PUTUSAN VERSTEK DALAM KASUS DALAM JUAL BELI TANAH

advertisement
PERINGATAN !!!
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan
referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila
Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan
pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan
karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
KEDUDUKAN CENTRE CULTUREL FRANCAIS ( CCF)
DALAM MELAKSANAKAN FUNGSI-FUNGSI KONSULER
MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN
IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Pada Fakultas Hukum
Universitas Islam Bandung
Disusun Oleh:
R. ERISKA GINALITA DWI PUTRI
10040004112
Program Studi Ilmu Hukum
Di bawah bimbingan :
M. Husni Syam, S.H., LL.M.
Neni Ruhaeni, S.H., LL.M.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1429 H / 2008 M
Bandung, Februari 2008
Disetujui untuk diajukan ke Muka Sidang
Panitia Ujian Sarjana Hukum
Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung
Pembimbing
Pembimbing Pendamping
M. Husni Syam, S.H., LL.M.
Neni Ruhaeni, S.H., LL.M.
Diketahui oleh :
Dekan
Fakultas Hukum
Universitas Islam Bandung
Husni Syam, S.H., LL.M.
Motto :
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
(Q.S. Al Mujaadilah : 11)
Kupersembahkan untuk yang tercinta mama, papa,
Kakak & Adikku.
ABSTRAK
Sebagai negara berdaulat Indonesia bebas untuk melakukan kerjasama dengan
negara-negara lainya. Kerjasama antara negara yang satu dengan yang lainnya dilakukan
dengan melakukan hubungan konsuler, seperti yang dilakukan oleh Indonesia dan
Perancis. Centre Culturel Francais (CCF) merupakan media kerjasama di bidang
kebudayaan antara Indonesia dan Perancis yang berada di bawah naungan konsul
Kehormatan Perancis.
Dalam melakukan kerjasama tersebut tentunya harus mengacu kepada ketentuan
internasional yang berlaku yaitu tentang hubungan konsuler yaitu Konvensi Wina 1963
tentang hubungan konsuler. Konvensi Wina 1963 mengatur tentang hubungan negaranegara dalam melakukan hubungan konsuler.
Dalam penulisan ini penulis membatasi pembahasannya pada bagaimana hukum
internasional mengatur hubungan konsuler dikaitkan status CCF sebagai lembaga
konsuler dan pelaksanaan fungsi konsuler pada CCF.
Dalam rangka penelitian ini, spesifikasi penelitian yang digunakan adalah
deskriptif analiti yaitu menggambarkan dan menganalisis ketentuan yang berhubungan
dengan konsuler. Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah
pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menguji ketentuan hukum mengenai hubungan
konsuler.
Setelah di analisis bahwa CCF Bandung yang kantornya merangakap sebagai
kantor konsulat Perancis menjalankan fungsi-fungsi konsuler yang terdapat dalam
Konvensi Wina 1963 Tentang Hubungan Konsuler, bentuk implementasinya
mengembangkan kerjasama di bidang kebudayaan seperti mengadakan pertukaran misi
kebudayaan antara Indonesia dan Perancis, mempertunjukan masing-masing kebudayan
antara Indonesia dan Perancis.
Adapun kesimpulannya bahwa dalam mengadakan hubungan konsuler
berdasarkan hak legasi yang dimiliki oleh negara-negara harus adanya kesepakatan
antara kedua negara tersebut untuk mengadakan hubumgan konsuler dan konsekuensinya
harus terikat pada ketentuan internasional yaitu konvensi Wina 1963 tentang hubungan
konsuler.
Kemudian CCF dalam menjalankan program-programnya juga melakukan
fungsi-fungsi konsuler.CCF merupakan lembaga kerjasama antara Indonesia- Perancis
yang membantu efektivitas pelaksanan hubungan konsuler antara Indonesia-Perancis
tetapi hak-hak imunitas dan previleges tidak dapat diterapkan pada keduanya.
KATA PENGANTAR
Bismillahi rahmani rahiim
Assalamualaikum, Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini, yang berjudul “Kedudukan Center Culturel Francais (CCF)
Dalam Melaksanakan Fungsi-Fungsi Konsuler Menurut Hukum Internasional
dan Implementasinya Di Indonesia ”. Penulisan Skripsi ini dimaksudkan untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) pada
Jurusan Internasional Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung.
Selama mengerjakan Skripsi tersebut cukup banyak masukan terutama
tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan studi yang dilakukan. Pada
kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada.
1. Allah SWT, atas petunjuk dan karunia-Nya sehingga Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan
2. Mamah dan Papah serta kakak & adikku yang telah banyak membantu dan
memberi dorongan baik doa, moril maupun materil selama penulis menuntut
ilmu dan menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak M. Husni Syam, SH., LLM, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Islam Bandung dan selaku dosen Pembimbing.
4.
Ibu Neni Ruhaeni, SH.,LLM selaku dosen Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya dalam membimbing dan memberikan inspirasi serta
wawasan pada penulis hingga selesainya Tugas Akhir ini.
5. Ibu Irawati,SH. MH selaku Ketua Bagian Hukum Internasional yang telah
memberikan saran-saran terhadap penulisan skripsi ini
6. Bapak Oentoeng Wahjoe, SH, MH Selaku dosen wali yang memberikan
wawasan dan motivasi serta dukungan selama masa perkuliahan.
7. Bapak Iman Sunendar ,SH yang selalu memberikan semangat dan saran-saran
kepada penulis.
i
8. My soulmate Agus Rasyid ( Bang Eko) yang selalu meluangkan waktunya
untuk berdiskusi dengan penulis
9. My best friends Anggia Maulania sari dan Widi Sugiharti makasih atas segala
bantuan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama menyusun tugas
akhir ini.
10. Teman-teman seperjuangan: Eva, Ayu, Geri, Vira, arief makasih atas segala
dorongan dan motivasinya.
11. Anak-anak ILSF ( Ucok, T’ adith, K’irfan, yandi winda, ari, oplos, dll…)
12. Anak-anak Komhuk Unisba ( Ceacar, Cundo, Danur Gilberto Gevil, Anda,
Firay, Ardi, Rizky,Anton, Buchory).
13. My seniors: A’ Dono Abdurahman SH, T’Euis SH, K’ Firman, K’ Iqbal,
Bang Ismail, dll
14. Teman-Teman di BEM FH DAN DAM FH
15. Terakhir buat Mang Uhan supirku yang selalu mengantar jemput penulis.
Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi semua pihak pada umumnya.
Billahittaufik Walhidayah
Wassalamu’alaikum wr.,wb.
Bandung,
Februari 2008
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
i
iii
v
BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................
A. Latar Belakang Masalah..............................................................
B. Identifikasi Masalah ...................................................................
C. Tujuan Penelitian .......................................................................
D. Kegunaan Penelitian .................................................................
E. Kerangka Pemikiran ...................................................................
F. Metode Penelitian ......................................................................
G. Sistematika Penulisan ................................................................
1
1
3
4
4
5
11
12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN KONSULER ...
A. Sejarah dan Perkembangan Konsuler .........................................
A.1. Hubungan Konsuler Secara Umum.....................................
A.2. Sumber Hukum Diplomatik dan Konsuler..........................
B. Pembukaan Hubungan Konsuler ................................................
B.1. Prosedur Pengangkatan Konsuler........................................
B.2. Tugas dan Fungsi Konsuler.................................................
B.2.1. Tingkatan-Tingkatan Kepala Perwakilan Konsuler .
C. Imunitas dan Privileges Pejabat Konsuler ..................................
C.1. Mulai dan Berakhirnya Hak Imunitas Previleges Pegawai
Konsuler .............................................................................
14
17
18
16
22
25
27
30
31
37
BAB III CENTRE CULTURAL FRANCAIS (CCF) DAN HUBUNGAN
KONSULER ANTARA INDONESIA DAN FRANCAIS ...........
A. Hubungan Konsuler Di Indonesia...............................................
B. Sejarah Dan Status CCF (Centre Cultural Francais)...................
C. Visi Centre Cultural Francais......................................................
D. Misi Centre Cultural Francais .....................................................
E. Program-Program CCF yang Sedang Berjalan ...........................
39
43
42
48
46
49
BAB VI ANALISIS PERAN CENTRE CULTUREL FRANCAIS
(CCF) DALAM MELAKSANAKAN FUNGSI-FUNGSI
KONSULER MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN
IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA .....................................
A. Pengaturan Hubungan Internasional Terhadap Hubungan
Konsuler ......................................................................................
B. Pelaksanaan Fungsi Konsuler Pada CCF ....................................
iii
50
50
59
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.............................................................
A. Simpulan
.............................................................................
B. Saran
.............................................................................
67
67
68
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
69
LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
iv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 4.1
Perbandingan Klasifikasi Agen-Agen Perwakilan Negara .........
v
58
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai konsekuensi dari kedaulatan, setiap negara dengan kedudukan
yang sama sebagai negara-negara yang berdaulat dapat saling berhubungan satu
sama lain untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan yang hendak di capai,
sehingga negara-negara di dunia akan dihadapkan pada persoalan-persoalan
global dan melintasi batas wilayah negara. Di dalam pandangan Islam disebutkan
bahwa manusia memang diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk
saling mengenal seperti yang tercantum dalam Qur’an surat AL-HUJARAAT ayat
13 yang memiliki arti bahwa “Hai Manusia sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal
sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal”. (1)
Demikian
halnya
dengan
pengungkapan
sejarah
sistem
hukum
internasional di mulai dari masa yang paling awal, dimana kaidah-kaidah perilaku
yang mengatur hubungan antara masyarakat yang independen muncul dari adatistiadat yang ditaati oleh masyarakat dalam hubungan timbal-balik mereka. 2
(1)
Lihat Al-Qur’an Al-Hujaraat ayat 13
Starke J.G, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, 2003,
hlm.8.
2
1
Hukum internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur
hubungan antara negara-negara kemudian lahir dengan kelahiran masyarakat
internasional yang di dasarkan atas negara-negara nasional.
Negara-negara tersebut saling berhubungan satu sama lain untuk
memdapat tujuan yang ingin di capai. Pembukaan hubungan diplomatik dan
konsuler merupakan bentuk dari kerjasama negara-negara tersebut.
Dalam perkembangannya, hukum diplomatik mempunyai lingkup yang
lebih luas lagi bukan saja mencakupi hubungan diplomatik antar negara, tetapi
juga hubungan konsuler dan keterwakilan negara dalam hubungannya dengan
organisasi-organisasi internasional khususnya yang mempunyai tanggung jawab
dan keanggotaannya yang bersifat global atau lazim di sebut organisasi yang
bersifat internasional. 3
Tugas utama seorang duta besar atau para pejabat diplomatik adalah
mewakili negara di negara akreditasi dan sebagai penghubung antara
pemerintahan kedua negara. Di negara akreditasi, mereka mengikuti berbagai
perkembangan yang terjadi serta melaporkannya ke negara pengirim. 4
Lembaga konsuler tumbuh dan berkembang sebelum lahirnya sistem
perwakilan diplomatik. 5 . Pada abad ke-16 dan 17 dalam pergaulan masyarakat,
negara sudah mengenal semacam misi-misi konsuler dan diplomatik dalam arti
yang sangat umum seperti yang dikenal sekarang. Praktik dan kebiasaaan itu
kemudian oleh pakar hukum seperti Grentilis, Grotius sampai kepada
3
Ibid
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika
Global Edisi ke-2, Alumni, Bandung, 2005, hlm.544.
5
Ibid
4
2
Bynkershoek dan Vattel telah di rumuskan dalam sejumlah peraturan yang lambat
laun menjadi norma-norma dalam hukum diplomatik dan konsuler. 6 `
Centre Culturel Francais (CCF) sebagai pusat kebudayaan Perancis yang
berada di bawah konsulat kehormatan Perancis mempunyai misi di Indonesia
untuk memperkenalkan tentang negara Perancis khususnya, mulai dari
mengadakan kursus bahasa Perancis sampai melayani pembuatan visa. 7
Status CCF yang merupakan bagian dari kedutaan besar Perancis yang
berada di bawah konsul kehormatan Perancis di Bandung, mengadakan kegiatankegiatan komersial seperti mengadakan pertunjukan-pertunjukan
drama,
pameran, dan kursus bahasa Perancis. Konvensi Wina 1963 tidak memberikan
penjelasan tentang kegiatan komersial yang dilakukan oleh agen konsul
kehormatan seperti CCF di Indonesia
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas penulis mencoba untuk
membahasnya dalam sebuah tulisan ilmiah dalam bentuk Skripsi dengan judul :
“KEDUDUKAN CENTER CULTUREL FRANCAIS (CCF) DALAM
MELAKSANAKAN FUNGSI-FUNGSI KONSULER MENURUT HUKUM
INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA”.
B. Identifikasi Masalah
Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi pembahasanya pada
masalah-masalah yang dapat di identifikasi sebagai berikut :
6
7
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Alumni, Bandung, 1995, hlm.6.
Hasil Wawancara Dengan Ibu tety, Bagian konsuler pada tangggal 6 February 2007 di CCF
3
1. Bagaimana hukum internasional mengatur hubungan konsuler dikaitkan
dengan status CCF sebagai bagian dari lembaga konsuler yang mengadakan
kegiatan komersial ?
2. Bagaimana pelaksanaan fungsi konsuler pada CCF di Indonesia ?
C. Tujuan Penelitian :
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui hukum internasional mengatur hubungan konsuler
dikaitkan dengan status CCF sebagai bagian dari lembaga konsuler yang
mengadakan kegiatan komersial.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi konsuler pada CCF di Indonesia.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penulisan disini dapat ditinjau dari 2 aspek yaitu :
1. Aspek teoritis kegunaan penelitian adalah untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan hukum khususnya di bidang hukum internasional mengenai
seluk beluk konsuler.
2. Aspek kegunaan penelitian adalah :
a. Sebagai bahan masukan bagi praktisi hukum seperti para pejabat
diplomatik
dan
mengembangkan
konsuler
yang
fungsi-fungsi
melakukan
diplomatik
dan
tugasnya
konsuler,
untuk
dan
umumnya sebagai pengetahuan untuk masyarakat umum.
b. Sebagai bahan masukan bagi instansi yang berwenang khususnya
dalam hukum internasional dan bidang ilmu hukum pada umumnya.
4
E. Kerangka Pemikiran
Perwakilan konsuler seperti perwakilan diplomatk merupakan dinas publik
satu negara asing di suatu negara. kegiatan-kegiatan perwakilan konsuler tidak
mengandung aspek politik yang disamping itu perwakilan-perwakilan konsuler
tidak harus selalu ada di negara-negara yang negara yang merdeka tetapi juga di
wilayah-wilayah yang belum mempunyai pemerintahan sendiri atau yang berada
di wilayah yang belum mempunyai pemerintahan sendiri atau yang berada di
bawah kedaulatan asing. 8
Pasal 4 ayat 1 Vienna convention on Consular Relation and Optional
Protocols 1963 menyebutkan bahwa suatu pewakilan konsuler boleh dibuka di
wilayah-wilayah negara penerima hanya dengan persetujuan negara. Ketentuan ini
mengingatkan kita pada ketentuan yang belaku dalam hubungan diplomatik. 9
Pasal 2 ayat 2 Vienna Convention on diplomatic Relation and Optional Protocols
1963 menyebutkan juga bahwa Persetujuan yang diberikan untuk pembukaan
hubungan diplomatik antara negara berarti pula persetujuan pembukaan hubungan
konsuler kecuali dinyatakan lain. 10
Kesepakatan itu muncul sebagai konsekuensi dari negara yang Berdaulat.
Kedaulatan merupakan suatu sifat hakiki negara. Bila negara di katakan berdaulat
atau souverign dimaksudkan bahwa negara itu mempunyai kekuasaan tertinggi
8
Boer Mauna, Opcit, hlm 574.
Lihat pasal 4 ayat 1 vienna Convention On Consular Relation 1963
10
Lihat pasal 2 ayat 1 Vienna Convention on Consular Relation 1963
9
5
Prinsip kesepakatan bersama yang terdapat dalam Konvensi merupakan
hasil kompromi rasional, yang sepenuhnya sesuai dengan prinsip bahwa setiap
pembatasan kedaulatan harus disetujui negara bersangkutan.
Kedaulatan memang berarti kekuasaan tertinggi, negara berdaulat memang
berarti negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari
kekuasaannya sendiri. Dengan perkataan lain, negara memiliki monopoli
kekuasaan walaupun demikian
kekuasaan tertinggi ini mempunyai batas-
batasnya. Ruang berlaku kekuasaan ini di batasi oleh batas wilayah negara itu
diluar wilayahnya suatu negara tidak lagi memiliki kekuasaan. 11
Suatu negara dapat saja lahir dan hidup tetapi itu belum berarti bahwa
negara tersebut mempunyai kedaulatan. Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi
yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan
sesuai kepentingannya asal saja kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan
hukum internasional, kedaulatan mempunyai tiga aspek utama yaitu: 12
1. Aspek ekstern kedaulatan adalah hak bagi setiap negara untuk
secara bebas menentukan hubungannya dengan berbagai negara
atau kelompok-kelompok lain tanpa kekangan, tekanan, atau
pengawasan dari negara lain;
2. Aspek intern kedaulatan adalah hak atau wewenang eksklusif suatu
negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja
lembaga-lembaga tersebut dan hak untuk membuat undang-undang
yang diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi;
11
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, hlm.16.
Nkambo Mugerwa, Subject of International Law, Edited by Max Sorensen, Mac Millian, New
York, 1968, hlm, 253
12
6
3. Aspek teritorial kedaulatan berarti kekuasaan penuh dan eksklusif
yang dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda
yang terdapat di wilayah tersebut;
Jadi pengertian kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi mempunyai dua
pembatasan penting yaitu:
1. Kekuasaan itu terbatas pada pada batas wilayah negara memiliki kekuasaan itu
dan;
2. Kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara dimulai. 13
Suatu akibat paham kedaulatan dalam arti terbatas ini selain kemerdekaan
(independence) juga paham persamaan derajat (equality), artinya bahwa negaranegara yang berdaulat itu selain masing-masing merdeka, juga sama derajatnya
satu sama lain. Kemerdekaan dan persamaan derajat merupakan bentuk
perwujudan dan pelaksanaan pengertian kedaulatan dalam arti yang wajar
tunduknya suatu negara yang berdaulat atau tunduknya paham kedaulatan kepada
kebutuhan pergaulan masyarakat internasional demikian, merupakan syarat
mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat internasional yang teratur. 14
Pasal 1 Konvensi Montevideo 27 Desember 1933 mengenai Hak –hak dan
kewajiban Negara menyebutkan bahwa unsur konstitutif ke-4 bagi pembentukan
negara adalah capacity to enter into relations with other states. Konvensi
Montevideo ini merupakan suatu kemajuan dibandingkan dengan konsepsi klasik
pembentukan
negara yang hanya mencakup tiga unsur konstitutif
yaitu
penduduk, wilayah, dan pemerintah. Bagi Konvensi tersebut ketiga unsur itu
13
14
Mochtar Kusumaatmadja, Opcit, hlm 16.
Ibid
7
belum cukup untuk menjadikan suatu entitas sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat. Oleh karena itu, diperlukan unsure tambahan yang tidak pentingnya
yaitu kapasitas untuk mengadakan dengan negara-negara lain. 15
Setiap negara yang merdeka mempunyai right of legation. Hak legasi ini
ada yang aktif, yaitu hak suatu negara untuk mengakreditasikan wakilnya ke
negara lain, dan hak legasi pasif yaitu kewajiban untuk menerima wakil -wakil
negara asing.Hak legasi ini diterima oleh Konvensi Havana 1928 seperti yang
tercantum dalam Pasal 1
” Warships of the belligerents have the right to stop and visit on the high
seas and in territorial waters that are not neutral any merchant ship with the
object of ascertaining its character and nationality and of verifying whether it
conveys cargo prohibited by international law has committed any violation of
blockade. If merchantship does not heed the signal to stop, it may be persued by
the warship and stopped by force; outside of such a case the ship cannot be
attacked unless, after being hailed, it fails to observe the instructions given it. The
ship shall not be rendered incapable of navigation the crew and passengers have
been placed in safety .” 16
Oleh karena itu, hukum internasional tidak mengharuskan suatu negara
membuka hubungan diplomatik dengan negara lain, seperti juga tidak ada
keharusan untuk menerima misi diplomatik asing di suatu negara. Demikian juga
suatu negara tidak mempunyai hak meminta negara lain untuk menerima wakilwakilnya 17 .
Seorang konsul mempunyai wewenang dari negara pengirim konsul
tersebut (commission) dan pengesahan dari negara penerima ( exequatur). Negara
penerima harus memberikan pegawai konsuler perlindungan khusus terhadap
15
Lihat Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933
Lihat Pasal 1 Konvensi Havana 1928
17
Boer Mauna, Opcit, hlm. 521.
16
8
gedung-gedung yang digunakan oleh pegawai konsuler tersebut dalam
melaksanakan tugasnya. Arsip-arsip dan dokumen-dokumen juga sifatnya tidak
dapat diganggu gugat dan anggota dari pegawai konsuler adalah kebal dari
jurisdiksi pengadilan dan wewenang administratif dari negara penerima sebagai
bentuk penghormatan terhadap tindakan yang dilakukan dalam menjalankan
fungsi-fungsi konsuler. Hak kekebalan terhadap tindakan resmi tersebut dianggap
sebagai aspek dari kekebalan negara (state imunity). 18
Tugas utama dari seorang konsul adalah untuk melindungi kepentingan
perdagangan dari negara yang menunjuknya tetapi, dengan perkembangannya
seorang konsul mempunyai tugas lainnya seperti bertindak sebagai notaris,
mengeluarkan paspor, melakukan pendataan pernikahan,dan menjalankan
yurisdiksi disipliner tehadap perkapalan dari negara yang mengirimnya. 19
Konsul, seperti halnya wakil-wakil diplomatik, tidak mempunyai
kekebalan mutlak dari yurisdiksi setempat. Biasanya konsul menikmati privileges
dan kebebasan istimewa yang diatur dalam persetujuan bilateral. Selain itu diakui
pula bahwa tindakan-tindakan resmi pejabat konsuler menurut hukum
internasional, tidak tunduk pada pengadilan setempat kecuali bila pemerintah
menyetujui hal tersebut. 20
Konsul menikmati imunitas tertentu tetapi, imunitas tersebut tidak seluas
seperti yang dimiliki oleh agen diplomatik. Konsul tidak menikmati imunitas yang
mutlak dari yurisdiksi pidana setempat. Mereka dapat di tangkap, di tahan dalam
18
Ian Brownlie, Principle of International Law, Second Edition.Oxford University Press,1979,
hlm.348.
19
Starke J.G,Introduction To International Law, Tenth Edition, Butterworths, & Co ( Publisher )
Ltd, 1989, hlm 429.
20
T.May Rudi,Hukum Internasional 2, Refika, Bandung, hlm.75.
9
kasus pidana berat serta mereka dapat menjadi subjek dalam kasus pidana
tersebut. 21
Imunitas agen konsul dari yurisdiksi perdata dan administrasi hanya
berlaku dalam rangka tindakan agen konsul tersebut dalam menjalankan fungsifungsi konsuler. 22
Pada umumnya seorang konsul menikmati privileges. Privileges tersebut
dapat termasuk kebal terhadap proses peradilan dari negara setempat. Privileges
tersebut diakui dalam kapasitas konsul tersebut dalam hal menjalankan fungsifungsi konsuler di bawah hukum internasional.
Dalam praktek, ada sejumlah besar privileges yang di nikmati seorang
konsul menurut jabatannya. Contoh privileges itu adalah : 23
a.
b.
c.
d.
e.
Kebebasan untuk menjadi juri
Hak-hak untuk mendapatkan suplay barang-barang kebutuhan,
Hak untuk bebas berkomunikasi dengan warga dari negara pengirim,
Hak kekebalan atas surat-surat dan arsip-arsip resmi, dan;
Hak untuk di bebaskan dari pertanggungjawaban bila melakukan kejahatan
sampai saat exequatur-nya di cabut atau kedudukannya diganti oleh konsul
lain.
Dalam menjalankan tugasnya, konsul mempunyai inviolability, seperti yang
disebutkan
dalam pasal 31 ayat 1 Konvensi Wina 1963 tentang hubungan
konsuler bahwa gedung-gedung yang digunakan oleh pegawai konsuler tidak
dapat di gangggu gugat. Kemudian pasal 2-nya menyebutkan bahwa dalam hal
wewenang dari negara penerima tidak dapat memasuki gedung yang di pakai oleh
21
Hiller Tim, Principles of Public International Law, Secon Edition,Canvedish Publishing
Limited, Uk, 1999, hlm 153.
22
Ibid
23
T May Rudi, Opcit, hlm .75
10
pegawai konsuler secara eksklusif kecuali berdasarkan kesepakatan dari kepala
consular post dan kepala diplomatic mission 24
Pembuatan perjanjian mengenai hubungan konsuler antara negara diluar
pejanjian internasional mengenai masalah yang sama dimungkinkan selama
ketentuan-ketentuan yang disetujuinya itu hanya bersifat penegasan melengkapi
dan memperluas ketentuan-ketentuan yang sudah ada pada konvensi Wina. 25
F. Metode Penelitian
Dalam rangka penelitian ini, penulis menggunakan metode-metode
sebagai berikut:
1. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu
menggambarkan dan menganalisis ketentuan yang berhubungan dengan
hubungan konsuler dan status CCF sebagai bagian dari lembaga konsuler
yang mengadakan kegiatan komersial. 26
2. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif yaitu dengan mengkaji dan menguji ketentuan hukum
mengenai hubungan konsuler.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penulisan ini dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut :
a. Studi Kepustakaan
24
Lihat pasal 31 Konvensi Wina 1963 Tentang Hubungan Konsuler.
Mochtar kusumaatmadja, Opcit, hlm.26.
26
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan jurimetri,Gitalia, Jakarta, 1990,
hlm.97.
25
11
Kepustakaan yang dilakukan guna mendapatkan landasan teoritis berupa
pendapat-pendapat para ahli atau pihak yang berwenang dan ketentuanketentuan formal.
b. Teknik Wawancara
Wawancara yang dilakukan dalam
penulisan skripsi ini yaitu dengan
sekertaris CCF dan bagian kekonsuleran
4. Analisis Data
Data-data dan informasi yang telah diperoleh dalam penelitian ini dianalisis
secara kualitatif yaitu tidak ada penggunaan rumus matematis maupun
statistik. 27 .
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini memberikan gambaran dalam sistem bab per bab
yang urutan secara sistematis sebagai berikut:
BAB I
Merupakan pendahuluan, dalam bab ini akan diuraikan tentang
latar belakang masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II
Menguraikan
tentang
tinjauan
umum
aspek-aspek
hukum
internasional mengenai hukum diplomatik dan konsuler pada
umumya serta sejarah perkembangannya.
BAB III
Menguraikan tentang tinjauan umum tentang Centre Cultural
Francais (CCF).
27
Ibid
12
BAB IV
Menguraikan tentang peran Centre Cultural Francais (CCF) dalam
melaksanakanfungsi-fungsi konsuler menurut Hukum International
dan implementasinya di Indonesia.
BAB V
Menguraikan kesimpulan serta saran-saran yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan.
13
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN KONSULER
A. Sejarah dan Perkembangan Konsuler
Lembaga konsul sebenarnya lebih tua di bandingkan dengan perwakilanperwakilan diplomatik. Pada awalnya konsul dipilih oleh para pedagang yang
menetap di suatu negara asing dari sesama mereka, akan tetapi kemudian negaranegara besar menetapkan dinas konsuler yang digaji dan para konsul dikirim ke
berbagai negara sesuai dengan kebutuhan atas dinas tersebut. Konsul sering di
tempatkan di lebih dari satu kota atau distrik di negara di mana mereka
ditempatkan. 28
Perkembangan
lembaga
konsuler
dimulai
oleh
kegiatan-kegiatan
perdagangan yang berkembang di city-states Yunani dan kota-kota lainnya di
timur tengah. Pedagang-pedagang dari kota atau negeri yang sama berkumpul dan
hidup di tempat yang sama dalam suatu kelompok masyarakat terpisah. Disana
mereka mendirikan gudang-gudang, rumah, kantor-kantor administrasi, gerejagereja di samping tetap tunduk kepada ketentuan-ketentuan negeri asal mereka.
Kemudian kelompok- kelompok masyarakat ini mendapatkan semacam otonomi
dan terutama hak untuk mempunyai hakim-hakim khusus yang pada abad ke-12 di
sebut sebagai konsul. 29
Pada abad ke-13 dan 14, sistem konsuler ini berkembang cepat sebagai
akibat kemajuan yang pesat dari perdagangan dan pelayaran. Selanjutnya konsul
28
29
Starke, JG, Opcit, hlm 573
Boer Mauna, Opcit, hlm 572-573
14
bukan lagi di angkat oleh para pedagang asing atau pedagang setempat tetapi
dikirim oleh masing-masing negara. Mereka bertugas untuk mengurus kegiatankegiatan niaga dari orang-orang sebangsa yang berada di tempat yang sama. Misi
konsuler (Consuler Missi) ini di samping mengurusi kepentingan para warga
pendatang juga mempunyai wewenang sipil dan kriminal terhadap warga mereka.
Pada abad ke-13 itu juga konsep Consuler Missi ini berkembang ke pelabuhanpelabuhan barat dan utara benua Eropa.
Pada abad ke-16 dan 17 praktek dan kebiasaan itu kemudian oleh pakar
hukum seperti Grentilis, Grotius, sampai kepada Bynkershoek dan Vattel telah
dirumuskan dalam sejumlah peraturan yang lambat laun menjadi norma-norma
dalam hukum diplomatik dan konsuler.
Berkembangnya sistem perwakilan diplomatik peranan lembaga konsuler
sedikit
mengalami
kemunduran.
Namun
kemudian
dengan
pesatnya
perkembangan perdagangan internasional, perkapalan dan pelayaran, pada bagian
kedua abad ke-18, peranan konsulat kembali menonjol setelah diadakan
perubahan-perubahan yang diperlukan dalam fungsi konsuler. Selanjutnya
keberadaan perwakilan konsuler di berbagai kota di dunia berkembang pesat
bersamaan dengan berkembangnya perwakilan diplomatik untuk mengurus
berbagai kegiatan perdagangan, transportasi, dan warga negara mereka.
Untuk pertama kalinya usaha mengadakan kodifikasi peraturan-peraturan
tentang lembaga konsul telah dilakukan dalam konperensi negara negara Amerika
tahun 1928 di Havana, Cuba dimana dalam tahun itu telah di setujui Convention
on Consular Agents (konvensi mengenai pejabat konsuler). Sesudah itu dirasakan
15
belum ada usaha yang cukup serius untuk mengadakan kodifikasi lebih lanjut
tentang perturan-peraturan tentang hubungan konsuler kecuali setelah Majelis
Umum PBB meminta kepada Komisi Hukum Internasional untuk melakukan
kodifikasi mengenai masalah tersebut. 30
Pembahasan masalah itu dalam komisi hukum internasional telah dimulai
sejak tahun 1995 yaitu dengan menunjuk Mr.Zourek sebagai Rapporteur khusus,
rencana terakhir konvensi mengenai hubungan konsuler telah dimajukan kepada
Majelis Umum PBB dalam tahun 1961. Dengan resolusi 1685 (VXI), Majelis
Umum PBB Telah menyetujui rancangan yang diusulkan dan memutuskan untuk
menyelenggarakan suatu konperensi diplomatik dan menyetujuinya pada awal
tahun 1963. Wakil dari 95 negara telah berkumpul di ibukota Austria dari tanggal
4 Maret - 22 April 1963 dan pada tanggal 18 April 1963 konperensi telah
menyetujui rancangan terakhir Konvensi mengenai hubungan konsuler termasuk
kedua protokol pilihan sebagaimana juga yang terjadi pada Konvensi Wina
mengenai hubungan diplomatik. Berbagai persoalan yang menyangkut konsul
termasuk peranannya telah dirumuskan dalam Konvensi secara teliti dan rinci dan
bahkan dianggap lebih panjang di banding dengan Konvensi Wina 1961. Akta
finalnya telah di tandatangani pada tanggal 24 April 1963 dan dinyatakan berlaku
pada tanggal 19 Maret 1967 dan ada sejumlah 117
negara yang sudah
meratifikasi dan aksesi, diantaranya telah menjadi pihak dalam protokol pilihan
tentang kewajiban untuk menyelesaikan sengketa. 31
30
31
GVG.Krisnamurty, Opcit,hlm.91
Sumaryo Suryokusumo, Opcit, hlm 16-17
16
A.1. Hubungan Konsuler Secara Umum
Hubungan konsuler sering menjadi subjek dari hubungan bilateral seperti
halnya hubungan diplomatik, hubungan konsuler bisa dilakukan apabila ada
kesepakatan dari kedua negara tersebut. 32
Konsul-konsul adalah wakil-wakil suatu negara di sebuah negara asing.
Tugas pokok mereka adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan
perdagangan negara yang mengangkatnya, akan tetapi umumnya sejumlah tugas
tambahan lainnya di jalankan oleh mereka untuk kepentingan negaranya misalkan
pelaksanaan akta-akta notaris, memberikan paspor, mengurus perkawinan dan
melaksanakan yurisdiksi disipliner terhadap awak kapal yang dimiliki oleh negara
yang diwakilinya. 33
Konsul bukanlah wakil-wakil diplomatik, dan berkenaan dengan tindakantindakan pribadi mereka, tidak kebal dari yurisdisi lokal, kecuali apabila imunitas
ini secara khusus diberikan melalui traktat atau dalam melaksanakan tindakantindakan resmi di dalam batas-batas wewenang konsuler menurut hukum
internasional. 34
Mereka dibebaskan dari yurisdiksi peradilan atau otoritas administrasi
negara tuan rumah, kecuali apabila imunitas tersebut di hapuskan oleh negara
asalnya atau apabila terjadi penanggalan immunitas (Waifer of Immunity) yang
menghapuskan imunitas perutusan diplomatik karena mutatis mutandis berlaku
32
McClanahan Grant, Diplomatic Immunity, Principle, Practices, Problem, St Martin’s Press,
New York, 1989, hlm.46.
33
Sebelumnya, di beberapa negara, para konsul melaksanakan yurisdiksi ekstrateritorial atas
warga negaranya yang tidak tunduk kepada pengadilan-pengadilan nasional setempat. Mengenai
hal ini, lihat keputusan Internasional Court Of Justice dalam Case Concerning Rights of Nationals
Of The United States Of America In Marroco, ICJ 1952, hlm176 dan 198 dan seterusnya
34
Lihat Walter v Thomson 189 F supp 319 ( 1960) ( Pegawai imigrasi konsuler kebal dari
penuntutan bagi tuduhan pernyataan keliru mengenai prospek bagi para imigran)
17
terhadap konsul-konsul. Pembenaran atas imunitas konsuler terbatas tersebut
adalah bahwa konsul di terima oleh negara dimana ia di tempatkan sebagai
pejabat suatu negara asing yang di tugaskan untuk melaksanakan tugas-tugas
konsuler ini ia benar-benar memerlukan hak imunitas dari proses lokal.
Konsul- konsul yang juga merupakan perwakilan diplomatik di samping
tugas konsulernya bagi negara, berhak atas imunitas umum bahkan berkaitan
dengan persoalan-persoalan pribadi mereka. 35
Pasal 4 Konvensi Wina 1963 mengenai hubungan konsuler menyebutkan
1. “A consular post may be established in the territory of the receiving state only
with that state’s consent.
2. The seat of the consular post, its classification and the consular district shall
be established by the sending state and shall be subject to the approval of the
receiving state.
3. Subsequent changes in the seat of the consular post, its classification or the
consular district may be made by sending state only with the consent of the
receiving state.
4. The consent of the receiving state shall also be required if a consulate general
or a consulate desires to open a vice consulate or a consular agency in a
locality other than that in which it is it self established.
5. The prior express consent of the receiving state shall also be rquired for the
opening of an office forming part of an existing consular post else where than
at the seat thereof”.
A.2. Sumber Hukum Diplomatik dan Konsuler.
Sumber Hukum Diplomatik dan Konsuler tidak bisa dipisahkan
dari
sumber hukum Internasional, karena hukum diplomatik dan konsuler merupakan
bagian dari hukum internasional. Dalam membahas sumber hukum diplomatik
sebagaimana pembahasan terhadap sumber-sumber dari setiap sistem hukum tidak
35
Lihat Parkinson V Potter ( 1885) 16 QBD 1952 433 dan Afgan Minister ( Consular Activities)
case (1932) Annual Digest Of public International Law Cases 1931-1932, hlm 328. seorang
konsul yang sebelumnya memiliki status diplomatik kebal dari proses mengenai tindakan-tindakan
yang berada di luar lingkup tugas-tugasnya yang dilakukan pada waktu ia menjadi konsul, sampai
saat ia memperoleh status barunya ; lihat Arya v Paes 145F Supp 464 (1956)
18
dapat dipisahkan dari yang terdapat dalam pasal 38
dari Statua Mahkamah
Internasional yaitu: 36
(a)
(b)
(c)
(d)
Internasional Convention, Whether general or particular, establishing rules
expressly recognized by contesting states;
International custom, as evidence of a general practice accepted as law;
The general principle of law recognized by civilized nation;
Subject to the provision of article 59, judicial decision and the teaching of
the most highly qualified publicits of the various nations, as subsidary
means for the determination of rules of law.
Konvensi internasional yang juga merupakan perjanjian internasional
dalam arti “umum“ (general) pada hakikatnya melibatkan banyak negara sebagai
pihak, karena itu lazim disebut konvensi atau perjanjian yang bersifat multilateral.
Sedangkan dalam arti “tertentu“ (particular), tidak lain merupakan konvensi atau
perjanjian dimana hanya beberapa negara yang menjadi pihak. Jika hanya terdiri
dari dua pihak, konvensi itu bersifat bilateral seperti Treaty of Extradition and
Consular antara Amerika Serikat dan Sri Lanka. 37
Konvensi atau perjanjian internasional, tidak sebagaimana dalam masamasa yang silam, sekarang secara umum sudah dapat diterima sebagai sumber
pokok dari hukum internasional. Namun demikian, banyak perjanjian khususnya
yang diadakan secara bilateral tidak menciptakan satu peraturan umum pun dalam
hukum internasional, kecuali hanya bersifat pernyataan mengenai peraturanperaturan yang sudah ada. Dengan demikian, hanyalah ada satu jenis khusus dari
perjanjian yang dapat dianggap sebagai suatu hukum internasional, yaitu apa yang
disebut perjanjian yang menciptakan hukum (law-making treaty). Perjanjian ini
selain diadakan oleh sejumlah negara yang bertindak atas kepentingan bersama
36
37
Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional
Sumaryo Suryokusumo, Opcit , hlm,27.
19
juga ditujukan untuk menciptakan suatu peraturan baru. Perjanjian tersebut
kemudian diakui oleh negara-negara lainnya baik melalui langkah resmi menutut
ketentuan dalam perjanjian tersebut seperti aksesi dan ratifikasi. Negara-negara
yang menolak secara khusus untuk menerima peraturan baru atau menolak untuk
meratifikasi perjanjian tersebut biasanya tidak terikat oleh peraturan, asas maupun
penafsiran yang dipermasalahkan. 38
Pembuatan perjanjian mengenai hubungan konsuler antara negara di luar
perjanjian internasional mengenai hal yang sama di mungkinkan selama
ketentuan-ketentuan yang di setujui itu hanya bersifat penegasan, memperlengkapi
dan memperluas ketentuan-ketentuan yang sudah ada dalam Konvensi Wina 1963.
Hal ini tercermin dalam pasal 73 ayat 2 yang menyebutkan bahwa: “Nothing in
the presents convention shall preclude states from concluding international
aggrements confirming or supplementing or extending or amplifyling the
provision there of.”
Lebih dari 150 tahun telah banyak dicapai perjanjian - perjanjian yang
menciptakan hukum. Khususnya dalam rangka hukum diplomatik antara lain
sebagai berikut:
(I)
(II)
(III)
38
The final act of the of the conggres of vienna (1815) on diplomatic ranks
Vienna Convention on diplomatic Relation and optional protocols (1961),
termasuk didalamnya yaitu :
1. Vienna Convention of diplomatic relation;
2. Optional Protocol Concerning Acquistion of nationality
3. Optional Protocol Concerning the Compulsary Of Dispute
Vienna Convention on Consular Relation and Optional (1963), yang
didalamnya memuat :
1. Vienna Convention on Consular relation;
2. Optional Protocol Concerning Aquistion of Nationality;
Ibid
20
(IV)
(V)
(VI)
3. Optional Protocol concernig the Cmplsary Settlement of dispute.
Convention on special missions and optional Protocol (1969)
1. Convention on Special Missions
2. Optional protocol concerning the compulsary settlement of disputes.
Convention on the prevention and punishment of
Crimes against Internationality protected persons,including diplomatic
agents (1973).
Vienna Convention on the Repre sentation
Of states in their Relation with International Organizations of a universal
Character (1975).
Disamping konvensi, pula resolusi atau deklarasi yang di keluarrkan
terutama oleh Majelis Umum PBB yang menimbulkan permasalahan apakah
keduanya itu dapat di anggap mempunyai kewajiban-kewajiban hukum yang
mengikat. Secara tradisional, resolusi dan deklarasi yang tidak memiliki sifatsifat seperti perjanjian haruslah dianggap tidak mempunyai kekuatan wajib,
karena tidak menciptakan hukum. Di lain pihak, kini berkembang adanya
kecenderungan teori dari kesepakatan sampai pada konsensus yang menjadi dasar
bagi negara-negara akan terikatnya kewajiban hukum.
Mengenai kebiasaan internasional sebagimana dinyatakan di dalam pasal
38 Statuta Mahkamah Internasional, dianggap sebagai kenyataan dari praktekpraktek umum yang diterima sebagai hukum. Di samping kebiasaan dan
perjanjian yang keduanya dapat merupakan sumber pokok dalam hukum
diplomatik, masih ada sumber lainnya yang bersifat subsider, seperti prinsipprinsip umum dalam dalam hukum yang di akui oleh negara-negara dan
Keputusan Mahkamah.
21
B. Pembukaan Hubungan Konsuler
Seperti yang telah di sebutkan pada Bab 1 bahwa setiap negara dalam
hubungan luar negeri mempunyai the right of legation atau hak legasi. Hak legasi
ini bisa dikategori sebagai legasi aktif yaitu hak suatu negara untuk mengirimkan
perwakilan negaranya di negara lain dan hak legasi pasif adalah hak suatu negara
untuk menerima perwakilan negara asing di negaranya. Hak legasi ini adalah
konsekuensi dari kedaulatan negara. Hak ini di miliki oleh negara dan di jalankan
oleh perwakilan negara tersebut. Hak ini sifatnya pilihan (optional) dan bukan
keharusan (obligatory). 39
Bagaimanpun juga penolakan untuk menerima perwakilan asing suatu
negara dapat dilakukan tanpa mengungkapkan alasan-alasan dari negara yang
menolak untuk menerima perwakilan asing tersebut. Ketika suatu negara menolak
untuk mengakreditasikan perwakilan negara asing, sesungguhnya hal itu
menunjukan pelaksanaan hak legasi dari negara tersebut.
Oleh karena itu, hukum internasional tidak mengharuskan suatu negara
membuka hubungan diplomatik dengan negara lain, seperti juga tidak ada
keharusan untuk menerima misi diplomatik asing di suatu negara. Demikian juga
suatu negara tidak mempunyai hak meminta negara lain untuk menerima wakilwakilnya. 40
Seperti juga halnya dengan hubungan diplomatik, pembukaan hubungan
konsuler dilakukan atas dasar kesepakatan negara-negara yang bersangkutan.
Perwakilan konsuler seperti perwakilan diplomatik merupakan dinas publik suatu
39
40
http//www.econlib.org/library/ypd books/iicy 23.html/
Boer Mauna,Opcit, hlm.521
22
negara yang terletak di suatu negara asing. Namun kegiatan-kegiatan perwakilan
konsuler tidak mengandung aspek politik. Disamping itu perwakilan-perwakilan
konsuler tidak harus selalu ada di negara-negara merdeka tetapi juga di wilayah
yang belum mempunyai pemerintahan sendiri atau yang berada dibawah
kedaulatan asing. Dimasa lampau dan masa sekarang ada negara-negara yang
mempunyai perwakilan konsuler diwilayah yang belum merdeka atau sebelumnya
di protektorat dengan persetujuan negara pelindung untuk mengurus kepentingankepentingan dagang atau warganegara mereka. Di kawasan Afrika bagian utara
dan Asia misalnya banyak negara barat mempunyai perwakilan konsuler sebelum
negara-negara tersebut mencapai kemerdekaannya. Juga dapat terjadi negaranegara membuka hubungan konsuler dengan negara-negara lain sebelum
pembukaan hubungan diplomatik seperti yang terjadi dengan Uni Soviet dan
Republik Rakyat Cina. Dalam hubungan dengan negara-negara Amerika latin,
Inggris, Amerika Serikat membuka dulu hubungan konsuler lama sebelum
diberikannya pengakuan kedaulatan kepada negara-negara di kawasan tersebut.
Jelaslah bahwa pembukaan hubungan konsuler ini dalam keadaan apapun
mengharuskan adanya persetujuan negara penerima atau persetujuan negara yang
mempunyai kedaulatan atau tanggungjawab atas suatu wilayah. 41
Pasal 2 ayat 1 Konvensi Wina mengenai hubungan konsuler dengan jelas
menyatakan pembukaan hubungan konsuler antara negara dilakukan atas dasar
kesepakatan bersama. Bila pasal 2 ayat 1 tadi menyangkut pembukaan hubungan
konsuler, pasal 4 ayat 1 Konvensi Wina merujuk pada pembukaan perwakilan
41
Ibid
23
konsuler yaitu suatu perwakilan konsuler boleh dibuka di wilayah negara
penerima hanya dengan persetujuan negara itu. Ketentuan ini mengingatkan kita
pada ketentuan yang berlaku dalam hubungan diplomatik bahwa pembukaan
hubungan dan pembukaan kantor perwakilan diplomatik merupakan dua hal yang
berbeda dan yang masing-masing sebelumnya harus mendapatkan kesepakatan
dua negara. 42
Namun pasal 2 ayat 2 Konvensi mengenai hubungan konsuler
menambahkan pula bahwa persetujuan yang diberikan untuk pembukaan
hubungan diplomatik antara dua negara berarti pula persetujuan pembukaan
hubungan konsuler, kecuali dinyatakan lain. Itu berarti bahwa bagi negara yang
sudah mempunyai hubungan diplomatik dan berkeinginan untuk membuka
perwakilan konsuler maka yang dibutuhkan hanya persetujuan negara setempat
untuk membuka perwakilan konsuler dan tidak lagi persetujuan untuk pembukaan
hubungan konsuler. 43
Berbeda dengan misi diplomatik, beberapa konsulat atau konsulat jenderal
dapat dibuka di berbagai wilayah suatu negara. Luas-nya wilayah yang dicakup
suatu konsulat dalam pelaksanaan tugasnya harus ditetapkan melalui kesepakatan
dengan pemerintah negara penerima. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa fungsifungsi konsulat terutama meningkatkan perdagangan, perlindungan kepentingan
warganegara pengirim dan masalah-masalah pelayaran. 44
Disamping itu, banyak negara membuat perjanjian bilateral yang berisikan
ketentuan mengenai lokasi konsulat dan luasnya wilayah operasional konsulat
42
Ibid
Ibid
44
Ibid
43
24
tersebut. Sekiranya tidak ada perjanjian bilateral dan dalam hal keberadaan
hubungan konsuler yang disebabkan sudah adanya hubungan diplomatik, tentunya
perlu dibuat persetujuan tersendiri untuk pembukaan kantor-kantor konsuler di
negara penerima. Sebaliknya atas alasan keamanan, negara penerima dapat
menolak pembukaan konsulat di tempat-tempat tertentu.45
Sepanjang menyangkut Indonesia, sesuai Daftar Pejabat Perwakilan RI di
luar negeri tahun 2004, terdapat 85 perwakilan konsuler. Tetapi dari jumlah
tersebut hanya 26 konsulat jenderal dan 4 konsulat yang dikepalai pejabat
Departemen Luar Negeri atau pejabat lainnya yang dikirim dari jakarta. Sebagaian
besar, yaitu 47 perwakilan dikepalai oleh Konsul Kehormatan dan 8 Konsul
jenderal Kehormatan.
B.1. Prosedur Pengangkatan Konsuler
Adalah merupakan suatu praktik tradisional bahwa seorang kepala perwakilan
konsuler dilengkapi oleh pemerintahannya dengan suatu surat resmi yang
dinamakan Surat Tauliah atau Commission atau Lettre de Provision. Surat Tauliah
ini berisikan nama lengkap, gelar konsuler, wilayah konsuler tertentu dimana
seorang kepala perwakilan melaksanakan tugas-tugasnya.Surat tersebut dikirim
melalui saluran diplomatik ke negara penerima. Bila tidak berkeberatan, negara
penerima mengeluarkan sebuah dokumen yang bernama Exequatur yang berisikan
persetujuan pengangkatan kepala perwakilan konsuler tersebut. Dalam praktiknya
jarang sekali exequator yang ditolak dan kalau ditolak, pemerintah negara
penerima tidak diharuskan memberi alasan. Di Indonesia, sesuai Pasal 37 UU
45
Ibid
25
No.37 tahun 1999, Presiden menandatangani Surat Tauliah bagi seorang Konsul
Jenderal atau Konsul RI yang diangkat guna melaksanakan tugas konsuler untuk
suatu wilayah tertentu pada suatu negara asing dan menerima Surat Tauliah
seorang Konsul Jenderal atau Konsul asing yang bertugas di indonesia serta
mengeluarkan exequatur untuk memulai tugasnya.
Ketika sampai di posnya kepala perwakilan konsuler memberitahukan
kedatangannya kepada Kepala Korps Konsuler (Dean of Consular Corps) dan
melakukan kunjungan kepada pejabat-pejabat setempat dan kepala-kepala
perwakilan konsuler lainnya. Demikian juga pemerintah negara penerima
memberitahu pejabat-pejabat resmi setempat di wilayah konsuler yang terkait dan
memberikan kemudahan-kemudahan yang diperlukan untuk pelaksanakan fungsifungsinya. Bila kepala perwakilan konsuler tidak ada karena sakit atau kebetulan
kosong, pimpinan konsulat dapat dipegang sementara waktu oleh seorang pejabat
diplomatik atau pejabat lainnya sekiranya tidak ditolak negara penerima.
Seorang pejabat konsuler sewaktu-waktu dan tanpa penjelasan dinyatakan
persona non grata oleh negara penerima. Dalam hal ini Exequaturnya dibatalkan
dan tidak lagi dianggap sebagai pejabat konsuler. Disamping itu suatu negara
dapat mengangkat seorang warganegara asing untuk mengepalai suatu pos
konsuler. Yang biasanya diangkat adalah usahawan setempat yang dikenal dan
diberi nama konsul kehormatan (honorary consul). Sebagai warganegara setempat
konsul kehormatan tidak dapat menikmati hak-hak istimewa dan kebebasan yang
sama seperti yang diperoleh oleh konsul karier.
26
Bila terjadi pemutusan hubungan konsuler, kantor-kantor, hak milik dan
arsip konsulat harus dilindungi oleh negara penerima. Kegiatan-kegiatan konsulat
bersama dengan barang-barang miliknya dapat diserahkan kepada negara ketiga
yang ditunjuk dan yang disetujui negara penerima.
B.2. Tugas dan Fungsi Konsuler
Konsul adalah agen suatu negara di luar negeri, tetapi ia bukanlah agen
diplomatik. Tugas utamanya dalam kedudukannya tersebut adalah untuk
melindungi kepentingan-kepentingan komersial negaranya, tetapi mereka lazim
melakukan bermacam-macam tugas lainnya, misalnya membuat akta notaris,
memberikan paspor bagi warga negara tempat ia di tempatkan yang akan
berkunjung ke negara pengirim, mengurus perkawinan dan melaksanakan
yurisdiksi disipliner atas awak-awak kapal milik negaranya.46
Menurut sejarahnya, dinas konsuler lebih tua umurnya dari dinas
diplomatik, hal ini disebabkan karena dinas ini melaksanakan dua fungsi umum
yaitu:
1. Tugas-tugas khusus dari umum yang pertama meliputi kegiatan-kegiatan
untuk memajukan perdagangan:
a. Laporan berkala dan laporan khusus
b. Memberi
jawaban
atas
pertanyaan-pertanyaan
yang
menyangkut
perdagangan
c. Menyelesaikan
perselisihan-perselisihan
sebagainya
46
T. May Rudy, Opcit hlm 74
27
dalam
perdagangan,
dan
2. Fungsi kedua, ialah memberikan bantuan kepada warga negaranya yang
tinggal atau sedang mengadakan perjalanan di negara mana konsul itu di
tempatkan. Tugas-tugas ini meliputi:
a. Kesejahteraan dan hal-ihwal warga negara.
b. Mengatur penguburan.
c. Mengatur warisan ( estate) dari warga negara yang meninggal.
d. Bantuan atau pelayanan kepada warga negara yang melanggar peraturan
hukum di luar negeri.
e. Perlindungan dan bantuan kepada para pelaut (suatu tugas yang khusus), dan
sebagainya. 47
Fungsi-fungsi konsuler yang di perinci pasal 5 Konvensi sangat luas terdiri
dari 13 ayat dan mencakup berbagai aspek kegiatan dinas publik suatu negara
kecuali kegiatan yang bersifat non-politis. 48
a. Protecting in receiving state the interests of the sending state and its
nationals, bothindividuals and bodies corporate, within the limits permitted
by international law;.
b. Furthering the development of commercial, economic , cultural, and scientific
relations between the sending state and the receiving state and otherwise
promoting friendly relations between them in accordance with the provision of
the present Convention;
c. Ascertaining by all lawful means conditions and development in the
commerial, economic, cultural, and scientific life of the receiving state,
reporting thereon to the Government of the sending states and giving
information to persons interested;
d. Issuing pasports and travel document to nationals of the sendin state, and
visas or appropiate documents to persons wihing to travel to the sending
state;
e. Helping and assisting nationals, both individuals and bodies corporate, of the
sending state;
47
48
Ibid
Boer mauna, Opcit, hlm.574.
28
f. Acting as notary and civil registrar and in capacities of a similiar kind, and
perfoming certain functions of an administrative nature, provided that there
is nothing contrary thereto in laws and regulations of the reciving state;
g. Safeguarding the interests of nationals,both individual and bodies corperate,
of the sending state in cases of succession mortis causa in the territory of the
receiving state, in accordance with the laws and regulations of the receiving
state;
h. Safeguading within the limits imposed by the laws and regulations o the
receiving state, the interests of minors and other persons lacking full capacity
who are nationals of the snding state, particulary where any guardianship or
trusteeship is required with respect to sch persons;
i. Subject to the practices and procedures obtaining in the reciving state,
representing or arranging appropriate representation for nationals of the
sending state before the tribunals and other authority of the receiving state,
for the purpose of obtaining, on accordance with the lawsand regulation of
the receiving state, provisionals measures for the preservation of the rights
and interets of these nationals, where, because of absesence or any other
reason, such nationals are unable at the proper time to assume the defence of
their rights and interests;
j. transmitting judicial and extra- judicial documents or executing letters
rogatory or commissions to take evidence forthe courts of the sending states in
accordance with international agreement in force or, in the absence of such
international aggrements, in any other manner compatible with the laws and
regulations of the receiving state;
k. exercising rights of supervision and inspection provided for in the laws and
regulations of the sending state in respect of vessels having the nationality of
the sending state, and of aircraft registered in that state, and in respect of
their crews;
l. extending assistance to vessel and aircraft mentioned in sub paragraph (k) of
this Article, and to their crews, taking statements regarding the voyage of a
vassel, examining and stamping the ship’s papers, and without prejudice to
the powers of the authorities of the receiving state, conducting investigations
into any incidents which occurred during the voyage, and settling disputes of
any kind between the master, the officers and the seamen in so far as this may
be authorized by the laws and regulations of the sending state;
m. perfoming any other functions entrusted to a consular post by the sending
state which are not prohibited by the laws and regulations of the receiving
state or to which no objection is taken by the receiving state or which are
referred to in the international agreements in force between the sending state
and the receiving state. 49
49
Lihat Pasal 5 Konvensi Wina 1963 Tentang Hubungan Konsuler
29
B.2.1. Tingkatan-Tingkatan Kepala Perwakilan Konsuler
Pasal 9 Konvensi Wina 1963 membagi kepala perwakilan konsuler atas 4
tingkatan yaitu:
1. Konsul Jenderal;
2. Konsul;
3. Konsul Muda;
4. Agen Konsul. 50
Berbeda dengan misi diplomatik, beberapa konsulat atau konsulat jenderal
dapat dibuka di berbagai wilayah suatu negara. Luasnya wilayah yang dicakup
suatu konsulat dalam pelaksanaan tugasnya harus di laksanakan melalui
kesepakatan dengan pemerintah penerima.
Selanjutnya staf perwakilan konsuler ini dapat di bagi atas dua kategori
yaitu pejabat konsuler karier dan pejabat konsuler kehormatan. Pejabat konsul
karier adalah warga negara dari negara pengirim yang di angkat oleh kepala
negara atau menteri luar negeri dan bekerja sepenuh waktu.
Sebaliknya pejabat konsuler kehormatan biasanya berasal dari warga
negara setempat dan tidak bekerja sepenuh waktu.
Sesuai konvensi para pejabat konsul karier tidak di ijinkan melakukan
kegitan profesi atau niaga untuk kepentingan pribadi di negara penerima. Berbeda
dari masa lalu sekarang ini tidak lagi pejabat konsuler yang melakukan kegiatan
lainnya di luar dinas karena telah di larang oleh konvensi. 51
50
51
Lihat pasal 9 Konvensi Wina 1963 Tentang Hubungan Konsuler
Boer Mauna, Opcit hlm 578
30
C. Imunitas dan Privileges Pejabat Konsuler
Konsul tidak menikmati imunitas penuh dari yurisdiksi lokal, sebagaimana
yang diberikan kepada perutusan diplomatik. Lazimnya privileges dan
pembebasan-pembebasan diberikan kepada mereka berdasarkan traktat bilateral
dan hal ini dapat meliputi imunitas dari proses perkara pengadilan negara
setempat. Didalam kapasitas jabatan mereka dan termasuk dalam tugas-tugas
resmi jabatan konsuler menurut hukum internasional, tidak tunduk kepada proses
perkara
pengadilan
setempat kecuali jika pemerintah mereka menyetujui
dilaksanakannya proses perkara tersebut. 52
Dalam praktek sejumlah besar privileges dengan sendirinya menyertai
jabatan dinas konsuler. Apabila tidak ada privileges, maka konsul tidak dapat
menjalankan tugas-tugas dan fungsi-fungsi mereka dan karenanya tepat apabila
privilege-privilege tersebut diakui secara umum oleh semua negara. Contoh dari
privileges itu adalah pembebasan konsul dari jabatan juri, haknya untuk jaminan
keamanan dalam perjalanan, hak atas kebebaasan berkomunikasi dengan warga
negara dari negara yang mengirim, inviolabilitas terhadap surat-surat dinas dan
arsip-arsipnya. 53 Serta haknya apabila dituduh melakukan tindak pidana untuk
dibebaskan dengan jaminan atau ditempatkan dibawah pengawasan sampai saat
berakhirnya exequatur atau
digantikan tempatnya oleh konsul lain. Negara-
negara tertentu juga memberikan kepada konsul pembebasan-pembebasan terbatas
dari pajak dan bea cukai. 54
52
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi kesepuluh (1) , Sinar Grafika, Jakarta,
2003,hlm.574.
53
Ibid
54
Ibid
31
Namun pada umumnya privileges konsul menurut hukum internasional
kurang begitu jelas dan kongkrit dibanding dengan privileges utusan diplomatik,
meskipun dalam konvensi Wina tanggal 24 April 1963, yang telah disebutkan
diatas, telah diusahakan untuk memperluas kepada konsul mutatis mutandis
sejumlah hak, privileges dan imunitas yang berlaku menurut Konvensi Wina
tentang hubungan-hubungan Diplomatik tanggal 18 April 1961. Berkaitan dengan
hal ini Inggris dan Amerika Serikat keduanya telah merundingkan konvensikonvensi atau traktat-traktat konsuler standar dengan sejumlah negara dengan
maksud agar hak-hak dan privileges konsul dapat ditentukan lebih pasti dan
ditempatkan pada suatu landasan yang seluas dan seaman mungkin. 55
Kecenderungan negara-negara pada zaman modern ini adalah mencampuradukan tugas diplomatik dengan tugas konsuler dan yang sering terjadi
perwakilan-perwakilan
negara-negara
menempati,
bertukar
tempat
atau
merangkap 56 jabatan-jabatan diplomatik dan konsuler. Akibat dari kecenderungan
ini, perbedaan antara privilege diplomatik dan konsuler saat ini sedikit demi
sedikit telah dipersempit.
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi Wina 1963 tentang
hubungan konsuler berisikan hak-hak istimewa, kekebalan dan kemudahan yang
di berikan kepada para pejabat konsuler dengan tujuan untuk memperlancar dan
55
Ibid
Lihat, Misalnya Engelke v Musmann (1928) AC 433. fungsi-fugsi konsuler dapat dijalankan
oleh misi-misi diplomatik;lihat pasal 3 ayat 2 Konvensi Wina tentang hubungan-hubungan
Diplomatik. Demikian pula, fungsi-fungsi diplomatik dapat di jalankan oleh pejabat-pejabat
konsuler ( tidak perlu seorang pemimpinnya) dalam suatu negara, apabila negara pengirim tidak
memiliki misi diplomatik dan dengan persetujuan dari negara penerima ; lihat pasal 17 Konvensi
Wina tahun 1963. dalam surat Edaran Departemen luar negeri Luar Negeri Amerika Serikat
tanggal 16 Januari 1958, dikatakan bahwa Pemerintah Amerika Serikat akan tetap mengakui suatu
kapasiras ganda anggota-anggota misi diplomatik di Washington yang juga melaksanakan fungsifungsi konsuler.
56
32
mempermudah kegiatan-kegiatan yang dilakukan merekadi negara penerima. Di
samping itu banyak pula negara selain menjadi pihak dalam konvensi ini membuat
persetujuan-persetujuan bilateral dengan negara lain yang bertujuan untuk
memperluas ruang lingkup hak-hak isrimewa dan kemudahan tetapi bukan
kekebalan-kekebalan. Namun ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi
cukup luas dan telah merupakan praktek-praktek standar di bidang hak-hak
istimewa dan kekebalan konsuler yang antara lain dapat di sebutkan sebagai
berikut :
1. Kekebalan Kantor- Kantor Konsuler
Seperti halnya dengan perwakilan diplomatik, kantor-kantor konsuler tidak
boleh di ganggu gugat dan para petugas setempat tidak boleh masuk kecuali
dengan izin dari kepala perwakilan. Negara penerima mempunyai kewajiban
untuk mengambil tindakan yang di perlukan untuk melindungi kantor-kantor
konsuler. Perlindungan terhadap kantor-kantor perwailan ini secara terinci
diuraikan dalam pasal 31 Konvensi. Namun konvensi tidak berisikan ketentuanketentuan tentang tempat kediaman kepala perwakilan konsuler. Sehubungan
dengan itu banyak pula negara yang membuat persetujuan-persetujuan Konsuler
yang mengakui kekebalan tempat kediaman para konsul selain ada pula sejumlah
negara yang membuat perturan-peraturan nasional untuk hal yang sama. Selain itu
kantor-kantor konsuler sesuai hukum internasional juga bebas dari pajak-pajak
bangunan. Selanjutnya arsip dan dokumen konsuler tidak dapat di ganggu gugat
seperti yang di tegaskan oleh pasal 33 Konvensi.
33
2. Kekebalan Alat - Alat Komunikasi
Negara penerima mengizinkan suatu konsulat mempunyai komunikasi
yang bebas untuk semua kegiatan resmi. Konsulat juga boleh memakai kurir
diplomatik atau konsuler dan kantong diplomatik atau konsuler dan juga boleh
mengirim dan menerima
berita dalam kode, sandi rahasia. Konsulat dapat
memasang pemancar radio hanya dengan seizin negara penerima.
3. Kekebalan berkomunikasi
Kebebasan dan perlindungan atas komunikasi resmi konsulat didasarkan
atas pertimbangan kebutuhan fungsional yang hampir sama seperti pada
perwakilan diplomatik. Warganegara dari negara pengirim bebas untuk
berkomunikasi dengan konsulat-konsulat mereka dan sebaliknya para pejabat
konsuler juga bebas berkomunikasi dengan warga mereka di negara penerima
seperti yang di jelaskan dalam pasal 36 ayat 1 Konvensi 57 .
Surat menyurat resmi dan kantong konsulat tidak boleh di ganggu gugat
dan bebas dari segala campur tangan termasuk inspeksi dan penyensoran, namun
seperti yang dinyatakan dalam pasal 35 ayat 3 Konvensi, kantong konsuler dapat
di buka bila instansi yang berwenang di negara penerima mempunyai alasan yang
sungguh-sungguh untuk mencurigai kantong konsuler tersebut. 58
4. Kekebalan Pribadi Pejabat Konsuler
Secara universal diakui bahwa negara penerima harus memberikan
perlindungan kepada pejabat konsuler dan memperlakukan mereka sesuai dengan
kedudukan resminya. Kewajiban ini yang juga mencakup konsul-konsul
57
58
Lihat Pasal 36 Ayat 1 Konvensi Wina 1963 Tentang Hubungan Konsuler
Lihat Pasal 35 Ayat 3 Konvensi Wina 1963 Tentang Hubungan Konsuler
34
kehormatan dianggap sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional.
Perlindungan ini juga di dasarkan fakta bahwa seoran konsul adalah wakil resmi
dari pemerintahannya di negara penerima dan
bertugas untuk melaksanakan
fungsi-fungsi resmi atas nama negaranya di wilayah konsuler tertentu. Kewajiban
untuk melindungi juga di anggap mutlak agar para konsul tersebut dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik dan lancar demi terpeliharanya hubungan
baik antara kedua negara.
Di samping itu berbeda dengan pejabat diplomatik, para pejabat konsuler
tidak selalu kebal dari yuridiksi peradilan lokal, sipil, maupun kriminal. Namun
praktek negara pada umunya mengakui bahwa seorang konsul yang melakkan
suatu perbuatan dalam pelaksanaan tugasnya secara resmi tidak dapat di tuntut
dan dibebaskan dari yurisdiksi lokal. Alasannya ialah seorang konsul yang
melaksanakan tugas-tugasnya bertindak atas nama negara pengirim dan karena itu
tidak bisa dituntut tanpa seizin negara yang bersangkutan. Prinsip ini kemudian di
tegaskan oleh pasal 43 ayat 1 Konvensi 59 .
Itu berarti bahwa untuk setiap perbuatan di luar pelaksanaan fungsi resmi,
seorang konsul dapat di ajukan ke pengadilan seperti orang-orang biasa lainnya.
5. Kekebalan Fiskal Dan Kekebalan Lainnya
Suatu ketentuan yang diakui secara universal ialah kantor-kantor yang
digunaka untuk kegiatan-kegiatan konsuler bebas dari pajak nasional atau lokal di
negara penerima seperti juga halnya dengan kantor-kantor perwakilan diplomatik.
Pasal 32 ayat 1 Konvensi menegaskan prinsip-prinsip bahwa kantor-kantor
59
Lihat Pasal 43 Ayat 1 Konvensi Wina 1963 Tetang Hubungan Konsuler
35
perwakilan perwakilan konsuler dan rumah kediaman kepala perwakilan konsuler
bebas dari segala pajak dan pungutan nasional, regional atau munisipal, bila
kantor kediaman tersebut dimiliki atau di sewa oleh negara pengirim. Namun
pembebasan ini tidak berlaku pada pembayaran atas pungutan dari jasa-jasa
tertentu seperti listrik, air dan pengambilan sampah. 60
6. Pembebasan dari Pembayaran Pajak Pribadi
Pembebasan pajak juga di berikan kepada pejabat-pejabat konsuler karier
atas dasar konvensi-konvensi konsuler ataupun pengaturan-pengaturan bilateral
antara negara pengirim dan negara penerima. Para pejabat konsuler bebas dari
semua pajak langsung apakah di pungut oleh pemerintah negara penerima atau
pemerintah daerah. Alasan bagi pembebasan ini adalah pajak tersebut yang di
bayar oleh penduduk dan orang-orang setempat tidak sepantasnya di bayar pula
oleh asing yang kebetulan berada di negara penerima dan yang melaksanakan
tugas-tugas ke negaraan negara pengirim. Pasal 49 ayat 1 konvensi menegaskan
bahwa prinsip ini yang memberikan pembebasan pajak langsung kepada pejabatpejabat konsuler beserta keluarganya. Di samping itu dengan jelas dinyatakan pula
bahwa pembebasan pajak-pajak tersebut tidak ternasuk pajak - pajak tidak
langsung yang biasanya sudah termasuk dalam harga barang atau jasa. 61
7. Pembebasan Bea Masuk
Juga diakui secara universal bahwa barang-barang yang di impor oleh
perwakilan konsuler untuk keperluan resmi bebas dari bea masuk, alasan
60
61
Lihat Pasal 32 Ayat 1 Konvensi Wina 1963 Tentang Hubungan Konsuler
Lihat Pasal 49 Ayat 1 Konvensi Wina 1963 Tentang Hubungan Konsuler
36
pembebasan ini ialah barang-barang keperluan kantor tersebut merupakan milik
pemeritahan negara pengirim dan digunakan untuk keperluan resmi dan karena itu
kebal dari yurisdiksi negara penerima. Namun negara-negara dapat menetapkan,
melalui ketentuan-ketentuan dalam negeri, syarat-syarat dan prosedur berlakunya
pembebasan bea masuk terutama kapan barang-barang keperluan itu harus di
impor dan juga sampai kapan barang-barang yang di impor tanpa pajak tersebut
tidak boleh dijual kembali. Pengaturan demikian di anggap perlu untuk
melindungi kepentingan negara penerima di samping juga mengurangi kasuskasus penyalahgunaan hak-hak istimewa. Di samping itu dapat pula dinyatakan
bahwa konsul kehormatan tidak memperoleh pembebasan bea masuk barangbarang yang diimpor untuk kepeluan pribadi atau keburtuhan keluarganya.
Pembebasan bea masuk memang dapat diberikan atas barang impor tertentu untuk
kepentingan resmi konsulat yang di kepalai oleh konsul kehormatan dengan
catatan bahwa betul-betul di gunakan untuk keperluan dinas dan merupakan milik
pengirim.
C.1. Mulai dan Berakhirnya Hak Imunitas dan Privileges Pegawai Konsuler
Ketentuan tentang mulai dan berakhirnya hak imunitas dan Privileges
konsuler telah diatur dalam pasal 53 Konvensi Wina 1963 tentang hubungan
Konsuler. Pegawai konsuler mulai menikmati hak imunitas dan Privileges pada
saat dia mulai memasuki wilayah negara penerima atau pada saat dia memasuki
wilayah negara penerima dan masuk kedalam consular post dalam rangka
menjalankan tugasnya. Hak imunitas dan Privileges tersebut di nikmati pula oleh
keluarga dan staff pribadinya.
37
Apabila tugas dari anggota pegawai diplomatik dari suatu consular post
telah berakhir dan telah meninggalkan wilayah negara negara penerima, maka
secara normalnya hak imunitas dan Privileges pun berakhir tetapi, sebagai
tindakan penghormatan untuk tindakan yang dilakukan oleh pegawai konsuler,
imunitas dari jurisdiksi akan tetap berlanjut tanpa adanya batasan waktu.62
62
Lihat pasal 53 Konvensi Wina 1963 Tentang Hubungan Konsuler
38
BAB III
CENTRE CULTURAL PERANCIS (CCF) DAN HUBUNGAN
KONSULER ANTARA INDONESIA DAN PERANCIS
A. Hubungan Konsuler Di Indonesia
Intensitas kerjasama antara Indonesia dengan negara-negara lain, baik
bilateral maupun multilateral, dalam rangka pelaksanaan hubungan dan politik
luar negeri semenjak beberapa dekade ini mengalami peningkatan yang sangat
cepat. Meningkatnya hubungan kerjasama tersebut memerlukan adanya
pengaturan-pengaturan mengenai kegiatan hubungan luar negeri yang jelas,
terkoordinasi dan terpadu serta mempunyai kepastian hukum.
Disamping itu, dalam rangka penyelenggaraan hubungan luar negeri dan
pelaksanaan politik luar negeri, Indonesia terikat oleh ketentuan-ketentuan hukum
dan kebiasaan internasional yang merupakan dasar pergaulan dan hubungan antar
negara. Dengan demikian, keberadaan suatu undang-undang tentang hubungan
luar negeri yang mengatur secara dan terpadu mengenai kegiatan penyelenggaraan
hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri menjadi penting,
terutama setelah Indonesia meratifikasi Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan
Diplomatik dan Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler.
Agar tercapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan hubungan luar
negeri yang melibatkan berbagai lembaga dan instansi pemerintah beserta
perangkatnya, diperlukan adanya koordinasi antar departemen dan perwakilan
Republik Indonesia dengan Departemen Luar Negeri.
39
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain menggariskan agar
pemerintah negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah
darah
Indonesia
dan
untuk
memajukan
kesejahteraan
umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.63
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor:
IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara menjelaskan tentang
hubungan luar Negeri Republik Indonesia sebagai berikut:
a. Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif di abadikan kepada
kepentingan nasional, terutama untuk pembangunan di segala bidang;
b. Meneruskan usaha-usaha pemantapan stabilitas dan kerjasama di wilayah Asia
Tenggara dan fasifik barat daya, khususnya dalam lingkungan ASEAN, dalam
rangka mempertinggi tingkat ketahanan nasional untuk mencapai ketahanan
REGIONAL;
c. Meningkatkan peranan Indonesia didunia internasional dalam rangka
membina dan meningkatkan persahabatan dan kerjasama yang saling
bermanfaat antar bangsa-bangsa:
d. Memperkokoh kesetiakawanan, persatuan, dan kerjasama ekonomi diantara
negara-negara yang sedang membangun dan untuk mempercepat terwujudnya
tata ekonomi dunia baru;
63
Lihat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke-4
40
e. Meningkatkan kerjasama antar negara untuk mengalang perdamaian dan
ketertiban dunia demi kesejahteraan umat manusia berdasarkan kemerdekaan
dan keadilan sosial.64
Dalam rangka melaksanakan poitik luar negeri yang bebas aktif untuk
menjamin dan memelihara kepentingan nasional Indonesia dan ikut membantu
tercapainya ketertiban dunia serta memajukan kerjasama dan hubungan
persahabatan dengan semua bangsa didunia, pemerintah Indonesia membuka dan
menempatkan perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler di berbagai negara.
Di samping itu pemerintah Indonesia menerima pula perwakilan diplomatik dan
perwakilan konsuler negara lain.
Selain itu pula hal-hal yang berkaitan dengan prosedur pendirian lembaga
kebudayaan, serta lembaga atau badan kerjasama antara masyarakat Indonesia dan
masyarakat negara asing yang bersangkutan merupakan salah satu bentuk
hubungan luar negeri antar masyarakat. Lembaga atau badan Indonesia-asing
semacam itu sudah ada dan mungkin dilihat secara patut dilihat secara positif,
karena merupakan hasil prakasa kalangan masyarakat sendiri guna membina dan
memupuk saling pengertian, persahabatan dan kerjasama antar bangsa.
Mengenai tata cara pembukaan hubungan diplomatik dan konsuler maupun
pembukaan perwakilan diplomatik atau konsuler seperti tertera dalam pasal 9
Vienna Convention on Diplomatic Relation and Optional Protocols 1961 yang
menyebutkan bahwa :
64
Ketetapan MPR No IV/1978 Tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tentang Hubungan
Luar Negeri
41
1. The receiving state may at any time and without having explain its
decesion,notify the sending state that the head of the mision or any member of
the diplomatic staaf of the mission is persona non grata or that any other
member of the staff of the mission is not acceptable. In any such case, the
sending state shall, as appropiate, either recall the person concerned or
terminate his functions wiht the mission. A person may be declared non grata
or not acceptable before arriving in the territory of the receiving state.
2. If the sending state refuses or fails within a reasonable period to carry out its
obligations under paragraph 1 of this articel, the receiving state may refuse
to recognize the person concerned as a member of the mission”.65
Maksud dari pasal tersebut adalah negara penerima dapat kapan pun tanpa
harus mengemukakan alasan keputusannya untuk menetapkan bahwa kepala
perwakilan misinya atau anggotanya dinyatakan persona non grata atau anggota
lainnya dari staff yang mengemban misi tersbut tidak dapat diterima. Dalam
beberapa kasus negara pengirim dapat memanggil kembali orang yang
menjalankan menjalankan funsi-fungsi dari misinya. Setiap orang yang
menjalankan tugas-tugas tersebut dapat dinyatakan persona non grata sebelum
tiba di wilayah tempat tugasnya.
Jika negara pengirim menolak atau gagal dalam beberapa waktu dalam
menjalankan tugas dan kewajibanya di bawah pasal 1 dari pasal ini negara
penerima dapat menolak untuk mengenali orang tersebut sebagai anggota dari
misi tersebut.
Pasal 9 tersebut merupakan penegasan dari pasal 2 yang menyebutkan
bahwa “ The establisment of diplomatik relation between states, and of permanent
diplomatic misions, takes place by mutual concent.”
Maksud dari pasal 2 diatas bahwa hubungan diplomatik yang di jalankan
oleh negara-negara dilakukan dengan saling kesepakatan. Maka untuk dapat
65
Pasal 9 Vienna Convention On Diplomatic Relation and Optional Protocola 1961
42
mengadakan hubungan diplomatik dan konsuler harus adanya kesepakan terlebih
dahulu dari para pihak tersebut. Kesepakatan merupakan hal yang harus di
perhatikan oleh para pihak untuk membuka hubungan diplomatik.
B. Sejarah dan Status Centre Cultular Perancis.
Alliance Perancise merupakan cikal bakal terbentuknya CCF Bandung
maupun CCF Jakarta yang didirikan tahun 1986, sekitar tahun 1939, seorang
sarjana hukum J.L.A. Visser adalah tokoh pendirian Alliance Perancise
de
Bandung atau lebih dikenal dengan AFB de Bandung. Beliau telah berhasil
mengumpulkan 40 anggota dan mereka berhasil mendirikan perpustakaan kecil
yang memiliki anggaran dasar sendiri dari hasil iuran anggota dan mulai
berlangganan majalah-majalah dan koran-koran Perancis, sedangkan buku-buku
yang lain diperoleh dari sumbangan Alliance Perancise pusat Perancis.
Sekitar tahun 1940-1949, ketika terjadi perang pasifik dan pendudukan
Jepang di Indonesia, seluruh kegiatan tidak dapat berjalan seperti biasanya.
Kemudian, sekitar bulan september 1949, F.C de Rooy, seorang dosen sastra
Perancis, mengambil alih posisi dan melanjutkan kembali kegiatan rutin AFB.
Pada awal terbentuknya AFB kembali, jumlah koleksi bertambah menjadi 1.000
judul pada tahun 1951. Alliance Perancise de Bandung banyak memberikan
sumbangan buku-buku dan majalah setiap bulannya.
Setelah F.C de Rooy, AFB diketuai oleh E.P.Petit dan dibantu oleh dua
wakil, yaitu Drs. Sukondo Bustaman dan Widyawati Kusno Utomo. Alliance
Perancise de Bandung banyak mengalami kemajuan pesat pada tahun 1969, sejak
aktifnya Pierre Labrousse, seorang Dosen Sastra Perancis Uviversitas Padjajaran
43
. pada saat itu mulai diadakan pertunjukan-pertunjukan seni dan budaya. Lokasi
AFB yang semula di jalan Ir.H. Juanda No. 69 pindah ke Jl. Sawunggaling No.
10 A untuk mendukung kegiatannya yang semakin banyak. Sejak tahun 1975
hingga sekarang. AFB menempati gedung di Jl. Purnawarman No. 32 Bandung.
Kemudian, Adrier Antier, Direktur pengajaran AFB bersama Dr. Yorga Ibrahim,
seorang dosen ITB mendirikan Pusat Perhimpunan Kebudayaan Indonesia
Perancis.
Pada tahun 1976 Kedutaan Besar Perancis di Indonesia menggabungkan
AFB dengan Centre de Documentation Universitaire Scientifique et Technique
(CEDUST). Pada tahun 1986, CEDUST berganti nama menjadi Centre Culturel
Perancis (CCF), namun AFB tidak mengalami perubahan nama. Pimpinan CCF
yang pada saat itu di pegang oleh M. Baltzer, dan para staffnya terus berusaha
keras untuk memajukan CCF de Bandung yang lebih menitik beratkan pada
bidang kebudayaan dan bahasa Perancis.
Sampai saat ini, CCF de Bandung telah mengalami pergantian
kepemimpinan sebanyak enam kali, yaitu:
1. M. Baltzer
tahun 1982-1988
2. M. Piere Yves Sonalet
tahun 1992-1997
3. M. Jean Rominicianu
tahun 1997-2000
4. M.Jean Michel Phelin
tahun 2000-2004
5. M. Laurent Vergain
tahun 2004 - sekarang
Indonesia sebagai negara yang berdaulat tidak bisa menutup diri dari
pengaruh globalisai. Akibatnya Indonesia sering mengadakan kerjasama dengan
44
negara lain, salah satunya dengan negara Perancis yang berupa mengadakan
hubungan konsuler. Bentuk dari kerjasama konsuler tesebut adalah dengan di
bentuknya CCF di Indonesia salah satunya terdapat di Bandung yang berada di
bawah konsul kehormatan negara Perancis alasan didirikannya CCF karena di
Bandung ini terdapat universitas-universitas seperti UNPAD, ITB,UPI
yang
membuka jurusan bahasa Perancis atau banyak mahasiswa yang tertarik dengan
bahasa Perancis, sehingga mulai di buka perpustakaan bahasa Perancis di CCF
yang dapat mengakomodir kebutuhan mahasiswa tersebut dalam mempelajari
bahasa Perancis.
CCF Bandung merupakan media untuk mendapatkan informasi tentang
negara Perancis terutama tentang kebudayaannya. Selain itu juga CCF Bandung
merupakan agen konsuler Perancis di Bandung yang memiliki tugas antara lain:
1. Mendaftar dan mendata orang Perancis yang berada di Bandung.
2. Melayani urusan mengenai surat/ akta penting yang diperlukan orang-orang
Perancis untuk di kirim ke Konsulat di Jakarta.
3. Memberikan keterangan tentang pembuatan visa Perancis.
4. Memberikan layanan terjemahan baik dokumen penting maupun dokumen
biasa.
CCF Bandung memiliki tujuan memperkenalkan budaya Perancis kepada
masyarakat kota Bandung dengan cara membuka program kursus bahasa Perancis
yang terbuka bagi umum yang terdiri dari kelas intensif, semi intensif, dan ektensif,
yang di lengkapi fasilitas perpustakaan. Selain di bidang sastra CCF Bandung juga
sering mengadakan kegiatan-kegiatan kebudayaan seperti mengadakan pameran,
45
pentas seni theater, mediatek, dan lain-lain yang bertujuan untuk memperkenalkan
dan menyebarluaskan kebudayaan Perancis di Indonesia.
C. Visi Centre Culturel Perancis
Visi dari CCF de Bandung telah di tentukan dari Pemerintah Perancis
sendiri yaitu “CCF sebagai etalase kebudayaan Perancis”. Visi CCF dapat di
jabarkan sebagai berikut:
1.
Sebagai showroom bagi masyarakat Indonesia umumnya dan Bandung
hususnya bagi yang ingin melihat kebudayaan Perancis
2.
untuk memperkenalkan juga kebudayaan dan kesenian Indonesia, karena
setiap tahunnya ada pengiriman artis dari Indonesia ke Perancis.
3.
merubah pandangan orang-orang yang selama ini menilai negatif Perancis
dan juga sebaliknya, merubah pandangan orang-orang Perancis yang selama
ini menilai negatif Indonesia, melalui saling bertukar budaya dan kesenian.
D. Misi Centre Culturel Perancise.
Secara umum misi dari didirikannya CCF adalah untuk memperkenalkan
kebudayaan Perancis kepada penduduk bandung dan sekitarnya, bentuk
implementasinya dengan berdirinya perpustakaan CCF de Bandung dan juga
membuka program kursus bahasa Perancis. Kursus yang terbuka untuk umum ini
terdiri dari kelas semi intensif dan ekstensif. Selain itu CCF Bandung mengadakan
kegiatan-kegiatan kebudayaan, baik itu pengenalan budaya masing-masing
dengan bekerjasama dengan berbagai organisasi atau instansi pemerintah
Indonesia agar masyarakat lebih mengenal budaya Perancis dan sebaliknya. CCF
46
Bandung memang lebih menekankan kerajasama pada bidang kebudayaan, karena
negara Perancis memang di kenal sebagai negara yang memiliki keindahan seni.
Misi CCF dapat di rinci sebagai berikut,
1.
Menyebarluaskan dan mempromosikan kebudayaan dan bahasa Perancis
2.
Melakukan semua kegiatan budaya untuk mewujudkan kerjasama budaya
dan pertukaran budaya Indonesia dan Perancis
3.
Dengan mengadakan petunjukan seni dan pengadaan sarasehan sastra seta
program-program budayanya, CCF
mengajak masyarakat untuk lebih
mengenal Perancis, serta mengenalkan budaya Indonesia pada masyarakat
Perancis.
4.
Melayani masyarakat yang ingin belajar Perancis yaitu dengan membuka
kursus bahasa yang didukung dengan perpustakaan yang memiliki koleksi
dari mulai bacaan ringan sampa karya-karya besar pengarang Perancis dan
buku ilmu pengetahuan yang di harapkan dapat menambah wawasan ,juga
menyelenggarakan DELF (Diplome d’Etudes de Perancise).
Agar tujuan CCF bandung dalam menyebarluaskan kebudayaan negaranya
dapat berjalan dengan baik, CCF Bandung mempunyai beberapa cara dalam
mencapai tersebut yaitu:
1. Mensosialisasikan tiap-tiap program dari acara dengan menerbitkan bulletin
voila’ dan menempelkan poster kegiatan
2. Menyediakan fasilitas selain perpustakaan yaitu mediatek serta sine –klub
bagi mereka yang ingin mengenal dekat Perancis dan Bahasa Perancis.
47
3. Mengadakan kegiatan pada tiap-tiap hari-hari besar Perancis atau hari yang
bersejarah bagi masyarakat Perancis umtuk memperkenalkan Perancis
dengan lebih jauh.
4. Mengadakan kerjasama dengan organisasi-organisasi lain yang di Bandung
dan dengan instansi-instansi pemerintah, untuk
lebih tahu kondisi dan
keinginan publik saat ini.
5. Mengadakan rapat mingguan seluruh staff untuk membahas seluruh
program, evaluasi kerja dan menyelesaikan masalah.
6. Menekankan semangat kekeluargaan antar seluruh staff, baik pimpinan
maupun pegawai.
Indonesia tetap menjalin hubungan kerjasama dengan negara Perancis
walaupun secara kenyataannya dalam melaksanakan hubungan kerjasama ini
Pemerintah Perancis mengeluarkan kebijakan di negaranya yang merugikan
bahwa ada pelarangan untuk melaksanakan memakai jilbab bagi mahasiswi non
muslim yang ada di Perancis. Tentu saja kebijakan ini sangat bertentangan dengan
kebebasan beragama. Selain itu Perancis di kenal juga sebagai negara yang warga
negaranya sangat fanatik terhadap bahasanya
sehingga mereka tidak mau
berbicara bahasa asing lainya, sekalipun itu adalah bahasa inggris yang
merupakan bahasa internasional.
Tetapi hal tersebut tidak menghambat hubungan persahabatan antara
Indonesia dan Perancis, CCF bandung tetap berdiri sebagai media kerjasama di
bidang kebudayaan, kesenia dan bahasa Perancis yang berada di bawah naungan
48
Konsul kehormatan Perancis dan tetap melaksanakan fungsi-fungsi konsuler di
Indonesia.
E. Program - Program CCF Yang Sedang Berjalan
Adapun program - program CCF yang sudah berjalan dalam melaksanakan
visi misinya dalam memperkenalkan budaya Perancis adalah :
1. Menyelengarakan peogram kursus bahasa Perancis untuk umum
2. Menyediakan perpustakaan bahasa Perancis yang juga terbuka bagi umum.
3. Menyediakan fasilitas mediatek bagi sisawa CCF yang ingin lebih
memperdalam penguasaan terhadap sastra Perancis.
4. Menerbitkan bulletin “Voilla” yang dapat diperoleh secara gratis.
5. Mengadakan kegiatan-kegiatan budaya seperti pameran theater, lukisan dan
puisi.
6. Mengadakan acara kebudayaan pada hari kemerdekaan Perancis dan hari- hari
bersejarah negara Perancis.
7. Mengadakan kegiatan pembuatan film Perancis yang kadang-kadang bekerja
sama dengan seniman Indonesia. Film-film Perancis yang di tayangkan tuidak
melalui proses sensor, film-film Perancis yang ditayangkan di CCF hanya
melalui Proses editing di negara Perancis.66
66
Hasil Wawancara dengan ibu Tety, bidang kekonsuleran pada tanggal 11 Januari 2008 di CCF
49
BAB IV
ANALISIS KEDUDUKAN CENTRE CULTUREL FRANCAIS
(CCF) DALAM MELAKSANAKAN FUNGSI-FUNGSI
KONSULER MENURUT HUKUM INTERNASIONAL DAN
IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA
A. Pengaturan Hubungan Internasional Terhadap Hubungan Konsuler
Dikaitkan dengan Status CCF Sebagai Lembaga Konsuler
Indonesia merupakan negara yang selalu berusaha untuk menjaga
hubungan persahabatan dengan semua negara-negara di dunia dalam berbagai
aspek kehidupan, walaupun dampak dari hubungan kerjasama tersebut tidak selalu
menguntungkan. Indonesia sebagai negara yang berdaulat selalu menerima
perwakilan konsuler dan begitupun sebaliknya selain hubungan diplomatik
hubungan kerjasama antara negara bisa dilakukan dengan membuka hubungan
konsuler.
Hampir semua negara pada saat ini di wakili di wilayah-wilayah negara
asing oleh utusan-utusan diplomatik tersebut yang sifatnya permanen, meskipun
pada kenyataannya pejabat-pejabat yang bertugas dapat berubah dari waktu ke
waktu. Sejalan dengan perkembangan yang terjadi ratusan tahun, lembaga
perwakilan diplomatik telah menjadi sarana utama sebagai penghubung antara
negara-negara.65
Dalam perkembangannya, hukum diplomatik mempunyai lingkup yang
lebih luas lagi, bukan saja mencakupi hubungan diplomatik antara negara, tetapi
65
Starke, J.G, Opcit, hlm.543.
50
juga hubungan konsuler dan keterwakilan negara dalam hubungannya dengan
organisasi-organisasi internasional.66
Seorang konsul, seperti seorang diplomat, mewakili negaranya di negara
lain, tetapi tidak seperti seorang diplomat mereka tidak mengurusi masalahmasalah yang bersifat politik antara dua negara. Mereka menjalankan fungsifungsi non-politis yang luas seperti mengeluarkan paspor-paspor dan visa-visa,
memperhatikan kepentingan dalam hal perdagangan dari negaranya dan lainnya.
Seorang konsuler sering berada di setiap kota-kota dalam provinsi seperti ibu
kota.
Kecenderungan
negara-negara
pada
zaman
modern
ini
adalah
mencampuradukan tugas diplomatik dengan tugas konsuler yang sering terjadi
perwakilan-perwakilan
negara-negara
menempati,
bertukar
tempat,
atau
merangkap jabatan-jabatan diplomatik dan konsuler. Akibat dari kecenderungan
ini, perbedaan antara previleges diplomatik dan konsuler saat ini sedikit demi
sedikit telah dipersempit.67
Fungsi utama dari konsul jendral, konsul, konsul muda, dan agen konsul
adalah untuk mewakili negaranya dan berhubungan dengan negara penerima.
Mereka menikmati
beberapa hak imunitas tapi tidak seluas yang di berikan
kepada agen diplomatik. Peraturan yang berhubungan dengan hubungan konsuler
terdapat dalam Konvensi Wina 1963 yang mulai berlaku pada tahun 1967.
Seperti dalam
persoalan hubungan-hubungan diplomatik, hubungan
konsuler hanya dapat berjalan dengan persetujuan dari kedua negara. Konvensi
66
67
Sumaryo Suryokusumo, Opcit, hlm.5.
J.G Starke, Opcit, hlm.545.
51
menyediakan inviolabiltas untuk gedung-gedung staff perwakilan konsuler dan
arsip-arsip serta dokumen-dokumen. Pejabat konsuler juga mempunyai hak
kekebasan bergerak (freedom of movement) sebagai subjek yang di perlukan
dalam hal keamanan negara, dan kebebasan berkomunikasi (Freedom of
Communication). Pejabat konsuler, bagaimana pun juga menikmati hak imunitas
yang lengkap dari yurisdiksi negara setempat, walaupun mereka tidak dapat di
tangkap atau di tahan, di tempatkan dalam kasus tindak kejahatan yang berat,
mereka dapat menjadi subjek dalam perkara kriminal atau kejahatan. Hak-hak
imunitas dari yurisdiksi pidana setempat dan yurisdiksi administratif hanya dapat
di perluas dalam tindakan-tindakan mereka dalam menjalankan fungsi-fungsi
konsuler. Anggota
keluarga dari staf
konsuler tidak menikmati hak-hak
kekebalan yang signifikan.
Menurut pasal 6 dan 7 keputusan Presiden Republik Indonesia No 108
Tentang Organisasi perwakilan Republik Indonesia di luar negeri menyebutkan
bahwa
“Perwakilan
konsuler
mempunyai
tugas
pokok
mewakili
dan
memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan pemerintahan Republik
Indonesia melindungi kepentingan warga negara Indonesia dan badan hukum
Indonesia melalui pelaksanaan hubungan kekonsuleran dengan negara penerima,
termasuk peningkatan hubungan ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan
kebijakan politik dan hubungan luar negeri, peraturan perundang-undangan
nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional.” 68
68
Lihat Pasal 6 Keputusan Presiden RI No.108 Tentang Organisasi RI di luar negeri
52
Sedangkan pasal 7 menyebutkan bahwa “Untuk melaksanakan tugas
pokok
sebagaimana
di
maksud
dalam
pasal
6,
perwakilan
konsuler
menyelenggarakan fungsi:
1.
Perlindungan terhadap kepentingan warga negara Indonesia dan badan
hukum Indonesia di wilayah kerja dalam wilayah negara penerima.
2.
Pemberian bimbingan dan pengayoman terhadap Warga negara Indonesia
dan badan hukum Indonesia di wilayah negara penerima
3.
Konsuler dan protokol
4.
Peningkatan hubungan perekonomian, perdagangan, kebudayaan dan ilmu
pengetahuan.
5.
Pengamatan, penilaian, dan pelaporan mengenai kondisi dan perkembangan
di negara penerima
6.
Kegiatan manajemen kepegawaian, keuangan, perlengkapan, pengamanan
internal pewakilan komunikasi dan pesandian.
7.
Fungsi-fungsi lain sesuai dengan hukum dan praktek internasional.69
Konsuler adalah kata yang digunakan untuk menggambarkan pelayanan
yang di berikan oleh negara kepada warga negaranya yang menetap diluar negeri.
Hal ini seperti yang terdapat dalam pasal 5 Konvensi Wina 1963 tentang
Hubungan konsuler yang menyebutkan
tentang tugas –tugas konsuler yaitu:
melindungi kepentingan-kepentingan negara pengirim dan kepentingan warga
negara yang berada di negara penerima, memajukan hubungan niaga, ekonomi,
kebudayaan dan ilmu pengetahuan di negara penerima, mengeluarkan paspor dan
69
Lihat pasal 7 Keputusan Presiden RI No 108 Tentang Organisasi Perwakilan RI di luar negeri
53
surat jalan kepada warga negara pengirim, visa atau surat-surat lainnya, bertindak
sebagai notaris dan pejabat catatan sipil, melaksanakan hak pengawasan dan
pemeriksaan terhadap kapal-kapal negara pengirim, serta fungsi-fungsi lainya
yang tidak di larang oleh hukum dan peraturan negara penerima.
Seorang konsul merupakan perwakilan negara asing yang oleh hukum
internasional di berikan perlakuan khusus, yaitu mereka dalam melaksanakan
tugasnya mendapat hak imunitas dan privileges lainnya. Hukum internasional
memang memberikan hak-hak tersebut agar tugas dan fungsi konsul tersebut
dapat berjalan dengan baik.
Namun pada umumnya privileges konsul menurut hukum internasional
kurang begitu jelas dan kurang kongkret di banding dengan privileges para utusan
diplomatik, meskipun dalam konvensi tanggal 24 April 1963 yang telah di
sebutkan sebelumnya, telah di usahakan untuk memperluas kepada konsul mutatis
mutandis sejumlah hak, privileges dan imunitas yang berlaku menurut Konvensi
Wina tentang hubungan diplomatik tanggal 18 April 1961, dengan penyesuaianpenyesuaian dalam hal konsul kehormatan. Dalam kaitan ini ada hal yang penting
yaitu bahwa belum lama ini Inggris dan Amerika Serikat keduanya telah
merundingkan konvensi-konvensi atau traktat-traktat konsuler standar dengan
sejumlah negara dengan maksud agar hak-hak, Privileges konsul
dapat di
tentukan lebih pasti dan di tentukan pada suatu landasan yang seluas dan seaman
mungkin. 70
70
Bandingkan serangkaian traktat konsuler demikian dengan yang di bentuk oleh Inggris dengan
Nowegia, Amerika Serikat, Prancis, Switzerlands, Yunani, Meksiko, Italia, Republik Federal
Jerman dan negara-negara lain.
54
Hukum internasional mengenal dua doktrin tentang kriteria perlakuan
terhadap orang asing, yaitu ukuran perlakuan internasional (internasional
standard of treatment). Ukuran perlakuan internasional di maksud sebagai suatu
perlakuan yang harus di berikan kepada orang asing dimana mereka tinggal harus
sesuai dengan ukuran- ukuran internasional.71
Ukuran perlakuan internasional ini harus merupakan dasar minimum
dalam memberlakukan orang asing. Dasar pemikiran ukuran internasional adalah
bahwa status hukum orang asing harus berpedoman pada hukum internasional.
Menurut sejarahnya hubungan konsuler lebih dahulu ada dari hubungan
diplomatik. Konvensi Wina 1963 mengenai hubungan Konsuler merupakan
peraturan internasional yang mengatur hubungan konsuler. Konvensi mengenai
hubungan konsuler terdiri dari 79 pasal dan di golongkan dalam lima bab. Bab
pertama (pasal 2-27) antara lain mengenai cara-cara dalam mengadakan
hubungankonsuler termasuk tugas-tugas konsul; bab kedua (pasal 28-57)
berhubungan dengan kekebalan dan keistimewaan yang di berikan bukan saja
kepada perwakilan konsulernya tetapi juga kepada kepada para pejabat konsuler
karir serta para anggota perwakilan
konsuler lainnya; sedangkan Bab ketiga
(pasal 58-67) khusus ketentuan-ketentuan mengenai lembaga konsul kehormatan
termasuk kantornya. Ketentuan-ketentuan dalam bab ketiga ini juga memuat
ketentuan – ketentuan tentang kekebalan dan keistimewaan yang di berikan
kapada konsul kehormatan dan kantornya; adapun Bab keempat ( pasal 69-73)
berisikan ketentuan-ketentuan umum antara lain mengenai pelaksanaan tugas71
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional Bunga Rampai, Alumni, Bandung, 2003,
hlm.19.
55
tugas konsuler oleh perwakilan diplomatik, hubungan konvensi ini dengan
persetujuan internasional lainnya dan sebagainya; Bab terakhir yaitu Bab kelima
adalah mengenai ketentuan-ketentuan final seperti penandatanganan, ratifikasi dan
aksesi, mulai berlakunya dan lain-lain.
Masalah imunitas-imunitas konsuler saat ini diatur secara rinci dalam
konvensi Wina mengenai hubungan konsuler yang ditanda tangani pada tanggal
24April 1963 dan dimasukan kedalam perundang-undangan yang memberlakukan
Konvensi Wina, seperti Consular Relation Act 1968 di Inggris. 72
Kaidah hukum dan kebiasan-kebiasaan mengenai fungsi-fungsi, imunitasimunitas dan lain-lain dari para konsul telah di modifikasikan, setelah mengalami
penyesuaian-penyesuaian, perubahan dan perluasan di dalam Konvensi Wina 24
April 1963 tentang hubungan Konsuler (yang didasarkan atas rancangan
ketentuan-ketentuan yang di susun oleh Komisi Hukum Internasional
tahun
1961). Konvensi tersebut meliputi bidang yang luas, tetapi tidak menghalangi
negara-negara membentuk traktat untuk mengukuhkan, menambah, memperluas
atau memperjelas ketentuan-ketentuannya (pasal 73), dan masalah-masalah yang
tidak secara tegas diatur oleh konvensi akan tetap diatur oleh hukum internasional.
Seorang konsul kehormatan adalah warga negara khusus yang ditunjuk
oleh pemerintah warganegara untuk mewakili kepentingan-kepentingannya dalam
banyak contoh-contoh, konsul kehormatan melayani.73
Pegawai konsul kehormatan yang secara umum yang biasa berada di tempat
permanen dianggap sebagai pegawai konsuler yang mempunyai status yang
72
Sumaryo Suryokusumo, Opcit, hlm.17
http/www.Diplomatle.govv.Fr/en/on-line-Service-ans forms -160/guide-for-foreign-diplomats2158/taking-up-Your post 21
73
56
khusus, mereka diijinkan secara hormat untuk dipekerjakan dan menjalankan
misinya secara sukarela.
Nominasi untuk diangkat menjadi konsul kehormatan adalah sebagai berikut :
-
Aplikasi untuk nominasi adalah untuk diberikan secara eksklusif oleh
keduataan beserta curiculum vitae (in 5 Copy) memuat indikasi dari alamat
dari consular premises.
-
Letter of admission di kirim ke keduataan oleh Departemen protocol di setujui
oleh orang yang mempunyai wewenang
Exequator arsip-arsip dan dokumen-dokumen resmi dari consular post
yang dikepalai oleh konsul kehormatan adalah tidak dapat diganggu gugat setiap
waktu dan dimanapun mereka berada dan harus menjauhi kertas-kertas dan
dokumen-dokumen yang bersifat khusus juga dari hal-hal yang berhubungan
dengan korespondensi dari kepala consular post atau setiap orang yang bekerja
padanya dan setiap buku atau dokumen yang berhubungan dengan profesi.
Maksud dari pemberian previleges dan imunitas bukan untuk kepentingan
individual tetapi untuk menunjang keefisienan dan pelaksanaan fungsi-fungsi dari
diplomatik sebagai perwakilan dari negara-negara dan juga fungsi-fungsi dari
consular posts atas nama negaranya pelaksanaan dari hak imunitas bervariasi
tergantung dari status agen tersebut.
57
TABEL 4.1
PERBANDINGAN KLASIFIKASI AGEN-AGEN PERWAKILAN NEGARA
Fungsi-fungsi
Agen-agen
diplomatik
dan keluarganya
Konsul karier dan konsul
kehormatan
Staff administrasi dan
pengawal teknis dan
keluarganya
Pegawai
konsular
dari
pejabat
Kekebalan dari
garis diksi pidana
penuh
Kekebalan dari jurisdiksi
administrasi
Penuh
bersamaan
dengan
pengecualian
Conventation
on
Diplomatic Relation 1961 Article
Perbuatan
yang
dilakukan
berdasarkan
pelaksanaan
dari
fungsi-fungsinya
Penuh
Perbuaan
yang
dilakukan
berdasarkan pelaksanaan dari fungsifungsinya untuk pengecualian Viena
Conventation
on
Consular
Relationship, 1963 Article 43 (2)
Perbuatan yang didasarkan kepada
pelaksanaan fungsi-fungsinya
Perbuatan
yang
dilakukan
berdasarkan fungsifungsi mereka
Perbuatan yang didasarkan kepada
pelaksanaan fungsi-fungsinya
Kekebalan
terhadap gedung
Dalam
rangka
perbuatan
berdasarkan
atas
pelaksanaan
fungsi-fungsinya
Dalam
rangka
perbuatan
berdasarkan
atas
pelaksanaan
fungsi-fungsinya
Penuh
bersama
pengecualian
Conventation
on
Diplomatik
Relation , 1961
article 31 (3)
Dalam
rangka
perbuatan
berdasarkan
pelaksanaan
fungsi-fungsinya
Sumber : http/www.Diplomatle.govv.Fr/en/on-line-Service-ans forms -160/guide-for-foreign-diplomats2158/taking-up-Your post 21
Pegawai konsul kehormatan yang secara umum yang biasa berada di
tempat permanen dianggap sebagai pegawai konsuler yang mempunyai status
yang khusus.
Apabila di analisis bahwa CCF yang merupakan bagian dari kedutaan
Perancis di indonesia yang berada di bawa konsul kehormatan Perancis memang
tidak menjalankan kegiatan komersial secara khusus.
Semua kegiatan yang menjadi program kegiatan CCF seperti kegiatan
kursus bahasa Perancis dan kegiatan kebudayaan lainnya memang merupakan
dalam rangka CCF menjalankan fungsi konsuler dan tidak mengandung aspek
komersial. Apabila dihubungkan dengan pengadaan kursus bahasa Perancis di
58
CCF yang memungut biaya dari peminatnya, hal itu di butuhkan untuk membayar
staff pengajar di CCF dan untuk dan untuk pengadaan buku-buku yang di impor
dari Perancis yang bisa di kategorikan buku-buku mahal, walaupun CCF
mendapat bantuan finansial dari kedutaan Perancis dan bantuan lainnya
74
Apabila CCF mengadakan pertunjukan kesenian budaya masalah perijinan
sudah di tangani oleh kedutaan besar Perancis kemudian diketahui oleh Menteri
Pariwisata, kemudian CCF mendapat konfirmasi dan ijin dari Menter Pariwisata
dan kegiatan pun dapat dilaksanakan.75
Semua kegiatan yang dilajujan oleh CCF merupakan bagian dari pelaksaan
kegiatan konsuler Perancis
Apabila kita bandingkan dengan Goethe Institut yang merupakan lembaga
organisasi jerman non-government yang misi utamanya untuk memperkenalkan
bahasa jerman dan memperkenalkan budaya jerman di Indonesia. Selain itu juga
Goethe Institut bergerak pada bidang civil society.
B. Pelaksanaan fungsi Konsuler Pada CCF
Indonesia dan Perancis menjalin hubungan konsuler dalam menjalin
hubungan persahabatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Perancis
di Indonesia terutama di Bandung, dan sebaliknya banyak terdapat penduduk
Indonesia yang tinggal di Perancis terutama para mahasiswa. Walaupun antara
Indonesia dan Perancis mempunyai latar belakang budaya yang berbeda.
74
75
Hasil wawancara dengan ibu Lusi, sekertaris CCF pada Tanggal 15 Februari 2008 di CCF
Hasil Wawancara dengan ibu lusy, sekertaris CCF pada tanggal 15 Februari 2008 di CCF
59
Perancis di kenal sebagai negara seni rupa dan budaya serta merupakan
negara tujuan pertama para wisatawan di dunia. Perancis juga merupakan salah
satu negara di Eropa yang paling banyak menerima mahasiswa asing dengan
sekitar 220.000 siswa setiap tahunnya.
Keunikan sistem Perancis yang merupakan salah satu negara yang paling
beragam dan terkenal adalah tidak adanya perbedaan antara mahasiswa asing dan
Perancis. Syarat masuk universirtas, ijazah,dan biaya pendaftaran sama untuk
keduanya. Lahir dari tradisi lama keunggulan diploma Perancis bertumpu pada
jaringan lembaga perguruan tinggi dan pusat penelitian bertaraf internasional,
lebih dari 8.000 lembaga terdiri dari 87 universitas, 240 sekolah teknik, 230
sekolah management, dan 2.000 lembaga yang tediri dari sekolah seni rupa,
mode, design, arsitekstur dan studi paramedikal.
Universitas-universitas di Perancis menawarkan sumber-sumber informasi
yang unggul laboratorium berstandar tinggi yang menerima banyak akademisi dan
pelayanan perpustakaan yang sangat lengkap
Perancis seharusnya menjadi salah satu negara tujuan mahasiswa
Indonesia, bukan hanya studi yang dilakukan dapat dikatakan cuma-cuma tetapi
karena dapat memperoleh pendidikan yang berkualitas.
Oleh karena itu Indonesia dan Perancis melakukan hubungan konsuler
untuk memperkenalkan dan menyebarluaskan kebudayaan Perancis di Indonesia
melalui Centre Culturel Francais ( CCF).
Status CCF merupakan bagian dari kedutaan besar Perancis di Indonesia
dan merupakan biro kerjasama yang berada di bawah konsul kehormatan Perancis.
60
CCF menjalankan dan mengembangkan fungsi-fungsi konsuler agar kerjasama
antara Indonesia-Perancis dapat terjalin dengan baik76
Latar belakang didirikannya CCF di Bandung adalah di Bandung terdapat
banyak mahasiswa dari beberapa perguruan seperti UNPAD, IKIP, dan UNPAR
yang mahasiswanya tertarik untuk mempelajari bahasa Perancis, sehingga
perpustakaan umum bahasa Perancis yang terdapat di CCF Bandung di jadikan
perpustakan umum bahasa Perancis, terutama bagi perguruan tinggi-perguruan
tinggi yang mempunyai jurusan bahasa Perancisnya.
Selain sumber informasi tentang Perancis masa kini CCF mengadakan
kursus bahasa Perancis intensif dan ekstensif untuk semua tingkat dan
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kebudayaan dan pemutaran film Perancis
secara cuma-cuma.
Untuk menunjang kegiatannya, CCF mempunyai satu perpustakaan
multimedia, ruang-ruang kursus dan satu audiotorium dengan kapasitas 250
tempat duduk. Juga terdapat cafe Cerminus tempat bertemu para seniman dan
mahasiswa yang datang untuk bersantai dan diskusi sambil menikmati crepe atau
jus buah.
CCF juga merangkap sebagai kantor agen konsuler Perancis, konsul
kehormatan Perancis di Bandung yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan
berbagai surat dan meneruskan permohonan-permohonan tertentu ke konsulat di
Jakarta.
76
Hasil Wawancara dengan Ibu Tety, Bagian Konsuler pada tanggal 7 februari 2008 di CCF
61
Selama ini Perancis di kenal sebagai negara yang mempunyai
nasionalisme yang kuat, terutama jika di lihat dari segi bahasanya sebagian orangorang Perancis dikenal tidak mau menggunakan bahasa lainnya. Tetapi dalam hal
ini Indonesia tetap mengadakan hubungan konsuler dengan Perancis terutama di
bidang
sastra
dan
kebudayaan.
Konsul
kehormatan
Perancis
hendak
menyebarluaskan pengaruh kebudayaan Perancis dan sastra Perancis di Indonesia.
Centre Culturel Francais Bandung merupakan bagian dari jaringan
lembaga kebudayaan Perancis Indonesia dan berada di bawah naungan biro
kerjasama dan kebudayaan kedutaan besar Perancis di Jakarta.77
Misi utama CCF adalah mengembangkan pertukaran budaya dan sains
antara Perancis dan Indonesia melalui berbagai kegiatan dengan bekerjasam
dengan mira dan seniman lokal. Sekaramg ini CCF di kenal sebagai pusat
kebudayaan yang bernaung di bawah konsul kehormatan Perancis.CCF Bandung
memiliki tujuan memperkenalkan budaya Perancis kepada masyarakat kota
Bandung. Program-program yang sudah berjalan untuk memperkenal budaya
Perancis yaitu:
1.
Membuka program bahasa Perancis yang tebuka bagi umum yang terdiri
dari kelas intensif, semi intensif, dan ekstensif yang di lengkapi fasilitas
pepustakaan. Mediatek CCF terbuka untuk umum dengan 10.000 dokumen
berbahasa Perancis atau mengenai negara Perancis. Manfaat sebagai anggota
mediatek tidak hanya terbatas pada keleluasaannya meminjam beberapa
dokumen tetapi juga memberi dukungan yang di perlukan
77
CCF Bandung
62
2.
Mengadakan kegiatan-kegiatan kebudayaan seperti mengadakan pameran,
Pentas seni, theater, mediatek dan lain-lain. Seperti contohnya a court
d’ecran, adalah sebuah program yang memfasilitasi pembuatan film
perancis serta indonesia melalui pemutaran film serta diskusi ntuk
menciptakan ruang apresiasi bagi pembuat film dan publik. CCF jakarta
membuka ruang bagi pembuat film muda indonesia untuk terlibat dalam
program ini. Pembuat film muda Indonesia dapat mengirimkan karya
mereka ke CCF Jakarta yang kemudian akan melalui proses kurasi untuk
ditampilkan dalam suatu pogram pemutaran.
3.
Selain itu
ada kegiatan
budaya trisemester terakhir adalah pameran
Metissage yang di selengarakan oleh Sunaryo Art Space
pameran ini
menyatukan karya-karya yang lahir dari dialog antara seniman kontemporer
dari berbagai kebangsaan.
CCF Bandung merupakan media untuk mendapatkan informasi tentang
negara Perancis terutama tentang kebudayaannya. Selain itu juga CCF Bandung
merupakan agen konsuler Perancis di Bandung yang memiliki tugas antara lain:
1.
Mendaftar dan mendata orang Perancis yang berada di Bandung, begitupun
warga negara Indonesia yang ada di Perancis sesuai dengan Undang-Undang
No.23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan, setiap Warga Negara
Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri wajib melaporkan keberadaan,
kepindahan, perubahan alamat, status ijin tinggal, serta kejadian penting
lainnya (seperti kelahiran, perkawinan, perceraian, maupun kematian)
kepada pemerintah setempat dan/atau perwakilan RI yang melingkupi
63
tempat tinggalnya (pasal 4 Undang-Undang N0 23 2006) oleh karena itu
seharusnya demi kepentingan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku
memberitahukan keadaan dirinya kepada perwakilan RI setempat apabila
tinggal lebih dari lima hari di negara yang dikunjunginya. Hal ini berarti
setiap warga Indonesia yang berada di Perancis, baik itu untuk tujuan
belajar, kuliah, wisata/ jalan-jalan/ singgah sementara, bekerja dan tentunya
mereka yang menetap di Perancis, di harapkan memiliki kesadaran untuk
mencatatkan dirinya keperwakilan RI terdekat. Warga negara indonesia
yang pindah dari wilayah Indonesia untuk menetap diluar negeri wajib
melaporkan rencana kepindahannya kepada kecamatan tempat tinggalnya,
setibanya di negara tujuan WNI tersebut wajib mendaftarkan diri kepada
perwakilan RI yang meliputi tempat tinggalnya dalam waktu 30 hari sejak
ia tiba di tempat tujuan.78
2.
Melayani urusan mengenai surat/ akta penting yang diperlukan orang-orang
Perancis untuk di kirim ke konsulat di Jakarta.
3.
memberikan keterangan tentang pembuatan visa Perancis.
4.
Memberikan layanan terjemahan baik dokumen penting maupun dokunen
biasa.
CCF de Bandung sebagai etalase kebudayaan Perancis merupakan satu
wadah bagi masyarakat Bandung yang ingin mengenal budaya Perancis dan
sebaliknya memperkenalkan budaya Indonesia ke negara Perancis. CCF juga
78
Lihat pasal 4 Undang-Undang NO.23 Tahun 2006
64
terkadang
menjadi
sponsor
pengiriman
artis
Indonesia
yang
akan
memperkenalkan negara Indonesia ke Perancis
CCF sebagai lembaga kebudayaan Perancis-Indonesia yang berada di
bawah biro kerjasama dan kebudayaan kedutaan Perancis melaksanakan Fungsifungsi konsuler seperti yang terdapat dalam pasal 5 (b) Konvensi Wina 1963
tentang hubungan konsuler yaitu “ futhering the development of Commercial,
economic, cultural, and scientific relation between the sending state and receiving
state and otherwise promoting friendly relationship between them in accordance
with provisions of the present Convention”
Bentuk implementasinya:
1. Menyebarluaskan dan mempromosikan kebudayaan Perancis
2. Melakukan semua kegiatan untuk mewujudkan kerjasama budaya dan
pertukaran budaya Indonesia-Perancis.
3. Dengan mengadakan pertunjukan seni dan pengadaan sarasehan sastra serta
program-program budayanya, CCF mengajak masyarakat untuk lebih
mengenal budaya Perancis, serta mengenalkan budaya Indonesia kepada
Masyarakat Perancis.
4. Melayani masyarakat yang ingin belajar belajar bahasa Perancis yaitu dengan
membuka kursus bahasa Perancis yang didukung dengan perpustakaan yang
memiliki koleksi dari mulai bacaan ringan sampai karya-karya besar
pengarang Perancis dan buku ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat
menambah wawasan juga menyelenggarakan DELF ( Diplome d’Etudes de
Francaise). DELF sama halnya dengan TOEFEL pada bahasa Inggris.
65
CCF juga mempunyai strategi dalam mengimplementasikan kegiatankegiatannya yaitu:
1. Mensosialisasikan tiap-tiap program dari acara dengan menerbitkan bulletin
‘Voila’ dan menempel poster kegiatan.
2. Menyediakan fasilitas selain perpustakaan yaitu mediatek serta sine-club bagi
mereka yang ingin mengenal dekat Perancis dan bahasa Perancis.
3. Mengadakan kegiatan pada tiap-tiap hari besar Perancis atau hari yang
bersejarah bagi masyarakat Perancis untuk memperkenalkan Perancis lebih
Jauh.
4. Mengadakan rapat mingguan seluruh staff untuk membahas seluruh program,
evaluasi kerja, dan menyelesaikan masalah.
5. Menekankan semangat kekeluargaan antar seluruh staff, baik pemimpin
maupun pegawai.
66
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Adapun simpulan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.
Bahwa pengaturan hubungan konsuler oleh hukum internasional
secara
umum telah diatur didalam Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan
Konsuler tetapi dalam prakteknya masih mengacu kepada praktek-praktek
internasional dan kebiasaan internasional yang berlaku serta dapat pula di
atur dalam perjanjian – perjanjian atau traktat-traktat bilateral yang di buat
oleh kedua negara. Kesepakatan atau persetujuan dari negara-negara
merupakan hal yang pertama dan yang paling penting dalam melakukan
hubungan konsuler. Dalam konvensi wina diatur mengenai fungsi-fungsi
konsuler, hak kekebalan serta previleges dari pejabat kobsuler, dan lain-lain.
Hubungan konsuler antara Indonesia-Perancis dapat dilakukan melalui
lembaga yang membantu efektivitas kerjasama seperti halnya CCF.
2.
Center Culturel Francaise Bandung merupakan lembaga kerjasama
Indonesia-Perancis di bidang kebudayaan yang memberikan informasi
tentang kebudayaaan tentang kebudayaan Perancis. CCF juga merangkap
sebagai agen konsuler Perancis. Konsul kehormatan Perancis di Bandung
yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan berbagai surat dan
meneruskan permohonan-permohonan tertentu ke Konsulat di Jakarta. CCF
mempunyai misi untuk mempromosikan budaya Perancis di Indonesia pada
umumnya dan di Bandung khususnya. CCF menjalankan fungsi-fungsi
67
konsuler terutama di bidang kebudayaan dan sastra Perancis. CCF sering
melaksanakan
kegiatan-kegiatan
di
bidang
kebudayaan
sepperti
mengadakankan Pameran seni rupa seperti lukisan dan seni patung, theater,
serta memfasilitasi pembuatan dan pemutaran film Perancis. Jadi CCF
melaksanakan fungsi-fungsi konsuler di Indonesia dalam hal pengembangan
budaya Perancis. Implmentasinya adalah dengan mengadakan kursus bahasa
Perancis dan melaksanakan kegiatan kebudayaan seperti yang sudah di
sebutkan di atas. Selain itu kantor CCF Bandung merupakan tempat untuk
memdapat informasi tentang hal-hal yang bersifat administratif seperti
pembuatan visa untuk pergi ke Perancis. CCF merupakan lembaga yang
mengemban fungsi-fungsi konsuler dan membantu dalam hal kerjasama
antara Indonesia dan Perancis dan merupakan bagian dari kedutaan Perancis
tetapi hak imunitas dan Previleges tidak dapat diterapkan.
B. SARAN
Adapun saran dalam penulisan ini yaitu
1. Agar CCF sebagai agen kerjasama harus diperkuat oleh lembaga
konsulnya, sehingga ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi
Wina 1963 dapat secara tegas di berlakukan terutama mengenai hak
imunitas dan Previleges.
2. Selain di bidang kebudayaan CCF melaksanakan kegiatan yang bersifat
administratif seperti pembuatan visa bagi warga negara Indonesia atau
Perancis yang akan pergi ke negara Perancis. Fungsi-fungsi konsuler dapat
di lihat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh CCF.
68
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku dan Kitab suci
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahan. 1978.
Boer Mauna. Hukum Internasional, Alumni, Bandung. 2005
Inu Kencana dan Andi Azikin. Perbandingan Pemerintah, Refika Aditama,
Bandung, 2007.
Brownlie Ian. Principle Of International Law, Second Edition.Oxford
University Press,1979.
Hillier, Tim, Principle of Public International Law, Second Editio, Cavendish
Publishing Limited, UK,1999
Starke, J.G. Pengantar Hukum Internasional. Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika.
Jakarta, 1988.
Starke, J.G, Introduction to International Law, Tenth Edition, Butterworth,
1989.
Jawahir Thontowi. Hukum Internasional di Indonesia, Madyan Press,
Yogyakarta. 2002.
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes. Pengantar Hukum Internasional,
Alumni, Bandung. 2003.
Grant MC.Clanahan. Diplomatic Immunity, Principle, Practice Problem, ST.
Martin’s Press, NewYork,1989
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Gitalia, Jakarta.1990.
Sumaryo Suryokusumo. Hukum Diplomatik, Teori dan Kasus.
T May Rudy, Hubungan Internasional Konteporer dan Masalah-Masalah
Global. Refika Aditama, Bandung, 2005.
T. May Rudy, Hukum Internasional 2. Refika Aditama,Bandung, 2001.
Yudha Bhakti A. Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni, Bandung,
2003.
Nicola William and Friends. France. Lonely Planet.1994.
69
B. Perundang- undangan dan konvensi Internasional
Konvensi Wina Tahun 1961 Tentang Hubungan diplomatik
Konvensi Wina tahun 1963 Tentang Hubungan Konsuler
Keputusan Presiden RI No.108 Tentang Organisasi RI di Luar Negeri
Ketetapan MPR No.IV/1978 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
tentang Hubungan Luar Negeri.
Statuta Mahkamah International
Undang-undang No. 23 Pasal 4 Tahun 2006
Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Alinea 4.
C. Hasil Wawancara
Hasil Wawancara dengan Ibu Tety, Bidang Kekonsuleran di CCF Bandung.
Hasil Wawancara dengan Ibu Lusy, Sekertaris CCF Babndung
D. Situs-situs Internet
http/www. Ccfbandung.go.id
http/www.Diplomatle.govv.Fr/en/on-line-Service-ans forms -160/guidefor-foreign-diplomats-2158/taking-up-Your post 21
70
CURICULUM VITAE
Data Pribadi
Nama
: R. ERISKA GINALITA DWI PUTRI
NPM
: 10040004112
Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 19 Juli 1986
Warga Negara
: Indonesia
Suku Bangsa
: Sunda
Agama
: Islam
Alamat
: Komp. Ciparay Indah JL. Anggrek B
97 Ciparay- Bandung
Telepon
: (022) 5952824
Data Keluarga
Nama Bapak
: H.R JONNI JOHARI
Nama Ibu
: Hj.R. INCHEU SURTIMIASIH
Alamat Orang Tua
: Komp. Ciparay Indah JL. Anggrek B
97 Ciparay- Bandung
Telepon
: (022) 5952824
Anak ke
: 2 dari 3 Bersaudara
Pendidikan
SD
: SD Negeri Gunung Leutik Ciparay (1992-1998)
SMP
: SMP Negeri 1 Ciparay (1998-2001)
SMA
: SMA NEGERI 11 BANDUNG (2001-2004)
PT
: Diterima sebagai Mahasiswi Fakultas HUKUM Universitas
Islam Bandung Bulan September 2004.
Download