Tanaman Karet Menyelamatkan Kehidupan dari Ancaman

advertisement
masyarakat, tanpa memandang
latar belakang agama, suku,
ras, dan golongan.
Tidak dipungkiri bahwa pembiayaan syariah untuk sektor pertanian akan menghadapi beberapa
tantangan dalam implementasinya.
Tantangan tersebut dapat bersifat
internal (karakteristik sektor pertanian) maupun eksternal. Sektor
pertanian yang penuh risiko karena
sangat bergantung pada alam akan
membuat investor ekstra hati-hati
untuk membiayai sektor ini. Di
samping itu usaha pertanian yang
umumnya kecil-kecil dan tersebar
juga memerlukan kepiawaian tersendiri agar biaya per unit untuk
menggarap sektor ini tidak membengkak.
Tantangan eksternalnya lebih
banyak terkait dengan keberadaan
lembaga pembiayaan syariah, SDM,
serta sosialisasinya. Sebagai lembaga yang relatif baru, pangsa dan
volume lembaga pembiayaan syariah belum begitu besar sehingga
akan mempengaruhi kemampuan
serta skala prioritas dalam pembiayaan yang dilakukan. Demikian juga
dari sisi SDM, masih harus disiapkan SDM yang mumpuni dalam
bidang pembiayaan syariah sehingga tidak kesulitan pada taraf implementasinya. Selain itu kurang gencarnya sosialisasi tentang lembaga
pembiayaan syariah terutama mengenai visi, misi, maupun produk yang
ditawarkan juga menjadi kendala
yang dapat menghambat perkembangan model pembiayaan ini.
Lembaga keuangan syariah
berpeluang untuk bersinergi dengan
sektor pertanian melalui kerja sama
pembiayaan. Apalagi perhatian
Tanaman Karet Menyelamatkan
Kehidupan dari Ancaman
Karbondioksida
Tanaman karet selama ini hanya dikenal sebagai sumber devisa. Kini
peran tanaman karet makin meningkat, yaitu sebagai sumber energi
kehidupan dan menyelamatkan lingkungan dari ancaman
akumulasi CO2 karena kerusakan lingkungan.
D
engan semakin bertambahnya
umur bumi, terjadi perubahan
populasi tanaman yang ada di permukaannya. Jumlah tanaman tahunan, tanaman hutan, dan tanaman
liar makin hari makin berkurang, padahal tanaman tersebut merupakan
sumber energi bagi kehidupan. Untuk mengganti dan mengembalikan
jumlah dan jenis tanaman yang telah berkurang tersebut diperlukan
waktu lama, karena tanaman yang
dipanen umumnya telah berumur
puluhan tahun, dan perbandingan
antara jumlah yang dipanen dan
yang ditanam tidak seimbang.
Tanaman karet memiliki umur
ekonomis 30 tahun. Dalam kurun
waktu tersebut tanaman karet dapat berfungsi sebagai penghasil la-
10
teks dan kayu dan sebagai pengganti tanaman hutan. Keberadaan tanaman karet dapat terus diperluas
dan dikembangkan pada lahan
bekas hutan, lahan kritis atau lahan
marginal. Dengan demikian tanaman karet mampu berperan sebagai
penyimpan dan sumber energi.
Energi pada Tanaman Karet
Dalam kehidupan diperlukan tiga
jenis energi, yaitu energi matahari,
panas bumi, dan nuklir. Energi matahari sangat diperlukan tanaman
karet, sejak awal pertumbuhan
sampai tanaman menghasilkan
lateks. Energi digunakan untuk pertumbuhan, penyembuhan kulit bi-
Menteri Pertanian cukup besar dalam mendukung pembiayaan syariah melalui ”Gema Syariah”. Namun demikian, ”Gema Syariah” ini
masih harus disosialisasikan lebih
intensif ke pejabat, terutama di lingkungan Deptan sendiri, dan masyarakat luas. Implementasi pembiayaan syariah ini juga harus didukung pihak lain seperti Departemen
terkait, BI, DPR, pejabat publik dan
juga pelaku bisnis pertanian (Ashari).
Untuk informasi lebih lanjut
hubungi:
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian
Jalan A. Yani No. 70
Bogor 16161
Telepon : (0251) 333964
Faksimile : (0251) 314496
E-mail
: [email protected]
dang sadap, pertahanan terhadap
serangan penyakit (daun, kulit, akar
dan lain-lain), dan yang paling utama untuk menghasilkan lateks.
Pada saat tanaman karet masih
berupa seedling kemudian dibuat
tanaman klonal, energi diperlukan
untuk menyembuhkan luka karena
okulasi. Kemudian pada saat tanaman disadap, energi dibutuhkan
untuk menutup bagian yang disadap. Energi juga digunakan pada
saat tanaman harus bertahan dari
serangan berbagai hama dan penyakit. Hal yang tidak kalah penting dari
penggunaan energi adalah untuk
berkembang biak atau melestarikan
keturunannya, di samping untuk
pertumbuhan tanaman itu sendiri.
Proses fotosintesis pada tanaman
karet merupakan salah satu proses
pengurangan entropi dan membangun keseimbangan energi, sehingga makin banyak populasi tanaman
karet, keseimbangan energi makin
cepat tercapai.
Energi yang Disimpan oleh
Tanaman Karet
Energi matahari yang diserap oleh
tanaman karet digunakan untuk
Pertanaman karet yang ditumpangsarikan dengan nenas dapat mengurangi
akumulasi karbondioksida di udara.
kegiatan fotosintesis, respirasi,
transpirasi, translokasi unsur hara
dan asimilat, dan lain sebagainya.
Energi cahaya yang ditangkap dalam fotosintesis diubah menjadi
energi potensial yang selanjutnya
digunakan untuk mengabsorbsi unsur hara, mineral dan air, menyintesis bahan organik, pertumbuhan,
berkembang biak, serta melengkapi
siklus perkembangannya. Faktor
lingkungan seperti iklim, tanah, air,
pengetahuan, informasi, teknologi
dan investasi berpengaruh besar
terhadap energi yang akan dikeluarkan tanaman karet.
Tanaman karet mudah beradaptasi dan sangat toleran terhadap
kondisi ekstrim. Pada lingkungan
tumbuh yang sesuai seperti iklim
yang tepat, tanah dan air tersedia,
yang didukung dengan pengetahuan
dan informasi yang memadai, serta
teknologi terkini dan investasi yang
cukup, tanaman karet akan tumbuh
dengan bagus dan jagur. Oleh karena itu, tanaman karet dapat dikategorikan sebagai sumber penyimpanan energi yang sangat
efektif mengingat umur ekonomisnya mampu mencapai 30 tahun.
Pada tanaman karet, energi
yang dihasilkan, yaitu oksigen,
kayu, dan biomassa, digunakan
untuk mendukung fungsi perbaikan
lingkungan seperti rehabilitasi lahan, pencegah erosi dan banjir,
pengatur tata guna air bagi tanaman yang lain, dan pencipta iklim
yang sehat dan bebas pencemaran.
Untuk daerah yang kritis, daun karet yang telah gugur mampu menyuburkan tanah. Daur hidup tanaman karet yang demikian akan
terus berputar dan berulang, sehingga keberadaan pertanaman karet
sangat bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan.
Mekanisme Penyelamatan
Kehidupan oleh Tanaman Karet
Meningkatnya jumlah akumulasi
CO2 di udara telah menimbulkan
kekhawatiran bagi pemerhati lingkungan. Akumulasi gas rumah kaca terutama CO2 merupakan ancaman bagi kehidupan di dunia. Batu
bara, minyak bumi, dan gas alam
merupakan sumber CO2 utama.
Penggundulan hutan tropis dan menurunnya penyerapan CO2 oleh permukaan air laut ikut meningkatkan
jumlah CO2 di udara. Lahan gundul
dan lahan kritis yang tidak dikelola
dengan semestinya juga akan meningkatkan suhu udara rata-rata
0,3°C tiap 10 tahun dan permukaan
laut naik 6 mm/tahun.
Semua bentuk vegetasi bermanfaat untuk menjamin kelestarian penyediaan oksigen dan sebagai penyerap gas CO2. Salah satu
cara untuk mengurangi CO2 di udara adalah dengan memanfaatkan
CO2 sebagai bahan fotosintesis
atau asimilasi zat karbon.
Dengan semakin berkurangnya
jumlah tegakan pohon di atas permukaan bumi, maka dapur untuk
mengolah CO2 di udara makin menciut. Untuk itu penanaman pohon
perlu diupayakan secara terus menerus sampai tercapai keseimbangan antara pohon yang ditebang dan
yang ditanam.
Tanaman karet memiliki peran
yang sangat besar dalam penyerapan CO2 karena memiliki kanopi
lebih lebar dan permukaan hijau
daun yang luas. Tanaman karet seperti halnya tanaman hutan mampu
mengolah CO2 sebagai sumber karbon yang digunakan untuk fotosintesis. Oleh karena itu, tanaman karet mampu menggantikan tanaman
hutan dalam penyerapan CO2.
Secara alami gas CO2 diproses
oleh vegetasi tanaman termasuk
karet melalui fotosintesis dan menghasilkan oksigen. Oleh karena itu,
semakin luas tanaman karet maka
kemampuan menciptakan oksigen
akan semakin cepat atau konversi
gas CO2 menjadi oksigen akan semakin bertambah. Penggantian tanaman hutan yang telah ditebang
dengan tanaman karet merupakan
nilai investasi yang sangat tinggi
karena mampu memecahkan masalah naiknya CO2 di udara.
Tanaman karet juga mampu
menaikkan kandungan air tanah dan
kelembapan udara. Tanaman karet
juga dapat berfungsi sebagai pematang angin, penambah kualitas air
tanah, penangkal intrusi air laut,
pengurang cahaya silau, dan penyerap zat penawar seperti gas,
partikel padat, serta aerosol dari
kendaraan bermotor dan industri.
Oleh karena itu, tanaman karet berperan sebagai salah satu komponen
pengelolaan lingkungan dan pengurang efek pemanasan global.
Metabolisme Tanaman Karet
sebagai Sumber Energi
Tanaman karet juga mengalami proses metabolisme. Energi yang tersimpan digunakan kembali dalam
proses kehidupan. Peningkatan CO2
yang tinggi di atmosfir tidak mempengaruhi laju fotosintesis tanam-
11
an, bahkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman meningkat. Beberapa komponen tanaman yang
penting dalam mengantisipasi meningkatnya konsentrasi CO2 di udara adalah stomata, dinding membran, dan sitoplasma sel-sel mesofil.
Jika konsentrasi CO2 udara meningkat maka stomata cenderung
menutup sehingga tanaman akan
lebih efisien dalam menggunakan
air. Akibatnya nisbah CO2 yang difiksasi dengan jumlah kehilangan
air melalui proses transpirasi akan
semakin tinggi. Fotosintesis menghasilkan karbohidrat yang mengandung energi kimia yang selanjutnya
dimanfaatkan oleh organisme melalui oksidasi biologis.
Peningkatan suhu dapat merugikan tanaman jika suhu tersebut
lebih tinggi dari kisaran suhu optimal untuk metabolisme dan pertumbuhan. Pengaruh suhu di atas suhu
optimal terhadap tanaman dapat
berupa denaturasi protein (enzim),
kerusakan membran, denaturasi
asam nukleat, pengurasan cadangan karbohidrat, hambatan pertumbuhan, dan penurunan hasil.
Tanaman karet memerlukan
energi terbanyak pada permukaan
kulit bidang sadap. Energi hasil
katabolisme hampir terkonsentrasi
pada irisan sadapan yaitu untuk
mendorong aliran lateks sekaligus
untuk menyembuhkan luka irisan.
Hal ini merupakan proses biologis
yang secara langsung juga merupakan pengaturan energi pada permukaan kulit bidang sadap. Apabila
proses ini terganggu maka akan
terjadi hambatan pada kecepatan
aliran lateks dan penyembuhan luka
kulit bidang sadap. Konsentrasi
energi pada daerah irisan sadap
adalah paling tinggi, karena sesuai
rumus sadap setidaknya setiap
periode akan terjadi luka baru pada
tempat yang sama.
Meskipun sumber energi utama
adalah matahari, tanaman dengan
hijau daun juga merupakan penyimpanan sumber energi yang sangat
bernilai bagi kehidupan. Tanaman
karet telah memelopori penyelamatan kehidupan. Perluasan dan
pengembangan tanaman karet sangat dianjurkan untuk mengganti
hutan-hutan yang gundul (Indyah
Sulistya Indraty).
Untuk informasi lebih lanjut
hubungi:
Balai Penelitian Getas
Jalan Patimura Km 6
Kotak Pos 804
Salatiga 50702
Telepon : (0298) 322504
Faksimile : (0298) 323075
E-mail
: [email protected]
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 27, No. 5, 2005
Peluang Menuju Swasembada Beras
Berkelanjutan
Sampai kini beras tetap menjadi komoditas strategis dalam
perekonomian dan ketahanan pangan nasional. Departemen Pertanian
telah menyusun program aksi peningkatan produksi padi menuju
swasembada beras berkelanjutan.
S
ebagai bahan pangan utama di
Indonesia, beras dibutuhkan
oleh lebih dari 90% penduduk. Dewasa ini kebutuhan pangan nasional
dipenuhi dari produksi beras dalam
negeri. Pada saat terjadi anomali
iklim seperti kekeringan atau ledakan hama-penyakit yang berdampak terhadap penurunan produksi, sebagian kebutuhan pangan
dipenuhi dari impor.
Idealnya, kebutuhan beras nasional dipenuhi dari produksi dalam
negeri mengingat jumlah penduduk
yang terus bertambah dengan laju
pertumbuhan yang masih cukup
tinggi dan tersebar di berbagai pulau. Kalau mengandalkan beras
impor maka ketahanan pangan
12
akan rentan dan berdampak luas
terhadap berbagai aspek kehidupan, terutama ekonomi, sosial,
dan politik. Oleh karena itu, upaya
peningkatan produksi padi perlu
lebih digalakkan. Ditinjau dari ketersediaan sumber daya lahan dan teknologi yang telah dan akan dihasilkan melalui penelitian, Indonesia
memiliki peluang meningkatkan produksi padi menuju swasembada
beras berkelanjutan.
Potensi Lahan
Sekitar 90% produksi padi nasional
dipasok dari lahan sawah irigasi
yang sebagian telah terkonversi
untuk berbagai keperluan di luar
pertanian. Sementara lahan sawah
tadah hujan, lahan rawa pasang
surut, dan lahan kering belum banyak berkontribusi dalam peningkatan produksi padi. Ke depan, selain di lahan sawah irigasi, upaya
peningkatan produksi padi perlu
pula diarahkan ke lahan sawah tadah hujan, lahan rawa pasang surut,
dan lahan kering.
Dewasa ini terdapat 13,26 juta
ha lahan yang sesuai dikembangkan
untuk sawah. Dari angka itu baru
52% yang telah dimanfaatkan,
sehingga masih terdapat lebih dari
6 juta ha lahan yang potensial
dikembangkan untuk persawahan.
Sementara itu, dari 6,87 juta ha
lahan rawa pasang surut yang berpotensi dikembangkan untuk usaha tani padi hanya 0,93 juta ha
yang baru dimanfaatkan.
Luas lahan kering yang sesuai
untuk tanaman semusim diperkirakan 25,3 juta ha. Di banyak daerah, potensi lahan kering belum dimanfaatkan secara optimal bagi
pengembangan tanaman padi dan
tanaman pangan lainnya. Sampai
Download