MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI Hubungan Antara Mencari Sensasi dan Empati dengan School Bullying pada Remaja Putra Kelas X dan XI di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta Correlation between Sensation Seeking and Empathy with School Bullying on Male Adolescents Students Class X and XI Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta Retno Mawarni, Hardjono, Tri Rejeki Andayani Program Studi Psikologi FakultasKedokteran UniversitasSebalasMaret ABSTRAK Remaja merupakan suatu tahapan dalam perkembangan manusia. Pada tahapan ini, individu mengalami perubahan psikis dan fisik yang jika tidak terarahkan dengan baik dapat memicu fenomena negatif seperti school bullying. School Bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa atau siswi lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Rendahnya empati dan karakteristik mencari sensasi tinggi diduga merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan school bullying. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara mencari sensasi dengan school bullying, hubungan antara empati dengan school bullying serta hubungan antara mencari sensasi dan empati secara bersama-sama dengan school bullying. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putra kelas X dan XI Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Sampel penelitian berjumlah 101 siswa yang diambil dengan teknik stratified cluster random sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan Skala School Bullying yang merupakan adaptasi dari Adolescent Peer Relations Instrument untuk mengukur frekuensi school bullying, Skala Mencari Sensasi yang diadaptasi dari Sensation Seeking Scale untuk mengukur tingkat mencari sensasi, dan Skala Empati yang merupakan adaptasi dari Interpersonal Reactivity Index untuk mengukur empati. Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan analisis regresi berganda yang meliputi uji simultan dan uji parsial. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara mencari sensasi dengan school bullying (p>0,05) serta ada hubungan negatif yang signifikan antara empati dengan school bullying (p<0,05). Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara mencari sensasi dan empati secara bersama-sama dengan school bullying (p<0,05). Kata kunci : mencari sensasi, empati, school bullying, remaja putra PENDAHULUAN terjadi di lingkungan terdekat, seperti sekolah Maraknya perilaku agresif yang terjadi dan keluarga (Setiono, 2010). Komisi di kalangan remaja semakin menunjukkan Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat gejala yang memprihatinkan baik secara pada tahun 2011 terjadi sedikitnya 136 kasus kualitas maupun perkelahian, kuantitas. perselisihan pribadi, Tawuran, bullying di sekolah. Tahun 2012 sudah perilaku ditemukan 36 kasus school bullying (Pratama, sewenang-wenang antara siswa dan penindasan 2012). merupakan ragam dari bentuk kekerasan yang School bullying merupakan salah satu terjadi di kalangan remaja. Menurut Centre for bentuk perilaku agresif yang terjadi di sekolah Dialogue and Coorperation among Civilizations (Farrington & Tfoti, 2010). Riauskina dkk. (CDCC) Jakarta, kasus tindak kekerasan (2005) mendefinisikan school bullying sebagai terhadap anak di Indonesia justru lebih banyak perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang 148 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI oleh seorang atau sekelompok siswa yang kesenangan, dan gangguan kepribadian. Kelima memiliki kekuasaan, terhadap siswa atau siswi motivasi tersebut merupakan motivasi internal lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti pelaku yang berkaitan dengan karakteristik orang tersebut. pelaku tersebut.Adanya motivasi yang berkaitan Kasus bullyingjuga terjadi di pondok dengan kepribadian pada penelitian tersebut pesantren. Penelitian dilakukan sejalan dengan pendapat Koeswara (1998), yang yang Nurhilaliati pada sebuah pondok pesantren di menyatakan bahwa faktor kepribadian Kediri menemukan, bahwa praktek kekerasan merupakan salah satu faktor yang dapat masih dilakukan oleh para santri senior menyebabkan remaja berperilaku agresif.Thalib meskipun peraturan pondok menegaskan bahwa (2002) juga menyatakan, bahwa kepribadian kekerasan dilarang dalam proses pendidikan sebagai salah satu faktor utama yang (Nurhilaliati, 2005).Pada tahun 2007 kekerasan mempengaruhi perilaku kekerasan siswa. Kondisi biologis remaja yang belum siswa senior kepada siswa junior juga terjadi di pondok pesantren modern Assalaam di daerah matang, keinginan untuk mendapatkan Sukoharjo, hingga korban dilarikan ke rumah popularitas, dan dominasi dalam kelompok sakit. Dua orang siswa kelas khusus persiapan teman sebaya, serta kecenderungan untuk masuk SMA dipukuli oleh para seniornya (Budi, melakukan hal-hal yang berisiko, sejalan dengan karakter pencari sensasi tinggi yang 2007). Berdasarkan wawancara yang dilakukan senang bermain, berpetualang, pemberani, dan dengan guru bimbingan konseling Madrasah antusias.Chaplin (1995) menjelaskan, bahwa Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, terjadi mencari sensasi adalah mencari pengalaman penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh elementer yang timbul apabila suatu stimulus siswa senior terhadap siswa junior di madrasah merangsang atau membangkitkan suatu tersebut. Penyalahgunaan wewenang tersebut reseptor. Individu dengan traitmencari sensasi seperti menertibkan siswa junior dengan tinggi memiliki kebutuhan stimulus dan arousal kekerasan fisik sehingga siswa junior menjadi yang tinggi pula, sehingga cenderung berperilaku yang berisiko dan ingin mencari takut dengan siswa yang lebih senior. Para siswa melakukan tindakan bullying sensasi, tantangan, pengalaman baru, serta tersebut biasanya dilatarbelakangi oleh sebab- variasi dalam hidupnya (Zuckerman, 1978).. sebab tertentu.Berdasarkan Herlambang (2008), penelitian Kecenderungan berperilaku yang menunjukkan bahwa berisiko dan ingin mencari sensasi tersebut terdapat lima motivasi yang paling populer dapat mendorong remaja melakukan hal-hal untuk melakukan school bullying, yaitu social baru yang bersifat negatif, seperti perilaku gain yang merupakan keinginan pelaku untuk agresi di sekolah yang mencakup perilaku mendapatkan popularitas dan pengakuan secara bullying. Menurut Yayasan Sejiwa (2008), sosial dari lingkungannya,dislike, emosi, pelaku bullying merasakan kepuasan apabila 149 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI tampak berkuasa di kalangan teman sebayanya. empati sebagai bagian dari karakteristik Pelaku merasakan betapa berkuasanya dirinya seseorang yang diduga menjadi penyebab dan betapa lemahnya sang korban. Dukungan terjadinya school bullying. Seseorang dengan teman-teman sekelompoknya saat pelaku mencari sensasi yang tinggi dan kemampuan mempermainkan sang korban membuat pelaku empati yang rendah akan cenderung melakukan merasa punya selera humor tinggi, keren, dan school bullying. Sebaliknya, seseorang dengan populer. Kesenangan semacam itulah yang mencari sensasi yang rendah dan kemampuan sesuai dengan karakter para pencari sensasi empati yang tinggi lebih dimungkinkan untuk yang impulsif dan berkeinginan kuat untuk tidak terlibat dalam perilaku bullying. melakukan sesuatu yang mempunyai risiko sosial seperti school bullying. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti hubungan antara Hasil penelitian Herlambang (2008), mencari sensasi dan empati dengan school emosi merupakan salah satu motivasi yang bullying pada remaja putra kelas X dan XI di mempengaruhi remaja untuk melakukan school Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah bullying. Remaja rentan untuk melakukan Yogyakarta. perilaku berisiko dan lebih sulit dalam mengelola suasana hati serta perilakunya. Empati sebagai bagian dari emosi DASAR TEORI turut A. School Bullying memegang peranan penting dalam kehidupan Coloroso (2007) mendefinisikan bullying remaja. Baron dan Byrne (2003) menyebutkan sebagai penindasan yang berarti tindakan bahwa empati berhubungan secara negatif intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat dengan agresivitas. Empati merupakan terhadap pihak yang lebih lemah. Menurut kemampuan untuk menempatkan diri sendiri Olweus (dalam Krahe, 2005),bullying dapat dalam keadaan psikologis orang lain dan untuk diartikan sebagai tindakan negatif seseorang melihat suatu situasi dari sudut pandang orang atau lebih yang dilakukan berulang-ulang dan lain (Hurlock, 1978). Baron dan Byrne (2003) terjadi dari waktu ke waktu. juga menyatakan, bahwa individu yang Bullying dapat disebabkan oleh beberapa memiliki empati tinggi lebih termotivasi untuk faktor. Astuti (2008) menyebutkan beberapa menolong seseorang teman daripada individu faktor penyebab bullying yaitu, karakter anak yang memiliki empati rendah. sebagai pelaku, pengaruh bullying pada anak, Koeswara (1998) menyatakan bahwa adanya tradisi siswa secara turun temurun di faktor kepribadian merupakan salah satu faktor sekolah, Lingkungan sekolah yang tidak yang dapat menyebabkan remaja berperilaku mendukung, seperti pengawasan dan bimbingan agresif. Bullying sebagai bagian dari perilaku etika dari para guru rendah, sekolah dengan agresif juga dapat disebabkan oleh faktor kedisiplinan yang sangat kaku, bimbingan yang kepribadian (Astuti, 2008).Mencari sensasi dan tidak layak, dan peraturan yang tidak konsisten. 150 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI Coloroso (2007) membagi bullying ke seseorang mencari stimulus untuk mengimbangi dalam tiga bentuk, yaitu bullying secara verbal, tingkat noripineprine yang rendah. Semakin fisik, dan sosial. Bullying verbal, merupakan berhasil memenuhi kebutuhannya dalam bentuk bullying, berupa julukan nama, celaan, mencari sensasi, individu akan memperoleh fitnah, kritik kejam, penghinaan dan penyataan- reward yang secara biologis mengimbangi pernyataan bernuansa ajakan seksual. Bullying tingkat noripineprine dalam tubuhnya. fisik, dapat berupa memukuli, mencekik, Zuckerman (2007) membagi dimensi menyikut, meninju, menendang, menggigit, Mencari sensasi menjadi empat dimensi yaitu mencakar, meludahi, menekuk anggota tubuh thrill and adventure seeking (TAS), experience korban hingga ke posisi yang menyakitkan, seeking (ES), Disinhibition (DIS) dan Boredom merusak dan menghancurkan barang-barang Susceptibility (BS). Thrill and Adventure korban.Bullying relasional atau sosial, dilakukan Seeking (TAS) merupakan kebutuhan individu dengan cara melemahkan harga diri korban untuk melakukan tindakan berisiko dan penuh bullying secara sistematis melalui pengabaian, petualangan yang menawarkan sensasi unik pengucilan, pengecualian, pengasingan, pada setiap individu seperti mendaki gunung, penolakan, atau penghindaran. Berdasarkan uraian terjun di atas, payung, menyelam, bungee dapat jumping.Experience Seeking (ES) merupakan disimpulkan, bahwa school bullying merupakan pencarian sensasi direfleksikan melalui gaya tindakan intimidasi yang dilakukan berulang- hidup yang tidak konvensional dan tidak biasa ulang oleh siswa yang lebih kuat terhadap siswa dalam berbagai hal, misalnya musik, seni, atau yang lebih lemah dengan tujuan untuk perjalanan.Disinhibition menyakiti orang tersebut. merupakan perilaku impulsif yang ekstrovert pada individu, meliputi keinginan yang kuat untuk melakukan hal-hal yang mengandung risiko sosial dan risiko B. Mencari Sensasi Zuckerman (2007) mendefinisikan kesehatan, seperti: mengkonsumsi minuman mencari sensasi sebagai sebuah trait yang beralkohol, gaya hidup hedonistik dan liar, ditentukan oleh sebuah kebutuhan mencari sengaja melanggar peraturan lalu lintas, sensasi dan pengalaman bervariasi yang baru, tindakan agresi dengan sengaja, dan lain-lain. tidak biasa, kompleks juga intens, serta Boredom Susceptibility (BS) menggambarkan keinginan untuk mengambil risiko sosial, legal, perilaku individu yang antipati terhadap dan finansial hanya untuk mendapatkan sebuah pengalaman yang repetitif, pekerjaan yang rutin, pengalaman. Secara biokimiawi, aktivitas kehadiran orang yang dapat diprediksi, dan mencari sensasi berhubungan dengan reaktivitas reaksi ketidakpuasan terhadap keadaan yang dopaminergik yang kuat, serotonik yang lemah membosankan tersebut. dan noripineprine (Zuckerman, 2007). Berdasarkan uraian di atas, dapat Rendahnya tingkat noripineprine menyebabkan disimpulkan bahwa mencari sensasi merupakan 151 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI suatu kebutuhan mencari pengalaman baru dan perasaan orang lain tanpa harus terlibat secara sensasi serta keinginan berisiko untuk nyata dalam perasaan maupun respon orang mendapatkan pengalaman. tersebut. C. Empati Papalia (2009) mendefinisikan empati METODE PENELITIAN sebagai kemampuan untuk menempatkan diri 1.Variabel Penelitian sendiri di posisi orang lain dan merasakan yang dirasakan orang tersebut. Davis Variabel dalam penelitian ini adalah (1980) school bullyingsebagai variabel tergantung dan menyatakan bahwa empati merupakan respon mencari sensasi serta empatisebagai variabel afektif dan kognitif yang kompleks pada distres bebas. Definisi operasional dari masing-masing emosional orang lain. Komponen variabel tersebut adalah sebagai berikut : empati menurut Davis a. School Bullying (1980) terdiri dari komponen kognitif dan School bullying adalah tindakan intimidasi afektif. dari yang dilakukan siswa atau siswi yang perspective taking dan fantasy, sementara lebih kuat terhadap siswa atau siswi yang komponen afektif terdiri dari empathic concern lebih lemah secara berulang-ulang.School dan taking bullying dalam penelitian ini diukur merupakan kecenderungan seseorang untuk menggunakan instrumen adaptasi dari mengambil sudut pandang psikologis orang lain Adolescent Peer Relations Instrument secara spontan dan berhubungan dengan reaksi (APRI) yang dikembangkan oleh Parada emosional dan perilaku menolong pada orang (dalam Hamburger dkk, 2011) yang terdiri dewasa.Fantasy kemampuan dari bullying fisik, bullying verbal dan seseorang untuk mengubah diri sendiri secara bullying sosial.Skor subjek diperoleh dari imajinatif dalam mengalami perasaan dan penjumlahan skor subyek tersebut pada tindakan dari karakter khayal dalam buku, film setiap aitem. Semakin tinggi skor total atau yang diperoleh subjek berarti semakin Komponen personal cerita concernadalah kognitif disstres. Perspective merupakan yang terdiri ditontonnya.Empathic perasaan simpati yang tinggi frekuensi perilaku school bullying berorientasi pada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan orang lain.Personal yang dilakukan oleh subjek. b. Mencari Sensasi distress menekankan pada kecemasan pribadi Mencari yang berorientasi pada diri sendiri serta kebutuhan mencari pengalaman baru dan kegelisahan sensasi serta keinginan berisiko hanya dalam menghadapi setting interpersonal yang tidak menyenangkan. Berdasarkan uraian di atas, empati sensasi merupakan suatu untuk mendapatkan pengalaman.Mencari sensasi dalam penelitian menggunakan mengetahui, Sensation Seeking Scale yang disusun dan memahami adaptasi diukur dapat diartikan sebagai kemampuan untuk merasakan, skala ini dari 152 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI oleh Zuckerman (1971).Skor subyek diperoleh dari penjumlahan skor subjek 3. Alat Ukur pada setiap aitem. Semakin tinggi skor total c. yang berarti Skala yang digunakan dalam penelitian ini semakin tinggi tingkat mencari sensasi adalah adaptasi dari Adolescent Peer pada subjek. Relations Instrument yang dikembangkan Empati oleh Parada (dalam Hamburger dkk., Empati diperoleh dapat kemampuan merasakan, subjek, diartikan untuk dan sebagai 2011) yang terdiri dari 18 aitem. Skor mengetahui, untuk setiap pilihan jawaban yaitu 5 untuk memahami perasaan jawaban setiap hari, 4 untuk jawaban orang lain tanpa harus terlibat secara nyata beberapa kali dalam seminggu, 3 untuk dalam perasaan maupun respons orang jawaban tersebut.Empati ini jawaban satu atau dua kali perbulan, dan diukur menggunakan instrumen adaptasi 1 untuk jawaban tidak pernah. Reliabilitas dari Interpersonal Reactivity Index yang skala school bullying pada penelitian ini disusun oleh Davis (1980).Skor subjek sebesar 0,872. dalam penelitian diperoleh dari penjumlahan skor subjek sekali seminggu, 2 untuk b. Skala Mencari Sensasi tersebut pada setiap aitem. Semakin tinggi Skala Mencari Sensasi dalam penelitian skor total yang diperoleh subjek berarti ini merupakan adaptasi dari Sensation semakin Seeking tinggi pula kemampuan empatinya. 2. a. Skala School Bullying Populasi, Scale yang disusun oleh Zuckerman (1971).Skala ini terdiri atas 40 Sampel, dan Teknik aitem. Setiap aitem terdiri atas dua pilihan jawaban, A dan B, yang menunjukkan Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah siswa karakteristik dari tinggi atau rendahnya putra kelas X dan XI Madrasah Mu’allimin tingkat mencari sensasi. Subyek diminta Muhammadiyah. ini memilih salah satu jawaban yang paling menggunakan 4 kelas yang terdiri dari 2 kelas sesuai dengan kondisi subyek dalam dari kelas tingkat X dan2 kelas dari kelas setiap nomor aitem.Penilaian dalam skala tingkat XI dari total 11 kelas yang ada. Sampel ini menggunakan skor 0 untuk pilihan diambil secara random dengan metode undian jawaban yang mendeskripsikan tingkat kelas pada tiap kelompok tingkatan kelas. mencari sensasi rendah dan skor 1 untuk Penelitian dilakukan pada tanggal 2 April-15 pilihan jawaban yang mendeskripsikan Mei 2013 dan terkumpul 101 eksemplar skala tingkat mencari sensasi tinggi. Reliabilitas penelitian. Teknik pengambilan sampel yang skala mencari sensasi pada penelitian ini digunakan pada penelitian ini adalah stratified adalah 0,727. Sampel penelitian cluster random sampling. 153 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI data dilakukan dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) c. Skala Empati Skala empati dalam penelitian ini versi 16.00 for Windows. merupakan adaptasi dari Interpersonal Reactivity Index yang disusun oleh Davis (1980).Skala ini berjumlah 28 aitem yang terdiri atas 19 aitem favourable dan 9 aitem unfavourable.Skala empati ini terdiri atas sejumlah pernyataan dengan lima pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), ragu-ragu (R), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Skor untuk setiap pilihan jawaban pada aitem favorable yaitu 4 untuk jawaban sangat sesuai, 3 untuk jawaban sesuai, 2 untuk jawaban ragu-ragu, 1 untuk jawaban tidak sesuai, dan 0 untuk jawaban sangat tidak sesuai; sedangkan pada aitem unfavorable skor bergerak sebaliknya, yaitu skor 0 sampai 4. Jumlah aitem pada skala ini adalah 28 aitem. Reliabilitas skala empati pada penelitian ini sebesar 0,731. Uji HASIL- HASIL 1. Hasil Uji Asumsi Dasar a. Uji Normalitas Uji normalitas dapat dilakukan secara statistik dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov (Ghozali, 2006). Data residual dikatakan terdistribusi secara normal jika nilai Asymp. Sig bernilai > 0,05. Hasil uji KolmogorovSmirnov dalam penelitian ini nilai Asymp.Sig sebesar 0,726., 0,086., dan 0.609., atau p-value> 0,05 yang artinya data terdistribusi normal. b. Uji Linearitas Uji linearitas dalam penelitian ini menggunakan test of linearity dengan bantuan program SPSS versi 16.0. Dua variabel dikatakan linear jika nilai signifikansi pada kolom linearity< 0,05 (Priyatno, 2008). Hasil uji linearitas hasil validitas dalam penelitian ini uji linieritas kedua variabel bebas masing- menggunakan korelasi product moment untuk masing skala menunjukkan nilai Sig < 0,05, sehingga school bullying dan skala empati, sedangkan skala mencari sensasi diuji dengan korelasi point biserial. Uji reliabilitas dalam terhadap school bullying variabel dikatakan linear. c. Uji Multikolinieritas penelitian ini menggunakan formula Alpha Hasil uji multikolinearitas menunjukkan Cronbach, yang akan diolah menggunakan kedua program sensasi Statistical Product and Service variabel dan bebas empati, yaitu mencari memiliki nilai Solution (SPSS) versi 16. 00 for Windows. Tolerance lebih dari 0,1 dan VIF kurang 4.Teknik Analisis Data dari 10, sehingga dapat disimpulkan tidak Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi terdapat multikolinearitas antarvariabel bebas dalam model regresi. berganda dan korelasi parsial . Penghitungan 154 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI Hasil uji korelasi parsial antara empati dan school bullying dengan mengendalikan d. Uji Otokorelasi Uji otokorelasi dapat dilakukan variabel mencari sensasi sebesar -0,340. menggunakan uji Durbin-Watson dengan Dengan melihat nilai Durbin Watson (DW). Tidak koefisien korelasi berada pada rentang 0,200- terjadi otokorelasi jika nilai DW sebesar 1 0,399.Hal < DW < 3 (Sarwono & Budiono, 2012). yangrendah antara variabel empatidanschool Hasil uji Durbin-Watson menunjukkan bullying.Nilai nilai DW sebesar 2,111, yang berarti tidak coefficients dengan nilai thitung= 3,584> ttabel= terjadi autokorelasi dalam model regresi. 1,984 dan koefisien signifikansi hubungan hipotesis ini pedoman interpretasi menunjukkan thitungdilihat hubungan dalam tabel antara variabel empatidanschool bullying 2. Hasil Uji Hipotesis Uji memakai dalam penelitian ini bernilai 0,001 atau p-value <0,05, yang dihitung dengan analisis regresi berganda dan berarti terdapat hubungan yang korelasi regresi antara variabel mencari sensasi dengan berganda menunjukkan p-value sebesar 0,000 school bullying. Arah hubungan negatif (nilai atau p-value< 0,05 dan Fhitung sebesar 8,722 r negatif), artinya semakin tinggi empati, atau maka parsial. Hasil analisis Fhitung>Ftabel(3,09),sehingga dapat akan semakin signifikan rendahschool disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bullying;dan sebaliknya semakin rendah signifikan antara mencari sensasi dan empati empati,maka semakin tinggischool bullying. secara bersama-sama dengan school bullying. Variabel mencari sensasi dan empati secara PEMBAHASAN bersama-sama menyumbang sebesar 0,151 Hasil uji hipotesis secara simultan atau 15,1 % terhadap variabel school menunjukkan hasil yang menyatakan ada bullying. hubungan yang signifikan antara mencari Hasil uji korelasi parsial antara mencari sensasi dan school sensasi dan empati secara bersama-sama bullying dengan dengan school bullying. Hasil analisis empati sebesar dengan menggunakan regresi berganda tabel menunjukkan p-value sebesar 0,00 atau p- coefficients dengan nilai thitung= 1,824< ttabel= value< 0,05 dan F hitung sebesar 8,722 atau 1,984 dan koefisien signifikansi hubungan Fhitung>Ftabel(3,09).Hasil antara variabel mencari sensasidanschool menunjukkan, bahwa mencari sensasi dan bullying bernilai 0,071 atau p-value >0,05, empati dapat digunakan untuk memprediksi yang berarti tidak ada hubungan signifikan school bullying pada remaja putra kelas X antara variabel mencari sensasi dengan dan school bullying. Yogyakarta. mengendalikan variabel 0,181. thitungdilihat Nilai dalam XI pendapat di Madrasah tersebut Mu’allimin Hal ini sejalan dengan dari Astuti (2008) yang 155 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI menyatakan, bahwa individu dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan merupakan salah satu faktor penyebab berisiko namun positif seperti mendaki terjadinya bullying. gunung, pecinta alam, arung jeram atau Penelitian yang dilakukan oleh Herlambang menyelam. Sementara perilaku mencari (2008) juga menyatakan adanya lima sensasi tinggi dan cenderung negatif dapat motivasi terbesar dalam melakukan school diwujudkan dalam bentuk kegiatan beresiko bullying yang berasal dari faktor internal namun negatif seperti kebut-kebutan di pelaku, di antaranya adalah karakteristik jalan, memakai narkoba, agresivitas, dan pelaku. perilaku seks bebas. perilaku Empati merupakan karakter school dan bagian mencari dari sensasi karakteristik Tidak adanya hubungan antara mencari seseorang. Rendahnya empati dan semakin sensasi dengan school bullying tinggi tingkat mencari sensasi disebabkan dapat oleh mayoritas dalam bullying. Empati yang rendah berkaitan kategori sedang, yaitu sebesar 64,36 %, dengan sedangkan seseorang ini responden mendorong seseorang untuk melakukan ketidakmampuan penelitian dapat kategori termasuk school dalam bullying merasakan perasaan orang lain sementara mayoritas berada pada kategori rendah tingginya sensasi yaitu sebesar 51,49 %. Responden dalam mencakup sifat-sifat seperti ingin populer, penelitian ini merupakan siswa sekolah mencari untuk yang dituntut untuk memiliki banyak tampak populer dan berkuasa. Karakter- kompetensi dalam hal akademis maupun karakter agama seperti target hafalan minimal 6 juz tingkat kesenangan, semacam mencari keinginan itu yang dapat menyebabkan perilaku bullying. Al-Qur’an hingga lulus, praktek mengajar, Tidak ada hubungan antara mencari sensasi dengan school bullying yang karya tulis ilmiah dan karya penelitian hadist. Tingginya tuntutan kompetensi yang ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar harus 0,071 atau p-value > 0,05 dan thitung sebesar kegiatan selama bersekolah dan hidup di 1,824 atau thitung<ttabel (1,984) .Tidak adanya asrama diduga menjadi salah satu penyebab hubungan yang signifikan ini merujuk pada mayoritas responden sudah menghabiskan dimensi variabel mencari sensasi yang energinya untuk dapat mempunyai kecenderungan perilaku kompetensi tersebut ke arah positif atau negatif. Sesuai dengan mencari sensasi responden berada dalam dimensi-dimensi yang ada pada variabel level sedang. Level sedang dalam hal mencari sensasi, tingginya mencari sensasi mencari sensasi membuat level school dapat bullying pada responden tergolong rendah. membuat seseorang berperilaku dikuasai serta padatnya mencapai jadwal tuntutan sehingga aktivitas positif maupun negatif. Perilaku mencari Berdasarkan perhitungan skor rata-rata, sensasi yang tinggi dan cenderung postif dimensi thrill and adventure seeking (TAS) 156 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI memiliki skor rata-rata tertinggi sebesar negatif 0,646 dibandingkan dengan skor rata-rata perilaku mencari sensasi ke arah yang tiga dimensi lainnya. Thrill and adventure negatif tersebut menyebabkan rendahnya seeking merupakan kebutuhan individu perilaku school bullying pada penelitian ini. untuk melakukan tindakan berisiko dan Hubungan antara empati terhadap school penuh petualangan yang menawarkan tergolong bullying rendah. Rendahnya mempunyai hubungan negatif sensasi unik pada setiap individu. Tindakan yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh berisiko tersebut meliputi keinginan untuk nilai signifikansi sebesar 0,01 atau p-value< terlibat dalam aktivitas fisik yang terkesan 0,05 berbahaya seperti mendaki gunung, terjun thitung>ttabel payung, menyelam atau bungee jumping. menunjukkan ada hubungan negatif yang Keinginan untuk terlibat dalam aktivitas signifikan antara empati dengan school fisik yang terkesan berbahaya tersebut bullying. Semakin tinggi tingkat empati merupakan yang dimiliki seseorang, maka semakin salah satu kecenderungan dan thitung sebesar (1,984) Hal atau tersebut perilaku mencari sensasi yang diwujudkan rendah ke arah yang positif. bullying pada remaja putra kelas X dan Dimensi dishinbition sebagai dimensi yang menggambarkan perilaku impulsif yang ekstrovert atau perilaku yang muncul karena dorongan di Madrasah school Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Hasil penelitian tentang hubungan antara empati dengan school bullying ini sejalan mengandung risiko sosial dan kesehatan dengan pendapat dari Baron dan Byrne yang diprediksi sebagai pencetus utama (2003), yang menyatakan bahwa empati perilaku negatif pada individu dengan berhubungan mencari agresivitas. yang dalam XI melakukan diri, sensasi dari kelas frekuensi . -3,584 tinggi, justru secara negatif dengan Empati akan berpengaruh mempunyai skor rata-rata responden yang secara kognitif maupun afektif pada diri paling rendah dibandingkan tiga dimensi seseorang. Hal tersebut juga didukung oleh lainnya yaitu sebesar 0,0926. Skor rata-rata hasil norma kategorisasi yang menunjukkan responden penelitian ini merupakan skor mayoritas responden berada pada kategori rata-rata terendah pada indikator perilaku empati tinggi yaitu sebesar 79, 21 % dan yang menunjukkan dimensi dishinbition bullying rendah yaitu sebesar 51,49 %. seperti suka berpesta, minum-minuman Penelitian yang dilakukan oleh keras, dan bersenang-senang secara negatif. Richardson dkk. (1994) juga menyatakan Rendahnya skor rata-rata responden pada bahwa empati dapat menjadi penghambat dimensi dishinbition menunjukkan bahwa agresivitas. Sams dan Stephen (2004) juga kecenderungan untuk mengemukakan, bahwa kombinasi antara berperilaku mencari sensasi ke arah yang rendahnya empati dan tingginya tayangan responden 157 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI kekerasan dapat memprediksi tingginya Hasil perhitungan skor rata-rata perilaku kekerasan. Penelitian Jolliffe dan menunjukkan, bahwa komponen empati Farington (2006) juga menyatakan, bahwa yang mempunyai skor rata-rata paling ada hubungan negatif yang signifikan tinggi adalah emphatic concern sebesar 3, antara empati dengan bullying. Gini dkk. 045. (2007) terdapat perasaan simpati yang berorientasi pada hubungan negatif yang kuat antara empati perasaan orang lain yang bisa diwujudkan dengan perilaku agresif pada anak laki-laki dalam dibandingkan anak perempuan. Bullying terhadap penderitaan orang lain serta sebagai agresif penggambaran diri sebagai pribadi yang memang lebih banyak dilakukan oleh anak berhati lembut. Perasaan tersentuh dan laki-laki peduli terhadap penderitaan orang lain menyatakan bagian bahwa dari perilaku dibandingkan perempuan ( dengan Fekkes dkk, anak 2005). Emphatic concern perasaan menggambarkan tersentuh merupakan dan adanya empati peduli secara Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, afektif. Komponen afektif dalam empati maka empati merupakan kemampuan untuk mengalami yang perasaan emosional orang lain. Individu bullying. dengan kemampuan empati secara afektif Semakin tinggi kemampuan empati, maka akan mengalami perasaan sakit dan tertekan semakin rendah perilaku school bullying ketika melihat penderitaan orang lain. pada Kondisi tersebut yang dapat menghambat dapat mempunyai signifikan dikatakan bahwa hubungan negatif terhadap seseorang. rendah school Sebaliknya, kemampuan diri terjadinya perilaku agresi. Sebaliknya jika seseorang, maka semakin tinggi school kemampuan empati secara afektif rendah, bullying yang ada pada diri seseorang. maka individu tersebut tidak peduli atau Gambaran komponen empati semakin pada sederhana empati yang mengenai tidak merasakan perasaan sedih ketika berpengaruh melihat penderitaan orang lain sehingga terhadap school bullying dapat dilihat dari skor rata-rata responden terhadap aitemaitem pada tiap Meskipun skor empathic concern empati. sebagai bagian dari komponen afektif Komponen empati yang berpengaruh paling empati merupakan skor rata-rata tertinggi, besar terhadap school bullying adalah yang namun secara keseluruhan skor komponen memiliki skor rata-rata paling tinggi. kognitif empati lebih besar daripada skor Semakin suatu komponen afektif empati. Jika dilihat komponen empati berarti semakin besar berdasarkan skor rata-rata tiap komponen, pula pengaruh negatif komponen tersebut maka terhadap school bullying, demikian juga mempunyai skor rata-rata yang lebih tinggi sebaliknya. dibandingkan tinggi komponen lebih mudah melakukan agresi. skor rata-rata komponen kognitif dengan skor (2,976) rata-rata 158 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI komponen afektif (2,816). selisih skor yang signifikan terhadap school bullying. komponen kognitif dan afektif hanya Hal tersebut disebabkan pada penelitian ini sedikit, komponen kognitif dalam empati variabel empati mempunyai pengaruh yang merupakan komponen yang berpengaruh lebih dominan daripada variabel mencari lebih bullying sensasi, sehingga ketika kedua variabel dibandingkan dengan komponen afektif tersebut ada secara bersama-sama, maka empati. akan terhadap responden variabel ini tidak memberikan pengaruh pada besar rata-rata Meskipun school Hal tersebut sesuai dengan penelitian Richardson dkk. (1994) yang berpengaruh lebih menghambat berpengaruh terjadinya dalam agresivitas dibandingkan dengan komponen afektif signifikan terhadap school bullying. menyatakan bahwa komponen kognitif empati secara PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : empati. Hasil uji sumbangan variabel mencari a. Tidak ada hubungan antara mencari sensasi dan empati dengan school bullying sensasi dengan school bullying pada ditunjukkan pada kolom R square, yaitu remaja putra kelas X dan XI di sebesar 0,151. Angka ini berarti, bahwa Madrasah Mu’allimin Yogyakarta. Hal mencari sensasi dan empati menyumbang ini sebesar 15,1 % terhadap school bullying pertama yang menyatakan terdapat dan sisanya sebesar 84,9 % dipengaruhi hubungan positif dan signikan antara oleh Keeratan mencari sensasi dengan school bullying hubungan antara variabel mencari sensasi pada remaja putra kelas X dan XI di dan empati secara bersama-sama dengan Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah variabel school bullying berada pada level Yogyakarta, ditolak (p-value >0,05). variabel-variabel lain. rendah yang terlihat dari nilai R sebesar b. menunjukkan bahwa hipotesis Ada hubungan negatif dan signifikan antara empati dengan school bullying 0,389. Berdasarkan seluruh hasil pengujian pada remaja putra kelas X dan XI di yang dilakukan tersebut, dapat disimpulkan, Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah bahwa ketika variabel mencari sensasi ada Yogyakarta (p-value = 0,01; p<0,05). secara bersama-sama dengan empati, maka c. Ada hubungan signifikan antara bersama-sama mencari sensasi dan empati dengan memberikan pengaruh yang signifikan dan school bullying pada remaja putra kelas menyumbang sebesar 15, 1 % terhadap X dan XI di Madrasah Mu’allimin school bullying. Namun ketika variabel Muhamadiyah mencari sensasi berdiri sendiri, maka <0,05) keduanya secara Yogyakarta (p-value 159 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI mengembangkan penelitian ini dengan 2. Saran a. Untuk remaja putra diharapkan mewujudkan keinginan mencari sensasi menambah ke arah perilaku yang positif dan menghasilkan prestasi, serta tidak mewujudkan keinginan mencari sensasi ke arah perilaku yang baru memang wajar di kalangan remaja, namun ada baiknya untuk mencoba hal baru yang positif seperti ekstrakurikuler yang bermanfaat dan menghasilkan prestasi daripada melakukan hal-hal baru yang negatif dan mengandung risiko sosial yang merugikan. Untuk keluarga, guru dan pembina di sekitar siswa, dapat membantu menjaga dan mengembangkan kemampuan empati kepada siswa. Empati dapat mengalami masa krisis namun dapat pula diajarkan lewat perilaku yang mengandung nilai empati. Banyak hal positif yang dapat dihasilkan dari empati yang meskipun tinggi. school Selain bullying itu, pada responden termasuk ke dalam kategori rendah (51,49 diperhatikan %), juga namun kategori perlu school bullying responden yang termasuk dalam kategori sedang sebanyak 42,58 % agar tidak berkembang menjadi perilaku agresi yang merugikan di kemudian hari. c. variabel-variabel landasan lain, teori serta mengembangkan penelitian dengan populasi lebih yang luas dan karakteristik yang berbeda. negatif. Keinginan untuk mencoba hal yang b. memasukkan Bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema ini agar dapat DAFTAR PUSTAKA Astuti, P.R. 2008. Meredam Bullying : Tiga Cara Efektif Mengatasi Kekerasan pada Anak. Jakarta : PT Grasindo. Baron, R.A & Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Budi, R.M. 2007.Pondok Derita Santri Assalaam. Diakses 11 Agustus 2011.http://news.detik.com/read/20 07/08/22/121809/820192/10/pondo k-derita-santriassalam?nd992203605. Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Coloroso, Barbara. 2007. Stop Bullying!.Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta. Davis, M.H. 1980. A Multidimensional Approach to Individual Differences in Empathy..Http://eckerd.edu/acade mics/psychology/files/davis 1980.pdf.Diakses tanggal 27 desember 2011. Farrington,D.P., Tfoti, M.M. 2010. School Based Program to Reduce Bullying and Victimatization. Chambel Systematic Review 2009 :6. Fekkes, M., Pijpers, F.I.M., Vanhorick, S.P.V. 2005.Bullying : Who does what, when and where? Involvement of Children, teachers and parents in bullying behavior.Health Education Research, Vol 20 (1), 81-91. 160 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gini, G., Albiero, P., Benelli, B., Altoe, G. 2007. Does Emphaty Predict Adolescents’ Bullying and Defending Behavior? Aggressive Behavior. Vol 33, 467-476. Hamburger, M.E., Basile, K.C., Vivolo, A.M. 2011. Measuring Bullying Victimazation, Perpetration, and Bystander Experience: A Compendium of Assessment Tools. Atlanta : Center of Disease Control and Prevention, National Center for Injury Prevention and Control. Herlambang, A. 2008. Gambaran Motivasi Pelaku Bullying pada Pelajar SMP, SMA dan PT di Tiga Kota Besar di Indonesia.Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Hurlock, E. 1978. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Jolliffe D., Farrington, D.P. 2006. Examining the relationship Between Low Empathy and Bullying. Aggressive Behavior. Vol 32, 540-550. Koeswara, E. (1998). Agresi Manusia. Bandung: PT Erasco. Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Nurhilaliati. 2005. Kekerasan terhadap Anak dalam Sistem Pendidikan Pesantren (Studi di PP Nurul Hakim Kediri. Jurnal Penelitian Keislaman, Vol 1 (2), 1-17. gevaluasi-Sistem-PendidikanKarakter. Diakses 13 November 2012. Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Jakarta: MediaKom Riauskina, I.I., Djuwita, R., Soesetio, S, R. (2005). ”Gencet-gencetan” di mata siswa/siswi kelas I SMA : Naskah kognitif tentang arti, skenario dan dampak ”gencetgencetan”.Jurnal Psikologi Sosial, 12 (01), 1-13. Richardson, D.R., Hammock, G.S., Smith, S.M.,Gardner, W. &Signo, M. 1994. Empathy as a Cognitive Inhibitor of Interpersonal Aggression. Aggressive Behavior. Vol 2, 275-289. Sams, D.P., Stephen, D.T. 2004. Empathy, Exposure to community Violence, and Use of Violence Among Urban, At-Risk Adolescents. Child & Youth Care Forum, 33 (1), 33-50. Setiono, Joko. 2010. Melindungi Anak dari Kekerasan. Diakses 7 September 2011. Http://radarlampung.co.id/read/opi ni/19012-melindungi-anak-darikekerasanThalib, S, B. (2002). Dinamika Sosial Psikologis Perilaku Kekerasan Siswa.Jurnal Ilmiah “ARKHE”, 8 (02), 80-89. Yayasan Semai Jiwa Amin (Sejiwa). 2008. Bullying : Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak.Jakarta : PT Grafindo. Papalia, D.E; Old,S.W& Feldman,R.D. 2009. Human Development: Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika. Zuckerman,M. 1971. Sensation Seeking Scale. Diakses tanggal 20 Oktober 2012. http://www.emcdda.europa.eu/html .cfm/index86974EN.html. Pratama,D.A. 2012. Mengevaluasi Sistem Pendidikan Karakter. www.suaramerdeka/v1/index.php/r ead/cetak/2012/08/27/196615/Men Zuckerman, M., Eysenck, S. 1978. The Relationship between Sensation Seeking,and Eysenck’s Dimension 161 MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI of Personality. Journal Psychology 69 : 483-487. of Zuckerman, Marvin. 2007. Sensasi Seeking and Risky Behaviour. Washington : American Psychological Assosiation. 162