BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seksualitas merupakan topik yang sangat menarik bagi remaja. Hal tersebut dikarenakan remaja mengalami perubahan-perubahan hormonal seksual di dalam diri mereka yang mempengaruhi kondisi psikologis remaja serta meningkatkan ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). Maraknya pergaulan bebas dikalangan remaja salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan remaja tentang pendidikan seks yang jelas dan benar atau minimnya penjelasan lengkap dari orang tua atau pendidik. Pendidikan seks kebanyakan hanya diketahui dari penjelasan teman yang belum tentu benar dan dari media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006). Menurut Set (2009), sebagai pasangan yang belum menikah, remaja memanifestasikan hubungan cinta antar pasangan laki-laki dan perempuan sebagai hal yang serius dalam rangka pemikiran mereka. Ada kalanya harus di bumbui dengan rasa sayang, sedih, duka, terharu, nyaman, dan seganap perasaan hati yang melambangkan betapa eratnya hubungan sepasang kekasih. Ada perasaan saling melindungi, menjaga, atau rasa takut untuk berpisah atau kehilangan, walau hanya dalam hitungan detik. Beberapa pasangan remaja mencoba bertindak lebih jauh, berusaha menunjukkan perasaan yang berlebihan. Kalau yang dilakukan adalah mengaktifkan wilayah nafsu badaniah, akan tumbuh ledakan berahi yang setiap saat akan mengambil alih fungsi kesadaran otak dan menggantinya dengan semangat untuk bereksplorasi di wilayah seksual. Menurut Sarlito (2002), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Sikap remaja terhadap perilaku seksualitas adalah respons yang diberikan oleh remaja terhadap perilaku dan aktifitas fisik seseorang yang didorong oleh hasrat seksual dan menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotik yang dilakukan sendiri maupun melibatkan orang lain di luar ikatan pernikahan setelah mengetahui informasi dan pemberitaan dalam wujud suatu orientasi atau kecenderungan dalam bertindak (Hudson, dalam Putri, 2010). Astuti dalam Lilia, 2004 memberi gambaran secara rinci bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Bersentuhan, misalnya menyentuh jari atau tangan, berpegangan tangan. 2. Memeluk, misalnya memeluk bahu serta tubuh pasangan lebih didekatkan memeluk pinggang tubuh pasangan lebih dirapatkan. 3. Berciuman, misalnya cium pipi dan dahi, cium bibir secara singkat, cium bibir secara intens dan lama. 4. Saling meraba, misalnya meraba atau diraba payudara baik diluar maupun didalam pakaian, saling menempelkan alat kelamin baik menggunakan pembatas pakaian maupun tidak menggunakan pembatas pakaian, menggesek-gesekkan alat kelamin. 5. Bersenggama yaitu masuknya penis kedalam vagina yang kemudian memberikan rangsangan hingga keduanya mencapai orgasme. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Damayanti (2010) kepada 8.941 pelajar dari 119 SMA dan yang sederajat di Jakarta, perilaku remaja laki-laki dan perempuan hingga cium bibir masih sama. Akan tetapi, perilaku laki-laki menjadi lebih agresif dibandingkan dengan remaja perempuan mulai dari tingkatan meraba dada. Seksualitas bebas yang dilakukan remaja laki-laki pun dua kali lebih banyak di bandingkan remaja perempuan. Tabel 1.1 Perilaku Pacaran Remaja SLTA di Jakarta Perilaku Pola Pacaran Perempuan (%) Ngobrol, curhat 91,7 Laki-laki (%) Pegangan tangan Berangkulan 70,5 49,8 65,8 48,3 Berpelukan Berciuman pipi 37,3 43,2 38,6 38,1 Berciuman bibir 27,0 31,8 94,5 Perilaku Pola Pacaran Perempuan (%) Meraba-raba dada 5,8 Meraba alat kelamin 3,1 Laki-Laki (%) 20,3 10,9 Menggesek alat 2,2 kelamin Melakukan seks oral 1,8 6,5 Hubungan seks 4,3 4,5 1,8 Penulis memilih SMK PELITA Salatiga karena berdasarkan hasil penelitian awal dan penulis menyebarkan skala sikap seks pranikah, mendapatkan hasil: Tabel 1.2 Data Awal Sikap Remaja terhadap Perilaku seksualitas bebas Kategori F 6 22.2 Rendah 6 22.2 Tinggi 8 29.6 Sangat Tinggi 7 25.9 Jumlah 27 100 Sangat Rendah % Dari tebel 1.2 dapat terlihat bahwa sikap remaja terhadap perilaku seks bebas di SMK PELITA tergolong tinggi yang artinya siswa setuju dengan seks pranikah. Siswa menganggap seks bebas bukanlah hal yang tabu. Seks dijadikan topik obrolan mereka ketika berkumpul bersama dengan teman-teman. Terkadang para remaja sering menceritakan kepada temannya jika telah melakukan hubungan seks dengan pacar mereka tanpa merasa malu karena di jaman sekarang ini berbicara tentang seksualitas dan berhubungan seks adalah hal yang wajar. Layanan Bimbingan Konseling sangat dibutuhkan dalam pemberian materi tentang seksualitas bebas dan dampak dari seksualitas bebas. Di SMK PELITA Salatiga guru BK belum pernah memberikan materi tentang pendidikan seksualitas kepada siswa. Hal ini dikarenakan guru memnganggap tabu untuk berbicara tentang seksualitas kepada para siswa dan guru menganggap bahwa siswa dapat mencari sendiri pengetahuan tentang seksualitas. Pendidikan seksualitas dapat disampaikan melalui bimbingan klasikal. Sedangkan pergaulan siswa semakin bebas dan siswa menganggap seksualitas bebas adalah hal yang wajar. Bimbingan klasikal adalah layanan bantuan bagi siswa yang berjumlah antara 30-40 orang siswa (sekelas) melalui kegiatan klasikal yang disajikan secara sitematik, bersifat preventif dan memberikan pemahaman diri dan tentang pemahaman tentang orang lain yang berorientasi pada bidang pembelajaran, pribadi, sosial dan karir dengan tujuan menyediakan informasi yang akurat dan dapat membantu individu untuk merencanakan pengambilan keputusan dalam hidupnya serta mengembangkan potensinya secara optimal (ikippgrismg.ac.id). Keunggulan bimbingan klasikal menurut Siwabessi dan Hastoeti (2008) adalah : a. Informasi yang di sampaikan atau jenis kegiatan dapat dilakukan menjangkau sejumlah siswa secara merata para siswa sekelas dapat menerima informasi yang sama dari suatu sumber apakah guru/ konselor atau sumber yang lain secara bersama-sama dengan demikian dapat meminimalkan pemahaman yang keliru atau kesalahan persepsi. b. Bimbingan klasikal memungkinkan para siswa saling memahami, terbuka, menilai, mengomentari dengan jujur dan tulus sesuai pengarahan konselor. c. Bimbingan klasikal dapat member peluang bagi siswa untuk belajar bertoleransi. Siswa dapat mengenal, memahami, menarima, dan dapat mengarahkan diri secara positif apabila konselor dapat mengelola kelas dangan baik. Penelitian yang dilakukan olah Ning (2010) yang meneliti siswa SMK PGRI 2 Salatiga menunjukkan bahwa ada perbedaan sikap siswa terhadap hubungan seks pranikah antara yang diberi dan yang tidak diberi layanan bimbingan kelompok seksualitas secara klasikal. Sikap siswa terhadap seks pranikah tergolong tinggi yang artinya siswa setuju dengan hubungan seks pranikah. Dari jumlah siswa yang berpacaran, sekitar 70% siswa pernah melakukan kissing, 35% pernah melakukan necking, 10% pernah melakukan petting dan 3% mengaku sudah pernah melakukan hubungan seksual. Ada penurunan skor sikap siswa terhadap terhadap hubungan seks pranikah atau sikap siswa menjadi sangat tidak setuju terhadap hubungan seks pranikah setelah mengikuti layanan bimbingan kelompok seksualitas secara klasikal. Sedangkan penelitian yang dilakuakan oleh Arizal (2004) yang menerangkan bahwa kasus seks bebas di bandung setiap tahunnya bertambah dari 104 kasus pada tahun 2002 bertambah menjadi 170 kasus pada tahun berikutnya padahal pendidikan seks sudah diberikan. Berdasarkan penelitian Arizal (2004) bahwa pendidikan seks tidak mempengaruhi sikap dan perilaku seks pranikah kearah yang lebih baik. Dari masalah yang timbul maka penulis mengangkat topik : Upaya menurunkan perilaku seksualitas bebas remaja melalui bimbingan klasikal siswa kelas XIIB Perhotelan SMK PELITA Salatiga. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis merumuskan masalah: Apakah pemberian bimbingan klasikal secara signifikan dapat menurunkan perilaku seks bebas remaja siswa kelas XIIB Perhotelan SMK PELITA Salatiga? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikasi bimbingan klasikal dalam menurunkan perilaku seks bebas remaja siswa kelas XIIB Perhotelan SMK PELITA Salatiga. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritik Jika dalam penelitian ini terjadi penurunan perilaku seksualitas bebas siswa kelas XIIB Perhotelan SMK PELITA Salatiga,berarti layanan bimbingan klasikal efektif diberikan akan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ning (2010). Namun jika dalam penelitian ini tidak terjadi penurunan perilaku seksualitas bebas siswa kelas XIIB Perhotelan SMK PELITA Salatiga, berarti layanan bimbingan klasikal tidak efektif diberikan seperti penelitian yang dilakukan oleh Arizal (2004). 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak sekolah terkhusus guru BK yaitu SMK PELITA Salatiga perilaku seks bebas siswa khususnya kelas XIIB Perhotelan SMK PELITA Salatiga, dalam rangka membuat layanan bimbingan di SMK PELITA Salatiga. 1.5 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan, berisi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, berisi: pengertian sikap terhadap perilaku seksualitas bebas, bahaya perilaku seksualitas bebas, pencegahan perilaku seksualitas bebas, kajian yang berhubungan, hipotesis. Bab III Metode Penelitian, berisi: jenis penelitian, subyek penelitian, definisi operasional, penyusunan instrument penelitian, teknik analisis data. Bab IV Penelitian dan Pembahasan, berisi: diskripsi subyek penelitian, pengumpulan data, analisis data, uji hipotesis dan pembahasan. Bab V Penutup, berisi: kesimpulan dan saran.