diperoleh dari ibunya pada saat persalinan atau selama dirawat di rumah sakit. Tanda-tanda infeksi jika sudah ada dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial. Infeksi rumah sakit sering terjadi pada pasien berisiko tinggi yaitu pasien dengan karakteristik usia tua, berbaring lama, menggunakan obat imunosupresan dan/atau steroid, imunitas turun misal pada pasien yang menderita luka bakar atau pasien yang mendapatkan tindakan invasif, pemasangan infus yang lama, atau pemasangan kateter urin yang lama dan infeksi nosokomial pada luka operasi (Depkes RI, 2001). Infeksi nosokomial dapat mengenai setiap organ tubuh, tetapi yang paling banyak adalah infeksi nafas bagian bawah, infeksi saluran kemih, infeksi luka operasi, dan infeksi aliran darah primer atau phlebitis (Depkes RI, 2003). 2.1.6.3 Cara penularan infeksi nosokomial Cara penularan infeksi nosokomial antara lain : 37 1. Penularan secara kontak Penularan ini dapat terjadi baik secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi hepatitis A virus secara fekal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh sumber infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010). 2. Penularan melalui common vehicle Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu pejamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan, cairan antiseptik, dan sebagainya (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010). 3. Penularan melalui udara dan inhalasi Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas akan membentuk debu yang dapat menyebar jauh (Staphylococcus) dan tuberkulosis (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010). 4. Penularan dengan perantara vektor 38 Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganime yang menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat. Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan biologik, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologik, misalnya Yersenia pestis pada ginjal (flea) (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010). 5. Penularan melalui makanan dan minuman Penyebaran mikroba patogen dapat melalui makanan atau minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan gejala baik ringan maupun berat (Uliyah dkk, 2006). 2.1.6.4 Mata rantai infeksi Ada enam mata rantai yang membentuk rantai infeksi yaitu : 1. Infectious agent, yaitu penyebab pertama dari infeksi. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi pada host virulensi kuman atau cenderung meningkatkan proses terjadinya infeksi (Potter and Perry, 2007). 2. Reservoir (sumber mikroorganisme) Contohnya manusia, hewan, tumbuhan tumbuhan, lingkungan umum (Kozier, 2008). 3. Portal of exit, yaitu suatu media untuk mikroorganisme berpindah dari 39 reservoir ke host. Perpindahan ini tidak akan terjadi bila tidak terjadi infeksi, misalnya kontak kulit dengan infeksi (Smith and Duell, 2008). Cara penyebaran: Setelah meninggalkan sumber mikroorganisme, mikroorganisme membutuhkan cara penyebaran yang terdiri dari penyebaran langsung contohnya melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, pengunjung, dan pasien lainnya atau dari darah saat transfusi darah, penyebaran tidak langsung dapat berupa: a) Penyebaran lewat perantara Contohnya penularan mikroba pathogen melalui benda-benda mati contohnya peralatan medis, penularan mikroba pathogen melalui makanan dan minuman, penularan mikroba pathogen melalui air. b) Penyebaran lewat vektor Yaitu hewan atau serangga terbang yang bertindak sebagai media transportasi agen infeksi dan penularan terjadi secara eksternal melalui pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vektor contohnya salmonella oleh lalat dan penularan secara internal terjadi pada mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor sehingga dapat terjadi perubahan biologis, contohnya parasit malaria dalam nyamuk (Tietjen, 2004), c) Penyebaran lewat udara Contohnya droplet atau debu, penularan terjadi apabila mikroorganisme mempunyai ukuran sangat kecil dan dapat 40 mengenai penderita dalam jarak yang jauh dan melalui pernafasan, contohnya staphylococcus dan tuberculosis (Kozier, 2010). 4. Portal of entry , yaitu barier yang efektif terhadap transmisi mikroorganisme. Sebelum menginfeksi individu, mikroorganisme harus masuk ke tubuh individu, kulit adalah barier terhadap agen infeksi tetapi apabila ada kerusakan pada kulit maka mudah menjadi pintu masuk mikroorganisme (Potter and Perry, 2007). 5. Inang yang rentan yaitu individu yang berisiko mengalami infeksi, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerentanan individu terhadap infeksi, contohnya usia (individu yang sangat muda dan individu yang sangat tua), klien yang menerima pengobatan kanker yang menekan sistem imun (Kozier, 2010). Transmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi sebagai berikut: contact, droplet, airborne, common vehicles, dan vector borne (Potter and Perry, 2007). 2.1.6.5 Contoh mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial (WHO, 2002): 1. Conventional pathogens Menyebabkan penyakit pada orang sehat, karena tidak adanya kekebalan terhadap kuman tersebut: Staphylococcus aureus, streptococcus, salmonella, shigella, virus influenza, virus hepatitis. 2. Conditional pathogens 41 Penyebab penyakit pada orang dengan penurunan daya tahan tubuh terhadap kuman langsung masuk dalam jaringan tubuh yang tidak steril: pseudomonas, proteus, klebsiella, serratia, dan enterobacter. 3. Opportunistic pathogens Menyebabkan penyakit menyeluruh pada penderita dengan daya tahan tubuh sangat menurun: mycobacteria, nocardia, pneumocytis. 2.1.6.6 Jenis jenis infeksi nosokomial Jenis jenis infeksi nosokomial diantaranya (Muhlis, 2006): 1. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih adalah merupakan infeksi nosokomial yang paling sering,sekitar 40% dari kejadian infeksi nosokomial. 80% nya adalah infeksi dari penggunaan kateter urin, dimana bakteri yang sering menyerang adalah E. Colli. 2. Infeksi pada saluran operasi Infeksi pada saluran operasi sekitar 25-30 % infeksi nosokomial tetap berperan sekitar 57 % hari perawatan tambahan dirumah sakit dan 42 % biaya tambahan. 3. Bakterimia Infeksi ini hanya sekitar 5% dari ineksi nosokomial yang terjadi, tetapi angka kematiannya sangat tinggi terutama disebabkan oleh bakteri staphylococus dan candida. 4. Infeksi saluran nafas bagian bawah atau Pneumonia 42 Pneumonia menyebabkan sekitar 15% sampai dengan 20% infeksi nosokomial tetapi menyebabkan 24% hari-hari tambahan dirawat dirumah sakit dan 39% biaya tambahan. 2.1.6.7 Jenis pencegahan infeksi nosokomial a. Pengertian Pencegahan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi. Dengan demikian, pencegahan merupakan tindakan. Pencegahan identik dengan perilaku. b. Jenis-jenis pencegahan infeksi nosokomial sebagai berikut : 1. Penerapan standar precaution meliputi : Mencuci tangan, Menggunakan alat pelindung diri, contohnya sarung tangan, masker wajah, baju pelindung dan pelindung mata 2. Kewaspadaan isolasi, 3. Pembersih, desinfeksi dan sterilisasi, 4. Antiseptik dan aseptik 2.1.7 Pasien 2.1.7.1 Pengertian pasien. Istilah pasien berasal dari kata kerja bahasa latin yang artinya “ menderita”, secara tradisional telah digunakan untuk menggambarkan orang yang menerima perawatan. Konotasi yang melekat pada kata itu adalah ketergantungan. Karena alasan inilah banyak perawat memilih kata 43 pasien, yang berasal dari kata kerja bahasa latin yang artinya “bersandar” dan berkonotasi bekerja sama dan independen. Figur sentral dalam pelayanan perawatan kesehatan adalah pasien. Pasien yang datang ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan dengan masalah kesehatan juga datang sebagai individu, anggota keluarga atau anggota dari komunitas. Tergantung pada masalahnya, keadaan yang berhubungan, dan pengalaman masa lalu, kebutuhan pasien akan beragam. 2.1.8 Stroke 2.1.8.1 Pengertian stroke Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat, dsebabkan karena gangguan perdarahan otak (Tobing, 2002). Stroke atau cerebro vascular accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentiny suplay darah ke bagian otak (Brunner & Suddart, 2002). WHO dalam Jenny (2005) mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan syaraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh lain dari itu. Stroke dbagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah keotak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80 % kejadian stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik dibagi menjadi tiga jenis, yaitu ( Tobing,2002): 44 1. Stroke trombotic diakibatkan proses terbentuknya trombus yang membuat penggumpalan. 2. Stroke embolic diakibatkan tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. 3. Hipoperfusion sistemic diakibatkan berkurangnya aliran darah keseluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak, hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi penderita hipertensi. Stroke hemoragik dibagi menjadi dua macam, yaitu: a) Intracerebral hemoragic yaitu disebabkan oleh perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak. b) Subarachnoid hemoragic disebabkan perdarahan yang terjadi pada ruang sub arachnoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). (Tobing, 2002). 2.1.8.2 Tanda dan gejala stroke Berdasarkan letak lokasi nya ditubuh, tanda dan gejala stroke diantaranya (Tobing, 2002): 1. Bagian sistem syaraf pusat: kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik. 2. Batang otak, dimana terdapat 12 syaraf kranial: menurunnya kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah. 45 3. Cerebral cortex: afasia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan. Tanda dan gejala tersebut apabila hilang dalam waktu 24 jam, maka dinyatakan sebagai TIA (transient ischemic attact) dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke. 2.1.8.3 Letak kelumpuhan akibat stroke (Harsono, 2003): a) Kelumpuhan sebelah kiri (hemiparesis sinistra) Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak menyebabkan kelemahan tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelemahan sebelah kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan visuo motor (ketidakmampuan tangan dan jari-jari serta koordinasi mata-tangan untuk memanipulasi lingkungan), kehilangan mmori visual dan mengabaikan sisi kiri. Penderita memberikan perhatian hanya kepada sesuatu yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihat. b) Kelumpuhan sebelah kanan (hemiparesis dextra) kerusakan pada sisi sebelah kiri otak menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tubuh sebelah kanan. Penderita ini biasanya mempunyai kekurangan dalam kemampuan komunikasi verbal. Pesepsi dan memori visuomotor masih sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus dengan cermat diperhatikan tahap demi tahap secara visual. Body language (bahasa tubuh) lebih banyak kita gunakan dalam berkomunikasi. 46 c) Kelumpuhan kedua sisi (paraparese). Adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan diikuti satu sisi lainnya. Timbul gangguan pseudobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-tanda hemiplegic dopleks, sukar menelan, sukar berbicara, dan juga menyebabkan kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi. 2.1.8.4 Faktor penyebab stroke Faktor penyebab stroke ada dua macam (Tobing, 2002) yaitu: 1. Faktor yang tidak dapat dikontrol. a) Usia Setiap manusia akan bertambah umurnya, dengan demikian kemungkinan terjadinya stroke semakin besar. Resiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali pada tahun berikutnya. b) Jenis kelamin Pria memiliki kecenderungan lebih besar terkena serangan stroke dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1 (Noer, 2000). c) Faktor keturunan Seseorang yang mempunyai riwayat stroke dalam keluarganya, menjadi seseorang yang beresiko tinggi terkena serangan stroke. 2. Faktor yang dapat dikontrol. a) Hipertensi 47 Faktor ini merupakan faktor utama terjadinya stroke iskemik dan perdarahan, yaitu sering disebut the silent killer, karena hipertensi meningkatkan terjadinya stroke sebanyak 4-6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke semakin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak (Eric, 2004). b) Diabetes Mellitus Gula darah yang tinggi dapat menimbulkan kerusakan endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Pria yang mendeita diabetes mellitus, cenderung berada pada posisi yang beresiko tinggi akan terkena serangan stroke dari pada yang tidak menderita diabetes mellitus, sekalipun penyakit mereka dibawah pengawasan. Orang yang menderita diabetes mellitus, resiko untuk terkena stroke 1,5 – 3 kali lipat lebih besar (Wolf, 2007). c) Penyakit jantung Hubungan kausal antar beberapa jenis penyakit jantung dan stroke telah dapat dibuktikan. Gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner bisa menyebabkan terjadinya stroke. Dua pertiga orang yang mengidap penyakit jantung kemungkinan akan terkena serangan stroke (Sheldon, 2005). d) Merokok 48 Merokok meningkatkan terjadinya stroke hampir dua kali lipat. Adapun perokok pasif beresiko terkena stroke 1-2 kali lipat (Martini,dkk, 2006). e) Obesitas Berat badan yang terlalu berlebihan menyebabkan adanya tambahan beban ekstra pada jantung dan pembuluh-pembuluh darah, hal ini akan semakin meningkatkan terkena stroke (Hakim, 2004). f) Alkohol Konsumsi alkohol dapat mengganggu metabolisme tubuh, sehingga terjadi diabetes mellitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel darah tepi, saraf otak dan lain lain. Peminum berat alkohol dapat mengakibatkan resiko terkena stroke 1-3 kali lebih besar. g) Hiperkolesterolemik Kolesterol yang tinggi akan membentuk plak didalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun diotak. 2.1.8.5 Akibat stroke Penurunan parsial total gerakan lengan dan tungkai, 90% bermasalah dalam berfikir dan mengingat, 70% menderita depresi, 30% menderita kesulitan berbicara , menelan, dan juga dalam membedakan 49 kanan dan kiri. Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok lansia, namun kini cenderung menyerang generasi muda yang masih produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan, namun juga dialami warga pedesaan yang hidup dengan serba keterbatasan (Waluyo, 2009). 2.1.8.6 Pasca stroke Setelah stroke, sel otak mati dan hematom akan diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dalam waktu tiga bulan, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat. Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sebelumnya, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita stroke menderita stres akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke (Jenny, 2005). 2.1.8.7 Upaya pencegahan stroke Ada beberapa hal yang dapatr dilakukan untuk mencegah stroke (Jenny, 2005): 1. Pencegahan primordial Adalah upaya yang dimaksudkan untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit stroke tidak meningkat dengan adanya dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup, dan faktor resiko lainnya, misalnya kebersihan lingkungan yaitu terbebas dari 50 polusi seperti asap rokok yang dapat menimbulkan penyemnpitan pembuluh darah. 2. Pencegahan primer Tujuannya adalah untuk mencegah timbulnya faktor resiko stroke bagi individu yang belum atau mempunyai faktor resiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke. 3. Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronik. 4. Pencegahan tersier Pencegahan dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan pencegahan tersier yang bertujuan untuk menjaga atau meningkatkan kemampuan fisik, ekonomi, dan kemampuan untuk bekerja seoptimal mungkin (Harsono, 2003). 51 2.2 Keaslian Penelitian Tabel 2.2 Tabel keaslian penelitian No Nama peneliti 1. Tri Kesuma Dewi (2009) Judul penelitian Metode penelitian Tingkat Penelitian pengetahuan adalah non perawat tentang eksperimental perawatan kateter dengan urin di RS PKU pendekatan Muhamadiyah cross sectional, Yogyakarta teknik sampelnya adalah purposive sampling. Teknik analisa data adalah dengan deskriptive kuantitatif. Hasil penelitian Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat tentang SOP perawatan kateter dalam kriteria baik 15% dan kriteria cukup 85%, pengetahuan perawat tentang tujuan perawatan kateter menunjukkan kriteria cukup 22% dan kriteria kurang sebanyak 77,5%, dan pengetahuan perawat tentang akibat pemasangan kateter dan tanda ISK menunjukkan kriteria baik 50% dan kriteria cukup 50%. Secara keseluruhan pengetahuan perawat tentang perawatan dalam 52 kriteria baik 20% dan dalam kriteria cukup sebanyak 80%. 2. Kasmad (2007) Hubungan antara kualitas perawatan kateter dengan kejadian infeksi nosokomial saluran kemih. Metode penelitian ini dengan observasi dan menggunakan instrumen penelitian berupa lembar observasi. 3. Sukardjo, dkk Hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang kontrol infeksi nosokomial di RS Islam Sultan Agung Semarang Merupakan penelitian kuantitatif, rancangan cross sectional. Pengumpulan data dengan kuesioner dan angket observasi. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik proportional stratified random sampling.data yang diperoleh diolah dengan menggunakan SPSS menggunakan uji regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan Uji statistik menggunakan uji chi square dan hasilnya nilai t hitung (7,081) > dari nilai t table (5,99) dan nilai p value (0,029) < 0,05 yang menunjukkan adanya hubungan antara kualitas perawatan kateter dengan kejadian infeksi nosokomial saluran kemih. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan perawat tentang kontrol infeksi terhadap pencegahan infeksi nosokomial di RS Islam Sultan Agung Semarang (p < 0,05, dimana p = 0,308). Ada hubungan antara sikap perawat tentang kontrol infeksi terhadap pencegahan infeksi nosokomial di RS Islam Sultan Agung Semarang (p < 0,05, dimana p = 0,019). Berdasarkan tiga penelitian terdahulu yang ditampilkan diatas, terdapat perbedaan antara penelitian diatas dengan penelitian ini. Dalam penelitian sebelumnya belum meneliti hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang 53 kualitas perawatan DC terhadap perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih. Untuk itu peneliti mencoba ingin meneliti topik ini untuk diangkat menjadi sebuah penelitian yang terbaru. 2.3 Kerangka teori Predisposing factors: · Pengetahuan · Sikap · Kepercayaan · Norma · dll · · · · Enabling factors: Umur Pendidikan Status sosial ekonomi dll Kualitas perawatan DC Alat ukur: SOP perawatan DC Perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih Reinforcing factors: · Sikap teman · Petugas kesehatan · Tokoh masyarakat · dll 54 Keterangan: : diteliti : tidak diteliti Bagan 2.1 kerangka teori Sumber: Notoadmodjo ( 2010), Syaifudin azwar (2012), Brunner & Suddart (2000), Kozier (2010), Lawrence Green (1989) dalam Notoatmodjo (2003) 2.4 Kerangka konsep Sikap Pengetahuan tentang kualitas kualitas perawatan perawatan Perilaku DC DC pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih Bagan 2.2 Kerangka konsep 55 2.5 Hipotesa Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ha: ada hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke di ruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen Ho: tidak ada hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat tentag kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke diruang inap RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan rancangan penelitian Desain ataupun rancangan penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi kesulitan yang dapat terjadi selama proses penelitian (Burn & Grove 1991 dalam Notoadmodjo, 2005). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional dengan menekankan waktu pengukuran dan observasi data antara variabel dependen dan independen serta dilakukan satu kali pada satu saat (point time approach) secara simultan (Nursalam, 2008). 3.2 Populasi dan sampel 3.2.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono, 56 57 2009). Populasi dari penelitian ini adalah perawat di ruang inap di RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen berjumlah 94 orang. 3.2.2 Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah 50 orang perawat PNS yaitu ruang sakura 9 orang, ruang wijaya kusuma 12 orang, ruang teratai 8 orang, ruang ICU 10 orang dan ruang tulip 11 orang. Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel total sampling, dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2015). 3.3 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian ini adalah di ruang rawat inap dengan kasus penyakit syaraf yaitu ruang sakura, ruang teratai, ruang wijaya kusuma, ruang tulip dan ruang ICU di RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen pada bulan Desember 2015 sampai bulan Januari 2016. 3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Tabel 3.1 variabel, definisi operasional dan skala pengukuran Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Perilaku pencegahan inos saluran kemih Kegiatan atau aktivitas organisme / individu yang bersangkutan yaitu dalam pencegahan inos saluran kemih. Sesuatu yang diketahui Dengan checklist Kuesioner Nominal yang terdiri dari 18 butir pertanyaan dengan jawaban ya dan tidak. Baik: ya ≥ 9 Buruk: ya <9 Dengan checklist Kuesioner pertanyaan Tinggi benar Pengetahuan perawat Skala ukur Ordinal Skor : ≥ 58 tentang kualitas perawatan DC setelah orang melakukan penginderaan terhadap kualitas perawatan DC. Sikap perawat tetang kualitas perawatan DC Kesiapan atau Dengan kecenderungan checklist seseorang (perawat) untuk bertindak tentang kualitas perawatan DC. yang terdiri dari 17 pertanyaan dengan jawaban benar dan salah. Kuesioner Nominal yang terdiri dari 17 pertanyaan dengan jawaban setuju dan tidak setuju. 8,5 Rendah : benar < 8,5 Positif: jawaban setuju ≥ 8,5 Negatif: jawaban setuju < 8,5 3.5 Alat penelitian dan cara pengumpulan data. 3.5.1 Cara pengumpulan data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2008). Cara pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan kuesioner tentang pengetahuan dan sikap tentang kualitas perawatan kateter, serta kusioner tentang perilaku pencegahan infeksi nosokomial yang bersifat tertutup artinya pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga responden dibatasi dalam memberikan jawaban atas beberapa alternatif jawaban atau satu jawaban saja. Kemudian kuesioner yang telah dibuat didistribusikan kepada para responden atau perawat ruang rawat inap penyakit syaraf di RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen. 3.6 Teknik pengolahan dan analisa data 59 3.6.1 Teknik pengolahan data a) Editing Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekkan kelengkapan data yang telah dikumpulkan. Data dikelompokkan berdasarkan variabel dependen (perilaku) dan variabel independen ( pengetahuan dan sikap) b) Coding Memberikan kode pada data dengan merubah huruf menjadi angka. Jawaban Ya diberi kode 1 dan Tidak diberi kode 0, jawaban Setuju diberi kode 1 dan Tidak setuju diberi kode 0. Jawaban Benar diberi kode 1 dan Salah diberi kode 0. Kriteria pengukuran adalah: Pengetahuan:Tinggi : benar ≥ 8,5 Rendah : benar < 8,5 Sikap Positif: jawaban setuju ≥ 8,5 Negatif: jawaban setuju < 8,5 Perilaku: Baik: ya ≥ 9 Buruk: ya < 9 c) Transfering Memindahkan jawaban atau kode jawaban kedalam media tertentu. Setelah jawaban diberi kode kode tertentu kemudian dipindahkan ke dalam sebuah tabel agar lebih mudah untuk menghitungnya. d) Tabulating Merupakan kegiatan menyusun data dalam tabel. Data disusun dalam sebuah tabel agar lebih mudah dalam menghitungnya. 60 e) Entry data Entry data merupakan suatu proses memasukkan data kedalam komputer untuk diolah dengan menggunakan SPSS. Sebelum data diklasifikasikan, data dikelompokkan terlebih dahulu guna kepentingan penelitian ini, selanjutnya data ditabulasi sehingga diperoleh frekuensi dari masing-masing kelompok pertanyaan dari setiap alternatif jawaban yang tersedia. Setelah data dibuat tabel dalam microsoft Excel, kemudian dipindahkan ke SPSS dan dihitung sesuai dengan rumus. 3.6.2 Analisa data Analisa hasil penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut: a) Analisa univariat Analisa yang dilakukan menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian. Analisa univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna, peringkasan tersebut dapat berupa ukuran statistik, tabel, grafik. Analisa univariat dilakukan masing-masing variabel yang diteliti (Notoadmodjo, 2005). Pada analisa univariat ini sekaligus bertujuan untuk melihat jumlah responden berdasarkan karakteristik demografi individunya yaitu dilihat dari umur, jenis kelamin, lama bekerja dan jenis pendidikan. Selain itu juga analisa univariat ini juga untuk melihat tingkat 61 pengetahuan, sikap tentang kualitas perawatan DC dan juga perilaku dalam pencegahan inos saluran kemih. b) Analisa bivariat Setelah diketahui karakteristik masing masing variabel maka dilakukan analisa lebih lanjut yaitu dengan analisa bivariat. Analisa bivariat adalah dilakukan untuk menganalisa dua variabel yaitu variabel bebas (pengetahuan dan sikap perawat tentang kualitas perawatan DC) dengan variabel dependent yaitu perilaku pencegahan inos saluran kemih. Penelitian ini menggunakan uji khai kuadrat (chi square) dengan menggunakan CI 95% ,derajat kemaknaan 5%. Nilai antara variabel bebas terikat dengan variabel terikat didapat nilai p value < α (alpha), berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sebaliknya bila nilai p value > α (alpha), berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kedua variabel. 3.6.3 Uji validitas dan uji reliabilitas Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner. Menurut Notoatmodjo (2005) kuesioner yaitu teknik pengumpulan data dengan menyebar angket atau daftar pernyataan mengenai masalah yang berhubungan dengan data yang diperlukan dan dibagikan kepada seluruh responden. Agar instrumen dalam bentuk kuesioner tersebut keabsahan dan keajegannya dapat dipertanggungjawabkan, maka perlu diuji validitas 62 dan reliabilitasnya. Uji validitas dan reliabilitas diolah menggunakan program komputer. 1. Uji validitas Validitas instrument adalah keadaan yang menggambarkan instrument tersebut benar-benar mengukur apa yang ingin diukur (Notoatmodjo, 2002). Uji validitas eksternal pada penelitian ini menggunakan jumlah sampel sebanyak 30 orang (Sugiyono, 2010) dan akan dilakukan di Ruang inap syaraf RSUD Kab. Sukoharjo, Jawa tengah mengingat tipe karakteristik sampel dan populasinya hampir sama. Untuk menguji validitas dapat dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment (Notoatmodjo, 2005) . Rumus product moment adalah sebagai berikut: rxy= N ∑ XY-(∑X)(∑Y) ξሼσܺ െ ሺσܺሻଶ ሽሼܰσÜ» ଶ െ ሺσܻሻଶ ሽ ଶ Keterangan: rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y ∑xy = jumlah perkalian X dan Y X = nilai hasil uji coba hasil per item Y = total skor quesioner per responden X² = kuadrat dari X (X x X) N = jumlah responden Kriteria pengukuran validitas instrument yaitu dengan membandingkan antara r hitung dengan r tabel. Pengukuran dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel, dan dikatakan tidak valid apabila r hitung < r tabel, perbandingan r hitung dan r tabel pada taraf 5% (Sugiyono, 63 2005). Pada penelitian ini, instrument penelitian telah dilakukan uji validitas di RSUD Sukoharjo dan hasilnya sebagai berikut: a. Kuesioner tingkat pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dari jumlah pertanyaan 20 soal sudah dilakukan uji validitas tehadap 30 respoden dengan kriteria: soal dikatakan valid bila r hitung > 0,361 dan tidak valid bila r hitung < 0,361. (r tabel dari 30 responden 2-tailed = 0,361). Hasil uji validitas kuesioner tingkat pengetahuan adalah 17 soal dinyatakan valid ( soal no: 1,2,3,4,5,6,8,9,10,12,13,14,15,16,17,18,20) dan 3 soal tidak valid (soal no: 7,11,19). b. Kuesioner sikap tentang kualitas perawatan DC dari jumlah pertanyaan 20 soal sudah dilakukan uji validitas tehadap 30 respoden dengan kriteria: soal dikatakan valid bila r hitung > 0,361 dan tidak valid bila r hitung < 0,361. Hasil uji validitas kuesioner sikap adalah 17 soal dinyatakan valid (soal no: 1,2,3,4,5,6,7,9,10,11,13,15,16,17,18,19,20) dan 3 soal dinyatakan tidak valid (soal no: 8,12,14). c. Kuesioner perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih dari jumlah pertanyaan 20 soal sudah dilakukan uji validitas tehadap 30 respoden dengan kriteria: soal dikatakan valid bila r hitung > 0,361 dan tidak valid bila r hitung < 0,361. Hasil uji validitas kuesioner perilaku adalah 18 soal dinyatakan valid (soal no: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19) dan 2 soal dinyatakan tidak valid ( soal no: 16, 20). 64 2. Uji reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach dalam Sugiyono (2002). Rumus Alfa Cronbach sebagai berikut: r11 = k { 1 - ∑ St2 } k–1 St 2 Dimana: k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal ∑ St2 = jumlah varians butir St2 = varians total Maka pertanyaan yang valid tadi diuji kembali dengan uji reliabilitas. Kriteria keputusan reliabel tidaknya kuesioner dinyatakan apabila nilai r alpha lebih besar dibandingkan r alpha tabel, maka reliabel. Dan apabila r alpha < r alpha tabel maka tidak reliabel, perbandingan r alpha dengan r alpha tabel dengan taraf signifikansi 0,05 (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini, instrument penelitian ini telah dilakukan uji reliabilitas yaitu dengan hasil temuan: a. Dari 17 soal pertanyaan tingkat pengetahuan tentang kualitas perawatan DC pada 30 responden yang sudah dinyatakan valid, didapatkan hasil 0,727 > 0,361 maka dinyatakan reliabel. 65 b. Dari 17 soal pertanyaan sikap tentang kualitas perawatan DC pada 30 responden yang sudah dinyatakan valid, kemudian dilakukan uji reliabilitas didapatkan hasil 0,736 > 0,361 maka dinyatakan reliabel. c. Dari 18 soal pertanyaan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada 30 responden yang sudah dinyatakan valid, kemudian dilakukan uji reliabilitas dan ditemukan hasil 0,731 > 0,361, maka dinyatakan reliabel. 3.7 Etika penelitian Secara umum prinsip dalam penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu, manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek dan prinsip keadilan (Nursalam, 2008). Data yang didapat dengan cara menekankan etika yang mengacu pada: 3.7.1 Lembar persetujuan menjadi responden (informed consent) Lembar persetujuan diberikan kepada subjek yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian jika calon responden bersedia untuk diteliti, maka mereka harus mengisi lembar persetujuan tersebut, namun apabila responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh memaksakan dan tetap menghormati hak-hak responden. 3.7.2 Tanpa nama (anonimity) Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (lembar observasi) cukup dengan memberikan kode pada masing-masing lembar observasi tersebut. 66 3.7.3 Kerahasiaan (confidentiality) Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset atau hasil dari penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden pada penelitian ini adalah berdasarkan data demografi responden yang meliputi: umur responden, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama masa kerja responden. Pada bab ini akan diuraikan untuk masing-masing karakteristik responden tersebut. 4.1.1 Karakteristik responden berdasarkan umur Berikut ini akan diuraikan hasil karakteristik responden berdasarkan umur dalam tabel berikut ini: Tabel 4.1 Data distribusi frekuensi responden berdasarkan umur No 1 2 3 Umur 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun Jumlah Jumlah 25 19 6 50 Persentase 50% 38% 12% 100% Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa mayoritas jumlah responden adalah berusia 26-35 tahun yaitu sebanyak 25 responden (50%). 4.1.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Berikut ini akan diuraikan hasil karakteristik berdasarkan jenis kelamin dalam tabel berikut ini: 67 responden 68 Tabel 4.2 Data distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin No 1 2 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah 18 32 50 Persentase 36% 64% 100% Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa mayoritas dari jumlah responden adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 32 responden (64%). Peneliti memiliki argumen berkenaan dengan hasil temuan ini, bahwa terkadang sangat mudah dilihat perbedaan antar kaum laki-laki dengan kaum perempuan. Dimana mayoritas kaum perempuan lebih cenderung rajin dan juga ulet dalam beerja ataupun melakukan rutinitas mereka sehari-hari. Sedangkan kaum laki-laki biasanya lebih malas dan juga lebih cuek dalam melakukan pekerjaannya. Seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Sunaryo (2004), bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang adalah jenis kelamin. Sebagai contohnya adalah perbedaan perilaku antara pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian atau cara melakukan pekerjaannya sehari-hari. 4.1.3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan. Berikut ini akan diuraikan hasil karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.3 Data distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan No Tingkat pendidikan Jumlah Persentase 1 D3 Keperawatan 27 54% 2 S1 keperawatan 21 42% 3 Lain-lain 2 4% Jumlah 50 100% 69 Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa mayoritas dari jumlah responden adalah memiliki tingkat pendidikan D3 keperawatan yaitu sebanyak 27 responden (54%). 4.1.4 Karakteristik responden berdasarkan lama masa kerja Berikut ini akan diuraikan hasil karakteristik responden berdasarkan lama masa kerja responden dalam tabel berikut ini: Tabel 4.4 Data distribusi frekuensi responden berdasarkan lama masa kerja No Lama kerja Jumlah Persentase 1 5-10 tahun 23 46% 2 11-15 tahun 19 38% 3 >15 tahun 8 16% Jumlah 50 100% Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa mayoritas dari jumlah responden memiliki masa kerja selama 5-10 tahun yaitu sebanyak 23 responden (46%). 4.2 Uji Univariat 4.2.1 Pengetahuan tentang perawatan DC Tabel berikut ini akan menguraikan karakteristik responden berdasarkan tingkat pengetahuan responden tentang perawatan DC yang telah dilakukan penelitian yaitu sebagai berikut: Tabel 4.5 Data distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden tentang perawatan DC No Kategori pengetahuan Jumlah Persentase 1 Tinggi 33 66% 2 Rendah 17 34% Jumlah 50 100% 70 Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa mayoritas tingkat pengetahuan responden tentang perawatan DC adalah tinggi yaitu sebanyak 33 responden (66%). 4.2.2 Sikap tentang perawatan DC Tabel berikut ini menguraikan karakteristik responden berdasarkan sikap responden tentang perawatan DC yang telah dilakukan penelitian yaitu sebagai berikut: Tabel 4.6 Data distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap tentang perawatan DC No Sikap responden Jumlah Persentase 1 Positif 32 64% 2 Negatif 18 36% Jumlah 50 100% Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa mayoritas sikap responden tentang perawatan DC adalah positif yaitu sebanyak 32 responden (64%). 4.2.3 Perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih Tabel berikut ini menguraikan karakteristik responden berdasarkan perilaku responden tentang pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih yang telah dilakukan penelitian yaitu sebagai berikut: Tabel 4.7 Data distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku tentang pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih No 1 2 Perilaku responden Baik Buruk Jumlah Jumlah 26 24 50 Persentase 52% 48% 100% 71 Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa mayoritas perilaku responden tentang pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih adalah baik yaitu sebanyak 26 responden (52%). 4.3 Uji Bivariat Berdasarkan analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik chi kuadrat diperoleh hasil sebagai berikut: 4.3.1 Hubungan pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih. Tabel 4.8 Hubungan pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih Perilaku Baik Buruk Total x² Asymp. sig (2sided)/ p Pengetahuan Tinggi 21 12 33 7,890 0,005 Rendah 10 24 34 Jumlah 31 36 67 Berdasarkan tabel 4.8 didapat nilai x² hitung (pearson chi square) adalah 7,890 dan dengan tingkat keyakinan 95%, alpha = 5%, df 1(jumlah baris-1) x (jumlah kolom-1) = (2-1) x (2-1) = 1 x 1 = 1, hasil untuk x² tabel sebesar 3,841. Karena x² hitung > x² tabel (7,890 > 3,841) dan nilai p: 0,005, maka H0 ditolak, jadi ada hubungan pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke diruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, dengan tingkat kelemahan sebesar p: 0,005. 72 4.3.2 Hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih Tabel 4.9 Hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih Perilaku Baik Buruk Total x² Asymp. sig (2sided)/ p Sikap Positif 13 19 32 4,608 0,032 Negatif 13 5 18 Jumlah 26 24 50 Berdasarkan tabel 4.9 didapat nilai x² hitung (pearson chi square) adalah 4,608 dan dengan tingkat keyakinan 95%, alpha = 5%, df 1(jumlah baris-1) x (jumlah kolom-1) = (2-1) x (2-1) = 1 x 1 = 1, hasil untuk x² tabel sebesar 3,841. Karena x² hitung > x² tabel (4,608 > 3,841) dan nilai p: 0,032, maka H0 ditolak, jadi ada hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke diruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, dengan tingkat kelemahan sebesar p: 0,032 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Karakteristik responden berdasarkan umur Dari jumlah responden penelitian yaitu sebesar 50 orang responden didapatkan data bahwa jumlah responden yang berusia 26-35 tahun sebanyak 25 respon (50%), 36-45 tahun sebanyak 19 responden (38%) dan 46-55 tahun sebanyak 6 responden (12%). Pembagian rentang usia responden diatas adalah berdasarkan pembagian umur dari DepKes (2009), yaitu usia dewasa awal (26-35 tahun), usia dewasa akhir (36-45 tahun), usia lansia awal (46-55 tahun), usia lansia akhir (56-65 tahun) dan usia manula (diatas 65 tahun). Dilihat dari data diatas dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden dalam rentang usia dewasa awal (26-35 tahun) yaitu sekitar 25 responden atau 50% dan yang paling sedikit adalah responden pada rentang usia 46-55 tahun yaitu hanya 6 responden (12%). Berdasarkan pendapat peneliti bahwa seperti kondisi dilahan penelitian memang benar mayoritas dari responden ialah mereka yang masih berumur dewasa awal, dimana mereka masih memiliki fisik yang kuat, semangat yang cukup tinggi dan juga kemampuan daya ingat dan daya serap ketika diberikan ilmu atau 73 74 ketrampilan baru, mereka lebih mudah menguasai dari pada responden yang berusia lebih tua. Hal ini sejalan dengan teori yang telah dikemukakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah dari faktor umur. Dimana semakin bertambah umur pengetahuan semakin meningkat, semakin tua (umur) pengetahuan akan mengalami degenerasi (Notoadmojo, 2010). 5.1.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan jumlah total responden yaitu sebanyak 50 orang dapat diketahui bahwa jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18 responden (36%) dan perempuan sebanyak 32 responden (64%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden yang terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 32 responden (64%). Peneliti memiliki argumen berkenaan dengan hasil temuan ini, bahwa terkadang sangat mudah dilihat perbedaan antar kaum laki-laki dengan kaum perempuan. Dimana mayoritas kaum perempuan lebih cenderung rajin dan juga ulet dalam beerja ataupun melakukan rutinitas mereka sehari-hari. Sedangkan kaum laki-laki biasanya lebih malas dan juga lebih cuek dalam melakukan pekerjaannya. Seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Sunaryo (2004), bahwa salah satu faktor yang dapat 75 mempengaruhi perilaku seseorang adalah jenis kelamin. Sebagai contohnya adalah perbedaan perilaku antara pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian atau cara melakukan pekerjaannya sehari-hari. 5.1.4 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan Berdasarkan jumlah total responden yaitu sebanyak 50 orang responden dapat diketahui bahwa jumlah responden yang memiliki pendidikan D3 keperawatan sebanyak 27 responden (54%), S1 keperawatan sebanyak 21 responden (42%) dan lain lain sebanyak 2 responden (4%). Berdasarkan data diatas dapat di simpulkan bahwa tingkat pendidikan responden pada penelitian ini adalah mulai dari D3 keperawatan sampai S2 Keperawatan. Menurut pendapat peneliti berkenaan dengan tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini bahwa memang benar kamampuan responden dalam menerima atau memahami setiap pengalaman ataupun ketika mereka diberikan ketrampilan baru terlihat perbedaan yang cukup jelas. Dimana responden dengan tingkat pendidikan Sarjana mereka lebih mudah diberikan ketrampilan baru dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Hal ini sangat mendukung pernyataan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah pula seseorang 76 tersebut menyerap ilmu / hal hal baru ataupun lebih mudah menyesuaikan dengan hal hal baru tersebut (Notoadmojo, 2010). 5.1.5 Karakteristik responden berdasarkan lama masa kerja Berdasarkan jumlah responden yaitu 50 orang responden dapat diketahui bahwa jumlah responden yang memiliki masa kerja selama 5-10 tahun sebanyak 23 responden (46%), 11-15 tahun sebanyak 19 tahun (38%) dan > 15 tahun sebanyak 8 responden (16%). Berdasarkan rentang lama masa kerja responden diatas, ternyata lama masa kerja responden yang paling lama adalah > 15 tahun. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi pengalaman responden dalam bekerja maupun tingkat pengetahuan responden. Lama masa kerja disini tentu saja berkaitan dengan umur responden, dimana responden yang sudah memiliki umur yang lebih tua tentu saja akan memiliki pengalaman dan juga masa kerja yang lebih dibandingkan dengan responden dengan umur yang lebih muda. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dilapangan ternyata memang benar, mayoritas responden yang sudah berusia diatas 40 tahun, mereka mengaku memiliki pengalaman atau masa kerja yang rata rata lebih dari 15 tahun dibandingkan dengan responden yang lebih muda. Dan responden yang sudah lama bekerja biasanya akan memiliki posisi yang lebih 77 dibandingkan dengan responden yang baru beberapa tahun bekerja, misalnya mereka dapat menjadi Katim ataupun Kepala ruang. Dan tentunya mereka akan lebih terlihat berpengalaman dalam bekerja dibanding yang lebih muda. Hal ini pun sesuai dengan konsep teori bahwa tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi juga oleh tingkat pengalaman dalam bekerja (lama masa kerja). Tingkat pendidikan seeorang yang semakin tinggi maka pengalaman akan semakin luas, sedangkan semakin tua umur seseorang, maka pengalaman semakin banyak (Notoadmojo, 2010). 5.2 Uji Univariat 5.2.1 Pengetahuan responden tentang kualitas perawatan DC Berdasarkan jumlah total responden yaitu sejumlah 50 orang dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden tentang perawatan DC adalah sebangai berikut: tingkat pengetahuan tinggi sebanyak 33 responden (66%) dan tingkat pengetahuan rendah sebanyak 17 responden (34%). Berdasarkan kondisi di RSUD dr. Soehadi prijonegoro Sragen dimana jumlah responden mayoritas masih memiliki latar belakang pendidikan D3 keperawatan yaitu sebesar 27 responden (54%) dan juga kemungkinan diakibatkan oleh tingkat pengalaman responden yang dapat dikatakan mayoritas responden masih memiliki pengalaman kerja yang dilihat dari lama masa kerja masih banyak yang baru yaitu kurang dari 10 tahun yaitu sejumlah 78 23 responden (46%). Hal ini tentunya akan banyak terjadi perubahan hasil temuan misalkan, pengetahuan responden akan menjadi lebih tinggi lagi dari pada temuan diawal apabila semua responden memiliki tingkat pendidikan yang lebih banyak lulusan sarjana atau mungkin S2. Dan juga kondisi akan berubah apabila sebagian besar dari responden memiliki masa bekerja yang jauh lebih lama sehingga kemungkinan mereka memiliki pengalaman yang lebih banyak lagi dibanding hasil penelitian ini. Berdasarkan temuan hasil penelitian diatas perbedaan tingkat pengetahuan responden baik tinggi maupun rendah kemungkinan adalah dipengaruhi oleh umur, tempat tinggal, sosial ekonomi, kultur, pendidikan, pengalaman, dan sumber informasi yang diperoleh (Notoadmojo, 2010). 5.2.2 Sikap responden tentang kualitas perawatan DC Berdasarkan jumlah total responden penelitian yaitu sebanyak 50 orang dapat diketahui bahwa sikap responden tentang perawatan DC adalah sebangai berikut: sikap yang positif sebanyak 32 responden (64%) dan sikap yang negatif sebanyak 18 responden (36%). Berdasarkan temuan diatas dapat ditarik kesimpulkan bahwa mayoritas responden memiliki sikap yang positif yaitu sejumlah 32 orang responden (64%). Menurut peneliti kondisi dilapangan yang sesungguhnya adalah masih cukup banyak sikap 79 dari responden yang setiap kali melakukan tindakan keperawatan terhadap pasien yang semaunya sendiri tanpa mengikuti SOP yang berlaku. Demikian juga ketika responden melakukan perawatan DC terhadap pasien yang memakai kateter. Sikap yang negatif dari para responden tersebut tentunya akan dapat dikurangi atau bahkan diubah apabila mereka mau dan mampu mendapatkan ilmu dan ketrampilan yang baru sehingga lambat laun akan mempengaruhi sikap dan pengalaman mereka dalam bekerja. Seperti kutipan dari teori yang menerangkan bahwa perubahan sikap seseorang dapat terjadi dikarenakan beberapa hal, diantaranya hasil dari proses belajar, proses sosialisasi, arus informasi, pengaruh kebudayaan dan adanya pengalaman- pengalaman baru yang dialami oleh individu (Davidoff dalam Zaim Elmubarok, 2008). 5.2.3 Perilaku responden dalam pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perilaku responden tentang pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih adalah sebagai berikut: perilaku baik sebanyak 26 responden (52%) dan perilaku yang buruk sebanyak 24 responden (48%). Perbedaan tingkat perilaku responden yang dapat diamati ditempat penelitian adalah kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa alasan yaitu perbedaan tingkat pendidikan yang 80 mayoritas masih D3 Keperawatan, terlalu sedikitnya pengalaman bekerja dari sebagian besar responden yang mana mayoritas responden memiliki lama masa kerja kurang dari 10 tahun dan juga perbedaan sikap responden yang masih memiliki sikap negatif misalnya malas dalam berperilaku. Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen menjelaskan bahwa sebanyak 24 responden masih terkadang berperilaku yang kurang baik dalam hal pencegahan INOS. Dimana mereka dengan sengaja membuang sampah tidak sesuai dengan tempatnya, tidak memakai APD yang sesuai dengan standar dan juga terkadang mereka tidak memperhatikan konsep steril dan non steril disetiap tindakan mereka kepada pasien. Hal inipun juga terlihat dalam hal perilaku perawatan DC setiap harinya. Masih ada sekitar 17 responden yang belum tahu tentang bagaimana perawatan DC yang benar dan juga ditemukan sebanyak 18 responden yang menganggap tidak penting akan tindakan perawatan DC pada pasien terhadap pencegahan infeksi. Biasanya responden yang belum tahu akan SOP perawatan DC yang benar ataupun enggan melakukan perawatan DC adalah responden yang sudah tua ataupun yang berpendidikan rendah. Karena kemungkinan mereka belum paham akan manfaat dan juga 81 resiko yang ditimbulkan bila melakukan perawatan DC yang berkualitas. Hal ini pun sejalan dengan penjelasan teori bahwa yaitu perilaku yang baik dan perilaku yang buruk kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor endogen (jenis ras, jenis kelamin, sifat kepribadian, bakat pembawaan, intelegensi dan usia) dan juga faktor eksogen (faktor lingkungan, pendidikan, agama, sosial ekonomi dan kebudayaan) (Sunaryo, 2004). 5.3 Uji Bivariat 5.3.1 Hubungan pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih. Uji statistik khai kuadrat (Chi Square) untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih. Pada perhitungan uji statistik khai kuadrat (chi square) apabila nilai x² hitung < x² tabel maka H0 diterima. Dan sebaliknya, apabila nilai x² hitung > x² tabel maka H0 ditolak. Dari hasil temuan penelitian ini didapatkan hasil bahwa nilai x² hitung (pearson chi square) adalah sebesar 7,890 dengan tingkat keyakinan sebesar 95% dan alpha 5% > dari nilai x² tabel yaitu sebesar 3,841 dan nilai p = 0,005, maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak atau ada hubungan pengetahuan tentang kualitas 82 perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien Stroke di ruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Hasil penelitian ini menjelaskan terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan seseorang dengan perilaku seseorang tersebut. Berdasarkan hasil temuan dilapangan didapatkan data bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi yaitu sebanyak 33 responden (66%) yang mana hal ini mungkin saja berpengaruh juga terhadap pola perilaku responden dalam menerapkan perilaku pencegahan infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil survey dilapangan ternyata tingkat perilaku responden pun ditemukan data bahwa sebagian besar dari responden masih memiliki pola perilaku yang baik yaitu sebanyak 26 responden (52%). Walaupun demikian peneliti dapat mengemukakan pendapatnya bahwa hendaknya pengetahuan dari responden harus lebih ditingkatkan lagi supaya perilaku mereka pun akan jauh lebih baik dalam hal pencegahan infeksi. Pengetahuan responden tentang bagaimana kualitas perawatan DC yang baik tentunya dapat di perbaharui dan juga dapat diperoleh dengan memotivasi responden untuk terus belajar dan juga mungkin mengikuti pelatihan ataupun workshop terkini. Langkah ini bertujuan agar mereka dapat memperoleh informasi dan pengetahuan terbaru tentang berbagai 83 ketrampilan berkenaan dengan prosedur perawatan. Dengan cara seperti ini tentunya diharapkan pola perilaku responden dalam bekerja ataupun bertindak dalam menggiatkan pencegahan infeksi nosokomial salah satunya dapat lebih baik lagi. Berdasarkan hasil penelitian ini pengetahuan responden yang mayoritas masih tinggi tentunya akan mempermudah daya serap dan kemampuan belajar responden ketika mereka diberikan pengetahuan ataupun ketrampilan baru khususnya ketrampilan perawatan DC yang berkualitas. Sehingga pola perilaku pencegahan infeksi nosokomial respondenpun juga akan berubah lebih baik. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Evie Wulan Ningsih, 2013 yang menemukan hasil bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan motivasi perawat dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial di RSUD Sukoharjo. Dimana tingkat pengetahuan dan juga motivasi perawat yang baik tentunya akan berpengaruh terhadap perilaku yang baik pula dalam pencegahan infeksi nosokomial. Hal ini dikarenakan perilaku seseorang itu dibagi menjadi beberapa tiga domain, yaitu cognitive domain, affective domain dan psychomotor domain (Bloom, 1990 dikutip oleh Notoadmodjo, 1997). Cognitive domain biasa diukur / dilihat dari tingkat pengetahuan seseorang. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya 84 perilaku terbuka (overt behaviour). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langsung (Sunaryo,2004). 5.3.2 Hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih Uji statistik khai kuadrat (Chi Square) digunakan untuk mengidentifikasi hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih. Sebagaimana dijelaskan diawal tentang uji khai kuadrat (Chi Square), bahwa apabila nilai x² hitung < nilai x² tabel maka H0 diterima. Dan sebaliknya, apabila nilai x² hitung > nilai x² tabel, maka H0 ditolak. Hasil temuan uji statistik yang didapat adalah nilai x² hitung > nilai x² tabel (4,608 > 3,841) dengan nilai p: 0,032, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien Stroke di ruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Kondisi ini dapat dilihat dari hasil survey dilapangan bahwa sebagian besar responden masih memiliki sikap yang positif dalam hal penerapan kualitas perawatan DC yaitu sebanyak 32 responden (64%). Sehingga hal ini pun kemungkinan juga akan membawa dampak yang sangat baik terhadap perilaku responden dalam pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih. 85 Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukardjo dkk tentang Hubungan pengetahuan dan sikap perawat tentang kontrol infeksi nosokomial di RS Islam Sultan Agung Semarang. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan perawat tentang kontrol infeksi terhadap pencegahan infeksi nosokomial di RS Islam Sultan Agung Semarang (p < 0,05, dimana p = 0,308). Sedangkan ada hubungan antara sikap perawat tentang kontrol infeksi terhadap pencegahan infeksi nosokomial di RS Islam Sultan Agung Semarang (p < 0,05, dimana p = 0,019). Menurut pendapat peneliti apabila melihat kondisi sebenarnya, dimana masih ditemukan sikap responden yang negatif khususnya dalam hal pemberian perawatan DC yang ternyata belum berkualitas, maka secara tidak langsung pola perilaku mereka pun tentunya akan ikut terpengaruh. Dimana responden yang memiliki sikap negatif, pola perilaku mereka pun juga cenderung buruk. Dan juga begitu sebaliknya. Apabila responden dengan sikap positif, perilaku mereka pun juga cenderung baik. Seandainya saja semua responden memiliki sikap yang positif, kemungkinan besar perilaku dalam hal pencegahan infeksi nosokomial pun juga akan lebih baik. Perilaku seseorang dapat dibentuk oleh sikap seseorang, karena sikap merupakan cara untuk mengukur perilaku seseorang 86 yaitu dari segi affective domain (Bloom, 1990 dikutip oleh Notoadmodjo, 1997). Sikap merupakan suatu bentuk reaksi atau reaksi perasaan (Azwar, 2007). Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intensitas yaitu terdiri dari: menerima, menanggapi, menghargai, bertanggung jawab (Notoadmodjo, 2005). Sikap juga dapat dibentuk melalui pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama, dan pengaruh faktor emosional. BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 6.1.1 Karakteristik responden berdasarkan: a. Umur adalah dari 50 orang responden sebagian besar dari responden berusia 26-35 tahun yaitu sebanyak 25 responden (50%). b. Jenis kelamin adalah dari jumlah responden sebanyak 50 orang didapatkan data bahwa mayoritas responden adalah perempuan yaitu sebanyak 32 responden (64%). c. Tingkat pendidikan adalah dari 50 orang responden diperoleh hasil bahwa mayoritas responden memiliki pendidikan D3 keperawatan yaitu sebanyak 27 responden (54%). d. Lama masa kerja adalah dari 50 orang responden didapatkan data bahwa sebagian besar responden memiliki masa kerja selama 5-10 tahun yaitu sebanyak 23 responden (46%) 6.1.2 Pengetahuan tentang perawatan DC adalah dari 50 orang responden dapat diketahui bahwa mayoritas tingkat pengetahuan responden tentang perawatan DC adalah tinggi yaitu sebanyak 33 responden (66%). 87 88 6.1.3 Sikap tentang perawatan DC adalah dari 50 orang responden dapat diketahui bahwa mayoritas sikap responden tentang perawatan DC adalah positif yaitu sebanyak 32 responden (64%). 6.1.4 Perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih adalah dari 50 orang responden dapat diketahui bahwa mayoritas perilaku responden tentang pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih adalah baik yaitu sebanyak 26 responden (52%). 6.1.5 Hubungan pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih didapatkan nilai x² hitung (pearson chi square) adalah 7,890 dan dengan tingkat keyakinan 95%, alpha = 5%, df 1(jumlah baris-1) x (jumlah kolom-1) = (2-1) x (21) = 1 x 1 = 1, hasil untuk x² tabel sebesar 3,841. Karena x² hitung > x² tabel (7,890 > 3,841) dan nilai p: 0,005, maka H0 ditolak, jadi ada hubungan pengetahuan tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke diruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, dengan tingkat kelemahan sebesar p: 0,005. 6.1.6 Hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih didapatkan nilai x² hitung (pearson chi square) adalah 4,608 dan dengan tingkat keyakinan 95%, alpha = 5%, df 1(jumlah baris-1) x (jumlah kolom-1) = (2-1) x (21) = 1 x 1 = 1, hasil untuk x² tabel sebesar 3,841. Karena x² hitung > x² tabel (4,608 > 3,841) dan nilai p: 0,032, maka H0 ditolak, jadi ada 89 hubungan sikap tentang kualitas perawatan DC dengan perilaku pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih pada pasien stroke diruang inap RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, dengan tingkat kelemahan sebesar p: 0,032. 6.2 Saran 6.2.1 Bagi rumah sakit Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar dalam pembuatan dan diterapkannya SOP perawatan DC yang benar dan berkualitas sehingga dapat menambah pengetahuan dan merubah pola perilaku perawat / tenaga medis lain dalam mengurangi kejadian infeksi nosokomial saluran kemih. 6.2.2 Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak yang baik terhadap kualitas perawatan DC pada masyarakat dalam hal ini pasien guna mengurangi kejadian infeksi nosokomial saluran kemih. 6.2.3 Bagi penelitian lain. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi sumber acuan dalam pembuatan penelitian lain berikutnya dan diharapkan penelitian berikutnya lebih menekankan pada perubahan perilaku responden tidak hanya dari segi kognitifnya saja. Sehingga penelitian tidak hanya dilakukan sekali waktu saja. 90 6.2.4 Bagi institusi pendidikan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang pembuatan SOP perawatan DC dan juga menambah referensi tentang infeksi nosokomial saluran kemih. 6.2.5 Bagi peneliti. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengalaman dan wawasan serta menambah pengetahuan bagi peneliti dalam membuat sebuah penelitian. DAFTAR PUSTAKA Arikunto,S.(2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Brunner, L & Suddart, D. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (H.Kuncoro, A.Hartono, M. Ester, Y. Asih, terjemahan). Edisi 8 vol 1. Jakarta: EGC Data RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun 2014-2015 Fatmawati,Baiq Rulli. (2010). Gambaran Beban Keluarga dengan Anggota keluarga yang Menderita Stroke di wilayah Kerja Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta. www. publikasi.umy.ac.id diakses 27 Desember 2010. 19.20 wib Habni, Yulia. (2009). Perilaku Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang Rindu A, Rindu B, ICU, IGD,Rawat jalan di RSUP H Adam Malik Medan Hakim, Irfan. (2004). Kegemukan dan masalahnya, Suara pembaharuan, posting pertama: 22 Agustus 2004. www.pembaruan.com. diakses 5 januari 2011, 21.15 wib Harsono. (2003). Kapita Selekta Neurologi. Gajahmada University Press. Yogyakarta Jenny. (2005). Perawatan Pasca Stroke di Rumah. Sahabat Setia. Yogyakarta Kelana Dharma, K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta Kozier, B, Erb. G,Berman A. Synder , S.J. (2010). Buku Ajar Keperawatan Fundamental ( Esty Wahyunigsih penerjemah). Jakarta: EGC Mangoenprasodjo, A. Setiono, dan Fitri Nur Kayati. (2005). Stroke jangan Lagi jadikan Hantu: Awasi gejala sejak dini dan cara menolong penderita Think Fresh. Yogyakarta Martini, Santi dan Lucia, Y. Hendrati. (2006). Usia Merokok Pertama Kali merupakan faktor yang meningkatkan Resiko Kejadian Hipertensi: Besar resiko kejadian Hipertensi menurut pola merokok. Jurnal kedokteran Yarsi .14 (3). 191-198 Narbuko, C. (2007). Metodologi penelitian . Jakarta: Bumi Aksara Noer, H.M. Sjaifoellah. (2000). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: Balai penerbit FKUI Notoadmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku kesehatan. Jakarta: PT Rieka Cipta Notoadmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Notoadmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta: penerbit Rineka Cipta Jakarta Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Potter, P. A. & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar keperawatan Fundamental (vol 12). Jakarta: EGC Sheldon G. Sheps.(2005). Mayo clinic Hipertension. Terjemahan Meita Tjandrasa. Jakarta: PT intisari Mediatama Sopiyudin Dahlan, M.(2010). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan edisi 5. Jakarta Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfa Beta Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC