Z. Titin Mariana KAJIAN KEMASAMAN POTENSIAL TOTAL PADA TANAH RAWA DI KALIMANTAN SELATAN STUDY OF TOTAL POTENTIAL ACIDITY IN SWAMP SOILS OF SOUTH KALIMANTAN Zuraida Titin Mariana Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Jl. Jend. A. Yani Km.36 PO Box 1028 Banjarbaru 70714 ABSTRACT The aim of the research was to study total potensial acidity from various depth of soil in tidal swamp and non tidalswamp of South Kalimantan. Others were to know the relationship between total potential acidity with pH(H2O), and the relationship between clay content with total potential acidity. Result showed that soils of tidal swamp and non tidalswamp at dept of 0 - 20 cm with 20 - 40 cm, and 0 - 20 cm with 40 - 60 cm had equality in process of acidity cause, and there was a difference betwe en depths 20 - 40 cm with 40 - 60 cm. Total potential acidity had negative correlation with actual acidity (pH) and clay content in soil had positive correlation with total potential acidity. Key words: Total potential acidity, tidal swamp and non tidalsw amp soils. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemasaman potensial total dari berbagai kedalaman tanah pada daerah rawa pasang surut dan rawa non -pasang surut di Kalimatan Selatan. Di samping itu juga untuk mengetahui hubungan antara kemasama n potensial total dengan pH (H 2O), dan kandungan liat dalam tanah dengan kemasaman potensial total. Hasil penelitian menunjukkan tanah -tanah rawa pasang surut dan non pasang surut pada kedalaman 0 – 20 cm dengan 20 – 40 cm, dan 0 – 20 cm dengan 40 – 60 cm mempunyai kesamaan dalam proses penyebab kemasaman tanahnya terhadap kemasaman potensial total, serta antara kedalaman 20 – 40 cm dengan 40 – 60 cm terdapat perbedaan. Kemasaman potensial total (KPT) berkorelasi negatif sangat nyata dengan kemasaman aktual tanah (pH). Kandungan liat dalam tanah berkorelasi positif sangat nyata dengan kemasaman potensial. Kata kunci: Kemasaman potensial total, rawa pasang surut dan non pasang surut . PENDAHULUAN Pada tahun 2020, para pakar memperkirakan bahwa Indonesia akan mengalami defisit beras sebanyak 9,668 juta ton, sementara itu lahan subur yang beralih fungsi ke penggunaan non pertanian (produksi non pangan) sangat besar yaitu 1,63 juta hektar (ha) pada periode 1981 -1999, dan pada periode 1999-2002 mencapai 225.338 ha per tahun (Direktorat Jernderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian, 2007). Oleh karena itu, program intensifikasi dan rehabilitasi pada areal pertanian yang ada serta ekstensifikasi areal baru di berbagai ekosistem perlu ditingkatkan. Salah satuny a yang menjadi target adalah lahan rawa, walaupun tanah rawa mempunyai banyak kendala seperti kemasaman tanah yang tinggi. Rawa adalah kawasan sepanjang pantai, aliran sungai, danau atau lebak yang menjorok masuk (intake) ke pedalaman sampai sekitar 100 k m atau sejauh dirasakannya pengaruh gerakan pasang. 70 Pada pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut (3 -4 Maret 1992) di Cisarua Bogor telah disepakati bahwa istilah rawa mempunyai dua pegertian yaitu rawa pasang surut (tidal swamp) dan rawa lebak (swampy atau non tidalswamp). Rawa pasang surut adalah daerah yang mendapatkan pengaruh langsung atau tidak langsung ayunan pasang surut, sebaliknya rawa lebak adalah daerah yang mengalami genangan selama lebih dari tiga bulan dengan tinggi genangan terendah antara 25 -50 cm (Noor, 2004). Kalimantan Selatan memiliki lahan rawa yang dapat dikembangkan untuk pertanian. Lahan rawa di Kalimantan Selatan menempati bagian hilir dari Cekungan Barito (Lower Barito Basin) yang terdapat antara sungai Kapuas Murung di sebelah barat dan kaki Pegunungan Meratus di sebelah timur. Cekungan ini terbentuk pada zaman Pleistocene. Cekungan mula-mula terisi oleh endapan laut, kemudian secara berangsur -angsur ditutupi oleh Agroscientiae ISSN 0854-2333 Kajian kemasaman potensial total pada …… endapan detritis dari lapisan tersier dan pratersier dari Pegunungan Meratus. Endapan membentuk suatu dataran aluvial. (BAPPEDA Provinsi Kalimantan Selatan, 1985; Moehansyah, 1988). Kemasaman merupakan kendala utama di lahan rawa pasang surut karena umumnya pH tanah 3,5 4,5, sementara tanama n budidaya umumnya tumbuh baik pada pH 5-7. Kemasaman yang tinggi (pH<4,0) berimbas pada meningkatnya kelarutan Al, Fe, dan Mn. Penghancuran struktur kisi mineral, akibat kemasaman yang tinggi mengakibatkan pelepasan Al yang lebih intensif. Pada kadar Al 0,52,0 ppm tanaman budidaya sudah mengalami hambatan pertumbuhan, dan pada kadar 25 ppm tanaman mengalami penurunan hasil. Besi dan Mn umumnya meracun tanaman dalam bentuk ion ferro 2+ 2+ (Fe ) dan ion mangan (Mn ) pada kondisi anaerob (Irsal Las et al., 2007). Pengetahuan kemasaman tanah yang dapat berkembang dari oksidasi sulfida dalam tanah adalah penting, dan hal ini dapat dipelajari dari kemasaman potensial total. Kemasaman potensial total dari tanah adalah jumlah maksimum kemasaman tanah yang dapat b erkembang dari tanah terreduksi setelah tanah dioksidasi sempurna. Besarnya KPT (total potential acidity) biasanya jauh melebihi dari kemasaman aktif (Hakim et al., 1986; Tan, 1982). Menurut Brady dalam Tan (1982) bahwa pada tanah liat yang mengandung ba han organik tinggi dapat mencapai 50.000 – 100.000 kali lebih besar dari kemasaman aktif. Kemasaman tanah dapat merubah populasi dan aktivitas jasad mikro yang berperanan dalam transformasi N, S, dan P dalam tanah. Kemasaman yang tinggi dari oksidasi sulf ida mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur hara tanaman dan timbulnya unsur-unsur yang meracun. Letak atau posisi lapisan bersulfida (sulfuric layer) adalah juga penting diketahui. Jika lapisan ini terdapat dekat permukaan tanah akan sangat berbahaya bagi tanaman, tetapi jika jauh atau dalam di bawah permukaan tanah, maka tanaman aman dari bahaya keracunan. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dikaji : 1. KPT dari berbagai kedalaman tanah pada daerah rawa pasang surut dan rawa non pasang surut. 2. Hubungan antara KPT dengan pH (H 2O). 3. Hubungan kandungan liat dalam tanah dengan KPT. akan dianalisis diambil pada kedalaman 0 -20 cm, 20-40 cm, dan 40-60 cm. Contoh tanah yang diambil di lapangan dipertahankan dalam keadaan reduktif asalnya yaitu berada pada tempat yang tertutup sehingga tidak terjadi peristiwa oksidasi. Pengamatan yang dilakukan adalah penilaian kemasaman potensial total dengan H 2O2 30 % dan pengukuran pH contoh tanah di dalam air (H 2O) yang dilakukan dengan penetapan elektroda gelas pada suspensi tanah dalam air dengan perbandingan 1:2,5 serta tekstur tanah dengan metoda pipet. Analisis data yang digunakan adalah regresi korelasi antara KPT dengan pH (H 2O) yang dilanjutkan dengan analisis perbandingan sudut miring regresi (b 1) dan Uji Tuckey dari koefisien regresi. Disamping itu juga dilakukan analisis regresi korelasi antara kandungan liat dalam tanah dengan KPT. HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata hasil pengukuran pH (H 2O) dan pH setelah oksidasi sempurna den gan H2O2 30 % di daerah pasang surut dan non pasang surut disajikan pada Tabel 1. Nilai pH (H 2O) semakin rendah ke lapisan bawah. Reaksi tanah (pH) dalam air + menunjukkan jumlah H dalam larutan tanah. Peningkatan kemasaman tanah pada lapisan bawah karena pengangkutan bahan-bahan asam pada lapisan atas akibat dari gerakan air pasang surut dan digantikan oleh air yang tidak masam. Untuk lokasi non pasang surut peningkatan kemasaman diduga karena pencucian bahan -bahan asam ke lapisan bawah. Tabel 1. Hasil pengukuran pH (H 2O) dan pH setelah oksidasi sempurna dengan H 2O2. Table 1. Measurement on pH (H 2O) and pH after complete oxidation with H 2O2. Tanah Rawa Pasang Surut Lokasi Berangas Penggalaman Non Pasang Surut Landasan Ulin Barat Bati-bati BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Unlam Banjarbaru. Contoh tanah diambil dari daerah rawa pasang surut (Berangas dan Pe nggalaman) dan rawa non-pasang surut (Landasan Ulin Barat dan Bati-bati) di Kalimantan Selatan. Contoh tanah yang Agroscientiae Kedalaman (cm) 0 - 20 20 - 40 40 - 60 0 - 20 20 - 40 40 - 60 0 - 20 20 - 40 40 - 60 0 - 20 20 - 40 40 - 60 pH (H2O) 3,05 2,99 2,92 3,91 3,81 3,79 3,89 3,67 3,10 4,16 4,12 4,17 pH (H2O2). 2,65 2,45 2,51 3,03 2,99 2,95 2,71 2,36 2,73 2,91 2,81 2,78 Terjadinya penurunan pH setelah tanah dioksidasi sempurna menunjukkan bahwa di dalam tanah terdapat senyawa S yang dapat teroksidasi + 2menghasilkan ion H dan SO 4 yang Volume 18 Nomor 2 Agustus 2011 71 Z. Titin Mariana mengakibatkan pH tanah turun, juga terdapatnya asam-asam organik. Sulfur merupakan bagian yang penting disamping besi-besi lainya dalam proses pembentukan pirit. Terbentuknya pirit (FeS 2) menurut Breemen dan Pons (1982) adalah sebagai berikut : Fe2O3 (s) + 4 SO 4 (aq) + 8 CH 2O + ½ O 2 2 FeS2 (s) + 2 - 8 HCO3 (aq) + 4 H 2O Bila pirit ini mengalami peristiwa oksidasi maka kemasaman tanah akan meningkat, karena menghasilkan asam sulfat. Kandungan pirit ini merupakan ukuran bagi kemasaman potensial menurut reaksi (Konsten dan Sarwani, 1992) : FeS2 + 15/4 O 2 + 7/2 H 2O Fe(OH) 3 + 2 2 SO4 + 4 H + Semakin tinggi kandungan pirit dalam tanah, + semakin banyak dihasilkan ion H yang menyebabkan kemasaman tanah. Menurut Konsten dan Brinkman (1988) bahwa semakin tinggi kemasaman potensial total semakin tinggi pula kandungan pirit atau sulfida dalam tanah . Hasil perhitungan rata-rata KPT pada daerah pasang surut dan non-pasang surut disajikan pada Tabel 2. Kemasaman potensial tertinggi terjadi di daerah Berangas, selanjutnya Landasan Ulin Barat, Penggalaman, dan terendah di daerah Bati-bati. Tabel 2. Hasil perhitungan kemasaman potensial + -1 total (mmol H 100 g tanah). + -1 Table 2 . Total potential acidity (mmol H 100 g soil). Tanah Rawa Lokasi Berangas Pasang Surut Penggalaman Landasan Ulin Barat Non Pasang Surut Bati-bati Tabel 3. Persamaan regresi antara KPT (X) dan pH (Y) dari berbagai kedalaman tanah di daerah pasang surut dan non pasang surut. Table 3. Regression equation between total potential acidity (X) and pH (Y) from various depth of soils at tidal swamp and non tidalswamp Kedalaman (cm) Persamaan regresi Koefisien korelasi 0 - 20 Y = 4,92 - 0,05 X - 0,92 20 - 40 Y = 4,57 - 0,04 X - 0,94 40 - 60 Y = 4,90 - 0,07 X - 0,95 Kedalaman (cm) Ratarata KPT Ekuivalen CaCO3 -1 (ton ha ) 0 - 20 31,93 36,72 20 - 40 40,32 46,37 40 – 60 32,01 36,82 Berdasarkan analisa perbandingan sudut miring regresi (b1) dan Uji Tuckey dari koefisien regresi antara KPT dan pH (H 2O) menunjukkan adanya persamaan antara kedalaman 0 – 20 cm dengan 20 – 40 cm, 0 – 20 cm dengan 40 – 60 cm, dan adanya perbedaan antara kedalaman 20 – 40 cm dengan 40 – 60 cm (Tabel 4). 0 - 20 18,99 21,84 Tabel 4. 20 - 40 17,03 19,58 40 – 60 16,61 19,11 0 - 20 23,21 26,69 20 - 40 27,98 32,18 40 – 60 23,74 27,31 0 - 20 12,19 14,02 20 - 40 12,42 14,29 40 – 60 12,95 14,89 Ket. : Ekuivalen CaCO 3 dihitung pada tanah seluas 1 ha dengan lapisan olah 20 cm dan berat isi 1,15 g -3 cm . 72 Pada Tabel 2 juga terlihat bahwa untuk meniadakan KPT (reaksi tanah hingga pH 5,5) sangat banyak sekali diperlukan kapur CaCO 3 (19,11 - 46,37 ton/ha). Dari segi ekonomi dan kesuburan tanah tidaklah menguntungkan karena tanah jenuh dengan Ca. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pH tanah, bukanlah sampai meniadakan kemasaman potensial, namun dengan cara menurunkan kemasaman aktif yaitu + konsentrasi ion H dalam larutan tanah. Berdasarkan hasil analisa korelasi antara KPT dengan pH (H2O) pada masing-masing kedalaman dapat dilihat bahwa semakin rendah KPT, semakin besar (tinggi) pH aktual tanah. Dari masing -masing kedalaman, hubungan antara KPT dengan pH (H2O) dapat digambarkan dengan persamaan regresi linier sederhana Y = bo + b1 X (Tabel 3) . Nilai b1 dari persamaan regresi antara KPT dan pH (H 2O) Table 4. B1 Values from regression between total potential acidity and pH ( H 2O). Kedalaman (cm) b1 ab 0 - 20 -0,05 b 20 - 40 -0,04 a 40 - 60 -0,07 Ket. : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda menurut Uji Tuckey pada q 5 % Hal ini disebabkan perbedaan kandungan pirit dan kandungan bahan organik sebagai penyebab kemasaman tanah. Disamping itu, perbedaan ini disebabkan oleh daya sangga tanah yang berbeda - Agroscientiae ISSN 0854-2333 Kajian kemasaman potensial total pada …… beda pada masing-masing kedalaman. Tanah mempunyai kemampuan untuk mempertahankan pH dari perubahan karena penambahan asam atau + basa, ion OH akan dinetralisir oleh ion H membentuk air. Daya sangga tanah ini berhubungan dengan kadar liat di dalam tanah. Semakin tinggi kadar liat dalam tanah, semakin besar KTK tanah dan semakin besar pula daya sangga tanah terhadap penambahan asam atau basa. Daya sangga tanah terbesar dalam penelitian ini adalah pada kedalaman 20 – 40 cm, karena kandungan liat terbesar pada kedalaman terseb ut. Terdapat korelasi positif antara kandungan liat dalam tanah dengan KPT (Tabel 5), yang artinya semakin tinggi kandungan liat dalam tanah, semakin tinggi pula KPT, dimana pada lapisan yang kadar liatnya tinggi terakumulasi senyawa sulfida yang menyebabkan kemasaman tanah. Tabel 5. Persamaan regresi antara kandungan liat (X) dan KPT (Y) dari berbagai kedalaman tanah di daerah pasang surut dan non pasang surut. Table 5. Regression equation between clay content (X) and total potential acidity (Y) from various depth of soils at tidal swamp and non tidalswamp Kedalaman Persamaan regresi Koefisien (cm) korelasi 0 - 20 Y = 0,54 X - 17,94 0,82 20 - 40 Y = 0,69 X - 25,21 0,94 40 - 60 Y = 0,50 X - 14,67 0,86 SIMPULAN 1. Tanah-tanah rawa pasang surut dan non pasang surut pada kedalam 0 – 20 cm dengan 20 – 40 cm, dan 0 – 20 cm dengan 40 – 60 cm mempunyai kesamaan dalam proses penyebab kemasaman tanahnya yang dapat dilihat dari KPT, serta antara kedalaman 20 – 40 cm dengan 40 – 60 cm terdapat perbedaan. 2. Kemasaman potensial total berkorelasi negatif sangat nyata dengan reaksi tanah (pH) . Meningkatnya kemasaman potensial total diikuti dengan menurunnya pH tanah. 3. Kandungan liat dalam tanah berkorelasi positif sangat nyata dengan KPT. Semakin tinggi kandungan liat dalam tanah semakin besar KPT. Breemen, V.N, and L.J. Pons. 1982. Factors influencing the formation of poten tial acidity in tidal swamps. Proceeding of t he bangkok Symposium on Acid Sulphate Soils. International Institute for Land Reclamation and Improvement. Netherlands. Direktorat Jernderal Tanaman P angan Departemen Pertanian. 2007. Kebijakan pengembangan lahan rawa dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kalimantan Tengah. Irsal Las, Sukarman, Kasdi Subagyono, D.A. Suriadikarta, M. Noor, & Achmadi Jumberi. 2007. Grand design lahan rawa. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kalimantan Tengah. Hakim. N., M. Yusuf Nyakpa, A.M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H.H. Bailey. 1986. Dasar -dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung. Konsten, C.J.M., and R. Brinkman. 1988. A field laboratory method to determine total poten tial and actual acidity in acid sulphate soils. Dalam Selected Papers on The Dakar Symposium on Acid Sulphate Soil. International Institute for Land Reclamation and Improvement. Netherlands. Konsten, C.J.M. and M. Sarwani. 1992. Actual and potential acidity and related chemical characteristics of acid sulphate soils in Pulau Petak, Kalimantan. In Workshop on Acid Sulphate Soil in the Humid Tropic. Bogor. Indonesia. Moehansyah, H. 1988. Daya dukung lahan basah di Kalimantan Selatan untuk pemukiman. Fakultas Pertanian Jurusan T anah Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Noor, Muhammad. 2004. Lahan Rawa : Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Tan, K.H. 1982. Principle of Soil Chemistry. Marcel Dekker, Inc. New York. DAFTAR PUSTAKA BAPPEDA Provinsi Kalimantan Selatan. 1985. Perencanaan Pengelolaan Lahan Basah di Kalimantan Selatan. Makalah Seminar Pengembangan Lahan Basah yang Berwawasan Lingkungan. Banjarbaru. Agroscientiae Volume 18 Nomor 2 Agustus 2011 73