1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang termasuk dalam sepuluh besar penyakit di Indonesia. Perkiraan terakhir menunjukkan ada 171 juta orang di dunia menderita diabetes pada tahun 2000 dan diproyeksikan meningkat menjadi 366 juta pada 2030 (WHO, 2006). Estimasi prevalensi DM pada usia dewasa (20-79 tahun) pada tahun 2010 sebanyak 6,4% atau 285 juta orang dan akan meningkat menjadi 7,7% atau 439 juta orang pada tahun 2030 (Shaw dkk., 2010). Prevalensi DM tipe 2 terus meningkat pada tahun 2020, dimana jumlah penderita DM tipe 2 diperkirakan mencapai 250 juta orang di seluruh dunia (Shulman, 2000). Berdasarkan estimasi epidemiologi bahwa DM di Indonesia menempati urutan ke-9 dunia pada tahun 2010 dengan 7 juta kasus dan akan meningkat menjadi peringkat ke-5 pada tahun 2030 dengan 20 juta kasus (Shaw dkk., 2010). Diabetes mellitus tipe 2 resisten insulin ditandai dengan kondisi obesitas (hiperlipidemia) yang dapat mengakibatkan gangguan sinyal translokasi protein GLUT-4 pada membran sel otot menyebabkan desensitisasi jaringan otot dan lemak terhadap insulin sehingga dapat memacu hiperglikemia dan hiperinsulinemia (Choi dkk., 2001; Qin dkk., 2004). Walaupun DM merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat sehingga diperlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat. 1 2 Menurut Setiawan dan Suhartono (2005) diabetes mellitus merupakan salah satu kelainan metabolik yang dapat menimbulkan komplikasi vaskular dan nonvaskular. Salah satu hipotesis penyebab munculnya berbagai komplikasi tersebut adalah stres oksidatif. Pada penderita diabetes, metabolisme yang terganggu dapat menimbulkan kelebihan radikal bebas (Tjay dan Rahardja, 2002). Penelitian terdahulu juga telah membuktikan bahwa stres oksidatif menjadi dasar patomekanisme dari resisten insulin dan DM tipe 2 (Depkes RI, 2005; Suherman, 2007). Kebanyakan DM tipe 2 resisten insulin terjadi pada pasien yang memiliki kadar asam lemak plasma tinggi yang biasa terjadi pada pasien obesitas (Depkes RI, 2005; Suherman, 2007). Metabolisme asam lemak bebas yang menghasilkan ROS mengakibatkan transpor glukosa ke dalam sel menurun, sehingga secara langsung dapat mempengaruhi aktivitas GLUT-4 (Shulman, 2000). Akumulasi asam lemak bebas yang berlebihan membuat kompetisi oksidasi antara asam lemak dan glukosa untuk mengalami oksidasi, dimana oksidasi asam lemak lebih banyak terjadi. Hal ini lambat laun menyebabkan penurunan penyerapan glukosa menuju sel, sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi (Dewi, 2007; Kahn dan Flier, 2000; Randle, 1998; Shulman, 2000). Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa mengakibatkan proses lipolisis dan mengalami metabolisme non-oksidatif menjadi ceramide yang toksik terhadap sel β, sehingga terjadi apoptosis. Hiperglikemik yang berlangsung lama menyebabkan terjadinya peningkatan stres oksidatif, IL-1β dan NF-kB mengakibatkan peningkatan apoptosis sel β sehingga terjadi kegagalan fungsi sel β pulau Langerhans (Yaman, 3 2012). Efek antioksidan diharapkan dapat menghambat peningkatan stres oksidatif dan apoptosis sel β dapat dihambat (De Fronzo, 2008 cit Yaman, 2012). Oleh karena itu, penderita diabetes memerlukan asupan antioksidan untuk meredam peningkatan radikal bebas akibat hiperglikemia. Penggunaan obat tradisional atau obat herbal telah lama dipraktikkan di seluruh dunia, baik di negara berkembang maupun negara maju. WHO mendukung dan merekomendasikan konsep back to nature menggunakan obat tradisional (herbal) dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker (Widyawati, 2007). WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman daripada penggunaan obat modern. Hal ini dikarenakan obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Sari, 2006). Indonesia memiliki tanaman obat tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati diabetes mellitus. Salah satunya adalah sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness). Tanaman ini sudah banyak digunakan secara empiris sebagai obat tradisional pengobatan diabetes di beberapa negara seperti Cina, India, dan Indonesia (Andrie, 2012; Widyawati, 2007). Tanaman sambiloto mengandung flavonoid dan lakton, dimana pada lakton memiliki komponen utama andrografolid yang merupakan zat aktif utama sambiloto. Penelitian terdahulu andrografolid telah banyak dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetes. Andrografolid sudah diisolasi dalam bentuk murni dan menunjukkan berbagai 4 aktivitas farmakologi (Widyawati, 2007). Komponen utama sambiloto yakni andrografolid telah banyak dilakukan pengujian, maka pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antioksidan dan antidiabetes mellitus tipe 2 pada fraksi etanol dan fraksi residu dekokta herba sambiloto yang diduga mengandung flavonoid. Hasil penelitian Andrie (2012) ekstrak terpurifikasi herba sambiloto memiliki kemampuan menurunkan kadar glukosa darah, trigliserida, dan LDL lebih tinggi dibandingkan andrografolid serta mampu meningkatkan translokasi protein GLUT-4 dibandingkan kelompok kontrol positif dan kelompok andrografolid. Ini menunjukkan ekstrak terpurifikasi herba sambiloto memiliki aktivitas antiDM tipe 2 pada tikus resisten insulin melalui kemampuan menormalkan kondisi resistensi insulin yang lebih baik daripada andrografolid tunggal herba sambiloto. Oleh karena itu, diperkirakan ada senyawa lain selain kandungan utama andrografolid yang memberikan kontribusi memiliki efek sehingga aktivitasnya meningkat. Berdasarkan hasil KLT penelitian yang dilakukan oleh Syamsul (2012) bahwa ekstrak terpurifikasi herba sambiloto positif mengandung flavonoid yang ditandai dengan bercak berpendar di bawah UV366 setelah disemprot dengan pereaksi sitroborat. Berdasarkan Dalimartha (1996) bahwa sambiloto sebagai tanaman obat tradisional telah diketahui bahwa banyak senyawa penting yang berperan terhadap khasiat sambiloto diantaranya adalah senyawa flavonoid. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap fraksi etanol dan fraksi residu dekokta herba sambiloto. 5 Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah banyak diteliti, dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah atau mereduksi radikal bebas dan juga sebagai antiradikal bebas (Zuhra dkk., 2008). Berdasarkan Marianne dkk. (2011) flavonoid diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang diyakini mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan reactive oxygen species (ROS) sehingga mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus. Menurut Septiawati (2008) flavonoid dapat bersifat sebagai antidiabetes karena flavonoid mampu berperan sebagai senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas (radical scavengers), sehingga dapat mencegah kerusakan sel β-pankreas yang memproduksi insulin. Sejauh peneliti ketahui, diyakini bahwa belum ada penelitian yang melaporkan tentang aktivitas antioksidan dan antidiabetes fraksi etanol dan fraksi residu dekokta herba sambiloto pada tikus DM tipe 2 resisten insulin. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan permasalahan-permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah fraksi etanol dan residu dekokta herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) memiliki aktivitas antioksidan? 2. Apakah fraksi etanol dan residu dekokta herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) menunjukkan efek antidiabetes mellitus (DM) tipe 2 pada tikus jantan resisten insulin? 6 3. Apakah fraksi etanol dan residu dekokta herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) dapat meningkatkan translokasi protein GLUT-4 sel otot paha (soleus muscle) tikus jantan resisten insulin? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran pustaka dan literatur serta pencarian di internet, sejauh peneliti ketahui bahwa penelitian uji aktivitas antioksidan dan antidiabetes fraksi etanol dan residu dekokta herba sambiloto pada tikus DM tipe 2 resisten insulin ini diyakini belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa andrografolid yang merupakan kandungan zat aktif utama sambiloto telah banyak dilakukan pengujian dan dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetes (Widyawati, 2007). Selain itu, berdasarkan hasil penelitian (Andrie, 2012) ekstrak terpurifikasi herba sambiloto menunjukkan aktivitas antiDM tipe 2 dengan kemampuan menormalkan kondisi resistensi insulin lebih baik dibandingkan andrografolid. Hal ini menunjukkan bahwa diperkirakan ada senyawa lain disamping kandungan utama andrografolid yang memberikan kontribusi memiliki efek sehingga aktivitasnya meningkat. Diduga senyawa tersebut adalah flavonoid, karena berdasarkan hasil profil kromatogram pada penelitian yang telah dilakukan oleh Syamsul (2012) bahwa ekstrak terpurifikasi herba sambiloto positif mengandung flavonoid. Oleh karena itu, dilakukan penelitian uji aktivitas antioksidan dan antidiabetes mellitus tipe 2 fraksi etanol dan residu dekokta herba sambiloto pada tikus resisten insulin. Dimungkinkan efek antioksidan dapat mendukung aktivitas antidiabetes. 7 D. Manfaat Penelitian Manfaat atau kegunaan penelitian yang diharapkan adalah: 1. Ditemukannya suatu obat baru dari bahan alam yang dapat menjadi drug of choice atau suplemen untuk menjadi kandidat alternatif dalam terapi pengobatan pasien DM tipe 2 resisten insulin dan memiliki efek antioksidan yang pada akhirnya mampu menurunkan morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) akibat penyakit tersebut. 2. Mengetahui efektivitas kandidat fraksi etanol dan residu dekokta herba sambiloto sebagai antioksidan dan antidiabetes. 3. Memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat terkait penggunaan herbal herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) sebagai antiDM tipe 2 khususnya pada pasien resisten insulin dengan obesitas melalui aksi antioksidan dan peningkatan translokasi protein GLUT-4. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengevaluasi pengaruh fraksi etanol dan residu dekokta herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) sebagai antioksidan dan obat antidiabetes pada tikus DM tipe 2 resisten insulin. 2. Mengetahui pengaruh fraksi etanol dan residu dekokta herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Ness) terhadap peningkatkan translokasi protein GLUT-4 sel otot paha tikus resisten insulin.