Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Depresi Menurut Short (2005: 70), depresi merupakan bentuk lain dari kesedihan. Depresi adalah kekalahan di dalam diri, dimana perasaan cinta kepada diri sendiri telah lenyap dan merasa tidak akan mendapatkannya lagi. Depresi akan menghabisi diri dari dalam sebab perasaan ini lebih dari rasa kehilangan sesuatu dari luar (eksternal). Seseorang mungkin saja merasa depresi di saat segala sesuatunya berjalan dengan baik atau depresi dapat terjadi sesudah kejadian-kejadian buruk yang keliatannya tidak terlalu serius. Kesedihan, keputusasaan dan depresi dapat disebabkan oleh rasa kehilangan, misalnya kehilangan cinta dan kasih sayang akibat penolakan atau kematian atau kehilangan kekuasaan dan harga diri (bisnis bangkrut atau gagal dalam ujian). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa depresi adalah perasaan kehilangan rasa cinta kepada diri sendiri. Depresi tidak mengenal waktu sebab kehadirannya ditentukan oleh hidup itu sendiri dan sebagian orang yang mengalami depresi memilih untuk tidak meneruskan hidup. Depresi hidup terus selama penderitanya hidup dan depresi akan melukai semangat hidup anda. Menurut Wade dan Tavris (2007: 334), kecemasan, seberapapun menyakitkannya, merupakan suatu indikasi yang menyatakan bahwa seseorang memiliki ikatan dengan masa depan, hal tersebut merupakan refleksi dari keyakinan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada masa mendatang. Namun, mereka yang mengalami depresi akan merasa lelah dengan masa depan dan mereka yakin bahwa tiada satu pun hal yang baik yang akan terjadi pada masa depan. 9 Pengertian depresi yang lebih sederhana dijelaskan oleh Songo (2007), yang menyebutkan depresi adalah gangguan jiwa yang menyebabkan perubahan emosi seseorang. Papilia et al (2007: 567) menjelaskan bahwa depresi merupakan kondisi dimana kemampuan untuk mengatasi masalah tidak sesuai dengan standar yang diharapkan oleh lingkungan disekitarnya. Weiten dan Lloyd (2006: 72) mengatakan bahwa depresi adalah suatu situasi yang mengancam kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah. Dari teori-teori yang telah diuraikan di atas dapat dikatakan bahwa, depresi adalah gangguan jiwa dimana individu kehilangan perasaan cinta kepada dirinya sendiri sendiri. Depresi tidak mengenal batasan umur dan waktu karena kehadirannya ditentukan oleh hidup itu sendiri dan akan terus ada selama penderitanya hidup. 2.1.1 Macam-macam Depresi Menurut Semiun (2005: 405), ada bermacam-macam hal yang menyangkut depresi yang dapat diuraikan, di antaranya adalah depresi normal dan depresi abnormal juga depresi eksogen dan depresi endogen. Depresi normal dan abnormal menurut Semiun (2005: 405-406), Perasaan-perasaan sedih, kecewa, duka cita, depresi merupakan bagian dari kehidupan manusia dan pada suatu saat setiap orang akan mengalaminya. Batas antara depresi normal dan depresi abnormal tidak jelas, tetapi ada dua faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengadakan perbedaan, yakni faktor kedalaman depresi dan faktor lamanya depresi. Adalah sesuatu yang normal jikalau orang terkadang merasa sedikit murung, sedih atau 10 merasa sedikit tertekan. Akan tetapi, perlu dipertimbangkan kalau depresi itu begitu dalam sehingga individu tidak dapat berfungsi dengan adekuat. Selain kedalaman dari depresi perlu dipertimbangkan juga kalau depresi tersebut berlangsung lama serta tidak bisa keluar atau melepaskan diri dari keadaan depresi itu. Dalam kasus seperti kematian orang yang dicintai, dapat dibenarkan kalau seseorang mengalami depresi untuk sementara waktu, tetapi kalau depresi berlangsung lebih lama daripada yang diharapkan oleh penyebab yang sebenarnya, maka perlu diperhatikan bahwa mungkin terjadi suatu depresi abnormal. Depresi eksogen dan endogen menurut Semiun (2005: 406,408), Pada umumnya diakui bahwa beberapa depresi pertama-tama disebabkan oleh faktor-faktor eksternal (faktor-faktor psikologis) seperti konflik dan stres, sedangkan depresi-depresi yang lain pertama-tama disebabkan oleh faktor-faktor internal (faktor-faktor fisiologis). Depresi yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal disebut depresi eksogen dan depresi yang disebabkan oleh faktor-faktor internal disebut depresi endogen. Suatu depresi endogen dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk dapat berfungsi (berpikir lambat, aktivitas kurang, terus menerus menangis) dan ketidakmampuan untuk berfungsi mengakibatkan kehilangan pekerjaan atau teman, kehilangan itu merupakan dasar untuk depresi eksogen. Menurut Wade dan Tavris (2007: 335), depresi mayor merupakan suatu gangguan perasaan yang bersifat serius yang melibatkan perubahan emosi, perilaku, kognitif dan fisik yang cukup serius, sehingga dapat mengganggu fungsi normal seseorang. Mereka yang menderita depresi mayor akan merasa putus asa dan kehilangan harapan. Mereka sering kali berpikir mengenai kematian atau tindakan bunuh diri, mereka merasa tidak 11 mampu untuk bangkit kembali dan melakukan berbagai hal. Pola pikir mereka menyebabkan perasaan yang semakin suram. Mereka akan bersikap berlebihan terhadap kegagalan-kegagalan kecil yang mereka alami, mereka akan mengabaikan hal-hal positif yang terjadi, dan akan menginterpretasikan segala sesuatu yang salah sebagai bukti yang menunjukkan bahwa mereka tidak mampu mengerjakan segala sesuatunya dengan benar. 2.1.2 Penyebab Depresi Menurut Freud dalam Semiun (2005: 418) depresi terjadi sebagai reaksi terhadap kehilangan. Namun belakangan para ahli mengemukakan bahwa bukan kehilangan, melainkan stres yang menyebabkan depresi; dan stres adalah bagian dari kehilangan dan dilihat sebagai prediktor yang lebih baik untuk depresi daripada kehilangan. Semiun (2005: 424) juga menyebutkan bahwa depresi terjadi bila individu menyadari bahwa jurang antara real-self dan ideal-self tidak dapat dijangkau; karena itu, ia menyerah dalam kesedihan. Menurut Songo (2007: 556) yang menyebabkan depresi ada dua, yaitu depresi yang datang dari lingkungan, seperti kehilangan orang yang dicintai dan depresi yang datang dari dalam, dimana hal ini sering terjadi pada wanita yang akan berhenti masa datang bulan. Wabe dan Tavris (2007: 336) menggambarkan penyebab bunuh diri dalam bagan berikut: 12 Situasi yang mengganggu + kerentanan individual - kehilangan orang yang dicintai - predisposisi genetik - kehilangan pekerjaan - cara berpikir yang negatif - kegagalan - putus asa - trauma - perenungan - kekerasan - rasa percaya diri yang rendah Ketidakbahagian sementara DEPRESI YANG BERSIFAT SERIUS Penyebab depresi menurut Papalia et al (2007: 569-570) adalah: - Depresi yang berhubungan dengan pekerjaan Merupakan kombinasi tingginya standar pekerjaan dengan rendahnya control dan harga diri yang rendah. - Keletihan dalam pekerjaan dikarenakan depresi berkepanjangan Depresi yang berkepanjangan dalam pekerjaan dapat disebabkan oleh ketidakcocokan antara pekerja dan pekerjaannya. Hal ini biasanya terjadi pada mereka yang bekerja dalam bidang kemasyarakatan seperti guru, pekerja sosial dan polisi, yang merasa depresi karena tidak dapat membantu orang lain seperti yang mereka harapkan. - Tidak memiliki pekerjaan (pengangguran) 13 Depresi yang berhubungan dengan pekerjaan seperti kehilangan pekerjaan diindikasikan sebagai yang paling berat. Mereka merasa kehilangan sebagian dari diri mereka dan merasa kehilangan kontrol atas kehidupan mereka. 2.1.3 Gejala-gejala depresi Gejala-gejala depresi menurut semiun (2005: 413-415) adalah: • Simtom-simtom utama gangguan depresif berputar di sekitar masalah-masalah suasana hati. Individu merasa tertekan, murung, sedih, putus asa, kehilangan semangat dan muram. Orang yang mengalami depresi sering juga merasa terisolasi, ditolak dan tidak dicintai. • Simtom-simtom kognitif. Sekurang-kurangnya ada enam simtom atau proses kognitif yang memainkan peran yang sangat penting dalam depresi. Pertama, individu yang mengalami depresi memiliki harga diri yang sangat rendah. Terutama yang mengalami depresi biasanya berpikir bahwa mereka tidak adekuat, merasa rendah diri, janggal, tidak mampu, dan pada umumnya merasakan dirinya tidak berharga, dan sering merasa sangat bersalah terhadap kegagalan-kegagalannya. Kedua, individu mengalami pesimisme. Orang yang mengalami depresi berpendapat bahwa ia tidak akan mampu memecahkan masalah-masalahnya dan segala sesuatu yang dilakukannya hanya akan memburuk. Ketiga, orang-orang yang mengalami depresi memiliki motivasi yang kurang. Karena mereka tidak percaya bahwa mereka dapat menyelesaikan masalah-masalah mereka, maka orang-orang yang mengalami depresi tidak melihat alasan bahwa mereka memecahkan masalah-masalah mereka atau 14 meminta bantuan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Keempat, depresi, harga diri yang rendah, kurangnya motivasi akan menyebar dan mencangkup lebih banyak daripada penyebab asli depresi. Dengan kata lain, simtom kognitif yang penting dalam depresi adalah generalisasi sikap-sikap negatif. Penelitian memperlihatkan bahwa sejauh mana orang-orang menggeneralisasikan masalah-masalah mereka ada kaitannya dengan sejauh mana hebatnya depresi yang dialami mereka (Carver & Ganellen, 1983). Kelima, dalam beberapa kasus ada alasan untuk mengalami depresi (kegagalan dalam ujian dapat menjadi hebat dan mengandung pengaruh-pengaruh negatif dalam jangka panjang) tetapi orang-orang yang mengalami depresi cenderung membesar-besarkan atau melebih-lebihkan kehebatan dari masalah tersebut dan terus-menerus menjadi pesimistik. Melebih-lebihkan kehebatan dari masalah merupakan simtom kognitif utama dalam depresi dan dapat menjadi sangat ekstrim. Keenam, simtom kognitif yang sangat penting dalam depresi adalah proses-proses pikiran berjalan lambat (Miller, 1975). Individu-individu yang mengalami depresi mengalami kekurangan motivasi atau energi mental untuk berpikir cepat dan mengatasi masalah-masalah secara aktif. 2.2 Konsep Bunuh Diri Menurut Ohnuki dan Tierney (2002: 66), Jepang memiliki sistem ideologi yang membenarkan beberapa tipe bunuh diri dan menganggap keindahan bunuh diri secara sukarela. Masyarakat Jepang dapat memaafkan bunuh diri, bahkan meromantiskannya. 15 Menurut Kerbo dan McKinstry (1998: 157), kebanyakan orang telah mengetahui bahwa bunuh diri memiliki tradisi yang panjang dalam masyrakat Jepang. Bunuh diri merupakan tindakan yang terhormat, bahkan diperlukan dan cara dalam menerima kekalahan dan kegagalan atau menarik diri keluar demi kepentingan kelompok yang lebih besar. Dalam masyarakat Jepang modern masih tertinggal beberapa tradisi bunuh diri, seperti sebagai cara menerima kegagalan dan bentuk tanggung jawab. Menurut Kiyota Michiyoshi (2000: 121), yang dimaksud dengan bunuh diri atau jisatsu (自殺) dalam bahasa Jepang adalah “自殺というのは自分の体を自分で殺す、 命をなくしてしまう、つまり死なせてしまうことでしょう。” yang memiliki arti bunuh diri adalah dengan anggota tubuh sendiri mencabut nyawa diri sendiri, menghilangkan kehidupan, intinya adalah membiarkan diri sendiri meninggal. Bersadarkan kuantitinya, Kazarian dan Evans (2001:270) menjelaskan: Suicide have been commited by single individuals or have involved two or more people. Dyadic or group suicide have been manifested in family suicide, cult suicide, pact suicide, mass suicide, and murder-suicide. Terjemahan: Bunuh diri dilakukan oleh individual perorangan atau melibatkan dua atau lebih banyak orang. Dyadic atau bunuh diri berkelompok dinyatakan dalam bunuh diri bersama keluarga, bunuh diri dalam sekte tertentu, bunuh diri yang direncanakan, bunuh diri masal dan pembunuhan-bunuh diri. Menurut Suzuki (2007: 81), bunuh diri tidak sama dengan mengakhiri diri sendiri. Karena hal itu merupakan sebuah dosa, namun seperti halnya bila kita membunuh orang lain, kita harus mau menebus kesalahan yang kita lakukan, begitu juga dengan diri kita sendiri. 16 Kesimpulan yang dapat diambil dari pengertian bunuh diri adalah bunuh diri merupakan tindakan dimana dengan anggota tubuh sendiri mencabut nyawa diri sendiri. Bunuh diri berkelompok dinamakan Dyadic, seperti dalam bunuh diri bunuh diri bersama keluarga, bunuh diri dalam sekte tertentu, bunuh diri yang direncanakan, bunuh diri masal dan pembunuhan-bunuh diri. 2.2.1 Penyebab Bunuh Diri Menurut Stravynski dan Boyer dalam Gunarsa (2004: 429) kesepian terkait erat dengan gejala bunuh diri. Hubungan antara kesepian dan gejala bunuh diri mungkin saja terjadi karena ketika seseorang merasa hidupnya demikian sepi, sehingga ia merasa dirinya semakin tidak berarti. Penyebab menurut Supratiknya (2002:103-104) adalah sebagai berikut. 1. Depresi. Ada indikasi bahwa sebagian besar dari orang yang berhasil melakukan bunuh diri tengah dilanda depresi pada saat tindakan tersebut dilakukan. 2. Krisis dalam hubungan inter-personal. Konflik-konflik dan pemutusan hubungan, seperti konflik-konflik dalam perkawinan, perpisahan, perceraian kehilangan orang-orang terkasih akibat kematian, dapat menimbulkan stres berat yang mendorong dilakukannya tindakan bunuh diri. 3. Kegagalan dan devaluasi diri. Perasaan bahwa dirinya telah gagal dalam suatu urusan penting, biasanya menyangkut pekerjaan, dapat menimbulkan devaluasi diri atau kehilangan harga diri yang mendorong tindakan bunuh diri. 4. Konflik batin. Disini stres itu bersumber dari konflik batin atau pertentangan di dalam pikiran orang yang bersangkutan sendiri. 17 5. Kehilangan makna dan harapan hidup. Karena kehilangan makna dan harapan hidup, orang merasa bahwa hidup ini sia-sia. Akibatnya, orang memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Supratiknya (2002) juga menyebutkan, karena tidak mudah seseorang memutuskan bunuh diri, muncullah ambivalensi dalam bunuh diri. Artinya, senantiasa terjadi keraguan antara melaksanakan dan mengurungkan niat pada orang-orang yang berniat bunuh diri. Penyebab bunuh diri menurut Semiun (2005: 447) adalah ketidakmampuan memecahkan masalah karena ketegaran kognitif dapat menimbulkan sejumlah implikasi yang berat. Pertama, orang-orang yang tidak mampu memecahkan masalah akan lebih banyak mengalami kegagalan dan hal itu akan semakin meningkatkan stres dalam diri mereka. Kedua, ketidakmampuan memecahkan masalah menimbulkan perasaan-perasaan putus asa yang erat hubungannya dengan bunuh diri. Ketiga, segera setelah orang-orang yang tegar secara kognitif mengambil keputusan untuk bunuh diri sebagai pemecahan terhadap masalah-masalah mereka, maka mereka hanya akan mengikuti pemecahan tersebut dan tidak mempertimbangkan atau mengembangkan pemecahan-pemecahan lain (yang lebih baik). Menurut Semiun (2005: 436), bunuh diri juga merupakan suatu kenyataan yang terjadi dalam kasus-kasus depresi. Orang-orang yang mengalami depresi yang berat sering melakukan bunuh diri karena mereka putus asa dan tidak berdaya. Menurut Saputra (2003: 113), penelitian dan pengalaman klinis membuktikan bahwa kasus putus asa dan depresi merupakan salah satu penyebab utama usaha bunuh diri (suicidal effort). 18 Seligman dalam Hall et al (1993: 277) melihat adanya persamaan-persamaan yang mencolok antara ketidakberdayaan dan depresi reaktif, disebut demikian karena keadaan tersebut disebabkan oleh suatu peristiwa yang mengguncangkan secara emosional seperti kehilangan pekerjaan, kematian orang yang dikasihi, atau kegagalan dalam suatu kegiatan penting. Kebanyakan orang menderita depresi ringan dari waktu ke waktu, tetapi untuk sejumlah orang, keadaan tersebut mungkin berat dan berlangsung lama serta bisa menyebabkan tindakan bunuh diri. Hal ini sama seperti yang dikatakan oleh Aaron Beck dalam Suryani (2008: 13) yang mengatakan bahwa dengan melakukan tindakan bunuh diri, itu menunjukkan ketidakberdayaan seseorang menghadapi kehidupan. Joiner (2005: 138) menggambarkan sebuah bagan yang menunjukkan penyebab terjadinya usaha bunuh diri atau perlakuan bunuh diri: Mereka yang memiliki keinginan untuk bunuh diri Mereka yang memiliki kemampuan untuk bunuh diri Percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri 2.2.2 Gejala Bunuh Diri Menurut Abineno (2003: 39), gejala-gejala yang dapat terlihat bila seseorang ingin melakukan bunuh diri adalah: 1. Orang yang mau melakukan bunuh diri itu merasa bahwa dia telah kehilangan daya ekspansinya. Dalam situasi ini, ia makin sadar, bahwa kemungkinan-kemungkinan untuk mengatasi masalah-masalahnya semakin 19 berkurang, karena itu ia memutuskan hubungan atau komunikasi dengan orang lain. Akibatnya ialah rasa kesepian yang semakin intens dan ia semakin yakin bahwa ia tidak dapat ditolong lagi. 2. Gejala yang lainnya adalah agresi orang yang mau bunuh diri itu tertahan, tertekan dan terarah ke dalam. Maksudnya adalah keinginan untuk bunuh diri tidak dapat dikeluarkan secara terbuka. Gejala ini dapat dilihat ketika sedang melakukan percakapan, dimana orang yang memperlihatkan gejala ini akan menggunakan kalimat yang mengarah adanya keinginan untuk melakukan bunuh diri, namun tidak terang-terangan menyebutkannya. 3. Gejala terakhir adalah pelarian ke fantasi, yaitu ke dalam fantasi kematian juga depresivitas yang dapat memimpin kepada perbuatan bunuh diri. 2.3 Konsep Bunuh Diri Bersama Yang Dilakukan Berdasarkan Pertemanan Melalui Internet (Netto Shuudan Jisatsu (ネット集団自殺)) Bunuh diri bersama yang dilakukan berdasarkan pertemanan melalui internet bila diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi internet suicide dan biasanya disingkat menjadi netto shuudan jisatsu (ネット集団自殺) dalam bahasa Jepang. Machida dan Ueda (2006: 143) menjelaskan, netto shuudan jisatsu (ネット集団自殺) adalah sebuah ide dimana sebisa mungkin banyak orang yang melakukan bunuh diri bersama, sehingga tidak akan ada yang dapat menghindar. “ayo kita meninggal” adalah sebuah ajakan yang muncul ketika banyak orang berkumpul dan melakukan pembicaraan. Mungkin saja ada yang bertanya “apa yang membuatmu begitu sedih sehingga memikirkan tentang kematian.” Bunuh diri bersama jarang terjadi bila hanya ada dua orang. Alasannya 20 adalah bila salah satu dari mereka takut dan memilih mundur, maka kemungkinan besar akan gagal melakukan bunuh diri. Namun bila yang melakukan bunuh diri tujuh orang, maka pendapat seorang itu tidak akan dipedulikan. Bunuh diri bersama yang dilakukan berdasarkan pertemanan melalui internet menurut Bhain (2008: 256) adalah bunuh diri yang entah bagaimana berhubungan dengan internet. Terkadang mereka yang ingin bunuh diri mencari teman untuk bunuh diri atau menunjukkannya live melalui webcam. Bunuh diri dengan media internet yang terencana merupakan rencana bunuh diri yang dibuat antar individual melalui media internet. Dalam Parliamentary Assembly-Working Papers IV (2008: 40) dikatakan bahwa bunuh diri bersama kemungkinan besar muncul melalui bentuk komunikasi baru seperti blog atau internet, yang pada akhirnya menyatukan orang-orang yang kesepian yang merasa memiliki kesamaan nasib. Mereka lebih memilih melakukan hal ini daripada harus berkonsultasi dengan orang tua atau petugas sosial dan pada akhirnya membangun sebuah komunitas yang tertutup dimana bunuh diri menjadi hal yang sangat mungkin terjadi. Hamada (2003: 151) menjelaskan bahwa dapat dikatakan netto shuudan jisatsu (ネッ ト集団自殺) apabila seseorang melakukan permintaan untuk mencari teman untuk melakukan bunuh diri, walaupun mereka tidak saling mengenal, ketika telah terkumpul beberapa orang, mereka merencanakan bunuh diri melalui internet dan pada suatu hari mereka berkumpul bersama untuk melakukan bunuh diri yang telah direncanakan sebelumnya. Jadi pengertian bunuh diri bersama yang dilakukan berdasarkan pertemanan melalui internet atau netto shuudan jisatsu ( ネ ッ ト 集 団 自 殺 ) adalah bunuh diri yang 21 berhubungan internet yaitu dimana orang-orang yang memiliki kesamaan nasib bertemu dan berkumpul, menyebabkan semakin banyak orang yang menginginkan hal yang sama yaitu bunuh diri bersama. 22