MENYOAL KONTRIBUSI ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL (OMS) PELAKU GERAKAN SOSIAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT: ADAKAH OMS TELAH MENGISI LAHAN KOSONG?1 Oleh: Prof. Dr. Afrizal, MA2 Pendahuluan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) pelaku gerakan sosial3 telah lama disadari oleh para ahli ilmu-ilmu sosial sebagai pihak yang memainkan peranan penting dalam pengelolaan dan pembangunan. Pemerintah berbagai negara dan badan-badan internasional pun telah semenjak lama mengapresiasi kontribusi mereka. Pertanyaan penting adalah apakah OMS tersebut telah berkontribusi terhadap penduduk Sumatera Barat? Apakah mereka telah memainkan peranan yang seharusnya mereka mainkan? Apakah tantangan yang mereka hadapi? Makalah ini akan membicarakan hal-hal tersebut. Kontribusi OMS Siapakah yang paling bertanggungjawab untuk mengatasi atau mencari pemecahan atau melakukan tindakan pemecahan terhadap berbagai masalah yang dihadapi? Saya ingin menegaskan dalam kesempatan yang baik ini bahwa masyarakat sipil itu sendiri adalah salah satu komponen yang harus bertanggung jawab dan berpotensi untuk memecahkan masalah. Hal ini tidak berarti masyarakat sipil menegasikan kontribusi negara dan pasar atau tidak berarti masyarakat sipil menggantikan fungsi negara, melainkan masyarakat sipil bertindak sebagai komplementer negara dan pasar. Menurut prinsip-prinsip good governance, ada tiga pilar utama pengelolaan, yaitu negara (kongritnya pemerintah), pasar (ekonomi) dan masyarakat sipil. Hubungan ketiga pilar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Berikut akan dijelaskan kelemahan masing-masing pengelolaan dan peranan yang harus dimaiankan oleh masyarakat sipil. 1 Makalah disampaikan dalam acara Semiloka Tantangan Akuntabilitas LSM di Sumatera Barat, Padang 18 Agustus 2009, KPMM. Makalah ini merupakan revisi dari makalah yang pernah dipresentasikan dalam acara Pertemuan Relawan PKBI-Sumbar, Bukittinggi, 23 Mei 2009. 2 Dosen Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan Pascasarjana Universitas Andalas serta wakil ketua PKBI-Sumbar. 3 Organisasi Masyarakat Sipil pelaku gerakan sosial adalah organisasi yang didirikan bukan untuk mengurus anggotanya, melainkan untuk mengurus orang lain. Organisasi kekerabatan tidak dapat dianggap sebagai pelaku gerakan sosial karena organisasi ini untuk mengurus anggotanya. 1 Masalah Tanggung Jawab Pemerintah Pada dasarnya, negara adalah sebuah badan yang diserahi tugas oleh rakyat untuk mengelola berbagai hal seperti kehidupan sosial, termasuk di dalamnya mengurus dan mewujudkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan ketertiban, melindungi rakyat dan lingkungan. Dengan demikian, mengurus atau mewujudkan kesejahteraan masyarakat sipil termasuk menciptakan ketertiban dan bahkan melindungi anggota masyarakat sipil dari berbagai hal merupakan kewajiban negara. Tugas-tugas negara tersebut dilaksanakan oleh sebuah lembaga yang disebut pemerintah, yang biasanya tediri dari berbagai tingkatan. Hal itu berarti, pemerintah berbagai tingkatan wajib membuat kebijakan yang mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat, kehidupan yang tertib dan perlindungan yang memadai untuk rakyat, dan wajib menerapkan sebaik mungkin kebijakan yang telah dibuat tersebut. Kewajiban-kewajiban tersebut pada hari ini banyak berada dipundak pemerintahan kabupaten/kota termasuk pemerintahan desa/nagari akibat dari penerapan sistem pemerintahan otonomi daerah. Semua ini berarti, apabila penduduk desa/nagari/kelurahan banyak yang belum sejahtera, konflik banyak terjadi dan tidak diselesaikan, bencana alam sering terjadi dan penduduk yang terkena dampaknya masih banyak yang menderita baik secara ekonomi maupun kejiwaan, deforestasi dan degradrasi lingkungan terjadi dan terus terjadi, kesehatan reproduksi penduduk rendah dan berbagai masalah yang berkaitan dengan itu tidak terlayani dengan baik, dsb. aparatur pemerintahan berbagai tingkatan pantas untuk dipersalahkan dan diminta pertanggungjawabannya, tentunya hal tersebut juga berlaku untuk pemerintahan kabupaten/kota dan desa/nagari/kelurahan. Dari penjelasan di atas, jelas terlihat merupakan kewajiban pemerintah untuk mensejahterakan rakyat, melindungi dan menciptakan kehidupan yang tertib bag masyarakat sipil dan mengatasi kerusakan lingkungan, masalah-masalah kesehatan reproduksi, dsb. Keefektifan menjalankan tugas-tugas tersebut merupakan ukuran utama pemerintah yang efektif. Akan tetapi, perlu disadari pemerintah mempunyai berbagai kendala dalam melaksanakan kewajibannya tersebut, apalagi dalam situasi pemerintah Indonesia saat ini dan untuk masa yang agak panjang ke depan. Kendala tersebut ada yang disebabkan oleh kelemahankelemahan internal instansi pemerintah dan ada pula yang disebabkan politik. Kelemahankelemahan internal meliputi keterbatasan jumlah dan kualitas pegawai pemerintah mengakibatkan jangkauan pemerintah menjadi terbatas, ada keterbatasan dana mengakibatkan banyak hal tidak dapat dilakukan dengan baik, ada pula hambatan peraturan yang mengakibatkan pegawai 2 pemerintah tidak leluasa untuk melaksanakan tugas mereka dan bekerja lebih dari yang ditetapkan. Saya ingin menekankan pada kendala politik pemerintah. Kendala penting yang merintangi pemerintah untuk efektif menjalankan tugasnya seperti ukuran yang disebutkan di atas adalah kekuatan motivasional pemerintah. Kekuatan motivasional pemerintah dalam bertindak adalah kekuasaan. Di dalam literatur Imu Politik dinyatakan bahwa pemerintah dikendalikan oleh hasrat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Kedua hal tersebut menkondisikan arah perhatian dan kebijakan pemerintah. Hal ini disebabkan oleh pemerintah bergairah dan berkomitmen untuk melakukan sesuatu yang penting bagi kesinambungan kekuasaannya. Didamping itu, pada dasarnya, birokrasi pemerintahan adalah alat untuk menjalankan kebijakan pemerintah yang dibuat oleh eksekutif dan legeslatif. Birokrasi pemerintahan tidak bisa berbuat lain, kecuali menjalankan kebijakan yang telah dibuat. Di dalam instansi pemerintahan mungkin saja ada pegawai-pegawai yang peduli dengan sesuatu, tetapi mereka tidak dapat berbuat berbeda dari kebijakan. Akibatnya, urusan-urusan yang tertangani oleh pemerintah adalah urusan-urusan yang merupakan pundi-pundi suara begi kesimbangunan kekuasaan sebuah pemerintahan. Masalah Tanggung Jawab Pasar (Ekonomi) Pasar atau sering juga disebut ekonomi atau sektor swasta, yang berisikan pengusahapengusaha berbagai jenis dan tingkatan, juga merupakan sektor penting pengelolaan. Mereka melakukan pembangunan, termasuk pengembangan infrastruktur. Daerah yang terisolasi dan belum berkembanmg menjadi terbuka dan berkembang akibat dari pekerjaan-pekerjaan pengusaha. Pasar juga merupakan badan yang memberikan pelayanan terhadap publik, seperti kesehatan, air minum dan pendidikan. Mereka juga diberikan kewajiban untuk menolong masyarakat sipil untuk menanggulangi berbagai hal seperti: kemiskinan, gizi buruk, korban bencana alam dan kekurangan sarana dan prasarana yang dialami oleh penduduk desa/nagari/kelurahan. Tanggung jawab tersebut dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Rasa bertanggujawab tersebut sudah dimiliki oleh berbagai perusahahan besar, ditandai oleh mereka telah mengalokasikan dana CSR dan program bantuan yang dikemas dengan numenklatur Community Development (CD). Bukan hanya itu, Allah Subhanahu Wataa’la juga memberikan tanggung jawab tersebut. Mereka tidak boleh hanya berorientasi untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, mereka juga dituntut untuk mengeluarkan sebagian kecil uangnya untuk membantu penduduk yang perlu bantuan. Orang yang mampu wajib mengeluarkan zakat dan mereka harus pula bersedeqah dan berinfaq. 3 Sebagai perwujudan dari Tanggung Jawab Sosial Perusahaan tersebut, perusahaanperusahaan besar telah menyisihkan sebagian kecil dari laba mereka untuk membiayayi program pembangunan masyarakat. Berbagai perusahaan telah memberikan bantuan keuangan kepada penduduk nagari/kelurahan untuk perbaikan jalan, pembangunan dan perbaikan tempat-tempat ibadah, beasiswa pendidikan, dsb (lih. Afrizal 2005, hal. 188-190 dan 2007, hal. 166-7). Perusahaan-perusahahan besar di negara-negara maju juga telah mengalokasikan dananya untuk penanggulangan masalah lingkungan seperti pemanasan global dengan bertindak sebagai pembali dalam carbon trading4. Akan tetapi, terdapat pula kelemahan pengelolaan oleh sektor pasar. Pertama, perusahaan-perusahaan sering memasukkan kepentingan usahanya dalam bantuan yang diberikan. Biasanya, mereka lebih suka memberikan bantuan kepada kelompok orang yang terlihat oleh banyak orang, seperti orang-orang yang dipinggir jalan atau di perkotaan. Karena dengan membantu orang ini, perusahaan akan ternama, biasanya dengan cara perusahaan memasang spanduknya di lokasi bantuan atau jenis pemberitahuan yang lain. Akibatnya, penduduk yang jauh dari keramain kurang mereka perhatikan. Kedua, perusahaan-perusahaan suka memberikan bantuan kepada orang-orang yang dekat dengan perusaan. Mereka sering disebut sebagai lingkungan perusahaan. ketiga, bantuan-bantuan dari perusahaan-perusahaan besar tidak begitu saja sampai ke tangan masyarakat sipil, disebabkan oleh dua hal: 1) jumlah perusahaanperusahaan besar tersebut tidak banyak pada daerah tertentu; 2) petugas-petugas yang melaksanakan pembangunan masyarakat perusahaan terbatas kemampuannya. Mereka cenderung tidak proaktif untuk menyalurkan bantuan atau untuk mencari orang yang akan dibantu, melainkan mereka sering menunggu orang datang untuk meminta bantuan kepada mereka. Lebih dari itu semua, kendala penting sektor pasar untuk pengelolaan adalah kekuatan motivasional sektor ini adalah keuntungan atau laba. Pebisnis didorong oleh keinginan untuk memperoleh laba dalam kegiatannya. Oleh sebab itu, kegiatan mereka dikendalikan oleh dorongan untuk mencari keuntungan yang besar. Konsekuensinya, urusan-urusan yang tidak memberikan peluang kepada pelaku pasar untuk mendapatkan keuntungan, hal tersebut biasanya tidak mereka prioritaskan. Masyarakat Sipil Sebagai Pihak Ketiga Menyadari kelamahan negara dan pasar sebagai penanggung jawab dan sumber penting bantuan untuk mengatasi berbagai masalah, muncul perhatian terhadap altenatif pengelolaan. 4 Komunikasi personal dengan Zulfirawarta dari WWF pada bulan Agustus 2009. 4 Alternatif tersebut adalah masyarakat sipil atau sering juga disebut masyarakat madani. Dalam literatur, keterlibatan masyarakat sipil dalam pengelolaan sering disebut sebagai keterlibatan pihak ketiga. Banyak definisi tentang masyarakat sipil. Definisi sederhana adalah masyarakat sipil merupakan kelembagaan yang tidak termasuk unsur negara dan bukan pula termasuk pasar atau sektor ekonomi. Unsur utama masyarakat sipil adalah keluarga, rumah tangga, dan organisasi yang tidak bagian dari negara dan pasar. Sehubungan dengan itu, kantor wali nagari dan KADIN bukanlah contoh-contoh masyarakat sipil. Pada hari ini, masyarakat sipil disadari dan diakui sebagai sektor penting pengelolaan. Masyarakat sipil dikatakan efektif untuk mengelola hal-hal yang negara dan bisnis tidak melakukannya atau tidak melakukannya dengan baik, utamanya hal-hal yang tidak merupakan pundi-pundi suara atau tidak merupakan sumber-sumber kekuasaan bagi pemerintah dan hal-hal yang tidak menguntungkan bagi sektor pasar. Semua ini dikarenakan kegiatan masyarakat sipil tidak berdasakan kekuatan motivasional berupa kekuasaan dan keuntungan, melainkan oleh kepeduliaan, seperti kepedulian terhadap keberlanjutan alam, kesetaraan dan keadilan gender dan masalah-masalah kesehatan reproduksi. Tidak seluruh elemen masyarakat sipil yang efektif dalam pengelolaan, sebagian sibuk dan hanya fokus pada diri sendiri. Organisasi dalam masyarakat sipil (disebut Organisasi Masyarakat Sipil) dianggap elemen yang paling penting dalam masyarakat sipil dalam pengelolaan. Contohcontohnya adalah pengurus masjid, gereja, dll. Organisasi masyarakat sipil tersebut sebagian digolongkan sebagai Organisasi Gerakan Sosial, yang merupakan bukan organ negara dan bukan pula berkaitan dengan bisnis. Organisaiasi ini dibuat bukan untuk mengurus anggotanya, melainkan untuk mengurus orang lain atau sesuatu yang tidak berkaitan dengan anggotanya. Tujuan utama yang hendak dicapai oleh pelaku gerakan sosial ini adalah perubahan sosial dan politik. Kontribusi OMS Pelaku Gerakan Sosial di Sumatera Barat OMS pelaku gerakan sosial telah berakar panjang di Sumatera Barat dan pada awalnya dilakukan oleh organisasi keagamaan. Organisasi keagamaan yang didirikan untuk mengubah perilaku, mengubah tatanan sosial dan memberikan asistensi kepada penduduk miskin telah ada jauh sebelum kemerdekaan seperti, pengurus masjid. OMS tersebut pada umumnya lokal nagari dalam hal skop kegiatan dan basis aktivisnya. Telah ada organisasi keagamaan yang lingkup kegiatannya regional seperti, Muhammadiah. 5 Seperti kejadian secara nasional, setelah tahun 1998 ketika reformasi politik terjadi merupakan tahap penting perkembangan gerakan sosial di Sumatera Barat. Setelah tehun itu banyak bermunculan OMS pelaku gerakan sosial yang skop kegiatan dan basis aktivisnya pada tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Pelaku gerakan sosial politik pada hari ini, walaupun pada umumnya berbasis di Kota Padang, sebagian kecil telah berbasis di berbagai ibu kota kabupaten dan kota. Dari sudut penguatan masyarakat sipil penomena ini mengimbirakan. Apakah yang dilakukan oleh pelaku gerakan sosial di Sumatera Barat? Dalam penelitiannya di Indonesia tahun 1983 sampai 1993, Philip Eldridge, seorang Indonesianis dari Austsralia, menemukan bahwa umumnya pelakukan gerakan sosial di Indonesia pada saat itu fokus pada pembangunan partisipatif dan promosi nilai-nilai demokratis dengan fokus kegiatan bidang hukum dan hak-hak azazi manusia, lingkungan hidup, perempuan, dan hak-hak warga serta hak-hak demokratis. Dengan itu, kata Eldridge, pelaku gerakan sosial pada saat itu telah menekuni hal-hal yang kosong, hal-hal yang tidak dilakukan oleh pemeritnah Orde Baru (Eldridge 1999, hal. 1-2). Pelaku gerakan sosial di Sumatera Barat pada dasarnya melakukan hal yang sama yang dilakukan oleh pelaku gerakan sosial secara nasional seperti yang ditemukan oleh Eldridge. Umpamanya, temuan peneletian Tanjung dan Zubir (2002) memperlihatkan bawha OMS pelakukan gerakan sosial politik yang diteliti menekuni beberap aspek yaitu: sumber daya alam, buruh, politik, pemberdayaan ekonomi, perempuan, hak-hak sipil, kesehatan reproduksi, kelembagaan nagari, anak-anak, gizi. Dapat ditambahkan terhadap temuan itu, sebagian pelaku gerakan sosial fokus pada hak-hak masyarakat hukum adat, hak-hak perempuan dan masalahmasalah lingkungan. Apapun yang merupakan fokus kegiatan, pelaku gerakan sosial politik di Sumatera Barat berusaha untuk memperkuat masyarakat sipil dan untuk memastikan masyarakat sipil dapat memperoleh hak-haknya dari negara dan perusahaan. Apakah dengan demikian OMS pelaku gerakan sosial politik telah memberikan kontribusi yang signifikan di Sumatera Barat? Pertanyaan ini memerlukan ukuran-ukuran untuk menjawabnya. Ukuran tersebut mestilah dihubungkan dengan tujuan pendirian OMS yang telah dibicarakan sebelumnya, utamanya OMS sebagai pihak ketiga. Saya melihat kontribusi penting OMS pelaku gerakan sosial di Sumatera Barat dalam pemberian tekanan kepada pemerintah dan pebisnis. Umpamanya, mereka telah membuat baik pemerintah dan pebisnis memberikan perhatian terhadap lingkungan seperti, pengendalian limbah dan ganti rugi terhadap penduduk yang terkena dampak limbah. Disamping itu, kehadiran OMS pelaku gerakan sosial dengan fokus hak-hak azazi manusia yang melakukan penekananpenekanan telah membuat pemerintah dan pebisnis berhati-hati dalam melakukan tindakan 6 pelanggaran hak-hak azazi manusia. Akibatnya, OMS pelaku gerakan sosial politik telah disadari dan diperhitungkan keberadaanya di Sumatera Barat. Dalam hal ini, OMS Sumatera Barat telah ikut menentukan arah kebijakan publik dan cara kebijakan publik diimplementasikan. Kontribusi OMS ini sangat penting karena pemerintah pada dasarnya memerlukan input dan tekanan dari luar dirinya untuk berpihak dan peduli. Tekanan dari OMS ini dapat membuat pemerintah menyeimbangkan fokus pada memperhatikan pasar dengan fokus memperhatikan aspek-apsek penting lain seperi lingkungan, kesehatan reproduksi dan hakhak azazi manusia. Akan tetapi, apabila ukurannya adalah OMS mengurus hal-hal yang tidak diurus oleh pemerintah dan pebisnis, maka terlihat bahwa OMS di Sumatera Barat kurang memberikan kontribusi. Seperti yang telah disinggung di atas, OMS di Sumatera Barat telah memfokuskan kegiatannya terhadap berbagai aspek, tetapi hampir seluruh aspek-aspek yang diurus oleh OMS tersebut merupakan aspek yang juga diurus oleh negara dan pasar. Umpamanya, pendidikan, lingkungan, kesehatan reproduksi, pengelolaan sumber daya alam, pengentasan kemiskinan, pemberdayaan perempuan, resolusi konflik merupakan fokus dari beberapa OMS, hal-hal tersebut juga diurus oleh negara. Pasar juga menyediakan layanan publik untuk penyelesaian sengketa seperti pengacara dan pendidikan. Sepertinya kegiatan OMS tumpang tindih dengan kegiatan pemerintah dan pebisnis. Apabila dipakai ukuran OMS melakukan urusan lebih baik dari pemerintah dan pasar untuk kelompok marjinal atau OMS sebagai alternatif pengelolaan bagi kelompok marjinal, sepertinya kontribusi OMS juga rendah di Sumatera Barat. Saya tidak menemukan bukti bahwa sekolah yang diurus oleh OMS lebih baik dari yang diurus oleh pemerintah dan pasar. Saya juga tidak menemukan bukti panti asuhan dan panti lansia yang dikelola oleh OMS lebih baik dari yang dikelola oleh pemerintah. Saya juga belum menemukan bukti-bukti penyelesaian sengketa atau konflik yang dilakukan oleh OMS lebih efektif dari yang dilakukan oleh pemerintah. Saya juga belum menemukan bukti bahwa penanggulangan kemiskinan dan pemberdahyaan masyarakat yang dilakukan oleh OMS lebih efektif dari yang dilakukan oleh pemerintah. Saya juga belum menemukan bukti bahwa OMS lebih baik dari pemerintah dalam penanggulangan pelacuran/pelacur. Itu artinya, OMS belum menampilkan sesuatu yang pantas diacu oleh pemerintah, sesuatu yang dapat disebut sebagai model OMS Sumatera Barat. Menurut Clark (1991, hal. 41), salah satu ciri OMS hari ini adalah merumuskan pendekatan-pendekatan baru dan kemudian mengimplementasikannya. Cirikhas ini yang belum terlihat dari OMS pelaku gerakan sosail politik di Sumatera Barat. 7 Penyebab-penyebab rendahnya kontribusi OMS di Sumatera Barat adalah: 1. Rendahnya berkelanjutan OMS. Hal ini menyebabkan tidak tuntasnya penyelesaian pekerjaan mereka. Hal ini sepertinya lemah dalam kesinambungan keuangan karena pelaku gerakan sosial sering tergantung kepada pihak lain secara finansial. 2. Lemahnya sumber daya manusia sebagai aktivis gerakan. Ini mungkin berkaitan dengan lemahnya pengembangan SDM yang dilakukan oleh kalangan OMS. 3. Sebagian kecil tidak menempatkan diri sebagai pihak ketiga, melainkan sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah dan pasar. 4. Yang tidak kalah pentingnya adalah OMS tidak menempatkan pemerintah dan pebismis mitra dalam mencapai tujuan. Sepertinya terbangun opini pemerintah dan pebisnis berlawanan dari OMS. Hal seperti ini menyebabkan hubungan antara OMS dengan pemerintah tegang. OMS terlihat kurang menarik pemerintah dan pebisnis untuk terlibat. Pada hal, keterlibatan pemerintah dan pebisnis dalam menyelesaikan atau penanganan masalah atau dalam melanjutkan penanganan masalah penting. Hubungan antara pelaku gerakan sosial dengan pemerintah memang dinamis, tetapi mereka sering juga memanfaatkan pemerintah untuk mencapai tujuan (lih. Desai 2002, hal 83). Keefektifan organisasi gerakan sosial dalam mencapai tujuannya dan dengan demikian mengatasi kelemahan negara dan pasar sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberlanjutan organisasi tersebut. Kemampuan tersebut mencakup kemampuan untuk memobilisasi sumbersumber, termasuk kemampuan membangun jaringan, menggunakan jaringan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber finansial, Faktor penting penentu kemampuan organisasi tersebut adalah kualiats sumber daya manusia atau aktivis yang dimiliki oleh Organisasi Gerakan Sosial. Agar efektif, setiap organisasi pelaku gerakan sosial seharusnya memberikan perhatian besar terhadap kualitas aktivisnnya. Referensi Afrizal, 2007, The Nagari Community, Business and the State: The Origin and the Process of Contemporary Agrarian Protests In West Sumatera, Forest People Programmed and Sawit Watch, Bogor. Clark j., 1991, Democratizing Development: The Roles of Voluntary Organizations, Earthscan Publications Ltd., London. Desai M,. 2002, Multiple Mediations; The State and the Women’s Movements in India, dalam David S. Meyer, dkk., Social Movements: Identity, Culture, and the State, Oxford University Press, Oxford. 8 Tanjung, H., B., dan Zubir, Z., (2002), “Profil Anggota Konsorsium Pembangunan Masyarakat Madani (KPMM) dalam Konteks Membangun Transparansi dan Akuntabilitas Publik”, laporan penelitian yang tidak diterbitkan. 9