Bab IV Hasil Dan Pembahasan

advertisement
Bab IV Hasil Dan Pembahasan
IV.1 Reaktor dan Proses Pengkomposan Skala Kecil
IV.1.1 Reaktor Kompos
Desain awal reaktor pengkomposan merupakan konsep sederhana dari tempat
sampah biasa yang memiliki lubang udara untuk proses aerasi. Aerasi diharapkan
dapat diperoleh dari udara sekitar dengan menempatkan reaktor di daerah terbuka.
Proses aerasi dalam reaktor kompos sangat perlu diperhatikan karena
mempengaruhi kenaikan temperatur dan jumlah mikroba aerobik yang bekerja
selama proses (Schwab, et al., 1994). Proses aerasi dapat dilakukan dengan
membuka tutup reaktor dan membiarkan sampah organik tersebut mengalami
proses alami dengan angin dan sinar matahari, tetapi kendalanya adalah jika cuaca
berubah menjadi hujan. Air hujan akan meningkatkan kandungan air dalam
sampah sehingga mempengaruhi proses fermentasi dan menimbulkan tumbuhnya
set (jenis ulat putih) dan jamur di dalam reaktor.
udara
udara
Sampah organik
Gambar 3. Desain sederhana reaktor kompos. Tabung reaktor diberi jalur udara dengan
melubangi tabung sehingga proses aerasi dapat berjalan baik.
21
Reaktor kompos yang telah dibuat digunakan untuk mengkomposkan sampah
organik dari pasar tradisional. Pembuatan reaktor kompos dapat dilihat di
lampiran A. Optimasi reaktor kompos dilihat dari perubahan temperatur yang
terjadi selama proses dan dilakukan penentuan titik temperatur tertinggi yang
dapat dicapai (Smars, et al., 2001).
Gambar 4. Reaktor kompos. Gambar kiri merupakan penampang atas sedangkan gambar
kanan merupakan penampang samping. Jalur aerasi dibentuk dari pipa PVC yang dipasang
melintang di tengah-tengah tabung reaktor.
IV.1.2 Sampling Sampah sebelum Dikomposkan
Sampah organik yang diambil dari pasar tradisional dan warung setempat masih
berbentuk utuh. Kulit jagung yang diperoleh masih banyak mengandung rambut
jagungnya sedangkan kulit pisang biasanya masih terdapat bonggol pisangnya.
Sampah sayur sawi lebih bersih dibandingkan yang lain tetapi memiliki waktu
hancur yang sangat cepat yaitu hanya dalam selang waktu satu hari sawi yang
ditumpuk langsung mengalami pembusukan.
Gambar 5. Hasil sampling sampah. Gambar kiri adalah sayur sawi, gambar tengah adalah
kulit pisang, dan gambar kanan adalh kulit jagung. Sebelum dimasukkan ke dalam reaktor
dipotong-potong lebih kecil terlebih dahulu.
22
Ketiga jenis sampah yang diperoleh dipotong-potong menjadi kecil agar proses
degradasi dapat berjalan lebih baik (Jusuf, dkk., 2003, dan Riffaldi, et al., 1986).
Pencampuran yang dilakukan di luar reaktor dimaksudkan untuk mendapatkan
campuran sampah yang relatif homogen terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke
dalam reaktor kompos. Penentuan temperatur pertama dilakukan saat campuran
sampah baru dimasukkan ke dalam reaktor.
Gambar 6. Perlakuan sebelum dikomposkan. Gambar kiri menunjukkan proses reduksi
ukuran sampah organik sedangkan gambar kanan adalah campuran sampah yang siap
dikomposkan.
IV.1.3 Proses Pengkomposan dalam Reaktor
Sampel kompos buatan sendiri dalam reaktor mengalami proses pembusukan
selama 4 bulan hingga menjadi kompos yang bertekstur mawur dan berwarna
coklat kehitaman. Perubahan tekstur mulai terjadi pada saat hari kelima dan
semakin hancur saat mencapai minggu kedua (hari 14). Selama proses
pengkomposan terjadi beberapa kali kebocoran pada sambungan pipa dengan
tabung reaktor sehingga cairan lindi mengalir keluar. Hal ini menyebabkan
keluarnya bau busuk seperti kotoran sapi. Kebocoran ini diduga mengakibatkan
masuknya berbagai macam bakteri transien dan jamur dari luar yang kemudian
tumbuh di sampah organik dalam reaktor. Selain itu kandungan air dalam sampah
yang seharusnya mengalir keluar sebagai air lindi ternyata tidak lancar dalam
proses pembuangannya sehingga bagian tengah dari sampah yang terendam air
mengalami reaksi anaerobik.
23
Hari 1
Hari 14
Bulan 4
Gambar 7. Perubahan tekstur kompos dalam reaktor. Hari 1 adalah sampah organik yang
baru saja dicampur ke dalam reaktor terlihat sampah masih berwarna hijau. Hari 14 sudah
terlihat perubahan warna sampah menjadi coklat dan bentuknya mulai hancur. Bulan 4
menunjukkan kompos telah jadi dan tekstur ketika dipegang sudah mawur tetapi belum
dilakukan pengayakan.
Gambar 8. Perubahan warna kompos selama proses. Cuplikan diambil dari reaktor pada
hari tertentu. Gambar 0 merupakan saat proses baru dimulai, lalu gambar 7 menunjukkan
cuplikan saat mencapai hari ketujuh, begitu pula gambar 15 dan 30 menunjukkan cuplikan
hari 15 dan hari 30. Saat hari 30, kompos sudah siap digunakan tetapi belum terlalu mawur.
Perubahan warna dan tekstur tersebut disebabkan adanya proses fermentasi dari
mikroba degradasi. Proses tersebut juga ditandai dengan adanya gas yang berbau
seperti kotoran sapi saat proses degradasi berlangsung mengindikasikan sebagian
dari pengkomposan mengalami proses anaerobik (Bear, 1964). Gas tersebut
merupakan ciri fisik dari gas nitrogen oksida (NOx) dan sulfur oksida (SOx). Gas
tersebut timbul karena tumbuhnya mikroba anaerobik selama proses dan
menghalangi kenaikan temperatur yang lebih tinggi (Smars, et al., 2001).
Tem peratur
24
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
43.3
34.5
27.2
0
35
31.5
30
30
26
10
20
30
40
50
60
70
Hari
Kurva 1. Perubahan temperatur kompos buatan sendiri dalam reaktor. Pada proses
pengkomposan terjadi peningkatan temperatur hingga 43,3 oC, kemudian temperatur
mengalami penurunan hingga mencapai 26 oC di hari 60.
Temperatur selama proses pengkomposan menggunakan reaktor mengalami
peningkatan pada hari 18 tetapi kemudian turun, kemudian saat proses
berlangsung setelah 54 hari sempat terjadi peningkatan temperatur kembali walau
tidak setinggi hari pertama. Peningkatan temperatur pada hari 18 hanya mencapai
43,3 oC dan tidak tercapai kondisi termofilik. Kondisi ini disebabkan karena
kapasitas reaktor yang kecil (100 L) dengan jumlah total sampel sampah kompos
hanya 35 kg. Proses degradasi membutuhkan bahan baku karbon organik yang
cukup. Jumlah sampah organik yang terdapat di dalam reaktor tidak mencukupi
untuk mencapai temperatur di atas 60 oC sehingga saat kandungan karbon organik
di dalam sampah telah habis maka temperatur proses akan menurun (Leifeld, et
al., 2002). Kegagalan kenaikan temperatur juga disebabkan karena adanya
kebocoran pada reaktor sehingga kalor proses terbuang melalui lubang bocor
tersebut. Kebocoran terdeteksi saat bagian sambungan pipa PVC dengan tabung
reaktor terlihat ada cairan air lindi mengalir keluar.
25
Gambar 9. Kebocoran pada reaktor. Sambungan antara pipa PVC dan tabung reaktor yang
telah dilapisi selotip pipa mengalami kebocoran.
Saat hari ketiga proses, dilakukan agitasi terhadap kompos dan sempat
mengalami kenaikan temperatur hingga 35 oC kemudian mengalami penurunan
temperatur hingga 26 oC di hari 60. Perlakuan sistem aerobik yang baik pada
reaktor pengkomposan akan mampu meningkatkan efektivitas, efisiensi dan
temperatur proses secara keseluruhan sehingga degradasi kompos akan
berlangsung lebih baik (Smars, et al., 2001). Berdasarkan data ini maka optimasi
reaktor diperlukan untuk mendapatkan proses pengkomposan yang baik.
IV.2 Sampel Kompos TPS Cibangkong
Tempat pengambilan sampel kompos merupakan Tempat Pembuangan Sementara
(TPS) RW 11 Cibangkong yang juga merupakan hasil program kerjasama antara
pemerintah kota Bandung dan Bank Dunia (World Bank) yaitu WJEMP (West
Java Environmental Management Programme). Tempat pengkomposan disusun
dengan metoda fresh debris dan ditumpuk dalam pile sesuai waktu
pengkomposannya.
Sampah yang masuk ke dalam TPS ditumpuk di area dekat pintu masuk TPS
kemudian dipilah sampah organiknya dan ditumpuk dengan tinggi sekitar 1,2
meter dan memanjang ke bagian samping TPS. Sampah organik yang telah
dipisahkan untuk dikomposkan mengalami perubahan warna dan tekstur seperti
proses pengkomposan menggunakan reaktor.
26
Gambar 10. Tempat pengambilan sampel kompos sampah kota. Akitifitas tukang sampah di
Tempat Pembuangan Sementara (TPS) RW 11 Cibangkong, Bandung, Jawa Barat.
Pada proses pengkomposan TPS Cibangkong diperoleh perubahan fase yang
signifikan. Fase inisiasi ditentukan saat temperatur kompos masih rendah dan
sampah masih dalam kondisi awal. Fase utama terjadi saat temperatur mencapai
maksimum dan mencapai kondisi termofilik. Fase pendinginan dan pematangan
ditentukan saat temperatur sampah telah mulai turun dan konstan. Penentuan
ketiga titik sampel tersebut dilakukan dengan mengamati perubahan temperatur
dari sampah selama beberapa hari. Hari 0 adalah saat sampah pertama kali masuk
ke dalam TPS Cibangkong yang merupakan hari yang sama ketika dilakukan
pengambilan sampah di tiap rumah tangga. Dari gambar 5 terlihat tekstur dari tiap
titik sampel yang berbeda. Sampel hari 3 masih berupa sampah pemukiman
sedangkan sampel hari 14 sudah mulai menghitam dan pada sampel hari 28
kompos sudah siap digunakan sebagai pupuk dan bertekstur gembur.
27
Gambar 11. Tiga titik sampel kompos. Sampel hari 3 (kiri) menunjukkan bentuk sampah
yang masih segar dan belum terdegradasi. Sampel hari 14 (tengah) menunjukkan
perubahan warna yang mulai menghitam. Sampel hari 28 (kanan) merupakan
kompos yang sudah siap diayak untuk kemudian dikemas.
Sampel hari 0 tidak dilakukan pengamatan karena masih sangat heterogen dengan
adanya sampah non organik yang tercampur. Saat hari ketiga, sampah organik
telah dipisahkan dari sampah non organik dan proses pengkomposan mulai
dilakukan. Pada sampel hari 3 diperoleh temperatur inisiasi kompos baru
mencapai 44 oC dan terus meningkat pada hari-hari setelahnya, sedangkan
pengambilan sampel pada hari sebelumnya tidak dapat dilakukan karena sampah
masih tercampur antara yang organik dan yang anorganik. Pada sampel hari 3 ini
dimaksudkan untuk mendapatkan pola komunitas mikroba mesofilik yang
menginisiasi proses pengkomposan.
Sampel hari 14 merupakan titik kedua yang diambil karena pencapaian temperatur
hingga 70 oC. Kondisi ini sudah mencapai temperatur optimum untuk mikroba
termofilik. Kemudian titik sampel terakhir yang dipiliah adalah hari 28 dimana
temperatur dan struktur dari kompos sudah mulai mirip dengan tanah. Sampel hari
28 akan menunjukkan adanya perubahan komunitas mikroorganisme dari fase
termofilik menjadi mikroorganisme mesofilik yang baru.
28
Temperatur (oC)
Temperatur Kompos
80
70
60
50
40
30
20
10
0
69.5
60
55
44
0
5
37.5
10
15
20
25
30
Hari
Kurva 2. Perubahan temperatur kompos Cibangkong. Perubahan terjadi saat proses
berlangsung 2 minggu dengan temperature maksimum rata-rata 69,5 oC.
Pola perubahan temperatur mengalami kemiripan dengan hasil dari berbagai
jurnal penelitian kompos. Data penelitian sebelumnya pada fase awal ini
menunjukkan jenis mikroba yang aktif merupakan mikroba mesofilik dimana
jenis-jenisnya telah banyak berhasil diisolasi dan dimasukkan ke dalam data
sekuens di DDBJ (DNA Data Base Japan). Jenis ini berbeda dengan mikroba
yang hidup pada fase berikutnya karena hasil sekuens menunjukkan similaritas
yang rendah dengan data yang didapat dari DDBJ. Hal ini menunjukkan bahwa
mikroba yang hidup pada fase-fase setelah inisiasi masih sulit dikulturkan dan
diteliti (Ishii, et al., 2000).
Selain diamati perubahan temperaturnya, perubahan keasamaan atau pH juga
diamati. Pada fase awal pH meningkat dari 6 hingga 10 di minggu pertama
kemudian stabil pada kondisi maksimum hingga minggu kedua. Kemudian setelah
itu menurun perlahan pada minggu berikutnya. Perubahan parameter ini mirip
dengan pola proses pengkomposan pada umumnya (Smars, et al., 2001). Hal ini
menunjukkan bahwa proses pengkomposan berhasil dilakukan dan kompos pada
situs tersebut layak dijadikan sampel penelitian.
29
Pada penelitian lain ditunjukkan bahwa fase inisiasi didominasi oleh bakteri
fermentasi Gram positif dan timbul asam organik dengan konsentrasi tinggi. Data
penelitian tersebut juga menunjukkan bakteri fermentasi mendegradasi substrat
yang mudah terdegradasi dan menurunkan nilai TDOC (total disolve organic
carbon) serta akumulasi asam organik (Ishii, et al., 2000 dan Smidt, et al., 2005).
Hal ini terbukti dengan data pH yang menunjukkan kondisi asam pada fase
inisiasi proses pengkomposan. Penelitian lain menuliskan bahwa pada fase awal
ini tumbuh ragi yang cukup tinggi. Total ragi yang tinggi ini wajar diperoleh
karena adanya residu tanaman hijau dengan pH rendah dan kemampuan ragi untuk
hidup di pH rendah yang lebih baik daripada bakteri (Ryckeboer, et al., 2003).
pH Kompos
12
10
pH
8
6
4
2
0
0
5
10
15
20
25
30
Hari
Kurva 3. Perubahan pH kompos Cibangkong. Pada saat minggu kedua terjadi penurunan
pH dan melandai hingga mendekati pH netral.
Saat fase utama tercapai, bakteri fermentasi menghilang dan bakteri yang berbeda
tumbuh saat temperatur dan pH meningkat. Jenis bakteri yang hidup di kompos
pada fase ini merupakan jenis Bacillus spp. (Ishii, et al., 2000). Sedangkan jamur
dan ragi juga menghilang selama fase utama dan tumbuh lagi saat memasuki fase
pendinginan dan pematangan. Jamur, ragi dan streptomycetes berubah menjadi
spora atau terinokulasi kembali ke dalam kompos dari lingkungan atau dari
pinggiran tumpukan kompos (Ryckeboer, et al., 2003).
30
Peningkatan pH pada fase utama mungkin disebabkan oleh adanya gas amoniak
yang timbul, ditunjukkan adanya bau amoniak saat tumpukan sampah bersuhu
tinggi dibuka bagian tengahnya. Hal ini menunjukkan proses proteolisis
berlangsung pada fase ini dimana penelitian lain menunjukkan bakteri proteolitik
dan produsen amoniak tumbuh saat temperatur tinggi tetapi tidak lama kemudian
mati (Riffaldi, et al., 1986 dan Pagans, et al., 2005). Sistem pengkomposan yang
dilakukan pada penelitian menunjukkan perubahan fermentasi karbohidrat di fase
inisiasi berubah menjadi proses proteolisis oleh bakteri termofilik pada fase
utama.
Pada fase berikutnya, terlihat penurunan temperatur dan pH pada proses
pengkomposan. Bakteri mesofilik yang tumbuh di fase ini merupakan jenis yang
berbeda dengan bakteri mesofilik pada fase inisiasi (Bossio, et al., 1998, dan
Steger, et al., 2003). Proses degradasi yang berlangsung pada fase ini
menghancurkan komponen organik yang lebih kompleks sehingga proses
penurunan temperatur berlangsung lama hingga tercapai kompos matang (Ishii, et
al., 2000).
Dari data temperatur dan pH di atas maka waktu fase pengkomposan pada TPS
Cibangkong tersebut dapat ditentukan sebagai berikut : mesofilik (hari 0-7),
termofilik (hari 7-21), pendinginan dan pematangan (hari 21-28). Dari hasil
penelitian masih belum bisa ditentukan secara pasti apakah proses pengkomposan
yang berbeda memiliki suksesi mikroba yang berbeda juga. Tetapi proses
pengkomposan memiliki pola kondisi spesifik, yaitu peningkatan temperatur,
peningkatan pH dan substrat yang memiliki warna coklat kehitaman dan matriks
gembur.
Download