BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Idealnya pasar modal adalah merupakan wadah bagi terjadinya mekanisme transaksi saham yang fair. Namun transaksi saham yang fair sulit tercapai karena adanya konflik kepentingan dan tidak transparannya laporan keuangan emiten. Berdasarkan pada laporan Bapepam terdapat 25 kasus pelanggaran pasar modal yang terjadi selama tahun 2002 sampai Maret 2003. Dari 25 kasus pelanggaran tersebut, terdapat 13 kasus yang berkaitan dengan benturan kepentingan dan keterbukaan informasi. Kemudian kasus keterlambatan laporan keuangan juga terus terjadi. Keterlambatan publikasi laporan keuangan mengindikasikan adanya masalah dalam pelaporan keuangan emiten sehingga memerlukan waktu penyelesaian yang lebih lama.(Utami, 2005) Laporan keuangan merupakan bagian utama dalam pelaporan yang dapat dijadikan sarana penting untuk mengkomunikasikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan, baik internal maupun eksternal. Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi kepada pemakai laporan agar dapat membantu menterjemahkan aktivitas ekonomi dari suatu perusahaan, oleh karena itu laporan keuangan menjadi perhatian utama bagi penggunanya untuk mengambil keputusan. Ada tiga kondisi yang menyebabkan komunikasi melalui laporan keuangan tidak sempurna dan tidak transparan yaitu: (1) dibandingkan dengan 1 2 investor, manajer memiliki informasi lebih banyak tentang strategi dan operasi bisnis yang dikelolanya, (2) kepentingan manajer tidak selalu selaras dengan kepentingan investor, dan (3) ketidaksempurnaan dari aturan akuntansi dan audit.(Healy dan Palepu dalam Utami,2005) Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada para investor dan kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana mereka. Dalam laporan keuangan disusun berdasarkan akuntansi berbasis akrual (accruals accounting). Akuntansi akrual mempunyai keunggulan bahwa informasi laba perusahaan dan pengukuran komponennya berdasarkan akuntansi akrual secara umum memberikan indikasi lebih baik tentang kinerja ekonomi perusahaan daripada informasi yang dihasilkan dari aspek penerimaan dan pengeluaran kas terkini. Akuntansi akrual juga memiliki kelemahan. Wild dalam Komarudin dkk (2007) mengkritik bahwa akuntansi akrual merupakan aturan yang tidak sempurna dan mengaburkan laporan keuangan yang bertujuan memberikan informasi aliran kas dan kapabilitas perusahaan dalam menghasilkan kas. Kekaburan informasi ini diakibatkan akuntansi akrual yang ruwet dan rentan atas manipulasi. Kerentanan ini disebut manajemen laba (earnings management ) . Informasi laba membantu pemilik atau pihak lain dalam mengestimasi kekuatan laba untuk menaksir resiko dalam investasi dan kredit. Pentingnya informasi laba tersebut harus disadari oleh pihak manajemen sebagai pihak 3 laporan keuangan serta sebagai pihak yang diukur kinerjanya. Informasi laba sebagaimana yang dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memilki nilai prediktif. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 1, tentang tujuan laporan keuangan (SAK 2007: par 5). Memberikan suatu pengertian bahwa informasi mengenai posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Bagi pemilik saham atau investor, laba berarti peningkatan nilai ekonomis (wealth) yang akan diterima melalui pembagian deviden. Laba juga digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu yang pada umumnya menjadi perhatian pihak-pihak tertentu terutama dalam menaksir kinerja dalam pertanggungjawaban manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka, serta dapat dipergunakan untuk memperkirakan prospeknya di masa depan. Dengan adanya alasan tersebut akan mendorong timbulnya praktik manajemen laba.(Vidiyanto, 2009) Menurut Bagnoli dan Watts dalam Utami (2005), praktik manajemen laba banyak dilakukan oleh manajemen karena mereka menganggap perusahaan lain juga melakukan hal yang sama. Dengan demikian, kinerja kompetitor juga dapat menjadi pemicu untuk melakukan manajemen laba 4 karena investor dan kreditur akan melakukan komparasi untuk menentukan perusahaan mana yang mempunyai rating yang baik (favorable). Jika pada suatu kondisi dimana pihak manajemen ternyata tidak berhasil mencapai target laba yang ditentukan, maka manajemen akan memanfaatkan fleksibilitas yang diperbolehkan oleh standar akuntansi dalam menyusun laporan keuangan untuk memodifikasi laba yang dilaporkan. Manajemen termotivasi untuk memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan nilai atau keuntungan maksimal bagi perusahaan sehingga manajemen cenderung memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memberikan informasi laba lebih baik. Leuz et al. (2003) dalam Utami (2005) melakukan studi komparatif internasional tentang manajemen laba dan proteksi investor dengan sampel 31 negara, yang meliputi periode pengamatan dari tahun 1990 sampai tahun 1999. Dalam penelitian ini Indonesia termasuk sebagai sampel. Tujuan penelitiannya adalah untuk memberikan bukti empirik adanya perbedaan manajemen laba di berbagai negara, dan perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan proteksi terhadap investor. Bedasarkan pada nilai rata-rata skor manajemen laba, Indonesia berada pada urutan ke 15 dari 31 negara. Artinya, Indonesia berada pada tingkat menengah, tingkat terendah manajemen laba adalah Amerika Serikat. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN yang ikut terpilih sebagai sampel yaitu: Malaysia, Filipina, dan Thailand, maka Indonesia adalah yang paling besar tingkat manajemen labanya. Untuk skor legal enforcement Indonesia mendapat skor 2,9 dan merupakan skor terendah dari 31 negara, 5 artinya bahwa legal enforcement di Indonesia sangat lemah dan berdampak pada rendahnya tingkat proteksi terhadap investor. Adanya bukti empirik bahwa tingkat manajemen laba emiten di Indonesia relative tinggi dan tingkat proteksi terhadap investor yang rendah, menimbulkan pertanyaan, apakah investor mempertimbangkan besaran akrual (proksi manajemen laba) dalam menentukan tingkat imbal hasil saham yang dipersyaratkan (required rate of return)? Tingkat imbal hasil saham yang dipersyaratkan adalah tingkat pengembalian yang diinginkan oleh investor untuk mau menanamkan uangnya di perusahaan, dan dikenal dengan sebutan biaya modal ekuitas. Berdasarkan pada uraian diatas, maka penulis mengambil judul : “ PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP BIAYA MODAL EKUITAS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR” . B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah manajemen laba berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas? 2. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 6 1. Untuk mengetahui apakah manajemen laba berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas. 2. Untuk mengetahui apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Memberi informasi mengenai pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas pada perusahaan manufaktur. 2. Manfaat Praktis Dapat memberikan kontribusi terhadap akademisi, dosen, dan mahasiswa sebagai tambahan referensi dalam melakukan penelitian sejenis. 7 E. Sistematika Penulisan Sebagai arahan dalam memahami penelitian ini, penulis menggunakan sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang landasan teori dalam penelitian, yaitu mengenai Manajemen Laba, Biaya Modal Ekuitas, Hubungan Manajemen Laba dengan Biaya Modal Ekuitas, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan perumusan hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, data dan sumber data, metode pengumpulan data, definisi dan pengukuran variabel, metode analisis data. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Berisi tentang analisis data yang diuraikan dalam pengumpulan dan tabulasi data, deskripsi data serta analisis data terdiri dari pengujian asumsi klasik dan pengujian hipotesis. BAB V PENUTUP Berisi tentang kesimpulan dari hasil analisis data, keterbatasan penelitian dan saran untuk pengembangan bagi peneliti selanjutnya.