KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL Pusat Dokumentasi dan Jaringan Informasi Hu.kum Nasional JI.May.Jen. Sutoyo -Cililitan- Jakarta Timur Sumber : I:..:ZEPU f>LII::;I) JLo fbl/ P f' 1 Subjek : \ Hariffgl: RABU - (E rlYECc::::/fe,t;A, /4 Hlm/Kol : Vi /1-3 f) Bidang_: ::t!NI 2014 t<../--!A/-1 1-fA-jl Urgensi Badan Haji -- • -- -- ---- JUSMAN CALLE Ana lis SERUM Institute dan Tenaga Ahli Anggota DPR Rl Komisi VIII membawahi bidang haji ugaan korupsi penyelenggaraan haji tahun 2012-2013 yang menyeret Menteri Agama Suryadharma Ali merupakan puncak gunung es dari karut marut dan bobroknya sistem di tubuh pemerintahan khususnya terkait tata kelola se1i:a tata laksana ibadah haji. Sistem tata kelola dana dan penyelengaraan haji bel urn mendukung upaya pencegahan korupsi, bahkan sebaliknya, malah menstimulus terjadinya korupsi. Sebab Kementerian Agama (Kemenag) memonopoli tiga fungsi, yaitu Kemenag bertindak sebagai eksekutor, regulator, dan sekaligus evaluator. Seperti ungkapan populer John Dalberg Acton atau Lord Acton, power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Di Kemenag, terjadi penumpukan kewenangan (absolute power) fungsi eksekutor, regulator, dan evaluator mestinya dipisahkan ke tlga institusi berbeda untuk menciptakan mekanisme check and balance. Dengan menggunakan kacamata manajemen, tak sulit menemukan kelemahan sistem yang menurut KPK ada 48 titik potensi terjadinya korupsi pengelolaan dana serta penyelenggaraan haji. Pemusatan pengelolaan dana serta penyelenggaraan haji di Kemenag adalah jebakan kompleksitas sistem. Sebab, pada galibnya pelaksanaan haji melibatkan institusi selain Kemenag. Seperti, urusan kesehatan jamaah oleh Kemenkes, urusan paspor dan visa oleh Kemenkumham sehingga butuh koordinasi yang cepat. Di bawah aparatut pemerintah yang sangat birokratis dan belum mengedepankan mental pelayanan (service), kompleksitas pola koordinasi seperti ini juga menjadi celah korupsi yang masif. D Badan Haji Pengelolaan dana serta penyelenggaraan haji jangan dibiarkan serampangan. Organisasi yang mengurus hajat ubudiyahlu_taan umat_i_ni harus _didesain_ untuk menciptakan suasana kerja efektif dan efisien serta menghindarkan dari jebakan-jebakan koruptif yang bisa saja terjadi tanpa disadari. Karena itu, dipandang urgen untuk segera membentuk badan khusus yang independen untuk mengelola dana serta penyelenggaraan ibadah haji guna mengurai kompleksitas sistem yang selama ini jadi musabab terjadinya korupsi. Bila pemerintah mengamini pembentukan Badan Haji, maka dalam pengelolaan dana serta pelaksanaan ibadah haji ke depan, badan yang diberikan kewenangan akan bekerja lebih fokus tak seperti Kemenag yang tidak konsen sebab secara institusional memiliki banyak tanggung jawab di luar urusan haji. Selain bisa fokus, institusi independen dengan sistem manajemen yang lebih .t'api mentransmisi efektivitas pengelolaan triliunan rupiah dana umat yang mengendap tanpa hams dihantui oleh jebakan korupsi. Agar tercapai misi pembentukan Badan Haji untuk mencegah terjadinya korupsi, maka sedari awal Badan Haji didesain sebagai institusi cerdas (smart institution) yang mengedepankan profesionalitas, transparansi, seJi:a.akuntabilitas guna menutup celah-celah potensi korupsi. Transformasi pengelolaan tenaga kerja yang sebelumnva terpusat Kementerian Transmigrasi dan Tenaga Kerj a (Kemenakertrans) lalu seutuhnva ditangani oleh Badan Nasional Pen~mpat­ an dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sebagai ekskutor dan Kemenakertrans memegang fungsi regulator. lni menarik kita cermati sebagai benchmark gagasan pembentukan badan haji, sebab keduanya memiliki kesamaan dalam hal keterlibatan banyak institusi, mengelola dana serta mengelola aktivitas manusia di dalam serta di luar negeri ..~ Sebelum terbentuknya BNP2TKI, d pengelolaan buruh migran di luar negeri juga terbelit sistem manajemen yang amburadul, terjebak oleh tumpang - ---- er Sambungan Somber: Hariffgl: tindih kewenangan sebab melibatkan banyak lembaga. Di antaranya Kemenkumham (mengurus soal keimigrasian), Kemenlu (advokasi TKI di negera tujuan penempatan), agen-agen tenaga kerja, serta pemerintah daerah sebagai pihak yang lebih mengetahui suplai tenaga kerja. Pascakeluarnya Perpres 81 Tahun 2006 ten tang pembentukan BNP2TKI, kita melihat perubahan besar pada efktivitas dan efisiensi pengelolaan buruh migran. Ketika misalnya TKI kita menghadapi suatu masalah, jalur koordinasi menjadi lebih jelas yaitu berada di pihak eksekutor dalam hal ini BNP2TKI, sehingga memudahkan monitoring dan pengambilan langkah-langkah advokasi. Merujuk pada BNP2TKI yang menggunakan dana APBN dalam operasionalnya, ini juga bisa diterapkan oleh badan haji guna mencegah penyelewengan dana umat oleh oknum pejabat Kemenag maupun DPR. Pemoentukan Badan Haji bakal menjadi medium transformasi manajemen serta membuka cakrawala paradigma ekonomi untuk optimalisasi pengelolaan triliunan dana umat yang selama ini diparkir tanpa kejelasan, transparansi dan tak memberikan manfaat maksimal. Untuk mencapai tujuan pertama yaitu manfaat transformasi manajemen, Badan Haji yang nantinya bakal berfungsi sebagai eksekutor saja, merampingkan organisasi serta secara otomatis memotong rantai birokrasi bertingkat dan kompleks yang melibatkan banyak institusi. Badan Haji juga mengakhiri rezim monopoli kewenangan sebab Kemenag tinggal memegang satu fungsi, yaitu sebagai regulator, sementara Komisi VIII DPR yang membawahi persoalan haji berfungsi sebagai evaluator. Dengan demikian, secara organisasi, pengelolaan dana serta tata laksana haji menjadi lebih rapi. Manfaat kedua yaitu membuka peluang pengelolaan dana haji dengan pendekatan bisnis (tapi bukan swastanisasi) seperti pengelolaan BUMN yang melaksanakan misi pelayanan (service) pada masyarakat serta di lain pihak bertugas memperoleh laba (profit). Kini, tak ada pilihan bagi pemerintah kecuali meng- Hlm/Kol: akhiri reziiTI konvensional dengan pendekatan tata kelola baru di bawah sebuah badan independen dan profesional. Menurunkan biaya haji Bila badan haji dibentuk, maka salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah optimalisasi dana abadi umat (DAU) untuk pelayanan kepada para jamaah. Hingga 2014, simpanan DAU diperkirakan telah mencapai Rp 64,5 triliun rupiah. Angka yang sangat fantastis dan bisa mendukung ibadah haji murah jika dikelola dengan paradigma ekonomi yang benar. Sebagai komparasi, di Negeri Jlran Malaysia, biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) mencapai Rp 40 juta, namun jamaah hanya membayar Rp 27 juta saja sebab sisa kebutuhan disubsidi dari Tabungan Haji Malaysia (THM) a tau serupa DAU di Indonesia. Komponen terbesar biaya ibadah haji berasal dari pos transportasi (Rp 16,3 juta). Pos transportasi bisa dihilangkan jika jamaah haji menggunakan pesawat sendiri yang dibeli menggunakan DAU. Pesawat tipe Airbus 330300 a tau sejenisnya yang berkemampuan kargo besar serta kapasitas hingga 300 seat dan ideal untuk pesawat haji, berharga sekitar Rp 1,2 triliun per pesawat. Untuk mengangkut 200 ribu jamaah selama musim haji, dibutuhkan kurang lebih 20 pesawat. Berarti, Rp 24 triliun DAU terpakai untuk membeli pesawat. Masih tersisa Rp 40,5 tiliun DAU yang bisa difungsikan sebagai dana cadangan untuk berbagai keperluan maupun untuk dikelola ke dalam bentuk instrumen bisnis yang aman dan menguntungkan. Bila paradigma ekonomi-bisnis ini direalisasikan, cost transportasi dihapus, praktis jamaah tinggal membayar biaya selama di Tanah Suci (living cost) meliputi biaya kesehatan, konsumsi, dan penginapan serta transportasi lokal. Sebagai acuan penghitungan, tahun 2013 dan 2014 BPIH sebesar Rp 33,8 juta. Dikurangi komponen biaya transportasi sebesar Rp 16,3 juta, berarti cukup membayar Rp 17, 5 juta saja untuk dapat menunaikan ibadah haji. Jika pun masih ada biaya lain-lain, asumsinya tak lehih dari Rp 20 juta. Sangat efisiensi. •