BAB VII HUBUNGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kim dan Gudykunts (1997) memaparkan bahwa keterampilan berkomunikasi penting agar dapat berkomunikasi dengan efektif untuk mengurangi perasaan cemas dan khawatir. Untuk menghindari hal tersebut, sedikitnya diperlukan tiga keterampilan, yaitu kemampuan untuk berhati-hati ketika berkomunikasi, toleransi terhadap ambiguitas, dan kemampuan menenangkan diri. Keterampilan berkomunikasi diperlukan sebagai bagian terakhir setelah seorang komunikator atau komunikan mempunyai motivasi dan pengetahuan berkomunikasi. Keterampilan menunjukkan kecakapan seseorang ketika berinteraksi dengan orang lain, yang juga menciptakan kesan pertama bagi lawan bicara. Jika memiliki keterampilan yang baik, maka kesan yang ditimbulkan akan baik pula. Keterampilan yang diperlukan di antaranya: (1) kemampuan untuk menjadi pembicara dan pendengar yang baik, (2) toleransi terhadap ambiguitas yang terjadi akibat masing-masing etnis menggunakan bahasa daerahnya sendiri dan salah mengartikan kata-kata yang diucapkan ketika berinteraksi, (3) kemampuan berempati dengan cara menjadi pendengar yang baik dan antusias yang tinggi terhadap isi pembicaraan, (4) adaptasi kebiasaan untuk menggunakan bahasa yang bisa dipahami bersama, dan (5) mampu memprediksi dan memberikan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicara. Penyajian data dimulai dengan mendeskripsikan variabel yang akan diuji hubungan kausalnya. Deskripsi variabel faktor keterampilan dan perilaku tersinggung serta canggung bertujuan untuk memberikan gambaran tentang perilaku pasangan teman di lokasi penelitian. Setelah setiap variabel yang akan diuji dideskripsikan, maka penyajian data berikutnya adalah penjelasan mengenai hubungan kausal antara faktor keterampilan dengan efektivitas komunikasi antar etnis. Dimulai dari hasil uji statistik Pearson hingga penjelasan mendalam mengenai hubungan antara faktor keterampilan dengan perilaku tersinggung dan canggung ketika berkomunikasi. 49 7.1 Hubungan Keterampilan Berkomunikasi dengan Perilaku Tersinggung Tabel 14 menunjukkan bahwa sebesar 66,7 persen keterampilan berkomunikasi yang dimiliki oleh orang Arab dan orang Sunda berada pada tingkatan sedang. Walaupun berada pada tingkatan sedang, hal ini secara umum menunjukkan, baik individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda memiliki keterampilan yang baik ketika berinteraksi. Individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda memiliki keterampilan untuk sadar/berhati-hati ketika berkomunikasi, toleransi terhadap ambiguitas, kemampuan menenangkan diri, adaptasi kebiasaan, dan prediksi atau penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicaranya. Tabel 14. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan Tingkat Frekuensi (n) Persentase (%) Keterampilan Rendah 1 3,3 Sedang 20 66,7 Tinggi 9 30,0 Total 30 100,0 Sebesar 66,7 persen pasangan orang Arab dan Sunda memiliki perilaku tersinggung yang rendah (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku tersinggung antara individu dari etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi dapat dihindari. Dua individu yang sedang berinteraksi secara umum mampu menjaga perasaan lawan bicaranya dengan tidak menirukan bahasa daerah etnis lain sebagai bahan ejekan dan tidak menyinggung ciri fisiknya. Hipotesis awal menyatakan bahwa semakin tinggi keterampilan berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku tersinggung antara etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi. Agar dapat melihat hubungan antar keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan analisis Pearson. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig.), jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji. 50 Tabel 15. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan dan Tingkat Perilaku Tersinggung Tingkat Perilaku Tersinggung Tingkat Keterampilan (%) Rendah Rendah Sedang Tinggi Total (%) Sedang 0,0 0,0 100,0 100,0 55,0 15,0 30,0 100,0 Tinggi 100,0 0,0 0,0 100,0 Tabel 15 menunjukkan sebesar 100 persen pasangan yang tingkat keterampilan berkomunikasinya rendah, memiliki tingkat perilaku tersinggung yang tinggi. Sebesar 15 persen pasangan yang tingkat keterampilannya sedang memiliki tingkat perilaku tersinggung yang sedang. Untuk tingkat keterampilan yang tinggi, sebesar 100 persen memiliki tingkat perilaku tersinggung yang rendah. Persentase tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi tingkat keterampilan berkomunikasi seseorang, maka semakin rendah tingkat perilaku tersinggung yang ditunjukkan ketika berinteraksi. Keterampilan yang baik membuat dua orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi mampu menghindarkan lawan bicaranya merasa tersinggung akibat menyinggung ciri fisik atau menirukan bahasa etnis lain. Hasil uji menunjukkan, nilai signifikansi untuk hubungan antara pengetahuan berkomunikasi dengan perilaku tersinggung adalah 0,005. Hal ini berarti terdapat hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan perilaku tersinggung antara etnis Arab dan Etnis Sunda ketika berinteraksi. Nilai signifikansi 0,005 menunjukkan hubungan yang signifikan, dimana semakin tinggi keterampilan berkomunikasi maka semakin rendah perilaku tersinggung antara orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi. Keterampilan pertama yang dimiliki oleh orang Arab dan Sunda adalah kemampuan untuk sadar atau berhati-hati ketika berinteraksi. Sadar dalam berinteraksi artinya memiliki perhatian yang penuh terhadap lawan bicara. Tidak hanya bisa berbicara dengan baik, namun juga mampu menjadi pendengar yang baik. Sebesar 80 persen orang Arab dan Sunda mampu menjadi pembicara sekaligus pendengar yang baik ketika berinteraksi. Kemampuan berbicara dan mendengarkan yang seimbang, membuat komunikator dan komunikan berada 51 dalam posisi yang sejajar. Jika seseorang terlalu banyak bicara, maka lawan bicaranya akan merasa didominasi dalam proses interaksi. Kondisi ini dapat menyebabkan lawan bicara merasa tersinggung karena kesempatan untuk berbicaranya sedikit. Kondisi ini secara umum mampu diatasi oleh orang Arab dan Sunda dengan tidak mendominasi dalam sebuah percakapan. Orang Arab yang dikenal banyak berbicara, tidak menunjukkan hal itu terhadap lawan bicaranya yang orang Sunda dengan tidak terlalu banyak berbicara. Sebaliknya, orang Sunda yang dikenal lebih tenang mampu mengambil bagian untuk berbicara agar seimbang dengan bagian untuk mendengarkan. Kemampuan lainnya adalah toleransi terhadap ambiguitas. Sebesar 50 persen orang Arab dan Sunda mampu mentoleransi ambiguitas di antara mereka. Kondisi ambigu muncul ketika orang Arab atau Sunda menggunakan bahasa daerahnya masing-masing ketika berbicara. Orang Arab dengan bahasa Arabnya, dan orang Sunda dengan bahasa Sunda. Sikap toleransi yang ditunjukkan adalah ketika seorang komunikan tidak marah dan terganggu ketika lawan bicaranya menggunakan bahasa daerahnya. Terkadang orang Arab menggunakan bahasa Arab ketika berinteraksi dengan orang Sunda, dan ada pula orang Arab yang tidak terbiasa menggunakan bahasa Sunda dalam kesehariannya. Ketika orang Arab menggunakan bahasa Arab ketika berinteraksi, secara umum orang Sunda mampu mentoleransi hal tersebut. Hal ini dikarenakan, bahasa Arab yang digunakan sudah umum dan dipahami oleh orang Sunda seperti syukron (terima kasih), fulus (uang), hareem (perempuan), dan lain-lain. Sedangkan jika orang Sunda berbicara dengan bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Arab yang tidak mengerti bahasa tersebut, secara umum orang Arab dapat memakluminya karena orang Sunda hampir selalu menambahkan kata-kata dalam bahasa Sunda ketika berbicara dalam bahasa Indonesia. Sikap toleransi lain yang ditunjukkan adalah ketika seorang komunikator tidak marah ketika lawan bicaranya salah mengartikan kata-kata yang diucapkannya. Terkadang orang Sunda menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Arab seperti leuleus liat (lemah lembut ketika berbicara) dan heuras genggerong (keras kepala). Kemungkinan salah mengartikan istilah tersebut bisa terjadi karena istilah yang dipakai tidak umum seperti bahasa Arab yang dipaparkan sebelumnya. 52 Kemampuan mentoleransi ambiguitas yang baik membuat orang Arab dan Sunda dapat terhindar dari perasaan tersinggung. Kemampuan untuk menenangkan diri ketika berinteraksi juga mampu menghindarkan seseorang dari perilaku tersinggung. Perasaan kaku dan khawatir yang berlebihan yang ditunjukkan ketika berinteraksi akan membuat lawan bicara merasa tidak nyaman, yang akhirnya membuat dia merasa tersinggung. Interaksi antara orang Arab dan Sunda yang jarang bertemu di lingkungannya, bisa saja menimbulkan rasa kaku dan khawatir. Perasaan ini muncul karena dua orang tersebut jarang bertemu dan tidak akrab. Sebesar 53,3 persen orang Arab dan Sunda sudah mampu menenangkan dirinya dengan mengendalikan rasa kaku dan khawatir ketika berinteraksi. Kemampuan ini didorong oleh sikap untuk menjaga kerukunan dalam hidup bertetangga. Walaupun jarang bertemu dan berinteraksi, hubungan pertetanggaan harus dijalin dengan baik agar tercipta lingkungan bertetangga yang harmonis. Etnis Arab dan Sunda juga memiliki keterampilan berempati yang baik. Sebesar 76,7 persen orang Arab dan Sunda mampu mendengarkan dengan cermat perkataan lawan bicaranya dan antusias dengan isi pembicaraan yang disampaikan. Jika orang Arab dan Sunda yang terlibat dalam sebuah interaksi tidak memiliki keterampilan berempati yang baik, maka seseorang akan merasa tersinggung. Perilaku tersinggung muncul karena seseorang merasa tidak dihargai ketika berbicara. Lawan bicara tidak mendengarkan dengan baik dan tidak antusias atas apa yang dibicarakan. Mengadaptasikan perilaku juga memiliki peranan agar seseorang tidak tersinggung ketika berinteraksi. Perilaku yang diadaptasikan adalah penggunaan bahasa daerah ketika berbicara dan jarak interpersonal agar seseorang merasa nyaman. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, orang Arab terkadang berbicara dalam bahasa Arab ketika berinteraksi dengan orang Sunda, dan orang Sunda terkadang berbicara dalam bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Arab. Sebesar 83,3 persen orang Arab dan Sunda mampu mengadaptasikan perilakunya ketika berkomunikasi. Orang Arab dan Sunda lebih memilih menggunakan bahasa yang dapat dipahami bersama agar tidak ada yang merasa tersinggung. Jika orang Arab yang diajak berinteraksi memahami bahasa Sunda, 53 maka interaksi dilakukan menggunakan bahasa Sunda. Jika orang Arab tersebut tidak memahami bahasa Sunda, maka interaksi dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Jarak interpersonal tidak lagi menjadi masalah karena baik etnis Arab atau etnis Sunda memiliki jarak interpersonal yang sama, yaitu sekitar setengah meter agar dapat berinteraksi dengan nyaman. Keterampilan terakhir yang dipaparkan dalam subbab ini agar terhindar dari perilaku tersinggung adalah kemampuan untuk membuat prediksi dan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicara. Perilaku yang diprediksikan adalah jarak interpersonal, nada bicara, dan gerakan tangan. Ketiga perilaku tersebut dijelaskan sebagai budaya asli dari masing-masing etnis. Sebesar 70 persen orang Arab dan Sunda mampu menjelaskan ketiga perilaku tersebut sebagai bawaan dari budaya asli yang sulit dihilangkan. Nada bicara orang Arab cenderung keras dan tegas. Apabila hal ini ditunjukkan ketika berinteraksi, orang Sunda mampu memberikan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicaranya. Nada bicara yang keras dan tegas merupakan sifat bawaan dari budaya bangsa Arab, bukan untuk mendominasi pembicaraan atau membuat orang Sunda merasa tidak nyaman. Jika masing-masing etnis memahami hal ini, maka perasaan tersinggung akibat ketidaknyamanan perbedaan gaya berbicara dapat dihindari dan proses interaksi dapat berjalan efektif. 54 7.2 Hubungan Keterampilan Berkomunikasi dengan Perilaku Canggung Tabel 14 menunjukkan bahwa keterampilan berkomunikasi yang dimiliki oleh etnis Arab dan etnis Sunda berada pada tingkatan sedang, yaitu sebesar 66,7 persen. Tabel 9 menunjukkan persentase perilaku canggung dari pasangan etnis Arab dan etnis Sunda. Sebesar 56,7 persen orang Arab dan Sunda memiliki perilaku canggung yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa rasa canggung antara individu dari etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi dapat diatasi dengan baik. Dua individu yang sedang berinteraksi dapat menghilangkan perilaku tidak berani, malu, ataupun ragu-ragu untuk berinteraksi dengan lawan bicaranya. Mereka sudah terbiasa untuk saling menyapa, inisiatif untuk memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat. Hipotesis awal menyatakan bahwa semakin tinggi keterampilan berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku canggung antara etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi. Agar dapat melihat hubungan antar keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan analisis Pearson. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig). Jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Tabel 16. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan dan Tingkat Perilaku Canggung Tingkat Perilaku Canggung Tingkat Keterampilan (%) Rendah Rendah Sedang Tinggi Total (%) Tabel 16 menunjukkan bahwa Sedang 0,0 0,0 100,0 100,0 40,0 40,0 20,0 100,0 Tinggi 100,0 0,0 0,0 100,0 sebesar 100 persen pasangan yang memiliki keterampilan berkomunikasi yang rendah memiliki perilaku canggung yang tinggi. Sebesar 40 persen pasangan yang keterampilan berkomunikasinya sedang memiliki perilaku canggung yang sedang pula. Pada tingkat keterampilan berkomunikasi yang tinggi, sebesar 100 persen pasangan memiliki perilaku tersinggung yang rendah. Persentase tersebut menunjukkan kecenderungan 55 dimana semakin tinggi keterampilan berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku canggung yang ditunjukkan ketika berinteraksi. Keterampilan yang tinggi mendorong dua orang yang sedang berinteraksi dapat mengurangi dan menghilangkan perilaku canggung. Mereka dapat dengan leluasa menyapa, memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat. Perasaan ragu-ragu, tidak berani, atau malu dapat dikendalikan dengan baik oleh keduanya. Hasil uji menunjukkan, nilai signifikansi untuk hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan perilaku canggung adalah 0,001. Hal ini berarti terdapat hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan perilaku canggung antara etnis Arab dan Etnis Sunda ketika berinteraksi. Nilai signifikansi 0,001 menunjukkan hubungan yang signifikan. Kondisi ini menunjukkan semakin tinggi keterampilan yang dimiliki ketika berinteraksi maka semakin rendah perilaku canggung antara etnis Arab dan Sunda ketika berinteraksi. Keterampilan pertama yang menghindarkan kedua etnis dari perilaku canggung adalah sadar atau berhati-hati ketika berkomunikasi. Ketika dua orang yang sedang berinteraksi mampu menyeimbangkan kemampuan berbicara dan mendengarkan dengan baik, kedua orang tersebut tidak akan merasa canggung untuk bertukar pendapat. Orang yang terlalu banyak berbicara dapat dianggap ingin mendominasi percakapan, sedangkan orang yang terlalu banyak mendengarkan akan dianggap pasif dan tidak antusias. Rasa canggung muncul ketika salah satu perilaku tersebut muncul. Pada suatu kesempatan interaksi, orang Sunda terlalu banyak berbicara sehingga orang Arab yang menjadi lawan bicaranya hanya dapat mendengarkan. Orang Arab tersebut dapat merasa canggung karena dirinya diposisikan tidak sejajar, dalam artian tidak mendapat kesempatan yang sama untuk berbicara. Kondisi ini membuat pertukaran informasi tidak seimbang sehingga orang Arab yang merasa didominasi, akan ragu-ragu untuk bertukar informasi yang sama banyaknya seperti orang Sunda. Kemampuan etnis Arab dan Sunda dalam mentoleransi ambiguitas juga dapat menghindarkan keduanya dari perilaku canggung ketika berinteraksi. Sebesar 50 persen orang Arab dan Sunda dapat melakukan hal ini. Sikap untuk tidak marah ketika orang Arab atau Sunda menggunakan bahasa daerahnya sendiri membuat pertukaran informasi dapat terus berjalan. Begitu pula halnya ketika 56 orang Arab atau Sunda salah mengartikan kata-kata yang diucapkan lawan bicara dan disikapi dengan tidak marah, maka perilaku malu, tidak berani, atau takut dapat dihindari ketika berinteraksi. Kemampuan mentoleransi hal yang ambigu membuat proses interaksi antar etnis berjalan dengan baik. Perilaku canggung dapat dihindari sehingga dua orang yang sedang berinteraksi dengan leluasa dapat bertukar pendapat. Orang Arab dan Sunda juga memiliki kemampuan untuk menenangkan diri yang baik. Sebesar 53,3 persen orang Arab dan Sunda dapat menghilangkan perasaan kaku dan khawatir ketika berinteraksi. Rasa kaku maupun khawatir yang disebabkan jarangnya orang Arab dan Sunda berinteraksi tidak membuat keduanya canggung ketika berinteraksi. Bagi mereka menjaga kerukunan hubungan tetangga lebih penting dibanding mengedepankan sikap kaku dan khawatir. Sikap kaku dan khawatir yang berlebihan hanya akan membuat kedua etnis semakin canggung sehingga kegiatan saling sapa yang sederhana, dapat menjadi kegiatan yang berat untuk dilakukan. Keterampilan lainnya yaitu kemampuan untuk berempati terhadap lawan bicara. Kemampuan yang harus dimiliki adalah mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan orang lain dan tertarik atau antusias terhadap isi pembicaraan yang disampaikan orang lain. Kemampuan berempati menjadi penting untuk menghidarkan dua orang yang sedang berinteraksi dari perilaku canggung. Bila orang Arab mampu menjadi pendengar yang baik bagi orang Sunda, maka orang tersebut akan merasa dihargai sehingga dia dapat dengan leluasa menyampaikan pendapatnya kepada orang Arab. Begitupun sebaliknya, bila orang Sunda memiliki antusias yang tinggi terhadap apa yang dikatakan orang Arab, maka orang tersebut tidak akan ragu-ragu untuk memulai pembicaraan atau bertukar pendapat dengan orang Arab. Etnis Arab dan Sunda juga memiliki kemampuan untuk mengadaptasikan perilakunya ketika berinteraksi. Kedua etnis lebih baik menggunakan bahasa yang sama, keduanya berbahasa Sunda, atau berbahasa Indonesia agar memiliki pemahaman yang sama dan tidak merasa canggung ketika berinteraksi. Perbedaan bahasa yang digunakan terkadang membuat proses interaksi menjadi kaku dan pertukaran informasi tidak berjalan lancar. Untuk itu diperlukan keterampilan 57 beradaptasi yang baik dengan segera menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh kedua etnis. Jarak interpersonal antara etnis Arab dan Sunda tidak menjadi hal yang dapat menimbulkan perasaan canggung. Hal ini dikarenakan jarak interpersonal antar kedua etnis sama, yaitu sekitar setengah meter agar merasa nyaman ketika berinteraksi. Keterampilan yang melengkapi keterampilan sebelumnya adalah kemampuan memberikan prediksi dan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicara. Penjelasan yang akurat tentang perilaku orang lain menjadi penting agar tidak terjadi salah paham yang berujung pada munculnya perilaku canggung ketika berinteraksi. Perilaku yang harus dijelaskan secara akurat adalah nada bicara dan gaya bicara (gerakan tangan) dari kedua etnis. Bila orang Sunda memahami bahwa kebiaasan berbicara dengan nada yang keras dan tegas yang dimiliki orang Arab adalah sifat bawaan dari leluhurnya, maka perasaan canggung dapat dihindari. Orang Sunda dapat bertukar informasi dengan leluasa tanpa merasa didominasi oleh orang Arab. Gerakan tangan yang mengikuti perkataan orang Arab untuk menjelaskan maksudnya juga mampu dipahami oleh orang Sunda sebagai kebiasaan bangsa Arab yang ekspresif. Orang Sunda dapat memaklumi hal ini sehingga ketika berinteraksi mereka tidak merasa risih dan bisa bertegur sapa serta bertukar pendapat dengan leluasa.