Feeding Practice in Small for Gestational Age Born Infant

advertisement
Feeding Practice in Small for Gestational Age Born Infant
DR. dr. Aryono Hendarto, SpA (K)
Small for gestational age (SGA) adalah bayi baru lahir yang mempunyai berat badan dan/atau panjang
badan kurang dari berat badan seharusnya menurut usia kehamilan dan jenis kelaminnya.
Klasifikasi bayi baru lahir berdasarkan berat badannya dibagi menjadi tiga:
1. Small for gestational age (SGA), yaitu bayi yang mempunyai berat badan lahir di bawah
persentil 10%.
2. Appropriate for gestational age (AGA), yaitu bayi yang mempunyai berat badan lahir antara
persentil 10% sampai 90%.
3. Large for gestational age (LGA), yaitu bayi yang mempunyai berat badan lahir lebih dari
persentil 90%.
Small for gestational age (SGA) dan intrauterine growth restriction (IUGR) adalah dua hal yang berbeda.
IUGR mengacu pada berkurangnya kecepatan pertumbuhan janin yang didokumentasikan minimal
dengan 2 kali pengukuran pertumbuhan intrauterin. IUGR umumnya disebabkan adanya satu atau
beberapa kondisi patologis yang mendasarinya.
Setelah lahir, bayi SGA mempunyai beberapa morbiditas jangka pendek dan jangka panjang.
1. Morbiditas jangka pendek
a. Intoleransi laktosa
Bayi yang lahir dengan SGA lebih rentan mengalami intoleransi laktosa dibandingkan bayi
non-SGA. Hal ini disebabkan bayi SGA mempunyai kadar enzim laktase yang lebih sedikit
dibandingkan dengan bayi non-SGA. Kondisi ini menyebabkan bayi SGA kesulitan menyerap
laktosa sebagai sumber utama karbohidrat untuk bayi.
b. Enterokolitis nekrotikans (NEC)
Bayi SGA juga sering mengalami enterokolitis nekrotikans (NEC). Bayi yang mengalami NEC
mempunyai toleransi pemberian makan yang rendah, sehingga perlu strategi khusus agar
bayi tetap menerima asupan kalori yang adekuat, namun tidak memperparah kondisi
pencernaannya.
c. Hipoglikemia
Bayi dengan SGA mempunyai kemampuan regulasi gula darah yang lebih rendah
dibandingkan dengan bayi non-SGA, sehingga bayi SGA lebih rentan mengalami
hipoglikemia.
Ketiga morbiditas jangka pendek ini menjadi pertimbangan yang penting dalam pemberian
nutrisi pada bayi SGA.
2. Morbiditas jangka panjang.
Bayi yang lahir dengan SGA apabila mengalami pertambahan berat badan yang cepat pada
bulan-bulan pertama kehidupan akan berpengaruh terhadap meningkatnya risiko penyakit –
penyakit berikut ini:
a. intoleransi glukosa
b. resistensi insulin
c. diabetes mellitus tipe 2
d. hipertensi sistolik
e. penyakit jantung koroner
f.
penyakit kardiovaskuler
g. peningkatan kadar kortisol plasma
h. adrenache prematur
i.
hiperandrogenisme.
Kita mengenal adanya SGA simetrik dan asimetrik. Pada SGA simetrik, seluruh tubuh bayi mempunyai
proporsi yang kecil, termasuk lingkar kepala. Pada bulan-bulan berikutnya pun bayi akan mempunyai
berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala yang lebih kecil dari yang seharusnya. Pada SGA
asimetrik, ada bagian tubuh bayi yang dipertahankan berukuran normal pada saat lahir (biasanya lingkar
kepala), meskipun bagian tubuh lainnya memiliki proporsi yang lebih kecil. Bayi dengan SGA asimetrik ini
umumnya akan mencapai berat badan dan panjang badan yang normal dalam waktu 6 sampai 12 bulan.
Prognosis untuk dukungan pemberian nutrisi pada bayi SGA asimetrik lebih baik daripada SGA simetrik.
Salah satu morbiditas SGA yang mempengaruhi dukungan pemberian nutrisi adalah enterokolitis
nekrotikans (NEC). Garite, et al melalui studi retrospektif menemukan bahwa baik SGA maupun IUGR
berkaitaan dengan risiko terjadinya NEC. Adanya NEC pada sistem gastrointestinal bayi SGA akan
mengurangi ukuran panjang, berat, ketebalan dinding usus, villus, dan hilangnya kripti usus. Bayi yang
lahir dengan SGA dapat mengalami disbiosis dan gangguan homeostasis proliferasi-apoptosis yang
nantinya dapat mengganggu permukaan usus. Akibatnya, terjadi morbiditas gastrointestinal yang lebih
tinggi seperti intoleransi pemberian makanan dan malabsorpsi nutrisi.
Praktik pemberian nutrisi yang tepat untuk bayi dengan SGA belum mempunyai panduan yang jelas.
Belum banyak publikasi mengenai pemilihan pemberian nutrisi yang terbaik, dan praktiknya berbedabeda di setiap unit neonatal.
Sebelum memutuskan metode pemberian nutrisi untuk bayi SGA, ada baiknya kita mengenal
karakteristik bayi SGA cukup bulan (aterm) dan bayi SGA kurang bulan (preterm).
Bayi SGA aterm
Refleks menghisap ada
Refleks menelan ada
Vilii intestinal sudah matur
Dapat mentoleransi demand feeding secara
penuh
Kemampuan absorpsi lemak dan protein rendah
Bayi SGA preterm
Refleks menghisap belum sempurna
Refleks menelan belum sempurna
Energi untuk menelan masih kurang
Volume gaster lebih kecil
Refluks gastroesofageal lebih sering terjadi
Kemampuan absorpsi lemak dan protein rendah
Untuk bayi SGA aterm, pemberian nutrisi dapat dilakukan dengan menggunakan ASI perah. ASI perah
diberikan on demand tetapi tidak kurang dari 3 jam sekali. Pemberian ASI perah dimulai dengan 60
ml/kgBB/hari pada hari pertama, dan ditingkatkan secara bertahap pada hari-hari berikutnya. Jika ibu
tidak dapat memberikan ASI karena satu dan lain hal, pemberian makan dapat diganti dengan
menggunakan susu formula standar, dan tidak perlu diberikan makanan tambahan.
Untuk bayi SGA preterm, pemilihan nutrisi dapat dilakukan dengan menggunakan ASI atau ASI donor,
dan dapat ditambahkan dengan human milk fortifier (HMF). ASI sangat direkomendasikan bagi bayi
dengan SGA karena di dalamnya terkandung nutrisi yang dibutuhkan bayi dalam jumlah yang cukup,
serta mempunyai kelebihan jangka pendek dan jangka panjang dibandingkan dengan susu formula.
Pemberian ASI diharapkan dapat melindungi saluran cerna bayi SGA dari enterokolitis nekrotikans (NEC)
karena banyak mengandung substansi antimikroba dan anti-inflamasi. Jika ibu tidak bisa memberikan
ASI karena alasan tertentu, dapat diganti dengan pemberian susu formula.
Mengenai waktu yang tepat untuk pemberian nutrisi bayi SGA pretem, ternyata tidak ditemukan
outcome yang berbeda bermakna antara pemberian nutrisi lebih awal dibandingkan dengan pemberian
nutrisi yang ditunda. Berdasarkan systematic review pada database Cochrane tahun 2011, ternyata tidak
ditemukan perbedaan yang bermakna dalam hal angka kejadian enterokolitis nekrotikans (NEC) pada
kelompok yang diberikan nutrisi lebih cepat (setelah 24 jam pertama) dibandingkan dengan kelompok
yang diberikan nutrisi yang ditunda (setelah 48 jam pertama). Pertambahan berat badan pada kedua
kelompok juga tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.
Penelitian lain yang membandingkan outcome antara bayi SGA preterm yang diberikan very early
feeding (dalam 24 jam pertama) dengan delayed feeding (setelah 24 jam pertama), dikemukakan bahwa
bayi SGA preterm yang mendapatkan very early feeding dapat mencapai dosis pemberian makanan
enteral secara penuh lebih awal dan lama waktu perawatan di rumah sakit lebih singkat dibandingkan
dengan kelompok yang menerima delayed feeding.
Mengenai kecepatan pemberian makanan pada bayi SGA preterm, telah dilakukan penelitian yang
membandingkan antara kelompok yang diberikan makanan dalam kecepatan yang lebih cepat (20-30
ml/kgBB/hari) dengan kelompok yang diberikan makanan dalam kecepatan yang lebih lambat (10-20
ml/kgBB/hari), dan dihubungkan dengan angka kejadian enterokolitis nekrotikans (NEC) dan lama rawat
di rumah sakit. Dari penelitian ini, disimpulkan bahwa pada kelompok yang diberikan makanan dalam
kecepatan yang lebih cepat terjadi peningkatan berat badan yang lebih cepat dibandingkan dengan
kelompok yang diberikan makanan dalam kecepatan yang lebih lambat, dan tidak ditemukan perbedaan
yang bermakna dalam angka kejadian NEC dan lama rawat di rumah sakit pada kedua kelompok
tersebut.
Mengenai metode pemberian makanan pada bayi SGA, telah dilakukan juga penelitian yang
membandingkan antara bayi SGA yang menerima makanan secara continuous feeding dan intermitten
bolus. Tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna mengenai toleransi makan dan angka
kejadian enterokolitis nekrotikans (NEC) pada kedua kelompok tersebut.
Mengenai toleransi makan, dapat diketahui dengan mengukur gastric residual volume (GRV). Mihatsch,
et al dalam penelitiannya yang dipublikasikan di jurnal Pediatrics tahun 2002, menyebutkan bahwa
neonatus dengan berat badan lahir ≤ 750 gram dapat mentoleransi makanan dengan baik jika GRV ≤ 2
ml, sedangkan pada neonatus dengan berat badan lahir antara 750-1000 gram dapat mentoleransi
makanan dengan baik jika GRV ≤ 3 ml. Cobb, et al dalam penelitiannya yang dipublikasikan di jurnal
Pediatrics tahun 2004, mengemukakan bahwa jika ditemukan adanya GRV > 3,5 ml atau 33% pada satu
kali pemberian makan, risiko terjadinya enterokolitis nekrotikans (NEC) akan meningkat.
Peningkatan berat badan yang diharapkan pada bayi yang lahir dengan SGA adalah 20 gram/hari mulai
dari lahir sampai usia 3 bulan, 15 gram/hari pada usia 3-6 bulan, 10 gram/hari pada usia 6-9 bulan, dan 6
gram/hari pada usia 9-12 bulan. Bayi-bayi yang lahir dengan SGA diharapkan bisa mencapai berat badan
yang normal pada usia 24 bulan, panjang badan yang normal pada usia 42 bulan, dan lingkar kepala yang
normal pada usia 18 bulan.
Peningkatan berat badan yang terlalu lambat, dikhawatirkan akan menjadi gagal tumbuh pada usia
berikutnya. Akan tetapi, peningkatan berat badan yang terlalu cepat juga akan berakibat buruk pada
masa yang akan datang, berupa peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler yang lebih besar. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pemantauan pertumbuhan yang berkesinambungan terhadap bayi SGA agar
dapat tumbuh dengan normal dengan meminimalisir risiko penyakit degeneratif pada masa yang akan
datang.
Download