Hubungan Antara Mencari Sensasi dan Empati denganSchool

advertisement
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
Hubungan Antara Mencari Sensasi dan Empati dengan School Bullying pada Remaja
Putra Kelas X dan XI di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta
Correlation between Sensation Seeking and Empathy with School Bullying on Male
Adolescents Students Class X and XI Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta
Retno Mawarni, Hardjono, Tri Rejeki Andayani
Program Studi Psikologi FakultasKedokteran
UniversitasSebalasMaret
ABSTRAK
Remaja merupakan suatu tahapan dalam perkembangan manusia. Pada tahapan ini, individu
mengalami perubahan psikis dan fisik yang jika tidak terarahkan dengan baik dapat memicu fenomena
negatif seperti school bullying. School Bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang
oleh seseorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa atau siswi lain yang lebih
lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Rendahnya empati dan karakteristik mencari sensasi tinggi
diduga merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan school bullying. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara mencari sensasi dengan school bullying, hubungan antara empati
dengan school bullying serta hubungan antara mencari sensasi dan empati secara bersama-sama dengan
school bullying.
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putra kelas X dan XI Madrasah Mu’allimin
Muhammadiyah Yogyakarta. Sampel penelitian berjumlah 101 siswa yang diambil dengan teknik stratified
cluster random sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan Skala School Bullying
yang merupakan adaptasi dari Adolescent Peer Relations Instrument untuk mengukur frekuensi school
bullying, Skala Mencari Sensasi yang diadaptasi dari Sensation Seeking Scale untuk mengukur tingkat
mencari sensasi, dan Skala Empati yang merupakan adaptasi dari Interpersonal Reactivity Index untuk
mengukur empati. Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan analisis regresi berganda yang
meliputi uji simultan dan uji parsial.
Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara mencari sensasi dengan school bullying
(p>0,05) serta ada hubungan negatif yang signifikan antara empati dengan school bullying (p<0,05). Hasil
analisis regresi berganda menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara mencari sensasi dan empati
secara bersama-sama dengan school bullying (p<0,05).
Kata kunci : mencari sensasi, empati, school bullying, remaja putra
PENDAHULUAN
terjadi di lingkungan terdekat, seperti sekolah
Maraknya perilaku agresif yang terjadi dan
keluarga
(Setiono,
2010).
Komisi
di kalangan remaja semakin
menunjukkan Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat
gejala yang memprihatinkan
baik secara pada tahun 2011 terjadi sedikitnya 136 kasus
kualitas
maupun
perkelahian,
kuantitas.
perselisihan
pribadi,
Tawuran, bullying
di
sekolah.
Tahun
2012
sudah
perilaku ditemukan 36 kasus school bullying (Pratama,
sewenang-wenang antara siswa dan penindasan 2012).
merupakan ragam dari bentuk kekerasan yang
School bullying merupakan salah satu
terjadi di kalangan remaja. Menurut Centre for bentuk perilaku agresif yang terjadi di sekolah
Dialogue and Coorperation among Civilizations (Farrington & Tfoti, 2010). Riauskina dkk.
(CDCC)
Jakarta,
kasus
tindak
kekerasan (2005) mendefinisikan school bullying sebagai
terhadap anak di Indonesia justru lebih banyak perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang
148
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
oleh seorang atau sekelompok siswa yang kesenangan, dan gangguan kepribadian. Kelima
memiliki kekuasaan, terhadap siswa atau siswi motivasi tersebut merupakan motivasi internal
lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti pelaku yang berkaitan dengan karakteristik
orang tersebut.
pelaku tersebut.Adanya motivasi yang berkaitan
Kasus bullyingjuga terjadi di pondok dengan kepribadian pada penelitian tersebut
pesantren.
Penelitian
dilakukan sejalan dengan pendapat Koeswara (1998), yang
yang
Nurhilaliati pada sebuah pondok pesantren di menyatakan
bahwa
faktor
kepribadian
Kediri menemukan, bahwa praktek kekerasan merupakan salah satu faktor yang dapat
masih
dilakukan
oleh
para
santri
senior menyebabkan remaja berperilaku agresif.Thalib
meskipun peraturan pondok menegaskan bahwa (2002) juga menyatakan, bahwa kepribadian
kekerasan dilarang dalam proses pendidikan sebagai
salah
satu
faktor
utama
yang
(Nurhilaliati, 2005).Pada tahun 2007 kekerasan mempengaruhi perilaku kekerasan siswa.
Kondisi biologis remaja yang belum
siswa senior kepada siswa junior juga terjadi di
pondok pesantren modern Assalaam di daerah matang,
keinginan
untuk
mendapatkan
Sukoharjo, hingga korban dilarikan ke rumah popularitas, dan dominasi dalam kelompok
sakit. Dua orang siswa kelas khusus persiapan teman sebaya, serta kecenderungan untuk
masuk SMA dipukuli oleh para seniornya (Budi, melakukan
hal-hal
yang
berisiko,
sejalan
dengan karakter pencari sensasi tinggi yang
2007).
Berdasarkan wawancara yang dilakukan senang bermain, berpetualang, pemberani, dan
dengan guru bimbingan konseling Madrasah antusias.Chaplin (1995) menjelaskan, bahwa
Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, terjadi mencari sensasi adalah mencari pengalaman
penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh elementer yang timbul apabila suatu stimulus
siswa senior terhadap siswa junior di madrasah merangsang
atau
membangkitkan
suatu
tersebut. Penyalahgunaan wewenang tersebut reseptor. Individu dengan traitmencari sensasi
seperti
menertibkan
siswa
junior
dengan tinggi memiliki kebutuhan stimulus dan arousal
kekerasan fisik sehingga siswa junior menjadi yang
tinggi
pula,
sehingga
cenderung
berperilaku yang berisiko dan ingin mencari
takut dengan siswa yang lebih senior.
Para siswa melakukan tindakan bullying sensasi, tantangan, pengalaman baru, serta
tersebut biasanya dilatarbelakangi oleh sebab- variasi dalam hidupnya (Zuckerman, 1978)..
sebab
tertentu.Berdasarkan
Herlambang (2008),
penelitian
Kecenderungan
berperilaku
yang
menunjukkan bahwa berisiko dan ingin mencari sensasi tersebut
terdapat lima motivasi yang paling populer dapat mendorong remaja melakukan hal-hal
untuk melakukan school bullying, yaitu social baru yang bersifat negatif, seperti perilaku
gain yang merupakan keinginan pelaku untuk agresi di sekolah yang mencakup perilaku
mendapatkan popularitas dan pengakuan secara bullying. Menurut Yayasan Sejiwa (2008),
sosial
dari
lingkungannya,dislike,
emosi, pelaku bullying merasakan kepuasan apabila
149
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
tampak berkuasa di kalangan teman sebayanya. empati
sebagai
bagian
dari
karakteristik
Pelaku merasakan betapa berkuasanya dirinya seseorang yang diduga menjadi penyebab
dan betapa lemahnya sang korban. Dukungan terjadinya school bullying. Seseorang dengan
teman-teman
sekelompoknya
saat
pelaku mencari sensasi yang tinggi dan kemampuan
mempermainkan sang korban membuat pelaku empati yang rendah akan cenderung melakukan
merasa punya selera humor tinggi, keren, dan school bullying. Sebaliknya, seseorang dengan
populer. Kesenangan semacam itulah yang mencari sensasi yang rendah dan kemampuan
sesuai dengan karakter para pencari sensasi empati yang tinggi lebih dimungkinkan untuk
yang impulsif dan berkeinginan kuat untuk tidak terlibat dalam perilaku bullying.
melakukan sesuatu yang mempunyai risiko
sosial seperti school bullying.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti
merasa tertarik untuk meneliti hubungan antara
Hasil penelitian Herlambang (2008), mencari sensasi dan
empati dengan school
emosi merupakan salah satu motivasi yang bullying pada remaja putra kelas X dan XI di
mempengaruhi remaja untuk melakukan school Madrasah
Mu’allimin
Muhammadiyah
bullying. Remaja rentan untuk melakukan Yogyakarta.
perilaku
berisiko
dan
lebih
sulit
dalam
mengelola suasana hati serta perilakunya.
Empati
sebagai
bagian
dari
emosi
DASAR TEORI
turut A. School Bullying
memegang peranan penting dalam kehidupan
Coloroso (2007) mendefinisikan bullying
remaja. Baron dan Byrne (2003) menyebutkan sebagai
penindasan
yang berarti
tindakan
bahwa empati berhubungan secara negatif intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat
dengan
agresivitas.
Empati
merupakan terhadap pihak yang lebih lemah. Menurut
kemampuan untuk menempatkan diri sendiri Olweus (dalam Krahe, 2005),bullying dapat
dalam keadaan psikologis orang lain dan untuk diartikan sebagai tindakan negatif seseorang
melihat suatu situasi dari sudut pandang orang atau lebih yang dilakukan berulang-ulang dan
lain (Hurlock, 1978). Baron dan Byrne (2003) terjadi dari waktu ke waktu.
juga
menyatakan,
bahwa
individu
yang
Bullying dapat disebabkan oleh beberapa
memiliki empati tinggi lebih termotivasi untuk faktor. Astuti (2008) menyebutkan beberapa
menolong seseorang teman daripada individu faktor penyebab bullying yaitu, karakter anak
yang memiliki empati rendah.
sebagai pelaku, pengaruh bullying pada anak,
Koeswara (1998) menyatakan bahwa adanya tradisi siswa secara turun temurun di
faktor kepribadian merupakan salah satu faktor sekolah,
Lingkungan
sekolah
yang
tidak
yang dapat menyebabkan remaja berperilaku mendukung, seperti pengawasan dan bimbingan
agresif. Bullying sebagai bagian dari perilaku etika dari para guru rendah, sekolah dengan
agresif juga dapat disebabkan oleh faktor kedisiplinan yang sangat kaku, bimbingan yang
kepribadian (Astuti, 2008).Mencari sensasi dan tidak layak, dan peraturan yang tidak konsisten.
150
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
Coloroso (2007) membagi bullying ke seseorang mencari stimulus untuk mengimbangi
dalam tiga bentuk, yaitu bullying secara verbal, tingkat noripineprine yang rendah. Semakin
fisik, dan sosial. Bullying verbal, merupakan berhasil
memenuhi
kebutuhannya
dalam
bentuk bullying, berupa julukan nama, celaan, mencari sensasi, individu akan memperoleh
fitnah, kritik kejam, penghinaan dan penyataan- reward yang secara biologis mengimbangi
pernyataan bernuansa ajakan seksual. Bullying tingkat noripineprine dalam tubuhnya.
fisik,
dapat
berupa
memukuli,
mencekik,
Zuckerman (2007) membagi dimensi
menyikut, meninju, menendang, menggigit, Mencari sensasi menjadi empat dimensi yaitu
mencakar, meludahi, menekuk anggota tubuh thrill and adventure seeking (TAS), experience
korban hingga ke posisi yang menyakitkan, seeking (ES), Disinhibition (DIS) dan Boredom
merusak dan menghancurkan barang-barang Susceptibility (BS).
Thrill and Adventure
korban.Bullying relasional atau sosial, dilakukan Seeking (TAS) merupakan kebutuhan individu
dengan cara melemahkan harga diri korban untuk melakukan tindakan berisiko dan penuh
bullying secara sistematis melalui pengabaian, petualangan yang menawarkan sensasi unik
pengucilan,
pengecualian,
pengasingan, pada setiap individu seperti mendaki gunung,
penolakan, atau penghindaran.
Berdasarkan
uraian
terjun
di
atas,
payung,
menyelam,
bungee
dapat jumping.Experience Seeking (ES) merupakan
disimpulkan, bahwa school bullying merupakan pencarian sensasi direfleksikan melalui gaya
tindakan intimidasi yang dilakukan berulang- hidup yang tidak konvensional dan tidak biasa
ulang oleh siswa yang lebih kuat terhadap siswa dalam berbagai hal, misalnya musik, seni, atau
yang
lebih
lemah
dengan
tujuan
untuk perjalanan.Disinhibition
menyakiti orang tersebut.
merupakan
perilaku
impulsif yang ekstrovert pada individu, meliputi
keinginan yang kuat untuk melakukan hal-hal
yang mengandung risiko sosial dan risiko
B. Mencari Sensasi
Zuckerman
(2007)
mendefinisikan kesehatan, seperti: mengkonsumsi minuman
mencari sensasi sebagai sebuah trait yang beralkohol, gaya hidup hedonistik dan liar,
ditentukan oleh sebuah kebutuhan mencari sengaja
melanggar
peraturan
lalu
lintas,
sensasi dan pengalaman bervariasi yang baru, tindakan agresi dengan sengaja, dan lain-lain.
tidak
biasa,
kompleks
juga
intens,
serta Boredom Susceptibility (BS) menggambarkan
keinginan untuk mengambil risiko sosial, legal, perilaku
individu
yang
antipati
terhadap
dan finansial hanya untuk mendapatkan sebuah pengalaman yang repetitif, pekerjaan yang rutin,
pengalaman.
Secara
biokimiawi,
aktivitas kehadiran orang yang dapat diprediksi, dan
mencari sensasi berhubungan dengan reaktivitas reaksi ketidakpuasan terhadap keadaan yang
dopaminergik yang kuat, serotonik yang lemah membosankan tersebut.
dan
noripineprine
(Zuckerman,
2007).
Berdasarkan
uraian
di
atas,
dapat
Rendahnya tingkat noripineprine menyebabkan disimpulkan bahwa mencari sensasi merupakan
151
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
suatu kebutuhan mencari pengalaman baru dan perasaan orang lain tanpa harus terlibat secara
sensasi
serta
keinginan
berisiko
untuk nyata dalam perasaan maupun respon orang
mendapatkan pengalaman.
tersebut.
C. Empati
Papalia (2009) mendefinisikan empati
METODE PENELITIAN
sebagai kemampuan untuk menempatkan diri 1.Variabel Penelitian
sendiri di posisi orang lain dan merasakan yang
dirasakan
orang
tersebut.
Davis
Variabel dalam penelitian ini adalah
(1980) school bullyingsebagai variabel tergantung dan
menyatakan bahwa empati merupakan respon mencari sensasi serta empatisebagai variabel
afektif dan kognitif yang kompleks pada distres bebas. Definisi operasional dari masing-masing
emosional orang lain.
Komponen
variabel tersebut adalah sebagai berikut :
empati
menurut
Davis
a.
School Bullying
(1980) terdiri dari komponen kognitif dan
School bullying adalah tindakan intimidasi
afektif.
dari
yang dilakukan siswa atau siswi yang
perspective taking dan fantasy, sementara
lebih kuat terhadap siswa atau siswi yang
komponen afektif terdiri dari empathic concern
lebih lemah secara berulang-ulang.School
dan
taking
bullying dalam penelitian ini diukur
merupakan kecenderungan seseorang untuk
menggunakan instrumen adaptasi dari
mengambil sudut pandang psikologis orang lain
Adolescent Peer Relations Instrument
secara spontan dan berhubungan dengan reaksi
(APRI) yang dikembangkan oleh Parada
emosional dan perilaku menolong pada orang
(dalam Hamburger dkk, 2011) yang terdiri
dewasa.Fantasy
kemampuan
dari bullying fisik, bullying verbal dan
seseorang untuk mengubah diri sendiri secara
bullying sosial.Skor subjek diperoleh dari
imajinatif dalam mengalami perasaan dan
penjumlahan skor subyek tersebut pada
tindakan dari karakter khayal dalam buku, film
setiap aitem. Semakin tinggi skor total
atau
yang diperoleh subjek berarti semakin
Komponen
personal
cerita
concernadalah
kognitif
disstres.
Perspective
merupakan
yang
terdiri
ditontonnya.Empathic
perasaan
simpati
yang
tinggi frekuensi perilaku school bullying
berorientasi pada orang lain dan perhatian
terhadap
kemalangan
orang
lain.Personal
yang dilakukan oleh subjek.
b.
Mencari Sensasi
distress menekankan pada kecemasan pribadi
Mencari
yang berorientasi pada diri sendiri serta
kebutuhan mencari pengalaman baru dan
kegelisahan
sensasi serta keinginan berisiko hanya
dalam
menghadapi
setting
interpersonal yang tidak menyenangkan.
Berdasarkan uraian di atas, empati
sensasi
merupakan
suatu
untuk mendapatkan pengalaman.Mencari
sensasi
dalam
penelitian
menggunakan
mengetahui,
Sensation Seeking Scale yang disusun
dan
memahami
adaptasi
diukur
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
merasakan,
skala
ini
dari
152
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
oleh
Zuckerman
(1971).Skor
subyek
diperoleh dari penjumlahan skor subjek 3. Alat Ukur
pada setiap aitem. Semakin tinggi skor
total
c.
yang
berarti
Skala yang digunakan dalam penelitian ini
semakin tinggi tingkat mencari sensasi
adalah adaptasi dari Adolescent Peer
pada subjek.
Relations Instrument yang dikembangkan
Empati
oleh Parada (dalam Hamburger dkk.,
Empati
diperoleh
dapat
kemampuan
merasakan,
subjek,
diartikan
untuk
dan
sebagai
2011) yang terdiri dari 18 aitem. Skor
mengetahui,
untuk setiap pilihan jawaban yaitu 5 untuk
memahami
perasaan
jawaban setiap hari, 4 untuk jawaban
orang lain tanpa harus terlibat secara nyata
beberapa kali dalam seminggu, 3 untuk
dalam perasaan maupun respons orang
jawaban
tersebut.Empati
ini
jawaban satu atau dua kali perbulan, dan
diukur menggunakan instrumen adaptasi
1 untuk jawaban tidak pernah. Reliabilitas
dari Interpersonal Reactivity Index yang
skala school bullying pada penelitian ini
disusun oleh Davis (1980).Skor subjek
sebesar 0,872.
dalam
penelitian
diperoleh dari penjumlahan skor subjek
sekali
seminggu,
2
untuk
b. Skala Mencari Sensasi
tersebut pada setiap aitem. Semakin tinggi
Skala Mencari Sensasi dalam penelitian
skor total yang diperoleh subjek berarti
ini merupakan adaptasi dari Sensation
semakin
Seeking
tinggi
pula
kemampuan
empatinya.
2.
a. Skala School Bullying
Populasi,
Scale
yang
disusun
oleh
Zuckerman (1971).Skala ini terdiri atas 40
Sampel,
dan
Teknik
aitem. Setiap aitem terdiri atas dua pilihan
jawaban, A dan B, yang menunjukkan
Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa
karakteristik dari tinggi atau rendahnya
putra kelas X dan XI Madrasah Mu’allimin
tingkat mencari sensasi. Subyek diminta
Muhammadiyah.
ini
memilih salah satu jawaban yang paling
menggunakan 4 kelas yang terdiri dari 2 kelas
sesuai dengan kondisi subyek dalam
dari kelas tingkat X dan2 kelas dari kelas
setiap nomor aitem.Penilaian dalam skala
tingkat XI dari total 11 kelas yang ada. Sampel
ini menggunakan skor 0 untuk pilihan
diambil secara random dengan metode undian
jawaban yang mendeskripsikan tingkat
kelas pada tiap kelompok tingkatan kelas.
mencari sensasi rendah dan skor 1 untuk
Penelitian dilakukan pada tanggal 2 April-15
pilihan jawaban yang mendeskripsikan
Mei 2013 dan terkumpul 101 eksemplar skala
tingkat mencari sensasi tinggi. Reliabilitas
penelitian. Teknik pengambilan sampel yang
skala mencari sensasi pada penelitian ini
digunakan pada penelitian ini adalah stratified
adalah 0,727.
Sampel
penelitian
cluster random sampling.
153
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
data dilakukan dengan menggunakan program
Statistical Product and Service Solution (SPSS)
c. Skala Empati
Skala
empati
dalam
penelitian
ini versi 16.00 for Windows.
merupakan adaptasi dari Interpersonal
Reactivity Index yang disusun oleh Davis
(1980).Skala ini berjumlah 28 aitem yang
terdiri atas 19 aitem favourable dan 9
aitem
unfavourable.Skala
empati
ini
terdiri atas sejumlah pernyataan dengan
lima pilihan jawaban yaitu sangat sesuai
(SS), sesuai (S), ragu-ragu (R), tidak
sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS).
Skor untuk setiap pilihan jawaban pada
aitem favorable yaitu 4 untuk jawaban
sangat sesuai, 3 untuk jawaban sesuai, 2
untuk jawaban ragu-ragu, 1 untuk jawaban
tidak sesuai, dan 0 untuk jawaban sangat
tidak
sesuai;
sedangkan
pada
aitem
unfavorable skor bergerak sebaliknya,
yaitu skor 0 sampai 4. Jumlah aitem pada
skala ini adalah 28 aitem. Reliabilitas
skala empati pada penelitian ini sebesar
0,731.
Uji
HASIL- HASIL
1. Hasil Uji Asumsi Dasar
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dapat dilakukan secara
statistik
dengan
menggunakan
uji
Kolmogorov Smirnov (Ghozali, 2006).
Data
residual
dikatakan
terdistribusi
secara normal jika nilai Asymp. Sig
bernilai > 0,05. Hasil uji KolmogorovSmirnov
dalam
penelitian
ini
nilai
Asymp.Sig sebesar 0,726., 0,086., dan
0.609., atau p-value> 0,05 yang artinya
data terdistribusi normal.
b. Uji Linearitas
Uji
linearitas
dalam
penelitian
ini
menggunakan test of linearity dengan
bantuan program SPSS versi 16.0. Dua
variabel
dikatakan
linear
jika
nilai
signifikansi pada kolom linearity< 0,05
(Priyatno, 2008). Hasil uji linearitas hasil
validitas
dalam
penelitian
ini
uji linieritas kedua variabel bebas masing-
menggunakan korelasi product moment untuk
masing
skala
menunjukkan nilai Sig < 0,05, sehingga
school
bullying
dan
skala
empati,
sedangkan skala mencari sensasi diuji dengan
korelasi point biserial. Uji reliabilitas dalam
terhadap
school
bullying
variabel dikatakan linear.
c. Uji Multikolinieritas
penelitian ini menggunakan formula Alpha
Hasil uji multikolinearitas menunjukkan
Cronbach, yang akan diolah menggunakan
kedua
program
sensasi
Statistical
Product
and
Service
variabel
dan
bebas
empati,
yaitu
mencari
memiliki
nilai
Solution (SPSS) versi 16. 00 for Windows.
Tolerance lebih dari 0,1 dan VIF kurang
4.Teknik Analisis Data
dari 10, sehingga dapat disimpulkan tidak
Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis regresi
terdapat multikolinearitas antarvariabel
bebas dalam model regresi.
berganda dan korelasi parsial . Penghitungan
154
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
Hasil uji korelasi parsial antara empati
dan school bullying dengan mengendalikan
d. Uji Otokorelasi
Uji
otokorelasi
dapat
dilakukan
variabel mencari sensasi sebesar -0,340.
menggunakan uji Durbin-Watson dengan
Dengan
melihat nilai Durbin Watson (DW). Tidak
koefisien korelasi berada pada rentang 0,200-
terjadi otokorelasi jika nilai DW sebesar 1
0,399.Hal
< DW < 3 (Sarwono & Budiono, 2012).
yangrendah antara variabel empatidanschool
Hasil uji Durbin-Watson menunjukkan
bullying.Nilai
nilai DW sebesar 2,111, yang berarti tidak
coefficients dengan nilai thitung= 3,584> ttabel=
terjadi autokorelasi dalam model regresi.
1,984 dan koefisien signifikansi hubungan
hipotesis
ini
pedoman
interpretasi
menunjukkan
thitungdilihat
hubungan
dalam
tabel
antara variabel empatidanschool bullying
2. Hasil Uji Hipotesis
Uji
memakai
dalam
penelitian
ini
bernilai 0,001 atau p-value <0,05, yang
dihitung dengan analisis regresi berganda dan
berarti terdapat hubungan yang
korelasi
regresi
antara variabel mencari sensasi dengan
berganda menunjukkan p-value sebesar 0,000
school bullying. Arah hubungan negatif (nilai
atau p-value< 0,05 dan Fhitung sebesar 8,722
r negatif), artinya semakin tinggi empati,
atau
maka
parsial.
Hasil
analisis
Fhitung>Ftabel(3,09),sehingga
dapat
akan
semakin
signifikan
rendahschool
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bullying;dan sebaliknya semakin rendah
signifikan antara mencari sensasi dan empati
empati,maka semakin tinggischool bullying.
secara bersama-sama dengan school bullying.
Variabel mencari sensasi dan empati secara
PEMBAHASAN
bersama-sama menyumbang sebesar 0,151
Hasil uji hipotesis secara simultan
atau 15,1 % terhadap variabel school
menunjukkan hasil yang menyatakan ada
bullying.
hubungan yang signifikan antara mencari
Hasil uji korelasi parsial antara mencari
sensasi
dan
school
sensasi dan empati secara bersama-sama
bullying
dengan
dengan school bullying. Hasil analisis
empati
sebesar
dengan menggunakan regresi berganda
tabel
menunjukkan p-value sebesar 0,00 atau p-
coefficients dengan nilai thitung= 1,824< ttabel=
value< 0,05 dan F hitung sebesar 8,722 atau
1,984 dan koefisien signifikansi hubungan
Fhitung>Ftabel(3,09).Hasil
antara variabel mencari sensasidanschool
menunjukkan, bahwa mencari sensasi dan
bullying bernilai 0,071 atau p-value >0,05,
empati dapat digunakan untuk memprediksi
yang berarti tidak ada hubungan signifikan
school bullying pada remaja putra kelas X
antara variabel mencari sensasi dengan
dan
school bullying.
Yogyakarta.
mengendalikan
variabel
0,181.
thitungdilihat
Nilai
dalam
XI
pendapat
di
Madrasah
tersebut
Mu’allimin
Hal ini sejalan dengan
dari
Astuti
(2008)
yang
155
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
menyatakan,
bahwa
individu
dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan
merupakan salah satu faktor penyebab
berisiko namun positif seperti mendaki
terjadinya
bullying.
gunung, pecinta alam, arung jeram atau
Penelitian yang dilakukan oleh Herlambang
menyelam. Sementara perilaku mencari
(2008) juga menyatakan adanya lima
sensasi tinggi dan cenderung negatif dapat
motivasi terbesar dalam melakukan school
diwujudkan dalam bentuk kegiatan beresiko
bullying yang berasal dari faktor internal
namun negatif seperti kebut-kebutan di
pelaku, di antaranya adalah karakteristik
jalan, memakai narkoba, agresivitas, dan
pelaku.
perilaku seks bebas.
perilaku
Empati
merupakan
karakter
school
dan
bagian
mencari
dari
sensasi
karakteristik
Tidak adanya hubungan antara mencari
seseorang. Rendahnya empati dan semakin
sensasi dengan school bullying
tinggi tingkat mencari sensasi
disebabkan
dapat
oleh
mayoritas
dalam
bullying. Empati yang rendah berkaitan
kategori sedang, yaitu sebesar 64,36 %,
dengan
sedangkan
seseorang
ini
responden
mendorong seseorang untuk melakukan
ketidakmampuan
penelitian
dapat
kategori
termasuk
school
dalam
bullying
merasakan perasaan orang lain sementara
mayoritas berada pada kategori rendah
tingginya
sensasi
yaitu sebesar 51,49 %. Responden dalam
mencakup sifat-sifat seperti ingin populer,
penelitian ini merupakan siswa sekolah
mencari
untuk
yang dituntut untuk memiliki banyak
tampak populer dan berkuasa. Karakter-
kompetensi dalam hal akademis maupun
karakter
agama seperti target hafalan minimal 6 juz
tingkat
kesenangan,
semacam
mencari
keinginan
itu
yang
dapat
menyebabkan perilaku bullying.
Al-Qur’an hingga lulus, praktek mengajar,
Tidak ada hubungan antara mencari
sensasi
dengan
school
bullying
yang
karya tulis ilmiah dan karya penelitian
hadist. Tingginya tuntutan kompetensi yang
ditunjukkan oleh nilai signifikansi sebesar
harus
0,071 atau p-value > 0,05 dan thitung sebesar
kegiatan selama bersekolah dan hidup di
1,824 atau thitung<ttabel (1,984) .Tidak adanya
asrama diduga menjadi salah satu penyebab
hubungan yang signifikan ini merujuk pada
mayoritas responden sudah menghabiskan
dimensi variabel mencari sensasi yang
energinya
untuk
dapat mempunyai kecenderungan perilaku
kompetensi
tersebut
ke arah positif atau negatif. Sesuai dengan
mencari sensasi responden berada dalam
dimensi-dimensi yang ada pada variabel
level sedang. Level sedang dalam hal
mencari sensasi, tingginya mencari sensasi
mencari sensasi membuat level school
dapat
bullying pada responden tergolong rendah.
membuat
seseorang
berperilaku
dikuasai
serta
padatnya
mencapai
jadwal
tuntutan
sehingga aktivitas
positif maupun negatif. Perilaku mencari
Berdasarkan perhitungan skor rata-rata,
sensasi yang tinggi dan cenderung postif
dimensi thrill and adventure seeking (TAS)
156
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
memiliki skor rata-rata tertinggi sebesar
negatif
0,646 dibandingkan dengan skor rata-rata
perilaku mencari sensasi ke arah yang
tiga dimensi lainnya. Thrill and adventure
negatif tersebut menyebabkan rendahnya
seeking merupakan kebutuhan individu
perilaku school bullying pada penelitian ini.
untuk melakukan tindakan berisiko dan
Hubungan antara empati terhadap school
penuh
petualangan
yang
menawarkan
tergolong
bullying
rendah.
Rendahnya
mempunyai hubungan negatif
sensasi unik pada setiap individu. Tindakan
yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh
berisiko tersebut meliputi keinginan untuk
nilai signifikansi sebesar 0,01 atau p-value<
terlibat dalam aktivitas fisik yang terkesan
0,05
berbahaya seperti mendaki gunung, terjun
thitung>ttabel
payung, menyelam atau bungee jumping.
menunjukkan ada hubungan negatif yang
Keinginan untuk terlibat dalam aktivitas
signifikan antara empati dengan school
fisik yang terkesan berbahaya tersebut
bullying. Semakin tinggi tingkat empati
merupakan
yang dimiliki seseorang, maka semakin
salah
satu
kecenderungan
dan
thitung
sebesar
(1,984)
Hal
atau
tersebut
perilaku mencari sensasi yang diwujudkan
rendah
ke arah yang positif.
bullying pada remaja putra kelas X dan
Dimensi dishinbition sebagai dimensi
yang menggambarkan perilaku impulsif
yang ekstrovert atau perilaku yang muncul
karena
dorongan
di
Madrasah
school
Mu’allimin
Muhammadiyah Yogyakarta.
Hasil penelitian tentang hubungan antara
empati dengan school bullying ini sejalan
mengandung risiko sosial dan kesehatan
dengan pendapat dari Baron dan Byrne
yang diprediksi sebagai pencetus utama
(2003), yang menyatakan bahwa empati
perilaku negatif pada individu dengan
berhubungan
mencari
agresivitas.
yang
dalam
XI
melakukan
diri,
sensasi
dari
kelas
frekuensi
.
-3,584
tinggi,
justru
secara
negatif
dengan
Empati akan berpengaruh
mempunyai skor rata-rata responden yang
secara kognitif maupun afektif pada diri
paling rendah dibandingkan tiga dimensi
seseorang. Hal tersebut juga didukung oleh
lainnya yaitu sebesar 0,0926. Skor rata-rata
hasil norma kategorisasi yang menunjukkan
responden penelitian ini merupakan skor
mayoritas responden berada pada kategori
rata-rata terendah pada indikator perilaku
empati tinggi yaitu sebesar 79, 21 % dan
yang menunjukkan dimensi dishinbition
bullying rendah yaitu sebesar 51,49 %.
seperti suka berpesta, minum-minuman
Penelitian
yang
dilakukan
oleh
keras, dan bersenang-senang secara negatif.
Richardson dkk. (1994) juga menyatakan
Rendahnya skor rata-rata responden pada
bahwa empati dapat menjadi penghambat
dimensi dishinbition menunjukkan bahwa
agresivitas. Sams dan Stephen (2004) juga
kecenderungan
untuk
mengemukakan, bahwa kombinasi antara
berperilaku mencari sensasi ke arah yang
rendahnya empati dan tingginya tayangan
responden
157
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
kekerasan dapat memprediksi tingginya
Hasil
perhitungan
skor
rata-rata
perilaku kekerasan. Penelitian Jolliffe dan
menunjukkan, bahwa komponen empati
Farington (2006) juga menyatakan, bahwa
yang mempunyai skor rata-rata paling
ada hubungan negatif yang signifikan
tinggi adalah emphatic concern sebesar 3,
antara empati dengan bullying. Gini dkk.
045.
(2007)
terdapat
perasaan simpati yang berorientasi pada
hubungan negatif yang kuat antara empati
perasaan orang lain yang bisa diwujudkan
dengan perilaku agresif pada anak laki-laki
dalam
dibandingkan anak perempuan. Bullying
terhadap penderitaan orang lain serta
sebagai
agresif
penggambaran diri sebagai pribadi yang
memang lebih banyak dilakukan oleh anak
berhati lembut. Perasaan tersentuh dan
laki-laki
peduli terhadap penderitaan orang lain
menyatakan
bagian
bahwa
dari
perilaku
dibandingkan
perempuan
(
dengan
Fekkes
dkk,
anak
2005).
Emphatic
concern
perasaan
menggambarkan
tersentuh
merupakan
dan
adanya empati
peduli
secara
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut,
afektif. Komponen afektif dalam empati
maka
empati
merupakan kemampuan untuk mengalami
yang
perasaan emosional orang lain. Individu
bullying.
dengan kemampuan empati secara afektif
Semakin tinggi kemampuan empati, maka
akan mengalami perasaan sakit dan tertekan
semakin rendah perilaku school bullying
ketika melihat penderitaan orang lain.
pada
Kondisi tersebut yang dapat menghambat
dapat
mempunyai
signifikan
dikatakan
bahwa
hubungan
negatif
terhadap
seseorang.
rendah
school
Sebaliknya,
kemampuan
diri
terjadinya perilaku agresi. Sebaliknya jika
seseorang, maka semakin tinggi school
kemampuan empati secara afektif rendah,
bullying yang ada pada diri seseorang.
maka individu tersebut tidak peduli atau
Gambaran
komponen
empati
semakin
pada
sederhana
empati
yang
mengenai
tidak merasakan perasaan sedih ketika
berpengaruh
melihat penderitaan orang lain sehingga
terhadap school bullying dapat dilihat dari
skor rata-rata responden terhadap aitemaitem
pada
tiap
Meskipun
skor
empathic
concern
empati.
sebagai bagian dari komponen afektif
Komponen empati yang berpengaruh paling
empati merupakan skor rata-rata tertinggi,
besar terhadap school bullying adalah yang
namun secara keseluruhan skor komponen
memiliki skor rata-rata paling tinggi.
kognitif empati lebih besar daripada skor
Semakin
suatu
komponen afektif empati. Jika dilihat
komponen empati berarti semakin besar
berdasarkan skor rata-rata tiap komponen,
pula pengaruh negatif komponen tersebut
maka
terhadap school bullying, demikian juga
mempunyai skor rata-rata yang lebih tinggi
sebaliknya.
dibandingkan
tinggi
komponen
lebih mudah melakukan agresi.
skor
rata-rata
komponen
kognitif
dengan
skor
(2,976)
rata-rata
158
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
komponen afektif (2,816).
selisih
skor
yang signifikan terhadap school bullying.
komponen kognitif dan afektif hanya
Hal tersebut disebabkan pada penelitian ini
sedikit, komponen kognitif dalam empati
variabel empati mempunyai pengaruh yang
merupakan komponen yang berpengaruh
lebih dominan daripada variabel mencari
lebih
bullying
sensasi, sehingga ketika kedua variabel
dibandingkan dengan komponen afektif
tersebut ada secara bersama-sama, maka
empati.
akan
terhadap
responden
variabel ini tidak memberikan pengaruh
pada
besar
rata-rata
Meskipun
school
Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Richardson dkk. (1994) yang
berpengaruh
lebih
menghambat
berpengaruh
terjadinya
dalam
agresivitas
dibandingkan dengan komponen afektif
signifikan
terhadap school bullying.
menyatakan bahwa komponen kognitif
empati
secara
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
empati.
Hasil uji sumbangan variabel mencari
a.
Tidak ada hubungan antara mencari
sensasi dan empati dengan school bullying
sensasi dengan school bullying pada
ditunjukkan pada kolom R square, yaitu
remaja putra kelas X dan XI di
sebesar 0,151. Angka ini berarti, bahwa
Madrasah Mu’allimin Yogyakarta. Hal
mencari sensasi dan empati menyumbang
ini
sebesar 15,1 % terhadap school bullying
pertama yang menyatakan terdapat
dan sisanya sebesar 84,9 % dipengaruhi
hubungan positif dan signikan antara
oleh
Keeratan
mencari sensasi dengan school bullying
hubungan antara variabel mencari sensasi
pada remaja putra kelas X dan XI di
dan empati secara bersama-sama dengan
Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah
variabel school bullying berada pada level
Yogyakarta, ditolak (p-value >0,05).
variabel-variabel
lain.
rendah yang terlihat dari nilai R sebesar
b.
menunjukkan
bahwa
hipotesis
Ada hubungan negatif dan signifikan
antara empati dengan school bullying
0,389.
Berdasarkan seluruh hasil pengujian
pada remaja putra kelas X dan XI di
yang dilakukan tersebut, dapat disimpulkan,
Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah
bahwa ketika variabel mencari sensasi ada
Yogyakarta (p-value = 0,01; p<0,05).
secara bersama-sama dengan empati, maka
c.
Ada
hubungan
signifikan
antara
bersama-sama
mencari sensasi dan empati dengan
memberikan pengaruh yang signifikan dan
school bullying pada remaja putra kelas
menyumbang sebesar 15, 1 % terhadap
X dan XI di Madrasah Mu’allimin
school bullying. Namun ketika variabel
Muhamadiyah
mencari sensasi berdiri sendiri, maka
<0,05)
keduanya
secara
Yogyakarta
(p-value
159
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
mengembangkan penelitian ini dengan
2. Saran
a.
Untuk
remaja
putra
diharapkan
mewujudkan keinginan mencari sensasi
menambah
ke arah perilaku yang positif dan
menghasilkan
prestasi,
serta
tidak
mewujudkan keinginan mencari sensasi
ke
arah
perilaku
yang
baru
memang
wajar
di
kalangan
remaja, namun ada baiknya untuk
mencoba hal baru yang positif seperti
ekstrakurikuler yang bermanfaat dan
menghasilkan
prestasi
daripada
melakukan hal-hal baru yang negatif
dan mengandung risiko sosial yang
merugikan.
Untuk keluarga, guru dan pembina di
sekitar siswa, dapat membantu menjaga
dan
mengembangkan
kemampuan
empati kepada siswa. Empati dapat
mengalami masa krisis namun dapat
pula diajarkan lewat perilaku yang
mengandung nilai empati. Banyak hal
positif yang dapat dihasilkan dari
empati
yang
meskipun
tinggi.
school
Selain
bullying
itu,
pada
responden termasuk ke dalam kategori
rendah
(51,49
diperhatikan
%),
juga
namun
kategori
perlu
school
bullying responden yang termasuk
dalam kategori sedang sebanyak 42,58
% agar tidak berkembang menjadi
perilaku agresi yang merugikan di
kemudian hari.
c.
variabel-variabel
landasan
lain,
teori
serta
mengembangkan
penelitian
dengan
populasi
lebih
yang
luas
dan
karakteristik yang berbeda.
negatif.
Keinginan untuk mencoba hal yang
b.
memasukkan
Bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang
tertarik dengan tema ini agar dapat
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, P.R. 2008. Meredam Bullying :
Tiga Cara Efektif
Mengatasi
Kekerasan pada Anak. Jakarta : PT
Grasindo.
Baron, R.A & Byrne, D. 2003. Psikologi
Sosial Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Budi, R.M. 2007.Pondok Derita Santri
Assalaam. Diakses 11 Agustus
2011.http://news.detik.com/read/20
07/08/22/121809/820192/10/pondo
k-derita-santriassalam?nd992203605.
Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi.
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Coloroso,
Barbara.
2007.
Stop
Bullying!.Jakarta : PT Serambi
Ilmu Semesta.
Davis, M.H. 1980. A Multidimensional
Approach to Individual Differences
in
Empathy..Http://eckerd.edu/acade
mics/psychology/files/davis
1980.pdf.Diakses
tanggal
27
desember 2011.
Farrington,D.P., Tfoti, M.M. 2010.
School Based Program to Reduce
Bullying and Victimatization.
Chambel Systematic Review 2009
:6.
Fekkes, M., Pijpers, F.I.M., Vanhorick,
S.P.V. 2005.Bullying : Who does
what,
when
and
where?
Involvement of Children, teachers
and
parents
in
bullying
behavior.Health
Education
Research, Vol 20 (1), 81-91.
160
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis
Multivariat Dengan Program
SPSS. Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Gini, G., Albiero, P., Benelli, B., Altoe,
G. 2007. Does Emphaty Predict
Adolescents’
Bullying
and
Defending Behavior? Aggressive
Behavior. Vol 33, 467-476.
Hamburger, M.E., Basile, K.C., Vivolo,
A.M. 2011. Measuring Bullying
Victimazation, Perpetration, and
Bystander
Experience:
A
Compendium of Assessment Tools.
Atlanta : Center of Disease Control
and Prevention, National Center
for Injury Prevention and Control.
Herlambang, A. 2008. Gambaran
Motivasi Pelaku Bullying pada
Pelajar SMP, SMA dan PT di Tiga
Kota Besar di Indonesia.Skripsi.
Depok : Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Hurlock, E. 1978. Perkembangan Anak
Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Jolliffe D., Farrington, D.P. 2006.
Examining
the
relationship
Between Low Empathy and
Bullying. Aggressive Behavior.
Vol 32, 540-550.
Koeswara, E. (1998). Agresi Manusia.
Bandung: PT Erasco.
Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nurhilaliati. 2005. Kekerasan terhadap
Anak dalam Sistem Pendidikan
Pesantren (Studi di PP Nurul
Hakim Kediri. Jurnal Penelitian
Keislaman, Vol 1 (2), 1-17.
gevaluasi-Sistem-PendidikanKarakter. Diakses 13 November
2012.
Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar
SPSS. Jakarta: MediaKom
Riauskina, I.I., Djuwita, R., Soesetio, S,
R. (2005). ”Gencet-gencetan” di
mata siswa/siswi kelas I SMA :
Naskah kognitif tentang arti,
skenario dan dampak ”gencetgencetan”.Jurnal Psikologi Sosial,
12 (01), 1-13.
Richardson, D.R., Hammock, G.S.,
Smith, S.M.,Gardner, W. &Signo,
M. 1994. Empathy as a Cognitive
Inhibitor
of
Interpersonal
Aggression. Aggressive Behavior.
Vol 2, 275-289.
Sams, D.P., Stephen, D.T. 2004.
Empathy, Exposure to community
Violence, and Use of Violence
Among
Urban,
At-Risk
Adolescents. Child & Youth Care
Forum, 33 (1), 33-50.
Setiono, Joko. 2010. Melindungi Anak
dari
Kekerasan.
Diakses
7
September
2011.
Http://radarlampung.co.id/read/opi
ni/19012-melindungi-anak-darikekerasanThalib, S, B. (2002). Dinamika Sosial
Psikologis Perilaku Kekerasan
Siswa.Jurnal Ilmiah “ARKHE”, 8
(02), 80-89.
Yayasan Semai Jiwa Amin (Sejiwa).
2008. Bullying : Mengatasi
Kekerasan
di
Sekolah
dan
Lingkungan Sekitar Anak.Jakarta :
PT Grafindo.
Papalia, D.E; Old,S.W& Feldman,R.D.
2009.
Human
Development:
Perkembangan Manusia. Jakarta:
Salemba Humanika.
Zuckerman,M. 1971. Sensation Seeking
Scale. Diakses tanggal 20 Oktober
2012.
http://www.emcdda.europa.eu/html
.cfm/index86974EN.html.
Pratama,D.A.
2012.
Mengevaluasi
Sistem
Pendidikan
Karakter.
www.suaramerdeka/v1/index.php/r
ead/cetak/2012/08/27/196615/Men
Zuckerman, M., Eysenck, S. 1978. The
Relationship between Sensation
Seeking,and Eysenck’s Dimension
161
MAWARNI, et al. / HUBUNGAN ANTARA MENCARI SENSASI DAN EMPATI
of
Personality.
Journal
Psychology 69 : 483-487.
of
Zuckerman, Marvin. 2007. Sensasi
Seeking and Risky Behaviour.
Washington
:
American
Psychological Assosiation.
162
Download