BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Tentang Hak Asasi Manusia 1. Pengertian Hak Asasi Manusia Hak Asasi Manusia adalah hak pokok yang dimiliki manusia sebagai anugerah Tuhan YME, dalam UU No 39 Tahun 1999 menyatakan bahwa : Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgem, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Kelahiran manusia di muka bumi ini membawa hak-hak dasar yang harus dihormati oleh setiap orang. Budiardjo (1983 : 93) memberikan batasan bahwa “Hak asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya sejak lahir bersamaan dengan kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat”. Hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia itu menjamin setiap orang untuk menentukan isi jiwanya sendiri, untuk melahirkan isi jiwanya itu melalui suara atau aktivitas lain dan mengembangkan aktivitas itu secara perorangan maupun berorganisasi dengan orang lain menurut kehendaknya, tanpa gangguan atau paksaan dari orang lain. Hardjowirogo (1981 : 7) mengungkapkan bahwa : 13 “Hak-hak manusia ialah hak-hak yang memungkinkan kita tanpa diganggu gugat menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara sebagai warga negara dari suatu kehidupan”. Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak yang bersifat dasar atau hak pokok yang dimiliki oleh manusia, seperti hak hidup, hak berbicara, dan hak mendapat perlindungan. Karena sifatnya yang dasar dan pokok ini, maka hak asasi manusia sering dianggap sebagai hak yang tidak dapat dicabut atau dihilangkan. Dengan kata lain, hak asasi manusia perlu mendapat jaminan oleh negara atau pemerintah dan siapa saja yang melanggarnya maka harus mendapatkan sangsi yang tegas. Pada umumnya ada sejumlah hak yang tidak dapat dicabut atau dihilangkan, seperti kebebasan berbicara dan berpendapat, kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan berserikat, dan hak untuk mendapatkan perlindungan yang sama di depan hukum. Presiden Roosevelt yang dikutip Budiardjo (2004 : 121), mengemukakan The Four Freedoms (Empat Kebebasan) manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, yaitu : 1. Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (Freedom of Speech) 2. Kebebasan beragama (Freedom of religion/Worship) 3. Kebebasan dari rasa takut (Freedom from Fear) 4. Kebebasan dari kemelaratan (Freedom from Want) 14 Hak asasi manusia adalah hak yang diberikan sebagai karunia Tuhan. Karena semua hak asasi manusia itu dari Tuhan maka tidak diperbolehkan ada pihak lain termasuk manusia kecuali Tuhan sendiri yang mencabutnya. Di dalam Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdapat rumusan sebagai berikut : Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, harkat dan martabat manusia. Dari rumusan diatas jelas bahwa dibalik adanya hak asasi manusia yang perlu dihormati mengandung makna adanya kewajiban asasi dari setiap orang. Kewajiban asasi yang dimaksud adalah kewajiban dasar manusia yang ditekankan dalam undang-undang tersebut sebagai seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. Hak asasi manusia yang dalam kepustakaan Barat dikenal dengan istilah Human Rights telah lama diperjuangkan hingga akhirnya diterima oleh bangsa-bangsa di dunia yang tergabung dalam organisasi internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam bentuk Universal Declaration of Human Rights tahun 1948. Perjuangan dalam menegakkan hak asasi manusia hingga berhasil diterima oleh masyarakat dunia dan menjadi dokumen antara lain : 15 1. Piagam Magna Charta (1215), ialah dokumen yang berisi beberapa hak yang diberikan oleh Raja John di Inggris kepada para bangsawan atas tuntutan mereka yang sekaligus membatasi kekuasaan raja dan menghormati hak-hak rakyat. 2. Dokumen Bill of Rights (1689), ialah sebuah undang-undang yang diterima oleh Parlemen Inggris sesudah berhasil mengadakan perlawanan terhadap Raja James II dalam suatu revolusi tak berdarah. 3. Piagam Derclaration des droits de l’homme et du citoyen (1789), ialah suatu pernyataan hak-hak manusia dan warga negara yang dicetuskan pada permulaan Revolusi Perancis sebagai perlawanan terhadap rejim yang berkuasa secara absolut. 4. Piagam Bill of Rights (1789), ialah suatu naskah undang-undang tentang hak yang disusun oleh rakyat Amerika. Piagam ini sekarang telah menjadi bagian dari undang-undang dasar Amerika pada tahun 1791. Pernyataan Sedunia tentang Hak-hak Asasi Manusia (Universal declaration of Human Rights) yang diproklamirkan oleh Resolusi Majelis Umum PBB No. 217 A pada tanggal 10 Desember 1948 pada dasarnya berisi tentang hal-hal yang bersifat umum dan memungkinkan dapat diterima oleh seluruh bangsa di dunia. Deklarasi yang terdiri atas 30 pasal ini diawali oleh bagian Mukadimah yang mengemukakan beberapa pertimbangan perlunya hak asasi manusia. Secara singkat pertimbangan dalam mukadimah itu sebagai berikut : 16 a. Pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dihilangkan dari semua anggota masyarakat dunia, ialah dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia b. Mengabaikan dan memandang rendah hak-hak manusia telah mengakibatkan perbuatan yang bengis dan kejam c. Perlunya peningkatan persahabatan antar bangsa. Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan dasar hukum tersendiri mengenai konsep HAM. Konsep HAM yang dianut dan diterapkan bangsa Indonesia didasarkan ideologi bangsa dan konstitusi negara kita, yaitu Pancasila dan UUD 1945. HAM menurut ideologi bangsa (Pancasila). Pancasila dasar dari konsep HAM yang dianut “bangsa Indonesia adalah penjabaran dari sila kedua” Kemanusiaan yang adil dan beradab”, yang disemangati oleh sila pertama, ketiga, keempat dan kelima Pancasila. HAM menurut konstitusi negara UUD 1945, HAM dalam konstitusi bangsa Indonesia tidak termuat dalam suatu piagam khusus, akan tetapi tersebar dalam pasal-pasal UUD 1945. Budiardjo (1983 : 127), memberikan gambaran bahwa : Hak-hak asasi yang tercantum dalam UUD 1945 tidak termuat dalam suatu piagam terpisah, tetapi tersebar dalam beberapa pasal, terutama pasal 27 sampai 31, yang mengatur mengenai kebebasan bekerja dan hidup yang layak, berserikat dan berkumpul, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, pikiran, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, pikiran, kemerdekaan, bela negara dan mendapat pengajaran. 17 Menurut tertib hukum di Indonesia, semua peraturan perundangundangan yang berlaku mengacu pada Hukum Dasar atau Konstitusi baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tertulis yang berlaku di Indonesia saat ini adalah UUD 1945. Istilah hak asasi manusia dalam UUD 1945 sebelum diamandemen, secara eksplisit tidak ada namun secara implisit kita dapat menafsirkan bahwa hak asasi manusia dapat ditemukan pada bagian Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama dan pada bagian Batang Tubuh UUD 1945 mulai pasal 27 sampai dengan Pasal 31. Pembukaan UUD 1945 antara lain menyatakan sebagai berikut : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Dari bunyi paragraf pertama Pembukaan UUD 1945 ini jelaslah bahwa hak asasi manusia terutama hak kemerdekaan bagi semua bangsa mendapat jaminan dan dijunjung oleh seluruh bangsa Indonesia. Lebih rinci lagi, jaminan hak asasi manusia dinyatakan pada bagian Batang Tubuh. 2. Perkembangan HAM di Indonesia Pada tanggal 20 Mei 1908 muncul organisasi yang merupakan pergerakan pertama yang ada di Hindia Belanda yang menjadi cikal bakal tumbuhnya kesadaran berorganisasi di kalangan bumi putera sekaligus ditandainya perkembangan HAM di Indonesia yaitu Budi Utomo, organisasi yang bergerak di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Pendapat 18 ini dapat kita lihat dari adanya suatu pemikiran, terutama dari kaum intelektualnya yang berkaitan dengan HAM, dalam hal ini kebebasan untuk berserikat dan mengeluarkan pendapat. Hal ini senada dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Manan (2006 : 62), yaitu sebagai berikut : Berdirinya Budi Utomo ini kemudian diikuti oleh beberapa gerakan atau organisasi persatuan lainnya, dan beberapa di antara mereka bahkan ada yang mengkhususkan diri bergerak dalam bidang tertentu, seperti Sarekat Islam dan Indische Partij. Dalam konteks pemikiran HAM, para pemimpin Budi Utomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan-tulisan yang dimuat dalam Goeroe Desa. Selain itu, Budi Utomo telah pula memperlihatkan kepeduliannya tentang konsep perwakilan rakyat. Langkah tersebut diambil sebagai bentuk kewajiban mempertahankan negeri di bawah pemerintahan kolonial. Kesemuanya itu menunjukkan adanya pergeseran pemikiran dalam upaya memperoleh kebutuhan sosial, yang pada mulanya melalui pendidikan akhirnya berubah dengan jalan berpolitik. Pada saat dicetuskannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, perkembangan HAM di bidang sosial budaya semakin tampak. Sumpah Pemuda mengindikasikan bahwa bangsa Indonesia sudah mulai menghargai perbedaan, baik itu dalam suku, agama, ras, maupun golongan dan bersatu dalam NKRI. Puncak perkembangan pemikiran HAM di 19 bidang sosial di Indonesia adalah pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia dan disahkannya UUD 1945 yang secara nyata memuat konsep pemikiran HAM di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Salah satunya yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Sejak kelahiran Negara RI tanggal 17 Agustus 1945, sebenarnya para pendiri negara telah memikirkan dan bahkan telah menuangkan gagasan tentang HAM ini namun dalam pelaksanaanya telah mengalami masa pasang surut. Banyak pendapat bahkan kritikan yang ditujukan kepada pemerintah RI baik dari dalam maupun dari pihak masyarakat internasional kaitanya dengan pelaksanaan HAM di Indonesia. Kritikan yang paling besar berpengaruhnya adalah terjadi pada dekade terakhir sehingga mendorong pihak Pemerintah dan Presiden RI Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi manusia yang tujuannya tercantum dalam Pasal 4, sebagai berikut : 1. Membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Piagam Perserikatan BangsaBangsa serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; 2. Meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna mendukung terwujudnya tujuan pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. 20 Pemikiran HAM sejak awal pergerakan kemerdekaan hingga saat ini mendapat pengakuan dalam bentuk hukum tertulis yang dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berpuncak pada konstitusi sebagai peraturan perundang-undangan tertinggi di Indonesia. Hal ini terdapat dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia yang telah melewati kurun waktu berlakunya tiga konstitusi, yakni UUD 1945, Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950, yang kesemuanya memuat ketentuan-ketentuan HAM di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sampai sekarang instrumen pelengkap pelaksanaan HAM selalu dipikirkan pemerintah, agar HAM dapat ditegakan dalam berbagai kehidupan. Instrumen tersebut berisi aturan-aturan bagaimana HAM itu ditegakkan dan mengikat seluruh warga negara. Menurut Ismail Sunny dalam Manan (2006 : 80) terdapat tiga kemungkinan bentuk hukum yang dapat menampung rincian HAM, yaitu : a. Pertama, menjadikannya bagian yang integral dari UUD 1945, yaitu dengan cara melakukan amandemen pada UUD 1945, sebagai yang ditempuh dengan Piagam Hak-hak warganegara (The Bill of Rights), yang merupakan amandemen I-X pada Konstitusi Amerika Serikat. b. Kedua, menetapkan dalam Ketetapan MPR. c. Ketiga, mengundangkannya dalam suatu undang-undang berikut sanksi hukuman terhadap pelanggarnya. Dari ketiga bentuk hukum di atas, tampaknya ketiga-tiganya dipergunakan oleh Pemerintah Indonesia dalam menguraikan rincian HAM. UUD 1945 yang pada awalnya hanya memuat enam pasal yang mengatur tentang HAM, kemudian mengalami perubahan-perubahan yang 21 sangat signifikan yang kemudian dituangkan dalam Perubahan Kedua UUD 1945 pada bulan Agustus 2000. Dalam UUD 1945 dimuat hak-hak khusus seperti hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak anak atas perrlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Bahkan dalam UUD 1945 juga ditentukan hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable rights), yaitu hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. UUD 1945 menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakkan dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara terutama Pemerintah. Penegasan ini menunjukkan betapa pentingnya peran pemerintah dalam perlindungan dan penegakkan HAM. Rumusan HAM dalam UUD 1945 dapat dibagi ke dalam beberapa aspek yaitu : 1. HAM berkaitan dengan hidup dan kehidupan; 2. HAM berkaitan dengan keluarga; 3. HAM berkaitan dengan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi; 4. HAM berkaitan dengan pekerjaan; 5. HAM berkaitan dengan kebebasan beragama dan meyakini kepercayaan, kebebasan bersikap, berpendapat, dan berserikat; 6. HAM berkaitan dengan informasi dan komunikasi; 22 7. HAM berkaitan dengan rasa aman dan perlindungan dari perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia; 8. HAM berkaitan dengan kesejahteraan sosial; 9. HAM berkaitan dengan persamaan dan keadilan; 10. HAM berkewajiban menghargai hak orang dan pihak lain. Karena setiap orang memiliki HAM, bukan tidak mungkin akan terjadi benturan hak satu orang dengan hak orang yang lain. Jika terjadi benturan, bukan perlindungan dan pemenuhan HAM yang terjadi, melainkan pelanggaran HAM seseorang oleh orang lain yang juga mengatasnamakan HAM. Setiap orang juga wajib menghormati HAM orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara. Untuk itu diperlukan pengaturan dan pembatasan tertentu yang harus dimuat dalam undang-undang. Namun pembatasan tersebut sematamata adalah untuk (a) menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain ; (b) memenuhi tuntutan yang adil yang sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis. Sebenarnya, sebelum Perubahan Kedua dilakukan telah terdapat beberapa peratuan perundang-undangan yang dapat dikatakan sebagai pembuka terjadinya Perubahan. Ketentuan itu antara lain Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tantang HAM, Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tantang GBHN, serta UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Apabila dibandingkan Deklarasi PBB tentang Universal 23 Declaration of Human Rights, maka isi UU RI No.39/1999 ini lebih lengkap dan terperinci mengatur tentang HAM. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pasal dalam UU tersebut yang terdiri atas 106 pasal sedangkan dalam Deklarasi yang dikeluarkan PBB hanya 30 pasal. Sistematika UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri atas 11 bab dan 106 pasal, sebagai berikut : Bab I Ketentuan Umum Bab II Asas-Asas Dasar Bab III Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar Manusia Bab IV Kewajiban Dasar Manusia Bab V Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintahan Bab VI Pembatasan dan Larangan Bab VII Komisi Nasional Hak Asasi manusia Bab VIII Partisipasi Masyarakat Bab IX Pengadilan Hak Asasi Manusia Bab X Ketentuan Peralihan Bab XI Ketentuan Penutup Ketentuan tentang dasar-dasar HAM menurut UU di atas diatur dalam Bab II tentang Asas-Asas dasar antara lain dalam Pasal 2, pasal 3, dan Pasal 4. Yang berkenaan dengan siapa yang bertanggung jawab untuk menegakkan hak asasi manusia terdapat dalam Pasal 8 bahwa yang bertanggung jawab adalah Pemerintah yang ditegaskan pada Bab III dari Pasal 9 sampai dengan Pasal 66 yang pada intinya meliputi : hak untuk 24 hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak. Demikian sejumlah hak asasi yang dimiliki oleh seluruh warga negara Indonesia dan mendapat jaminan dari Pemerintah. Namun demikian, selain memiliki hak yang melekat dalam diri setiap individu, setiap warga negara juga memiliki kewajiban yang harus dijalankan dan dipatuhi. Ketentuan ini terdapat dalam Bab IV tentang Kewajiban Dasar Manusia, yakni Pasal 67-70. Salah satu pasal tentang kewajiban dasar manusia ini adalah Pasal 69 yang berbunyi : 1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2) Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi tugas Pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukannya. Dengan terdapatnya jaminan terhadap HAM yang dilakukan Pemerintah ini membuktikan bahwa HAM di Indonesia bukanlah suatu hal yang baru. Hal ini sebaiknya terus dipertahankan dan ditindaklanjuti dengan mengembangkan upaya perlindungan dan pemajuan HAM di Indonesia oleh pihak-pihak yang terkait. Pemajuan HAM ditujukan untuk 25 memberikan pengetahuan, wawasan,, dan kesadaran kepada warga akan hak-hak dasar dan kewajiban asasinya, yang dalam pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara. Agar semua unsur tersebut terlaksana dengan baik, pemerintah wajib menegakkan HAM dengan merumuskan aturan, melaksanakan, dan menegakkannya secara konsisten. B. Kajian tentang Pembelajaran HAM 1. Pengertian Pembelajaran HAM Inti dari proses pendidikan secara formal adalah mengajar, sedangkan inti dari proses pengajaran adalah siswa belajar. Oleh karena itu mengajar tidak bisa dipisahkan dari belajar, sehingga dalam peristilahan pendidikan kita mengenal proses belajar mengajar. Secara umum belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar ini dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk perubahan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses pembelajaran sangat terkait dengan berbagai komponen yang sangat kompleks. Antara komponen yang satu dengan komponen lainnya memiliki hubungan yang bersifat sistemik, maksudnya masingmasing komponen memiliki peranan sendiri-sendiri tetapi memiliki hubungan yang saling terkait. Menurut Natawidjaja dan Moein Moesa (1991 : 23) “Pembelajaran adalah upaya pembimbingan terhadap siswa itu secara sadar dan terarah keinginan untuk belajar sebaik-baiknya, sesuai dengan 26 keadaan dan kemampuan siswa yang bersangkutan”. Kegiatan tersebut tidak selalu dalam bentuk interaksi langsung antara siswa dengan guru, bisa juga dengan cara siswa membaca buku misalnya yang menarik. Jadi fokus utamanya adalah pada peserta didik, sedangkan pengajar hanya berperan sebagai fasilitator, bertugas membimbing atau mengarahkan peserta didik untuk mau belajar, sebagaimana yang dikemukakan oleh Natawidjaja bahwa “proses kegiatan tersebut dilakukan oleh guru atau tim pengajar, kematangan dan tujuan belajar anak didik. Batasan pembelajaran yang hampir senada juga dikemukakan oleh Abdulhak (2000 : 25) yaitu proses pembelajaran adalah interaksi edukatif antara peserta dengan komponen-komponen pembelajaran lainnya. Menurutnya ketetapan komponen yang digunakan dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Senada dengan pernyataan dari Abdulhak, dalam UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UUSPN No. 20 Tahun 2003). Sedangkan menurut Winataputra (1997 : 14) “Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari komponen atau unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru”. Jadi dalam pembelajaran terdapat enam unsur yaitu tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru. “Semua unsur atau komponen tersebut saling 27 berkaitan, saling mempengaruhi dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan” (Winataputra, 1997 : 16). Dilihat dari pernyataan-pernyataan yang dikemukakan diatas bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya. Pada dasarnya suatu proses pembelajaran terkait dengan berbagai komponen yang sangat kompleks. Komponen tersebut meliputi tujuan, materi, media, siswa, guru dan komponen lainnya yang saling terkait. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan. Dengan demikian pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksana, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. 28 Menurut Natawidjaja dan Moein Moesa (1991 : 72-73), didalam kegiatan membelajarkan siswa berhadapan dengan 2 aspek dari anak didik, yaitu aspek kematangan (naturation) dan aspek belajar (learning). Aspek kematangan adalah hasil proses perkembangan sifat-sifat perorangan anak didik yang berbeda-beda dan telah terbentk sejak sebelum lahir (pembawaan/bakat). Sedangkan aspek belajar adalah proses perubahan yang terus menerus terjadi dalam diri individu yang ditentukan oleh unsur keturunan, tetapi lebih banyk ditentukan oleh faktor dari luar (faktor eksternal). Perubahan tersebut bisa berupa pandangan hidup, perilaku, keterampilan, persepsi, motivasi atau gabungan dari unsur-unsur tersebut. Sedangkan belajar adalah suatu proses pembentukan, perubahan, penambahan atau pengurangan perilaku individu. Pembentukan atau perubahan itu bersifat menetap atau permanen dan disebabkan adanya latihan yang terarah. Djahiri (1986 : 12) mengemukakan bahwa : Belajar adalah proses internalisasi atau dialog atau transaksi internal siswa (pikiran, perasaan dan pengalaman) dan potensi internalnya itu sendiri atau dengan potensi eksternal lainnya (guru, siswa, kondisi, fakta, atau konsep) sehingga lahir tanggapan sebagaimana diharapkan (conditioned desired respons) serta melahirkan sesuatu atau sejumlah perubahan sebagaimana diharapkan (desire out comes). Dari pendapat di atas terlihat bahwa belajar merupakan suatu proses internalisasi, yakni potensi diri siswa dengan melibatkan potensi eksternal lainnya sehingga menghasilkan tujuan yang telah ditetapkan. 29 Adapun pengertian belajar menurut Usman (2000:5) adalah “sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut Hamalik (2001:27) mengemukakan bahwa “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as themodification or stringing of behavior through experiencing)”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan dalam tingkah laku yang dimanifestasikan dalam seluruh aspek psikomotor, kognitif, dan afektif. Perubahan tersebut harus bersifat menetap dalam diri individu masing-masing. Pada setiap saat dalam kehidupan terjadi suatu proses pembelajaran, disadari atau tidak disadari proses belajar mengajar ini akan diperoleh hasil, seperti yang dikatakan oleh Sardiman A.M (2000:23): Belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa perubahan pada individu-individu belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan perubahan ilmu pengetahuan, tetapi juga kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek tingkah laku seseorang. Menurut Natawidjaja dan Moesa (1992:73) mengemukakan bahwa pengertian belajar adalah : Proses perubahan yang terus-menerus terjadi dalam diri individu yang tidak ditentukan oleh unsur keturunan, tetapi lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor dari luar (eksternal). Perubahan itu mungkin terjadi dalam pandangan hidup, perilaku, ketrampilan, persepsi, motivasi ataupun gabungan dari unsur-unsur itu. Dengan demikian, pengertian belajar itu selalu menunjuk pada perubahan yang terjadi secara sistematis dalam perilaku anak didik. Perubahan 30 ini terjadi sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang ditemukan dalam situasi khusus. Apabila kita amati, dalam pembelajaran perlu diperhatikan pula beberapa aspek yang mendukung terhadap keberhasilan belajar yang diharapkan, dimana proses belajar yang diharapkan tidak hanya berlangsung di sekolah tetapi juga berlangsung di lingkungan keluarga ataupun masyarakat. Belajar yang dilakukan di sekolah waktunya terbatas, dibandingkan dengan belajar di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu hasil belajar seseorang bukan hanya menjadi tanggung jawab pendidik saja, tetapi juga tanggung jawab semua pihak. Menurut Natawidjaya dan Moesa (1992:75) ada beberapa ciri belajar, antara lain: a. Belajar menyebabkan perubahan pada aspek-aspek kepribadian yang berfungsi terus menerus. b. Belajar adalah perbuatan sadar, karena itu peristiwa belajar selalu mempunyai tujuan. c. Belajar hanya melalui pengalaman yang bersifat individual. Belajar hanya terjadi apabila dialami sendiri oleh orang yang bersangkutan, yang tidak digantikan oleh orang lain. d. Belajar menghasilkan perubahan yang menyeluruh melibatkan keseluruhan tingkah laku yang mengintegrasikan semua aspekaspek yang terlibat di dalamnya, baik norma, fakta, sikap, pengertian, kecakapan maupun keterampilan. e. Belajar adalah proses interaksi, bukan sekedar proses penyerapan yang berlangsung tanpa usaha aktif dari individu yang belajar. f. Perubahan tingkah laku berlangsung dari yang paling sederhana sampai pada yang komplek. Pendapat di atas merupakan ciri yang membedakan belajar dari kematangan, pertumbuhan atau insting, dalam proses belajar terjadi perubahan yang disengaja, dan tidak terjadi perubahan secara kebetulan, 31 proses belajar yang baik secara efetif dibawah bimbingan pendidik, tanpa tekanan dan paksaan, karena belajar pada dasarnya ditunjukkan oleh adanya perubahan tingkah laku melalui pengalaman pribadi yang tidak disebabkan kematangan, pertumbuhan atau insting. Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat penulis simpulkan bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang dengan seluruh potensi dirinya (kognitif, afektif, psikomotor) untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil individu tersebut berinteraksi dengan diri dan lingkungannya. Maka jelas bahwa belajar merupakan perubahan yang secara sistematik dalam perilaku peserta didik secara terus menerus melalui proses pembelajaran. Selain itu, terdapat komponen lain yang baik secara langsung atau tidak langsung terkait dan dapat mempengaruhi proses dan kualitas pembelajaran yang meliputi : a. Raw input, adalah kondisi dan keberadaan siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran (minat, sikap dan kebiasaan). b. Instrumental input, adalah sarana dan prasarana yang terkait dengan proses pembelajaran seperti metode, guru, teknik, media dan bahan pembelajaran. c. Environmental input, adalah situasi dan keberadaan lingkungan baik fisik, sosial maupun budaya, dimana kegiatan pembelajaran dilaksanakan. d. Expected output, merujuk pada rumusan normatif yang menjadi milik siswa setelah melaksanakan proses pembelajaran. (Ibrahim,2002:51) 32 Empat komponen pembelajaran di atas sangat mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran yang sedang berlangsung, mengingat komponen yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Oleh karena itu, sebaiknya guru sebelum memberikan pembelajaran, harus memperhatikan lingkungan sosial dan lingkungan sekitarnya yang bisa digali oleh siswa. Kemudian hal lain yang terdapat dalam pembelajaran adalah mekanisme pembelajaran. Dimana mekanisme pembelajaran ini dibagi dalam beberapa pokok bahasan yaitu, tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi serta tahap tindak lanjut. Berikut akan dipaparkan mengenai keempat tahapan pembelajaran sebagai berikut: 1) Tahap persiapan Tahap persiapan ini diawali dengan kesiapan guru dalam penguasaan bidang keilmuan yang menjadi kewenangannya, merupakan modal bagi terlaksananya proses pembelajaran yang baik. Guru yang professional dituntut untuk memiliki persiapan dan penguasaan yang cukup memadai, baik dalam bidang keilmuan maupun dalam merancang program pembelajaran yang akan disajikan. Persiapan proses pembelajaran menyangkut pula penyesuaian desain (rancangan) kegiatan belajar mengajar yang akan diselenggarakan. Adapun desain tersebut meliputi : tujuan, metode, sumber, evaluasi, dan kegiatan belajar siswa. 33 2) Tahap pelaksanaan Pelaksanaan proses pembelajaran menggambarkan dinamika kegiatan belajar siswa yang dipadu dan dibuat dinamis oleh guru. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dalam mengaplikasikan metodologi dan pendekatan pembelajaran secara tepat. Kompetensi profesional dari guru tersebut perlu dikombinasikan dengan kemampuan dalam memahami dinamika perilaku dan perkembangan yang dijalani oleh siswa. Adapun keberhasilan proses pembelajaran banyak tertumpu pada sikap dan belajar siswa, baik perorangan maupun kelompok. Tersedianya sumber belajar dengan memanfaatkan media pembelajaran secara tepat merupakan kondisi positif yang mampu mendorong dan memelihara kegiatan belajar siswa yang proaktif dan efektif. Memelihara suasana pembelajaran yang dinamis dan menyenangkan merupakan kondisi esensial yang perlu ditanamkan persepsi positif pada setiap diri siswa, bahwa kegiatan belajar merupakan peluang yang sangat berharga untuk memperoleh kesuksesan dan kemajuan sebagaimana yang dicita-citakan. 3) Tahap evaluasi Adapun yang dimaksud dengan evaluasi adalah alat yang digunakan untuk mengungkap taraf keberhasilan proses pembelajaran, khususnya untuk mengukur hasil belajar siswa. Melalui evaluasi dapat diketahui efektifitas proses pembelajaran dan tingkat pencapaian tujuan 34 yang telah diterapkan. Evaluasi yang baik adalah alat ukur yang tepat (valid), dapat dipercaya (reliable) dan memadai (adequate). Pengukuran tingkat keberhasilan siswa dapat dilakukan dengan cara menggunakan tes tertulis (written test), tes lisan (oral test) ataupun tes praktek (performance test). Evaluasi merupakan laporan (akhir) dari proses pembelajaran khusunya laporan tentang kemajuan prestasi belajar siswa. Evaluasi secara otomatis merupakan pertangungjawaban guru dalam pelaksanaan pembelajaran. 4) Tahap Tindak Lanjut Tahap ke-empat yaitu tindak lanjut dari proses pembelajaran dapat dipilah menjadi promosi dan rehabilitasi. Di mana promosi adalah penetapan untuk melangkah dan peningkatan lebih lanjut akan keberhasilan belajar siswa. Bentuk promosi bisa berupa melanjutkan bahasan atas materi pembelajaran atau keputusan tentang kenaikan kelas. Sedangkan rehabilitasi adalah perbaikan atas kekurangan yang telah terjadi dalam proses pembelajaran, khususnya apabila terjadi tingkat keberhasilan siswa yang kurang memadai. Adapun bentuk dari rehabilitasi dalam proses pembelajaran dikenal dengan istilah pengajaran remedial (remedial teaching). Kegiatan ini dilakukan untuk memperkuat penguasaan atau memperbaiki kekurangan yang telah dialami oleh siswa tertentu dalam kegiatan belajar sebelumnya. Bentuk pengajaran remedial berupa pelajaran tambahan, penambahan tugas-tugas, memperpanjang waktu 35 belajar terhadap siswa-siswa tertentu yang mengalaminya. Pengajaran remedial diakhiri dengan pelaksanaan ujian perbaikan atas kekuarangan yang dialami siswa sebelumnya. Dengan demikian Pembelajaran HAM merupakan proses belajar mengajar didalam kelas berkenaan dengan materi HAM, yang melibatkan komponen pembelajaran lainnya. Sedikitnya, ada empat hal yang harus dipersiapkan untuk mengadakan proses pembelajaran, yakni menetapkan tujuan, merumuskan materi pelajaran, menetapkan metode dan evaluasi. 2. Pokok-Pokok Materi HAM Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Pendapat ini sejalan dengan Jerome Bruner yang dikutip oleh Sagala (2003 : 63) mengatakan bahwa “Perlu adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas”. Sedangkan menurut Suwardi (2007 : 39) mengenai materi pokok yang terdapat dalam proses belajar mengajar didalam kelas yaitu bahwa : Materi pokok atau materi pembelajaran adalah pokok-pokok materi yang harus dipelajari siswa sebagai sarana pencapaian kompetensi dasar akan dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasar indikator pencapaian belajar. Secara umum materi 36 pokok atau materi pembelajaran dapat diklarifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu : fakta, konsep, prinsip dan prosedur. Hal ini menggambarkan bahwa orang yang berpengetahuan adalah orang yang terampil memecahkan masalah, mampu berinteraksi dengan lingkungannya dalam menguji hipotesis dan menarik generalisasi dengan benar. Jadi belajar dan pembelajaran diarahkan untuk membangun kemampuan berfikir dan kemampuan menguasai materi pelajaran, dimana pengetahuan itu sumbernya dari luar diri, tetapi dikontruksi dalam diri individu siswa. Materi HAM penuh dengan nilai dan moral yang perlu diperkenalkan kepada peserta didik. Hak asasi yang dimiliki manusia sebagaimana yang tertuang dalam berbagai konvensi dan peraturan perundangan ditujukan kepada kelompok atau perorangan tertentu. Selain Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM yang berlaku di Indonesia, terdapat pula sejumlah konvensi yang perlu pula disosialisasikan kepada para peserta didik, seperti Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik; Konvensi Internasional tentang Hakhak Ekonomi, Sosial, dan Budaya; Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia; Konvensi hak-hak anak. Menurut Hendarman yang dikutip dari Sapriya dan Udin Winataputra (2004 : 152) menyatakan bahwa : Apabila ada kesepakatan perlunya materi atau konsep-konsep HAM diajarkan di sekolah, sebaiknya dilakukan penjenjangan dalam konsep atau materi yang diajarkan atas dasar berbagai pertimbangan 37 termasuk utamanya memperhatikan tingkat usia dan perkembangan anak. Selain pertimbangan hal tersebut, maka untuk menentukan penjenjangan dimaksud, rujukan lain yang perlu diperhatikan ialah: (1) terjadinya keseimbangan antara pribadi negara, (2) kehidupan moral yang menjunjung tinggi martabat manusia, (3) semangat yang universal, dan (4) kepekaan terhadap sesama dan lingkungan. Senada dengan pendapat Hendarman yang berkaitan dengan diperlukannya materi atau konsep-konsep HAM untuk diajarkan di sekolah, bahwa materi HAM termasuk ke dalam ruang lingkup mata pelajaran PKn. Hal tersebut sebagaimana terdapat dalam tabel 1. Tabel 1. Ruang lingkup mata pelajaran PKn ASPEK SISTEM BERBANGSA DAN BERNEGARA SUB ASPEK 1. Persatuan bangsa dan Negara 2. Nilai dan norma ( agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum ) 3. Hak Asasi Manusia 4. Kebutuhan hidup warga negara 5. Kekuasaan dan politik 6. Masyarakat demokratis 7. Pancasila dan konstitusi negara 8. Globalisasi Sumber : Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh/Model Silabus SMA/MA BSNP Depdiknas Berdasarkan tabel diatas terdapat materi mengenai HAM yang merupakan sub komponen rumpun bahan pelajaran mata pelajaran PKn. Materi HAM dalam PKn terdapat dalam substansi kajian PKN di Indonesia sebagaimana dimuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar isi ini merupakan hasil kerja tim Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang statusnya diperkukuh oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 38 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Substansi Kajian dan Uraian Materi Kajian PKn Tahun 2006 Topik Substansi Uraian Materi Kajian Kajian 1. Persatuan dan Kesatuan Bangsa 2. Norma, Hukum, dan Peraturan 3. Hak Asasi Manusia 4. Kebutuhan Warga Negara 5. Konstitusi Negara Hidup rukun dalam perbedaan; Cinta lingkungan; Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia; Sumpah Pemuda; Keutuhan Negara Kesatuan republik Indonesia Partisipasi dalam pembelaan negara; Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia; Keterbukaan dan jaminan keadilan. Tertib dalam kehidupan keluarga; Tertib di sekolah; Norma yang berlaku di masyarakat; Peraturan-peraturan daerah; Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; Sistem hukum dan peradilan nasional; Hukum dan peradilan internasional. Hak dan kewajiban anak; Hak dan kewajiban anggota masyarakat; Instrumen nasional dan internasional HAM; Pemajuan, dan penghormatan HAM. Hidup gotong royong; Harga diri sebagai warga masyarakat; Kebebasan berorganisasi; Kemerdekaan mengeluarkan pendapat; Menghargai keputusan bersama; Prestasi diri; Persamaan kedudukan warga negara. Proklamasi kemerdekaan dan Konstitusi pertama; Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia; Hubungan dasar negara dengan konstitusi. 39 Pemerintahan desa dan kecamatan; Pemerintahan daerah dan otonomi; Pemerintah pusat; 6. Kekuasaan Demokrasi dan sistem politik; dan Politik Budaya politik; Budaya Demokrasi menuju masyarakat madani; Sistem pemerintahan; Pers dalam masyarakat demokrasi. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara; Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara; 7. Pancasila Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari; Pancasila sebagai ideologi terbuka. Globalisasi di lingkungannya; Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi; 8. Globalisasi Dampak globalisasi; Hubungan internasional dan internasional; Mengevaluasi globalisasi. Sumber : Laporan Kajian Mandiri Kewarganegaran, Samsuri 2008 : 66 Secara eksplisit kajian HAM dalam kurikulum PKn di Indonesia dimuat untuk kelas tertentu sejak jenjang SMP/MTs hingga SMA/MA. Di tingkat SD pembahasan HAM masih inklusif dengan substansi kajian lainnya, seperti dalam standar kompetensi “Memahami Kebebasan Berorganisasi” dan “Menghargai Keputusan Bersama” di kelas V Semester 2 SD. Di bagian lain, pembahasan HAM dalam Mata Pelajaran PKn di SMP/MTs dimulai pada Kelas VII Semester 2 sebagai berikut : a. Standar Kompetensi untuk Substansi Kajian HAM Mata Pelajaran PKn Tingkat SMP/MTs : 3. Menampilkan sikap positif terhadap perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). 40 b. Kompetensi Dasar untuk Substansi Kajian HAM Mata Pelajaran PKn Tingkat SMP/MTs : c. Menguraikan hakikat, hukum dan kelembagaan HAM d. Mendeskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan HAM e. Menghargai upaya perlindungan HAM f. Menghargai upaya penegakan HAM Sementara itu, kajian HAM untuk tingkat SMA/MA/SMK/MAK disajikan pada kelas X semester 1 dengan rincian sebagai berikut : a. Standar Kompetensi untuk Substansi Kajian HAM Mata Pelajaran PKn Tingkat SMA/MA/SMK/MAK : 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM b. Kompetensi Dasar untuk Substansi Kajian HAM Mata Pelajaran PKn Tingkat SMA/MA/SMK/MAK : 3.1 Menganalisis upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM 3.2 Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM di Indonesia 3.3 Mendeskripsikan instrumen hukum dan peradilan internasional HAM Jika dibandingkan dengan uraian substansi kajian PKn, materi HAM dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di tingkat SMP 41 nampak kurang memadai. Kajian HAM masih perlu dipertajam dalam pengembangan dan pengayaan materi pembelajaran di sekolah. Terlebih di tingkat sekolah dasar, persoalan HAM selain penting dan fundamental, juga perlu kecerdasan seorang guru untuk “membumikan” abstraksi HAM dalam sejumlah instrumen internasional dan nasional di ruang kelas dan pengalaman hidup siswa, sehingga pembelajaran HAM lebih bermakna. Untuk itu diperlukan model pembelajaran yang memadai agar tujuan PKn secara umum dan khususnya pembelajaran HAM mencapai tujuan yang diharapkan. C. PKn sebagai Media Pembelajaran HAM 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Terdapat dua istilah yang harus dijelaskan terlebih dahulu sebelum kita memahami konsep dari Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah tersebut adalah Civics (kewarganegaraan) dan Civics Education (Pendidikan Kewarganegaraan). Setiap individu memiliki dua bentuk kehidupan, yaitu kehidupan publik dan kehidupan pribadi. Istilah Civics lebih banyak bersangkut paut dengan kehidupan pribadi. Civics berkaitan dengan status seseorang dalam sebuah negara bangsa. Pada dasarnya, Civics lebih banyak mengatur hubungan individu dengan negara. Hubungan Civics (kewarganegaraan) dan Civics Education (Pendidikan Kewarganegaraan). Setiap individu memiliki dua bentuk kehidupan, yaitu kehidupan publik dan kehidupan pribadi. Istilah Civics lebih banyak bersangkut paut 42 dengan kehidupan publik namun tetap memperhatikan kehidupan pribadi. Civics berkaitan dengan status seseorang dalam sebuah negara-bangsa. Pada dasarnya Civics lebih banyak mengatur hubungan individu dengan negara. Hubungan tersebut bersifat publik karena dengan menjadi warga negara berarti menjadi bagian dari political community. Menurut Charter Van Good yang dimaksud dengan Civics adalah bagian atau cabang ilmu politik yang memfokuskan diri pada kajiannya tentang hak dan kewajiban warga negara``. Sedangkan menurut A.S Hornby, ``Civics merupakan suatu studi tentang pemerintahan kota, hakhak, serta kewajiban-kewajiban dari warga negara, dan sebagainya``. Dari kedua definisi yang telah disebutkan di atas dapat diketahui bahwa batasan-batasan Civics terfokus pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban warga negara. Hubungan antara civics dengan civic education sangatlah erat. Untuk mendidik warga negara yang baik diperlukan adanya pendidikan kewarganegaraan (civics education). Pembentukan karakter warga negara selain bergantung pada kaidah dan hukum yang berlaku di negara tersebut juga bergantung pada sistem pendidikan yang dijalankan di negara tersebut. Pada dasarnya, dapat dikatakan bahwa Civics Education merupakan lanjutan dari Civics berupa pendidikan untuk mempraktekan bagaimana seharusnya seorang warga negara berperilaku, bersikap, dan merespon berbagai kejadian di lingkungan masyarakat. Oleh sebab itu, Pendidikan 43 Kewaganegaraan yang dimaksud adalah pendidikan yang mampu mendidik siswa untuk menjadikan warga negara yang baik dalam memahami, mengemban, dan melaksanakan segala tanggung jawab sebagai warga negara. Civics pertama kali lahir di Amerika pada tahun 1978. Pada waktu itu yang menjadi fokus ajarannya hanya seputar civil government, yaitu khusus mempelajari tentang sistem pemerintahan saja. Tujuan dari diadakannya pelajaran Civics adalah untuk memupuk rasa nasionalisme pada warga negara Amerika yang pada saat itu baru merdeka. Namun tujuan tersebut ternyata tidak dapat tercapai karena yang diajarkan hanya sebatas sistem pemerintahan saja. Oleh karena itu, diadakan perombakan dan dibuatlah Civics sebagai pembelajaran kewarganegaraan Civics mempunyai tiga bahasan utama yaitu Economy Civics, Community Civics dan Vocational Civics. Pada tahapan selanjutnya Civics berganti nama menjadi Community Civics. Istilah Civics Education pertama kali ada pada awal tahun 1900 yang kemudian pada tahun 1945 mengubah namanya kembali menjadi Citizenship Education yang memfokuskan diri pada pembentukan karakter warga negara melalui jalur pendidikan formal. Perkembangan Civics Education (Pendidikan Kewarganegaraan) di Indonesia di mulai pada tahun 1960-an. Latar belakang pembelajaran Civics di Indonesia dipicu oleh keberagaman suku bangsa. Tujuan Civics diajarkan di Indonesia adalah untuk menjaga kebersatuan dan persatuan. 44 Civics pertama kali diperkenalkan di sekolah pada tahun 1962 dengan dimasukkan pada Kurikulum 1964 dan merupakan bagian dari mata pelajaran Pendidikan Kemasyarakatan yang disatukan bersama-sama dengan ilmu bumi dan sejarah. Selanjutnya pada Kurikulum 1968 terjadi perubahan pengelompokkan mata pelajaran, yaitu Pendidikan Kemasyarakatan diganti menjadi Pendidikan Kewarganegaraan yang merupakan korelasi dari ilmu bumi, sejarah, dan pengetahuan kewarganegaraan. Pada perkembangan selanjutnya, Civics Education (PKN) di Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifikan. Adapun perubahan yang dilakukan bukan mengenai substansinya namun lebih pada perubahan nama atau istilah. Tahun 1975 ------ Pendidikan Kewarganegaraan berubah menjadi PMP Tahun 1994 ------ PMP berubah menjadi PPKN Tahun 1999 ------ PPKN + Suplemen Tahun 2001 ------ PPKN + Budi Pekerti Tahun 2004 ------ berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan Dalam penjelasan pasal 37 Ayat (1) UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, menyatakan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Berdasarkan hal tersebut menurut Winataputra dan Budimansyah (2007 : 156) bahwa : 45 Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya merupakan pendidikan kebangsaan atau pendidikan karakter bangsa. Semua imperatif atau keharusan itu menuntut perlunya penghayatan baru kita terhadap pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu konsep keilmuan, instrumentasi, dan praksis pendidikan yang utuh, yang pada gilirannya dapat menumbuhkan “civic intelligence” dan “civic participation” serta “civic responsibility” sebagai anak bangsa dan warga negara Indonesia. PKn merupakan subjek pembelajaran yang memiliki tujuan untuk membentuk kepribadian bangsa, yakni sebagai upaya sadar bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Senada dengan hal tersebut, menurut Somantri (2001 : 166) PKn memiliki pengertian sebagai berikut : Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang menuntut nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 serta nilai-nilai luhur yang harus diberikan kepada para siswa dalam rangka mewujudkan generasi yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam hal ini Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan nilainilai yang mendasari sikap dan tingkah laku yang diharapkan dari perbuatan manusia yang sesuai dengan norma yang telah diakui untuk dapat mencapai tujuan pendidikan moral. 46 Hakikat dari PKn adalah membina dan mengembangkan nilai moral Pancasila sehingga mempribadi dalam setiap langkah gerak kehidupan anak didik, yang mana hal tersebut dapat dilihat dari tujuan pendidikan nasional sebagai berikut : 1. Memberikan pengertian, pengetahuan dan pemahaman tentang Pancasila yang benar dan sah. 2. Meletakkan dan menanamkan pola berfikir yang sesuai dengan Pancasila dan watak kemanusiaan. 3. Menanamkan nilai-nilai moral Pancasila ke dalam diri anak didik. 4. Menggugah kesadaran anak didik sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia untuk selalu mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai moral Pancasila. 5. Memberikan motivasi agar setiap tingkah lakunya bertindak sesuai dengan norma-norma dan nilai Pancasila. Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan, bahwa PKn merupakan pendidikan nilai serta pendidikan yang membina keyakinan dalam diri manusia dan PKn tidak lain juga merupakan pendidikan nilai-nilai Pancasila dan aspek moral yang berhubungan dengan sikap tingkah laku dan perbuatan manusia, hal ini merupakan suatu hal yang sangat penting yang telah diakui dalam dirinya untuk mencapai tujuan pendidikan moral. Nilai moral Pancasila menjadi sistem nilai dan keyakinan diri dalam kehidupan serta menjadi landasan berfikir, bersikap, dan perbuatan 47 manusia, masyarakat dan negara Indonesia. Dengan kata lain tugas yang dibawakan dalam pengajaran PKn sangat berat karena menyangkut nilai, norma, moral yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, PKn mencakup dimensi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan nilai-nilai (values) kewarganegaraan. Maka dari itu Pkn merupakan wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia, yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat, warga negara dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Perilaku-perilaku yang dimaksud, adalah seperti yang tercantum dalam penjelasan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39 ayat 2 yaitu : a. Perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai berbagai golongan agama. b. Perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab. c. Perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan. 48 d. Perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat, ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat. e. Serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Disamping itu PKn juga dimaksudkan sebagai usaha membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara sesama warga negara maupun antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. 2. Fungsi dan Tujuan PKn Fungsi utama dari PKn adalah sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa. Tujuan dari PKn sebagaimana tertuang dalam Kurikulum 2006 adalah sebagai berikut : a. b. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi. 49 c. d. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup berdampingan dengan bangsa-bangsa lainnya. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Mengacu pada pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka PKn memiliki fungsi yaitu : ……….. untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan secara khusus sebagaimana yang dikutip oleh Djahiri (1995 : 10) tujuan PKn adalah : Membina moral yang diharapkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat ataupun kepentingan dapat diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dari tujuan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan akhir dari pengajaran PKn untuk menanamkan, mengembangkan dan membina sikap nilai moral, norma Pancasila dan UUD 1945 kepada generasi muda agar memahami dengan jalan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, dan kehidupan di keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara secara nalar dan bertanggung jawab. 50 PKn menghendaki lahirnya generasi muda yang memiliki sejumlah bekal sistem nilai baku yang positif sebagai landasan dan barometer kehidupan dan lebih jauh lagi sebagai generasi penerus dan pembaharu nilai/moral menuju nilai/moral yang diinginkan, yaitu nilai dan moral Pancasila. Tujuan pendidikan atau pengajaran moral di Indonesia mengacu kepada tujuan-tujuan yang mengandung perilaku, dan arena itu penting adanya untuk pengembangan motivasi belajar siswa secara efektif, dimana nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia yang mesti diamalkan dan dipraktekkan dalam aspek kehidupan sebagai bangsa Indonesia. Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler yang meliputi (Somantri, 1975:30): a. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep dan generalisasi teori. b. Keterampilan intelektual: 1) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai; 2) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan mengetahuii masalah; (b) keterampilan merumuskan hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d) keterampilan menafsirkan dan mneganalisis data, (e) keterampilan menguji hipotesis, (f) keterampilan meruumuskan generalisasi, (g) keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan. c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif, karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan. 51 d. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty (Numan Somantri, 1975:30). Mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya. Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan : a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI. b. Melek konstitusi (UUD 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI. c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir diatas. d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar. Secara umum, menurut Bunyamin M dan Sapriya (2005:30) bahwa, Tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa PKn sebagai program pengajaran tidak hanya mengacu pada aspek kognitif saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif 52 dan psikomotor. Selain aspek-aspek tersebut PKn juga mengembangkan pendidikan nilai. PKn bukanlah program pengajaran semata, dan bukan hanya untuk target keberhasilan ujian saja, melainkan (terutama) untuk diamalkan secara penuh penghayatan dan keyakinan serta nalar dalam kehidupan diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Berbagai metode pilihan dan permainan (games), pola evaluasi kualifikasi media stimulus, dan pola kegiatan belajar mengajar (KBM) efektif secara bertahap hendaknya dikaji dan dipahami pelaksana program PKn. Materi pengajaran PKn harus meliputi ketiga aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk itu pengembangan bahan ajar PKn menurut Kosasih Djahiri (2002) yaitu harus multi sumber/media, multi gatra serta keilmuan dan sesuai dengan realita. Selanjutnya Pembaharuan Djahiri Pendidikan dalam bukunya Kewarganegaraan Paparan dan Klasifikasi kurikulum KBK Kewarganegaraan 2002 mengemukakan rumpun bahan pelajaran PKn, yaitu : a. b. c. d. e. f. g. Imtak dan berbudi luhur (pendidikan budi pekerti) Nasionalisme/bhineka tunggal ika HAM – demokrasi – Sistem Perwakilan Sistem pemerintahan Negara hukum Pemerintahan NKRI dan OTDA Pola/seni kehidupan cyber space dan IPTEK Masalah (kemarin – kini –esok) 3. Karakteristik Media, Metode, dan Evaluasi PKn 53 Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran. Hal ini berarti bahwa keberadaan guru dalam suatu proses pembelajaran memiliki peran dan kedudukan yang menentukan. Potensi, bakat, dan minat siswa akan berkembang manakala guru dapat menciptakan iklim belajar di kelas yang menyenangkan. Kesemuanya itu bergantung pada kreatifitas guru dalam memvariasikan metode, media, dan bahan untuk belajar siswa. PKn sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang dipelajari dipersekolahan memiliki ciri tersendiri dalam proses pembelajarannya Model pembelajaran yang perlu dikembangkan untuk PKn memiliki ciriciri sebagai berikut : 1. Bermakna (meaningfull) : bermakna bagi siswa, dalam artian mempunyai manfaat bagi siswa. 2. Terpadu (integrated) : dalam artian, konteks yang dipelajari mempunyai hubungan dengan bidang lain. 3. Berbasis nilai (value-based), tidak keluar dari nilai-nilai budaya dan agama. 4. Menantang (challenging), tidak hanya sekedar rutinitas tapi mempunyai materi yang menarik, biasanya mengenai isu-isu atau berita-berita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. 5. Mengaktifkan siswa (active). a. Sumber Pendidikan Kewarganegaraan 54 Salah satu komponen dalam proses belajar mengajar adalah sumber pembelajaran. Pengertian sumber pembelajaran yang dikemukakan oleh Sudjana (1997 :77) adalah : Sumber belajar merupakan segala daya yang dapat dimanfaatkan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajarnya. Dalam pengembangan sumber belajar itu terdiri dari dua macam yaitu : 1. Sumber belajar yang sengaja dirancang atau dibuat atau dipergunakan untuk membantu belajar mengajar, biasa disebut learning resources by design (sumber belajar yang dirancang). Misalnya buku, brosur, ensiklopedi, film, dan OHP. 2. Sumber belajar yang dimanfaatkan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajar segala macam sumber belajar yang ada di sekeliling kita. Sumber belajar ini disebut learning resources by utilization. Misalnya pasar, toko, museum, dan sebagainya. Berdasarkan pendapat diatas, maka yang dimaksud dengan sumber pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk dapat memberikan kemudahan dalam proses belajar mengajar harus dipilih sebaik mungkin. Kualitas sumber belajar yang digunakan akan berpengaruh terhadap penguasaan siswa terhadap materi yang disampaikan. Oleh karena itu, Sudjana (1997 : 84) menetapkan beberapa kriteria mengenai sumber pembelajaran sebagai berikut : a. Kriteria merupakan ukuran kasar dalam memilih pelbagai sumber belajar misalnya : - ekonomis, dalam pengertian murah, - praktis dan sederhana, artinya tidak memerlukan pelayanan serta pengadaan sebagainya yang sulit dan langka, - mudah diperoleh, bersifat fleksibel, artinya bias dimanfaatkan untuk pelbagai tujuan instruksional dan tidak dipengaruhi oleh faktor luar, - komponen-komponennya sesuai dengan tujuan. 55 b. Kriteria berdasarkan tujuan, antara lain : - sumber belajar digunakan untuk memotivasi siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan, - sumber belajar yang digunakan untuk tujuan proses belajar mengajar, - sumber belajar yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, - sumber belajar yang digunakan untuk presentasi. Berdasarkan pendapat diatas, sumber pembelajaran tidak terlalu sulit untuk didapatkan. Sumber pembelajaran tidak harus mahal, rumit, dan berdasarkan teknologi canggih. Namun, sumber pembelajaran yang akan digunakan di kelas bisa dibuat sendiri oleh guru. Faktor utama yang harus diperhatikan dalam pemilihan sumber pembelajaran adalah kepraktisan serta harus memiliki daya manfaat yang tinggi untuk memotivasi dan memudahkan siswa dalam proses pembelajaran. b. Metode Pendidikan Kewarganegaraan Metode adalah langkah operasional dari strategi pembelajaran yang dipilih. Dalam mencapai tujuan belajar, sehingga sumber belajar dalam suatu metode pembelajaran harus disesuaikan dengan jenis strategi yang digunakan. Dalam membelajarkan siswa, guru dituntut menggunakan metode yang bervariasi agar tidak menimbulkan kejenuhan dan kebosanan pada siswa. Metode mengajar secara sederhana dapat diartikan sebagai cara-cara yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan bahan pelajaran. Metode juga dapat berarti prosedur yang disistematisir untuk kepentingan mengajar dengan 56 mempertimbangkan sarana dan prasarana, kemampuan kognitif siswa, dan sebagainya. Kaitannya dengan PKn, Djahiri dalam bukunya Dasar-Dasar Umum Metodologi dan Nilai Pengajaran Nilai – Moral PVCT (1995/1996) memaparkan beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran PKn yakni, ceramah, metode ekspositori, metode pengajaran konsep, metode tanya jawab, metode parsipatori, metode diskusi dan kelompok belajar, metode inkuiri dan pemecahan masalah serta pengajaran VCT (Value Clarification Technique). Pengajaran VCT adalah pola pengajaran yang membelajarkan potensi peserta didik sekaligus pula mempribadikan isi dan pesan yang tersirat dalam suatu kajian. Terdapat dua moto dalam pembelajaran PKn yang dikemukakan Djahiri (1985:36), antara lain sebagai berikut: a. Ceramah (lecturing) Pada umumnya metode pembelajaran memerlukan ceramah, sehingga tidaklah benar pernyataan bahwa metode ini jelek dan harus dibuang. Akan tetapi, yang harus dihindari adalah penggunaan metode ceramah selama satu jam pelajaran penuh terus menerus dengan memakai pola ceramah murni yang naratif, monoton dan bersifat normatif imperatif. Beberapa keunggulan dari metode ceramah, antara lain: 57 1) Setiap orang memiliki potensi dan kemahiran untuk ceramah (lepas dari benar – salah) 2) Merupakan kiprah umum bahkan “membudaya” di kalangan perguruan/sekolah 3) Bersifat praktis, mudah, murah, dan cepat menyampaikan substansi sehingga target waktu bisa dikejar 4) Mampu menyelaraskan ketimpangan waktu dengan banyaknya bahan 5) Tidak dapat membutuhkan persiapan pengembangan media 6) Mampu mengungkap dan mengklarifikasikan isi atau pesan dalam bahasa yang komunikatif dan cepat. Hampir semua hal mampu diungkap secara verbal 7) Mampu menguasai kelas dalam ukuran bagaimanapun juga 8) Bila ada kekeliruan bisa segera diperbaiki 9) Sejumlah hasil pengiring yang dapat dihasilkan dari metoda ini adalah: a. Melatih daya tangkap dan analitis ucapan orang lain b. Latihan sosial untuk tatap muka dan etika dengan dan bicara 10) Mampu mengangkat hal yang tidak ada dalam buku atau belum diungkap sumber atau pihak lain. Sedangkan beberapa kelemahan dari metode ceramah, antara lain: 58 1) Bisa menimbulkan pembelajaran yang tidak sistematis 2) Karena adanya keterbatasan daya dengar manusia, maka dapat menyebabkan pembelajaran yang melelahkan, membosankan dan mengantuk. 3) “melanggar” kemampuan daya belajar manusia, karena tidak semua siswa mampu menyimak dan menangkap ‘pesan lisan’ serta menulisnya dengan cepat 4) Kecepatan dan intonasi suara guru yang tidak teratur menyebabkan hilangnya kesempatan siswa untuk berpikir, bereaksi dan berekspresi. 5) Ceramah murni yang menyamaratakan semua siswa adalah salah satu penyebab lahirnya ketimpangan daya serap siswa. b. Ekspositorik ’Ekspositorik’ berasal dari kata ‘ekspose’ yang berarti menunjukkan, memperagakan dan atau memperlihatkan. Metode belajar ekspositori adalah metode belajar yang memperagakan sesuatu untuk menciptakan KBM dan khususnya KBS yang terarah dan terkendali menuju target sasaran guru atau pengajar. c. Metoda Pengajaran Konsep (Teaching Konsep) Sebelum menggunakan metoda pengajaran konsep, seorang pengajar terlebih dahulu harus memahami pengertian data dan fakta. Djahiri (1995/1996:44), bahwa: 59 1) Data adalah realita yang ada, kejadian, atau hal baik fisik – non fisik, materiil – immateril, dan personal – kondisional. 2) Fakta adalah sejumlah data yang memiliki keterkaitan menunjuk kepada suatu konsep. 3) Konsep adalah label/nama/istilah yang merupakan rangkaian sejumlah fakta menuju suatu pengertian/makna isi – pesan dan atau fungsi peran atau harga/nilai. Jadi, konsep merupakan sesuatu yang memiliki ciri esensil tertentu. d. Metoda Tanya Jawab Metode tanya jawab ini dianggap memiliki kadar CBSA yang tinggi, karena pertanyaan akan menggugah dan mengundang potensi diri siswa. e. Partisipatori Partisipatori sebagai metode dalam kegiatan belajar mengajar, membelajarkan siswa mengenai kehidupan atau kegiatan nyata atau kegiatan nyata ataupun yang simulatif. Sarana untuk berpartisipatorik adalah kehidupan keluarga atau masyarakat, instansi kedinasan atau kemasyarakatan, laboratorium, atau pusat Modeling. Jenis partisipatorik antara lain, studi lapangan, kegiatan bakti sosial, magang, modeling atau simulasi, dan studi proyek. f. Diskusi dan Kelompok Belajar Ciri khas dari diskusi sebagai pola kegiatan belajar mengajar, yakni demokratis. Metoda diskusi mengundang dan melibatkan banyak orang serta tidak ada dominasi seseorang, memiliki indikator CBSA yang tinggi karena meminta daya analisis dan evaluatif terhadap masalah yang dilontarkan atau tanggapan 60 dan sanggahan terhadap orang lain. A. Kosasih Djahiri (1995/1996:53) mengungkapkan bahwa diskusi adalah kegiatan belajar siswa dialogistik secara intra potensi diri antar potensi orang lain serta potensi dunia bkeilmuan dan kehidupan. Ciri esensial dari diskusi, antara lain: 1) Adanya proses dialogistik, yakni interaksi antara struktur kognitif dengan afektif dan psikomotor, antara potensi diri kita dengan orang lain atau dengan dunia nyata serta keilmuan. 2) Adanya sharing ideas (pertukaran pikiran/pendapat, berargumentasi yang benar dan memiliki landasan), ada proses berproduksi dan berekspresi. 3) Adanya arahan inkuiri/mencari/meneliti dan mendapatkan sesuatu 4) Adanya proses sosialisasi diri. Bentuk-bentuk diskusi menurut Djahiri (1995/1996:58), antara lain: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Diskusi kelas Diskusi kelompok Diskusi panel Seminar Loka karya Diskusi penjaring Kelompok belajar adalah kelompok sejumlah siswa untuk melakukan kegiatan belajar bersama secara terarah dan teratur. Djahiri (1995/1996:20), mengemukakan bahwa “kelompok belajar 61 yang sesuai dengan pembelajaran PKn adalah kelompok belajar kooperatif”. Kelompok belajar kooperatif merupakan perpaduan antara kelompok belajar dan pola kegiatan kooperatif. Hakekat ini kooperatif ialah kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. Kelompok belajar kooperatif merupakan kegiatan belajar yang dapat menciptakan persaingan yang sehat, dalam arti persaingan yang ada, tidak mendidik siswa untuk bersifat individualis. g. Metoda Inkuiri dan pemecahan Masalah Kedua metoda ini pada hakekatnya sama, perbedaannya bahwa dalam metoda pemecahan masalah hanya sampai pada proses penentuan alternatif pemecahan/keputusan, sedangkan dalam inkuiri sampai pada tahapan penetapan keputusan yang terbaik. Keunggulan kedua metode ini menurut Djahiri (1995/1996:58), antara lain: 1) Meningkatkan keterampilan dan kualitas hasil belajar 2) Menuntun siswa akrab dengan kehidupan nyata 3) Membakukan kemahiran analisis dan argumentasi rasional/berlandas 4) Mensosialisasikan siswa 5) Mendayagunakan aneka sumber dan lingkungan belajar Jenis inkuiri adalah inkuiri sederhana, lengkap dan nilai. Inkuiri sederhana tidak memerlukan keseluruhan proses dilaksanakan, hanya hakekat dasarnya saja, yakni mengkaji, 62 mencari, dan menentukan pilihan. Inkuiri yang lengkap merupakan metoda khusus yang langkah dan prosesnya telah baku. Sedangkan, inkuiri nilai adalah pola inkuiri sederhana yang fokus substansinya pada nilai – moral. c. Media Pendidikan Kewarganegaraan Media pengajaran harus dibedakan dengan sumber pengajaran. Djahiri (1995/1996:31) mengemukakan bahwa sumber pembelajaran merupakan tempat di mana butir mata pelajaran dan media bisa dilihat, diperoleh dan dikaji seperti buku, perpustakaan, media cetak, kehidupan nyata dll. Sedangkan, media pembelajaran lebih diutamakan pada fungsi dan perannya. Djahiri (1995/1996:31) mengemukakan, bahwa dengan adanya media pembelajaran diharapkan dapat berperan untuk: a. Menjadi fasilitator proses Kegiatan Belajar Siswa dan peningkatan Hasil Belajar Real b. Meningkatkan kadar proses CBSA atau proses Kegiatan Mengajar Guru interaktif – reaktif c. Meningkatkan motivasi belajar atau suasana belajar yang baik d. Meringankan beban tugas guru tanpa mengurangi kelancaran dan keberhasilan pengajaran e. Meningkatkan proses Kegiatan Belajar Mengajar secara efektif, efisien dan optimal f. Menyegarkan Kegiatan Belajar Mengajar Jenis dan bentuk media, antara lain : a. Materiil, berupa alat peraga, media cetak (Koran, majalah dll) b. Immaterial, seperti iklim, status sosial masyarakat dll c. Personal, yaitu tokoh, pahlawan, narasumber dll d. Audio visual e. Gerak atau penampilan seperti simulasi, permainan (games) 63 Penggunaan hendaknya media memperhatikan dalam Kegiatan kualifikasi Belajar standar Mengajar kompetensi, kompetensi dasar dan metoda pembelajaran yang akan digunakan. Media pembelajaran tidak sekedar visual (transparasi, foto, dll), tetapi bisa menggunakan audio-visual seperti rekaman video berbagai peristiwa pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Sedangkan sumber belajar tidak terbatas pada buku teks, tetapi surat kabar, majalah dan kancah/lapangan, dsb. d. Evaluasi Pembelajaran PKn Evaluasi merupakan serangkaian kegiatan penilaian secara keseluruhan program mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan pengawasan, sedangkan penilaian merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa (perorangan atau kelompok), yang diperoleh melalui pengukuran. Penilaian bertujuan untuk menganalisis atau menjelaskan unjuk kerja/prestasi siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang terkait, dan mengefektifkan penggunaan informasi tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan (Depdiknas, 2002 : 2). Pembelajaran PKn yang bersifat multi aspek, menuntut PKn untuk lebih berhati-hati dalam menentukan evaluasi yang tepat bagi siswa. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu diterapkan dalam 64 evaluasi PKn. Seperti yang diungkapkan oleh Djahiri (1995 : 53), yakni : a. Evaluasi tidak hanya berfungsi untuk pengukuran tingkat keberhasilan belajar siswa melainkan juga tingkat keberhasilan/kegagalan mengajar, serta program reduksi, dan momentum membaca kualifikasi atau juga jati dirinya (siswa), keluarga dan lingkungan kehidupannya. b. Evaluasi jangan hanya diartikan THB/TPB atau ulangan yang cenderung administrative formal yakni mencari dan menentukan nilai/angka melainkan momentum pengukuran diri untuk reduksi atau remedial. D. PKn sebagai Wadah Pembinaan Kesadaran Hak Asasi Manusia Peserta Didik 1. Pengertian Kesadaran Hak Asasi Manusia Kesadaran merupakan sesuatu yang terjadi dalam diri seseorang. Berdasarkan hal tersebut bahwa sikap atau perilaku yang sadar selalu dilakukan dalam keadaan tahu, mengerti, merasa dan insyaf. Dan juga suatu keadaan dari kenyataan yang sadar dari luar, keadaan yang memiliki karakteristik berupa sensasi, emosi, kemauan dan pikiran seseorang, keseluruhan dari keadaan sadar seseorang, keadaan normal dari kehidupan yang sadar. Menurut Koentjaraningrat (1984 : 91) memberikan pengertian kesadaran sebagai berikut : 1. Hal yang dirasakan atau dialami seseorang individu. 2. Keseluruhan perasaan dan pengalaman seseorang individu yang berhubungan dengan hal itu, proses-proses mana berhenti waktu tidur, pingsan atau koma. 65 Pengertian tersebut jelaslah bahwa kesadaran itu merupakan sesuatu yang berhubungan dengan perasaan, pengalaman dan proses berpikir serta jiwa seseorang. Apabila seseorang tertidur, pingsan atau koma maka kesadarannya akan hilang. Kesadaran dan ketidaksadaran merupakan suatu gejala psikologis seseorang. Kehidupan setiap individu itu selalu memiliki dua alam yaitu alam sadar dan alam tidak sadar. Perilaku individu yang dilakukan ketika dirinya sadar tentunya akan sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Keadaan tidak sadar juga sering dialami oleh setiap individu, dalam keadaan ini kadang-kadang menyebabkan individu tidak dapat berbuat apa-apa. Kesadaran seseorang akan terlihat dari sikap dan perilaku yang ditampilkan berdasarkan nilai-nilai yang dimikinya. Elizabeth Flyn yang dikutip Djahiri (1985 : 23) menyatakan bahwa “Sadar akan nilai value meliputi lima hal ialah sadar akan adanya sistem nilai, keinginan untuk mengakui/ memiliki sistem nilai tersebut, keharusan membina dan meningkatkan dan terakhir sadar untuk mencobanya dan membekukannya dalam amal perbuatan sehari-hari”. Untuk dapat mencapai kelima nilai sadar tersebut, Djahiri (1985 : 24) mengutip pendapat Piaget diperlukan tahapan-tahapan penghayatan sebagai berikut : 1. Tahap mengakomodasi dimana anak memiliki kesempatan untuk mempelajari dan menginternalisasi nilai atau moral. 2. Tahap asimilasi atau pengintegrasian nilai tersebut dengan nilai lain yang telah ada dalam dirinya. 3. Tahap equalibrasi atau membina keseimbangan atau membakukannya sebagai sistem nilai baru yang baku. 66 Pengetahuan yang luas bisa mewakili kesadaran seseorang akan luas pula dimana pengetahuan dapat diperoleh melalui belajar seperti di sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan lainnya, untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan penghayatan yang mendalam terhadap sesuatu serta melaksanakan dalam bentuk tingkah laku. Manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk yang bermasyarakat dituntut untuk bertindak dan berperilaku sesuai dengan prinsip-prinsip HAM, prinsip-prinsip yang terdapat di dalam HAM bisa menjadi sebuah dorongan dan mendidik individu untuk dapat memperjuangkan hak-haknya sekaligus untuk dapat menghargai hak-hak orang lain. Kesadaran hak asasi manusia dalam kehidupan sehari-hari berhubungan erat dengan keyakinan seseorang agar berbuat kebenaran dan berlaku adil kepada sesama manusia tanpa memandang agama dan dari golongan mana ia berasal. Dengan demikian perbuatan seseorang yang sesuai dengan prinsip-prinsip HAM merupakan cerminan dari kesadaran HAM yang dimilikinya. Kesadaran merupakan suatu hal yang sangat penting, terutama dalam mengetahui dan sadar akan hak dan kewajiban asasi dirinya dan hak asasi orang lain sehingga akan terbiasa menghormati diri dan hak-hak asasi orang lain. Warga negara yang baik adalah warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya. Kesadaran HAM merupakan faktor internal pada diri manusia, yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan di 67 masyarakat, yang cenderung diwujudkan dalam bentuk sikap atau perilakunya. Kesadaran yang ada dalam diri manusia merupakan pendorong untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan prinsip-prinsip HAM, karena kesadaran tersebut telah tertanam dalam kehidupan setiap orang, sehingga mempunyai kekuatan yang sangat besar. Karena itu setiap orang teramat penting memiliki kesadaran, teramat akan : keragaman, kesetaraan, kemanusiaan, keadilan, dan nilai-nilai demokrasi. Secara konkrit, penanaman kesadaran tersebut disasarkan pada antara lain : toleransi dalam beragama, memahami keragaman bahasa, membangun sikap sensitif jender, membangun pemahaman kritis terhadap ketidakadilan dan perbedaan status sosial, membangun sikap anti diskriminasi etnis dan rasial, menghargai perbedaan kemampuan fisik, dan menghargai perbedaan usia. Kesadaran yang dimaksud disini yaitu kesadaran yang dinamis dan penuh tanggung jawab dimana individu atau masyarakat mempunyai keinginan yang kuat untuk meningkatkan dan mengembangkan lebih lanjut, bukan karena adanya pengekangan yang berupa perintah atau larangan, dan pengawasan yang dirasakan sebagai paksaan. Kesadaran timbul atas dorongan dari luar dan dorongan dari dalam. 2. Indikator Kesadaran Hak Asasi Manusia Adanya perbedaan tingkat kesadaran HAM setiap orang adalah hal yang wajar. Hal ini berkaitan dengan tingkat kesadaran hukum seseorang, 68 Norman Y. Bull dikutip Sumantri (2003 : 6) mengatakan bahwa terdapat beberapa macam kesadaran (awareaness) berdasarkan sumber awal datangnya kesadaran tersebut, yaitu : a. b. c. d. autonomous, yaitu kesadaran yang bersumber dari diri sendiri. Orang yang memiliki kesadaran seperti ini tidak perlu diintimidasi atau diintervensi oleh orang lain. Inilah macam kesadaran yang paling ideal. sosionomous, yaitu kesadaran yang muncul karena adanya intervensi dari orang atau kelompok tertentu. heteronomous, yaitu kesadaran terhadap sesuatu yang setiap saat bisa berganti-ganti. anomous, yaitu orang yang paling buruk karena ia tidak mempunyai kesadaran apapun terhadap lingkungannya. Uraian diatas tersebut, tentunya kesadaran yang diharapkan adalah kesadaran yang bersifat autonomos karena kesadaran tersebut timbul dengan didasari konsep atau pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman, pengalaman dapat diperoleh melalui belajar. Menurut N.Y Bull menggambarkan tingkat kesadaran mulai dari tingkat terendah sampai yang tertinggi, dimana setiap tingkatan mencerminkan dasar/orientasi atau motivasi munculnya kesadaran tersebut. Ada yang orientasinya tidak jelas, yang berubah-ubah tergantung keadaan suasana karena ikut-ikutan dan ada pula karena keinginan sendiri, ini yang terbaik. Kesadaran HAM timbul dari pengetahuan yang diterima atau diperoleh seseorang tentang HAM, dari pengetahuan ini akan lahir suatu pengakuan dan penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan HAM, sehingga timbul sikap penghayatan terhadap HAM tersebut. Bilamana telah terdapat suatu penghayatan terhadap HAM, maka dengan sendirinya 69 akan terwujud warga negara yang baik yaitu warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya. Hal tersebut sebagaimana ditampilkan dalam gambar 1. KESADARAN HAM - WARGA NEGARA YANG BAIK Pengetahuan Pemahaman Sikap Perilaku Gambar 1. Indikator Kesadaran HAM Berdasarkan uraian di atas, bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesadaran HAM seseorang itu adalah : faktor psikologis atau faktor lingkungan. Faktor lainnya yaitu hasil dari pembelajaran HAM, pembelajaran HAM yang berhasil dapat meningkatkan kesadaran HAM peserta didik, dan sebaliknya pembelajaran HAM yang tidak berhasil tidak dapat meningkatkan kesadaran HAM. Pembinaan kesadaran HAM sejak dini (disekolah) diharapkan dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan prinsip-prinsip HAM. Demikian pula ketika menjalani hidup di masyarakat terutama saat menghadapi persoalan yang ada kaitannya dengan HAM akan lebih siap. Penjelasan tersebut dapat ditampilkan pada gambar 2 berikut. Faktor Internal : - Materi - Media - Metode - Sumber - Evaluasi PESERTA DIDIK PEMBELAJARAN HAM Kesadaran 70 HAM Gambar 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesadaran HAM 2. Pentingnya Kesadaran Hak Asasi Manusia bagi Peserta Didik Kehadiran HAM di dunia pendidikan belum sangat terasa apalagi HAM sekarang sudah ada dimana-mana. Sekolah-sekolah menengah belum secara sengaja memasukkan HAM sebagai mata pelajaran inti. Itulah sebabnya masih banyak salah pemahaman tentang konsep dan hukum-hukum HAM. Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia juga mengalami pasang dan surut yang secara jelas dapat terlihat melalui periodisasi sejarah Indonesia, mulai tahun 1908 hingga sekarang. Kesadaran akan HAM memang diperlukan bukan sekedar kampanye publik, tetapi memerlukan sistem penanaman nilai sejak dini. Menurut Manan (2006 : 226) “Upaya perlindungan dan pemajuan HAM di Indonesia sebaiknya dimulai sejak dini, yaitu antara lain dengan memasukkan materi pendidikan HAM ke dalam kurikulum pendidikan dasar”. Hal ini diperlukan adanya suatu proses pendidikan yaitu pendidikan formal, in formal maupun non formal. Sekolah sebagai 71 lembaga pendidikan formal, dimana siswa dalam menyelesaikan studinya diberikan sejumlah pendidikan umum, pendidikan akademis dan pendidikan keterampilan. Pada pendidikan formal ini pula siswa yang lebih meningkat, baik dalam aspek pengetahuan, sikap maupun tingkah laku atau keterampilan. Dengan adanya PKn, maka diharapkan siswa berperilaku sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan. Selain itu PKn yang didalam pengembangannya merupakan model terpadu/pengintegrasian disiplin ilmu politik, hukum dan pendidikan. Dimana didalamnya berkaitan dengan HAM yang telah diberikan dan mengaplikasikan dalam bentuk sikap dan tingkah laku. Sejalan dengan ini Djahiri (1982 : 1) mengemukakan “Pada akhirnya didapati bahwa tingkat pemahaman (struktur kognitif) siswa terhadap suatu bahan/konsep akan menentukan terhadap kadar sikap (struktur afektif) dan perilakunya (struktur psikomotor) kearah memahami kawasan kognitif, afektif dan psikomotor”. Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan di atas, jelas melalui mata pelajaran PKn peserta didik diharapkan menyadari akan hak asasi manusia, dengan cara memahami dan kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu sekolah sebagai lembaga pendidikan formal berperan dalam proses pembinaan kesadaran HAM peserta didik. Sekolah berupaya agar peserta didik memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan prinsip-prinsip HAM yang dimaksudkan untuk 72 mempersiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang baik yang dapat menghormati hak asasi dirinya dan hak-hak asasi orang lain. Demikian pula ketika menjalani hidup di masyarakat terutama saat menghadapi persoalan yang ada kaitannya dengan HAM akan lebih siap. 73