BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Tanaman Jagung Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Class : Monocotyledoneae Ordo : Poales Familia : Poaceae Genus : Zea Spesies : Zea mays L. Menurut ( Budiman, 2013 ) tanaman jagung ini mempunyai batang berbentuk bulat, beruas-ruas dan tingginya antara 180-210 cm. Batang tanaman Jagung diselimuti oleh pelepah plumula berwarna hijau ke hijau tua. Plumula jagung berupa helai tunggal dengan ujung semakin meruncing, lurus, tipis, berwarna hijau dan bertulang daun sejajar. Bunga jantan merupakan malai yang tumbuh dari ujung batang dan berwarna putih kekuningan. Sedangkan bunga betina berbentuk tongkol yang keluar melalui ketiak plumula. Masa berbunga selepas tanam adalah 50 hari, bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini dari pada bunga betinanya. Tongkol jagung mempunyai panjang 16-19 cm. tongkol tersebut umumnya tersusun dari 14-16 baris biji jagung. Biji jagung secara botani adalah sebuah biji Caryopsis, yaitu biji kering yang mengandung sebuah benih tunggal yang menyatu dengan jaringanjaringan dalam buahnya. Biji jagung terdiri atas empat bagian utama, yaitu kulit luar (perikarp) (5%), lembaga (12 %), endosperma (82%) dan tutung biji (tin cap) (1%). Kulit luar merupakan bagian yang banyak mengandung serat kasar atau karbohidrat yang tidak larut (non pati), lilin dan beberapa mineral. Lembaga banyak mengandung minyak. Total kandungan minyak dari setiap biji jagung adalah 4%. Sedangkan tudung biji dan endosperm banyak merngandung pati. Pati dalam tudung biji adalah pati yang bebas sedangkan pati endosperm terikat kuat dengan matriks protein (gluten ). Radikula jagung tergolong radikula serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 meter. Pada saat tanaman jagung sudah dewasa muncul radikula adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang berfungsi membantu menyangga tegaknya tanaman (Budiman, 2013). 2.2. Syarat Benih Aak, (1993) dalam Haryanto, (2013) mengemukakan bahwa benih dipilih dari beberapa tanaman jagung yang sehat pertumbuhannya. Dari tanaman terpilih, diambil yang tongkolnya besar, barisan biji lurus dan penuh tertutup rapat oleh klobot, dan tidak terserang oleh hama penyakit. Tongkol dipetik saat lewat fase matang fisiologi dengan ciri biji sudah mengeras dan sebagian besar plumula sudah menguning. Tongkol dikupas dan dikeringkan hingga kering betul, apabila benih akan disimpan dalam waktu lama, setelah dikeringkan tongkol dibungkus dan disimpan di tempat kering. Dari tongkol yang sudah kering diambil biji bagian tengah sebagai benih. Biji yang terletak dibagian ujung dan pangkal tidak digunakan sebagai benih. Daya tumbuh benih harus lebih dari 90% jika kurang dari itu sebaiknya benih diganti. Benih yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik, fisik maupun fisiologinya berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak tercampur/varietas lain, tidak mengandung kotoran, tidak tercemar hama dan penyakit). Pada umumnya benih yang dibutuhkan sangat bergantung pada kesehatan benih, kemurnian benih dan daya tumbuh benih ( Budiman, 2012). 2.3. Perkecambahan Benih Menurut Khoirul (2012) bahwa perkecambahan secara umum ditandai dengan munculnya radikula dari permukaan kulit biji, sedangkan proses perkecambahan sudah dimulai sejak benih melakukan imbibisi air melalui kulit sampai terjadi pembentukan dan perkembangan sel-sel dari embrio. Perkecambahan merupakan proses metobolisme biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah ( plumula dan radikula ). Proses perubahan embrio saat perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang, dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar (Istamar Syamsuri, 2004). 2.3.1. Tipe Perkecambahan Hartman, dan Kester, (1986) dalam Sutopo, (2002) mengemukakan terdapat 2 tipe pertumbuhan awal dari suatu kecambah tanaman yaitu : a. Tipe Epigeal (Epigeous) dimana munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah. b. Tipe hypogeal (Hypogeous), dimana munculnya radikel diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang keatas permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap berada di dalam kulit biji dibawah permukaan tanah. Dalam hal ini jagung (Zea mays L.) termasuk dalam tipe perkecambahan hypogeal. 2.3.2. Faktor-Faktor Pemicu Perkecambahan Faktor-faktor yang memicu perkecambahan adalah sebagai berikut : a. Faktor Dalam 1. Tingkat Kemasakan Benih Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai kemampuan benih berkecambah yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002). Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologis atau masak fungsional dan pada saat itu benih mencapai berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum dan kemampuan benih berkecambah atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi. Kamil, (1979 ) dalam Lutfi, (2012). 1. Ukuran Benih Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Sutopo, 2002). Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen (Blackman, dalam Sutopo, 2002). 2. Dormansi Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya viable (hidup) tetapi tidak mau berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang secara umum telah memenuhi syarat bagi perkecambahan. Periode dormansi ini dapat berlangsung musiman atau dapat juga selama beberapa tahun, tergantung pada jenis benih dan tipe dormansinya (Sutopo, 2002). Menurut Gardner, (1991) dalam Khoirul, (2012) setiap benih tanaman memiliki masa dormansi yang berbeda-beda. 3. Penghambat Perkecambahan Menurut Kuswanto, (1996) dalam Lutfi (2012), penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi. b. Faktor Luar 1. Air Sutopo, (2002) mengemukakan bahwa Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu. Menurut Darjadi, (1972) dalam Lutfi (2012) perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen, Kamil, (1979) dalam Lutfi (2012). Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002). Kamil, (1979) dalam Lutfi, (2012) kira-kira 70 persen berat protoplasma sel hidup terdiri dari air dan fungsi air antara lain: a. Untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadi pengembangan embrio dan endosperm. b. Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji. c. Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru. 2. Temperatur Menurut Sutopo (2002) temperatur merupakan syarat penting yang kedua bagi perkecambahan benih. Tanaman pada umumnya dapat diklasifikasikan berdasarkan kebutuhannya akan temperatur. a. Tanaman yang benihnya hanya akan berkecambah pada temperatur yang relatif rendah. b. Tanaman yang benihnya hanya akan berkecambah pada temperatur yang relatif lebih tinggi. Benih dari kebanyakan tanaman tropika membutuhkan temperatur tinggi untuk perkecambahannya. c. Tanaman yang mampu berkecambah pada kisaran temperatur dari rendah sampai tinggi. Temperatur optimun adalah temperatur yang paling menguntungkan bagi berlangsungnya perkecambahan benih. Pada kisaran temperatur ini terdapat persentase perkecambahan yang tertinggi. Temperatur optimum bagi kebanyakan benih tanaman adalah antara 80-950F (26,5-350C). Dibawah itu yaitu pada temperatur minimum serendah 320-410F (00-50C) kebanyakan jenis benih akan gagal untuk berkecambah, atau terjadi kerusakan “chilling” yang mengakibatkan terbentuknya kecambah abnormal. 3. Oksigen Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang terdapat dalam benih Kuswanto, (1996) dalam Lutfi (2012). Menurut Kamil (1979) dalam Lutfi (2012) umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29 persen oksigen dan 0.03 persen CO2. Namun untuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3 persen. 4. Cahaya Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979). Menurut Adriance and Brison dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya. 5. Medium Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir dan tanah. 2.4. Tahap Pertumbuhan Jagung Menurut warisno, (1998) dalam (Hazrin, 2011) Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi, meskipun tanaman jagung umumnya berketiggian antara 1-3 m, ada varietas yang dapat mencapai 6 m. Tinggi tanaman bisa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan jatuh keruas bunga betina. Pada proses tumbuh tanaman jagung dibedakan dalam dua stadia, yaitu : 1. Stadia Vegetatif Pada stadia vegetatif ini melalui fase kecambah, dilanjutkan dengan fase pertumbuhan fase vegetatif. Akar batang daun yang cepat pada akhirnya pertumbuhan vegetatif menjadi lambat sehingga dinamainya stadia vegetatif. 2. Stadia Generatif Stadia ini dinamai dengan perbentukan promordia, proses pembunggan yang mencakup peristiwa penyerbukan dan pembuahan. Menurut Subandi, (2008) dalam Hazrin, (2011) penyerbukan yang terjadi pada tanaman jagung biasanya dibantu dengan angin, yaitu dengan cara menyebarkan tepung sari kemudian menjatuhkan pada tangkai. Letak bunga jantan dan betina tidak berada disatu tempat, bunga jantan pada ujung batang sedangkan bunga betina berada dipertengahan batang atau tongkol. Perlu dijaga kemurnian biji dari varietas yang dibudidayakan dan juga terjadinya penyerbukan silang pada tanaman jagung, proses penyerbukan. Tepung sari tidak harus menempel pada kepala putik karena tangkai putik dapat menyebabkan proses penyerbukan tetap berlangsung. Tangkai putik berupa rambut jagung bila ditempel tepung sari. Perkembangan dan pertumbuhan serbuk sari berlanjut, proses pertumbuhan merupakan kelanjutan peristiwa penyerbukan dapat berlangsung selama serbuk sari menempel pada putik. Kemudian saluran-saluran tangkai putik bertemu sel telur.