JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman 13-17 ISSN 2303-1077 UJI KUALITATIF HISTAMIN MENGGUNAKAN KIT HISTAKIT PADA IKAN PATIN JAMBAL (Pangasius djambal) SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN Evi Mauliyani1*, Muhamad Agus Wibowo1, Rudi Rianto2 1 Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, UniversitasTanjungpura, Jln. Prof. Dr. H. HadariNawawi 78124, Pontianak 2 Laboratorium Pengemasan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Jln. K.S.Tubun Petamburan VI, Jakarta Pusat 10260, Indonesia * Email : [email protected] ABSTRAK Ikan patin jambal (Pangasius djambal) merupakan jenis ikan kelompok spesies pangasius yang sekarang mulai popular dibudidayakan di Indonesia. Keberhasilan suatu usaha budidaya ikan tidak terlepas dari masalah penyakit dan parasit ikan. Penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri sangat mempengaruhi hasil budidaya karena penyakit tersebut dapat menurunkan hasil ikan budidaya. Diantaranya penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah melalui luka ikan yang dapat menghasilkan histamin. Histamin merupakan salah satu bahan kimia bersifat toksik yang dihasilkan dari proses dekarboksilasi histidin bebas oleh aktivitas enzim Lhistidin decarboxylase (HDC). Pembentukan histamin dapat terus berlangsung walaupun dengan lambat pada penyimpanan suhu dingin yang dapat menyebabkan reaksi alergi dan keracunan pada konsumen. Penelitian kadar histamin secara uji kualitatif menggunakan kit histakit pada ikan patin jambal selama penyimpanan suhu dingin telah dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya histamin pada ikan patin jambal selama penyimpanan suhu dingin oleh ikan setelah mati dan intensitas pembentukan warna yang di hasilkan pada sampel. Ikan dimatikan dengan cara hipotermal menggunakan es curah dan disimpan dalam coolbox selama 14 hari dengan selang waktu 2 hari setiap analisis kemudian dianalisis dengan menggunakan kit histakit secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa kit histakit dapat mendeteksi histamin pada fillet ikan patin jambal sesuai dengan intensitas warna yang di hasilkan antara reaksi kit dengan sampel. Ikan patin jambal sebanyak 48 ekor yang di analisis setiap 2 hari selama 14 hari dinyatakan positif mengandung histamin sejak hari pertama (hari ke-0) hingga hari terakhir (hari ke-14) pembentukan. Kata kunci: histamin, ikan patin jambal, kit histakit, uji kualitatif, penyimpanan PENDAHULUAN Dari penelitian yang telah dilakukan lubis dkk. (2015), didapat empat bakteri yaitu Aeromonas hydrophila, Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas pseudomallei, Morganella morganii. Morganella morganii sebagai bakteri yang diindikasikan paling besar membentuk histamin pada ikan golongan scombroidae juga mempunyai kemampuan pembentukan histamin yang berbeda pada berbagai jenis ikan. Histamin merupakan salah satu bahan kimia bersifat toksik jika ditemukan dalam jumlah banyak dalam tubuh. Senyawa ini juga merupakan suatu amino histidin. Terjadi perubahan histidin menjadi histamin apabila jenis-jenis ikan tersebut mati. Ikan yang telah mati tersebut akan Ikan patin merupakan salah satu spesies ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan potensial untuk dikembangkan serta menjadi ikan yang disukai masyarakat Kalimantan. Ikan patin jambal sekarang mulai popular dibudidayakan di Indonesia (Janurianda,2013). Keberhasilan suatu usaha budidaya ikan tidak terlepas dari masalah penyakit dan parasit ikan (Yuliartati, 2011). Penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri sangat mempengaruhi hasil budidaya karena penyakit tersebut dapat menurunkan hasil ikan budidaya. Diantaranya penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah melalui luka ikan (Lubis dkk., 2015). 13 JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman 13-17 segera diserbu oleh bakteri, dan bakteri inilah yang akan merubah histidin menjadi histamin dengan cara dekarboksilase (Hattu dkk., 2014). Keracunan histamin tidak hanya disebabkan oleh kelompok ikan yang secara alami mengandung histamin, tetapi juga bisa disebabkan oleh ikan yang kurang segar mutunya dan terbentuk selama proses pengolahan ikan. Makin tinggi tingkat kerusakan ikan, makin banyak histamin yang terbentuk pada ikan. Keracunan histamin dapat mengakibatkan kepala terasa pusing, perut mual ingin muntah, denyut jantung menjadi cepat, rasa haus terus-menerus, dan gatal-gatal (Hattu dkk., 2014). Pada umumnya, kebusukan dan keruskan ikan ada kaitanya dengan kadar histamin. Menurut food and drug administration (2001), kadar histamin yang berbahaya bagi kesehatan ialah minimal 50 mg%. Jumlah tersebut mengindikasikan penanganan ikan yang tidak baik. Kadar histamin yang lebih dari 15 mg% diperhitungkan sebagai gejala awal terbentuknya kerusakan. Kandungan histamin lebih dari 50 mg% sudah sangat berbahaya bagi kesehatan dan bila lebih dari 100 mg% umumnya mengalami keracunan dan harus mendapatkan perawatan khusus (Damongilala, 2009). Hattu dkk. (2014), mereaksikan sampel ikan komu dengan pphenyldiazonium sulfonate memberikan intensitas warna kuning-orange yang di ukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 497,8 nm untuk mengetahui nilai kadar histamin. Dalam menentukan kualitas produk perikanan segar maupun olahan, diperlukan cara yang mudah,cepat dan akurat. Berdasarkan hasil penelitian balai besar riset penelitian (2012), kit histakit uji kandungan Histamin didesain sebagai peralatan uji sederhana dan mudah yang dapat digunakan mendeteksi keberadaan histamin pada bahan makanan, termasuk produk perikanan. Mengingat bahaya dan besarnya potensi histamin yang dihasilkan oleh ikan terhadap konsumsi dan kesehatan masyarakat serta cara uji kadar histamin yang memerlukan proses tahapan dan waktu yang cukup lama maka perlu dilakukan penelitian mengenai uji kualitatif histamin menggunakan kit histakit pada ikan patin jambal (pangasius djambal) selama ISSN 2303-1077 penyimpanan suhu dingin. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya kandungan histamin pada ikan patin jambal selama penyimpanan suhu dingin oleh ikan setelah mati dan tingkatan pembentukan warna yang di hasilkan kit histakit pada sampel dilakukan dengan penyimpanan ikan dengan suhu dingin selama 14 hari dengan tengang waktu uji selama 2 hari penyimpanan. METODOLOGI PENELITIAN Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi peralatan gelas, peti pendingin, neraca analitik, tabung reaksi, waterbath. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi Ikan patin jambal (Pangasius djambal),metanol,KOH,kithistakitdan standarhistamin. CARA KERJA Preparasi Sampel Penelitian ini meliputi pengamatan perkembangan penurunan mutu ikan serta penyimpanan pada suhu dingin 0 0C - 40C. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan patin jambal yang masih hidup. Ikan ini di ambil dari pertambakan ikan patin jambal di bogor, jawa barat. Kondisi ikan ini di bawa ke dalam laboratorium dalam keadaan masih hidup dalam air segar. Ikan patin segar sebanyak 48 ekor dimatikan serempak secara hypotermal kemudian ikan patin sebanyak 48 ekor dibagi kedalam 8 kelompok (satu kelompok sebagai kontrol dan tujuh kelompok disimpan sesuai waktu penyimpanan tahapan analisis) dimana setiap satu kelompok terdiri dari 6 ekor ikan yang di beri kode dan akan di ambil sesuai dengan selang waktu 2 hari penyimpanan dari hari pertama. Analisis hingga hari 14 analisis selama penyimpanan untuk masing-masing kelompok selanjutnya ikan dimasukan kedalam coolbox pendingin dengan suhu 00C - 40C dengan penambahan es curah. Suhu coolbox di rekam dengan thermocouple. Analisa di lakukan setiap 2 hari selama 2 minggu. Setiap di lakukan analisa ikan patin di ambil sebanyak 6 ekor untuk tiga kali pengulangan (setiap satu pengulangan terdiri dari 2 ekor ikan patin 14 JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman 13-17 yang di gabung menjadi satu). Masingmasing ikan sesuai kode pengulangan kemudian di fillet dan di analisis secara kualitatif menggunakan kit histakit. ISSN 2303-1077 mengetahui ada atau tidaknya kandungan histamin pada ikan patin jambal. Histakit merupakan reagen uji yang terdiri dari reagen A, reagen B dan reagen C yang akan menghasilkan pereaksi pfenildiazonium sulfonat melalui reaksi diazotasi. Reaksi diazotasi di gunakan untuk penetapan semua senyawa-senyawa yang mengandung gugus amina primer. Bahan yang digunakan dalam kit histakit disini dapat mendeteksi keberadaan senyawa histamin pada ikan dengan cara pfenildiazonium sulfonat mengikat gugus amina primer dari histidin bebas. Banyaknya gugus amina primer yang terikat pada pereaksi p-fenildiazonium sulfonat di tandai dengan intensitas warna yang di hasilkan. Warna yang ditimbulkan antara ekstrak sampel dengan pereaksi pfenildiazonium sulfonat dari reagen mengindikasikan adanya histamin, yaitu timbulnya warna kuning hingga orange yang merata dalam larutan. Konsentrasi histamin yang semakin tinggi pada sampel akan menunjukan intensitas warna yang lebih nyata (Hattu dkk., 2014). Intensitas warna yang dihasilkan reaksi antara larutan standar histamin dengan histakit disesuaikan pada konsentrasi standar yang telah di buat. Skala warna dari larutan standar histamin dengan konsentrasi berkisar antara 0,001 ppm – 5 ppm dapat digunakan untuk pemeriksaan secara visual terhadap sampel. Kit histakit yang digunakan sebagai tes uji kandungan histamin memberikan warna yang jelas terhadap adanya kandungan histamin dari hari pertama (hari ke-0) hingga hari terakhir (hari ke-14) analisis fillet patin jambal selama penyimpanan suhu dingin karena secara kualitatif kit histakit dengan konsentrasi yang kecil mampu menghasilkan warna seperti yang di tunjukan pada Gambar 4.2. Gambar 4.2 menunjukan bahwa kit histakit mampu mendeteksi keberadaan senyawa histamin dalam ikan secara kualitatif dengan warna yang di hasilkan berupa kuning hingga orange. Uji Histamin (Hattu dkk., 2014; Widiastuti dkk., 2010) Preparasi sampel pada saat analisis ikan untuk uji histamin dilakukan dengan ikan patin utuh di fillet secara vertical dan horizontal, diambil bagian daging ikan, daging ikan diblender terlebih dahulu agar homogen, daging ikan yang telah halus ditimbang 10 gram, tambahkan metanol 50 ml lalu diblender biar tercampur, kemudian panaskan di waterbath selama 15 menit pada suhu 600C, dinginkan selama 5 menit lalu netralkan dengan KOH 1 N sampai pH 7 kemudian di saring dan di peroleh ekstrak sampel. Ekstrak sampel di uji secara kualitatif menggunakan kit histakit yang terdiri dari reagen A, reagen B dan reagen C yang akan menghasilkan pereaksi pphenildiazodium sulfonat dari reaksi diazotasi dengan cara ekstrak sampel di masukan kedalam tabung reaksi kemudian di tambahkan campuran reagen A dan reagen B selanjutnya di tambahkan reagen C. Warna yang terbentuk dari reaksi sampel dengan kit histakit menunjukan ada atau tidaknya histamin pada ikan patin jambal selama penyimpanan suhu dingin. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kualitatif Kadar Histamin Analisis kadar histamin dilakukan dengan mereaksikan daging fillet ikan dengan metanol dengan tujuan untuk memisahkan histamin dari jaringan daging kemudian dipanaskan selama 15 menit dalam waterbath pada suhu 600C dengan tujuan saat proses pemanasan akan terjadi kerusakan sel ikan sehingga histamin yang terikat pada jaringan ikan lepas. Menurut fuji et al. (1994) dalam mahendratta dan tawali (2006), histamin yang terikat dengan jaringan ikan maupun mikroba dapat lepas akibat kerusakan sel secara mekanik maupun fisik. Histamin kemudian diubah menjadi bentuk OH setelah penambahan larutan KOH. Ekstrak histamin yang diperoleh kemudian di uji secara kualitatif dengan menggunakan kit histakit untuk 15 JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman 13-17 ( a) (b) ISSN 2303-1077 Larutan standar histamin berupa warna kuning kebeningan namun ketika bereaksi dengan pereaksi p-fenildiazonium sulfonat dari histakit menghasilkan warna kuning hingga orange sesuai dengan konsentrasi yang di buat sebagai standar warna dalam penentuan ada atau tidaknya kandungan histamin yang terdapat pada ikan patin dan warna larutan sampel yang dihasilkan bervariasi seperti pada tabel 4.2. Intensitas warna dari larutan sampel yang di hasilkan melalui kit histakit menunjukan adanya histamin yang terbentuk pada setiap sampel dimana warna orange menunjukan bahwa kandungan histamin yang diperoleh besar, warna kuning pekat menunjukan kandungan histamin yang di peroleh cukup besar dan warna kuning menunjukan kandungan histamin tidak terlalu besar. (c) Gambar 4.2 uji kualitatif sampel (a) ekstrak fillet pada hari ke-0 yang di uji secara kualitatif dengan test histakit (b) ekstrak fillet patin pada hari ke-6 yang di uji secara kualitatif dengan test histakit (c) ekstrak fillet patin pada hari ke-14 yang di uji secara kualitatif dengan test histakit SIMPULAN Tabel 4.2 Uji Kualitatif Histamin dengan Kit Histakit No 1 Kode Sampel PTE0 2 PTE1 3 PTE2 4 PTE3 5 PTE4 6 PTE5 7 PTE6 8 PTE7 Pereaksi Reaksi Warna Hasil Akhir + Kit Histakit Kit Histakit Kit Histakit Orange Kuning pekat Kuning orange + Kit Histakit Kit Histakit Kit Histakit Kuning pekat Orange pekat Kuning pekat keorangean Kuning pekat Kuning pekat + Kit Histakit Kit Histakit Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Warna kuning hingga orange yang terbentuk menunjukan adanya histamin pada ikan patin jambal selama penyimpanan suhu dingin. 2. Ikan patin jambal selama penyimpanan suhu dingin dari hari pertama (hari ke-0) hingga hari terakhir (hari ke-14) analisis di nyatakan positif mengandung histamin. + + DAFTAR PUSTAKA + Balai Besar Riset Pengolahan Produk Bioteknologi, 2012, Test Kit Histamin, Jakarta. Damongilala, L.J., 2009, Kadar Air dan Total Bakteri pada Ikan Roa ( Hemirhampus Sp) Asap dengan Metode Pencucian Bahan Baku Berbeda, Jurnal Ilmiah Sains. Food Drug Administration, 2001, Fish and Fisheries Product Hazards and Controls Guidance, 3rd ed. U.S. FDA. Center for Food Safety and Applied Nutrition, Maryland. Fujji, T., Kurihara, K., and Okuzumi. M., 1994, Viability and Histidine Decarboxylase Activity of Halophilic Histamine-forming bacteria During Frozen Storage, J.of Food Prot, Hal 611-613. + + Keterangan : PTE0 : ikan patin pada hari ke- 0 (control) ;PTE1: ikan patin penyimpanan pada hari ke- 2 ; PTE2 : ikan patin penyimpanan pada hari ke- 4 ; PTE3 : ikan patin penyimpanan pada hari ke-6 ; PTE4 : ikan patin penyimpanan pada hari ke-8 ; PTE5: ikan patin penyimpanan pada hari ke -10; PTE6 : ikan patin penyimpanan pada hari ke- 12; PTE7 : ikan patin penyimpanan pada hari ke -14. 16 JKK, Tahun 2016, Volume 5(3), halaman 13-17 Hattu, N., Telussa, I., dan Paiss, shela.,2014, Kandungan Histamin dalam Olahan Ikan Komu (Auxis thazard) yang Direbus dengan Variasi Konsentrasi NaCl, Ind. J. Chem, Hal 147-154. Janurianda, F.V., 2013, Inventarisasi Ikan Hasil Tangkapan Nelayan Di Danau Bekat dan Implementasinya Pembuatan Buklet Keanekaragaman Jenis, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura, Pontianak (skripsi). Lubis, Y.P.P., Yunasfi, dan Leidonald, R., 2015, Jenis-Jenis Bakteri pada Luka Ikan Patin (Pangasius jambal). Mahendradatta, M., dan Tawali, A.B., 2006, Kombinasi Bumbu dan Asap Cair dalam Meminimalkan Pembentukan Histamin pada Ikan Kembung Perempuan (Rastrellinger negletus) Asap, Jurnal Teknologi dan Industry Pangan. Mangunwardoyo, W., Sophia, R.A., Heruwati, E.S., 2007, Seleksi dan Pengujian Aktivitas Enzim L-Histidin Decarboxylase Dari Bakteri ISSN 2303-1077 Pembentuk Histamin, Makara Sains, Hal 104-109. Suryaningrum, T. D., Muljanah, I., dan Tahapari, E., 2010, Profil Sensori dan Nilai Gizi Beberapa Jenis Ikan Patin dan Hibrid Nasutus, Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Taylor, S. L., Guthertz, L. S., Leatherwood, M., Tillman, F., and Lieber, E. R., 1988, Histamine Productionby Food-Borne Bacterial Species, J. Food Saf. Widiastuti, I., dan Putro, S., 2010, Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap, Universitas Sriwijaya Indralaya, Ilmu Kelautan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan-KKP, Jakarta, Maspari Journal, ISSN : 977-2087055-01. Yuliartati, E., 2011, Tingkat Serangan Ektoparasit Pada Ikan Patin (Pangasius jambal) Pada Beberapa Pembudidaya Ikan Di Kota Makassar, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar (skripsi). 17