13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Tentang Hak Asasi Manusia

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Tentang Hak Asasi Manusia
1. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia adalah hak pokok yang dimiliki manusia
sebagai anugerah Tuhan YME, dalam UU No 39 Tahun 1999 menyatakan
bahwa :
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati
melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgem, oleh
karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak
boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
Kelahiran manusia di muka bumi ini membawa hak-hak dasar yang
harus dihormati oleh setiap orang. Budiardjo (1983 : 93) memberikan
batasan bahwa “Hak asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah
diperoleh dan dibawanya sejak lahir bersamaan dengan kehadirannya di
dalam kehidupan masyarakat”.
Hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia itu menjamin setiap
orang untuk menentukan isi jiwanya sendiri, untuk melahirkan isi jiwanya
itu melalui suara atau aktivitas lain dan mengembangkan aktivitas itu
secara perorangan maupun berorganisasi dengan orang lain menurut
kehendaknya, tanpa gangguan atau paksaan dari orang lain. Hardjowirogo
(1981 : 7) mengungkapkan bahwa :
13
“Hak-hak manusia ialah hak-hak yang memungkinkan kita tanpa
diganggu gugat menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara
sebagai warga negara dari suatu kehidupan”.
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
Hak Asasi Manusia adalah hak yang bersifat dasar atau hak pokok yang
dimiliki oleh manusia, seperti hak hidup, hak berbicara, dan hak mendapat
perlindungan. Karena sifatnya yang dasar dan pokok ini, maka hak asasi
manusia sering dianggap sebagai hak yang tidak dapat dicabut atau
dihilangkan. Dengan kata lain, hak asasi manusia perlu mendapat jaminan
oleh negara atau pemerintah dan siapa saja yang melanggarnya maka harus
mendapatkan sangsi yang tegas.
Pada umumnya ada sejumlah hak yang tidak dapat dicabut atau
dihilangkan, seperti kebebasan berbicara dan berpendapat, kebebasan
beragama dan berkeyakinan, kebebasan berserikat, dan hak untuk
mendapatkan perlindungan yang sama di depan hukum. Presiden
Roosevelt yang dikutip Budiardjo (2004 : 121), mengemukakan The Four
Freedoms (Empat Kebebasan) manusia dalam hidup bermasyarakat dan
bernegara, yaitu :
1. Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (Freedom of
Speech)
2. Kebebasan beragama (Freedom of religion/Worship)
3. Kebebasan dari rasa takut (Freedom from Fear)
4. Kebebasan dari kemelaratan (Freedom from Want)
14
Hak asasi manusia adalah hak yang diberikan sebagai karunia
Tuhan. Karena semua hak asasi manusia itu dari Tuhan maka tidak
diperbolehkan ada pihak lain termasuk manusia kecuali Tuhan sendiri
yang mencabutnya. Di dalam Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia terdapat rumusan sebagai berikut :
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, harkat dan
martabat manusia.
Dari rumusan diatas jelas bahwa dibalik adanya hak asasi manusia
yang perlu dihormati mengandung makna adanya kewajiban asasi dari
setiap orang. Kewajiban asasi yang dimaksud adalah kewajiban dasar
manusia yang ditekankan dalam undang-undang tersebut sebagai
seperangkat
kewajiban
yang
apabila
tidak
dilaksanakan,
tidak
memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
Hak asasi manusia yang dalam kepustakaan Barat dikenal dengan
istilah Human Rights telah lama diperjuangkan hingga akhirnya diterima
oleh
bangsa-bangsa
di
dunia
yang tergabung dalam
organisasi
internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam bentuk Universal
Declaration of Human Rights tahun 1948. Perjuangan dalam menegakkan
hak asasi manusia hingga berhasil diterima oleh masyarakat dunia dan
menjadi dokumen antara lain :
15
1. Piagam Magna Charta (1215), ialah dokumen yang berisi beberapa
hak yang diberikan oleh Raja John di Inggris kepada para bangsawan
atas tuntutan mereka yang sekaligus membatasi kekuasaan raja dan
menghormati hak-hak rakyat.
2. Dokumen Bill of Rights (1689), ialah sebuah undang-undang yang
diterima oleh Parlemen Inggris sesudah berhasil mengadakan
perlawanan terhadap Raja James II dalam suatu revolusi tak berdarah.
3. Piagam Derclaration des droits de l’homme et du citoyen (1789), ialah
suatu pernyataan hak-hak manusia dan warga negara yang dicetuskan
pada permulaan Revolusi Perancis sebagai perlawanan terhadap rejim
yang berkuasa secara absolut.
4. Piagam Bill of Rights (1789), ialah suatu naskah undang-undang
tentang hak yang disusun oleh rakyat Amerika. Piagam ini sekarang
telah menjadi bagian dari undang-undang dasar Amerika pada tahun
1791.
Pernyataan Sedunia tentang Hak-hak Asasi Manusia (Universal
declaration of Human Rights) yang diproklamirkan oleh Resolusi Majelis
Umum PBB No. 217 A pada tanggal 10 Desember 1948 pada dasarnya
berisi tentang hal-hal yang bersifat umum dan memungkinkan dapat
diterima oleh seluruh bangsa di dunia. Deklarasi yang terdiri atas 30 pasal
ini diawali oleh bagian Mukadimah yang mengemukakan beberapa
pertimbangan perlunya hak asasi manusia. Secara singkat pertimbangan
dalam mukadimah itu sebagai berikut :
16
a. Pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan tidak
dapat dihilangkan dari semua anggota masyarakat dunia, ialah dasar
kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia
b. Mengabaikan dan memandang rendah hak-hak manusia telah
mengakibatkan perbuatan yang bengis dan kejam
c. Perlunya peningkatan persahabatan antar bangsa.
Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan dasar hukum tersendiri
mengenai konsep HAM. Konsep HAM yang dianut dan diterapkan bangsa
Indonesia didasarkan ideologi bangsa dan konstitusi negara kita, yaitu
Pancasila dan UUD 1945. HAM menurut ideologi bangsa (Pancasila).
Pancasila dasar dari konsep HAM yang dianut “bangsa Indonesia adalah
penjabaran dari sila kedua” Kemanusiaan yang adil dan beradab”, yang
disemangati oleh sila pertama, ketiga, keempat dan kelima Pancasila.
HAM menurut konstitusi negara UUD 1945, HAM dalam konstitusi
bangsa Indonesia tidak termuat dalam suatu piagam khusus, akan tetapi
tersebar dalam pasal-pasal UUD 1945. Budiardjo (1983 : 127),
memberikan gambaran bahwa :
Hak-hak asasi yang tercantum dalam UUD 1945 tidak termuat
dalam suatu piagam terpisah, tetapi tersebar dalam beberapa pasal,
terutama pasal 27 sampai 31, yang mengatur mengenai kebebasan
bekerja dan hidup yang layak, berserikat dan berkumpul,
kemerdekaan mengeluarkan pendapat, pikiran, kemerdekaan
mengeluarkan pendapat, pikiran, kemerdekaan, bela negara dan
mendapat pengajaran.
17
Menurut tertib hukum di Indonesia, semua peraturan perundangundangan yang berlaku mengacu pada Hukum Dasar atau Konstitusi baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tertulis yang
berlaku di Indonesia saat ini adalah UUD 1945. Istilah hak asasi manusia
dalam UUD 1945 sebelum diamandemen, secara eksplisit tidak ada namun
secara implisit kita dapat menafsirkan bahwa hak asasi manusia dapat
ditemukan pada bagian Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama dan pada
bagian Batang Tubuh UUD 1945 mulai pasal 27 sampai dengan Pasal 31.
Pembukaan UUD 1945 antara lain menyatakan sebagai berikut : “Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Dari bunyi paragraf pertama Pembukaan UUD 1945 ini jelaslah
bahwa hak asasi manusia terutama hak kemerdekaan bagi semua bangsa
mendapat jaminan dan dijunjung oleh seluruh bangsa Indonesia. Lebih
rinci lagi, jaminan hak asasi manusia dinyatakan pada bagian Batang
Tubuh.
2. Perkembangan HAM di Indonesia
Pada tanggal 20 Mei 1908 muncul organisasi yang merupakan
pergerakan pertama yang ada di Hindia Belanda yang menjadi cikal bakal
tumbuhnya kesadaran berorganisasi di kalangan bumi putera sekaligus
ditandainya perkembangan HAM di Indonesia yaitu Budi Utomo,
organisasi yang bergerak di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Pendapat
18
ini dapat kita lihat dari adanya suatu
pemikiran, terutama dari kaum
intelektualnya yang berkaitan dengan HAM, dalam hal ini kebebasan
untuk berserikat dan mengeluarkan pendapat.
Hal ini senada dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh Manan (2006 : 62), yaitu sebagai
berikut :
Berdirinya Budi Utomo ini kemudian diikuti oleh beberapa gerakan
atau organisasi persatuan lainnya, dan beberapa di antara mereka
bahkan ada yang mengkhususkan diri bergerak dalam bidang
tertentu, seperti Sarekat Islam dan Indische Partij.
Dalam konteks pemikiran HAM, para pemimpin Budi Utomo telah
memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat
melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun
dalam tulisan-tulisan yang dimuat dalam Goeroe Desa. Selain itu, Budi
Utomo telah pula memperlihatkan kepeduliannya tentang konsep
perwakilan rakyat. Langkah tersebut diambil sebagai bentuk kewajiban
mempertahankan negeri di bawah pemerintahan kolonial. Kesemuanya itu
menunjukkan adanya pergeseran pemikiran dalam upaya memperoleh
kebutuhan sosial, yang pada mulanya melalui pendidikan akhirnya
berubah dengan jalan berpolitik.
Pada saat dicetuskannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928,
perkembangan HAM di bidang sosial budaya semakin tampak. Sumpah
Pemuda
mengindikasikan
bahwa
bangsa
Indonesia
sudah
mulai
menghargai perbedaan, baik itu dalam suku, agama, ras, maupun golongan
dan bersatu dalam NKRI. Puncak perkembangan pemikiran HAM di
19
bidang sosial di Indonesia adalah pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan
diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia dan disahkannya UUD 1945
yang secara nyata memuat konsep pemikiran HAM di bidang ekonomi,
sosial, dan budaya. Salah satunya yang terdapat dalam Pembukaan UUD
1945 yang berbunyi “Bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Sejak kelahiran Negara RI tanggal 17 Agustus 1945, sebenarnya
para pendiri negara telah memikirkan dan bahkan telah menuangkan
gagasan tentang HAM ini namun dalam pelaksanaanya telah mengalami
masa pasang surut. Banyak pendapat bahkan kritikan yang ditujukan
kepada pemerintah RI baik dari dalam maupun dari pihak masyarakat
internasional kaitanya dengan pelaksanaan HAM di Indonesia. Kritikan
yang paling besar berpengaruhnya adalah terjadi pada dekade terakhir
sehingga mendorong pihak Pemerintah dan Presiden RI Nomor 50 Tahun
1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi manusia yang tujuannya
tercantum dalam Pasal 4, sebagai berikut :
1. Membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, dan Piagam Perserikatan BangsaBangsa serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
2. Meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna mendukung
terwujudnya tujuan pembangunan nasional yaitu pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya.
20
Pemikiran HAM sejak awal pergerakan kemerdekaan hingga saat ini
mendapat pengakuan dalam bentuk hukum tertulis yang dituangkan dalam
berbagai peraturan perundang-undangan yang berpuncak pada konstitusi
sebagai peraturan perundang-undangan tertinggi di Indonesia. Hal ini
terdapat dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia yang telah melewati
kurun waktu berlakunya tiga konstitusi, yakni UUD 1945, Konstitusi RIS
1949 dan UUDS 1950, yang kesemuanya memuat ketentuan-ketentuan
HAM di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Sampai sekarang instrumen pelengkap pelaksanaan HAM selalu
dipikirkan pemerintah, agar HAM dapat ditegakan dalam berbagai
kehidupan. Instrumen tersebut berisi aturan-aturan bagaimana HAM itu
ditegakkan dan mengikat seluruh warga negara. Menurut Ismail Sunny
dalam Manan (2006 : 80) terdapat tiga kemungkinan bentuk hukum yang
dapat menampung rincian HAM, yaitu :
a. Pertama, menjadikannya bagian yang integral dari UUD 1945,
yaitu dengan cara melakukan amandemen pada UUD 1945,
sebagai yang ditempuh dengan Piagam Hak-hak warganegara
(The Bill of Rights), yang merupakan amandemen I-X pada
Konstitusi Amerika Serikat.
b. Kedua, menetapkan dalam Ketetapan MPR.
c. Ketiga, mengundangkannya dalam suatu undang-undang berikut
sanksi hukuman terhadap pelanggarnya.
Dari ketiga bentuk hukum di atas, tampaknya ketiga-tiganya
dipergunakan oleh Pemerintah Indonesia dalam menguraikan rincian
HAM. UUD 1945 yang pada awalnya hanya memuat enam pasal yang
mengatur tentang HAM, kemudian mengalami perubahan-perubahan yang
21
sangat signifikan yang kemudian dituangkan dalam Perubahan Kedua
UUD 1945 pada bulan Agustus 2000.
Dalam UUD 1945 dimuat hak-hak khusus seperti hak anak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak anak atas
perrlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Bahkan dalam UUD 1945
juga ditentukan hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun
(non-derogable rights), yaitu hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,
hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
UUD
1945
menegaskan
bahwa
perlindungan,
pemajuan,
penegakkan dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara terutama
Pemerintah. Penegasan ini menunjukkan betapa pentingnya peran
pemerintah dalam perlindungan dan penegakkan HAM. Rumusan HAM
dalam UUD 1945 dapat dibagi ke dalam beberapa aspek yaitu :
1. HAM berkaitan dengan hidup dan kehidupan;
2. HAM berkaitan dengan keluarga;
3. HAM berkaitan dengan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi;
4. HAM berkaitan dengan pekerjaan;
5. HAM berkaitan dengan kebebasan beragama dan meyakini
kepercayaan, kebebasan bersikap, berpendapat, dan berserikat;
6. HAM berkaitan dengan informasi dan komunikasi;
22
7. HAM berkaitan dengan rasa aman dan perlindungan dari
perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia;
8. HAM berkaitan dengan kesejahteraan sosial;
9. HAM berkaitan dengan persamaan dan keadilan;
10. HAM berkewajiban menghargai hak orang dan pihak lain.
Karena setiap orang memiliki HAM, bukan tidak mungkin akan
terjadi benturan hak satu orang dengan hak orang yang lain. Jika terjadi
benturan, bukan perlindungan dan pemenuhan HAM yang terjadi,
melainkan pelanggaran HAM seseorang oleh orang lain yang juga
mengatasnamakan HAM. Setiap orang juga wajib menghormati HAM
orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara.
Untuk itu diperlukan pengaturan dan pembatasan tertentu yang
harus dimuat dalam undang-undang. Namun pembatasan tersebut sematamata adalah untuk (a) menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak
dan kebebasan orang lain ; (b) memenuhi tuntutan yang adil yang sesuai
dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban
umum dalam masyarakat yang demokratis.
Sebenarnya, sebelum Perubahan Kedua dilakukan telah terdapat
beberapa peratuan perundang-undangan yang dapat dikatakan sebagai
pembuka terjadinya Perubahan. Ketentuan itu antara lain Ketetapan MPR
Nomor XVII/MPR/1998 tantang HAM, Ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1999 tantang GBHN, serta UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang
HAM.
Apabila
dibandingkan
Deklarasi
PBB
tentang
Universal
23
Declaration of Human Rights, maka isi UU RI No.39/1999 ini lebih
lengkap dan terperinci mengatur tentang HAM. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah pasal dalam UU tersebut yang terdiri atas 106 pasal sedangkan
dalam Deklarasi yang dikeluarkan PBB hanya 30 pasal.
Sistematika UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia terdiri atas 11 bab dan 106 pasal, sebagai berikut :
Bab I Ketentuan Umum
Bab II Asas-Asas Dasar
Bab III Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia
Bab IV Kewajiban Dasar Manusia
Bab V Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintahan
Bab VI Pembatasan dan Larangan
Bab VII Komisi Nasional Hak Asasi manusia
Bab VIII Partisipasi Masyarakat
Bab IX Pengadilan Hak Asasi Manusia
Bab X Ketentuan Peralihan
Bab XI Ketentuan Penutup
Ketentuan tentang dasar-dasar HAM menurut UU di atas diatur
dalam Bab II tentang Asas-Asas dasar antara lain dalam Pasal 2, pasal 3,
dan Pasal 4. Yang berkenaan dengan siapa yang bertanggung jawab untuk
menegakkan hak asasi manusia terdapat dalam Pasal 8 bahwa yang
bertanggung jawab adalah Pemerintah yang ditegaskan pada Bab III dari
Pasal 9 sampai dengan Pasal 66 yang pada intinya meliputi : hak untuk
24
hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan
diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa
aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak
wanita dan hak anak.
Demikian sejumlah hak asasi yang dimiliki oleh seluruh warga
negara Indonesia dan mendapat jaminan dari Pemerintah. Namun
demikian, selain memiliki hak yang melekat dalam diri setiap individu,
setiap warga negara juga memiliki kewajiban yang harus dijalankan dan
dipatuhi. Ketentuan ini terdapat dalam Bab IV tentang Kewajiban Dasar
Manusia, yakni Pasal 67-70. Salah satu pasal tentang kewajiban dasar
manusia ini adalah Pasal 69 yang berbunyi :
1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain,
moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
2) Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban
dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang
lain secara timbal balik serta menjadi tugas Pemerintah untuk
menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukannya.
Dengan terdapatnya jaminan terhadap HAM yang dilakukan
Pemerintah ini membuktikan bahwa HAM di Indonesia bukanlah suatu hal
yang baru. Hal ini sebaiknya terus dipertahankan dan ditindaklanjuti
dengan mengembangkan upaya perlindungan dan pemajuan HAM di
Indonesia oleh pihak-pihak yang terkait. Pemajuan HAM ditujukan untuk
25
memberikan pengetahuan, wawasan,, dan kesadaran kepada warga akan
hak-hak dasar dan kewajiban asasinya, yang dalam pemenuhannya
menjadi tanggung jawab negara. Agar semua unsur tersebut terlaksana
dengan baik, pemerintah wajib menegakkan HAM dengan merumuskan
aturan, melaksanakan, dan menegakkannya secara konsisten.
B. Kajian tentang Pembelajaran HAM
1. Pengertian Pembelajaran HAM
Inti dari proses pendidikan secara formal adalah mengajar,
sedangkan inti dari proses pengajaran adalah siswa belajar. Oleh karena itu
mengajar tidak bisa dipisahkan dari belajar, sehingga dalam peristilahan
pendidikan kita mengenal proses belajar mengajar.
Secara umum belajar merupakan suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil
proses belajar ini dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk perubahan yang
meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Proses pembelajaran sangat terkait dengan berbagai komponen
yang sangat kompleks. Antara komponen yang satu dengan komponen
lainnya memiliki hubungan yang bersifat sistemik, maksudnya masingmasing komponen memiliki peranan sendiri-sendiri tetapi memiliki
hubungan yang saling terkait.
Menurut
Natawidjaja
dan
Moein
Moesa
(1991
:
23)
“Pembelajaran adalah upaya pembimbingan terhadap siswa itu secara
sadar dan terarah keinginan untuk belajar sebaik-baiknya, sesuai dengan
26
keadaan dan kemampuan siswa yang bersangkutan”. Kegiatan tersebut
tidak selalu dalam bentuk interaksi langsung antara siswa dengan guru,
bisa juga dengan cara siswa membaca buku misalnya yang menarik. Jadi
fokus utamanya adalah pada peserta didik, sedangkan pengajar hanya
berperan sebagai fasilitator, bertugas membimbing atau mengarahkan
peserta didik untuk mau belajar, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Natawidjaja bahwa “proses kegiatan tersebut dilakukan oleh guru atau tim
pengajar, kematangan dan tujuan belajar anak didik.
Batasan pembelajaran yang hampir senada juga dikemukakan
oleh Abdulhak (2000 : 25) yaitu proses pembelajaran adalah interaksi
edukatif antara peserta dengan komponen-komponen pembelajaran
lainnya. Menurutnya ketetapan komponen yang digunakan dapat
mempengaruhi proses pembelajaran.
Senada dengan pernyataan dari Abdulhak, dalam UUSPN Nomor 20
Tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar (UUSPN No. 20 Tahun 2003).
Sedangkan menurut Winataputra (1997 : 14) “Pembelajaran
merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari komponen
atau unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru”. Jadi
dalam pembelajaran terdapat enam unsur yaitu tujuan, bahan pelajaran,
strategi, alat, siswa dan guru. “Semua unsur atau komponen tersebut saling
27
berkaitan, saling mempengaruhi dan semuanya berfungsi dengan
berorientasi kepada tujuan” (Winataputra, 1997 : 16).
Dilihat dari pernyataan-pernyataan yang dikemukakan diatas bahwa
pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam
sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya. Pada
dasarnya suatu proses pembelajaran terkait dengan berbagai komponen
yang sangat kompleks. Komponen tersebut meliputi tujuan, materi, media,
siswa, guru dan komponen lainnya yang saling terkait. Pembelajaran
sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan
kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa,
serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru
sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi
pelajaran.
Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar
mengajar dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan
tujuan. Dengan demikian pembelajaran adalah setiap kegiatan yang
dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu
kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis
melalui tahap rancangan, pelaksana, dan evaluasi dalam konteks kegiatan
belajar mengajar.
28
Menurut Natawidjaja dan Moein Moesa (1991 : 72-73), didalam
kegiatan membelajarkan siswa berhadapan dengan 2 aspek dari anak didik,
yaitu aspek kematangan (naturation) dan aspek belajar (learning). Aspek
kematangan adalah hasil proses perkembangan sifat-sifat perorangan anak
didik yang berbeda-beda dan telah terbentk sejak sebelum lahir
(pembawaan/bakat). Sedangkan aspek belajar adalah proses perubahan
yang terus menerus terjadi dalam diri individu yang ditentukan oleh unsur
keturunan, tetapi lebih banyk ditentukan oleh faktor dari luar (faktor
eksternal). Perubahan tersebut bisa berupa pandangan hidup, perilaku,
keterampilan, persepsi, motivasi atau gabungan dari unsur-unsur tersebut.
Sedangkan belajar adalah suatu proses pembentukan, perubahan,
penambahan atau pengurangan perilaku individu. Pembentukan atau
perubahan itu bersifat menetap atau permanen dan disebabkan adanya
latihan yang terarah. Djahiri (1986 : 12) mengemukakan bahwa :
Belajar adalah proses internalisasi atau dialog atau transaksi internal
siswa (pikiran, perasaan dan pengalaman) dan potensi internalnya
itu sendiri atau dengan potensi eksternal lainnya (guru, siswa,
kondisi, fakta, atau konsep) sehingga lahir tanggapan sebagaimana
diharapkan (conditioned desired respons) serta melahirkan sesuatu
atau sejumlah perubahan sebagaimana diharapkan (desire out
comes).
Dari pendapat di atas terlihat bahwa belajar merupakan suatu proses
internalisasi, yakni potensi diri siswa dengan melibatkan potensi eksternal
lainnya sehingga menghasilkan tujuan yang telah ditetapkan.
29
Adapun pengertian belajar menurut Usman (2000:5) adalah
“sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya
interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya”.
Sedangkan menurut Hamalik (2001:27) mengemukakan bahwa
“Belajar
adalah
modifikasi
atau
memperteguh
kelakuan
melalui
pengalaman (learning is defined as themodification or stringing of
behavior through experiencing)”.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu
proses perubahan dalam tingkah laku yang dimanifestasikan dalam seluruh
aspek psikomotor, kognitif, dan afektif. Perubahan tersebut harus bersifat
menetap dalam diri individu masing-masing.
Pada setiap saat dalam kehidupan terjadi suatu proses pembelajaran,
disadari atau tidak disadari proses belajar mengajar ini akan diperoleh
hasil, seperti yang dikatakan oleh Sardiman A.M (2000:23):
Belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan
membawa perubahan pada individu-individu belajar. Perubahan itu
tidak hanya berkaitan dengan perubahan ilmu pengetahuan, tetapi
juga kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat,
watak, penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek tingkah
laku seseorang.
Menurut Natawidjaja dan Moesa (1992:73) mengemukakan bahwa
pengertian belajar adalah :
Proses perubahan yang terus-menerus terjadi dalam diri individu
yang tidak ditentukan oleh unsur keturunan, tetapi lebih banyak
ditentukan oleh faktor-faktor dari luar (eksternal). Perubahan itu
mungkin terjadi dalam pandangan hidup, perilaku, ketrampilan,
persepsi, motivasi ataupun gabungan dari unsur-unsur itu. Dengan
demikian, pengertian belajar itu selalu menunjuk pada perubahan
yang terjadi secara sistematis dalam perilaku anak didik. Perubahan
30
ini terjadi sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang ditemukan
dalam situasi khusus.
Apabila kita amati, dalam pembelajaran perlu diperhatikan pula
beberapa aspek yang mendukung terhadap keberhasilan belajar yang
diharapkan, dimana proses belajar yang diharapkan tidak hanya
berlangsung di sekolah tetapi juga berlangsung di lingkungan keluarga
ataupun masyarakat. Belajar yang dilakukan di sekolah waktunya terbatas,
dibandingkan dengan belajar di lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Oleh karena itu hasil belajar seseorang bukan hanya menjadi tanggung
jawab pendidik saja, tetapi juga tanggung jawab semua pihak.
Menurut Natawidjaya dan Moesa (1992:75) ada beberapa ciri
belajar, antara lain:
a. Belajar menyebabkan perubahan pada aspek-aspek kepribadian
yang berfungsi terus menerus.
b. Belajar adalah perbuatan sadar, karena itu peristiwa belajar
selalu mempunyai tujuan.
c. Belajar hanya melalui pengalaman yang bersifat individual.
Belajar hanya terjadi apabila dialami sendiri oleh orang yang
bersangkutan, yang tidak digantikan oleh orang lain.
d. Belajar menghasilkan perubahan yang menyeluruh melibatkan
keseluruhan tingkah laku yang mengintegrasikan semua aspekaspek yang terlibat di dalamnya, baik norma, fakta, sikap,
pengertian, kecakapan maupun keterampilan.
e. Belajar adalah proses interaksi, bukan sekedar proses
penyerapan yang berlangsung tanpa usaha aktif dari individu
yang belajar.
f. Perubahan tingkah laku berlangsung dari yang paling sederhana
sampai pada yang komplek.
Pendapat di atas merupakan ciri yang membedakan belajar dari
kematangan, pertumbuhan atau insting, dalam proses belajar terjadi
perubahan yang disengaja, dan tidak terjadi perubahan secara kebetulan,
31
proses belajar yang baik secara efetif dibawah bimbingan pendidik, tanpa
tekanan dan paksaan, karena belajar pada dasarnya ditunjukkan oleh
adanya perubahan tingkah laku melalui pengalaman pribadi yang tidak
disebabkan kematangan, pertumbuhan atau insting.
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat penulis simpulkan
bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang dengan
seluruh potensi dirinya (kognitif, afektif, psikomotor) untuk memperoleh
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
individu tersebut berinteraksi dengan diri dan lingkungannya. Maka jelas
bahwa belajar merupakan perubahan yang secara sistematik dalam
perilaku peserta didik secara terus menerus melalui proses pembelajaran.
Selain itu, terdapat komponen lain yang baik secara langsung atau
tidak langsung terkait dan dapat mempengaruhi proses dan kualitas
pembelajaran yang meliputi :
a. Raw input, adalah kondisi dan keberadaan siswa yang mengikuti
kegiatan pembelajaran (minat, sikap dan kebiasaan).
b. Instrumental input, adalah sarana dan prasarana yang terkait
dengan proses pembelajaran seperti metode, guru, teknik, media
dan bahan pembelajaran.
c. Environmental input, adalah situasi dan keberadaan lingkungan
baik fisik, sosial maupun budaya, dimana kegiatan pembelajaran
dilaksanakan.
d. Expected output, merujuk pada rumusan normatif yang menjadi
milik siswa setelah melaksanakan proses pembelajaran.
(Ibrahim,2002:51)
32
Empat komponen pembelajaran di atas sangat mempengaruhi
keberhasilan proses pembelajaran yang sedang berlangsung, mengingat
komponen yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Oleh karena itu,
sebaiknya guru sebelum memberikan pembelajaran, harus memperhatikan
lingkungan sosial dan lingkungan sekitarnya yang bisa digali oleh siswa.
Kemudian hal lain yang terdapat dalam pembelajaran adalah
mekanisme pembelajaran. Dimana mekanisme pembelajaran ini dibagi
dalam beberapa pokok bahasan yaitu, tahap persiapan, tahap pelaksanaan
dan tahap evaluasi serta tahap tindak lanjut. Berikut akan dipaparkan
mengenai keempat tahapan pembelajaran sebagai berikut:
1) Tahap persiapan
Tahap persiapan ini diawali dengan kesiapan guru dalam
penguasaan bidang keilmuan yang menjadi kewenangannya, merupakan
modal bagi terlaksananya proses pembelajaran yang baik. Guru yang
professional dituntut untuk memiliki persiapan dan penguasaan yang
cukup memadai, baik dalam bidang keilmuan maupun dalam
merancang program pembelajaran yang akan disajikan. Persiapan
proses pembelajaran menyangkut pula penyesuaian desain (rancangan)
kegiatan belajar mengajar yang akan diselenggarakan. Adapun desain
tersebut meliputi : tujuan, metode, sumber, evaluasi, dan kegiatan
belajar siswa.
33
2) Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan proses pembelajaran menggambarkan dinamika
kegiatan belajar siswa yang dipadu dan dibuat dinamis oleh guru. Oleh
karena itu, guru dituntut untuk memiliki pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan dalam mengaplikasikan metodologi dan pendekatan
pembelajaran secara tepat. Kompetensi profesional dari guru tersebut
perlu dikombinasikan dengan kemampuan dalam memahami dinamika
perilaku dan perkembangan yang dijalani oleh siswa.
Adapun keberhasilan proses pembelajaran banyak tertumpu
pada sikap dan belajar siswa, baik perorangan maupun kelompok.
Tersedianya sumber belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran
secara tepat merupakan kondisi positif yang mampu mendorong dan
memelihara kegiatan belajar siswa yang proaktif dan efektif.
Memelihara suasana pembelajaran yang dinamis dan menyenangkan
merupakan kondisi esensial yang perlu ditanamkan persepsi positif
pada setiap diri siswa, bahwa kegiatan belajar merupakan peluang yang
sangat berharga untuk memperoleh kesuksesan dan kemajuan
sebagaimana yang dicita-citakan.
3) Tahap evaluasi
Adapun yang dimaksud dengan evaluasi adalah alat yang
digunakan untuk mengungkap taraf keberhasilan proses pembelajaran,
khususnya untuk mengukur hasil belajar siswa. Melalui evaluasi dapat
diketahui efektifitas proses pembelajaran dan tingkat pencapaian tujuan
34
yang telah diterapkan. Evaluasi yang baik adalah alat ukur yang tepat
(valid),
dapat
dipercaya
(reliable)
dan
memadai
(adequate).
Pengukuran tingkat keberhasilan siswa dapat dilakukan dengan cara
menggunakan tes tertulis (written test), tes lisan (oral test) ataupun tes
praktek (performance test). Evaluasi merupakan laporan (akhir) dari
proses pembelajaran khusunya laporan tentang kemajuan prestasi
belajar siswa. Evaluasi secara otomatis merupakan pertangungjawaban
guru dalam pelaksanaan pembelajaran.
4) Tahap Tindak Lanjut
Tahap ke-empat yaitu tindak lanjut dari proses pembelajaran
dapat dipilah menjadi
promosi dan rehabilitasi. Di mana promosi
adalah penetapan untuk melangkah dan peningkatan lebih lanjut akan
keberhasilan belajar siswa. Bentuk promosi bisa berupa melanjutkan
bahasan atas materi pembelajaran atau keputusan tentang kenaikan
kelas. Sedangkan rehabilitasi adalah perbaikan atas kekurangan yang
telah terjadi dalam proses pembelajaran, khususnya apabila terjadi
tingkat keberhasilan siswa yang kurang memadai.
Adapun bentuk dari rehabilitasi dalam proses pembelajaran
dikenal dengan istilah pengajaran remedial (remedial teaching).
Kegiatan
ini
dilakukan
untuk
memperkuat
penguasaan
atau
memperbaiki kekurangan yang telah dialami oleh siswa tertentu dalam
kegiatan belajar sebelumnya. Bentuk pengajaran remedial berupa
pelajaran tambahan, penambahan tugas-tugas, memperpanjang waktu
35
belajar terhadap siswa-siswa tertentu yang mengalaminya. Pengajaran
remedial diakhiri dengan pelaksanaan ujian perbaikan atas kekuarangan
yang dialami siswa sebelumnya.
Dengan demikian Pembelajaran HAM merupakan proses belajar
mengajar didalam kelas berkenaan dengan materi HAM, yang melibatkan
komponen pembelajaran lainnya. Sedikitnya, ada empat hal yang harus
dipersiapkan untuk mengadakan proses pembelajaran, yakni menetapkan
tujuan, merumuskan materi pelajaran, menetapkan metode dan evaluasi.
2. Pokok-Pokok Materi HAM
Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi
pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat
mengembangkan kemampuan berfikir siswa dan memahami berbagai
model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk
belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.
Pendapat ini sejalan dengan Jerome Bruner yang dikutip oleh
Sagala (2003 : 63) mengatakan bahwa “Perlu adanya teori pembelajaran
yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang
efektif di kelas”.
Sedangkan menurut Suwardi (2007 : 39) mengenai materi pokok
yang terdapat dalam proses belajar mengajar didalam kelas yaitu bahwa :
Materi pokok atau materi pembelajaran adalah pokok-pokok materi
yang harus dipelajari siswa sebagai sarana pencapaian kompetensi
dasar akan dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian yang
disusun berdasar indikator pencapaian belajar. Secara umum materi
36
pokok atau materi pembelajaran dapat diklarifikasikan menjadi 4
jenis, yaitu : fakta, konsep, prinsip dan prosedur.
Hal ini menggambarkan bahwa orang yang berpengetahuan adalah
orang yang terampil memecahkan masalah, mampu berinteraksi dengan
lingkungannya dalam menguji hipotesis dan menarik generalisasi dengan
benar. Jadi belajar dan pembelajaran diarahkan untuk membangun
kemampuan berfikir dan kemampuan menguasai materi pelajaran, dimana
pengetahuan itu sumbernya dari luar diri, tetapi dikontruksi dalam diri
individu siswa.
Materi HAM penuh dengan nilai dan moral yang perlu
diperkenalkan kepada peserta didik. Hak asasi yang dimiliki manusia
sebagaimana yang tertuang dalam berbagai konvensi dan peraturan
perundangan ditujukan kepada kelompok atau perorangan tertentu. Selain
Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM yang berlaku di
Indonesia,
terdapat
pula
sejumlah
konvensi
yang
perlu
pula
disosialisasikan kepada para peserta didik, seperti Kovenan Internasional
tentang Hak-hak Sipil dan Politik; Konvensi Internasional tentang Hakhak Ekonomi, Sosial, dan Budaya; Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, tidak Manusiawi dan
Merendahkan Martabat Manusia; Konvensi hak-hak anak.
Menurut Hendarman yang dikutip dari Sapriya dan Udin
Winataputra (2004 : 152) menyatakan bahwa :
Apabila ada kesepakatan perlunya materi atau konsep-konsep HAM
diajarkan di sekolah, sebaiknya dilakukan penjenjangan dalam
konsep atau materi yang diajarkan atas dasar berbagai pertimbangan
37
termasuk utamanya memperhatikan tingkat usia dan perkembangan
anak. Selain pertimbangan hal tersebut, maka untuk menentukan
penjenjangan dimaksud, rujukan lain yang perlu diperhatikan ialah:
(1) terjadinya keseimbangan antara pribadi negara, (2) kehidupan
moral yang menjunjung tinggi martabat manusia, (3) semangat yang
universal, dan (4) kepekaan terhadap sesama dan lingkungan.
Senada dengan pendapat Hendarman yang berkaitan dengan
diperlukannya materi atau konsep-konsep HAM untuk diajarkan di
sekolah, bahwa materi HAM termasuk ke dalam ruang lingkup mata
pelajaran PKn. Hal tersebut sebagaimana terdapat dalam tabel 1.
Tabel 1. Ruang lingkup mata pelajaran PKn
ASPEK
SISTEM BERBANGSA
DAN BERNEGARA
SUB ASPEK
1. Persatuan bangsa dan Negara
2. Nilai dan norma ( agama, kesusilaan,
kesopanan dan hukum )
3. Hak Asasi Manusia
4. Kebutuhan hidup warga negara
5. Kekuasaan dan politik
6. Masyarakat demokratis
7. Pancasila dan konstitusi negara
8. Globalisasi
Sumber : Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh/Model
Silabus SMA/MA BSNP Depdiknas
Berdasarkan tabel diatas terdapat materi mengenai HAM yang
merupakan sub komponen rumpun bahan pelajaran mata pelajaran PKn.
Materi HAM dalam PKn terdapat dalam substansi kajian PKN di
Indonesia sebagaimana dimuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar isi ini merupakan
hasil kerja tim Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang statusnya
diperkukuh oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun
38
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana ditampilkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Substansi Kajian dan Uraian Materi Kajian PKn Tahun 2006
Topik
Substansi
Uraian Materi Kajian
Kajian
1. Persatuan
dan
Kesatuan
Bangsa
2. Norma,
Hukum,
dan
Peraturan
3. Hak Asasi
Manusia
4. Kebutuhan
Warga
Negara
5. Konstitusi
Negara
Hidup rukun dalam perbedaan;
Cinta lingkungan;
Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia;
Sumpah Pemuda;
Keutuhan Negara Kesatuan republik Indonesia
Partisipasi dalam pembelaan negara;
Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
Keterbukaan dan jaminan keadilan.
Tertib dalam kehidupan keluarga;
Tertib di sekolah;
Norma yang berlaku di masyarakat;
Peraturan-peraturan daerah;
Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara;
Sistem hukum dan peradilan nasional;
Hukum dan peradilan internasional.
Hak dan kewajiban anak;
Hak dan kewajiban anggota masyarakat;
Instrumen nasional dan internasional HAM;
Pemajuan, dan penghormatan HAM.
Hidup gotong royong;
Harga diri sebagai warga masyarakat;
Kebebasan berorganisasi;
Kemerdekaan mengeluarkan pendapat;
Menghargai keputusan bersama;
Prestasi diri;
Persamaan kedudukan warga negara.
Proklamasi kemerdekaan dan Konstitusi pertama;
Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di
Indonesia;
Hubungan dasar negara dengan konstitusi.
39
Pemerintahan desa dan kecamatan;
Pemerintahan daerah dan otonomi;
Pemerintah pusat;
6. Kekuasaan
Demokrasi dan sistem politik;
dan Politik
Budaya politik;
Budaya Demokrasi menuju masyarakat madani;
Sistem pemerintahan;
Pers dalam masyarakat demokrasi.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi negara;
Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara;
7. Pancasila
Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari;
Pancasila sebagai ideologi terbuka.
Globalisasi di lingkungannya;
Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi;
8. Globalisasi Dampak globalisasi;
Hubungan internasional dan internasional;
Mengevaluasi globalisasi.
Sumber : Laporan Kajian Mandiri Kewarganegaran, Samsuri 2008 : 66
Secara eksplisit kajian HAM dalam kurikulum PKn di Indonesia
dimuat untuk kelas tertentu sejak jenjang SMP/MTs hingga SMA/MA. Di
tingkat SD pembahasan HAM masih inklusif dengan substansi kajian
lainnya, seperti dalam standar kompetensi “Memahami Kebebasan
Berorganisasi” dan “Menghargai Keputusan Bersama” di kelas V
Semester 2 SD.
Di bagian lain, pembahasan HAM dalam Mata Pelajaran PKn di
SMP/MTs dimulai pada Kelas VII Semester 2 sebagai berikut :
a. Standar Kompetensi untuk Substansi Kajian HAM Mata
Pelajaran PKn Tingkat SMP/MTs :
3. Menampilkan sikap positif terhadap perlindungan dan
penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).
40
b. Kompetensi Dasar untuk Substansi Kajian HAM Mata
Pelajaran PKn Tingkat SMP/MTs :
c. Menguraikan hakikat, hukum dan kelembagaan HAM
d. Mendeskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan
HAM
e. Menghargai upaya perlindungan HAM
f. Menghargai upaya penegakan HAM
Sementara itu, kajian HAM untuk tingkat SMA/MA/SMK/MAK
disajikan pada kelas X semester 1 dengan rincian sebagai berikut :
a. Standar Kompetensi untuk Substansi Kajian HAM Mata
Pelajaran PKn Tingkat SMA/MA/SMK/MAK :
3. Menampilkan
peran
serta
dalam
upaya
pemajuan,
penghormatan, dan penegakan HAM
b. Kompetensi Dasar untuk Substansi Kajian HAM Mata
Pelajaran PKn Tingkat SMA/MA/SMK/MAK :
3.1 Menganalisis
upaya
pemajuan,
penghormatan,
dan
penegakan HAM
3.2 Menampilkan
peran
serta
dalam
upaya
pemajuan,
penghormatan, dan penegakan HAM di Indonesia
3.3 Mendeskripsikan
instrumen
hukum
dan
peradilan
internasional HAM
Jika dibandingkan dengan uraian substansi kajian PKn, materi
HAM dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di tingkat SMP
41
nampak kurang memadai. Kajian HAM masih perlu dipertajam dalam
pengembangan dan pengayaan materi pembelajaran di sekolah. Terlebih di
tingkat sekolah dasar, persoalan HAM selain penting dan fundamental,
juga perlu kecerdasan seorang guru untuk “membumikan” abstraksi HAM
dalam sejumlah instrumen internasional dan nasional di ruang kelas dan
pengalaman hidup siswa, sehingga pembelajaran HAM lebih bermakna.
Untuk itu diperlukan model pembelajaran yang memadai agar tujuan PKn
secara umum dan khususnya pembelajaran HAM mencapai tujuan yang
diharapkan.
C. PKn sebagai Media Pembelajaran HAM
1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Terdapat dua istilah yang harus dijelaskan terlebih dahulu sebelum
kita memahami konsep dari Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah tersebut
adalah Civics (kewarganegaraan) dan Civics Education (Pendidikan
Kewarganegaraan). Setiap individu memiliki dua bentuk kehidupan, yaitu
kehidupan publik dan kehidupan pribadi. Istilah Civics lebih banyak
bersangkut paut dengan kehidupan pribadi. Civics berkaitan dengan status
seseorang dalam sebuah negara bangsa. Pada dasarnya, Civics lebih
banyak mengatur hubungan individu dengan negara. Hubungan Civics
(kewarganegaraan) dan Civics Education (Pendidikan Kewarganegaraan).
Setiap individu memiliki dua bentuk kehidupan, yaitu kehidupan
publik dan kehidupan pribadi. Istilah Civics lebih banyak bersangkut paut
42
dengan kehidupan publik namun tetap memperhatikan kehidupan pribadi.
Civics berkaitan dengan status seseorang dalam sebuah negara-bangsa.
Pada dasarnya Civics lebih banyak mengatur hubungan individu dengan
negara. Hubungan tersebut bersifat publik karena dengan menjadi warga
negara berarti menjadi bagian dari political community.
Menurut Charter Van Good yang dimaksud dengan Civics adalah
bagian atau cabang ilmu politik yang memfokuskan diri pada kajiannya
tentang hak dan kewajiban warga negara``. Sedangkan menurut A.S
Hornby, ``Civics merupakan suatu studi tentang pemerintahan kota, hakhak, serta kewajiban-kewajiban dari warga negara, dan sebagainya``. Dari
kedua definisi yang telah disebutkan di atas dapat diketahui bahwa
batasan-batasan Civics terfokus pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban
warga negara.
Hubungan antara civics dengan civic education sangatlah erat. Untuk
mendidik warga negara yang
baik diperlukan adanya pendidikan
kewarganegaraan (civics education). Pembentukan karakter warga negara
selain bergantung pada kaidah dan hukum yang berlaku di negara tersebut
juga bergantung pada sistem pendidikan yang dijalankan di negara
tersebut.
Pada dasarnya, dapat dikatakan bahwa Civics Education merupakan
lanjutan dari Civics berupa pendidikan untuk mempraktekan bagaimana
seharusnya seorang warga negara berperilaku, bersikap, dan merespon
berbagai kejadian di lingkungan masyarakat. Oleh sebab itu, Pendidikan
43
Kewaganegaraan yang dimaksud adalah pendidikan yang mampu
mendidik siswa untuk menjadikan warga negara yang baik dalam
memahami, mengemban, dan melaksanakan segala tanggung jawab
sebagai warga negara.
Civics pertama kali lahir di Amerika pada tahun 1978. Pada waktu
itu yang menjadi fokus ajarannya hanya seputar civil government, yaitu
khusus mempelajari tentang sistem pemerintahan saja. Tujuan dari
diadakannya pelajaran Civics adalah untuk memupuk rasa nasionalisme
pada warga negara Amerika yang pada saat itu baru merdeka. Namun
tujuan tersebut ternyata tidak dapat tercapai karena yang diajarkan hanya
sebatas sistem pemerintahan saja. Oleh karena itu, diadakan perombakan
dan dibuatlah Civics sebagai pembelajaran kewarganegaraan Civics
mempunyai tiga bahasan utama yaitu Economy Civics, Community Civics
dan Vocational Civics.
Pada tahapan selanjutnya Civics berganti nama menjadi Community
Civics. Istilah Civics Education pertama kali ada pada awal tahun 1900
yang kemudian pada tahun 1945 mengubah namanya kembali menjadi
Citizenship Education yang memfokuskan diri pada pembentukan karakter
warga negara melalui jalur pendidikan formal.
Perkembangan Civics Education (Pendidikan Kewarganegaraan) di
Indonesia di mulai pada tahun 1960-an. Latar belakang pembelajaran
Civics di Indonesia dipicu oleh keberagaman suku bangsa. Tujuan Civics
diajarkan di Indonesia adalah untuk menjaga kebersatuan dan persatuan.
44
Civics pertama kali diperkenalkan di sekolah pada tahun 1962
dengan dimasukkan pada Kurikulum 1964 dan merupakan bagian dari
mata pelajaran Pendidikan Kemasyarakatan yang disatukan bersama-sama
dengan ilmu bumi dan sejarah. Selanjutnya pada Kurikulum 1968 terjadi
perubahan
pengelompokkan
mata
pelajaran,
yaitu
Pendidikan
Kemasyarakatan diganti menjadi Pendidikan Kewarganegaraan yang
merupakan
korelasi
dari
ilmu
bumi,
sejarah,
dan
pengetahuan
kewarganegaraan.
Pada perkembangan selanjutnya, Civics Education (PKN) di
Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifikan. Adapun perubahan
yang dilakukan bukan mengenai substansinya namun lebih pada
perubahan nama atau istilah.
Tahun 1975 ------ Pendidikan Kewarganegaraan berubah menjadi PMP
Tahun 1994 ------ PMP berubah menjadi PPKN
Tahun 1999 ------ PPKN + Suplemen
Tahun 2001 ------ PPKN + Budi Pekerti
Tahun 2004 ------ berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam penjelasan pasal 37 Ayat (1) UU Nomor 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional, menyatakan bahwa “Pendidikan
Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Berdasarkan
hal tersebut menurut Winataputra dan Budimansyah (2007 : 156) bahwa :
45
Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya merupakan pendidikan
kebangsaan atau pendidikan karakter bangsa. Semua imperatif atau
keharusan itu menuntut perlunya penghayatan baru kita terhadap
pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu konsep keilmuan,
instrumentasi, dan praksis pendidikan yang utuh, yang pada
gilirannya dapat menumbuhkan “civic intelligence” dan “civic
participation” serta “civic responsibility” sebagai anak bangsa dan
warga negara Indonesia.
PKn merupakan subjek pembelajaran yang memiliki tujuan untuk
membentuk kepribadian bangsa, yakni sebagai upaya sadar bagi
keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Senada dengan hal
tersebut, menurut Somantri (2001 : 166) PKn memiliki pengertian sebagai
berikut :
Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk
memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik agar terjadi
internalisasi moral pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan
untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan
dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari.
Dari
pendapat
tersebut
dapat
dipahami
bahwa
Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang menuntut nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945 serta nilai-nilai luhur yang harus diberikan
kepada
para
siswa
dalam
rangka
mewujudkan
generasi
yang
mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.
Dalam hal ini Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan nilainilai yang mendasari sikap dan tingkah laku yang diharapkan dari
perbuatan manusia yang sesuai dengan norma yang telah diakui untuk
dapat mencapai tujuan pendidikan moral.
46
Hakikat dari PKn adalah membina dan mengembangkan nilai moral
Pancasila sehingga mempribadi dalam setiap langkah gerak kehidupan
anak didik, yang mana hal tersebut dapat dilihat dari tujuan pendidikan
nasional sebagai berikut :
1. Memberikan pengertian, pengetahuan dan pemahaman tentang
Pancasila yang benar dan sah.
2. Meletakkan dan menanamkan pola berfikir yang sesuai dengan
Pancasila dan watak kemanusiaan.
3. Menanamkan nilai-nilai moral Pancasila ke dalam diri anak
didik.
4. Menggugah kesadaran anak didik sebagai warga negara dan
warga masyarakat Indonesia untuk selalu mempertahankan dan
melestarikan nilai-nilai moral Pancasila.
5. Memberikan motivasi agar setiap tingkah lakunya bertindak
sesuai dengan norma-norma dan nilai Pancasila.
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan, bahwa PKn merupakan
pendidikan nilai serta pendidikan yang membina keyakinan dalam diri
manusia dan PKn tidak lain juga merupakan pendidikan nilai-nilai
Pancasila dan aspek moral yang berhubungan dengan sikap tingkah laku
dan perbuatan manusia, hal ini merupakan suatu hal yang sangat penting
yang telah diakui dalam dirinya untuk mencapai tujuan pendidikan moral.
Nilai moral Pancasila menjadi sistem nilai dan keyakinan diri dalam
kehidupan serta menjadi landasan berfikir, bersikap, dan perbuatan
47
manusia, masyarakat dan negara Indonesia. Dengan kata lain tugas yang
dibawakan dalam pengajaran PKn sangat berat karena menyangkut nilai,
norma, moral yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, PKn mencakup dimensi pengetahuan
(knowledge),
keterampilan
(skills),
dan
nilai-nilai
(values)
kewarganegaraan.
Maka dari itu Pkn merupakan wahana untuk mengembangkan dan
melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa
Indonesia, yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku
dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik sebagai individu maupun sebagai
masyarakat, warga negara dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Perilaku-perilaku yang dimaksud, adalah seperti yang tercantum
dalam penjelasan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 39 ayat 2 yaitu :
a.
Perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai
berbagai golongan agama.
b.
Perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab.
c.
Perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat
yang beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam
kepentingan.
48
d.
Perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan
golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat, ataupun
kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat.
e.
Serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan
upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Disamping itu PKn juga dimaksudkan sebagai usaha membekali
siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan
dengan hubungan antara sesama warga negara maupun antara warga
negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar
menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
2. Fungsi dan Tujuan PKn
Fungsi
utama
dari
PKn
adalah
sebagai
wahana
untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar
pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam
bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Tujuan dari PKn sebagaimana tertuang dalam Kurikulum 2006
adalah sebagai berikut :
a.
b.
Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi
isu kewarganegaraan.
Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi.
49
c.
d.
Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar
dapat hidup berdampingan dengan bangsa-bangsa lainnya.
Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
Mengacu pada pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional maka PKn memiliki fungsi yaitu :
……….. untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Sedangkan secara khusus sebagaimana yang dikutip oleh Djahiri
(1995 : 10) tujuan PKn adalah :
Membina moral yang diharapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu
perilaku yang memancarkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan
agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab,
perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang
beraneka ragam kebudayaan dan mengutamakan kepentingan
bersama diatas kepentingan golongan sehingga perbedaan
pemikiran, pendapat ataupun kepentingan dapat diatasi melalui
musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari tujuan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan akhir dari
pengajaran PKn untuk menanamkan, mengembangkan dan membina sikap
nilai moral, norma Pancasila dan UUD 1945 kepada generasi muda agar
memahami dengan jalan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari,
dan kehidupan di keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara secara
nalar dan bertanggung jawab.
50
PKn menghendaki lahirnya generasi muda yang memiliki sejumlah
bekal sistem nilai baku yang positif sebagai landasan dan barometer
kehidupan dan lebih jauh lagi sebagai generasi penerus dan pembaharu
nilai/moral menuju nilai/moral yang diinginkan, yaitu nilai dan moral
Pancasila.
Tujuan pendidikan atau pengajaran moral di Indonesia mengacu
kepada tujuan-tujuan yang mengandung perilaku, dan arena itu penting
adanya untuk pengembangan motivasi belajar siswa secara efektif, dimana
nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia yang mesti
diamalkan dan dipraktekkan dalam aspek kehidupan sebagai bangsa
Indonesia.
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai
slogan saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler yang meliputi
(Somantri, 1975:30):
a. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep dan
generalisasi teori.
b. Keterampilan intelektual:
1) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan
yang
kompleks
seperti
mengingat,
menafsirkan,
mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan
menilai;
2) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a)
keterampilan bertanya dan mengetahuii masalah; (b)
keterampilan merumuskan hipotesis, (c) keterampilan
mengumpulkan data, (d) keterampilan menafsirkan dan
mneganalisis data, (e) keterampilan menguji hipotesis, (f)
keterampilan meruumuskan generalisasi, (g) keterampilan
mengkomunikasikan kesimpulan.
c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak
mengandung soal-soal afektif, karena itu tujuan PKn yang
seperti slogan harus dapat dijabarkan.
51
d. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan
dalam keterampilan sosial yaitu keterampilan yang
memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil
dapat melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam
pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty (Numan Somantri,
1975:30). Mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang
sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh
bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi,
konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi
tes beserta penilaiannya.
Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa
diharapkan :
a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma
Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup
negara RI.
b. Melek konstitusi (UUD 1945) dan hukum yang berlaku dalam
negara RI.
c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat
dalam butir diatas.
d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap
perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan
nalar.
Secara umum, menurut Bunyamin M dan Sapriya (2005:30)
bahwa,
Tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan
agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be
good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan
(civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun
spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics
responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat.
Berdasarkan pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa PKn
sebagai program pengajaran tidak hanya mengacu pada aspek kognitif
saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif
52
dan psikomotor. Selain aspek-aspek tersebut PKn juga mengembangkan
pendidikan nilai.
PKn bukanlah program pengajaran semata, dan bukan hanya untuk
target keberhasilan ujian saja, melainkan (terutama) untuk diamalkan
secara penuh penghayatan dan keyakinan serta nalar dalam kehidupan diri
sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Berbagai metode pilihan dan
permainan (games), pola evaluasi kualifikasi media stimulus, dan pola
kegiatan belajar mengajar (KBM) efektif secara bertahap hendaknya dikaji
dan dipahami pelaksana program PKn.
Materi pengajaran PKn harus meliputi ketiga aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor. Untuk itu pengembangan bahan ajar PKn menurut
Kosasih Djahiri (2002) yaitu harus multi sumber/media, multi gatra serta
keilmuan dan sesuai dengan realita.
Selanjutnya
Pembaharuan
Djahiri
Pendidikan
dalam
bukunya
Kewarganegaraan
Paparan
dan
Klasifikasi
kurikulum
KBK
Kewarganegaraan 2002 mengemukakan rumpun bahan pelajaran PKn,
yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Imtak dan berbudi luhur (pendidikan budi pekerti)
Nasionalisme/bhineka tunggal ika
HAM – demokrasi – Sistem Perwakilan
Sistem pemerintahan Negara hukum
Pemerintahan NKRI dan OTDA
Pola/seni kehidupan cyber space dan IPTEK
Masalah (kemarin – kini –esok)
3. Karakteristik Media, Metode, dan Evaluasi PKn
53
Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi sangat
dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan
menggunakan metode pembelajaran. Hal ini berarti bahwa keberadaan
guru dalam suatu proses pembelajaran memiliki peran dan kedudukan
yang menentukan.
Potensi, bakat, dan minat siswa akan berkembang
manakala guru dapat menciptakan iklim belajar di kelas yang
menyenangkan. Kesemuanya itu bergantung pada kreatifitas guru dalam
memvariasikan metode, media, dan bahan untuk belajar siswa.
PKn sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang dipelajari
dipersekolahan memiliki ciri tersendiri dalam proses pembelajarannya
Model pembelajaran yang perlu dikembangkan untuk PKn memiliki ciriciri sebagai berikut :
1. Bermakna (meaningfull) : bermakna bagi siswa, dalam artian
mempunyai manfaat bagi siswa.
2. Terpadu (integrated) : dalam artian, konteks yang dipelajari
mempunyai hubungan dengan bidang lain.
3. Berbasis nilai (value-based), tidak keluar dari nilai-nilai budaya
dan agama.
4. Menantang (challenging), tidak hanya sekedar rutinitas tapi
mempunyai materi yang menarik, biasanya mengenai isu-isu atau
berita-berita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Mengaktifkan siswa (active).
a. Sumber Pendidikan Kewarganegaraan
54
Salah satu komponen dalam proses belajar mengajar adalah
sumber
pembelajaran.
Pengertian
sumber
pembelajaran
yang
dikemukakan oleh Sudjana (1997 :77) adalah :
Sumber belajar merupakan segala daya yang dapat dimanfaatkan
guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajarnya.
Dalam pengembangan sumber belajar itu terdiri dari dua macam
yaitu :
1. Sumber belajar yang sengaja dirancang atau dibuat atau
dipergunakan untuk membantu belajar mengajar, biasa
disebut learning resources by design (sumber belajar yang
dirancang). Misalnya buku, brosur, ensiklopedi, film, dan
OHP.
2. Sumber belajar yang dimanfaatkan guna memberi
kemudahan kepada seseorang dalam belajar segala macam
sumber belajar yang ada di sekeliling kita. Sumber belajar ini
disebut learning resources by utilization. Misalnya pasar,
toko, museum, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat diatas, maka yang dimaksud dengan
sumber pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk
dapat memberikan kemudahan dalam proses belajar mengajar harus
dipilih sebaik mungkin. Kualitas sumber belajar yang digunakan akan
berpengaruh terhadap penguasaan siswa terhadap materi yang
disampaikan. Oleh karena itu, Sudjana (1997 : 84) menetapkan
beberapa kriteria mengenai sumber pembelajaran sebagai berikut :
a. Kriteria merupakan ukuran kasar dalam memilih pelbagai
sumber belajar misalnya :
- ekonomis, dalam pengertian murah,
- praktis dan sederhana, artinya tidak memerlukan
pelayanan serta pengadaan sebagainya yang sulit dan
langka,
- mudah diperoleh, bersifat fleksibel, artinya bias
dimanfaatkan untuk pelbagai tujuan instruksional dan
tidak dipengaruhi oleh faktor luar,
- komponen-komponennya sesuai dengan tujuan.
55
b. Kriteria berdasarkan tujuan, antara lain :
- sumber belajar digunakan untuk memotivasi siswa
terhadap materi pelajaran yang diberikan,
- sumber belajar yang digunakan untuk tujuan proses
belajar mengajar,
- sumber belajar yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah,
- sumber belajar yang digunakan untuk presentasi.
Berdasarkan pendapat diatas, sumber pembelajaran tidak terlalu
sulit untuk didapatkan. Sumber pembelajaran tidak harus mahal, rumit,
dan berdasarkan teknologi canggih. Namun, sumber pembelajaran
yang akan digunakan di kelas bisa dibuat sendiri oleh guru. Faktor
utama yang harus diperhatikan dalam pemilihan sumber pembelajaran
adalah kepraktisan serta harus memiliki daya manfaat yang tinggi
untuk memotivasi dan memudahkan siswa dalam proses pembelajaran.
b. Metode Pendidikan Kewarganegaraan
Metode adalah langkah operasional dari strategi pembelajaran
yang dipilih. Dalam mencapai tujuan belajar, sehingga sumber belajar
dalam suatu metode pembelajaran harus disesuaikan dengan jenis
strategi yang digunakan. Dalam membelajarkan siswa, guru dituntut
menggunakan metode yang bervariasi agar tidak menimbulkan
kejenuhan dan kebosanan pada siswa. Metode mengajar secara
sederhana dapat diartikan sebagai cara-cara yang dapat digunakan guru
untuk menyampaikan bahan pelajaran. Metode juga dapat berarti
prosedur yang disistematisir untuk kepentingan mengajar dengan
56
mempertimbangkan sarana dan prasarana, kemampuan kognitif siswa,
dan sebagainya.
Kaitannya dengan PKn, Djahiri dalam bukunya Dasar-Dasar
Umum Metodologi dan Nilai Pengajaran Nilai – Moral PVCT
(1995/1996) memaparkan beberapa metode yang dapat digunakan
dalam pembelajaran PKn yakni, ceramah, metode ekspositori, metode
pengajaran konsep, metode tanya jawab, metode parsipatori, metode
diskusi dan kelompok belajar, metode inkuiri dan pemecahan masalah
serta pengajaran VCT (Value Clarification Technique). Pengajaran
VCT adalah pola pengajaran yang membelajarkan potensi peserta
didik sekaligus pula mempribadikan isi dan pesan yang tersirat dalam
suatu kajian.
Terdapat
dua
moto
dalam
pembelajaran
PKn
yang
dikemukakan Djahiri (1985:36), antara lain sebagai berikut:
a. Ceramah (lecturing)
Pada
umumnya
metode
pembelajaran
memerlukan
ceramah, sehingga tidaklah benar pernyataan bahwa metode ini
jelek dan harus dibuang. Akan tetapi, yang harus dihindari adalah
penggunaan metode ceramah selama satu jam pelajaran penuh
terus menerus dengan memakai pola ceramah murni yang naratif,
monoton dan bersifat normatif imperatif.
Beberapa keunggulan dari metode ceramah, antara lain:
57
1) Setiap orang memiliki potensi dan kemahiran untuk ceramah
(lepas dari benar – salah)
2) Merupakan kiprah umum bahkan “membudaya” di kalangan
perguruan/sekolah
3) Bersifat praktis, mudah, murah, dan cepat menyampaikan
substansi sehingga target waktu bisa dikejar
4) Mampu menyelaraskan ketimpangan waktu dengan banyaknya
bahan
5) Tidak dapat membutuhkan persiapan pengembangan media
6) Mampu mengungkap dan mengklarifikasikan isi atau pesan
dalam bahasa yang komunikatif dan cepat. Hampir semua hal
mampu diungkap secara verbal
7) Mampu menguasai kelas dalam ukuran bagaimanapun juga
8) Bila ada kekeliruan bisa segera diperbaiki
9) Sejumlah hasil pengiring yang dapat dihasilkan dari metoda ini
adalah:
a. Melatih daya tangkap dan analitis ucapan orang lain
b. Latihan sosial untuk tatap muka dan etika dengan dan
bicara
10) Mampu mengangkat hal yang tidak ada dalam buku atau
belum diungkap sumber atau pihak lain.
Sedangkan beberapa kelemahan dari metode ceramah,
antara lain:
58
1) Bisa menimbulkan pembelajaran yang tidak sistematis
2) Karena adanya keterbatasan daya dengar manusia, maka dapat
menyebabkan pembelajaran yang melelahkan, membosankan
dan mengantuk.
3) “melanggar” kemampuan daya belajar manusia, karena tidak
semua siswa mampu menyimak dan menangkap ‘pesan lisan’
serta menulisnya dengan cepat
4) Kecepatan dan intonasi suara guru yang tidak teratur
menyebabkan hilangnya kesempatan siswa untuk berpikir,
bereaksi dan berekspresi.
5) Ceramah murni yang menyamaratakan semua siswa adalah
salah satu penyebab lahirnya ketimpangan daya serap siswa.
b. Ekspositorik
’Ekspositorik’ berasal dari kata ‘ekspose’ yang berarti
menunjukkan, memperagakan dan atau memperlihatkan. Metode
belajar ekspositori adalah metode belajar yang memperagakan
sesuatu untuk menciptakan KBM dan khususnya KBS yang terarah
dan terkendali menuju target sasaran guru atau pengajar.
c. Metoda Pengajaran Konsep (Teaching Konsep)
Sebelum menggunakan metoda pengajaran konsep, seorang
pengajar terlebih dahulu harus memahami pengertian data dan
fakta. Djahiri (1995/1996:44), bahwa:
59
1) Data adalah realita yang ada, kejadian, atau hal baik
fisik – non fisik, materiil – immateril, dan personal –
kondisional.
2) Fakta adalah sejumlah data yang memiliki keterkaitan
menunjuk kepada suatu konsep.
3) Konsep adalah label/nama/istilah yang merupakan
rangkaian
sejumlah
fakta
menuju
suatu
pengertian/makna isi – pesan dan atau fungsi peran atau
harga/nilai. Jadi, konsep merupakan sesuatu yang
memiliki ciri esensil tertentu.
d. Metoda Tanya Jawab
Metode tanya jawab ini dianggap memiliki kadar CBSA
yang tinggi, karena pertanyaan akan menggugah dan mengundang
potensi diri siswa.
e. Partisipatori
Partisipatori sebagai metode dalam kegiatan belajar
mengajar, membelajarkan siswa mengenai kehidupan atau kegiatan
nyata atau kegiatan nyata ataupun yang simulatif. Sarana untuk
berpartisipatorik adalah kehidupan keluarga atau masyarakat,
instansi kedinasan atau kemasyarakatan, laboratorium, atau pusat
Modeling. Jenis partisipatorik antara lain, studi lapangan, kegiatan
bakti sosial, magang, modeling atau simulasi, dan studi proyek.
f. Diskusi dan Kelompok Belajar
Ciri khas dari diskusi sebagai pola kegiatan belajar
mengajar, yakni demokratis. Metoda diskusi mengundang dan
melibatkan banyak orang serta tidak ada dominasi seseorang,
memiliki indikator CBSA yang tinggi karena meminta daya analisis
dan evaluatif terhadap masalah yang dilontarkan atau tanggapan
60
dan
sanggahan
terhadap
orang lain.
A.
Kosasih
Djahiri
(1995/1996:53) mengungkapkan bahwa diskusi adalah kegiatan
belajar siswa dialogistik secara intra potensi diri antar potensi
orang lain serta potensi dunia bkeilmuan dan kehidupan.
Ciri esensial dari diskusi, antara lain:
1) Adanya proses dialogistik, yakni interaksi antara struktur
kognitif dengan afektif dan psikomotor, antara potensi diri kita
dengan orang lain atau dengan dunia nyata serta keilmuan.
2) Adanya
sharing
ideas
(pertukaran
pikiran/pendapat,
berargumentasi yang benar dan memiliki landasan), ada proses
berproduksi dan berekspresi.
3) Adanya arahan inkuiri/mencari/meneliti dan mendapatkan
sesuatu
4) Adanya proses sosialisasi diri.
Bentuk-bentuk diskusi menurut Djahiri (1995/1996:58),
antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Diskusi kelas
Diskusi kelompok
Diskusi panel
Seminar
Loka karya
Diskusi penjaring
Kelompok belajar adalah kelompok sejumlah siswa untuk
melakukan kegiatan belajar bersama secara terarah dan teratur.
Djahiri (1995/1996:20), mengemukakan bahwa “kelompok belajar
61
yang sesuai dengan pembelajaran PKn adalah kelompok belajar
kooperatif”.
Kelompok belajar kooperatif merupakan perpaduan antara
kelompok belajar dan pola kegiatan kooperatif. Hakekat ini
kooperatif ialah kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang
tinggi. Kelompok belajar kooperatif merupakan kegiatan belajar
yang dapat menciptakan persaingan yang sehat, dalam arti
persaingan yang ada, tidak mendidik siswa untuk bersifat
individualis.
g. Metoda Inkuiri dan pemecahan Masalah
Kedua metoda ini pada hakekatnya sama, perbedaannya
bahwa dalam metoda pemecahan masalah hanya sampai pada
proses penentuan alternatif pemecahan/keputusan, sedangkan
dalam inkuiri sampai pada tahapan penetapan keputusan yang
terbaik.
Keunggulan
kedua
metode
ini
menurut
Djahiri
(1995/1996:58), antara lain:
1) Meningkatkan keterampilan dan kualitas hasil belajar
2) Menuntun siswa akrab dengan kehidupan nyata
3) Membakukan kemahiran analisis dan argumentasi
rasional/berlandas
4) Mensosialisasikan siswa
5) Mendayagunakan aneka sumber dan lingkungan belajar
Jenis inkuiri adalah inkuiri sederhana, lengkap dan nilai.
Inkuiri
sederhana
tidak
memerlukan
keseluruhan
proses
dilaksanakan, hanya hakekat dasarnya saja, yakni mengkaji,
62
mencari, dan menentukan pilihan. Inkuiri yang lengkap merupakan
metoda khusus yang langkah dan prosesnya telah baku. Sedangkan,
inkuiri nilai adalah pola inkuiri sederhana yang fokus substansinya
pada nilai – moral.
c. Media Pendidikan Kewarganegaraan
Media pengajaran harus dibedakan dengan sumber pengajaran.
Djahiri (1995/1996:31) mengemukakan bahwa sumber pembelajaran
merupakan tempat di mana butir mata pelajaran dan media bisa
dilihat, diperoleh dan dikaji seperti buku, perpustakaan, media cetak,
kehidupan
nyata
dll.
Sedangkan,
media
pembelajaran
lebih
diutamakan pada fungsi dan perannya.
Djahiri (1995/1996:31) mengemukakan, bahwa dengan adanya
media pembelajaran diharapkan dapat berperan untuk:
a. Menjadi fasilitator proses Kegiatan Belajar Siswa dan
peningkatan Hasil Belajar Real
b. Meningkatkan kadar proses CBSA atau proses Kegiatan
Mengajar Guru interaktif – reaktif
c. Meningkatkan motivasi belajar atau suasana belajar yang
baik
d. Meringankan beban tugas guru tanpa mengurangi
kelancaran dan keberhasilan pengajaran
e. Meningkatkan proses Kegiatan Belajar Mengajar secara
efektif, efisien dan optimal
f. Menyegarkan Kegiatan Belajar Mengajar
Jenis dan bentuk media, antara lain :
a. Materiil, berupa alat peraga, media cetak (Koran, majalah
dll)
b. Immaterial, seperti iklim, status sosial masyarakat dll
c. Personal, yaitu tokoh, pahlawan, narasumber dll
d. Audio visual
e. Gerak atau penampilan seperti simulasi, permainan (games)
63
Penggunaan
hendaknya
media
memperhatikan
dalam
Kegiatan
kualifikasi
Belajar
standar
Mengajar
kompetensi,
kompetensi dasar dan metoda pembelajaran yang akan digunakan.
Media pembelajaran tidak sekedar visual (transparasi, foto, dll), tetapi
bisa menggunakan audio-visual seperti rekaman video berbagai
peristiwa pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Sedangkan
sumber belajar tidak terbatas pada buku teks, tetapi surat kabar,
majalah dan kancah/lapangan, dsb.
d. Evaluasi Pembelajaran PKn
Evaluasi merupakan serangkaian kegiatan penilaian secara
keseluruhan program mulai dari perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan sampai dengan pengawasan, sedangkan penilaian
merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan
informasi tentang hasil belajar siswa (perorangan atau kelompok),
yang diperoleh melalui pengukuran. Penilaian bertujuan untuk
menganalisis atau menjelaskan unjuk kerja/prestasi siswa dalam
mengerjakan tugas-tugas yang terkait, dan mengefektifkan penggunaan
informasi tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan (Depdiknas,
2002 : 2).
Pembelajaran PKn yang bersifat multi aspek, menuntut PKn
untuk lebih berhati-hati dalam menentukan evaluasi yang tepat bagi
siswa. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu diterapkan dalam
64
evaluasi PKn. Seperti yang diungkapkan oleh Djahiri (1995 : 53),
yakni :
a. Evaluasi tidak hanya berfungsi untuk pengukuran tingkat
keberhasilan belajar siswa melainkan juga tingkat
keberhasilan/kegagalan mengajar, serta program reduksi,
dan momentum membaca kualifikasi atau juga jati dirinya
(siswa), keluarga dan lingkungan kehidupannya.
b. Evaluasi jangan hanya diartikan THB/TPB atau ulangan
yang cenderung administrative formal yakni mencari dan
menentukan nilai/angka melainkan momentum pengukuran
diri untuk reduksi atau remedial.
D. PKn sebagai Wadah Pembinaan Kesadaran Hak Asasi Manusia Peserta
Didik
1. Pengertian Kesadaran Hak Asasi Manusia
Kesadaran merupakan sesuatu yang terjadi dalam diri seseorang.
Berdasarkan hal tersebut bahwa sikap atau perilaku yang sadar selalu
dilakukan dalam keadaan tahu, mengerti, merasa dan insyaf. Dan juga
suatu keadaan dari kenyataan yang sadar dari luar, keadaan yang
memiliki karakteristik berupa sensasi, emosi, kemauan dan pikiran
seseorang, keseluruhan dari keadaan sadar seseorang, keadaan normal
dari kehidupan yang sadar.
Menurut Koentjaraningrat (1984 : 91) memberikan pengertian
kesadaran sebagai berikut :
1. Hal yang dirasakan atau dialami seseorang individu.
2. Keseluruhan perasaan dan pengalaman seseorang individu yang
berhubungan dengan hal itu, proses-proses mana berhenti waktu
tidur, pingsan atau koma.
65
Pengertian tersebut jelaslah bahwa kesadaran itu merupakan sesuatu
yang berhubungan dengan perasaan, pengalaman dan proses berpikir serta
jiwa seseorang. Apabila seseorang tertidur, pingsan atau koma maka
kesadarannya akan hilang. Kesadaran dan ketidaksadaran merupakan suatu
gejala psikologis seseorang. Kehidupan setiap individu itu selalu memiliki
dua alam yaitu alam sadar dan alam tidak sadar. Perilaku individu yang
dilakukan ketika dirinya sadar tentunya akan sesuai dengan aturan atau
norma yang berlaku. Keadaan tidak sadar juga sering dialami oleh setiap
individu, dalam keadaan ini kadang-kadang menyebabkan individu tidak
dapat berbuat apa-apa.
Kesadaran seseorang akan terlihat dari sikap dan perilaku yang
ditampilkan berdasarkan nilai-nilai yang dimikinya. Elizabeth Flyn yang
dikutip Djahiri (1985 : 23) menyatakan bahwa “Sadar akan nilai value
meliputi lima hal ialah sadar akan adanya sistem nilai, keinginan untuk
mengakui/ memiliki sistem nilai tersebut, keharusan membina dan
meningkatkan dan terakhir sadar untuk mencobanya dan membekukannya
dalam amal perbuatan sehari-hari”. Untuk dapat mencapai kelima nilai
sadar tersebut, Djahiri (1985 : 24) mengutip pendapat Piaget diperlukan
tahapan-tahapan penghayatan sebagai berikut :
1. Tahap mengakomodasi dimana anak memiliki kesempatan
untuk mempelajari dan menginternalisasi nilai atau moral.
2. Tahap asimilasi atau pengintegrasian nilai tersebut dengan nilai
lain yang telah ada dalam dirinya.
3. Tahap equalibrasi atau membina keseimbangan atau
membakukannya sebagai sistem nilai baru yang baku.
66
Pengetahuan yang luas bisa mewakili kesadaran seseorang akan luas
pula dimana pengetahuan dapat diperoleh melalui belajar seperti di
sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan lainnya, untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman dan penghayatan yang mendalam terhadap
sesuatu serta melaksanakan dalam bentuk tingkah laku. Manusia sebagai
makhluk sosial atau makhluk yang bermasyarakat dituntut untuk bertindak
dan berperilaku sesuai dengan prinsip-prinsip HAM, prinsip-prinsip yang
terdapat di dalam HAM bisa menjadi sebuah dorongan dan mendidik
individu untuk dapat memperjuangkan hak-haknya sekaligus untuk dapat
menghargai hak-hak orang lain.
Kesadaran hak asasi manusia dalam kehidupan sehari-hari
berhubungan erat dengan keyakinan seseorang agar berbuat kebenaran dan
berlaku adil kepada sesama manusia tanpa memandang agama dan dari
golongan mana ia berasal. Dengan demikian perbuatan seseorang yang
sesuai dengan prinsip-prinsip HAM merupakan cerminan dari kesadaran
HAM yang dimilikinya.
Kesadaran merupakan suatu hal yang sangat penting, terutama
dalam mengetahui dan sadar akan hak dan kewajiban asasi dirinya dan hak
asasi orang lain sehingga akan terbiasa menghormati diri dan hak-hak
asasi orang lain. Warga negara yang baik adalah warga negara yang sadar
akan hak dan kewajibannya. Kesadaran HAM merupakan faktor internal
pada diri manusia, yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan di
67
masyarakat, yang cenderung diwujudkan dalam bentuk sikap atau
perilakunya.
Kesadaran yang ada dalam diri manusia merupakan pendorong
untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan prinsip-prinsip HAM,
karena kesadaran tersebut telah tertanam dalam kehidupan setiap orang,
sehingga mempunyai kekuatan yang sangat besar. Karena itu setiap orang
teramat penting memiliki kesadaran, teramat akan : keragaman,
kesetaraan, kemanusiaan, keadilan, dan nilai-nilai demokrasi. Secara
konkrit, penanaman kesadaran tersebut disasarkan pada antara lain :
toleransi dalam beragama, memahami keragaman bahasa, membangun
sikap
sensitif
jender,
membangun
pemahaman
kritis
terhadap
ketidakadilan dan perbedaan status sosial, membangun sikap anti
diskriminasi etnis dan rasial, menghargai perbedaan kemampuan fisik, dan
menghargai perbedaan usia.
Kesadaran yang dimaksud disini yaitu kesadaran yang dinamis dan
penuh tanggung jawab dimana individu atau masyarakat mempunyai
keinginan yang kuat untuk meningkatkan dan mengembangkan lebih
lanjut, bukan karena adanya pengekangan yang berupa perintah atau
larangan, dan pengawasan yang dirasakan sebagai paksaan. Kesadaran
timbul atas dorongan dari luar dan dorongan dari dalam.
2. Indikator Kesadaran Hak Asasi Manusia
Adanya perbedaan tingkat kesadaran HAM setiap orang adalah hal
yang wajar. Hal ini berkaitan dengan tingkat kesadaran hukum seseorang,
68
Norman Y. Bull dikutip Sumantri (2003 : 6) mengatakan bahwa terdapat
beberapa macam kesadaran (awareaness) berdasarkan sumber awal
datangnya kesadaran tersebut, yaitu :
a.
b.
c.
d.
autonomous, yaitu kesadaran yang bersumber dari diri sendiri.
Orang yang memiliki kesadaran seperti ini tidak perlu
diintimidasi atau diintervensi oleh orang lain. Inilah macam
kesadaran yang paling ideal.
sosionomous, yaitu kesadaran yang muncul karena adanya
intervensi dari orang atau kelompok tertentu.
heteronomous, yaitu kesadaran terhadap sesuatu yang setiap
saat bisa berganti-ganti.
anomous, yaitu orang yang paling buruk karena ia tidak
mempunyai kesadaran apapun terhadap lingkungannya.
Uraian diatas tersebut, tentunya kesadaran yang diharapkan adalah
kesadaran yang bersifat autonomos karena kesadaran tersebut timbul
dengan didasari konsep atau pengetahuan yang diperoleh melalui
pengalaman, pengalaman dapat diperoleh melalui belajar. Menurut N.Y
Bull menggambarkan tingkat kesadaran mulai dari tingkat terendah sampai
yang tertinggi, dimana setiap tingkatan mencerminkan dasar/orientasi atau
motivasi munculnya kesadaran tersebut. Ada yang orientasinya tidak jelas,
yang berubah-ubah tergantung keadaan suasana karena ikut-ikutan dan ada
pula karena keinginan sendiri, ini yang terbaik.
Kesadaran HAM timbul dari pengetahuan yang diterima atau
diperoleh seseorang tentang HAM, dari pengetahuan ini akan lahir suatu
pengakuan
dan
penghargaan
terhadap
ketentuan-ketentuan
HAM,
sehingga timbul sikap penghayatan terhadap HAM tersebut. Bilamana
telah terdapat suatu penghayatan terhadap HAM, maka dengan sendirinya
69
akan terwujud warga negara yang baik yaitu warga negara yang sadar akan
hak dan kewajibannya. Hal tersebut sebagaimana ditampilkan dalam
gambar 1.
KESADARAN HAM
-
WARGA
NEGARA
YANG BAIK
Pengetahuan
Pemahaman
Sikap
Perilaku
Gambar 1. Indikator Kesadaran HAM
Berdasarkan uraian di atas, bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kesadaran HAM seseorang itu adalah : faktor psikologis
atau faktor lingkungan. Faktor lainnya yaitu hasil dari pembelajaran HAM,
pembelajaran HAM yang berhasil dapat meningkatkan kesadaran HAM
peserta didik, dan sebaliknya pembelajaran HAM yang tidak berhasil tidak
dapat meningkatkan kesadaran HAM.
Pembinaan kesadaran HAM sejak
dini (disekolah) diharapkan dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan
prinsip-prinsip HAM. Demikian pula ketika menjalani hidup di
masyarakat terutama saat menghadapi persoalan yang ada kaitannya
dengan HAM akan lebih siap. Penjelasan tersebut dapat ditampilkan pada
gambar 2 berikut.
Faktor Internal :
- Materi
- Media
- Metode
- Sumber
- Evaluasi
PESERTA
DIDIK
PEMBELAJARAN
HAM
Kesadaran
70
HAM
Gambar 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesadaran HAM
2. Pentingnya Kesadaran Hak Asasi Manusia bagi Peserta Didik
Kehadiran HAM di dunia pendidikan belum sangat terasa apalagi
HAM sekarang sudah ada dimana-mana. Sekolah-sekolah menengah
belum secara sengaja memasukkan HAM sebagai mata pelajaran inti.
Itulah sebabnya masih banyak salah pemahaman tentang konsep dan
hukum-hukum HAM. Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia juga
mengalami pasang dan surut yang secara jelas dapat terlihat melalui
periodisasi sejarah Indonesia, mulai tahun 1908 hingga sekarang.
Kesadaran akan HAM memang diperlukan bukan sekedar kampanye
publik, tetapi memerlukan sistem penanaman nilai sejak dini.
Menurut Manan (2006 : 226) “Upaya perlindungan dan pemajuan
HAM di Indonesia sebaiknya dimulai sejak dini, yaitu antara lain dengan
memasukkan materi pendidikan HAM ke dalam kurikulum pendidikan
dasar”. Hal ini diperlukan adanya suatu proses pendidikan yaitu
pendidikan formal, in formal maupun non formal. Sekolah sebagai
71
lembaga pendidikan formal, dimana siswa dalam menyelesaikan studinya
diberikan sejumlah pendidikan umum, pendidikan akademis dan
pendidikan keterampilan. Pada pendidikan formal ini pula siswa yang
lebih meningkat, baik dalam aspek pengetahuan, sikap maupun tingkah
laku atau keterampilan.
Dengan adanya PKn, maka diharapkan siswa berperilaku sesuai
dengan peraturan yang telah ditentukan. Selain itu PKn yang didalam
pengembangannya merupakan model terpadu/pengintegrasian disiplin
ilmu politik, hukum dan pendidikan. Dimana didalamnya berkaitan dengan
HAM yang telah diberikan dan mengaplikasikan dalam bentuk sikap dan
tingkah laku. Sejalan dengan ini Djahiri (1982 : 1) mengemukakan “Pada
akhirnya didapati bahwa tingkat pemahaman (struktur kognitif) siswa
terhadap suatu bahan/konsep akan menentukan terhadap kadar sikap
(struktur afektif) dan perilakunya (struktur psikomotor) kearah memahami
kawasan kognitif, afektif dan psikomotor”.
Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan di atas, jelas melalui
mata pelajaran PKn peserta didik diharapkan menyadari akan hak asasi
manusia, dengan cara memahami dan kemudian mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal berperan dalam proses pembinaan kesadaran HAM
peserta didik.
Sekolah berupaya agar peserta didik memiliki sikap dan perilaku
yang sesuai dengan prinsip-prinsip HAM yang dimaksudkan untuk
72
mempersiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang baik yang
dapat menghormati hak asasi dirinya dan hak-hak asasi orang lain.
Demikian pula ketika menjalani hidup di masyarakat terutama saat
menghadapi persoalan yang ada kaitannya dengan HAM akan lebih siap.
73
Download