1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih dengan menggunakan simbol-simbol.1 Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan sebagai pembangkitan makna (the generation of meaning). Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, setidaknya orang lain tersebut memahami maksud pesan kita, kurang lebih secara tepat. Agar komunikasi dapat terlaksana, maka kita harus membuat pesan dalam bentuk tanda (bahasa atau kata) dan kode. Tanda itu sendiri adalah material atau tindakan yang menunjuk pada ‘sesuatu’, sementara kode adalah sistem dimana tanda-tanda di organisasikan dan menentukan bagaimana tanda dihubungkan dengan orang lain. Pesan-pesan yang kita buat, mendorong orang lain untuk menciptakan makna untuk dirinya sendiri yang terkait dalam beberapa hal dengan makna yang kita buat dalam pesan kita. Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita menggunakan sistem tanda yang sama, maka makin dekatlah ‘makna’ kita dengan orang tersebut atas pesan yang datang pada masing-masing kita 1 Stewart L. Tubbs & Sylvia Moss, terj. Dedy Mulyana (ed), Human Communication : Prinsip- Prinsip Dasar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2001, Hal. 5. 2 dengan orang lain tersebut. Salah satu bentuk komunikasi yang menggunakan tanda-tanda adalah iklan. Ada banyak pengaruh yang ditimbulkan oleh iklan, salah satunya adalah keberadaan iklan berpengaruh pada proses transmisi budaya. Ini tampak dalam apa yang dikutip Maria N.D.K Indrayana dari Anastasia Heni, yaitu: Transmisi kultural (budaya) adalah bentuk-bentuk simbolik yang disampaikan dan merupakan fenomena sosial yang dalam prosesnya melibatkan seperangkat karakteristik, yaitu media teknikal, perangkat institusi, dan jarak-waktu. Kombinasi ketiganya merupakan modal dalam transmisi budaya. Media teknik berupa televisi yang menayangkan iklan dengan intensitas tinggi dapat mempengaruhi secara langsung kehidupan ekonomi, politik dan budaya. Iklan televisi yang beraudio dan bervisual, menyajikan fakta secara hiperrealis, memproduksi simbol dalam skala besar dan berjangkauan luas melampaui ruang dan waktu, menjadi sangat efisien dan efektif untuk promosi dan mempengaruhi perilaku kolektif.2 Pengertian iklan sendiri dalam persfektif murni periklanan didefinisikan sebagai “penyampaian pesan yang kreatif dan persuasif yang disampaikan melalui media khusus”3. Satu contoh media khusus tersebut adalah internet dengan salah satu kelebihannya yang dapat mengakses suatu data (informasi) dengan cepat. 2 Ibid, hal 28 3 Restaty, SM Niken, Modul Pengantar Periklanan kelas PKSM, pertemuan 4 & 5, Universitas Mercu Buana. 3 Jadi dapat disimpulkan ketika suatu pihak menyampaikan suatu informasi (pesan) dengan menggunakan suatu media yang sifatnya mengajak (persuasif), berarti bisa dikatakan bahwa pihak tersebut sebenarnya sedang beriklan. Iklan memang tercipta sebagai komunikasi yang memuat pesan persuasif dan informatif, dimana hal-hal yang ada di dalamnya mengandung banyak tanda dan makna yang telah diramu oleh para pengiklan demi tujuan tertentu. Jika khalayak melihat suatu iklan itu menggoda, hal itu justru menunjuk keberhasilan sebuah iklan karena kodrat iklan memang menggoda khalayak. Iklan mampu menghipnotis publik dengan berbagai tujuan, mulai dari mengenalkan produk hingga meningkatkan penjualan. Pada kenyataan inilah, keberadaan iklan di berbagai media massa telah menjadi salah satu instrumen yang sangat vital, karena telah terbukti mempunyai kekuatan dahsyat untuk membujuk nafsu dan hasrat (desire) konsumen terhadap produk barang dan jasa di masyarakat melalui serangkaian asosiasi-asosiasi citra yang di bangunnya. Untuk membedakannya dengan pesan biasa, iklan lebih diarahkan untuk mempengaruhi atau membujuk orang supaya membeli suatu produk tertentu, seperti yang dikatakan oleh Frank Jefkins dalam Kasali “advertising aims to pursude to buy”.4 Iklan merupakan ajang permainan tanda, karena dalam upayanya menyusun pesan iklan para pengiklan kerap menggunakan tanda berikut makna yang sedekat mungkin berhubungan dengan kebutuhan produk atau 4 Rhenald Kasali, Manajemen Periklanan; Konsep dan aplikasinya di Indonesia, (Jakarta; PT. Temprint 1993), hal 9 4 jasa yang akan diiklankan. Rangkaian tanda yang terdapat dalam sebuah iklan, digunakan oleh pengiklan untuk menanamkan kesadaran, membangkitkan sikap, dan mendorong konsumen berprilaku sesuai kebutuhan pengiklan dan ada ide-ide di balik sebuah iklan yang ditawarkan. “Pengiklan menawarkan ide yang berlapis-lapis dan integrasi yang mencangkup upaya menginterpretasi dan memproyeksikan produk dan citra dari perusahaan”.5 Iklan yang pada dasarnya sekadar kegiatan promosional atas produk menjadi kegiatan pemasaran seperangkat nilai, keyakinan dan bahkan ideologi. Menariknya, iklan kemudian tidak luput dari perannya sebagai arena komodifikasi, dimana pesan iklan bukan lagi sekadar menawarkan barang dan jasa, melainkan juga menjadi semacam alat untuk menanamkan makna simbolik. Dalam era postmodern, iklan disinyalir telah mengkonstruksi masyarakat dengan melalui kode-kode yang ditampilkan di dalam iklan tersebut. Bahkan static image dalam iklan mengandung subyek identifikasi yang penuh dengan kode-kode ideologis (Kellner, 1995:248). Salah satu iklan yang dikenal banyak mengandung kode-kode ideologis adalah iklan rokok. Hal ini berkaitan dengan peraturan dan perundangan mengenai periklanan yang ada di Indonesia, diantaranya UU No.24 tahun1997 tentang Penyiaran, serta Tata Krama dan Tata Cara Periklanan yang 5 James Lull. Terj. A. Setawan Budi, Media Komunikasi Kebudayaan, Suatu Pendekatan Global (Jakarta; Obor, 1998), hal. 6 5 ada di Indonesia. Beberapa pasal dari peraturan tersebut membatasi ditampilkannya kegiatan merokok pada iklan rokok. Selain itu wujud rokok itu sendiri tidak boleh ditampilkan dalam iklan. Tata Krama Periklanan yang Disempurnakan Bab II Poin C butir ke-7 menyebutkan: “Pertama, iklan tidak boleh mempengaruhi atau merangsang orang untuk mulai merokok; kedua, iklan tidak boleh menyarankan bahwa tidak merokok adalah hal yang tidak wajar; ketiga, iklan tidak boleh menggambarkan orang merokok dalam kegiatan-kegiatan yang dapat membahayakan keselamatan; ke-empat, iklan rokok tidak boleh menampilkan ataupun ditujukan terhadap anak-anak di bawah usia 16 tahun dan atau wanita hamil; ke-lima, iklan rokok tidak boleh dibuat pada media periklanan yang khalayak sasaran utamanya adalah anak-anak di bawah usia 16 tahun”6. Keterbatasan ini menimbulkan dampak bagi format-format iklan rokok di Indonesia. Bagaimanapun juga, para pengiklan memiliki satu tujuan yang sama, yakni agar produknya dapat dikenal oleh masyarakat dan kemudian laku di pasaran. Berangkat dari kondisi seperti ini, para pengiklan dituntut memiliki kreatifitas yang tinggi yang mampu melampaui batasan-batasan peraturan dan perundangan yang berlaku. Kemudian yang terjadi adalah disconnectivity antara 6 http//:www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=6&id=90665&kat_id=105&kat_id1= 146&kat_id2=196 6 visualisasi iklan dengan produk yang diiklankan. Banyak kita temui iklan-iklan rokok yang ‘tampak tidak mengiklankan produknya’, melainkan cendrung ‘menjual brand’. Bahwasanya industri rokok adalah unik, tidak hanya dari sisi produknya yang memiliki sifat addictive dan deadly, tetapi juga dalam hal strukturnya yang oligopolistik dan legislative history. Bukti kedua, berkaitan dengan tidak adanya ciri-ciri yang melekat pada mature industry yang berupa menurunnya laba dan belanja iklan. Tidak ada tirai ajaib di sekitar mereka yang memungkinkan mereka memiliki pertahanan yang kuat sehingga kebal terhadap daya magis dari iklan. Bahkan pakar periklanan Marlboro yang sudah pensiun pun mengakui bahwa dia tidak yakin jika iklan rokok tidak menarik remaja untuk merokok. Apalagi dimana-mana dengan mudah ditemukan pesan-pesan yang mempromosikan penggunaan rokok yang menyuburkan keinginan remaja untuk mencoba rokok. Pemaparan iklan yang terus menerus dan berulang-ulang menyebabkan timbulnya bias dalam hal persepsi sosial dan risiko seperti penilaian terhadap kelaziman merokok dan penerimaan sosial yang dialami perokok. Remaja yang masih rentan cenderung untuk melebih-lebihkan manfaat sosial dan popularitas dari merokok diantara teman sebaya dan orang-orang dewasa dengan men- underestimate risiko dari sikap negatif terhadap merokok. Penjelasan lain yang bisa diberikan mengapa iklan rokok memiliki daya pikat yang kuat adalah bahwasanya iklan rokok menggunakan perumpamaan-perumpamaan yang menarik. Penggambaran orang yang penuh semangat dalam suasana alam yang 7 masih murni atau keikutsertaan rokok dalam promosi yang berhubungan dengan peristiwa olahraga seolah-olah memberikan gambaran yang baik terhadap kesehatan. Tema-tema yang digambarkan dari iklan rokok seperti kebebasan, petualangan, penerimaan sosial, sukses dan hedonis, diketahui sangat menarik untuk anak muda. Fungsi budaya iklan rokok lebih dari sekedar menjual rokok. Citra kolektifnya mewakili sekumpulan mitologi budaya yang telah beruratberakar yang tidak hanya berupa potongan-potongan kreativitas, tetapi ikon-ikon tersebut merupakan solusi untuk masalah identitas yang dialami secara nyata. Dunia dewasa yang digambarkan dalam iklan rokok sangat sering berupa sebuah dunia yang dianggap sebagai sebuah tahapan penting dan membantu remaja menuju tahap kedewasaan. Atas dasar itulah, dewasa ini para produsen rokok banyak memanfaatkan media promosi (beriklan) yang lain. Trade Fairs and Exhibition (event) contohnya. Promosi ini sering dilakukan perusahaan dalam mendukung berbagai kegiatan lifestyle, inovatif dan kreatif bagi komunitas dan anak muda, misalnya melalui event musik. Salah satu kelebihan dari jenis promosi ini adalah, produsen dapat berinteraksi langsung dengan konsumen sehingga efektivitas dalam mempengaruhi khalayak untuk transaksi barang dan jasa lebih nyata. Misalnya melalui SPG (Sales Promotion Girl) yang mengelilingi vanue untuk menjual varian dari produk-produk produsen rokok. Ini bukan berarti iklan-iklan rokok yang ada di media lain berarti gagal sebagai alat untuk berpromosi. Tetapi peranannya melengkapi keberadaan event tersebut. Misalnya dalam situs www.autoblackthrough.com yang isinya di dominasi oleh teks dan gambar 8 tentang liputan event kontes modifikasi mobil yang telah berlangsung. Dengan kata lain, situs tersebut telah menjadi penghubung yang menginformasikan keberadaan ruang dan waktu event yang diselenggarakan. Djarum Black, salah satu jenis produk dari perusahaan Djarum, melalui berbagai event-eventnya seperti Autoblackthrough (ajang kontes modifikasi mobil), telah berhasil memposisikan keberadaan produknya sebagai bagian dari masyarakat urban. Dengan konsep urban entertainment style, seperti non stop music DJ Battle (DJ Bone vs DJ Riri), Glow-go Dance, Live Band Performance, Fashion Show, Celebrity Pool Attraction, GameXone, Djarum Black Photo Garage dan Black Lounge sampai ajang pemilihan Miss Autoblackthrough mampu membuat pengunjung larut dalam suasana hiburan yang tak ditemukan di event lainnya, yang telah menjadi ciri khas Djarum Black Cappuccino Autoblackthrough7. Dampaknya adalah, simbol segitiga merah tersebut telah menkonstruksi citra tertentu. Sejak diperkenalkannya salah satu jenis rokok dari merk Djarum Black, yakni Djarum Black Cappucino dan dikampanyekan melalui event kontes modifikasi mobil yang diberi nama Djarum Black Cappucino Autoblackthrough pada tahun 2005, yang pada kenyataannya sukses besar dan berlanjut hingga sekarang, tampilan iklannya bukan lagi menekankan pada keunikan rokok bercita rasa cappucinonya. Ini bisa dijadikan sebuah bukti betapa tingginya ‘sadar-kenal’ masyarakat atas event tersebut. Bukti lainnya lagi adalah banyaknya dewasa ini 7 http//: www.autoblackthrough.com 9 lambang segitiga merah yang dipajang di berbagai kendaraan transportasi (mobil atau motor). Seakan-akan mereka semua yang memajang gambar tersebut adalah bagian dari peserta kontes modifikasi yang disponsori oleh rokok hitam keluaran perusahaan PT. Djarum. Atau setidaknya ingin menunjukan bahwa mereka juga bagian dari komunitas Blackoholic. Menariknya, atas keberhasilan dari mem-positioning-kan merknya menjadi simbol yang merepresentasikan gaya hidup masyarakat urban melalui event Autoblackthrough, kini banyak orang menganggap Djarum Black bukan hanya sebuah rokok. Makna harfiahnya telah bergeser dan terdistorsi. Dalam event Autoblackthrough 2009 regional Bandung, berbagai bentuk acara yang disuguhkan bukan sebatas untuk ‘berjualan rokok’, bukan juga semata-mata sebagai sebuah representasi wadah para pecinta dunia otomotif (mobil khususnya), tetapi telah berubah menjadi ‘berjualan ideologi’. Ini dikarenakan berbagai bentuk acara di dalamnya ada kecendrungan membawa sebuah kepentingan ataupun ideologi dari pihak sponsor demi membangun citra dan mendongkarak penjualan melalui pendekatan gaya hidup yang cendrung mengarah pada situasi hedonis. Seperti yang kita tahu secara umum bahwa hedonisme adalah paham yang dianut orang-orang yang mengejar kesenangan hidup semata (Echols,2003). Hedonisme juga adalah sebuah fenomena dan gaya hidup. Dalam penelitian ini, kata hedonisme seperti yang tertera pada judul, adalah gambaran event yang lebih menekankan kepada nilai citraan-citraan tanda melalui berbagai bentuk acara, 10 ketimbang tujuan dari kegiatan memodifkasi kendaraan beroda empat itu sendiri. Walaupun orang-orang yang berada di dalamnya bukanlah pengkonsumsi otomotif, rokok serta meterial-material lainnya yang berbau sponsor (marchandise atau souvenir yang dijual), nyatanya penjualan rokok dan material lainnya laris manis saat event tersebut berlangsung. Ada sebuah nilai tukar (exchange value) berupa citra yang berbeda bagi setiap orang yang telah mengkonsumsi produk-produk sponsor, baik yang materil maupun imateril (ketika seseorang hanya hadir untuk melihat-lihat saja berarti dapat dikatakan sudah masuk ke dalam mekanisme proses konsumsi) pada saat acara berlangsung. Yang tentu saja penyebabnya pun beragam. Nilai tukar tersebutlah yang dalam konteks penelitian ini, penulis katakan sebagai “hedonisme: keyakinan atau ideologi yang terjual demi kesenangan sesaat”. Ada banyak faktor yang datang dari luar yang memicu emosi mereka menjadi hamba hedonis. Dan ada banyak pula interpretasi-interpretasi atas makna dari penanda dalam acara tersebut. Lalu ketika segala peristiwa dalam event Autoblackthrough 2009 regional Bandung konteks keruangannya dimampatkan ke dalam sebuah media massa yang bernama internet dengan susunan teks dan gambar, ini berarti segala penanda yang ada dalam peristiwa sebenarnya telah di reproduksi menjadi penanda-penanda baru, yang besar kemungkinannya petanda (makna) sebenarnya menjadi (atau bahkan telah) mati dikarenakan membiasnya segala bentuk pertandaan atau setiap bentuk komunikasi akibat terlalu mengedepankan permainan penanda atau citraan dalam memaknai tanda-tanda (teks dan gambar) pada liputan peristiwa event Autoblackthrough 2009 regional Bandung. Atas 11 fenomena inilah penulis berusaha menguak penanda-penanda mana saja yang bersifat hyper (melampaui) dan sekaligus mempunyai nilai tukar dalam liputan event Autoblackthrough 2009 regional Bandung. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian ini akan memfokuskan pada pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Nilai tukar (exchange value) seperti apa yang bekerja dalam hasil liputan event Autoblackthrough 2009 regional Bandung di media internet, serta bagaimana cara beroperasinya? 2. Adakah prinsip hipersemiotika dalam bahasan hasil liputan event Autoblackthrough 2009 regional Bandung di media internet? 1.3 Tujuan Penelitian Dengan melihat pada pokok permasalahan tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui nilai tukar (exchange value) seperti apa yang bekerja dalam hasil liputan event Autoblackthrough 2009 regional Bandung di media internet, serta bagaimana cara beroperasinya. 2. Mencari tahu seberapa jauh tanda bekerja pada ranah hipersemiotika. 12 1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis/ Akademis Penelitian ini diharapkan akan memberi konstribusi dalam studi ilmu periklanan yang nantinya akan bermanfaat sebagai bahan referensi tentang pemaknaan tanda-tanda dalam iklan yang melibatkan media massa. Selain itu juga, penelitian ini diharapkan dapat menambah nuansa penelitian komunikasi dalam periklanan. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan memberi sumbangan pemikiran kepada pengiklan, dan biro iklan agar dapat mempertimbangkan penggunaan tanda-tanda periklanan dalam hasil liputan event yang dibuatnya. Karena hal ini akan berdampak pada peningkatan nilai produk serta memupuk citra positif perusahaan itu sendiri, serta dapat dijadikan sebagai bahan kajian bagi industri media periklanan, khusunya media elektronik yang banyak menarik perhatian khalayak luas.