Agroscientiae ISSN 0854-2333 70

advertisement
Z. Titin Mariana
KAJIAN KEMASAMAN POTENSIAL TOTAL PADA TANAH RAWA
DI KALIMANTAN SELATAN
STUDY OF TOTAL POTENTIAL ACIDITY IN SWAMP SOILS
OF SOUTH KALIMANTAN
Zuraida Titin Mariana
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UNLAM
Jl. Jend. A. Yani Km.36 PO Box 1028 Banjarbaru 70714
ABSTRACT
The aim of the research was to study total potensial acidity from various depth of soil in tidal swamp and non
tidalswamp of South Kalimantan. Others were to know the relationship between total potential acidity with
pH(H2O), and the relationship between clay content with total potential acidity. Result showed that soils of
tidal swamp and non tidalswamp at dept of 0 - 20 cm with 20 - 40 cm, and 0 - 20 cm with 40 - 60 cm had
equality in process of acidity cause, and there was a difference betwe en depths 20 - 40 cm with 40 - 60 cm.
Total potential acidity had negative correlation with actual acidity (pH) and clay content in soil had positive
correlation with total potential acidity.
Key words: Total potential acidity, tidal swamp and non tidalsw amp soils.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemasaman potensial total dari berbagai kedalaman tanah pada
daerah rawa pasang surut dan rawa non -pasang surut di Kalimatan Selatan. Di samping itu juga untuk
mengetahui hubungan antara kemasama n potensial total dengan pH (H 2O), dan kandungan liat dalam tanah
dengan kemasaman potensial total. Hasil penelitian menunjukkan tanah -tanah rawa pasang surut dan non
pasang surut pada kedalaman 0 – 20 cm dengan 20 – 40 cm, dan 0 – 20 cm dengan 40 – 60 cm mempunyai
kesamaan dalam proses penyebab kemasaman tanahnya terhadap kemasaman potensial total, serta antara
kedalaman 20 – 40 cm dengan 40 – 60 cm terdapat perbedaan. Kemasaman potensial total (KPT)
berkorelasi negatif sangat nyata dengan kemasaman aktual tanah (pH). Kandungan liat dalam tanah
berkorelasi positif sangat nyata dengan kemasaman potensial.
Kata kunci: Kemasaman potensial total, rawa pasang surut dan non pasang surut .
PENDAHULUAN
Pada tahun 2020, para pakar memperkirakan
bahwa Indonesia akan mengalami defisit beras
sebanyak 9,668 juta ton, sementara itu lahan subur
yang beralih fungsi ke penggunaan non pertanian
(produksi non pangan) sangat besar yaitu 1,63 juta
hektar (ha) pada periode 1981 -1999, dan pada
periode 1999-2002 mencapai 225.338 ha per tahun
(Direktorat Jernderal Tanaman Pangan Departemen
Pertanian, 2007).
Oleh karena itu, program
intensifikasi dan rehabilitasi pada areal pertanian
yang ada serta ekstensifikasi areal baru di berbagai
ekosistem perlu ditingkatkan. Salah satuny a yang
menjadi target adalah lahan rawa, walaupun tanah
rawa
mempunyai
banyak
kendala
seperti
kemasaman tanah yang tinggi.
Rawa adalah kawasan sepanjang pantai, aliran
sungai, danau atau lebak yang menjorok masuk
(intake) ke pedalaman sampai sekitar 100 k m atau
sejauh dirasakannya pengaruh gerakan pasang.
70
Pada
pertemuan
Nasional
Pengembangan
Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut (3 -4 Maret
1992) di Cisarua Bogor telah disepakati bahwa
istilah rawa mempunyai dua pegertian yaitu rawa
pasang surut (tidal swamp) dan rawa lebak (swampy
atau non tidalswamp). Rawa pasang surut adalah
daerah yang mendapatkan pengaruh langsung atau
tidak langsung ayunan pasang surut, sebaliknya
rawa lebak adalah daerah yang mengalami
genangan selama lebih dari tiga bulan dengan tinggi
genangan terendah antara 25 -50 cm (Noor, 2004).
Kalimantan Selatan memiliki lahan rawa yang
dapat dikembangkan untuk pertanian. Lahan rawa
di Kalimantan Selatan menempati bagian hilir dari
Cekungan Barito (Lower Barito Basin) yang terdapat
antara sungai Kapuas Murung di sebelah barat dan
kaki Pegunungan Meratus di sebelah timur.
Cekungan ini terbentuk pada zaman Pleistocene.
Cekungan mula-mula terisi oleh endapan laut,
kemudian secara berangsur -angsur ditutupi oleh
Agroscientiae ISSN 0854-2333
Kajian kemasaman potensial total pada ……
endapan detritis dari lapisan tersier dan pratersier
dari Pegunungan Meratus. Endapan membentuk
suatu dataran aluvial.
(BAPPEDA Provinsi
Kalimantan Selatan, 1985; Moehansyah, 1988).
Kemasaman merupakan kendala utama di lahan
rawa pasang surut karena umumnya pH tanah 3,5 4,5, sementara tanama n budidaya umumnya
tumbuh baik pada pH 5-7. Kemasaman yang tinggi
(pH<4,0) berimbas pada meningkatnya kelarutan Al,
Fe, dan Mn. Penghancuran struktur kisi mineral,
akibat kemasaman yang tinggi mengakibatkan
pelepasan Al yang lebih intensif. Pada kadar Al 0,52,0 ppm tanaman budidaya sudah mengalami
hambatan pertumbuhan, dan pada kadar 25 ppm
tanaman mengalami penurunan hasil. Besi dan Mn
umumnya meracun tanaman dalam bentuk ion ferro
2+
2+
(Fe ) dan ion mangan (Mn ) pada kondisi anaerob
(Irsal Las et al., 2007).
Pengetahuan kemasaman tanah yang dapat
berkembang dari oksidasi sulfida dalam tanah
adalah penting, dan hal ini dapat dipelajari dari
kemasaman potensial total. Kemasaman potensial
total dari tanah adalah jumlah maksimum
kemasaman tanah yang dapat b erkembang dari
tanah terreduksi setelah tanah dioksidasi sempurna.
Besarnya KPT (total potential acidity) biasanya jauh
melebihi dari kemasaman aktif (Hakim et al., 1986;
Tan, 1982). Menurut Brady dalam Tan (1982)
bahwa pada tanah liat yang mengandung ba han
organik tinggi dapat mencapai 50.000 – 100.000 kali
lebih besar dari kemasaman aktif.
Kemasaman tanah dapat merubah populasi dan
aktivitas jasad mikro yang berperanan dalam
transformasi N, S, dan P dalam tanah. Kemasaman
yang tinggi dari oksidasi sulf ida mempengaruhi
ketersediaan unsur-unsur hara tanaman dan
timbulnya unsur-unsur yang meracun. Letak atau
posisi lapisan bersulfida (sulfuric layer) adalah juga
penting diketahui. Jika lapisan ini terdapat dekat
permukaan tanah akan sangat berbahaya bagi
tanaman, tetapi jika jauh atau dalam di bawah
permukaan tanah, maka tanaman aman dari bahaya
keracunan.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dikaji :
1. KPT dari berbagai kedalaman tanah pada daerah
rawa pasang surut dan rawa non pasang surut.
2. Hubungan antara KPT dengan pH (H 2O).
3. Hubungan kandungan liat dalam tanah dengan
KPT.
akan dianalisis diambil pada kedalaman 0 -20 cm,
20-40 cm, dan 40-60 cm.
Contoh tanah yang
diambil di lapangan dipertahankan dalam keadaan
reduktif asalnya yaitu berada pada tempat yang
tertutup sehingga tidak terjadi peristiwa oksidasi.
Pengamatan yang dilakukan adalah penilaian
kemasaman potensial total dengan H 2O2 30 % dan
pengukuran pH contoh tanah di dalam air (H 2O)
yang dilakukan dengan penetapan elektroda gelas
pada
suspensi
tanah
dalam
air
dengan
perbandingan 1:2,5 serta tekstur tanah dengan
metoda pipet.
Analisis data yang digunakan adalah regresi
korelasi antara KPT dengan pH (H 2O) yang
dilanjutkan dengan analisis perbandingan sudut
miring regresi (b 1) dan Uji Tuckey dari koefisien
regresi.
Disamping itu juga dilakukan analisis
regresi korelasi antara kandungan liat dalam tanah
dengan KPT.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rata-rata hasil pengukuran pH (H 2O) dan pH
setelah oksidasi sempurna den gan H2O2 30 % di
daerah pasang surut dan non pasang surut disajikan
pada Tabel 1. Nilai pH (H 2O) semakin rendah ke
lapisan bawah.
Reaksi tanah (pH) dalam air
+
menunjukkan jumlah H dalam larutan tanah.
Peningkatan kemasaman tanah pada lapisan bawah
karena pengangkutan bahan-bahan asam pada
lapisan atas akibat dari gerakan air pasang surut
dan digantikan oleh air yang tidak masam. Untuk
lokasi non pasang surut peningkatan kemasaman
diduga karena pencucian bahan -bahan asam ke
lapisan bawah.
Tabel 1. Hasil pengukuran pH (H 2O) dan pH setelah
oksidasi sempurna dengan H 2O2.
Table 1. Measurement on pH (H 2O) and pH after
complete oxidation with H 2O2.
Tanah
Rawa
Pasang
Surut
Lokasi
Berangas
Penggalaman
Non
Pasang
Surut
Landasan
Ulin Barat
Bati-bati
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
Jurusan
Tanah
Fakultas
Pertanian
Unlam
Banjarbaru. Contoh tanah diambil dari daerah rawa
pasang surut (Berangas dan Pe nggalaman) dan
rawa non-pasang surut (Landasan Ulin Barat dan
Bati-bati) di Kalimantan Selatan. Contoh tanah yang
Agroscientiae
Kedalaman
(cm)
0 - 20
20 - 40
40 - 60
0 - 20
20 - 40
40 - 60
0 - 20
20 - 40
40 - 60
0 - 20
20 - 40
40 - 60
pH
(H2O)
3,05
2,99
2,92
3,91
3,81
3,79
3,89
3,67
3,10
4,16
4,12
4,17
pH
(H2O2).
2,65
2,45
2,51
3,03
2,99
2,95
2,71
2,36
2,73
2,91
2,81
2,78
Terjadinya penurunan pH setelah tanah
dioksidasi sempurna menunjukkan bahwa di dalam
tanah terdapat senyawa S yang dapat teroksidasi
+
2menghasilkan ion H
dan SO 4
yang
Volume 18 Nomor 2 Agustus 2011
71
Z. Titin Mariana
mengakibatkan pH tanah turun, juga terdapatnya
asam-asam organik. Sulfur merupakan bagian yang
penting disamping besi-besi lainya dalam proses
pembentukan pirit.
Terbentuknya pirit (FeS 2)
menurut Breemen dan Pons (1982) adalah sebagai
berikut :
Fe2O3 (s) + 4 SO 4 (aq) + 8 CH 2O + ½ O 2  2 FeS2 (s) +
2
-
8 HCO3 (aq) + 4 H 2O
Bila pirit ini mengalami peristiwa oksidasi maka
kemasaman tanah akan meningkat, karena
menghasilkan asam sulfat. Kandungan pirit ini
merupakan ukuran bagi kemasaman potensial
menurut reaksi (Konsten dan Sarwani, 1992) :
FeS2 + 15/4 O 2
+
7/2 H 2O  Fe(OH) 3 +
2
2 SO4 + 4 H
+
Semakin tinggi kandungan pirit dalam tanah,
+
semakin banyak dihasilkan ion
H
yang
menyebabkan kemasaman tanah. Menurut Konsten
dan Brinkman (1988) bahwa semakin tinggi
kemasaman potensial total semakin tinggi pula
kandungan pirit atau sulfida dalam tanah .
Hasil perhitungan rata-rata KPT pada daerah
pasang surut dan non-pasang surut disajikan pada
Tabel 2. Kemasaman potensial tertinggi terjadi di
daerah Berangas, selanjutnya Landasan Ulin Barat,
Penggalaman, dan terendah di daerah Bati-bati.
Tabel 2. Hasil perhitungan kemasaman potensial
+
-1
total (mmol H 100 g tanah).
+
-1
Table 2 . Total potential acidity (mmol H 100 g
soil).
Tanah
Rawa
Lokasi
Berangas
Pasang
Surut
Penggalaman
Landasan
Ulin Barat
Non
Pasang
Surut
Bati-bati
Tabel 3. Persamaan regresi antara KPT (X) dan pH
(Y) dari berbagai kedalaman tanah di
daerah pasang surut dan non pasang
surut.
Table 3. Regression equation between total potential
acidity (X) and pH (Y) from various depth
of soils at tidal swamp and non tidalswamp
Kedalaman
(cm)
Persamaan
regresi
Koefisien
korelasi
0 - 20
Y = 4,92 - 0,05 X
- 0,92
20 - 40
Y = 4,57 - 0,04 X
- 0,94
40 - 60
Y = 4,90 - 0,07 X
- 0,95
Kedalaman
(cm)
Ratarata
KPT
Ekuivalen
CaCO3
-1
(ton ha )
0 - 20
31,93
36,72
20 - 40
40,32
46,37
40 – 60
32,01
36,82
Berdasarkan analisa perbandingan sudut miring
regresi (b1) dan Uji Tuckey dari koefisien regresi
antara KPT dan pH (H 2O) menunjukkan adanya
persamaan antara kedalaman 0 – 20 cm dengan 20
– 40 cm, 0 – 20 cm dengan 40 – 60 cm, dan adanya
perbedaan antara kedalaman 20 – 40 cm dengan 40
– 60 cm (Tabel 4).
0 - 20
18,99
21,84
Tabel 4.
20 - 40
17,03
19,58
40 – 60
16,61
19,11
0 - 20
23,21
26,69
20 - 40
27,98
32,18
40 – 60
23,74
27,31
0 - 20
12,19
14,02
20 - 40
12,42
14,29
40 – 60
12,95
14,89
Ket. : Ekuivalen CaCO 3 dihitung pada tanah seluas 1 ha
dengan lapisan olah 20 cm dan berat isi 1,15 g
-3
cm .
72
Pada Tabel 2 juga terlihat bahwa untuk
meniadakan KPT (reaksi tanah hingga pH 5,5)
sangat banyak sekali diperlukan kapur CaCO 3
(19,11 - 46,37 ton/ha). Dari segi ekonomi dan
kesuburan tanah tidaklah menguntungkan karena
tanah jenuh dengan Ca. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan pH tanah, bukanlah sampai
meniadakan kemasaman potensial, namun dengan
cara
menurunkan
kemasaman
aktif
yaitu
+
konsentrasi ion H dalam larutan tanah.
Berdasarkan hasil analisa korelasi antara KPT
dengan pH (H2O) pada masing-masing kedalaman
dapat dilihat bahwa semakin rendah KPT, semakin
besar (tinggi) pH aktual tanah. Dari masing -masing
kedalaman, hubungan antara KPT dengan pH (H2O)
dapat digambarkan dengan persamaan regresi linier
sederhana Y = bo + b1 X (Tabel 3) .
Nilai b1 dari persamaan regresi antara
KPT dan pH (H 2O)
Table 4. B1 Values from regression between total
potential acidity and pH ( H 2O).
Kedalaman (cm)
b1
ab
0 - 20
-0,05
b
20 - 40
-0,04
a
40 - 60
-0,07
Ket. :
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda menurut Uji Tuckey
pada q 5 %
Hal ini disebabkan perbedaan kandungan pirit
dan kandungan bahan organik sebagai penyebab
kemasaman tanah. Disamping itu, perbedaan ini
disebabkan oleh daya sangga tanah yang berbeda -
Agroscientiae ISSN 0854-2333
Kajian kemasaman potensial total pada ……
beda pada masing-masing kedalaman.
Tanah
mempunyai kemampuan untuk mempertahankan pH
dari perubahan karena penambahan asam atau
+
basa, ion OH akan dinetralisir oleh ion H
membentuk air.
Daya sangga tanah ini
berhubungan dengan kadar liat di dalam tanah.
Semakin tinggi kadar liat dalam tanah, semakin
besar KTK tanah dan semakin besar pula daya
sangga tanah terhadap penambahan asam atau
basa. Daya sangga tanah terbesar dalam penelitian
ini adalah pada kedalaman 20 – 40 cm, karena
kandungan liat terbesar pada kedalaman terseb ut.
Terdapat korelasi positif antara kandungan liat
dalam tanah dengan KPT (Tabel 5), yang artinya
semakin tinggi kandungan liat dalam tanah, semakin
tinggi pula KPT, dimana pada lapisan yang kadar
liatnya tinggi terakumulasi senyawa sulfida yang
menyebabkan kemasaman tanah.
Tabel 5. Persamaan regresi antara kandungan liat
(X) dan KPT (Y) dari berbagai kedalaman
tanah di daerah pasang surut dan non
pasang surut.
Table 5. Regression equation between clay content
(X) and total potential acidity (Y) from
various depth of soils at tidal swamp and
non tidalswamp
Kedalaman Persamaan regresi
Koefisien
(cm)
korelasi
0 - 20
Y = 0,54 X - 17,94
0,82
20 - 40
Y = 0,69 X - 25,21
0,94
40 - 60
Y = 0,50 X - 14,67
0,86
SIMPULAN
1. Tanah-tanah rawa pasang surut dan non pasang
surut pada kedalam 0 – 20 cm dengan 20 – 40
cm, dan 0 – 20 cm dengan 40 – 60 cm
mempunyai kesamaan dalam proses penyebab
kemasaman tanahnya yang dapat dilihat dari
KPT, serta antara kedalaman 20 – 40 cm dengan
40 – 60 cm terdapat perbedaan.
2. Kemasaman potensial total berkorelasi negatif
sangat nyata dengan reaksi tanah (pH) .
Meningkatnya kemasaman potensial total diikuti
dengan menurunnya pH tanah.
3. Kandungan liat dalam tanah berkorelasi positif
sangat nyata dengan KPT.
Semakin tinggi
kandungan liat dalam tanah semakin besar KPT.
Breemen, V.N, and L.J. Pons. 1982. Factors
influencing the formation of poten tial acidity in
tidal swamps. Proceeding of t he bangkok
Symposium
on
Acid
Sulphate
Soils.
International Institute for Land Reclamation and
Improvement. Netherlands.
Direktorat Jernderal Tanaman P angan Departemen
Pertanian. 2007. Kebijakan pengembangan
lahan rawa dalam mendukung ketahanan
pangan nasional. Prosiding Seminar Nasional
Pertanian Lahan Rawa. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Kalimantan
Tengah.
Irsal Las, Sukarman, Kasdi Subagyono, D.A.
Suriadikarta, M. Noor, & Achmadi Jumberi.
2007. Grand design lahan rawa. Prosiding
Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian. Kalimantan Tengah.
Hakim. N., M. Yusuf Nyakpa, A.M. Lubis, Sutopo
Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban Hong,
H.H. Bailey. 1986. Dasar -dasar Ilmu Tanah.
Penerbit Universitas Lampung. Lampung.
Konsten, C.J.M., and R. Brinkman. 1988. A field
laboratory method to determine total poten tial
and actual acidity in acid sulphate soils. Dalam
Selected Papers on The Dakar Symposium on
Acid Sulphate Soil. International Institute for
Land
Reclamation
and
Improvement.
Netherlands.
Konsten, C.J.M. and M. Sarwani. 1992. Actual and
potential acidity and related chemical
characteristics of acid sulphate soils in Pulau
Petak, Kalimantan. In Workshop on Acid
Sulphate Soil in the Humid Tropic. Bogor.
Indonesia.
Moehansyah, H. 1988. Daya dukung lahan basah
di Kalimantan Selatan untuk pemukiman.
Fakultas Pertanian Jurusan T anah Universitas
Lambung Mangkurat. Banjarbaru.
Noor, Muhammad. 2004. Lahan Rawa : Sifat dan
Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam.
PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Tan, K.H. 1982. Principle of Soil Chemistry. Marcel
Dekker, Inc. New York.
DAFTAR PUSTAKA
BAPPEDA Provinsi Kalimantan Selatan.
1985.
Perencanaan Pengelolaan Lahan Basah di
Kalimantan Selatan.
Makalah Seminar
Pengembangan
Lahan
Basah
yang
Berwawasan Lingkungan. Banjarbaru.
Agroscientiae
Volume 18 Nomor 2 Agustus 2011
73
Download