SWITCH MODE POWER SUPPLY MENGGUNAKAN BOOST CONVERTER SEBAGAI PFC CONVERTER 1 Surya Indrajati 1,Ir.Moh.Zaenal Effendi,MT.2 Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Industri, 2 Dosen PENS-ITS Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Telp (+62) 031-59447280 .Fax (+62) 031-5946114 e-mail: [email protected] ABSTRAK Switch mode power supply (SMPS) adalah suatu peralatan untuk memberikan sumber DC dengan cara metode switching. Salah satu masalah yang terjadi pada switch mode power supply (SMPS) tidak menggunakan power factor correction dan memerlukan penambahan nilai Capasitor yang besar sebagai filter DC. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu penambahan power factor correction (PFC) pada switch mode power supply (SMPS). Pada SMPS ini, power factor correction diletakkan pada bagian output dari rectifier dengan menggunakan Boost converter. Boost converter bekerja pada kondisi tidak kontinyu, karena dalam kondisi tidak kontinyu tidak muncul arus balik (IRR) pada komponen diode dari boost converter, sehinga diode yang lebih murah dapat digunakan. Selain itu pada kondisi tidak kontinyu mengakibatkan rugi I2R rendah dan ripple arus yang rendah mengakibatkan rugi inti di inductor rendah. Boost converter ini dihubungkan seri dengan buck conveter untuk supply beban 24 V/ 60 W. Boost converter sebagai power factor correction (PFC) di desain menghasilkan tegangan output sebesar 50 V dan arus 3 A. Sedangkan buck converter di desain menghasilkan tegangan keluran 24 V dengan arus 2,5 A. Kata Kunci: boost converter, buck converter, power factor correction. 1. PENDAHULUAN Peralatan elektronik modern tidak selalu menghadirkan beban-beban pasif kepada sisi sumber atau power line. Pada awalnya, beban-beban wajar mempunyai salah satu karakteristik resistif seperti misalnya lampu atau arus input yang sinusoidal dan mengalami pergerseran fase seperti misalnya motor AC. Saat ini, kebanyakan sistem elektronik menggunakan satu atau lebih konverter-konverter daya yang menyebabkan arus di sisi sumber atau power line menjadi tidak sinusoidal. Karakteristik arus input ini menyebabkan arus dan kemungkinan tegangan terdistorsi yang dapat menimbulkan masalah pada peralatan elektronik lain yang terhubung dengan sumber dan menurunkan kemampuan dari sistem tersebut. Masalah ini mengharuskan menciptakan desain standart dengan tujuan membatasi distorsi harmonik pada sisi sumber atau power line. Solusi dari masalah ini dikenalan sebagai power factor correction (PFC). Switch mode power supply (SMPS) adalah peralatan listrik yang berfungsi untuk memberi sumber DC dengan menggunakan metode switching. Energi ini berasal dari sumber jala-jala (PLN) yang disearahkan dengan rangkaian rectifier. Kelemahan dari SMPS ini adalah tidak menggunakan rangkaian power factor correction dan memerlukan nilai Capasitor yang besar. Dengan kata lain energi yang di transfer ke beban menjadi tidak efisien. Untuk mengatasi hal ini maka di tambah power factor correction pada perlatan Switch mode power supply (SMPS). Penambahan power factor correction pada SMPS ini dilakukan dengan memodifikasi pada rangkaian keluaran rectifier. Dengan menambah rangkaian diharapkan dapat mengatasi masalah harmonisa yang timbul dan power factor yang rendah pada sisi sumber (input). 2. yang bekerja pada kondisi tidak kontinyu yang terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu mosfet sebagai switch, induktor, kapasitor, diode, dan beban. Gambar rangkaian boost converter terlihat seperti gambar 3. DESAIN DAN PERENCANAAN Dalam membangun switch mode power supply dengan menggunakan boost converter sebagi PFC converter dibutuhkan komponen seperti gambar 1 blok diagram dibawah ini. Supply jala-jala 220 Vac Trafo step down + rectifier BOOST CONVERTER Sebagai PFC PWM BUCK CONVERTER Sebagai Regulator LOAD 24 V, 60 W Sensor tegangan Mikrokontroler Vref PI controler PWM Gambar 1. blok diagram 2.1 perencanaan pembuatan rectifier Rangkaian penyearah digunakan sebagai input sumber DC dari boost converter. Rangkaian penyearah ini diturunkan terlebih dahulu melalui trafo kemudian disearahkan tanpa penambahan bulk capasitor. Gamabr rangkaian dari rangkaian penyearah terlihat pada gambar 2 berikut. Gambar 3 Desain boost converter Untuk mendisain converter perlu ditetapkan beberapa variable, yaitu: Vin minimal : 21,6 V Vin maximal : 33,9 V Arus output : 3A Tegangan output : 50 V Frekuensi switching : 25 Khz Dari data yang ditetapkan diatas, dapat dihitung nilai-nilai komponen yang digunakan, yaitu: Duty cycle Dimana : D : duty cycle Vo : tegangan output Vin : tegangan input Perhitungan : Nilai inductor Gambar 2 Rectifier Dimana : L Vo Vin f 2.2 Boost converter Perhitungan : Boost converter pada proyek ini digunakan sebagai perbaikan factor daya : induktansi inductor : tegangan output : tegangan input : frekuensi switching : ripple arus Dimana L Imax Bmax Ac Perhitungan: : nilai induktansi : arus maksimal :fluk density maksimum :luasan core (inti besi) Perhitungan rangkaian snubber Discontinous Modes Pada discontinuous mode desain L < Lmin Dimana Csnuber : capasitansi snuber t_fall : waktu untuk kembali dari mosfert V_off : tegangan saat off mosfet D : duty cycle T : periode Nilai capasitor Dimana: C D T Perhitungan: : kapasitansi kapasitor : arus RMS capasitor : ripple tegangan : duty cycle : periode 2.3 Buck converter Buck converter, pada proyek ini digunakan sebagai regulator ke beban 24 V yang terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu mosfet sebagai switch, induktor, kapasitor, diode, dan beban. Gambar rangkaian buck converter terlihat seperti gambar 4. Jumlah lilitan Gambar 4. Desain buck converter Untuk mendisain konverter perlu ditetapkan beberapa variable, yaitu: Tegangan input : Tegangan output : Arus output : Frekuensi switching : 50 V 24 V 2,5 A 25 Khz Dari data yang ditetapkan diatas, dapat dihitung nilai-nilai komponen yang digunakan, yaitu: Duty cycle Dimana : D : duty cycle Vo : tegangan output Vin :tegangan input Dimana: C F Perhitungan : kapasitansi kapasitor : ripple arus : ripple tegangan : frekuensi switching Jumlah lilitan Dimana L : induktansi inductor Imax : arus maksimal Ac :luasan core (inti besi) Bmax :fluxdensity maksimal Perhitungan Perhitungan: Nilai induktor Dimana : L : induktansi induktor Vin : tegangan input Vo : tegangan output : ripple arus Perhitungan: Nilai capasitor Perhitungan rangkaian snubber Dimana Csnuber: capasitansi snuber t_fall : waktu untuk kembali dari mosfert V_off : tegangan saat off mosfet D : duty cycle T : periode Perhitungan 2.4 Totempole Rangkaian totempole digunakan sebagai kopling antara mikrokontroler dengan konverter DC-DC karena mikrokontroler tidak mampu mengendalikan konverter secara langsung. Rangkaian totempole terdiri dari transistor NPN dan PNP. Gambar dari rangkaian totempole seperti pada gambar 5. program sistem yang digunakan untuk mengontrol PWM START INISIALISASI SET POINT Baca sensor tegangan Perhitungan error dan integral Perhitungan KP,KI controler Gambar 5. Optocoupler dan totempole Setting duty cycle PWM 2.5 Sensor tegangan END Sensor tegangan yang dipakai adalah pembagi tegangan dengan resistor dikarenakan tegangan output DC dan tegangan yang diukur maksimal 24 V, sedangkan tegangan yang diperbolehkan masuk ke ADC pada mikrokontroler maksimal 5 V. perhitungan sensor tegangan sebagai berikut R1 ditentukan 3300 ohm, maka: Gambar dari sensor tegangan seperti gambar 6 berikut. Gambar 6. Sensor tegangan 2.6 Perencanaan kontrol PWM Pembangkit pulsa PWM didapatkan dari mikrokontroler PORTD.4 yang merupakan timer 1. Selanjutnya digunakan optocoupler sebagai pemisah dan masuk ke rangkaian totempole yang berfungsi sebagai penguat arus. Gambar 7 adalah flowchart main Gambar 7. Flowchart main program 2.7 Desain kontroler PI Kontroler digunakan untuk mengontrol tegangan output buck converter agar konstan. Dalam membuat kontroler ini yang diperhatikan adalah mengenai set point dari output buck yang harus dipertahankan yang dilihat dari data ADC. Dari data ADC maka diperoleh error dari set point. Dari error tersebut akan dikalikan time sampling yang kemudian menghasilkan integral. Kemudian didapatkan nilai P dari konstanta proporsional dikalikan error. Sedangkan I diperoleh dari konstanta integral dikalikan integral. Nilai PI adalah penjumlahan dari nilai P dan I. Berikut adalah program lengkapnya: sp=145;//nilai tegangan 24 volt kp=10; //konstanta P ki=0.005; // konstanta I integral=0; lasterror=0; timesampling=0.01; while (1) { // Place your code here pv=read_adc(0); //read present value error = sp - pv; // calculate error integral += error * timesampling; if(pv==0) integral=0; // calculate PID controller P = kp * error; I = ki * integral; PI = P + I; if(PID>431)PID=431; if(PID<0)PID=0; pwm=PID; //send++; OCR1A = (int)pwm; delay_ms(10); }; 3.PENGUJIAN DAN ANALISIS 3.1 Pengujian Rangkaian Totempole Dan Optocoupler Rangkaian totempole dan optocoupler digunakan sebagai buffer sinyal input yang dihasilkan oleh mikrokontroler dan digunakan untuk mengendalikan konverter. Gambar 8 gelombang tegangan output rangkaian totempole. (a) (b) Gambar 8 a.bentuk gelombang dengan duty cycle 50% b.bentuk gelombang dengan duty cycle 60% 3.2 Pengujian sensor tegangan Pengujian sensor tegangan digunakan untuk mengetahui respon sensor tersebut terhadap berbagai masukan tegangan. Pengujian dilakukan dengan memberikan tegangan input sebesar 10 V sampai 30 volt, kemudian diukur tegangan keluaran dari sensor tersebut. Hasil pengujian sensor tegangan dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Pengujian sensor tegangan Vin Vout Vout % Error teori 2 0,22 0,23 4,34 4 0,46 0,46 0 6 0,69 0,69 0 8 0,93 0,92 1,09 10 1,16 1,15 0,87 12 1,41 1,38 2,17 14 1,63 1,61 1,24 16 1,88 1,84 2,2 18 2,11 2,07 1,93 20 2,34 2,31 1,3 22 2,34 2,31 1,3 24 2,82 2,77 1,81 26 3,05 3 1,67 24 2,82 2,77 1,81 28 3,28 3,23 1,54 30 3,53 3,46 2,02 3.3 Pengujian rangkain rectifier Rangkaian yang digunakan untuk rectifier menggunakan diode bride full wave rangkaian tersebut menggunakan 4 buah diode. Input tegangan adalah 24 volt yang berasal dari input 220 volt yang diturunkan menggunakan trafo step down menjadi 24 volt. Setelah disearahkan diode tersebut diberi filter capasitor dengan nilai kecil yaitu 47 nanoFarad. Hasil pengujian diperlihatkan pada tabel 2. Tabel 2. Pengujian rectifier No Vin Vout Vout % Error teori 1 5 3,31 4,51 26,61 2 10 7,83 9,1 13,95 3 15 12,18 13,51 9,84 4 20 17,11 18,01 5 5 25 21,1 22,52 6,3 6 30 25,5 27,02 5,62 3.4 Pengujian boost converter Pengujian boost converter digunakan untuk mengetahui respon converter terhadap perubahan duty cycle inputnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil output dengan perhitungan secara teoritis. Hasil pengujian diperlihatkan pada tabel 3. Tabel 3. Pengujian boost converter Duty Vin Iin Vout Vout % cycle praktek teori Error 20 10 0,23 21 12,5 40,4 30 10 0,54 34 14,28 58 40 10 0,92 66 16,67 74,6 50 10 1,5 88 20 77,2 60 10 2 100 25 75 3.5 Pengujian Rangkaian Buck Konverter Pengujian buck converter digunakan untuk mengetahui respon konverter terhadap perubahan duty cycle inputnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil output dengan perhitungan secara teoritis. hasil pengujian diperlihatkan pada tabel 4. Table 4. pengujian buck converter Duty Vin Iout Vout Vout % cycle praktek teori Error 20 30 0,37 4,2 6 30 40 30 0,54 9,5 12 20,83 50 30 0,64 13,5 15 10 60 30 0,7 16,3 18 9,44 70 30 0,76 20 21 4,76 3.6 Pengujian kontroler Kontroler disini digunakan untuk menjaga tegangan output buck converter agar stabil. Kontroler dikatakan baik apabila bisa menjaga kestabilan tegangan output yang dikontrol. pengujian kontroler dilakukan dengan mengubah tegangan input dari buck converter dan membandingkan antara pengujian dengan set point dari kontroler. Hasil pengujian kontroler diperlihatkan pada tabel 5. Tabel 5. pengujian kontroler dengan perubahan tegangan input Vin (V) Vref (V) 26 28 30 32 34 36 24 24 24 24 24 24 Vout (V) 23,5 23,5 23,6 23,6 23,7 23,7 % error 2,083 2,083 1,67 1,67 1,25 1,25 3.7 Pengujian power factor Pada pengujian keselurahan sistem ini dibandingkan nilai power factor dengan menggunakan rangkaian rectifier gelombang penuh dengan sistem keseluruhan yaitu boost converter sebagai power factor correction (PFC) dan buck converter sebagai regulator. Hasil pengujian power factor diperlihatkan pada tabel 6 dan tabel 7 Table 6. Pengujian PF dengan rectifier Vout (V) Iout (A) PF 23,8 0,6 0,84 23,8 1 0,84 24 1,5 0,84 23,87 2 0,85 Table 7. Pengujian PF dengan keseluruhan sistem Vout (V) 23,8 23,5 23,4 22,7 21,8 Iout (A) 0,5 1 1,5 2 2,5 PF 0,80 0,92 0,93 0,93 0,94 Current 5.0 2.5 Amps 1Ø 0.0 . -2.5 -5.0 2.494.997.489.9812.47 14.96 17.46 mSec Gambar 7. Bentuk gelombang arus input rectifier Current 10 5 Amps 0 -5 -10 , 2,5 5, 7,5 10,01 12,51 15,01 17,51 mSec 2. 3. Gambar 8. Bentuk gelombang arus input dengan system 4. 5. Gambar 9. Hasil record data rangkaian rectifier Gambar 10. Hasil record data dengan sistem 4. Kesimpulan Setelah melalui beberapa proses perencanaan, pembuatan dan pengujian alat serta dari data yang didapat dari perencanaan dan pembuatan alat, maka dapat disimpulkan: 1. Pada sistem ini perbaikan factor daya menggunakan boost converter yang bekerja pada kondisi tidak kontinyu dengan desain input tegangan 24 volt output 50 Volt dengan arus 3 A, sedangkan buck converter digunakan sebagai regulator dengan output 24 volt arus 2,5 ampere. Efisiensi buck converter semakin besar saat duty semakin besar atau dapat dikatakan efisiensi buck converter semakin besar saat arus output besar. Pada pengujian integrasi diperoleh perbaikan power factor 0,94 dan harmonisa 23,83% sedangkan rangkaian rectifier memiliki power factor 0,84 dan harmonisa 45,73 %. Saat pengujian integrasi sistem pada sisi output tidak mencapai 24 volt karena pada sisi input terjadi drop tegangan pada trafo yang menyebabkan sistem tidak dapat bekerja secara nominal. Nilai power factor akan meningkat saat arus output besar atau dapat dikatakan nilai power factor meningkat saat arus output mencapai nilai nominal. DAFTAR PUSTAKA [1] Muhammad H Rasyid,”Rangkaian Elektronika Daya, Devices,dan Aplikasinya”, Jakarta,1999. [2]D. Petruzella, Frank ,”Elektronik Industri”, Andi, Yogyakarta, 2001. [3] Daniel W. Hart, “Introduction to Power Electronics,” Prentice-Hall International, International Edition, 1997. [4] P.J. Randewijk, “Inductor Design,” 2006. [5]Datasheet of ATmega16 8-bit Microcontroller with 16K Bytes InSystem Programmable Flash [6] Katsuhiko Ogata. Teknik Kontrol Automatik. Erlangga 1997 [7] Brian R Copeland. Design PID controller using Ziegler-nicols tuning. 2008 [8]http://www.alldatasheet.com/datasheetpdf / pdf/78532/ATMEL/ ATMEGA16.pdf