peraturan bank indonesia nomor 16/12/ pbi/ 2014 tentang operasi

advertisement
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/12/ PBI/ 2014
TENTANG
OPERASI MONETER SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa dalam rangka memenuhi tujuan untuk mencapai
dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, Bank Indonesia
memiliki
tugas
menetapkan
dan
melaksanakan
kebijakan moneter;
b. bahwa
dalam
rangka
mendukung
tugas
dalam
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter
berdasarkan prinsip syariah;
c. bahwa dalam rangka pengendalian moneter berdasarkan
prinsip syariah, Bank Indonesia melakukan operasi
moneter syariah baik dalam Rupiah maupun dalam
valuta asing untuk mempengaruhi kecukupan likuiditas
perbankan syariah;
d. bahwa dalam rangka pelaksanaan operasi moneter
syariah dalam valuta asing, Bank Indonesia melakukan
pengayaan instrumen operasi moneter syariah dalam
valuta asing;
e. bahwa dalam rangka menghadapi dan mengantisipasi
perkembangan
ekonomi,
keuangan,
dan
moneter,
efektivitas operasi moneter syariah perlu ditingkatkan;
f. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e, perlu mengatur kembali Peraturan Bank
Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah;
Mengingat ...
-2Mengingat :
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah beberapa
kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009
tentang
Penetapan
Peraturan
Pemerintah
Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
BANK
INDONESIA
TENTANG
OPERASI
MONETER SYARIAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1.
Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2.
Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank
Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai
perbankan syariah.
3.
Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha
Syariah
sebagaimana
dimaksud
dalam
Undang-Undang
mengenai
perbankan syariah.
4.
Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka
pengendalian ...
-3pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan
penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah.
5.
Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT Syariah
adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan prinsip syariah yang
dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam
rangka OMS.
6.
Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh Bank
Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS.
7.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disingkat SBIS adalah
surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek
dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
8.
Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau
dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian
penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang Rupiah.
9.
Transaksi Repurchase Agreement SBIS yang selanjutnya disebut Repo
SBIS adalah transaksi pemberian pinjaman oleh Bank Indonesia kepada
BUS atau UUS dengan agunan SBIS (collateralized borrowing).
10. Hari Kerja adalah hari kerja Bank Indonesia, termasuk hari kerja terbatas
Bank Indonesia.
BAB II
TUJUAN OPERASI MONETER
Pasal 2
(1)
OMS bertujuan mencapai target operasional pengendalian moneter
syariah dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan
moneter Bank Indonesia.
(2)
Target operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
kecukupan likuiditas Rupiah perbankan syariah atau variabel lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal ...
-4Pasal 3
(1)
Pencapaian target operasional kebijakan moneter sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
2
dilakukan
dengan
cara
mempengaruhi
likuiditas
perbankan syariah melalui absorpsi likuiditas atau injeksi likuiditas.
(2)
Pencapaian target operasional kebijakan moneter sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didukung dengan pengelolaan likuiditas di pasar valuta
asing.
BAB III
KEGIATAN OPERASI MONETER SYARIAH
Bagian Kesatu
Prinsip dan Bentuk Operasi Moneter Syariah
Pasal 4
(1)
Kegiatan OMS harus memenuhi prinsip syariah.
(2)
Pemenuhan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan dalam bentuk pemberian fatwa dan/atau opini syariah oleh
otoritas yang berwenang mengeluarkan fatwa dan/atau opini syariah.
Pasal 5
Kegiatan OMS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dengan:
a.
OPT Syariah; dan
b.
Standing Facilities Syariah.
Bagian Kedua
Operasi Pasar Terbuka Syariah
Pasal 6
OPT Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dilakukan dengan
cara:
a.
penerbitan SBIS;
b.
jual beli surat berharga dalam Rupiah yang memenuhi prinsip syariah
yang meliputi SBSN, dan surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan
mudah dicairkan;
c. penempatan ...
-5c.
penempatan berjangka (term deposit) syariah dalam valuta asing;
dan/atau
d.
transaksi lainnya baik di pasar uang Rupiah maupun di pasar valuta
asing.
Pasal 7
Jual beli surat berharga dalam Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf b dapat dilakukan dengan cara antara lain:
a.
pembelian secara lepas (outright buying);
b.
penjualan secara lepas (outright selling);
c.
penjualan secara bersyarat (repurchase agreement/repo); dan/atau
d.
pembelian secara bersyarat (reverse repo).
Pasal 8
(1)
Penempatan
berjangka
(term deposit)
syariah
dalam
valuta
asing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c menggunakan akad
ju’alah.
(2)
Bank Indonesia menetapkan dan memberikan imbalan atas penempatan
berjangka (term deposit) syariah dalam valuta asing.
Pasal 9
Penempatan berjangka (term deposit) syariah dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf c dapat dicairkan oleh Bank sebelum jatuh
waktu (early redemption) dengan memenuhi persyaratan tertentu.
Pasal 10
(1)
Penempatan berjangka (term deposit) syariah dalam valuta asing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c dapat menjadi pengurang
posisi devisa neto secara keseluruhan yang dipelihara BUS pada akhir
hari kerja sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai posisi
devisa neto bank umum yang diterbitkan oleh otoritas yang berwenang.
(2) Nilai ...
-6(2)
Nilai penempatan berjangka (term deposit) syariah dalam valuta asing
yang dapat menjadi pengurang posisi devisa neto sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling tinggi sebesar nilai yang terendah dari:
a.
nilai posisi devisa neto secara keseluruhan pada akhir hari kerja
yang
bersangkutan
sebelum
dikurangi
dengan
penempatan
berjangka (term deposit) syariah dalam valuta asing;
b.
nilai penempatan berjangka (term deposit) syariah dalam valuta
asing; atau
c.
(3)
5% (lima persen) dari modal BUS.
BUS melaporkan secara harian posisi devisa neto secara keseluruhan
pada akhir hari kerja setelah memperhitungkan penempatan berjangka
(term deposit) syariah dalam valuta asing sebagai pengurang.
(4)
Dalam hal BUS tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) maka penempatan berjangka (term deposit) syariah dalam
valuta asing tidak diperhitungkan sebagai pengurang posisi devisa neto.
(5)
Dalam hal UUS melakukan penempatan berjangka (term deposit) syariah
dalam valuta asing maka perhitungan nilai penempatan berjangka (term
deposit) syariah dalam valuta asing dapat menjadi pengurang posisi
devisa neto bank umum konvensional yang memiliki UUS.
(6)
Dalam hal UUS melakukan penempatan berjangka (term deposit) syariah
dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada ayat (5), laporan harian
posisi devisa neto secara keseluruhan pada akhir hari kerja setelah
memperhitungkan penempatan berjangka (term deposit) syariah dalam
valuta asing dilaporkan oleh bank umum konvensional yang memiliki
UUS.
(7)
Perhitungan nilai penempatan berjangka (term deposit) syariah dalam
valuta asing yang dapat menjadi pengurang posisi devisa neto dan
pelaporan posisi devisa neto oleh bank umum konvensional yang
memiliki UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6),
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
operasi moneter.
Pasal ...
-7Pasal 11
OPT Syariah dapat dilaksanakan setiap Hari Kerja.
Pasal 12
OPT Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan melalui
mekanisme lelang dan/atau nonlelang.
Bagian Ketiga
Standing Facilities Syariah
Pasal 13
Standing Facilities Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b
dilakukan dengan cara:
a.
penyediaan fasilitas simpanan (deposit facility); dan
b.
penyediaan fasilitas pembiayaan (financing facility).
Pasal 14
(1)
Fasilitas simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a
antara lain dilakukan dalam bentuk Fasilitas Simpanan Bank Indonesia
Syariah (FASBIS).
(2)
Fasilitas pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b
antara lain dilakukan dalam bentuk repo surat berharga dalam Rupiah.
Pasal 15
(1)
Standing Facilities Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
dilaksanakan oleh Bank Indonesia pada setiap Hari Kerja.
(2)
Pelaksanaan Standing Facilities Syariah dilakukan melalui mekanisme
nonlelang.
BAB IV
SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH
Bagian Kesatu
Akad dan Karakteristik SBIS
Pasal 16
(1)
SBIS yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan akad ju’alah.
(2) Bank ...
-8(2)
Bank Indonesia menetapkan dan memberikan imbalan atas SBIS yang
diterbitkan.
(3)
Bank Indonesia membayar imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sebagai berikut:
a. pada saat SBIS jatuh waktu; atau
b. sebelum jatuh waktu, dalam hal Bank tidak dapat memenuhi
kewajiban Repo SBIS.
Pasal 17
SBIS memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.
satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);
b.
berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan;
c.
diterbitkan tanpa warkat (scripless);
d.
dapat diagunkan kepada Bank Indonesia; dan
e.
tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
Bagian Kedua
Persyaratan Kepemilikan SBIS
Pasal 18
(1)
Pihak yang dapat memiliki SBIS adalah Bank.
(2)
Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan
Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Bagian Ketiga
Repo SBIS
Pasal 19
(1)
Bank dapat mengajukan Repo SBIS kepada Bank Indonesia.
(2)
Repo SBIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan prinsip
qard yang diikuti dengan rahn.
(3)
Bank yang mengajukan Repo SBIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
harus menandatangani Perjanjian Pengagunan SBIS Dalam Rangka Repo
SBIS ...
-9SBIS serta menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan
kepada Bank Indonesia.
(4)
Bank Indonesia menetapkan dan mengenakan biaya Repo SBIS.
Bagian Keempat
Penatausahaan SBIS
Pasal 20
(1)
Bank
Indonesia
menatausahakan
SBIS
dalam
suatu
sistem
penatausahaan secara elektronis di Bank Indonesia.
(2)
Sistem penatausahaan yang dikelola Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mencakup sistem penyelesaian transaksi SBIS
dan pencatatan kepemilikan SBIS.
(3)
Sistem pencatatan kepemilikan SBIS sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan tanpa warkat (scripless).
Pasal 21
Bank Indonesia melunasi SBIS pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal
dan membayar imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3).
BAB V
PESERTA OPERASI MONETER SYARIAH DAN LEMBAGA PERANTARA
Pasal 22
(1)
Peserta OMS terdiri dari:
a.
peserta OPT Syariah, yaitu Bank dan/atau pihak lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
b.
(2)
peserta Standing Facilities Syariah, yaitu Bank.
Peserta OPT Syariah dapat mengikuti kegiatan OPT Syariah secara
langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perantara.
(3)
Peserta Standing Facilities Syariah hanya dapat mengikuti Standing
Facilities Syariah secara langsung.
(4)
Bank Indonesia menetapkan persyaratan bagi peserta OMS dan lembaga
perantara.
Pasal ...
- 10 Pasal 23
(1)
Peserta OMS dan lembaga perantara bertanggung jawab atas kebenaran
penawaran yang diajukan.
(2)
Peserta OMS dan lembaga perantara yang telah mengajukan penawaran
dilarang membatalkan penawarannya.
(3)
Peserta OMS dan lembaga perantara harus memenuhi tata cara
pengajuan penawaran dan persyaratan dalam transaksi OMS yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(4)
Dalam hal peserta OMS dan lembaga perantara tidak memenuhi tata cara
pengajuan penawaran dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), penawaran yang telah diajukan akan ditolak dan/atau tidak diproses
oleh Bank Indonesia.
Pasal 24
Dalam mengikuti kegiatan OMS, lembaga perantara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (2) dilarang mengajukan penawaran untuk kepentingan
diri sendiri.
Pasal 25
(1)
Peserta OMS wajib memiliki:
a. rekening giro Rupiah di Bank Indonesia; dan
b. rekening giro valuta asing di Bank Indonesia dalam hal peserta OMS
mengikuti transaksi OPT syariah dalam valuta asing.
(2)
Peserta OMS wajib memiliki rekening surat berharga di Bank Indonesia
dan/atau di lembaga kustodian yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(3)
Peserta OMS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang mengikuti
kegiatan
OMS
secara
langsung
maupun
tidak
langsung
wajib
menyediakan dana yang cukup pada rekening giro Rupiah di Bank
Indonesia dan/atau surat berharga dalam Rupiah yang cukup pada
rekening surat berharga di Bank Indonesia atau di lembaga kustodian
untuk penyelesaian kewajiban pada tanggal penyelesaian transaksi.
(4) Dalam ...
- 11 (4)
Dalam hal pada waktu penyelesaian transaksi, peserta OMS tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3), transaksi
OMS yang bersangkutan dinyatakan batal.
(5)
Peserta OMS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang mengikuti
transaksi OPT syariah dalam valuta asing wajib menyediakan dana yang
cukup pada rekening giro di Bank Indonesia atau transfer dana yang
cukup ke rekening Bank Indonesia di bank koresponden untuk
penyelesaian kewajiban pada tanggal penyelesaian transaksi.
(6)
Dalam hal peserta OMS tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) maka transaksi OMS yang bersangkutan
dinyatakan batal.
Pasal 26
Dalam rangka penyelesaian transaksi OMS, Bank Indonesia berwenang untuk
melakukan pendebetan rekening giro di Bank Indonesia dan/atau rekening
surat berharga di Bank Indonesia dan/atau di lembaga kustodian milik
peserta OMS.
BAB VI
SANKSI
Pasal 27
(1)
Dalam hal transaksi OMS dinyatakan batal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (4), peserta OMS dikenakan sanksi berupa:
a.
teguran tertulis; dan
b.
kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari
nilai transaksi OMS yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2)
Dalam hal transaksi memiliki second leg, nilai transaksi OMS yang batal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah nilai transaksi dana
pada saat first leg.
(3) Dalam ...
- 12 (3)
Dalam hal transaksi OMS dinyatakan batal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (6), peserta OMS dikenakan sanksi berupa :
a.
teguran tertulis; dan
b.
kewajiban membayar sebesar persentase tertentu dari nilai transaksi
yang batal, yang diumumkan oleh Bank Indonesia pada saat
pengumuman rencana transaksi.
(4)
Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (3), dalam hal peserta OMS melakukan transaksi OMS yang
dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam)
bulan, peserta OMS dikenakan sanksi berupa penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) Hari Kerja berturut-turut.
(5)
Dalam hal terjadi pembatalan transaksi pada saat second leg transaksi
repo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) dan harga surat
berharga pada transaksi second leg lebih rendah dari harga surat
berharga pada transaksi first leg, selain dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), peserta OMS dikenakan sanksi tambahan
berupa kewajiban membayar sebesar selisih antara harga pada transaksi
first leg dan harga pada transaksi second leg setelah dikalikan dengan
nominal surat berharga yang di-repo-kan.
(6)
Dalam hal terjadi pembatalan transaksi pada saat second leg transaksi
reverse repo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) dan harga
pasar SBSN pada transaksi second leg lebih tinggi dari harga pada
transaksi first leg, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), peserta OMS dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban
membayar sebesar selisih harga pada transaksi second leg dan harga
pada transaksi first leg, setelah dikalikan dengan nominal SBSN yang direverse repo-kan.
(7)
Sanksi berupa penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) tidak berlaku untuk transaksi repo financing facility peserta OMS yang
berasal dari transaksi fasilitas likuiditas intrahari syariah yang tidak
lunas.
BAB ...
- 13 BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia ini diatur dengan Surat
Edaran Bank Indonesia.
Pasal 29
(1)
Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 50 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4835);
b.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 tentang Operasi
Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 197 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4944);
c.
Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
12/17/PBI/2010
tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008
tentang
Operasi
Moneter
Syariah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 107);
d.
Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
12/18/PBI/2010
tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008
tentang
Sertifikat
Bank
Indonesia
Syariah
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 108);
e.
Peraturan
Perubahan
Bank
Kedua
Indonesia
Atas
Nomor
Peraturan
13/24/PBI/2011
Bank
Indonesia
tentang
Nomor
10/36/PBI/2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 119),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
(2)
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
Pasal ...
...
- 14 Pasal 30
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 24 Juli 2014
GUBERNUR BANK INDONESIA,
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR
DPM
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/12/PBI/2014
TENTANG
OPERASI MONETER SYARIAH
I.
UMUM
Dalam rangka mendukung tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai Rupiah, Bank Indonesia dapat melaksanakan
pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Salah satu
ukuran keberhasilan pencapaian tujuan dimaksud adalah laju inflasi tahunan
yang terkendali yang ditetapkan sebagai sasaran akhir dari pelaksanaan tugas
Bank Indonesia di bidang moneter.
Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, salah satu
cara pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah adalah dengan
pelaksanaan operasi moneter syariah untuk mempengaruhi kecukupan
likuiditas
Rupiah
dan
valuta
asing
perbankan
syariah.
Dalam
pelaksanaannya, Bank Indonesia dapat melakukan operasi moneter syariah
yang bersifat absorpsi atau injeksi likuiditas Rupiah. Selain itu Bank
Indonesia memandang perlunya peningkatan pengelolaan likuiditas dan
pengembangan pasar valuta asing domestik dengan menyediakan instrumen
syariah dalam valuta asing.
Dalam melaksanakan operasi moneter syariah yang bersifat absorpsi atau
injeksi likuiditas Rupiah perlu memperhatikan pelaksanaan tugas Bank
Indonesia di bidang sistem pembayaran. Salah satu upaya Bank Indonesia
untuk menjaga kelancaran sistem pembayaran adalah melalui penyediaan
fasilitas ...
-2fasilitas likuiditas intrahari berdasarkan prinsip syariah. Untuk itu diperlukan
keselarasan pengaturan di bidang moneter dan sistem pembayaran.
Instrumen syariah yang digunakan dalam pelaksanaan operasi moneter
syariah telah memperoleh fatwa dan/atau opini syariah dari otoritas yang
berwenang mengeluarkan fatwa dan/atau opini syariah.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kecukupan likuiditas Rupiah dapat berupa target uang primer
atau komponennya yang terdiri atas:
a.
uang kartal yang ada di Bank dan masyarakat; dan
b.
saldo giro Bank dalam Rupiah di Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan “variabel lain” adalah variabel selain
kecukupan likuiditas Rupiah, yang ditetapkan sebagai target
operasional moneter syariah yang antara lain berupa tingkat
imbalan pasar uang antar Bank berdasarkan prinsip syariah.
Pasal 3
Ayat (1)
Yang
dimaksud
dengan
“absorpsi
likuiditas”
adalah
pengurangan likuiditas Rupiah Bank melalui kegiatan OMS.
Yang dimaksud dengan “injeksi likuiditas” adalah penambahan
likuiditas Rupiah Bank melalui kegiatan OMS.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal ...
-3Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “surat berharga lain yang berkualitas
tinggi dan mudah dicairkan” adalah surat berharga dalam
mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh badan hukum lain
yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian
lembaga
pemeringkat
yang
diakui
Bank
Indonesia,
dan
sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk
dijadikan uang tunai.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 7
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pembelian secara lepas (outright
buying)” adalah transaksi pembelian surat berharga oleh Bank
Indonesia tanpa kewajiban untuk menjual kembali.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penjualan secara lepas (outright
selling)” adalah transaksi penjualan surat berharga oleh Bank
Indonesia tanpa kewajiban untuk membeli kembali.
Huruf c
Yang
dimaksud
(repurchase
dengan
agreement/repo)”
“penjualan
adalah
secara
bersyarat
transaksi
penjualan
bersyarat surat berharga oleh Bank kepada Bank Indonesia
dengan kewajiban pembelian kembali sesuai dengan harga dan
jangka waktu yang disepakati.
Huruf ...
-4-
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pembelian secara bersyarat (reverse
repo)” adalah transaksi pembelian
bersyarat surat berharga
oleh Bank dari Bank Indonesia dengan kewajiban penjualan
kembali
sesuai
dengan
harga
dan
jangka
waktu
yang
disepakati.
Pasal 8
Ayat (1)
Akad ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk
memberikan imbalan tertentu (’iwadh/ju’l) atas pencapaian
hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Contoh perhitungan pengurangan posisi devisa neto BUS yang
dipengaruhi oleh penempatan berjangka (term deposit) syariah
dalam valuta asing adalah sebagai berikut :
dalam juta rupiah
No
Modal*
a
PDN sebelum TD Valas
Syariah
TD
Valas
Absolut PDN Rasio PDN Syariah
b
c
d
c = b/a
5% Modal
Maksimum TD
Valas Syariah
PDN sesudah TD Valas
Syariah
pengurang PDN Absolut PDN Rasio PDN
e
f **
5% x a
g
h
g = b-f
h = g/a
1 200.000
30.000
15%
35.000
10.000
10.000
20.000
10%
2 200.000
30.000
15%
5.000
10.000
5.000
25.000
12,5%
3 200.000
6.000
3%
8.000
10.000
6.000
0
*)
**)
0%
Modal adalah modal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai posisi devisa neto bank umum yang
diterbitkan oleh otoritas yang berwenang.
Nilai maksimum TD Valas Syariah pengurang PDN (kolom f) adalah nilai terkecil antara kolom b, kolom d, dan
kolom e
Huruf ...
-5-
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “modal” adalah modal sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai posisi
devisa neto bank umum yang diterbitkan oleh otoritas yang
berwenang.
Ayat (3)
Laporan harian posisi devisa neto secara keseluruhan pada
akhir
hari
kerja
dengan
memperhitungkan
penempatan
berjangka (term deposit) syariah dalam valuta asing sebagai
pengurang posisi devisa neto yang dilaporkan melalui Laporan
Harian Bank Umum (LHBU).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Mekanisme lelang dilakukan dengan metode lelang harga tetap (fixed
rate tender) atau metode lelang harga beragam (variable rate tender).
Mekanisme nonlelang dilakukan secara bilateral antara Bank
Indonesia dengan peserta OPT Syariah.
Pasal ...
-6Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “repo surat berharga” adalah transaksi
penjualan bersyarat surat berharga oleh Bank kepada Bank
Indonesia dengan kewajiban pembelian kembali sesuai dengan
harga dan jangka waktu yang disepakati (sell and buy back) dan
pemberian pinjaman oleh Bank Indonesia kepada Bank dengan
agunan surat berharga (collateralized borrowing).
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Mekanisme
nonlelang
dalam
Standing
Facilities
Syariah
dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia dengan
peserta Standing Facilities Syariah.
Pasal 16
Ayat (1)
Akad ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk
memberikan imbalan tertentu (’iwadh/ju’l) atas pencapaian
hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 17
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf ...
-7Huruf b
Jangka waktu SBIS dinyatakan dalam jumlah hari kalender
dan dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal penyelesaian
transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “persyaratan Financing to Deposit Ratio
(FDR)” adalah persentase tertentu FDR yang dimiliki Bank
yang akan mengikuti lelang untuk memiliki SBIS.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “qard” adalah pinjaman dana tanpa
imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan
pokok
pinjaman
secara
sekaligus
dalam
jangka
waktu
tertentu.
Yang dimaksud dengan “rahn” adalah penyerahan agunan dari
Bank (rahin) kepada Bank Indonesia (murtahin) sebagai
jaminan untuk mendapatkan qard.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat ...
-8Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “biaya Repo SBIS” adalah kewajiban
membayar (gharamah) yang ditetapkan Bank Indonesia dalam
rangka Repo SBIS karena Bank tidak menepati jangka waktu
kesepakatan pembelian SBIS.
Pasal 20
Ayat (1)
Penatausahaan secara elektronis di Bank Indonesia dilakukan
sesuai
dengan
ketentuan
yang
berlaku
mengenai
penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga,
dan setelmen dana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain badan
hukum nonBank.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “lembaga perantara” antara lain pialang
pasar uang Rupiah dan valuta asing dan/atau perusahaan efek
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal ...
-9Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “membatalkan” penawaran adalah Bank
menarik kembali penawaran yang telah diajukan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Transaksi yang memiliki second leg antara lain transaksi repo
dan reverse repo.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal ...
- 10 Pasal 28
Pokok-pokok ketentuan yang diatur dengan Surat Edaran Bank
Indonesia antara lain:
a.
pelaksanaan OPT Syariah;
b.
pelaksanaan Standing Facilities Syariah;
c.
jangka waktu kegiatan OMS;
d.
persyaratan bagi peserta OMS;
e.
sifat kepesertaan dalam OMS; dan
f.
tata cara pengenaan sanksi.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Download