Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129) PROSES-PROSES DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN KEPENTINGAN UMUM Oleh : Dwi Apriliati Puspitasari 1 ABSTRAKSI Kegiatan pembangunan untuk fasilitas umum selalu membutuhkan tanah sebagai lahan sehingga meningkatnya pembangunan demi kepentingan umum menimbulkan konflik-konflik antara pemerintah dan masyarakat, khususnya menyangkut lahan. Pembebasan lahan atau tanah untuk kepentingan pembangunan pun sering menimbulkan benturan kepentingan yang terkadang menyulut ketegangan fisik. PENDAHULUAN Pembangunan nasional adalah salah satu upaya untuk mencapai suatu perubahan yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai kondisi dan situasi yang lebih baik. Termasuk dalam kegiatan pembangunan nasional. Pembangunan Nasional adalah pembangunan untuk kepentingan umum. Pembangunan tersebut harus terus diupayakan pelaksanaannya seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk yang disertai dengan semakin meningkatnya kebutuhan penduduk mengenai sarana kepentingan umum seperti tempat ibadah dll. Pembangunan fasilitas umum memerlukan tanah sebagai wadahnya. Pembangunan fasilitas umum tidak akan menemui masalah jika persediaan tanah masih luas. Namun yang menjadi persoalan adalah tanah merupakan sumber daya alam yang sifatnya terbatas dan tidak dapat bertambah luasnya. Tanah yang tersedia sudah banyak dilekati dengan hak dan tanah negara pun sudah sangat terbatas persediaannya. Pada masa sekarang adalah sangat sulit melakukan pembangunan untuk kepentingan umum di atas tanah negara. Sebagai jalan keluar yang ditempuh adalah dengan mengambil tanah-tanah hak yaitu kegiatan ‘mengambil’ tanah oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Hampir tak ada kegiatan pembangunan (sektoral) yang tidak memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu pembangunan. 2 Terkait dengan pelepasan lahan atau tanah untuk pembangunan kepentingan umum pun banyak menimbulkan permasalahan-permasalahan. Guna meminimalisir suatu konflik yang ditimbulkan oleh proses pelepasan lahan atau tanah tersebut telah diatur dalam beberapa peraturan.Undang-Undang Pokok Agraria adalah undang-undang yang mengatur asas-asas serta soal-soal pokok dalam garis besarnya saja mengenai pertanahan, karenanya di sebut UndangUndang Pokok Agrarian. Adapun pelaksanaannya akan diatur dalam berbagai Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya. Adapun peraturan lainnya tersebut yaitu Keputusan Presiden No.55 Tahun 1993 dan Peraturan Presiden No.65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No.36 Tahun 2005 yang semuanya mengatur tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Selain itu, terdapat 1 Penulis adalah Mahasiswa Program Sarjana (S1) FH UII. Tim Penyusun Departemen Penerangan,1982. Pertanahan dalam Pembangunan Indonesia. Jakarta : Departemen Penerangan Republik Indonesia.hlm.185 2 Proses-proses dalam pengadaan Tanah Untuk pembangunan kepentingan Umum Warta Hukum Edisi VII September – Oktober 2009 Artikel Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129) pula peraturan lain yang berkaitan dengan pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum. Peraturan tersebut adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 PRP. Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan BendaBenda Yang Ada Di Atasnya. Pada umumnya konflik yang muncul akibat pelepasan lahan atau pelepasan hak atas tanah guna pembangunan kepentingan umum tersebut adalah masalah proses pelepasan terutama mengenai ganti kerugian. Bahkan terkadang hal tersebut sering terjadi karena benturan kepentingan (conflict of interest) antara masyarakat dengan pihak pemerintah sehingga tak jarang hal tersebut berujung pada ketegangan konflik. Untuk mengurangi timbulnya konflik, suatu proses pelepasan lahan atau tanah guna pembangunan kepentingan umum hendaknya dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang masih berlaku. Bagaimana aturan dan tata cara pelaksanaan pengadaan tanah tersebut? Kiranya sangat diperlukan suatu pengetahuan tentang proses-proses pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum. Oleh karenanya penulis mencoba menguraikan tentang tata cara dan hal-hal yang terkait dengan pengadaan tanah untuk pembangunan tersebut. KEPENTINGAN UMUM Kepentingan umum kepentingan seluruh lapisan masyarakat di mana indikatornya adalah dilakukan dan dimiliki oleh pemerintah dan tidak digunakan untuk mencari keuntungan. 3 Pengertian lain juga disebutkan UUPA pasal 18 di mana pasal tersebut memberikan landasan hukum bagi pengambilan tanah hak dengan ketentuan yang telah dijelaskan dalam pasal tersebut. Penjelasannya bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang. 4 Berdasarkan penjelasan kedua pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepentingan umum adalah suatu kebutuhan yang dikehendaki oleh semua orang dan kebutuhan itu merupakan hal yang sama antara satu dengan yang lain. Kriteria suatu kegiatan dapat dikategorikan sebagai kepentingan umum apabila telah memenuhi prinsip sebagai berikut : 5 1. Kegiatan tersebut benar-benar dimiliki oleh pemerintah. Hal itu bermaksud bahwa kegiatan kepentingan umum tidak dapat dimiliki oleh perorangan ataupun swasta. 2. Kegiatan pembangunan terkait dilakukan oleh pemerintah. Oleh karenanya proses pelaksanaan dan pengelolaan suatu kegiatan untuk kepentingan umum hanya dapat diperankan oleh pemerintah saja. 3. Kegiatan tersebut tidak mencari keuntungan. Sehingga kegiatan tersebut benar-benar berbeda dengan kepentingan swasta yang bertujuan untuk mencari keuntungan sehingga terkualifikasi bahwa kegiatan untuk kepentingan umum sama sekali tidak boleh mencari keuntungan. Pembahasan prinsip-prinsip kepentingan umum dalam pengadaan tanah untuk pembangunan menjadi penting karena dalam sarana pembangunan terutama pembangunan di bidang materiil memerlukan tanah sebagai sarana utamanya. 6 Selain itu juga sebagai titik tolak di dalam pembebasan tanah, pengadaan tanah, dan pencabutan hak atas tanah. Pembebasan tanah merupakan langkah pertama yang dapat dilakukan bilamana pemerintah memerlukan sebidang tanah 3 Salle, Aminuddin. 2007. Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Yogyakarta : Kreasi Total Media. Hlm.28. 4 Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria yang selanjutnya disebut dengan UUPA. 5 Salle,Aminuddin. Op.cit,hlm.75. 6 Abdurrahman. 1978. Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia ; Seri Hukum Agraria. Bandung : Alumni. Hlm.13. Proses-proses dalam pengadaan Tanah Untuk pembangunan kepentingan Umum Warta Hukum Edisi VII September – Oktober 2009 Artikel Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129) untuk kepentingan umum atau untuk kepentingan yang dapat menunjang pembangunan. Bila ada proyek pembangunan dalam masyarakat di daerah, sesuai dengan prinsip kepentingan umum maka hak atas tanah masyarakat bukan menjadi obyek dari kepentingan umum. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat haknya hingga bermanfaat bagi masyarakat dan Negara. Namun dalam hal ketentuan tersebut tidak berarti bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). PENGADAAN TANAH Perpres Nomor 65 Tahun 2006 memberi pengertian pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. 7 Agar kepentingan umum tidak terhambat dalam arti dapat dilaksanakan dan kepentingan perorangan pun tidak diabaikan maka diperlukan adanya musyawarah antara masing-masing pihak untuk melaksanakan kepentingan umum. Pembangunan kepentingan umum hanya dapat dilaksanakan jika ada tanah yang telah tersedia. Untuk itu, perlu melakukan pengadaan tanah (pengambilan) tanah hak masyarakat. Sejak berlakunya UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disebut UUPA, memberikan dasar hukum bagi pelaksanaan pembebasan (pengadaan) tanah atau pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan kepentingan umum pencabutan hak-hak atas tanah dapat dilakukan tetapi pemberian ganti kerugian juga harus diberikan kepada bekas pemilik tanah. TATA CARA PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. 8 Pelepasan hak milik atas tanah, meskipun untuk kepentingan umum tidak bisa dilakukan dengan cara yang mudah. Akan tetapi harus dilakukan sesuai dengan tata cara yang sudah digariskan dalam berbagai ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang hak tersebut. Salah satu peraturan yang telah mengatur hal tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada di Atasnya. Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, sedemikian pula kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. 9 Dalam hal pelepasan, penyerahan maupun pencabutan hak milik atas tanah, hendaknya dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah seperti yang telah dijelaskan dalam Pasal 3 UU No. 20 Tahun 1961. Adapun pembangunan kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah meliputi : a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, diruang atas tanah, ataupun diruang bawah tanah), saluran air minum atau air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; b. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya ; c. Pelabuhan, bandara udara, stasiun kereta api, dan terminal; 7 Pasal 1 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 8 Ibid, Pasal 2 ayat (1) 9 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan BendaBenda Yang Ada di Atasnya. Proses-proses dalam pengadaan Tanah Untuk pembangunan kepentingan Umum Warta Hukum Edisi VII September – Oktober 2009 Artikel Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129) d. e. f. g. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bencana banjir, lahar, dan lainlain bencana ; Tempat pembuangan sampah ; Cagar alam dan cagar budaya ; Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik. 10 Tata cara pengadaan tanah untuk pembangunan ini telah diatur dalam pasal 6 Keppres No.55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Adapun tata caranya antara lain : 1. Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum kepada Bupati/Walikotamadya melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat. 2. Apabila tanah yang diperlukan terletak di 2 (dua) wilayah Kabupaten/Kotamadya, atau wilayah DKI Jakarta, maka permohonan di maksud ayat (1) diajukan kepada Gubernur melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi. 3. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dilengkapi dengan keterangan mengenai : a. Lokasi tanah yang diperlukan ; b. Luas dan gambar kasar tanah yang diperlukan ; c. Penggunaan tanah pada saat permohonan diajukan ; d. Uraian rencana proyek yang akan dibangun, disertai keterangan mengenai aspek pembiayaan, lamanya pelaksanaan pembangunan. 11 Proses pengadaan tanah tersebut tak lepas dari panitia yang telah ditunjuk berdasarkan peraturan yang berlaku. Panitia pengadaan tanah dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri yang terdiri atas unsur Pemerintah dan unsur Pemerintah Daerah terkait. Hal tersebut telah dijelaskan dalam Perpres No.65 Tahun 2006 pasal 6 ayat (4). Panitia-panitia tersebut telah memiliki tugas yang harus dilaksanakan. Tugas panitia pengadaan tanah antara lain mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah, menetapkan besarnya ganti kerugian dan lain sebagainya. 12 Dalam hal panitia mengadakan penelitian terhadap status tanah, hal tersebut dimaksudkan agar dikemudian hari tidak terjadi konflik-konflik yang berkaitan dengan tanah yang dilepaskan hak miliknya. Penelitian terhadap status hukum tanah itu dilakukan sebagai upaya preventif untuk meminimalisir permasalahan antara pihak pemerintah dengan pihak pemilik hak atas tanah. PELAKSANAAN MUSYAWARAH DAN PENETAPAN BENTUK DAN BESARNYA GANTI KERUGIAN Salah satu tugas panitia pengadaan tanah adalah mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian terhadap tanah yang dilepaskan. Musyawarah tersebut dilakukan setelah penyuluhan dan penetapan batas lokasi tanah yang hendak dilepaskan hak miliknya di mana kegiatan tersebut dilaksanakan secara langsung antara instansi pemerintah dengan para pemegang hak atas tanah. Dalam hal kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak dapat dialihkan atau dipindahkan secara teknis tata ruang ketempat atau lokasi lain, maka musyawarah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal undangan pertama. 13 10 Op.cit, pasal 5. Pasal 6 Keppres No.55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepetingan Umum. 12 Lihat Pasal 7 Perpres No. 65 Tahun 2006. 13 Ibid, Pasal 10 ayat (1). 11 Proses-proses dalam pengadaan Tanah Untuk pembangunan kepentingan Umum Warta Hukum Edisi VII September – Oktober 2009 Artikel Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129) Apabila setelah diadakan musyawarah tersebut ternyata tidak menghasilkan suatu kesepakatan ataupun terjadi sengketa kepemilikan setelah penetapan ganti kerugian, maka panitia menitipkan uang ganti rugi kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan. 14 Ganti kerugian adalah penggantian atas nilai tanah berikut bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah sebagai akibat pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Ganti kerugian dari pelepasan tanah tersebut diberikan dalam 3 (tiga) macam bentuk, yaitu: (footnote?) a. Uang ; dan/atau b. Tanah Pengganti ; dan/atau c. Pemukiman Kembali ; dan/atau d. Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian ; dan/atau e. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Berdasarkan Perpres No, 65 Tahun 2006 telah diatur mengenai besarnya nilai ganti kerugian tersebut ditentukan berdasarkan atas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilaian Harga Tanah yang ditunjuk panitia, nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan, dan nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian. KEBERATAN TERHADAP KEPUTUSAN PANITIA Tidak terealisasinya kriteria ganti kerugian pada akhirnya dapat menimbulkan konflik dalam proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Apabila yang berhak atas tanah atau bendabenda yang ada di atasnya yang haknya dicabut tidak bersedia menerima ganti rugi sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden, karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka yang bersangkutan dapat meminta banding kepada Pengadilan Tinggi agar menetapkan ganti rugi sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang ada di Atasnya. 15 Kiranya keberatan yang dimaksud tersebut tidak hanya dalam batas ganti kerugian saja,namun juga dalam hal apabila yang bersangkutan keberatan dengan hasil penelitian terhadap status hukum tanah yang akan dilepaskan hak miliknya. KESIMPULAN Setelah mengetahui sekilas pemaparan di atas, maka kita tahu bahwa sebenarnya pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum tidak semata-mata menggunakan tanah kosong yang tidak bertuan. Proses pengadaan tanah pun telah diatur sesuai dengan dasar-dasar pertimbangan yang cukup bijak. Sekalipun harus menggunakan tanah hak milik, namun dalam pelepasan tanah tersebut pun diberikan ganti kerugian yang sesuai dan dilakukan musyawarah untuk mencapai kemufakatan bersama kedua belah pihak. Apabila kita memperhatikan segala ketentuan yang telah diatur, kita aka memahami bahwa semestinya segala konflik pelepasan tanah untuk fasilitas umum atau kepentingan umum tersebut dapat diatasi dengan baik. Akan tetapi tak jarang kita jumpai berita tentang konflik-konflik yang berhubungan dengan kasus ganti kerugian terhadap pelepasan tanah guna kepentingan umum. (kesimpulan merupakan kesimpulan akhir dari kajian pokok yang kita bahas, tulisan berdasarkan judul dan pembahasan ini adalah tentang PROSES-PROSES DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN KEPENTINGAN UMUM. Maka dari itu kesimpulan yang tepat dalam 14 15 Lihat Pasal 10 ayat (2) dan (3) Perpres No.65 Tahun 2006. Ibid, Pasal 18. Proses-proses dalam pengadaan Tanah Untuk pembangunan kepentingan Umum Warta Hukum Edisi VII September – Oktober 2009 Artikel Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl. Taman Siswa No. 158 Yogyakarta Telp 0274 379178 (129) tulisan ini adalah justru menyimpulkan/ meringkas secara umum proses-proses tersebut, karena jenis tulisan lia ini lebih bersifat eksposisi (berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca) hanya sedikit argumentatifnya. Dengan sekilas tulisan ini diharapkan dapat menambah khasanah wawasan mengenai agraria atau pertanahan, serta dapat membantu para pemilik hak atas tanah bahwa pelepasan tanah guna kepentingan umum dilakukan dengan bersama-sama antara pihak pemerintah dengan pihak pemilik hak dengan jalan musyawarah, bukan dilakukan secara sepihak oleh pemerintah. Apabila dalam pelaksanaannya sering dijumpai ketidaksesuaian dengan yang telah diatur maka hal tersebut sekiranya dapat diteliti lebih dalam lagi oleh mahasiswa maupun para pengamat. Proses-proses dalam pengadaan Tanah Untuk pembangunan kepentingan Umum Warta Hukum Edisi VII September – Oktober 2009 Artikel