BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Stigma Sosial Stigma adalah

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Stigma Sosial
Stigma adalah penyimpangan yang mengarah ke dalam situasi dimana orangorang tidak dapat menyesuaikan diri dengan standar masyarakat normal. Mereka
didiskualifikasi dari kehidupan sosial, mereka mengalami stigmatisasi individu.
Dikucilkan dari yang lainnya sehingga harus terus berusaha menyesuaikan diri dengan
identitas sosial masyarakat diamana mereka tinggal. Mereka sendiri harus menghadapi
hinaan setiap harinya yang direfleksikan kembali kepada mereka.
Sosiolog Erving Goffman mendefinisikan stigma sebagai proses dinamis dari
devaluasi yang secara signifikan mendiskredit seorang individu di mata individu
lainnya. Berbagai kualitas pada individu yang ditempeli oleh stigma bias sangat acak
mulai dari warna kulit, cara berbicara, preferensi seksual, hingga karena tinggal bersama
penyalahguna narkoba. Stigmatisasi terhadap penyalahguna narkoba disebabkan oleh
sejarah asosiasinya dengan sub-kelompok yang mengalami marginalisasi seperti
pengangguran dan keluarga yang broken home (Goffman, 1963: 1)
Berdasarkan beberapa literatur penelitianmenyebutkan faktor-faktor mendasar
yang menyebabkan stigma berkaitan dengan Penyalahguna Narkoba muncul disebabkan
oleh (1) Kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang Narkoba, (2)
Miskonsepsi tentang penyalahguna narkoba, (3) Kurangnya akses terhadap layanan
pemulihan bagi korban penyalahgunaan narkoba, (4) Bagaimana media membentuk dan
melaporkan
kasus-kasus
penyalahgunaan
narkoba,
(5)Karakteristik
25
Universitas Sumatera Utara
penyalahgunaannarkoba sebagai “penyakit” yang tidak dapat disembuhkan, dan (6)
Prasangka dan rasa takut terhadap kelompok tertentu.
Gambar 2.1
Konstruksi Perspektif Stigma penyalahguna narkoba
Pengangguran, Keluarga Broken Home
Keluarga Miskin, Kelompokmarginal
lainnya
Dianggap bertanggung
jawab atas
Narkoba
Dipandang sebagai
Penyalahguna
Narkoba
2.1.1 Stigma Internal
Stigma internal sebagai rasa takut baik sungguhan maupun yang diimajinasikan
terhadap sikap sosial dan potensi tindak diskriminasi yang akan muncul sebagai dampak
dari atribut atas penyalahgunaan narkoba yang dilakukan. Salah satu cara untuk
memahami stigma internal berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba adalah dengan
melihatnya sebagai hasil dari interaksi kompleks antara faktor sobural (sosial-budayastruktural, akses terhadap sumber-sumber ekonomi dan pasar, jaringan komunitas
pendukung, sumber informasi, serta tingkat stigma dan diskriminasi di lingkungan
sekitar); faktor kontekstual (keadaan hidup penyalahguna narkoba, penggunaan
narkotika dan alkohol, kekuatan hubungan penyalahguna narkoba dengan pasangan dan
26
Universitas Sumatera Utara
keluarganya); dan faktor diri (keadaan mood, system kepercayaan, resiliensi dan coping
skill, tingkat pengetahuan, pengalaman hidup, life skill, serta harga diri dan selfawareness).
Kerangka dimensi stigma internal yaitu :
1. Perception of self
Penyalahguna narkoba memiliki perasaan bahwa mereka telah mengecewakan
orang lain dan mempermalukan keluarga dan komunitas mereka. Mereka merasa
bersalah, menyalahkan diri sendiri, dan menderita karena berstatus penyalahguna
narkoba. Mereka merasa tidak berguna dan takut menjerumuskan orang lain.
2. Self-Exclusion
Karena status mereka sebagai penyalahguna narkoba, mereka memilih untuk
menarik diri dari berbagai aktivitas sosial dan pelayanan-pelayanan masyarakat yang
berbasis support group maupun program bantuan materil.
3. Subterfuge
Stigma internal mempengaruhi penyalahguna narkoba untuk menjaga perilaku
mereka untuk menghindari stigmatisasi atau mencegah agar status penyalahguna
narkoba mereka tidak diketahui orang lain. Hal ini dilakukan dengan menyembunyikan
status penyalahguna narkoba mereka pada orang lain. Hal ini juga menyebabkan
penyalahguna narkoba untuk terus melakukan penyalahgunaan narkoba karena mereka
merasa takut perubahan perilaku dapat menimbulkan kecurigaan dan stigma.
27
Universitas Sumatera Utara
4. Social Withdrawal
Merupakan isolasi yang dibebankan pada dirinya sendiri oleh penyalahguna
narkoba, menyebabkan mereka menarik diri dari hubungan interpersonal dan
menghindari beragam setting sosial.
5. Over Compensation
Terdapat kebutuhan pada penyalahguna narkoba untuk membuktikan bahwa
mereka adalah orang yang „baik‟ dengan melakukan hal-hal yang dinilai baik
berdasarkan standard moral yang berlaku.Beberapa merasa harus bisa membuktikan
bahwa mereka tetap dapat berkontribusi meski berstatus penyalahguna narkoba.
6. Fear of disclosure
Penyalahguna narkoba merasa sulit untuk mengungkapkan status mereka karena
merasa takut terhadap penilaian dan penolakan dari masyarakat sekitar.
2.1.2 Stigma Eksternal
Dikenal juga sebagai enacted stigma merupakan bentuk lain dari stigma. Stigma
eksternal dideskripsikan sebagai proses yang bergerak melebihi sekedar persepsi dan
sikap sehingga mencapai bentuk tindakan. Stigma eksternal secara konsisten mengikuti
pola tiga langkah yaitu : (1) Mengidentifikasi penyalahguna narkoba, (2) Membuat jarak
dengan orang-orang tersebut, dan (3) Membatasi atau tidak mengikutsertakan orangorang tersebut.
Enacted stigma merujuk pada sanksi yang secara individual maupun kolektif
diberikan kepada seseorang berdasarkan keanggotaan atau anggapan sebagai anggota
dari kelompok tertentu (Morris, 2003).Enacted stigma dapat mengambil bentuk
28
Universitas Sumatera Utara
diskriminasi halus seperti gosip, tidak memperlakukan penyalahguna narkoba dengan
hormat, atau menjauhi mereka.
Sedangkan Bunn, Solomon, Miller, dan Forehand (2007) menyatakan bahwa
enacted stigma merujuk pada pengalaman aktual berkaitan dengan prasangka,
pemberian stereotip, maupun diskriminasi misalnya kehilangan hubungan pertemanan,
atau mengalami penghinaan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan status
penyalahguna narkoba mereka.
2.2 Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Stigma Sosial
2.2.1.Nilai-Nilai Sosial
Nilai-nilai sosial merupakan hasil dari proses interaksi yang terjadi dalam suatu
masyarakat tertentu. James W. Vander Zanden merumuskan nilai-nilai sebagai kriteria
atau
konsepsi
yang
digunakan
untuk
mengevaluasi
berbagai
hal
(termasuk objek, ide, perilaku dan kejadian) ataupun berbagai hal yang disenangi, jasa
atau kebenaran. Nilai-nilai sosial didefinisikan sebagai apa yang baik, indah, bermoral
dan berfaedah. Dengan demikian, nilai-nilai sosial merupakan suatu penilaian terhadap
suatu tingkah laku sosial dalam masyarakat. Ini berarti, nilai-nilai sosial merupakan
pedoman bagi masyarakat untuk bertingkah laku (yang baik) sesuai dengan normanorma yang hidup dalam masyarakat.
Berbeda dengan Vander Zanden, R.M. William Jr. Merumuskan nilai-nilai
sebagai:
1. Abstraksi dari pengalaman-pengalaman pribadi sebagai akibat dari proses
interaksi sosial yang terus menerus.
29
Universitas Sumatera Utara
2. Senantiasa harus diisi dan bersifat dinamis, oleh karena didasarkan pada
interaksi yang dinamis pula.
3. Sesuatu yang menjadi penggerak manusia kearah pemenuhan hasrat
hidupnya, sehingga nilai-nilai merupakan faktor yang sangat penting dalam
pengarahan kehidupan sosial maupun kehidupan pribadi manusia.
Berdasarkan uraian tersebut, maka nilai-nilai sosial merupakan konsep abstrak
yang bersifat dinamis, yang menilai apakah sesuatu perbuatan itu dianggap baik atau
buruk, bermoral atau tidak bermoral, yang diarahkan untuk mencapai tujuan kehidupan
bersama dalam masyarakat. Dengan demikian, nilai-nilai sosial tersebut bersifat dinamis
sehingga penilaian terhadap tingkah laku dalam masyarakat pun bersifat dinamis pula.Ini
berarti, tingkah laku dan nilai-nilai sosial dapat berubah sesuai dengan perkembangan
yang terjadi dalam masyarakat.
Nilai-nilai sosial dalam masyarakat tertentu merupakan suatu pedoman bagi
setiap orang untuk berperilaku. Kenyataannya tidak setiap orang dapat berperilaku
seperti yang diharapkan. Kenyataan ini disebabkan adanya kepentingan-kepentingan
yang bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
Apabila hal ini dibiarkan terus maka dapatmengganggu ketertiban dan keamanan
masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Untuk itulah maka
dikeluarkan norma-norma atau kaidah-kaidah yang mengatur hubungan pergaulan antar
individu dalam masyarakat. Dengan demikian, norma-norma atau kaidah-kaidah
merupakan
aturan-aturan
yang
menentukan
bagaimana
seseorang
harus
bertindak.Keharusan bertindak ini meliputi dua hal, yaitu keharusan untuk berbuat
sesuatu dan keharusan untuk menghindari perbuatan tertentu. Hal ini diterangkan oleh
Vander Zanden demikian:
30
Universitas Sumatera Utara
Norma-norma dapat didefinisikan sebagai aturan-aturan yang berisikan
kelayakan dan ketidaklayakan dari suatu perilaku. Norma pada umumnya diterima, suatu
ramuan, atau larangan terhadap sesuatu, berbagai tipe perilaku. Memberitahukan kita
apa yang harus, sebaliknya, dan harus atau tidak harus, tidak semestinya, dan harus tidak
dilakukan.
Agar norma-norma yang ada dalam masyarakat ditaati oleh semua warga, maka
diperlukan sanksi.Sanksi ini dapat bersifat negatif dan dapat pula bersifat positif. Sanksi
yang bersifat negatif dapat berupa pidana dalam berbagai bentuk, misalnya pidana
denda, penjara dan sebagainya; sedangkan sanksi yang bersifat positif dapat berupa
hadiah-hadiah atau penghargaan-penghargaan bagi mereka yang mentaati norma-norma
yang ada dalam masyarakat.
Dalam kaitan dengan uraian-uraian di atas, maka nilai-nilai sosial dapat
dibedakan dengan norma-norma. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut: Agar kita tidak bingung membedakan antara nilai dengan norma, mari kita
melihat beberapa perbedaan antara keduanya. Pertama, nilai merepresentasikan konsepsi
individu maupun kelompok tentang apa yang disebut sebagai layak/patut.
Ia merupakan apa yang kita dan/atau orang lain rasakan dan berpikir bahwa itu
sesuatu yang patut untuk diingini. Ia merepresentasikan kriteria untuk mengevaluasi halhal yang pantas/baik. Norma, disisi lain, didasari atas aturan-aturan dalam berperilaku.
Kedua, nilai dapat diterapkan oleh individu; norma tidak. Ketiga, norma-norma memiliki
sanksi, nilai-nilai sosial tidak.
31
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Faktor Struktural
Faktor struktural yang mendasari konsep sobural (sosial-budaya-struktural)
tampaknya berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh beberapa sarjana sosiologi,
yang membahas masalah faktor struktural.Banyak dari mereka yang membicarakan
struktur sosial tetapi tidak memberikan pengertian struktural secara definitif.Hal ini
dapat dimengerti mengingat yang dibahas dalam teori-teori struktural sangat luas, yaitu
yang berkaitan dengan segala struktur yang terdapat dalam masyarakat.Misalnya,
struktur ekonomi, struktur politik dan sebagainya.Beberapa teori sosial mengaitkan
faktor struktural dengan adanya kelas-kelas atau stratifikasi yang terdapat dalam
masyarakat. Adanya kelas-kelas disebabkan bermacam-macam faktor, akan tetapi pada
umumnya dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor ekonomi, politik, dan pengaruh
kedudukan dalam masyarakat.
Faktor struktural yang ditandai dengan adanya kelas-kelas bukan merupakan
monopoli paham Marxis. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh J.E Sahetapy sebagai
berikut:Teori-teori struktural melihat masyarakat dengan kacamata di mana dalam
masyarakat itu ada kelompok-kelompok atau dikelompokkan sedemikian rupa sehingga
selalu dipakai istilah „kelas sosial‟, yang mana istilah tersebut tidak selalu harus bernada
dan bernapaskan paham Marxisme. Atau dengan perkataan lain, strata sosial yang
mencerminkan kelompok-kelompok tertentu dengan ciri-ciri tertentu yang dapat
dipandang sebagai adanya suatu ciri homogenitas.
Dengan demikian jelaslah bahwa istilah “kelas sosial” tidak menjadi monopoli
milik paham Marxis. Ada beberapa perbedaan pengertian istilah kelas yang
dipergunakan oleh teori-teori sosiologi dengan paham Marxis.Pertama, istilah kelas oleh
paham Marxis dikaitkan dalam rangka ekonomi saja. Ini berarti terdapat dua kelas, yaitu
32
Universitas Sumatera Utara
kelas yang memiliki alat-alat produksi dan kelas yang hanya menyumbangkan tenaganya
dalam proses produksi. Kedua, menurut Marxis, selalu terdapat pertentangan antara
kelas yang satu dengan yang lainnya untuk perebutan kekuasaan, sedangkan dalam
pengertian sosiologi, kelas tidak selalu bertentangan.
Ketiga, menurut teori sosiologi, kelas-kelas yang terdapat dalam masyarakat
senantiasa ada sepanjang waktu, sedangkan menurut teori Marxis, kelas-kelas tersebut
kemungkinan akan lenyap sehingga dalam masyarakat tidak terdapat lagi kelas-kelas
(classless society).
Berdasarkan uraian tersebut di atas jelaslah bahwa dalam teori-teori sosiologi
terdapat pengertian struktur sosial yang harus dibedakan dengan faktor struktural.Yang
dimaksud dengan faktor struktural, dalam pendekatan struktural, dibatasi hanya dalam
kaitannya dengan adanya kelas-kelas atau pengelompokan-pengelompokan yang
terdapat dalam masyarakat, yang dipengaruhi oleh sistem sosial masyarakat yang
bersangkutan.
2.2.3.Aspek Budaya
Yang dimaksud dengan “budaya” dalam pendekatan sobural (sosial-budayastruktural) adalah kultur.Beberapa penulis membedakan pengertian “kebudayaan” dan
“budaya”.Budaya merupakan perkembangan dari kata majemuk “budidaya” yang berarti
daya dari budi, yang berupa cipta, rasa, dan karsa. Dalam Antropologi budaya,
perbedaan pengertian antara “kebudayaan” dan “budaya” ditiadakan. Kata “budaya”
hanya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari kebudayaan, yang mempunyai arti yang
sama.
33
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena yang dimaksud dengan budaya dalam pendekatan sobural ini adalah
kultur, maka dalam penulisan ini tidak akan dibedakan pengertian “kebudayaan” dan
“budaya”. Hal ini ditunjang oleh beberapa penulis yang menerjemahakan kultur sebagai
“kebudayaan”.
Pengertian kultur, oleh Vander Zanden dirumuskan sebagai standard sosial yang
meliputi cara merasa, berpikir, dan berperilaku yang diperlukan sebagai anggota
masyarakat. Ini berarti bahwa budaya merupakan pedoman-pedoman bagi seseorang
untuk berperilaku dalam dalam kehidupan bermasyarakat.Sebagai suatu perbandingan,
perlu dikemukakan pula pendapat para sarjana Indonesia yang berkaitan dengan
kebudayaan.
Menurut Selo Sumardjan, kebudayaan adalah hasil karya, cipta, dan rasa manusia
yang hidup bersama. Karya menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan yang
diperlukan dan dipergunakan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya.Cipta
merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir manusia yang menghasilkan
filsafat dan ilmu pengetahuan.Sedangkan rasa, meliputi jiwa manusia yang mewujudkan
segala kaidah dan nilai-nilai kemasyarakatan yang diperlukan untuk mengatur
masyarakat.
Berbeda
dengan
Selo
Sumardjan,
Koentjaraningrat
secara
singkat
mengemukakan bahwa kebudayaan mempunyai tiga wujud yaitu: (1) sebagai kompleks
ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya; (2)
sebagai kompleks dari aktivitas kelakuan berpola dari dalam masyarakat; (3) sebagai
benda-benda hasil karya manusia.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan aspek budaya
dalam penulisan ini adalah hasil akal budi manusia dalam proses interaksi social
34
Universitas Sumatera Utara
masyarakat tertentu yang berwujud pedoman-pedoman atau patokan-patokan tingkah
laku manusia dalam hidup bermasyarakat. Sebagai suatu hasil dari proses interaksi
menyebabkan segala aspek yang terdapat dalam masyarakat akan ikut pula berinteraksi.
2.3. Harga diri
William James pertama kali memperkenalkan topik mengenai harga diri pada
buku teks psikologi Amerika pertama lebih dari satu abad lalu, hal tersebut membuat
harga diri menjadi salah satu tema paling tua dalam ilmu sosial (Mruk, 2006).Maslow
dalam teori hirarki kebutuhannya menyatakan bahwa harga diri adalah salah satu
motivasi dasar manusia untuk mencapai aktualisasi diri (dalam Huitt, 2007).
APA dictionary of Psychology (2007, hal. 830) mendefinisikan harga diri sebagai
tahapan dimana kualitas dan karakteristik self-concept yang dimilikiseseorang dianggap
positif.Harga diri merefleksikan gambaran citra diri, kemampuan, pencapaian, dan nilai
yang dimiliki serta sejauh mana seorang individu sukses menerapkannya.
Rosenberg (dalam Mruk, 2006) mendefinisikan harga diri sebagai sikap positif
atau negatif terhadap objek spesifik, yaitu diri sendiri.Harga diri merupakan sikap yang
didasari oleh persepsi atau perasaan seseorang tentang kemampuan atau nilainya
sebagai seorang individu.
Harga diri seperti yang terefleksi pada item dalam skala kami, mengekspresikan
perasaan bahwa seseorang merasa dirinya “cukup baik”. Individu tersebut merasa
dirinya sebagai orang yang berharga; ia menghargai dirinya sebagaimana adanya,
namun tidak kagum terhadap dirinya sendiri maupun mengharapkan orang lain untuk
kagum terhadap dirinya.
35
Universitas Sumatera Utara
Individu tersebut kemudian tidak selalu memiliki anggapan bahwa dirinya lebih
baik dari orang lain (Rosenberg dalam Mruk, 2006). Harga diri merupakan salah satu
kualitas unik pada diri individu yang aktif dalam situasi, pengalaman, dan keadaan
positif maupun negatif sehingga relevan terhadap beragam perilaku (Mruk, 2006).
2.3.1. Bentuk Harga diri
Berdasarkan kajian literatur mengenai harga diri yang dilakukan beberapa ahli
Brown dan Marshall (2006) membagi bentuk harga diri kedalam tiga kategori :
a) Global self-esteem
Harga diri sering digunakan sebagai istilah yang merujuk pada variabel
kepribadian yang
mewakili
bagaimana
perasaan seseorang
terhadap
dirinya
sendiri.Peneliti menamai bentuk harga diri yang demikian sebagai, global self-esteem
atau trait self-esteem, karena relatif bertahan dalam berbagai situasi dan waktu.
Jika seseorang memiliki harga diri yang tinggi atau rendah ketika kanak-kanak
maka kemungkinan besar individu tersebut akan memiliki tingkat harga diri yang sama
ketika dewasa.
b) Feeling of self-worth
Harga diri juga sering dirujuk sebagai reaksi emosi evaluatif terhadap kejadian
tertentu.Contohnya seseorang mungkin merasa harga dirinya naik setelah mendapat
promosi jabatan dan harga dirinya turun setelah menjalani perceraian.Self-worth adalah
perasaan bangga terhadap diri sendiri (dalam sisi positif) dan malu terhadap diri sendiri
(dalam sisi negatif).
36
Universitas Sumatera Utara
Harga diri yang demikian disebut juga sebagai state self-esteem, yaitu harga diri
yang bersifat dinamis dan dapat dirubah bergantung pada perasaan seseorang terhadap
dirinya di waktu tertentu.
c) Self-Evaluations
Disebut juga sebagai domain spesific self-esteem, yaitu harga diri digunakan
untuk merujuk cara seseorang mengevaluasi kemampuan dan atribut bervariasi yang ada
pada dirinya. Contohnya seorang individu yang memiliki keraguan atas kemampuannya
di sekolah dapat disebut memiliki academic self-esteem yang rendah sedangkan
individu yang merasa dirinya memiliki kemampuan yang baik dalam bidang olah raga
dapat dikatakan memiliki athletic self-esteem yang tinggi.
2.4.2. Sumber Harga diri
Epstein (dalam Mruk, 2006) menambahkan sumber harga diri yang
dikemukakan oleh Coopersmith sehingga lebih dinamis dengan alasan apabila
kesuksesan (hal positif) terlibat dalam pembentukan harga diri maka kemungkinan akan
adanya kegagalan (hal negatif) juga harus dilibatkan. Keempat sumber harga diri
tersebut adalah :
a) Acceptance vs Rejection
Penerimaan dan penolakan dalam hubungan interpersonal seorang individu
dengan orang tua, saudara, teman, pasangan, dan rekan kerja dapat mempengaruhi
perasaan seorang individu atas dirinya. Bentuk penerimaan seperti rasa peduli,
pengasuhan, perasaan tertarik, respek, serta kagum dan bentuk penolakan seperti tidak
dihiraukan, direndahkan, atau dimanfaatkan dapat mempengaruhi harga diri seseorang.
37
Universitas Sumatera Utara
b) Virtue vs Gult
Virtue menurut Epstein adalah kepatuhan terhadap standard moral dan etika
yang berlaku, sedangkan guilt merujuk pada kegagalan untuk mematuhi standard moral
dan etika yang berlaku. Saat seorang individu bertindak sesuai dengan nilai moral dan
etika yang berlaku maka mereka akan merasa sebagai individu yang „layak‟ dan akan
mempengaruhi harga diri mereka secara positif. Sebaliknya saat individu tersebut gagal
mengikuti standadr moral yang berlaku maka akan mempengaruhi harga dirinya secara
negatif.
c) Power vs Powerlessness
Epstein mendefinisikan power sebagai kemampuan untuk mengatur atau
mengontrol lingkungannya atau dengan kata lain kemampuan untuk memberi pengaruh.
Kemampuan seorang individu untuk berinteraksi dengan lingkungan dan individu
sekitarnya dengan cara-cara yang dapat membentuk atau mengarahkan interaksi tersebut
mencerminkan kompetensi dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan dan akan
mempengaruhi harga diri secara positif.
d) Achievement vs Failure
Syarat agar achievement mempengaruhi harga diri seseorang adalah ketika
seorang individu mengalami kesuksesan pada dimensi-dimensi tertentu yang
berhubungan dengan identitas diri mereka. Contohnya menyikat gigi bukanlah
pencapaian signifikan bagi sebagian besar orang, namun dapat menjadi pencapaian
personal yang besar bagi individu dengan cacat fisik maupun mental. Saat seorang
individu mencapai tujuan dengan menghadapi permasalahan atau rintangan dalam
kehidupan dan hal tersebut mempengaruhi harga dirinya secara positif.
38
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Tingkat Harga diri
Mruk (2006) menyimpulkan tingkat harga diri berdasarkan beberapa definisi
yang dikemukakan oleh beberapa ahli menjadi tiga kategori, yaitu :
a) Low Self-esteem
Karakteristik individu dengan harga diri rendah meliputi hipersensitivitas,
ketidakstabilan, rasa canggung, dan kurang percaya diri. Individu dengan harga diri
rendah lebih berfokus pada melindungi diri dari ancaman dibanding berusaha untuk
mengaktualisasikan potensi yang dimiliki dan menikmati hidup. Individu dengan harga
diri rendah juga tidak memiliki gambaran identitas yang jelas dan sensitif terhadap
isyarat sosial yang dianggap relevan dengan dirinya, mereka menggunakan strategi selfhandicapping dan menurunkan ekspektasi untuk menghindari perasaan inferior lebih
lanjut.
b) High self-esteem
Harga diri berkorelasi positif dengan rasa bahagia, mereka yang memiliki harga
diri tinggi memiliki pandangan yang baik atas diri mereka, kehidupan, dan masa depan.
Individu dengan harga diri tinggi lebih mampu menghadapi stress dan menghindari rasa
cemas sehingga mereka tetap mampu bertindak dengan baik saat berhadapan dengan
stress dan trauma.
Terdapat dukungan empiris mengenai hubungan antara harga diri tinggi dan
hubungan interpersonal. Individu yang memiliki harga diri tinggi meiliki karakteristik
interpersonal yang disukai serta memiliki standard moral dan kesehatan yang baik.
Harga diri yang tinggi juga dapat membantu meningkatkan kinerja berkaitan dengan
39
Universitas Sumatera Utara
kemampuan pemecahan masalah dalam situasi tertentu yang membutuhkan inisiatif dan
presistensi.
c) Medium self-esteem
Coopersmith (dalam Mruk, 2006) menyatakan bahwa individu dengan tingkat
harga diri sedang merupakan hasil dari tidak tereksposnya seorang individu pada faktorfaktor yang mendukung kepemilikan tingkat harga diri yang tinggi, namun memiliki
sebagian faktor sehingga menghindarkan mereka dari tingkat harga diri yang rendah.
2.5. Deviasi dan Norma
Pembahasan mengenai situasi orang yang terkena stigma dan tanggapannya
terhadap titik di mana dia masuk untuk menempatkan kerangka kerja yang dihasilkan
dalam konteks konseptual yang tepat, akan berguna untuk mempertimbangkan dari
sudut pandang yang berbeda dari konsep penyimpangan.Ini menjadi sebuah Jembatan
yang menghubungkan studi stigma dengan studi tentang seluruh dunia sosial.
Sangat jarang untuk memikirkan dan mendramatisir apa yang paling sesuai
dalam menganalisi masalah ini. Namun, tampaknya perbedaan aneh itu paling berguna
sebagai sarana untuk membuat seseorang mengasumsikan identitas yang lain guna
menghindari kesadaran seseorang. Juga dimungkinkan untuk berpikir bahwa kelompok
minoritas yang didirikan seperti negro dan Yahudi dapat memberikan objek terbaik
untuk
analisis
semacam
ini.
Hal
ini
dapat
dengan
mudah
menyebabkan
ketidakseimbangan perilaku. Secara sosiologis, isu utama mengenai kelompok ini
adalah tempat mereka dalam struktur sosial; Kontingensi yang dihadapi orang-orang ini
dalam interaksi tatap muka hanyalah satu bagian dari masalah, dan sesuatu yang tidak
40
Universitas Sumatera Utara
dapat sepenuhnya dipahami terhadap sejarah, perkembangan politik, dan kebijakan
kelompok saat ini.
Untuk membatasi analisis orang-orang yang memiliki cacat yang melumpuhkan
hampir semua situasi sosial mereka, menyebabkan ketidakberuntungan ini dari sebagian
besar konsepsi diri mereka secara merata, dalam hal tanggapan mereka terhadap situasi
ini. Laporan ini membantah dengan berbeda. Orang yang paling beruntung akan
mengalami kegagalan normal, dan untuk setiap kegagalan kecil ada kesempatan sosial
saat akan berkembang pesat, menciptakan kesenjangan memalukan antara identitas
sosial virtual dan aktual. Untuk itu kadang-kadang bentuk genting dan terus-menerus
genting satu kontinum, situasi mereka dalam kehidupan dapat dianalisis oleh kerangka
kerja yang sama. Ini tersirat, maka tidak berbeda, kita harus mencari pengertian tentang
perbedaan kita, tapi yang biasa. Pertanyaan tentang norma sosial tentu sangat penting,
tapi perhatiannya lebih sedikit daripada penyimpangan biasa dari biasanya daripada
penyimpangan biasa dari yang biasa.
Dapat diasumsikan bahwa kondisi yang diperlukan bagi kehidupan sosial yaitu
adanya seperangkat norma yang diperlukan oleh semua peserta. Norma-norma tersebut
dipertahankan sebagiannya dan digabungkan dengan yang lainnya. Ketika sebuah
peraturan gagal dijalankan, maka diambillah langkah-langkah perbaikan; Kerusakan
terssebut diakhiri dan diperbaiki, baik oleh agen kontrol atau lembaga sosial ataupun
oleh pelakunya sendiri.
2.6. The Normal Deviant
Stigma merupakan ciri umum dari masyarakat, sebuah proses yang terjdi ketika
adanya hubungan antara identitas dan norma. Fitur yang sama dilibatkan apakah
41
Universitas Sumatera Utara
perbedaan utama dipertanyakan, jenisnya yang secara tradisional didefinisikan sebagai
perbedaan stigmatis, atau perbedaan picayune, yang oleh orang malu malu karena malu.
Oleh karena itu, seseorang dapat menduga bahwa peran normal dan peran stigmatisasi
adalah bagian dari kompleks yang sama, memotong dari kain standar yang sama. Tentu
saja, siswa berpendidikan psikiatri sering menunjukkan konsekuensi patologis
penggusuran diri, sama seperti mereka berpendapat bahwa prasangka terhadap
kelompok stigmatisasi dapat menjadi bentuk penyakit.
Namun, prasangka ekstrem ini tidak memperhatikan kita, karena pola respons
dan adaptasi yang dipertimbangkan dalam esai ini tampaknya sangat dapat dipahami
dalam kerangka psikologi normal. Kita dapat mengasumsikan terlebih dahulu bahwa
orang-orang dengan stigma berbeda berada dalam situasi yang sama dan merespons
dengan cara yang serupa. Apoteker tetangga mungkin akan berbicara dengan tetangga,
oleh karena itu toko obat lingkungan telah dihindari oleh orang-orang yang mencari
segala peralatan dan pengobatan. Orang yang sangat beragam yang tidak memiliki apaapa selain kebutuhan untuk mengendalikan; informasi.
Kedua, seseorang dapat mengasumsikan bahwa stigmatisasi dan normal
memiliki susunan mental yang sama, dan ini tentu saja merupakan standar dalam
masyarakat kita. Dia yang dapat memainkan peranan ini, Dan kedua, seseorang dapat
mengasumsikan bahwa stigmatisasi dan normal memiliki susunan mental yang sama,
dan ini tentu saja merupakan standar dalam masyarakat kita. Kemudian, memiliki
peralatan yang tepat untuk bermain di luar yang lain, dan sebenarnya berkenaan dengan
satu stogma atau lainnya mungkin telah mengembangkan beberapa pengalaman dalam
melakukannya.
Yang
terpenting,
gagasan
tentang
perbedaan
memalukan
mengasumsikan kesamaan dalam hal kepercayaan penting, identitas yang terkait.
42
Universitas Sumatera Utara
Bahkan di mana dan individu memiliki perasaan dan keyakinan yang cukup abnormal,
dia cenderung memiliki masalah yang cukup normal dan menerapkan strategi yang
cukup normal dalam usaha menyembunyikan kelainan ini dari orang lain.
2.7. Stigma dan Realita
Sampai sekarang telah diperdebatkan bahwa peran sentral harus diupayakan
untuk perbedaan antara identitas sosial virtual dan aktual. Manajemen ketegangan dan
manajemen informasi telah ditekankan-bagaimana individu yang stigmatisasi dapat
hadir kepada orang lain adalah diri yang genting, mengalami penyalahgunaan dan
diskresi. Tapi untuk membiarkannya pada saat ini menciptakan perspektif yang bias,
menyiratkan kenyataan yang solid terhadap apa yang lebih shakier dari itu. Stigmatisasi
dan normal adalah bagian satu sama lain; Jika seseorang bisa terbukti rentan, pasti harus
yang lain juga bisa. Karena dalam menyiratkan identitas kepada individu, tidak dapat
diterima atau tidak, pengaturan sosial yang lebih luas dan penghuninya memiliki cara
untuk mengkompromikan diri mereka sendiri. Mereka telah menetapkan diri untuk
dibuktikan orang bodoh.
Semua ini telah tersirat dalam pernyataan bahwa kadang-kadang dilakukan
untuk apa yang dilihat sebagai kesenangan. Orang yang kadang-kadang sering melewati
sering menceritakan kejadian tersebut kepada rekan-rekannya sebagai bukti kebodohan
norma-norma normal dan fakta bahwa semua argumen mereka tentang perbedaannya
dari mereka hanyalah penjatahan rasialisasi. Kesalahan identifikasi ini tergeletak di atas,
dilipat oleh orang yang lewat dan teman-temannya.
Demikian pula, orang menemukan bahwa mereka yang pada saat ini secara rutin
menyembunyikan identitas pribadi atau pekerjaan mereka mungkin akan senang
43
Universitas Sumatera Utara
menggoda iblis, dalam membawa percakapan dengan orang-orang normal yang tidak
menaruh curiga ke tempat orang-orang normal tanpa sadar menyebabkan orang menipu
tema dengan mengekspresikan gagasan yang mana kehadiran orang yang lewat
berkepribadian mendiskreditkan. Dalam kasus seperti itu, apa yang telah terbukti salah
bukanlah perbedaan orang, melainkan siapa pun dan semua orang yang berada dalam
situasi dan berusaha menerapkan pola pengobatan konvensional.
Tapi tentu saja ada kejadian langsung dari situasinya, bukan orangnya yang
menjadi terancam. Orang cacat fisik, misalnya, karena harus menerima tawaran simpati
dan pertanyaan dari orang asing, terkadang dapat melindungi privasi mereka dengan
menjalankan sesuatu selain kebijaksanaan. Dengan demikian, seorang gadis berkaki
satu, rentan terhadap banyak pertanyaan oleh orang-orang yang mengalahkannya,
mengembangkan sebuah permainan yang dia sebut "ham dan legs" di mana permainan
itu menjawab pertanyaan dengan penjelasan yang masuk akal secara dramatis. Seorang
gadis yang berbeda dengan situasi yang sama melaporkan strategi serupa.
Dimulai dengan gagasan yang sangat umum dari sekelompok individu yang
memiliki beberapa nilai dan mematuhi seperangkat norma sosial mengenai perilaku dan
atribut pribadi, seseorang dapat merujuk pada anggota individu yang tidak mematuhi
norma sebagai penyimpangan, dan untuk Keunikannya sebagai penyimpangan. Saya
tidak berpikir semua deviator memiliki cukup kesamaan untuk menjamin analisis
khusus; Mereka berbeda dalam banyak cara daripada yang serupa, sebagian karena
perbedaan, karena ukuran, kelompok di mana penyimpangan dapat terjadi. Namun,
seseorang dapat membagi wilayah tersebut menjadi petak yang lebih kecil, beberapa di
antaranya layak untuk dipelihara.
44
Universitas Sumatera Utara
2.8. Deviance dan Deviation
Begitu dinamika perbedaan yang memalukan dipandang sebagai ciri umum
kehidupan sosial, seseorang dapat terus melihat hubungan studi mereka dengan studi
tentang masalah neighbering yang terkait dengan istilah "penyimpangan". Sebuah kata
yang saat ini modis yang telah agak dihindari di sini sampai sekarang, terlepas dari
kenyamanan labelnya.
Dimulai dengan pengertian yang sangat umum dari sekelompok individu yang
memiliki beberapa nilai dan mematuhi seperangkat norma sosial mengenai perilaku dan
atribut pribadi, seseorang dapat merujuk pada setiap anggota individu yang tidak
mematuhi
norma
sebagai
penyimpangan,
dan
kepada
Pecualiarity
sebagai
penyimpangan Deviator memiliki cukup kesamaan untuk mendapatkan analisis khusus,
namun berbeda dengan banyak cara daripada persamaannya, sebagian karena perbedaan
menyeluruh, karena ukuran, kelompok di mana penyimpangan dapat terjadi. Namun,
seseorang dapat membagi wilayah tersebut menjadi petak yang lebih kecil, beberapa di
antaranya layak untuk dipelihara.
Diketahui bahwa posisi tinggi yang dikonfirmasi pada beberapa kelompok
rajutan kecil dapat dikaitkan dengan lisensi untuk menyimpang dan karenanya menjadi
penyimpangan. Hubungan antara penyimpangan semacam itu dengan kelompok, dan
anggota konsepsi darinya, seperti restrukturisasi berdiri berdasarkan penyimpangan
(jika kelompoknya besar, bagaimanapun, yang terkemuka mungkin merasa harus
sepenuhnya menyesuaikan diri dengan semua yang terlihat Cara).
Anggota yang didefinisikan sebagai orang sakit secara fisik dalam situasi yang
agak sama, jika dia benar-benar menangani status sakitnya, dia dapat menyimpang dari
standar kinerja tanpa dianggap sebagai cerminan dia atau hubungannya dengan
45
Universitas Sumatera Utara
kelompok tersebut. Yang terkemuka dan yang sakit bisa bebas, kemudian, menjadi
penyimpang justru karena penyimpangan mereka dapat sepenuhnya diabaikan, sehingga
tidak ada identifikasi ulang, situasi khusus mereka menunjukkan bahwa mereka
hanyalah penyimpangan - dalam pengertian umum istilah itu.
Dalam banyak kelompok dan komunitas yang erat ada beberapa contoh anggota
yang menyimpang, baik dalam akta maupun atribut yang dimilikinya, atau keduanya,
dan akibatnya memainkan peran khusus, menjadi simbol kelompok dan pelaku Fungsi
clownish tertentu, bahkan saat dia ditolak, penghargaan diberikan kepada anggota
penuh. Karakteristik individu ini berhenti memainkan permainan jarak sosial, mendekat
dan mendekati sesuka hati. Dia sering menjadi fokus perhatian untuk mengelas orang
lain ke dalam lingkaran yang berpartisipasi di sekelilingnya, bahkan saat itu
menggandakan beberapa status partisipannya. Ia berfungsi sebagai maskot bagi
kelompok meski berkualifikasi dengan cara tertentu untuk menjadi anggota normal.
Orang idiot desa, kota kecil yang mabuk, dan badut peleton adalah contoh
tradisional, anak laki-laki bersaudara itu adalah orang lain. Orang akan mengira hanya
menemukan satu dari orang-orang semacam itu kepada sebuah kelompok, karena yang
pertama adalah semua yang dibutuhkan, contoh lebih lanjut hanya menambah beban
masyarakat. Dia mungkin disebut kelompok sesat yang menyimpang untuk
mengingatkannya bahwa dia menyimpang relatif terhadap kelompok konkret, bukan
hanya norma, dan bahwa penyertaannya yang intensif jika ambivalen dalam kelompok
membedakannya dari jenis penyimpangan lain yang terkenal - kelompok tersebut
mengisolasi yang terus-menerus dalam situasi sosial dengan kelompok tapi bukan salah
satu dari mereka sendiri.
46
Universitas Sumatera Utara
Saat penyerang di kelompok diserang oleh pihak luar, kelompok tersebut
mungkin akan mendapat dukungan, ketika kelompok tersebut diserang, dia
kemungkinan besar harus melakukan pertempuran sendiri. Perhatikan bahwa semua
jenis deviator yang dipertimbangkan di sini tetap berada dalam lingkaran di mana
informasi biografi yang luas tentang mereka - identifikasi pribadi sepenuhnya - tersebar
luas. Telah disarankan bahwa dalam kelompok bertubuh kecil penyimpangan kelompok
dapat dibedakan dari penyimpangan lain, karena tidak seperti orang-orang lain ini, ia
berada dalam hubungan yang condong ke kehidupan moral yang dipertahankan rata-rata
oleh anggota.
Memang, jika seseorang ingin mempertimbangkan peran sosial lainnya
bersamaan dengan penyimpangan dalam kelompok, mungkin berguna untuk beralih ke
peran yang pemainnya tidak sejalan dengan moralitas biasa, meski tidak dikenal sebagai
deviator. Karena seseorang mengubah "sistem referensi" dari kelompok kecil seperti
keluarga ke kelompok yang dapat mendukung spesialisasi peran yang lebih besar, dua
peran semacam itu menjadi nyata. Salah satu peran salah menyelaraskan secara moral
ini adalah pendeta atau pendeta, pelaku diwajibkan untuk melambangkan kehidupan
yang benar dan menjalaninya lebih dari normal; Yang lainnya adalah petugas hukum,
pemain harus melakukan rutinitas sehari-hari dari pelanggaran orang lain yang cukup
berarti.
Ketika "sistem referensi" digeser lebih jauh dari komunitas tatap muka ke dunia
metropolitan yang lebih luas (dan wilayah berafiliasi, resor dan tempat tinggal mereka),
perubahan yang sesuai ditemukan dalam keragaman dan makna penyimpangan. Salah
satu penyimpangan tersebut penting di sini, jenis yang ditunjukkan oleh individu yang
dipandang mengalami kemunduran secara sukarela dan terbuka untuk menerima tempat
47
Universitas Sumatera Utara
sosial sesuai dengan mereka, dan yang bertindak tidak beraturan dan agak memberontak
sehubungan dengan institusi dasar kita - keluarga, sistem kelas usia , Pembagian peran
stereotip antara jenis kelamin, pekerjaan penuh waktu yang sah yang melibatkan
pemeliharaan satu identitas resmi yang diratifikasi pemerintah, dan pemisahan
berdasarkan kelas dan ras. Ini adalah '' disaffiliates '. Orang-orang yang menganggap ini
berdiri sendiri dan mereka sendiri dapat disebut eksentrik atau "karakter".
Mereka yang aktivitasnya kolektif dan terfokus dalam beberapa bangunan atau
tempat (dan seringkali pada suatu kegiatan khusus) mungkin disebut cultists mereka
yang datang bersama ke dalam sub-komunitas atau lingkungan dapat disebut
penyimpang sosial, dan kehidupan korporat mereka merupakan komunitas yang
menyimpang, yang merupakan tipe khusus, tapi hanya satu jenis, penyimpangan. Jika
ada bidang penyelidikan yang disebut "penyimpangan", penyimpangan sosial seperti
yang didefinisikan di sini mungkin merupakan intinya. Pelacur, pecandu narkoba, nakal,
penjahat, musisi jazz, bohemian, gipsi, pekerja karnaval, hobos, winos, menunjukkan
orang, penjudi purna waktu, penghuni pantai, homoseksual, dan orang miskin perkotaan
yang tidak bertobat - ini akan disertakan.
Inilah orang-orang yang dianggap terlibat dalam semacam penolakan kolektif
tatanan sosial. Mereka dianggap gagal menggunakan kesempatan yang tersedia untuk
kemajuan di berbagai landasan pacu yang disetujui masyarakat; Mereka menunjukkan
ketidaksenonohan terhadap betters mereka; Mereka tidak memiliki kesalehan; Mereka
mewakili kegagalan dalam skema motivasi masyarakat.
Begitu inti penyimpangan sosial terbentuk, seseorang dapat melanjutkan ke
kasus perifer: radikal politik berbasis masyarakat yang tidak hanya memilih dengan cara
yang berbeda namun menghabiskan lebih banyak waktu dengan kebutuhan mereka
48
Universitas Sumatera Utara
sendiri daripada yang secara politis diperlukan. Orang kaya bepergian yang tidak
diarahkan ke minggu kerja eksekutif, dan menghabiskan waktu mereka hanyut dari satu
tempat yang panas ke tempat yang lain. Ekspatriat, dipekerjakan atau tidak, yang secara
rutin mengembara setidaknya beberapa langkah dari PX dan American Express.
Penunggang asimilasi etnis yang dibesarkan di dua dunia masyarakat orang tua
dan masyarakat orang tua mereka, dan dengan tegas berpaling dari jalur mobilitas
konvensional yang terbuka bagi mereka, melapisi sosialisasi sekolah mereka dengan
banyak hal normal yang akan dilihat sebagai sesuatu yang aneh Kostum ortodoksi
agama; Metropolitan tidak menikah dan hanya menikah yang tidak memiliki
kesempatan untuk membesarkan keluarga, dan malah mendukung masyarakat samar
yang memberontak, meski ringan dan berumur pendek, melawan sistem keluarga.
Dalam hampir semua kasus ini, beberapa orang menunjukkan disaffiliation,
seperti juga eksentrik dan pemuja agama, dengan cara ini memberi garis tipis yang bisa
ditarik antara mereka semua dan deviator di sisi lain, yaitu orang-orang yang diam-diam
tidak berafiliasi- Penggemar yang menjadi sangat menyukai avokasi mereka sehingga
hanya sekam yang tersisa untuk keterikatan sipil, seperti pada beberapa kolektor
perangko yang bersemangat, pemain tenis klub, dan penggemar mobil sport.
Penyimpang sosial, sebagaimana didefinisikan, memamerkan penolakan mereka
untuk menerima tempat mereka dan untuk sementara ditolerir dalam pemberontakan
gestur ini, dengan syarat bahwa hal itu dibatasi dalam batas-batas ekologi komunitas
mereka. Seperti ghetto etnik dan rasial, komunitas ini merupakan pertahanan diri dan
tempat penyimpangan individu secara terbuka dapat menerima bahwa setidaknya dia
sama baiknya dengan orang lain.
49
Universitas Sumatera Utara
Tapi selain itu, penyimpang sosial sering merasa bahwa itu tidak hanya sama
dengan tapi lebih baik daripada normal, dan bahwa kehidupan yang mereka jalani lebih
baik daripada yang dijalani oleh orang-orang yang seharusnya mereka dapatkan.
Penyimpang sosial juga menyediakan model untuk orang normal yang gelisah, tidak
hanya mendapatkan simpati tapi juga merekrut. (Penanam kayu juga bisa mendapatkan
petobat, tapi fokusnya adalah pada program tindakan bukan gaya hidup). Orang bijak
bisa menjadi sesama pelancong.
Secara teori, sebuah komunitas yang menyimpang bisa tampil untuk masyarakat
pada sesuatu yang besar dari fungsi yang sama yang dilakukan oleh kelompok sesat
yang menyimpang untuk kelompoknya, namun sementara ini dapat dipikirkan, belum
ada yang menolak demostrasi kasus ini. Masalahnya adalah bahwa area yang luas dari
mana orang-orang yang direkrut ke komunitas yang menyimpang ditarik bukanlah
sistem, entitas, kebutuhan dan fungsi, seperti kelompok tatap muka kecil.
Dua jenis deviator telah dipertimbangkan di sini: penyimpangan kelompok dan
penyimpangan sosial. Dua tipe sosial kategori tetangga harus disebutkan. Pertama,
kelompok minoritas etnis dan ras: Individu yang memiliki sejarah dan budaya bersama
(dan seringkali merupakan negara asal yang sama), yang mentransmisikan keanggotaan
mereka di sepanjang garis keturunan, yang berada dalam posisi untuk menuntut tandatanda kesetiaan dari beberapa anggota, dan Yang berada dalam posisi yang relatif
kurang beruntung di masyarakat. Kedua, ada anggota kelas bawah yang cukup
memperhatikan tanda status mereka dalam pidato, penampilan, dan cara mereka, dan
siapa, yang relatif terhadap institusi publik masyarakat kita, menganggap mereka adalah
warga kelas dua.
50
Universitas Sumatera Utara
Sekarang jelas bahwa penyimpangan dalam kelompok, penyimpangan sosial,
anggota minoritas, dan orang kelas bawah kemungkinan besar akan mendapati diri
mereka berfungsi sebagai individu yang mengalami stigmatisasi, tidak yakin dengan
penerimaan yang menunggu mereka dalam interaksi tatap muka dan terlibat secara
mendalam dalam Berbagai tanggapan terhadap situasi ini. Ini akan jadi jika tidak ada
alasan lain selain bahwa hampir semua orang dewasa harus memiliki beberapa
hubungan dengan organisasi layanan, baik komersial maupun sipil, di mana perlakuan
sopan dan seragam seharusnya berlaku berdasarkan tidak lebih ketat daripada
kewarganegaraan, namun di mana peluang akan muncul.
Untuk perhatian tentang penilaian ekspresif individual berdasarkan ideal kelas
menengah virtual. Namun, seharusnya sama jelasnya, bahwa pertimbangan penuh dari
salah satu dari keempat kategori ini mengarah ke luar, dan jauh dari, apa yang perlu
dipertimbangkan dalam analisis stigma. Misalnya, ada komunitas menyimpang yang
anggotanya, terutama saat jauh dari lingkungan mereka, tidak terlalu memperhatikan
penerimaan sosial mereka, dan karena itu hampir tidak dapat dianalisis dengan mengacu
pada manajemen stigma.
Sebuah contoh akan menjadi kejadian luar biasa di pantai-pantai hangat Amerika
di mana dapat ditemukan orang-orang muda penuaan yang belum siap untuk
terkontaminasi oleh pekerjaan dan yang secara sukarela mengabdikan diri mereka pada
berbagai bentuk mengendarai ombak. Juga tidak boleh dilupakan bahwa terlepas dari
empat kategori yang disebutkan, ada beberapa orang yang kurang beruntung yang sama
sekali tidak distigmatisasi, misalnya seseorang yang menikah dengan pasangan yang
jahat dan egois, atau seseorang yang tidak kaya dan harus membesarkan empat anak.
Atau seseorang yang cacat fisiknya (misalnya, cacat pendengaran ringan) telah
51
Universitas Sumatera Utara
mengganggu hidupnya, meskipun semua orang, termasuk dirinya sendiri, tetap tidak
sadar bahwa ia memiliki cacat fisik.
Orang-orang yang memiliki stigmatisasi memiliki cukup banyak situasi dalam
kehidupan yang sama untuk menjamin penggolongan semua orang ini bersama-sama
untuk tujuan analisis. Oleh karena ekstraksi telah dibuat dari bidang tradisional masalah
sosial, ras dan hubungan etnis, disorganisasi sosial, kriminologi, patologi sosial, dan
penyimpangan - ekstraksi sesuatu yang dimiliki semua bidang ini. Kesamaan ini dapat
diatur berdasarkan asumsi yang sangat sedikit mengenai sifat manusia. Apa yang tersisa
di masing-masing bidang tradisional kemudian dapat diperiksa ulang untuk apa pun
yang benar-benar istimewa untuk itu, sehingga membawa koherensi analitis ke kesatuan
yang sekarang murni bersejarah dan tidak disengaja.
Mengetahui bidang apa seperti hubungan ras, penuaan, dan pembagian
kesehatan mental, orang kemudian dapat melihat secara analitis, bagaimana
perbedaannya. Mungkin dalam setiap kasus pilihannya adalah mempertahankan
wilayah-wilayah substantif lama, tapi setidaknya akan jelas bahwa masing-masing
hanyalah area dimana seseorang harus menerapkan beberapa perspektif, dan bahwa
pengembangan salah satu dari perspektif analitik yang koheren ini tidak Kemungkinan
datang dari mereka yang membatasi minat mereka secara eksklusif pada satu bidang
substantif.
2.9. Ibu Rumah Tangga dan Penyalahgunaan Narkoba
Ibu rumah tangga merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
seseorang yang telah menikah serta menjalankan pekerjaan rumah. Merawat anak-anak,
52
Universitas Sumatera Utara
memasak, membersihkan rumah, dan tidak bekerja diluar rumah. Seorang ibu rumah
tangga sebagai wanita menikah yang bertanggung jawab atas rumah tangganya.
Dalam masyarakat modern sekarang ini, termasuk di Indonesia sudah menjadi
keadaan yang biasa, seorang ibu rumah tangga aktif melakukan kegiatan diluar rumah
tangga atau keluarganya. Hal ini baik karena dorongan faktor kebutuhan ekonomis yang
meningkat maupun oleh faktor lain seperti sosial psikologis karena banyaknya ibu
rumah tangga yang berpendidikan yang mempunyai berbagai keterampilan untuk
bekerja.
Dengan semakin banyaknya ibu rumah tangga beraktivitas diluar rumah, baik
bekerja maupun dalam aktivitas lain sebagaimana halnya laki-laki, tentu juga
mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Akibatnya ibu rumah tangga yang melakukan
kejahatanpun semakin meningkat pula. Hal ini dapat dilihat di berbagai media massa
tentang berita-berita kriminalitas yang dilakukan oleh ibu rumah tangga.
Bahkan dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang luar biasa bila
keberadaan wanita (khususnya ibu rumah tangga) merupakan indikator meningkatnya
kualitas kejahatan. Hal ini menunjukkan betapa tertekannya kondisi sosial kaum wanita
(khususnya ibu rumah tangga) di satu sisi, yaitu mulai dari tekanan dalam keluarga
sampai kepada masalah ekonomi yang semakin menghimpit, sehingga kontribusi ini
menjadikan wanita (khususnya ibu rumah tangga) terlibat dalam peredaran narkoba.
Keterlibatan wanita (khususnya ibu rumah tangga) dalam peredaran narkoba
baik itu sebagai pemakai atau pengedar atau sekaligus kedua-duanya untuk setiap
tahunnya dari mulai tahun 2008 sampai dengan 2014 mnunjukkan angka yang
bervariasi. Untuk tahun 2008 jumlah tindak kejahatan narkoba di Sumatera Utara adalah
sebesar 2846 kasus dimana yang berjenis kelamin wanita sebanyak 142 kasus atau
53
Universitas Sumatera Utara
sebesar 6,48 % dari semua kasus narkoba. Untuk tahun 2009 mengalami peningkatan
dimana jumlah tindak kejahatan narkoba sebesar 2623 kasus dan yang dilakukan wanita
sebanyak 164 kasus atau sebesar 6,72%. Untuk tahun 2010 ada sebanyak 883 kasus
dimana yang melibatkan wanita sebanyak 57 kasus atau sebesar 6,34%.
Tahun 2011 ada sebanyak 1418 kasus kejahatan narkoba di Sumatera Utara
sedangkan yang melibatkan wanita sebanyak 146 kasus atau sebesar 12,64%. Untuk
tahun 2012 ada sebanyak 3096 kasus dimana yang melibatkan wanita sebanyak 182
kasus atau sebesar 8,76%. Untuk tahun 2013 ada sebanyak 2314 kasus kejahatan
narkoba dan yang melibatkan wanita sebanyak 152 kasus atau sebesar 7,63%. Untuk
tahun 2014 ada sebanyak 1864 kasus tindak kejahatan narkoba dimana yang melibatkan
wanita sebanyak 94 kasus atau sebesar 8,22%.
2.10. Kerangka Pemikiran
Munculnya stigmatisasi terhadap penyalahguna narkoba (khususnya ibu rumah
tangga) disebabkan oleh kostruksi sosial negatif yaitu, (1) dihubungkannya
penyalahguna narkoba (ibu rumah tangga) dengan kelompok marginal; (2) Karakteristik
penyalahguna narkoba sebagai orang yang berbahaya. Ditambah dengan kurangnya
pengetahuan mengenai penyalahgunaan narkoba dan persepsi yang salah tentang
penyalahguna narkoba menimbulkan respon antagonistik berupa stigma dari masyarakat
terhadap penyalahguna narkoba (khususnya ibu rumah tangga).
Beragam aspek sosio-ekonomi dan kesejahteraan sosial (psikologis) yang
mungkin dipengaruhi oleh stigma internal, penelitian ini secara spesifik ingin menyoroti
hubungan antara stigma internal dan salah satu aspek kesejahteraan sosial (psikologis)
yaitu, tingkat harga diri pada penyalahguna narkoba (khususnya ibu rumah tangga).
54
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik penyalahguna narkoba sebagai orang yang kental dengan isu stigma,
sehingga tingkat harga diri yang baik dapat menjadi pendorong bagi mereka untuk
mengapresiasi dan menghargai diri mereka agar bangkit dan tidak didera perasaan malu,
bersalah yang mengakibatkan mereka kembali ke dunia hitam (penyalahgunaan
narkoba).
55
Universitas Sumatera Utara
Bagan Alur Pemikiran
Latar Belakang
-
Konstruksi sosial negatif
Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai narkoba
Persepsi yang salah mengenai penyalahguna narkoba
Tindak Stigmatisasi oleh Masyarakat
Stigma Internal
Gangguan kesejahteraan sosial (psikologis)
pada penyalahguna narkoba (ibu rumah
tangga) seperti : Depresi, kecemasan,
menurunnya tingkat self-efficacy, dan
tingkat harga diri.
56
Universitas Sumatera Utara
2.11. Definisi Konsep
Adapun yang menjadi batasan-batasan konsep yang dibuat peneliti ialah sebagai
berikut :
1. Stigma merupakan proses dinamis dari devaluasi yang secara signifikan
mendiskredit seorang individu di mata individu lainnya.
2. Harga diri merupakan tahapan dimana kualitas dan karakteristik self-concept
yang dimilikiseseorang dianggap positif.Harga diri merefleksikan gambaran
citra diri, kemampuan, pencapaian, dan nilai yang dimiliki serta sejauh mana
seorang individu sukses menerapkannya.
3. Ibu Rumah Tangga merupakan seorang wanita menikah yang bertanggung
jawab atas rumah tangganya.
4. Penyalahguna
Narkoba
merupakan
orang
yang
menggunakan
atau
menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika,
baik secara fisik maupun psikis.
57
Universitas Sumatera Utara
Download